19
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intervensi Koroner Perkutan (IKP) IKP adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari (Majid, 2007). Prosedur intervensi koroner diukur dari keberhasilan dan komplikasi yang dihubungkan dengan mekanisme alat-alat yang digunakan dan juga memperhatikan klinis dan faktor anatomi pasien (AHA, 2007). Adapun prosedur melakukan tindakan IKP terdiri dari beberapa langkah. Pertama melakukan akses perkutan. Dalam proses ini arteri femoralis harus diidentifikasi lebih dahulu (atau yang lebih jarang bisa menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. (Eileen, 2007) Setelah jarum sudah masuk, sheath introducer diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan. Melalui sheath introducer ini, guiding catheter dimasukkan. Ujung guiding catheter ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan guiding catheter, penanda radiopak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui. Selama visualisasi sinar X , ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire coronary yang sesuai. Guiding wire coronary adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui guiding cathether Universitas Sumatera Utara

ikp pci.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PCI

Citation preview

Page 1: ikp pci.pdf

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intervensi Koroner Perkutan (IKP)

IKP adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan

pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan

seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan

penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,

sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari (Majid, 2007).

Prosedur intervensi koroner diukur dari keberhasilan dan komplikasi yang

dihubungkan dengan mekanisme alat-alat yang digunakan dan juga

memperhatikan klinis dan faktor anatomi pasien (AHA, 2007).

Adapun prosedur melakukan tindakan IKP terdiri dari beberapa langkah.

Pertama melakukan akses perkutan. Dalam proses ini arteri femoralis harus

diidentifikasi lebih dahulu (atau yang lebih jarang bisa menggunakan arteri

radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang

disebut jarum pembuka. (Eileen, 2007)

Setelah jarum sudah masuk, sheath introducer diletakkan pada jalan

pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan.

Melalui sheath introducer ini, guiding catheter dimasukkan. Ujung guiding

catheter ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan guiding catheter,

penanda radiopak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi

kelainan dapat diketahui.

Selama visualisasi sinar X , ahli jantung memperkirakan ukuran arteri

koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire coronary yang sesuai.

Guiding wire coronary adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio

opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui guiding cathether

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ikp pci.pdf

mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu

kabel mencapai tempat terjadinya blokade . Ujung kabel kemudian dilewatkan

menembus blokade.

Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan

dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai balon

berada di dalam blokade. Kemudian baru balon balon dikembangkan dan balon

akan mengkompresi atheromatous plak dan menekan arteri sehingga

mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan atau

ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap

mengembang.

IKP seharusnya dilakukan oleh orang berpengalaman, dari operator dan

institusi tinggi. Dalam melaksanakan tindakan ini tidak diperlukan anastesi,

walaupun pasien dikasi obat pereda nyeri/sedatif. Pasien biasanya boleh bergerak

beberapa jam selepas tindakan, dan pulang pada hari yang sama atau besoknya.

(AHA, 2001).

Setelah tindakan IKP dilakukan, pasien diberi obat antitrombolisis. Semua

pasien harus mengambil aspirin tanpa batas waktu (sebagai pencegahan sekunder

dari CVD). Dual terapi antitrombosis diperlukan untuk pasien dengan stent

koroner untuk mengurangi risiko trombosis stent: Hal ini biasanya terjadi aspirin

dan clopidogrel. Lamanya pengobatan clopidogrel tergantung pada penetapan

klinik (Grossman,2008).

Jika operasi diperlukan, maka harus dipertimbangkan apakah

antitrombolisis boleh diteruskan. Setelah itu diperlukan konsul dengan ahli

kardiologi berhubungan dengan risiko penghentian obat-obatan dan segala yang

diperlukan. Penggunaan proton-pump inhibitor bersamaan dengan clopidogrel

(untuk mencegah pendarahan gastrik) adalah kontroversial, setelah bukti-bukti

menunjukkan bahwa PPI dapat memperburuk hasil dan bahwa dua obat dapat

berinteraksi.

