45
TINJAUAN PUSTAKA 1 Immunologi Cervix Minar Setyorini PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I i

Immunologi Cervix11

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA 1

Immunologi Cervix

Minar Setyorini

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2011

DAFTAR ISIBab 1. Pendahuluan1Bab 2. Fisiologi Serviks32.1.Embryologi32.2.Anatomi82.2.1.Vaskularisasi102.2.2.Inervasi112.2.3.Sistem Limfatik122.3.Histologi132.3.1.Epitel Skuamosa162.3.2.Epitel Kolumnar162.3.3.Skuamo Kolumnar Junction17Bab 3. Imunologi Serviks193.1.Respon imun alami (innate)193.1.1.Sel Epitelial193.1.2.Makrofag213.1.3.Sel Dendritik213.1.4.Sel Natural Killer213.1.5.Neutrofil223.2.Respon imun adaptif dan cell-mediated223.2.1.Imunoglobulin223.2.2.Limfosit T243.3.Peran Siklus Haid dalam Imunologi Serviks24BAB 4. Kesimpulan............................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema perkembangan sistem urogenital serviks..............

Gambar 2. Embriologi saluran genitalia wanita...................................

Gambar 3. Serviks sebagai bagian uterus..........................................

Gambar 4.Perbedaan ostium serviks Nullipara dan Multipara...........

Gambar 5. Penampang posisi serviks dengan organ disekitarnya.....

Gambar 6. Pembesaran penampang serviks......................................

Gambar 7. Perjalanan vaskularisasi serviks.......................................

Gambar 8. Perjalanan inervasi serviks................................................

Gambar 9. Sistem limfatik serviks.......................................................

Gambar 10. Gambar penampang histologis serviks.............................

Gambar 11. Epitel skuamous serviks....................................................

Gambar 12.Epitel kolumnar serviks.....................................................

Gambar 13.Bentukan 'glandula' endoserviks.......................................

Gambar 14.Skuamo kolumner junction................................................

Gambar 15.Perubahan - perubahan pada skuamo kolumnar junction.

Gambar 16. Peranan siklus haid terhadap kadar komponen imun.......

Gambar 17.Pengaruh siklus haid terhadap bagian-bagian saluran reproduksi wanita..............................................................

4

6

9

9

10

10

11

12

13

15

16

17

17

18

18

25

26

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan distribusi imunoglobulin pada saluran

genitalia wanita.............................................................................23

Tabel 2.Distribusi IgA, IgG, SC, dan J Chain jaringan pada

saluran genitalia wanita................................................................23

ii

i

Pendahuluan

Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus. Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih setinggi lipatan refleksi peritoneum antar uterus dan kandung kemih. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-rata ukuran portio vaginalis adalah panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis, yang ukurannya + 7-8mm. (Haefner, 2011). Epitel serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel kolumnar; kedua epitel tersebut dibatasi oleh sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yang letaknya tergantung pada umur, aktivitas seksual dan paritas (Aziz, 2001)

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker ini menduduki urutan ke-10 dan bila digabungkan dengan jumlah dari negara berkembang, maka ia menduduki urutan ke 5 dari seluruh kejadian kanker (Aziz, 2001). Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina, berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.

Selama lima puluh tahun terakhir telah ada minat yang sangat besar dalam imunologi tumor. Meskipun kanker banyak muncul melalui penyimpangan dalam genetika konstitusi sel-sel tubuh, belum jelas apakah mereka berbeda dari sel-sel tubuh yang normal dalam hal sifat dan perangkat imunologinya. Ada perbedaan-perbedaan antara kejadian kanker, dan karena itu kita tidak bisa menganggapnya sama. Umumnya kita tidak melihat kanker sebagai contoh dari penyakit autoimun. Memang, perubahannya sering pada penyederhanaan antigenik, namun, tubuh host akan menyusun tantangan imunologi yang kuat tumor mereka. Tapi ada lesi kanker yang timbul di mana perubahan yang lebih signifikan dapat terwujud, seperti yang disebabkan oleh virus yang dapat membuat kanker tumbuh dengan menginduksi secara substansial pertumbuhan yang berbeda dengan jaringan normal (McDonnel, 2006).

Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang imunologi dasar yang terjadi di daerah serviks sehingga dapat digunakan sebagai dasar penatalaksanaan kasus infeksi, onkologi, dan reproduksi pada bidang obstetri dan ginekologi.

Fisiologi ServiksEmbryologi

Gonad embrio secara intrinsik diprogram untuk menjadi ovarium. Jika gen yang menghasilkan testis-faktor penentu (TDF) adalah hadir, gonad akan mulai berkembang menjadi testis antara 6 dan 8 minggu. Jika gonad belum terkena pengaruh TDF dalam 8-9 minggu, gonad tidak bisa lagi berespon menjadi testis. Pada wanita, germcells ditemukan dalam folikel primordial ovarium, yang berkembang pada di sisi epitel dari gonad yang telah menjadi ovarium pada minggu ke tujuh perkembangan. Genitalia eksterna wanita mulai berkembang pada minggu ke delapan (Barness, Spicer, 2004). Gambar 1.

