Upload
vokhuong
View
257
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Jalar Ungu
2.1.1 Botani Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis ubi jalar
yang banyak ditemui di Indonesia selain ubi jalar putih, kuning dan merah. Ubi
jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging ubinya sehingga
menarik untuk dilihat. Menurut Iriyanti (2012), dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan, tanaman ubi jalar dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantea
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylodonnae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas
Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan
panjang tanaman dapat mencapai 3 m, tergantung pada kultivarnya. Batang
tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, tidak berbuku-buku dan tipe
pertumbuhannya merambat. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi
rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujungnya
meruncing. Bentuk ubi yang ideal dan bermutu baik adalah lonjong agak panjang
1
dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara 200 g – 250 g per ubi (Rukmana,
1997 dalam Wanhar, 2013).
Ubi jalar ungu dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim panas dan
lembab dengan suhu optimal 270C serta lama penyinaran sekitar 11-12 jam per
hari. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran dengan ketinggian sampai 1000 meter
dari permukaan laut (Rukmana, 1997 dalam Wanhar, 2013). Ubi jalar ungu
memiliki banyak jenis, dalam penelitian ini digunakan ubi jalar ungu dengan klon
U37 hasil persilangan F1 (2) NK 102. Jenis ubi jalar ini memiliki bentuk bulat
sampai lonjong dengan permukaan rata hingga tidak rata (Marsetio et al., 2015).
Kenampakan dari ubi jalar ungu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ubi Jalar Ungu (Sumber: Murtiningsih dan Suyanti, 2011)
Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna
ungu pekat pada bagian umbi dan kulitnya. Warna ungu dari ubi jalar ungu berasal
dari pigmen alami yang terkandung di dalamnya. Pigmen hidrofilik antosianin
termasuk golongan flavonoid yang menjadi pewarna pada sebagian besar
tanaman, yaitu warna biru, ungu dan merah. Kandungan antosianin yang tinggi di
2
dalam umbi akarnya yaitu antosianidin utamanya berupa sianidin dan peonidin
(Jiao et al, 2012).
Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu
mempunyai gradasi warna ungu yang berbeda (Hardoko et al., 2010). Ubi jalar
ungu yang berbeda kultivas memiliki kandungan antosianin yang berbeda pula.
Antosianin memberikan efek kesehatan yang sangat baik yaitu sebagai
antioksidan dan antikanker karena defisiensi elektron pada struktur kimianya
sehingga bersifat reaktif menangkal radikal bebas (Jiao et al., 2012).
Ubi jalar ungu memiliki rasa manis dan mengandung antosianin yang
berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif, antihipertensi dan
antihiperglisemik (Suda et al, 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu
lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya. Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi
jalar merah/ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy), namun
teksturnya lebih lembut. Rasa dari ubi jalar berwarna ungu tidak semanis yang
berwarna putih (Handayani, 2015).
2.1.2 Komposisi Ubi Jalar Ungu
Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat
kematangan serta lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16-
40% bahan kering dan sekitar 70-90% dari bahan kering ini adalah karbohidrat
yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa dan pektin (Meyer, 1982).
Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Kandungan Kalori dan Unsur Gizi Ubi Jalar Ungu per 100 gram Bahan
No. Senyawa Jumlah 1 Kalori (kal) 123,002 Protein (g) 1,803 Lemak (g) 0,704 Karbohidrat (g) 27,905 Kalsium (mg) 30,006 Fosfor (mg) 49,007 Zat besi (mg) 0,708 Natrium (mg) -9 Kalium (mg) -10 Niacin (mg) -11 Vitamin A (SI) 7.700,0012 Vitamin B1 (mg) 0,9013 Vitamin B2 (mg) -14 Vitamin C (mg) 22,0015 Air (g) 68,5016 Bagian Daging (%) 86,00
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1981
Ubi jalar ungu merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang
cukup tinggi. Ubi jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin
yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin
(vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya
adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah
protein, lemak, serat kasar, dan abu. Total kandungan antosianin bervariasi pada
setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat basah.
Total kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 g berat basah
(Meyer, 1982).