Dalam melakukan tindakan IKP dapat dilakukan pemasangan stent

bersalut obat atau sering disebut Drug-Eluting Stent (DES). Pada prinsipnya DES

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ikp pci.pdf

merupakan stent bersalut obat. Obat yang dipakai harus mempunyai efek

antiploriferatif dan antiinflamasi sehingga dapat menekan hiperflasia neointima.

Dengan demikian secara teoritis, obat yang potensial toksik bila diberikan secara

sistemik dapat diberi secara lokal dalam konsentrasi yang amat kecil, tetapi efektif

dan lebih aman. Supaya obat dapat menempel pada stent diperlukan polimer.

Polimer berfungsi sebagai pengangkut obat dan setelah stent dipasang obat akan

mengalami difusi secara perlahan masuk ke dinding pembuluh (Sudoyo, 2007).

Stent koroner merupakan benda asing bagi tubuh yang dapat menimbulkan

adhesi platelet dan mengaktivasi kaskade koagulasi. Implantasi dengan tekanan

tinggi dapat menimbulkan trauma pada pembuluh darah (Hasse, 2010)

Hasil jangka panjang tergantung dari reaksi tubuh terhadap polimer dan

obat dan juga terhadap stent itu sendiri. Penyelidikan-penyelidikan terdahulu

dengan stent bersalut emas, juga dengan QuaDS stent, aktinomisin, dan

batimastat, ternyata gagal karena DES ini lebih menyebabkan reaksi ploriferasi,

peradangan atau lebih trombogenik daripada stent biasa.

Selain DES, cutting balloon juga merupakan tindakan pada intervensi

coroner. Cutting balloon adalah balon yang mempunyai 3 sampai 4 pisau

pemotong yang ditempel secara longitudinal pada balon. Dengan demikian bila

dikembangkan, maka plak akan mengalami insisi longitudinal dan diharapkan

akan terjadi redistribusi plak yang lebih baik pada dilatasi dengan tekanan yang

lebih rendah dibandingkan angioplasti balon biasa. Pada beberapa penelitian

menyebutkan bahwa penggunaan cutting balloon mungkin dapat dipakai untuk

terapi instent restenosis (Sudoyo, 2007)

Saat melakukan tindakan IKP, Intravascular Ultrasound merupakan

bagian yang terpisahkan dari penelitian-penelitian mengenai Drug Eluting Stent.

Penggunaan IVUS dapat menentukan lokasi yang tepat serta ekspansi stent yang

optimal terhadap seluruh pembuluh endotel pada waktu IKP (Jeremias, 2009).

Indikasi pemeriksaan IVUS sewaktu DES adalah pada kelompok pasien

berisiko tinggi yaitu : gagal ginjal, tidak dapat menggunakan pengobatan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ikp pci.pdf

antiplatelet ganda, diabetes mellitus, fungsi ventrikel kiri jelek dan kelompok lesi

risiko tinggi yakni, penyakit cabang utama kiri (left main), percabangan

(bifurkasi), lesi ostial , pembuluh darah.

Meskipun intervensi ini bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah

yang menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi

dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan dengan

kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan teknologi yang spesifik yang

digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001).

1. Trombolisis stent

Walaupun angka kejadian hanya 1-2%, kejadian trombolisis stent

masih berisiko sehingga stent harus itu dilapisi oleh endothelium dan hal

tersebut biasanya muncul sebagai MI akut, dengan tingkat kematian tinggi.

Trombolisis stent sering sewaktu bulan pertama pemasangan, tapi bisa

muncul berbulan dan bertahun setelah pemasangan PCI.

2. Stenosis stent

Hal ini berhubungan dengan proses „penyembuhan‟ yang

berlebihan dari dinding pembuluh darah yang bertimbun pada lumen stent.

Stenosis biasanya terbentuk dalam 3-6 bulan dan tidak jarang angina

muncul kembali, tetapi jarang menyebabkan MI. Stenosis stent terjadi

dalam 4-20% dari stent.