Mesoderm berasal saluran Mullerian pada hari ke 54 pasca-konsepsi dan membentuk kanal uterovaginal, dibatasi oleh epitel kolumnar Mullerian. Kanal uterovaginal bergabung dengan sinus urogenital endoderm berjajar di Mullerian tuberkulum, yang menjadi lubang vagina pada cincin himen. Epitel stratifies di kanal uterovaginal caudal menjadi skuamosa; epitel berproliferasi menjadi skuamosa pada vagina pada hari 77. Kelenjar endoserviks . dan fornices vagina muncul antara 91 dan 105 (Perunovic, 2006).

Uterus dan tuba berasal dari saluran mullerian, yang pertama kali muncul di dekat kutub atas tonjolan urogenital pada minggu kelima perkembangan embrio. Tonjolan ini terdiri dari mesonephros, gonad, dan saluran yang terkait. Indikasi pertama dari perkembangan duktus mullerian adalah penebalan dari epitel selomik kira-kira pada tingkat segmen toraks keempat. Hal ini menjadi ujung fimbriated dari tabung fallopi, yang mengalami invaginasi dan tumbuh ke arah kaudal untuk membentuk tabung ramping di tepi lateral dari tonjolan urogenital. Pada minggu keenam, ujung-ujung tumbuh dari dua saluran mullerian mendekati satu sama lain di garis tengah. Satu minggu kemudian, mereka mencapai sinus urogenital. Pada saat itu, dua saluran mullerian menyatu untuk membentuk kanal tunggal pada tingkat puncak inguinalis. Puncak ini menimbulkan ke Gubernakulum, yang merupakan primordial dari ligamentum rotundum.

Gambar 1. Skema perkembangan sistem urogenital wanita

Barness, Spicer, 2004

Demikianlah kemudian, ujung atas dari saluran mullerian menghasilkan saluran telur, dan bagian-bagian menyatu menimbulkan rahim. Saluran vagina tidak paten pada seluruh panjangnya sampai bulan keenam (Cunningham, 2010). Perkembangan organ reproduksi dari unsur-unsur mesodermal antara, dimulai sejak kehamilan minggu ketiga dan kelima. Diferensiasi dari sistem urin dimulai sebagai saluran mesonefrik muncul dan berhubungan dengan kloaka. Antara minggu keempat dan kelima, dua kuncup ureter berkembang dari saluran mesonefrik (Wolffii) dan mulai tumbuh ke arah sefalik menuju mesonephros. Seiring perpanjangan tunas menginduksi deferensiasi metanephros, yang akan menjadi ginjal. Sistem genitalis mulai berkembang ketika duktus mullerian (paramesonefrik) terbentuk bentuk bilateral antara gonad yang berkembang dan mesonephros. Duktus mullerian memanjang ke bawah dan lateral ke saluran mesonefrik. Mereka akhirnya belok ke medial untuk bertemu dan menyatu di garis tengah. Saluran mullerian yang sudah menyatu turun ke saluran sinus urogenital untuk bergabung dengan tuberkulum mullerian di belakang kloaka. Rahim dibentuk oleh penyatuan dari dua saluran mullerian pada sekitar minggu 10. Penyatuan dimulai di tengah dan kemudian meluas ke arah kaudal dan sefalik. Bentuk rahim karakteristik kemudian terbentuk, dengan proliferasi seluler di bagian atas dan pemutusan simultan sel pada kutub yang lebih rendah, sehingga membentuk rongga rahim pertama. Rongga ini dibentuk pada ujung lebih rendah, sedangkan seiris tebal dari jaringan terletak di atas itu, yang merupakan septum. Sebagai septum diserap perlahan-lahan, ia menciptakan rongga rahim, yang biasanya selesai pada minggu ke-20. Kegagalan fusi dari dua saluran mullerian menyebabkan tanduk uterus yang terpisah, sedangkan kegagalan kavitasi antara mereka menghasilkan beberapa derajat dari septum uterus persisten. Yang jarang terjadi, ada duplikasi serviks dan vagina terkait dengan rahim septate. Hal ini mendukung hipotesis alternatif Mller bahwa fusi dan absorpsi dimulai pada isthmus dan berlanjut di kedua arah sefalik dan caudal secara bersamaan. Kanalis uterovaginal adalah ujung distal dari saluran mullerian yang menyatu. Vagina terbentuk antara sinus urogenital dan tuberkulum mullerian oleh pemutusan cell cord antara dua struktur. Hal ini diyakini bahwa pemutusan ini dimulai pada selaput dara dan bergerak ke atas menuju serviks. Kegagalan dari proses ini dikaitkan dengan cell cord persisten. Gambar 2 a,b,c,d.