Kandungan karbohidrat ubi jalar ungu yang tinggi dijadikan sebagai
sumber kalori. Selain itu kandungan ubi jalar ungu termasuk ke dalam golongan
low glycemic index yaitu merupakan jenis karbohidrat yang apabila dikonsumsi
tidak akan meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh secara drastis (Ginting et
4
al., 2011). Hal tersebut sangat berbeda dengan karbohidrat yang terdapat pada
beras dan jagung yang memiliki glycemic index yang tinggi, sehingga ubi jalar
ungu baik dikonsumsi oleh para penderita diabetes (Martiningsih dan Suyanti,
2011). Berdasarkan penelitian Marsono et al (2002), ubi jalar sebagai sumber
karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai indeks glikemik (IG) < 55
termasuk kelompok yang rendah, IG 55-70 sedang, dan >70 tinggi. Maka, IG ubi
jalar termasuk rendah.
2.2 Tepung Ubi Jalar Ungu
Tepung ubi jalar merupakan bentuk produk setengah jadi dari umbi ubi
jalar. Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain baik untuk
pengembangan produk pangan dan nilai gizi, lebih tahan disimpan sehingga
penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, memberi
nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan serta
meningkatkan mutu produk. Manfaat yang timbul dari upaya pemanfaatan tepung
ubi jalar adalah industri pangan olahan dapat menekan biaya produksi dan
ketergantungannya pada terigu dan negara dapat menghemat devisa melalui
pengurangan impor terigu (Heriyanto dan Winarto, 1998 dalam Nuraini, 2004).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada baik di dalam maupun luar
negeri dan standar yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir, maka rekomendasi
yang dapat diberikan untuk penetapan standar mutu tepung ubi jalar di Indonesia
adalah: kadar air maksimal 10%, kadar abu maksimal 3%, kadar lemak maksimal
1%, kadar protein minimal 3%, kadar serat kasar minimal 2%, dan kadar
karbohidrat minimal 85%. Selain persyaratan kimia juga ditetapkan persyaratan
fisik dan mikrobiologis. Persyaratan fisik mengikuti persyaratan produk tepung
5
pada umumnya yaitu bentuk, bau dan warna normal, tidak diperkenankan
keberadaan benda-benda asing, dan dengan tingkat kehalusan minimal 95%
produk lolos ayakan 80 mesh (Ambarsari, et al., 2009).
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang
sederhana. Caranya ubi jalar dikupas kemudian dicuci bersih selanjutnya dipotong
tipis-tipis atau disawut dengan pisau atau alat pemotong lainnya. Chips kemudian
dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering dengan suhu
maksimum 600C selama 18 jam kemudian digiling. Tepung bisa dimasukkan
kantung plastik atau toples kaleng tertutup rapat yang tahan disimpan dalam
waktu enam bulan. Untuk menghasilkan tepung berkualitas baik, sawut atau irisan
umbi sebelum dijemur atau dikeringkan direndam terlebih dahulu dalam larutan
natrium metabisulfit. Rendemen tepung ubi jalar dapat mencapai 20-30%
tergantung pada varietas ubi jalar (Heriyanto, et al., 2001).
Hasil penelitian Ambarsari et al. (2009), menunjukkan bahwa optimasi
pengeringan tepung ubi jalar dengan pengering oven adalah pada suhu 60°C
selama 10 jam, sedangkan dengan pengering kabinet adalah pada suhu 60ºC
selama 5 jam, dan dengan pengering tipe drum (drum dryer) adalah pada suhu
110°C dengan tekanan 80 psia dan kecepatan putar 17rpm. Setelah kering, irisan
ini dihancurkan dan diayak sampai menjadi tepung dengan tingkat kehalusan 80
mesh.
Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau
mengurangi sebagian air dari suatu bahan dengan cara diuapkan. Keuntungan
pengeringan pada bahan pangan yaitu bahan menjadi lebih awet, volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
6
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Selama pengeringan, dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi dengan cara memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Pengaruh pengeringan
terhadap sifat fisikokimia tepung ubi jalar adalah dapat menghilangkan atau
merusak nilai gizi dan kandungan antosianin yang merupakan pigmen pembentuk
warna dalam ubi jalar ungu menurun/pudar (Apriliyanti, 2010).