3. Komplikasi mayor

Komplikasi mayor lain termasuk kejadian yang jarang, tetapi bisa

mengakibatkan kematian (0,2% dalam kasus berisiko tinggi), MI akut

(1%) yang mungkin memerlukan CABG darurat, stroke (0,5%),

termponade jantung (0,5%) dan perdarahan sistemik (0,5%). Kematian

terjadi saat proses di rumah sakit. Stroke terjadi saat otak kehilangan

fungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik 24 jam setelah onset.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ikp pci.pdf

4. Komplikasi minor

Komplikasi minornya adalah alergi terhadap medium kontras,

nefropati dan komplikasi pada bagian yang dimasuki, seperti perdarahan

dan hematoma. Gagal ginjal meliputi terjadinya peningkatan serum

kreatinin lebih 2 mg/dl.(Butman, 2005)

Prediktor keberhasilan atau terjadinya komplikasi adalah sebagai berikut :

1. Faktor anatomi

Morfologi lesi dan keparahan stenosis diidentifikasikan sebagai predictor

keberhasilan IKP.

2. Faktor klinis

Kondisi klinis dapat mempengaruhi tingkat keparahan. Misalnya, terjadi

komplikasi 15,4% pada pasien dengan diabetes mellitus dan hanya 5,8%

pada pasien yang tidak terkena diabetes mellitus. Faktor-faktor ini meliputi

usia, jenis kelamin, angina yang tidak stabil, gagal jantung kongestif dan

diabetes.

3. Risiko kematian

Kematian pasien yang mendapat tindakan IKP berhubungan dengan oklusi

orkelamin wanita, diabetes, dan infark miokardium.

4. Wanita

Dibandingkan dengan laki-laki, wanita yang mendapat tindakan IKP

memiliki insiden lebih tinggi mendapatkan hipertensi dan

hiperkolestrolemia.

5. Usia lanjut

Usia diatas 75 tahun merupakan kondisi klinis yang cukup besar

dihubungkan dengan peningkatan risiko mendapatkan komplikasi.

6. Diebetes mellitus

Dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami diabetes mellitus,

pasien diabetes mellitus memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ikp pci.pdf

7. Coronary Angioplasty setelah pembedahan CABG

IKP direkomendasikan sebagai prosedur paliatif yang bias menunda

CABG berulang.

8. Konsiderasi teknik yang spesifik

Perforasi arteri coroner dapat sering terjadi saat melakukan intervensi

menggunakan teknologi. Kejadian ini dapat terjadi meliputi terjadinya

rotasi ataupun ekstraksi atherectomy.

9. Faktor hemodinamik

Perubahan tekanan darah dapat dihubungkan dengan LV ejection fraction

dan risiko rusaknya miokardium (AHA, 2001)

2.2 Faktor risiko

Penyempitan pembuluh darah dapat terjadi karena beberapa penyebab.

Penyempitan ini bias dipicu oleh adanya atheroma. Atheroma merupakan plak

ateromatosa yang terdiri atas lesi fokal yang meninggi yang berawal di dalam

intima, memiliki inti lemak ( terutama kolesterol dan ester kolesterol) yang lunak,

kuning dan grumosa serta dilapisi oleh selaput fibrosa putih yang padat. Ukuran

plak bervariasi dari garis tengah 0,3 sampai 1,5 cm, tetapi kadang-kadang

menyatu membentuk massa sebagian lingkaran dinding arteri dan membentuk

bercak-bercak yang tersebar di sepanjang pembuluh. Lesi aterosklerotik awalnya

bersifat fokal dan tersebar jarang, namun seiring dengan perkembangan penyakit

lesi bertambah banyak dan difus (Robbins, 2007).