Gambar 2. Embryologi saluran genital wanita

(Cunningham, 2010)

Anatomi

Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus. Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih setinggi lipatan refleksi peritoneum antar uterus dan kandung kemih (Cunningham, 1989).

Mulai dari superior, rahim terdiri dari fundus, corpus, isthmus dan serviks di inferior. Serviks adalah struktur berbentuk silinder yang berotot, yang disambung dengan jaringan ikat pada bagian yang berada di atasvagina. Gambar 5. Serviks ini dibatasi oleh epitel kolumnar, yang mengeluarkan lendir basa menetralkan efek dari keasaman vagina. Serviks dan rahim tidak selalu berada di bidang yang sama dan ketika badan rahim menekuk ke anterior disebut anteflexi dan bila menekuk ke posterior disebut retroflexi. Sumbu dari seluruh rahim dapat anteversi atau retroversi bila dihubungkan dengan sumbu vagina (Edmonds, 2007).

Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang menonjol ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis atau eksoservix, permukaannya bulat cembung dengan lubang melingkar atau slitlike (os eksternal) ke arah dalam kanal endoserviks. Rata-rata ukuran portio vaginalis adalah panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm Gambar 3. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Gambar 4 a,b. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis. Kanal endoserviks ini panjangnya adalah sekitar 2 sampai 3 cm dan bagian proksimalnya membuka ke arah rongga endometrium pada os internal (Berek, 2007). Leher rahim rahim tidak hamil berbentuk kerucut, organ agak kenyal panjang sekitar 2-4 cm dan diameter 2,5 cm, dengan kanal, pusat berbentuk gelendong. Sekitar setengah panjang leher rahim adalah supravaginal dan dekat dengan kandung kemih anterior. Serviks ini didukung oleh ligamen uterosakral dan transversal serviks ligamen (ligamen kardinal) (Pernoll, 2001). Gambar 6.

Gambar 3. Serviks sebagai bagian uterus

(Hart, Norman, 2000)

Gambar 4. Perbedaan Ostium serviks; A. Nullipara, B. Multipara

`(Cunnigham, 2010)

Gambar 5. Penampang posisi serviks dengan organ di sekitarnya

(Hart, Norman, 2000)

Gambar 6. Perbesaran penampang servix

(Hart, Norman, 2000)

Vaskularisasi

Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk arteri uterina. Arteri dan vena servikalis kanan dan kiri, cabang utama dari arteri dan vena uterus,membawa sebagian besar darah ke dan dari leher rahim (Pernoll, 2001).

Arteri uterus berasal dari arteri iliaka interna. Ini biasanya muncul sendiri dari sumber ini tetapi dapat memiliki asal mula yang sama dengan baik arteri pudenda internal atau arteri vagina. Arteri ini mendekati uterus dekat perbatasan korpus dan serviks, namun posisi ini bisa sangat bervariasi, tergantung pada individu dan pengaruh regangan ke atas atau ke bawah uterus. Vena mendampingi setiap arteri uterina berasal dari korpus dan serviks. Saat tiba di batas lateral uterus (setelah melewati ureter dan memberikan dari sebuah cabang kecil untuk struktur ini), arteri rahim mengalir ke sisi arteri marjinal yang berjalan di sepanjang sisi rahim. Melalui hubungan ini, ia akan mengirimkan darah baik ke atas menuju korpus dan ke bawah untuk serviks, arteri marjinal berjalan terus sepanjang aspek lateral serviks, kemudian juga menyilang persimpangan cervicovaginal dan akhirnya terletak di sisi vagina (Rock, Jones, 2008). Darah yang kembali dari uterus masuk ke peredaran darah vena uterina yang berjalan paralel dengan perjalanan arteri. Gambar 7.

Gambar 7. Perjalanan vaskularisasi serviks

(Vandegraaf, 2001)

Inervasi

Inervasi serviks adalah oleh nervus sakralis 2, 3 dan 4, yg merupakan saraf parasimpatik yang berada di dalam panggul kiri dan kanan os sakrum yang selanjutnya memasuki plexus frankenhauser. Gambar 8. Pleksus simpatetik pelvis yang masuk rongga pangul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju pleksus frankenhauser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan kecil yang terutama terletak pada dasar ligamentum sakrouterina. Kedua sistem simpatis dan parasimpatis bekerja antagonistik. Saraf simpatetik menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan parasimpatetik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi. Saraf sensoris serviks melalui saraf sakralis 2,3, dan 4 (Pernol, 2001; Wiknjosastro, 2009).