Menurut Aini (2004), tepung ubi jalar memiliki banyak kelebihan antara
lain:
1. Pemanfaatannya tinggi untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi
2. Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri
dan harga lebih stabil
3. Meningkatkan mutu produk
Berdasarkan penelitian Ambarsari et al. (2009), didapatkan rekomendasi
mengenai persyaratan mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekomendasi Syarat Mutu Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar UnguParameter Komponen Mutu Tepung Ubi Jalar Ungu
Fisik
Bentuk SerbukBau NormalWarna Normal (berwarna
keunguan, sesuai warna umbi)
Benda asing Tidak adaKehalusan (lolos ayakan 80 mesh)
Min. 90%
7
Parameter Komponen Mutu Tepung Ubi Jalar Ungu
Kimia
Air (%bb) 7,28Abu (%) 5,31Lemak (%) 0,81Protein (%) 2,79Serat Kasar (%) 4,72Karbohidrat (%) 83,81Gula (%bk) 18,38
Sumber: Ambarsari, et al (2009)
2.2.1 Karakteristik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu
Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik fisik tepung ubi jalar
ungu terdiri dari beberapa parameter antara lain warna kulit, warna daging umbi,
swelling volume, kelarutan, derajat putih dan kejernihan pasta. Sifat fisik dari
tepung ubi jalar ungu varietas NK102 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakterisik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanWarna Kulit UnguWarna Daging UnguSwelling Volume (ml/g) 14,30Kelarutan (%) 11,32Derajat Putih (%) 40,03Kejernihan Pasta (%T) 29,67Sumber: Marsetio et al, 2015
Karakteristik fisik diamati berdasarkan daya kembang (swelling volume),
tingkat kelarutan, derajat putih dan kejernihan pasta. Swelling volume dari tepung
ubi jalar ungu dari varietas NK 102 adalah 14,30 ml/g. Menurut Moorthy (2004),
nilai swelling power dan kelarutan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti rasio
amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat
percabangan dan konformasinya.
Derajat putih merupakan tingkat keputihan suatu bahan yang erat
kaitannya dengan mutu penerimaan konsumen. Menurut Kadarisman dan
8
Sulaeman (1992) dalam Leksono (2016), kandungan pigmen seperti beta karoten
dan antosianin yang tinggi dapat mengurangi nilai derajat putih produk sejenis
tepung. Selain kandungan antosianin yang berperan dalam menentukan derajat
putih tepung, tingginya kadar gula dan serat pada ubi jalar dapat mempengaruhi
warna dan derajat putih tepung (Winarno dan Aman, 1979 dalam Hartoyo dan
Sunandar, 2006). Klon F1(6) Mpand memiliki derajat putih yang terbilang kecil.
Hal ini diduga karena ubi jalar varietas ini memiliki daging berwarna ungu yang
mengandung pigmen antosianin yang cukup tinggi sehingga mengurangi derajat
putih produk tepung (Marsetio et al., 2015).
Kelarutan adalah berat tepung yang larut dibagi berat awal tepung.
Kelarutan yang tinggi menunjukkan bahwa tepung akan mudah larut dan terbawa
bersama air (Leksono, 2016). Pada saat terjadi gelatinasi akibat panas, maka
suspensi pati yang mula-mula buram berangsur-angsur berkurang dan akhirnya
menjadi jernih. Tingkat kejernihan pasta berhubungan langsung dengan
pengembangan granula pati. Makin besar kemampuan mengembang granula pati
maka pasta yang diperoleh lebih jernih, sebaliknya bila granula pati yang
mengembang sedikit maka pasta yang dihasilkan menjadi buram (Zobel, 1984
d alam Krisna, 2011). Nilai kejernihan pasta akan berpengaruh terhadap produk
yang dihasilkan. Dimana, semakin tinggi kejernihan pasta pati maka produk yang
dihasilkan akan lebih jernih dan transparan (Bernadetha, 2005).
2.2.2 Karakteristik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu
Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar
ungu terdiri dari beberapa parameter antara lain kadar air, kadar pati, gula
9
pereduksi dan dextrose equivalent. Sifat kimia dari tepung ubi jalar putih ungu
varietas NK102 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakterisik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanKadar Air (%) 7,62Kadar Pati (%) 67,63Gula Pereduksi (%) 3,80Dextrose Equivalent (%) 4,15Sumber: Marsetio et al, 2015
a. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang cukup penting pada
produk tepung karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar airnya maka
produk tepung tersebut semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media
untuk tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu pada produk tepung.