Aterosklerosis terutama mengenai arteri elastik. Di arteri kecil, atheroma

dapat menyumbat lumen, mengganggu aliran darah ke organ distal dan

menyebabkan jejas iskemik. Selain plak aterosklerotik dapat menyebabkan jejas

iskemik. Selain itu, plak aterosklerosis dapat mengalami kerusakan dan memicu

terbentuknya thrombus yang semakin menghambat aliran. Di arteri besar, plak

bersifat destruktif, menggerogoti tunika media di dekatnya dan memperlemah

dinidng pembuluh yang terkena menyebabkan aneurisma yang dapat pecah. Selain

itu atheroma luas bersifat rapuh, sering menghasilkan embolus ke sirkulasi distal.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ikp pci.pdf

Plak aterosklerotik memiliki tiga komponen utama yaitu sel,termasuk sel

otot polos, makrofag dan leukosit lain ; matriks ekstrasel, termasuk kolagen, serat

elastik dan proteoglikan serta ; lemak intrasel. Komponen tersebut dapat dalam

proporsi dan konfigurasi yang berbeda-beda di setiap lesi. Biasanya lapisan

fibrosa superfisial terdiri atas sel otot polos dan kolagen yang relatif padat. Di

bawah dan sisi lapisan penutup ini terdapat daerah seluler yang terdiri atas

makrofag, sel otot polos dan limfosit T (Robbins, 2007).

Jauh di sebelah dalam dari lapisan fibrosa terdapat inti nekrotik yang

mengandung massa lemak yang tersusun acak, celah yang mengandung kolesterol,

debris sel yang mati, sel busa, fibrin,thrombus dan protein plasma lainnya. Sel

busa adalah sel besar penuh lemak yang terutama berasal dari monosit darah,

tetapi sel otot polos juga dapat memakan lemak untuk menjadi sel busa. Akhirnya,

terutama di sekitar bagian tepi lesi, biasanya terdapat tanda- tanda

neovaskularisasi (pembuluh darah halus yang berpoliferasi). Atheroma tipikal

mengandung lemak yang relatif banyak, tetapi banyak dari apa yan disebut

sebagai plak fibrosa mengandung terutama sel otot polos dan jaringan fibrosa.

Faktor-faktor yang turut berperan dalam penyempitan pembuluh darah

tersebut mempengaruhi penyempitan pembuluh darah pada pasien. Faktor risiko

tersebut ada yang dapat diintervensi dan ada juga yang tidak dapat diintervensi.

Faktor risiko tidak dapat diintervensi meliputi :

1. Usia

Usia memiliki pengaruh dominan, angka kematian akibat penyakit

jantung iskemik meningkat setiap dekade bahkan sampai lanjut usia.

Penyempitan biasanya belum nyata secara klinis sampai usia pertengahan

atau lebih, saat lesi di arteri mulai mencederai organ. Antara usia 40 dan

60 tahun, insiden infark miokardium meningkat lima kali lipat.

2. Jenis kelamin

Bila faktor lain setara, laki-laki jauh lebih rentan terkena

penyempitan pembuluh darah dan akibatnya dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ikp pci.pdf

perempuan. Infark miokardium dan penyulit lain aterosklerosis jarang

pada perempuan pramenopause, kecuali mereka memiliki predisposisi

diabetes, hiperlipidemia atau hipertensi berat.

Namun, setelah menopause insiden penyakit terkait aterosklerosis

meningkat, mungkin akibat menurunnya kadar estrogen alami, memang

frekuensi infark miokardium pada kedua jenis kelamin setara pada usia 70

sampai 80-an tahun. Terapi sulih hormon pascamenopause sedikit banyak

memberi perlindungan terhadap serangan aterosklerosis.

3. Riwayat keluarga

Predisposisi familial terhadap aterosklerosis dan penyakit jantung

iskemik kemungkinan besar bersifat poligenik. Pada sebagian kasus,

predisposisi tersebut berkaitan dengan berkumpulnya sekelompok faktor

risiko lain, misalnya hipertensi atau diabetes, sedangkan pada yang lain,

predisposisi tersebut berkaitan dengan kelainan genetik dalam

metabolisme lipoprotein yang menyebabkan kadar lemak darah sangat

tinggi, seperti hiperkolesterolemia familial (Robbins, 2007).