Gambar 8. Perjalanan inervasi serviks

(Pernoll, 2001)

Sistem Limfatik

Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial dan inguinal, selanjutnya kebanyakan mengarah ke daerah vasa iliaka, ke nodus iliaka eksterna dan interna (Wiknjosastro,2009; Swenson, 2011). Sebenarnya aliran limfe serviks ini sangat kompleks dan bervariasi, meliputi nodul iliaka komunis, interna, dan eksterna, nodus obturator dan parametrial, serta beberapa lainnya (Haefner, 2011). Gambar 9.

Gambar 9. Sistem limfatik serviks

(Alan, et al, 2007)

Histologi

Sebagian besar jaringan serviks terdiri dari jaringan fibromuskular,dan epitel terdiri dari epitel skuamosa dan kolumnar. Endoserviks dibatasi oleh epitel kolumnar yang mengeluarkan lendir, epitel ini memiliki lipatan-lipatan kompleks yang menyerupai kelenjar atau celah yang tampak pada irisan silang. Ectocervix (exocervix) dilingkupi oleh epitel skuamosa berlapis nonkeratinisasi, baik asli atau metaplastik, memiliki lapisan basal, zona tengah dan sel parabasal, dengan tinggi N / C ratio yang menyerupai displasia. Terdapat sel induk dalam lapisan suprabasal skuamokolumnar junction, di mana epitel skuamosa dan kelenjar bertemu, biasanya di exocervix.

Portio vaginalis dilingkupi oleh epitel squamous non keratinisasi. Kanalis sentralis dilingkupi oleh epitel kolumner yang mensekresi cairan mukus, yang berlipat menjadi beberapa bentukan U-shape yang menyerupai lipatan telapak tangan (plika palmatae). Batas atas kanalis servikalis ditandai dengan ostium internum, dimana kanalis servikalis yang sempit mulai melebar ke arah liang endometrial. Batas bawah kanalis, ostium eksternum, dilingkupi oleh epitel transisi dari epitel squamosa di portio vaginalis ke epitel kolumner pada kanalis endoservikal. Epitel transisi ini bisa berubah-ubah oleh pengaruh hormon selama kehidupan seorang wanita (Rock, Jones, 2008). Sel induk ada pada lapisan suprabasal squamokolumnar junction ini, biasanya terlibat dalam metaplasia squamosa, displasia, dan karsinoma.

Sel endokrin dan melanosit kadang-kadang terlihat pada serviks, giant cell multinuklear mungkin ditemukan pada keadaan yang menyertai edema. Sel basal (sel cadangan) kuboid atau kolumnar rendah dengan sedikit sitoplasma dan inti bulat / oval; mendapat sitoplasma eosinofilik saat matur, memiliki keratin berat molekul rendah dan reseptor estrogen, tidak memiliki keratin berat molekul tinggi dan involucrin. Sel suprabasal memiliki jumlah glikogen yang bervariasi yang terdeteksi dengan tes Lugol / Schiller 's (aplikasi yodium) atau secara mikroskopis oleh pewarnaan PAS, memiliki keratin berat molekul tinggi dan involucrin. Kelenjar epitel memiliki reseptor estrogen (Perunovic, 2011).

Kanalis servikalis adalah berbentuk gelendong dan membentuk mukosa plicae. Gambar 10. Daerah ini mengandung kelenjar tubular, tidak memiliki jaringan submukosa. Membran mukosa langsung menutupi jaringan otot. Struktur mukosa serviks uterus dan korpus uterus menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Tunika mukosa pada serviks uterus tebalnya 2-5 mm. Plika mukosa (plicae palmatae) membuat permukaan berliku-liku. Sel-sel bersilia banyak terdapat pada epitel kolumnar, mensekresi musin. Lamina propria mukosa serviks lebih kaya akan jaringan fibrosa dan lebih kuat dari tunika propria endometrium. Ini berbatasan langsung pada otot-otot tersebut.

Gambar 10. Gambar penampang histologis serviks

(VaginaForniks posteriorMulut luar vaginaBibir anterior mulut vaginaBibir postrior mulut vaginaKanalis servikalis dengan plika palmataeOtot polos serviks)A.

B.

(Plika palmataLamina propria)

(Kuehnel, 2003)

Epitel Skuamosa

Epitel skuamosa dari portio serviks serupa dengan yang pada vagina, namun lebih halus dan tidak banyak rete pegs. Susunannya berlapis lapis dengan lokasi pembuluh darah penunjang di bawah membran basal (Haeffner, 2011). Gambar 11.