Faktor risiko yang dapat diintervensi :

1. Merokok

Merokok adalah faktor risiko yang sudah terbukti pada laki-laki

dan diperkirakan merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan

aterosklerosis pada perempuan. Merokok satu bungkus atau lebih per hari

selama beberapa tahun dapat meningkatkan angka kematian akibat

penyakit jantung iskemik sampai 200%. Berhenti merokok mengurangi

risiko secara bermakna.

2. Hipertensi

Hipertensi adalah faktor utama untuk aterosklerosis pada semua

usia. Laki-laki berusia 45 sampai 62 tahun yang tekanan darahnya lebih

dari 169/95 mmHg memperlihatkan peningkatan risiko penyakit jantung

iskemik lebih dari 5 kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tekanan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ikp pci.pdf

darahnya 140/90 mmHg atau kurang. Baik tingkat sistol maupun diastol,

sama pentingnya dalam meningkatkan risiko. Terapi antihipertensi

mengurangi insiden penyakit terkait aterosklerosis, terutama stroke dan

penyakit jantung iskemik (Robbins, 2007).

3. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus memicu hiperkolesterolemia dan peningkatan

mencolok predisposisi terjangkit aterosklerosis. Bila faktor lain setara,

insiden infark miokardium setara , insiden infark mikardium dua kali lebih

besar pada pengidap diabetes daripada yang tidak mengidap. Juga terjadi

pengingkatan risiko terkena stroke dan, bahkan yang lebih mencolok

mungkin peningkatan seratus kali lipat risiko ganggren akibat

ateroskelrosis di ekstremitas bawah.

4. Hiperkolesterolemia

Hiperlipidemia adalah fakor risiko utama untuk aterosklerosis.

Sebagian besar bukti secara spesifik menunjukkan hiperkolesterolemia.

Komponen utama serum total yang menyebabkan peningkatan risiko

adalah kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL). Sebaliknya

peningkatan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) menurunkan risiko.

HDL diperkirakan berperan memobilisasi kolesterol dan atheroma yang

sudah ada memindahkan ke hati untuk diekskresikan ke empedu, sehingga

molekul ini disebut „kolesterol baik‟.

Oleh karena itu, perhatian banyak dicurahkan pada metode

farmakologik, dietetik dan perilaku yang menurunkan LDL, dan

meningkatkan HDL serum. Olahraga dan konsumsi etanol dalam jumlah

moderate meningkatkan kadar HDL, sedangkan obesitas dan merokok

menurunkannya. (Robbins, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ikp pci.pdf

2.3 Indikasi IKP

ACC/AHA mengklasifikasikan indikasi untuk dilakukannya tindakan PCI

sebagai berikut :

Kelas I : kondisi dimana terdapat bukti dan atau kesepakatan yang mengatakan

bahwa tindakan tersebut bermanfaat dan efektif dilakukan.

Kelas II : kondisi dimana terdapat perbedaan pendapat tentang kegunaan dan

efikasi tindakan tersebut.

Kelas IIa: bukti atau pendapat mengatakan bahwa penelitian ini bermanfaat

Kelas IIb: manfaat tersebut kurang didukung oleh bukti ataupun pendapat.

Kelas III: kondisi dimana terdapat bukti dan atau kesepakatan yang mengatakan

bahwa prosedur tersebut tidak bermanfaat dan tidak efektif, serta pada beberapa

kasus bias menjadi sangat berbahaya (AHA, 2001).

Adapun indikasi dlakukannya IKP adalah sebagai berikut

1. Sindroma koroner akut tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI)

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai

dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI

beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T

yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi.

Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥

0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai

elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah

dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm

semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Jeremias, 2009) .