Gambar 11. Epitel skuamosa serviks

(Haefner, 2011)

Epitel Kolumnar

Epitel kolumner / glanduler serviks letaknya lebih ke arah sefalik dari skuamo kolumner junction. Melingkupi sebagian ektoserviks dan kanalis endoservikalis. Terdiri dari selapis sel yang mengeluarkan musin Gambar 12. Epitel ini berliku-liku dan membentuk apa y ang disebut glandula endoservikal. Bentukan kompleks galandula endoservikal menyebabkannya terlihat papiler Gambar 13. (Haefner, 2011)

Gambar 12. Epitel kolumner serviks

(Haefner, 2011)

Gambar 13. Bentukan glandula endoservikal

(McKay Hart, 2000)

Skuamo Kolumnar Junction

Skuamo kolumnar junction merupakan perbatasan epitel skuamosa dan kolumner Gambar 14. Biasa ditandai oleh garis metaplasia, dan lokasinya bervariasi karena pengaruh hormon dan usia. Dalam perkembangannya, ada daerah yang disebut Zona Transformasi yang terletak antara skuamokolumnar junction lama dan baru. Seiring masa reproduksi, epitel skuamosa mengalami proses dinamis metaplasia, yang merupakan proses normal dimana epitel kolumner digantikan oleh skuamosa. Ini dipengaruhi oleh eversi epitel kolumner karena pengaruh estrogen dan pengaruh pH asam vagina yang membuat epitel kolumner yang rapuh diganti oleh epitel skuamosa yang lebih kuat. Inilah yang dinamakan transformasi (Haefner, 2011). Gambar 15.

Gambar 14. Skuamo Kolumnar Junction

(Haefner, 2011)

Gambar 15. Perubahan-perubahan pada skuamo kolumnar junction

(Medscape, 2011)

IMUNOLOGI SERVIKS

Saluran reproduksi memiliki berbagai macam sistem pertahanan melawan risiko infeksi, yang bekerja saling melengkapi dan sinergis. Walaupun saluran genital dianggap sebagai komponen dari sistem imun mukosal, namun menggambarkan perbedaan dengan jaringan mukosa atau kompartemen sistemik lain.

Dalam hal reaksi imunologis, serviks dibagi menjadi 2 kompartemen; ektoserviks yang memiliki flora komensal yang membantu dalam pertahanan tubuh host, dan endoserviks yang steril. Karenanya epitel ektoserviks memerlukan barier yang lebih kuat daripada epitel endoserviks yang lebih sedikit terpapar mikroorganisme.

Sistem imun mukosal pada saluran genitalia wanita sangat dipengaruhi oleh hormon yang meregulasi transport imunoglobulin, kadar sitokin, distribusi populasi berbagai sel, dan presentasi antigen jaringan organ genitalia pada sepanjang siklus reproduksi. Tidak seperti jaringan mukosa kebanyakan yang selnya dominan menghasilkan IgA, endoserviks mengandung sejumlah besar sel yang mensekresi IgG yang mekanisme sampainya IgG tersebut ke cairan servikal masih belum diketahui.

Respon imun alami (innate)

Disini akan membahas peran berbagai sel berbeda yang terlibat dalam sistem imun innate, bagaimana kerja sel epitelial, makrofag, sel dendritik, netrofil dan sel natural killer dalam sistem imunologis saluran genitalia wanita, khususnya serviks.

Sel Epitelial

Epitel endoserviks, yang terdiri dari sel epitel berkutub yang dihubungkan oleh tight junction. Mukosa sel epitel diketahui sebagai bagian dari sistem imun mukosal yang berfungsi sebagai penjaga yang mengenali antigen dan juga bereaksi dengan memicu produksi molekul antimikroba yang mematikan atau menginaktivasi mikroba patogen. Estradiol dan progesteron meregulasi proliferasi, apoptosis, sekresi, dan efeknya terhadap mikroba patogen.

Sel epitelial menyusun barier fisik yang utuh antara lumen dan lapisan sel dibawahnya. Tujuannya adalah untuk mencegah mikroba oportunistik dan patogen masuk ke dalam tubuh. Setiap bagian saluran genital wanita memiliki morfologi unik sel epitel. Serviks bagian bawah dilapisi sel epitel skuamosa berlapis, dan serviks bagian bawah memiliki epitel kolumner. Keberadaan dan pemeliharaan tight junction sangat penting. Permeabilitas paraseluler diregulasi oleh perbatasan interseluler yang paling atas yang membentuk barier semipermeabel yang berfungsi sebagai pagar yang memisahkan komponen protein pada daerah apikal dan daerah basolateral membran plasma. Barier ini terus diregulasi oleh kalsium, sitokin, leukosit, dan terutama hormon.

Untuk melawan mikroba patogen, sel epitel saluran genital memproduksi faktor terlarut dari sistem imun innate yang berefek mikrobisidal.

Defensin, disebut juga antibiotik alami, adalah peptida kation kecil yang terbukti efektifitasnya melawan bakteri, jamur, dan beberapa virus, serta berperan dalam respon imun mukosal pada daerah epitel. Sel epitel pada permukaan mukosa, tubuh memproduksi human defensin (HBD)-1 dan -2. HBD-1 merupakan bagian penting dari sekresi epitel saluran genital dan terdapat pada lapisan epitel serviks. Ekspresi defensin ini dipengaruhi sklus haid, dimana ekspresi HBD-1 paling tinggi didapatkan pada fase sekretorik. HD-5 juga didapatkan pada lavase servikovaginal dengan konsentrasi paling tinggi pada fase sekretorik. Selain efek bakterisidal, defensin juga berfungsi pada imunitas innate, contohnya defensin berfungsi kemotaktik untuk sel dendritik imatur dan sel T melalui ikatan dengan reseptor kemokin CCR6.

SLPI, merupakan inhibitor elastase neutrofil yang memiliki perangkat antibakterial dan antiinflamasi. Tidak hanya diproduksi oleh makrofag, namun juga sel epitel serviks dan aktif melawan berbagai patogen, termasuk bakteri gram positif dan negatif, juga HIV-1. Ekspresi SLPI bervariasi pada mukus serviks selama tahapan berbeda pada siklus haid.

Protein surfaktan D, awalnya didapati pada sel alveolar tipe II, namun akhir-akhir ini juga ditemukan pada barisan sel epitel dan sekresi kelenjar seviks

Cytokin dan kemokin, Sitokin adalah protein kecil yang dikeluarkan untuk meregulasi imunitas, keradangan, dan hematopoeisis dan berperan pada sel yang mensekresinya (autokrin), sel sekitarnya (parakrin), dan sel jauh (endokrin). Kadar rendah beberapa sitokin seperti IL-6, IL-8, dan MCP-1 ditemukan di cairan servikovaginal yang mengalami infeksi mikrobial yang dapat ditoleransi dan kadar yang tinggi menandakan infeksi yang berbahaya.

Regulasi sekresi Ig ke dalam lumen, Sel sekresi sebagai bagian eksternal polymeric Ig receptor (pIGR) disintesa oleh sel epitel dan terakumulasi pada ruang apikal, terutama endoserviks dan ektoserviks. Hormon sex wanita, estradiol dan progesteron berperan dalam produksi lokal dan transport Ig dalam sel epitel saluran reproduksi. Selama siklus estrous dan setelah minum estradiol, akumulasi IgA, sel sekresi, dan IgG dalam lumen uterus distimulasi, namun sekresi servikovaginal dihambat. Kadar Ig dalam mukus serviks dipengaruhi fluktuasi hormon siklus haid.

Antigen presentasi, Respon imun yang efektif memerlukan antigen eksogen yang sudah diinternalisasi, diproses dan dikembalikan ke permukaan sel antigen presenting cell (APC) yang berhubungan dengan MHC kelas II agar bisa dikenali oleh sel T CD4+. Bisa juga menstimulasi aktivasi MHC kelas I oleh sel T setelah pengenalan oleh APC melalui jalur fagositik.

TLR, merupakan golongan baru dari reseptor membran yang bisa menstimulasi produksi sitokin dan kemokin setelah pengenalan ligan. Kadar mRNA TLR2 lebih tinggi pada tuba falopii dan jaringan serviks, diikuti oleh endometrium dan ektoserviks. TLR4 diekspresikan utamanya oleh epitel sel endometrium, namun tidak ada pada epitel servikovaginal.

Makrofag

Monosit dan makrofag jaringan merupakan sel penting dalam imunitas innate. Bisa ditemukan pada semua jaringan dan mewakili 10% total jumlah leukosit. Bisa didapati pada jaringan dengan ekspresi reseptor permukaan sel, dan bisa melakukan aktifitas bermacam-macam, seperti fungsi fagosit terhadap antigen asing, disolusi matriks dan remodeling jaringan, serta produksi sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan.

Sel Dendritik

Sel Langerhans banyak menumpuk pada lapisan epitel ektoserviks. Sel imun ini mengenali invasi patogen dan atau kerusakan permukaan epitel.

Sel Natural Killer

Sel ini dapat ditemukan pada berbagai jaringan pada saluran reproduksi wanita. CD3+, CD8+, CD16+, CD56 terdapat pada epitel ektoserviks, dan jumlahnya bisa meningkat pada neoplasia intraepitel serviks. Sel NK bisa membedakan mana sel sehat dan sel abnormal dengan proses pengenalan mengagumkan atas reseptor permukaan sel yang bisa mengendalikan aktivasi, proliferasi, dan fungsi efktornya.