Pada NSTEMI dan angina pectoris stabil tindakan PCI bertujuan untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas coroner.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ikp pci.pdf

Kriteria pasien berisiko tinggi adalah :

- Angina atau nyeri dada berulang pada keadaan istirahat

- Perubahan segmen ST yang dinamis ( depresi segmen > 0,1mv atau

elevasi segmen ST sementara <30 <0,1mv)

- Peningkatan nilat troponin I, troponin II, atau CKMB

- Pada observasi hemodinamis pasien tidak stabil

- Adanya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel

- Angina tidak stabil pada pasca infark dini

- Diabetes mellitus

Pasien yang tergolong pada kelompok berisiko tinggi mempunyai manfaat

yang lebih besar bila dilakukan IKP daripada kelompok risiko rendah. (Hassan,

2007)

2. Sindroma koroner akut dengan elevai segmen ST (STEMI)

Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat

ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan

EKG. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi

segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis

kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usi a≥40 tahun, STEMI

ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm

bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam

beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.

IKP yang berpengalaman yang terdiri dari kardiologis intervensi yang

terampil. Stategi reperfusi IKP telah menjadi modalitas pengobatan yang sangat

penting dari STEMI dengan banyak mengalami pada tahun-tahun terakhir ini.

Sedangkan terapi trombolitik dimana dapat digunakan secara luas, mudah

diberikan, dan tidak mahal tetap merupakan pilihan alernatif. IKP telah terbukti

lebih superior disbanding trombolitik dalam pencapaian TIMI 3 flow (perfusi

komplit), iskemik berlang sistemik, mortalitas 30 hari lebih baik dan insiden

stroke pendarahan lebih rendah (AHA, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ikp pci.pdf

Berikut adalah algoritme indikasi dilakukannya IKP pada pasien sindroma

koroner akut dengan NSTEMI maupun STEMI (Sudoyo, 2007).

Gambar 1. Algoritme IKP pada NSTEMI

Risiko tinggi

Rx angio segera (2,5 jam) :

inhibitor GPIIb/IIA tunda

Risiko rendah

Rx strategi konservatif Rx strategi invasif

PCI + tirofiban atau

eptifibatid diteruskan

Rx tes stress nonivasif Rx angio dini(48 jam):

inhibitor GPIIb/III3a beri

tirofiban atau eptofibatide

Terapi medik PCI + abciximab atau

eptifibatid

PCI provisional

abciximab atau

eptifibatid

Pasien dengan NSTEMI-

sindroma koroner akut

ASA/klopidogrel/heparin

Nitrat, beta bloker

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ikp pci.pdf

Di bawah ini adalah algoritme pelaksanaan indikasi pasien dengan STEMI.

Gambar 2. Algoritme IKP pada STEMI

≥ 3-12 hours

STEMI within 12 hours after onset of symptoms

< 3 hours

Patients presenting in a

hospital with PCI

Patients presenting in a

hospital without PCI

PCI ≤ 24

hours not

available

Immediated transfer

PCI ≤ 24 hours available

succesful failed

thrombolysis

Post

thrombolysis

PCI

Ischemic guided

PCI

Predischarg

e Ischemic

Rescue PCI Primary PCI

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ikp pci.pdf

Sedangkan menurut AHA indikasi IKP adalah sebagai berikut

1. Asimptomatik dan angina ringan

2. Angina kelas II hingga IV atau angina tidak stabil.

Banyak pasien dengan angina stable yng moderate dan severe atau

unstable angina tidak memberi respon yang adekuat terhadap pemberian

terapi obat-obatan dan lebh sering memberikan efek yang signifikan

dengan revaskularisasi Percutaneus Coronary Intervention.

3. Infark miokardiak Percutaneus Coronary Intervention merupakan

tindakan yang efektif untuk memperbaiki perfusi coroner dan cocok

dilakukan untuk lebih dari 90% pasien.

4. Percutaneus Coronary Intervention pada pasien dengan prior coronary

bypass surgery

5. Penggunaan teknologi (AHA, 2001)

Indikasi primer PCI dilakukan pada pasien dengan STEMI kurang dari 12 jam,

dengan Left Bundle Branch Block (LBBB), dan juga STEMI dengan komplikasi

gagal jantung yang severe (Griff, 2008).

Meskipun intervensi perkutan dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat dapat

meningkatkan risiko, revaskulerisasi dapat mengurangi iskemik dan

meningkatkan prognosis jangka panjang (Ellis, 2006).

Pasien dengan penyakit arteri koroner yang luas dengan fungsi ventrikel kiri

yang lebih buruk mempunyai survival yang lebih lama setelah operasi pintas

koroner meskipun pasien asimptomatis. Pada pasien PJK stabil tindakan

intervensi koroner perkutan dilakukan hanya pada pasien dengan adanya keluhan

dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan pembuluh darah. Pada penelitian

awal dijumpai manfaat yang lebih kecil terhadap survival pasien yang dilakukan

IKP tanpa stent dibandingkan dengan operasi pintas koroner. Tetapi dengan

adanya stent dan stent bersalut obat dan tersedianya obat-obat ajuvan, tindakan

IKP ini menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan operasi pintas

koroner ( Hasan, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ikp pci.pdf

2.4 Lokasi penyempitan

Dalam tindakan IKP ini harus diketahui anatomi dari pembuluh darah

yang mengalami penyempitan. Sesuai dengan pengertiannya, tindakan IKP ini

dilakukan untuk melebarkan daerah yang menyempit pada pembuluh darah.

Selain itu, faktor anatomi ini mempengaruhi keberhasilan ataupun komplikasi

IKP.

Klasifikasi baru membedakan penyempitan berdasarkan tingkat keparahan

yaitu mild, moderate dan severe. Perbedaan tingkatan ini dibedakan berdasarkan

ada tidaknya thrombus da nada tidaknya oklusi (Grech, 2011).

2.4.1 Anatomi kasar

Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak

diantara kedua paru-paru di bagian tengah toraks. Dua per tiga jantung terletak di

sebelah kiri garis midsternal. Jantung dilindungi oleh mediastinum, jantung

memiliki ukuran kurang lebih segenggaman kepalan tangan pemiliknya. Ujung

atas yang lebar mengarah bahu kanan dan ujung bawah yang mengerucut

mengarah panggul kiri. Pelapis terdiri dari perikardium dan rongga perikardial.

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epikardium di bagian luar

yang terdiri atas lapisan mesotelium yang berada di atas jaringan ikat.

Miokardium di bagian tengah terdiri atas otot jantung yang berkontraksi untuk

memompa darah. Yang terakhir adalah endothelial yang terletak di atas jaringan

ikat (Slonane, 2000).

2.4.2 Ruang Jantung

Jantung terdiri atas empat ruang yaitu atrium kanan dan atrium kiri yang

dipisahkan oleh septum intratial, ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang

dipisahkan oleh septum interventrikular. Dinding atrium relatif tipis. Atrium

membawa darah dari vena yang membawa darah kembali ke jantung. Atrium

kanan terletak di bagian superior kanan jantung, menerima darah dari seluruh

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ikp pci.pdf

tubuh kecuali paru-paru. Vena kave superior dan inferior membawa darah yang

tidak mengandung oksigen.

Arteri koroner terdiri atas Left Coronary Artery (LCA), Left Marginal Artery

(LMA), Right Coronary Artery (RCA), Left Anterior Descending (LAD), Right

Marginal Artery (RMA), Circumflex Artery dan Posterior Descending Artery.

Gambar 3. Anatomi arteri koroner.