Neutrofil

Neutrofil merupakan 40-70% bagian dari sel darah putih dalam sirkulasi dan selalu menjadi pertahanan utama melawan patogen. Umurnya relatif pendek sebelum disingkirkan oleh makrofag dari retikuloendotelial sistem (RES). Saat mikroorganisme menginfeksi host, neutrofil segera bermigrasi ke lokasi infeksi dalam waktu 1-4 jam. Daripada leukosit lain, neutrofil hadir dalam jumlah banyak sebesar 83% dari keseluruhan leukosit pada sekresi serviks. Inseminasi dan infeksi sama-sama meningkatkan jumlah neutrofil pada serviks secara signifikan. Jaringan serviks paling tinggi mengekspresikan RNA Gro- (CXCL3), ENA-78 (CXCL5), GCP-2 (CXCL6) dan IL-8 (CXCL8), ektoserviks paling tinggi kedua ekspresi ENA-78 dan NAP-2. Serviks memiliki jumlah neutrofil terbanyak bila ekspresi kemokin CXC proporsional untuk menarik neutrofil. Jumlah mikroorganisme yang lebih banyak pada serviks daripada bagian lain yang lebih tinggi dari organ reproduksi, menghasilkan kebutuhan yang lebih banyak akan perlindungan imunitas innate oleh neutrofil.

Respon imun adaptif dan cell-mediatedImunoglobulin

Kehadiran sel yang mengandung-antibodi dan menghasilkan-antibodi lebih banyak pada endoserviks daripada ektoserviks. Sel plasma yang mensekresi IgG dan IgA banyak didapatkan pada lamina propria endoserviks. Jumlah sel yang memproduksi Ig (IgA, IgG, dan IgM) berbeda-beda pada saluran genitalia wanita, dimana endoserviks dan ektoserviks memiliki akumulasi tertinggi, dan terutama menghasilkan subtipe IgA yang seimbang proporsinya antara IgA1 dan IgA2. Tabel 1. Pada sel serviks, paling tidak sel yang memprodusi IgG 4x lebih banyak daripada sel yang memproduksi IgA. Jumlah nyata sudah terukur dan endoserviks didapati memiliki jumlah paling banyak, diikuti oleh ektoserviks, tuba falopii, dan vagina.

Sel epitel endoserviks dan ektoserviks mengekspresikan pIgR, dengan semua komponen transport aktif transepitelial lengkap. Sekresi S-IgA terutama berada di serviks dan lebih sedikit pada tuba fallopii dan uterus. Data menunjukkan bahwa endoserviks merupakan titik utama imunitas mukosa dari saluran genitalia. Tabel 2. Siklus hormonal juga mempengaruhi sistem imun ini. Kadar IgA, IgG, IgM, pada mukus serviks tergantung pada tahap siklus haid dan mencapai puncaknya sebelum ovulasi. Hormon steroid sex berperan penting dalam regulasi sistem imun, baik yang sistemik maupun sekretorik. Estrogen, progesteron, dan androgen secara langsung maupun tidak langsung memodifikasi sejumlah fungsi imunologis.

Tabel 1. Perbandingan distribusi Imunoglobulin

pada saluran genitalia wanita

Tabel 2. Distribusi IgA, IgG, SC, dan J Chain jaringan

pada saluran genitalia wanita

Limfosit T

Sel B ditemui dalam jumlah kecil namun dapat diukur, sedangkan sel T dapat mencapai 50% dari seluruh leukosit, dengan sel T CD8+ mendominasi diatas sel T CD4+. Pada wanita yang tidak mengalami keradangan, sel T dan APC lebih banyak ditemukan pada zona transformasi serviks dan jaringan di sekitarnya. Limfosit intraepitel terutama sel Y CD8+, banyak berada pada zona transformasi dan endoserviks, dan proporsi sel pada ektoserviks mengekspresikan antigen-1 internal sel T, sebagai marker potensi sitotoksik.

Peran Siklus Haid dalam Imunologi Serviks

Imunologi saluran genitalia wanita merupakan suatu sistem yang unik dimana ia juga dipengaruhi oleh regulasi siklus estrogen dan progesteron. Siklus hormon ini merubah morfologi dan fungsi imunologi pada daerah-daerah yang berbeda pada saluran genitalia wanita.

Skema diatas menunjukkan hubungan antara siklus seorang wanita dan kadar berbagai komponen imunologi pada saluran reproduksi wanita. Secara umum, sekresi imunoglobulin pada rahim paling tinggi dan sekresi paling rendah pada vagina. Untuk komponen sekresi (SC) sebagai molekul transport IgA, didapati pada saluran reproduksi yang tidak meradang. Untuk jumlah limfosit sitotoksik (CTL), punck produksinya adalah sewaktu ovulasi. CTL akan hilang dari uterus saat nidasi dan mulai terjadi kehamilan. Agregat limfoid (LA) yang merupakan struktur tolerogenik menempel pada kelenjar endometrial yang sedang tumbuh, kadarnya meningkat seiring tibanya ovum (atau zigot), dan bila tidak terjadi kehamilan, LA akan menurun jumlahnya seiring dimulainya siklus berikutnya, namun jumlahnya akan dipertahankan naik bila terjadi kehamilan. Kadar MHC kelas II yang diekspresikan oleh sel epitel vagina dan serviks akan meningkat bila terpapar oleh ntigen dan dilanjutkan proses pengenalan terhadalp antigen tersebut, puncak kadarnya terjadi saat epitel vagina lebih tipis dan ada akses terhadap aliran dari kelenjar limfe iliaka. Untuk kadar neutrofil, kadarnya rendah pada saluran reproduksi yang normal.

Gambar 16. Peranan siklus haid terhadap kadar komponen imun

Gambar 17. Pengaruh siklus haid terhadap bagian-bagian saluran

reproduksi wanita

Dari skema diatas, bisa dilihat bahwa epitel serviks dan uterus aktif mensekresi IgG dan IgA selama perkembangan siklus di-oestrus pro-oestrus. Sekresi ini mencapai lumen vagina pada saat sekresi immunoglobulin oleh epitel vagina rendah. Sepanjang waktu ini, IgG dan IgA plasma sel serta granulosit jumlahnya meningkat. Dan saat perkembangan estrus diestrus sekresi Ig paling rendah adalah pada serviks dan uterus, dan mencapai puncak kadar pada vagina.

BAB 4

KESIMPULAN

Saluran genitalia bawah wanita dibedakan menjadi beberapa regio, antara lain:

Introitus, yang dilingkupi oleh epitel skuamosa berlapis keratinisasi, serupa dengan kulit

Mukosa vagina, yang dilingkupi epitel skuamosa berlapis aglandular non keratinisasi

Ektoserviks, yang dilingkupi mukosa berlapis yang secara histologis serupa dengan yang melapisi vagina

Endoserviks, yang dilingkupi epitel kolumner selapis dengan sejumlah kelenjar

Permukaan mukosa saluran genitalia wanita ini, terutama serviks, tersusun untuk dapat melawan patogen-patogen yang menyerangnya. Zona transformasi menunjukkan peralihan yang jelas dari ektoserviks dan endoserviks. Kerentanan daerah ini terhadap organisme yang infeksius berbeda. Zona transformasi merupakan target utama dari infeksi HPV, sedangkan daerah lain seperti vagina sering terinfeksi Candida albicans dan Trichomonas vaginalis, dan daerah serviks sering diserang Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonnorrhoea.

Saluran reproduksi wanita memiliki berbagai macam sistem pertahanan melawan risiko infeksi, yang saling melengkapi dan sinergis. Perlindungan ini antara lain:

Perlindungan non imun

Terdiri faktor pasif, seperti pH, cairan mukus, barier epitel; dan faktor aktif, seperti reaksi inflamasi dan sekresi faktor humoral yang larut

Perlindungan seluler dan humoral pre-imun

Merupakan proteksi sebelum stimulasi antigenik, bila perlindungan awal ini gagal, barulah merangsang mekanisme perlindungan selanjutnya, yaitu:

Perlindungan antigen-spesifik dan acquired-imun

Muncul dan berhubungan dengan respons humoral dengan S-IgA / IgM dan produk lokal IgG

Walaupun saluran genital saluran genitalia wanita merupakan komponen sistem imun mukosal, namun ada keistimewaan lain yang membedakan dengan jaringan mukosa atau organ yang lain yang lain. Perbedaan itu antara lain: adanya flora endogen, IgG yang predominan, pengaruh perubahan hormonal, yang kesemuanya itu memodifikasi imunitas mukosa saluran gentalia wanita.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, MF. 2001. Masalah pada Kanker Serviks. Cermin Dunia Kedokteran: 0125-913xBarness, EG., Spicer, D. 2004 Embryo and Fetal Pathology Ch. XIX: 530_545Berek, JS. 2007. Berek&Novaks Gynaecology 14th Ed. Lippincott Williams&WilkinsBuysscher, E. 2001. Immune Regulation of Female Reproductive Tract. North Carolina State University. USA. h 15-25Cunningham, FG, et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. McGraw HillEdmonds, DK. 2007. Dewhursts Texbook of Obstetrics and Gynaecology 7th Ed. Blackwell PublishingHaeffner, HK. 2011. Anatomy of the Uterine Cervix. American Society for Colposcopy and Cervical PathologyKuchnel, W. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy 4th Ed. Thieme StuttgartMcDonnel, P. 2006. Cancer Immunology and the Prospect of Vaccines. Oncology News, Vol 1 Issue 2McKay Hart, D., Norman, J. 2000. Gynaecology Illustrated 5th Ed. Churchill LivingstonePernoll, ML. 2001. Benson&Pernolls Handbook of Obstetrics and Gynaecology 10th Ed. McGraw Hill Medical Publish DivisionPerunovic, B. 2006. Cervix. Pathology Outlines.com, IncRachimhadi, T., Wiknjosastro, GH. 2009. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoRock, JA., Jones HW. 2008. Te Lindes Operative Gynaecology, 10th Ed. Lippincott Williams&WilkinsVan de Graaf. 2001. Human Anatomy 6th Ed. Ch 21: Female Reproductive System. The McGraw Hill Co.