2.4.3 Sirkulasi koroner memperdarahi jantung

Arteri koroner kanan dan kiri merupakan cabang aorta tepat di atas katup

semilunar aorta. Arteri ini terletak di atas sulkus koroner. Cabang utama dari arteri

koroner kiri adalah sebagai berikut :

1. Arteri interventrikuler arterior (desenden) yang mensuplai darah ke

bagian anteriorventrikel kanan dan kiri serta membentuk suatu

cabang, arteri marginalis kiri, yang mensuplai darah ke ventrikel kiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ikp pci.pdf

2. Arteri sirkumpleksa menyuplai darah ke atrium kiri dan ventrikel kiri.

Di sisi anterior, arteri sirkumfleksa beranastomosis dengan arteri

koroner kanan.

Cabang utama dari arteri koroner kanan adalah sebagai berikut:

1. Arteri intraventrikular posterior (desenden) yang mensuplai darah

untuk kedua dinding ventrikel.

2. Arteri marginalis kanan yang mensuplai darah untuk atrium kanan

dan ventrikel kanan.

Vena jantung (besar,kecil,oblik) mengalirkan darah dari miokardium ke

sinus koroner yang kemudian bermuara di atrium kanan. Darah mengalir melalui

arteri koroner terutama saat otoo-otot jantung berelaksasi karena arteri koroner

juga tertekan pada saat kontraksi berlangsung.

Ada beragam anatomi sirkulasi pada manusia. Sebagian besar orang

memiliki sirkulasi koroner yang seimbang, tetapi ada orang tertentu yang

memiliki dominan koroner kanan atau dominan koroner kiri (Slonane,2000).

Pada pengklasifikasian lesi dikenal istilah deskripsi lesi risiko tinggi atau

lesi C yaitu sebagai berikut :

1. Adanya difusi lebih dari 2 cm

2. Excessive tortuosity dari segmen proksimal

3. Segmen terakumulasi lebih dari 900

4. Oklusi total lebih dari 3 bulan dan atau adanya bridging collateral

5. Ketidakmampuan untuk melindungi cabang yang lebih besar

6. Vena yang terdegenerasi

Oklusi total lebih dari 3 bulan dan atau adanya bridging collateral dan

vena yang terdegenerasi adalah untuk kegagalan teknik dan peningkatan

restenosis dan tidak untuk komplikasi akut (AHA, 2005).

Adapun klasifikasi lesi berdasarkan SCAI, lesi dibagi menjadi 4 tipe lesi

sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ikp pci.pdf

Tipe I ( angka keberhasilan tertinggi, risiko terendah)

1. Tidak ditemuinya kriteria untuk lesi C

2. Patent

Tipe II

1. Ada beberapa kriteria lesi C

Difusi ( lebih dari 2 cm)

Excessive Turtuosity dari segmen proksimal

Segmen terakumulasi >900

Ketidakmampuan melindungi cabang yang lebih besar

Vena yang terdegenerasi

2. Patent

Tipe III

1. Tidak ditemuinya kriteria untuk lesi C

2. Oklusi

Tipe IV

1. Ada kriteria lesi C

Difusi lebih dari 2 cm

Excessive tortuosity dari segmen proksimal.

Segmen terangulasi >900

Ketidakmampuan melindungi cabang yang lebih besar

Vena yang terdegenerasi

Oklusi lebih dari 3 bulan

2. Oklusi (AHA, 2005)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ikp pci.pdf

2.5 Derajat penyempitan

Derajat penyempitan pembuluh darah coroner dapat dilihat secara visual

oleh operator yang berpengalaman atau dapat digunakan angiografi kuantitatif

untuk mendapatkan penilaian computer mengenai derajat keparahan (Gray dkk,

2005). Penyempitan koroner dinterpretasikan bermakna jika persentasi stenosis ≥

50 % pada LMCA atau ≥ 75% pada arteri coroner lainnya. Sintha et al pada tahun

1997 dalam Gani Manurung tahun 2008 dikatakan bahwa derajat penyempitan

dibagi menjadi :

- Grade 0 : penyempitan < 25%

- Grade 1 : penyempitan 25-49 %

- Grade 2 : penyempitan 50-74%

- Grade 3 : penyempitan 75-94 %

- Grade 4 : penyempitan ≥ 95%

Universitas Sumatera Utara