Kadar air tepung ubi jalar ungu sebesar 7,62% masih memenuhi persyaratan kadar
air yang aman untuk produk sejenis tepung yaitu kurang dari 12% sehingga dapat
mencegah pertumbuhan kapang (Winarno, 2004).
b. Kadar Pati
Klon berpengaruh secara signifikan terhadap kadar pati produk tepung ubi
jalar, klon NK102 memiliki kadar pati sebesar 67,63%. Menurut Hoseney (1998)
d alam Ariefianto (2015), perbedaan jumlah pati disebabkan oleh perbedaan
varietas, faktor genetik dan tingkat usia tanaman. Pada umur tanaman yang
semakin tua, maka kandungan patinya semakin meningkat dikarenakan
terakumulasinya hasil fotosintesis setiap harinya.
c. Kadar Gula Pereduksi
10
Kadar gula pereduksi tepung ubi jalar ungu klon NK102 adalah 3,80%,
dimana jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar gula pereduksi pada
pati ubi jalar ungu. Sehingga, warna tepung yang dihasilkan lebih gelap namun
lebih mengkilap/tajam dibandingkan dengan warna pati ubi jalar ungu (Marsetio
et al, 2015). Ubi jalar yang dipakai pada penelitian ini dipanen di usia lima bulan
yang diperkirakan pati pada ubi jalar sudah terhidrolisis menjadi gula pereduksi.
Hidrolisis sendiri adalah konversi pati menjadi gula-gula sederhana. Prinsip
hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa
(C6H12O6) (Whistler dan BeMiller, 2009).
d. Dextrose Equivalent
Nilai DE berhubungan linear dengan kadar gula reduksi, semakin tinggi
kadar gula pereduksi maka nilai DE akan semakin tinggi pula. Penentuan
dekstrosa ekuivalen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pati terhidrolisis
menjadi molekul-molekul dengan rantai yang jauh lebih pendek khususnya
terbentuknya gula-gula sederhana. Pada hidrolisis sempurna, pati seluruhnya
dikonversi menjadi dekstrosa, derajat konversi tersebut dinyatakan dengan
Dextrose Equivalent (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100
(Tjokroadikeoesoemo, 1986 dalam Romadona, 2012). Tepung ubi jalar ungu klon
NK102 memiliki nilai DE sebesar 4,15%. Menurut Strong (1989) dalam
Waktiyajati (2006), nilai DE antara 2-5 baik untuk diaplikasikan pada produk
bakeri.
11
2.2.3 Karakteristik Amilografi Tepung Ubi Jalar Ungu
Pengamatan terhadap karakteristik amilografi tepung ubi jalar ungu terdiri
atas beberapa parameter antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak,
viskositas pasta panas, viskositas breakdown, viskositas pasta dingin dan
viskositas setback. Sifat amilografi dari tepung ubi jalar putih ungu varietas
NK102 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakterisik Amilografi Tepung Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanSuhu Awal Gelatinisasi (0C) 76,13Viskositas Puncak (cP) 1677Viskositas Pasta Panas (cP) 1269Viskositas Breakdown (cP) 408Viskositas Pasta Dingin (cP) 1991Viskositas Setback (cP) 722Sumber: Marsetio et al, 2015
Tepung ubi jalar ungu memiliki sifat amilografi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis ubi jalar lainnya, yaitu lebih kental dan kompak.
Tepung ubi jalar ungu varietas NK102 memiliki viskositas puncak yang lebih
tinggi, yang memungkinkan pemanfaatannya dapat berbeda. Namun, perlu
diperhatikan viskositas yang tinggi tersebut akan berakibat pada tekstur yang
keras (Marsetio et al, 2015)
2.3 Pati Ubi Jalar Ungu
Pati adalah polisakarida yang tersusun dari unit-unit glukosa yang saling
berikatan membentuk rangkaian yang panjang. Pati tersimpan sebagai sumber
energi tumbuhan, seperti glikogen pada hewan. Pati terdiri atas granula dengan
ukuran yang bervariasi antara 2 – 130 mikron. Ukuran dan bentuk granula pati
dipengaruhi oleh jenis tumbuhan asal dari granula pati tersebut. Struktur granula
12
pati berbentuk sedemikian rupa sehingga terlihat melingkar (Lineback, 1984). Pati
alami memiliki dua komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan dengan ikatan α-(1,4)-D-
glukosa, sedangkan amilopektin selain memiliki struktur lurus juga memiliki
polimer bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Whistler dan BeMiller,
2009).
Menurut Kusnandar, (2010) pati memiliki beberapa sifat alami yang dapat
menyulitkan dalam pengolahan pangan, diantaranya:
a. Pati menghasilkan suspensi dengan viskositas dan kemampuan
membentuk gel yang tidak seragam
b. Pati tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, dalam proses gelatinisasi pati
dapat terjadi penurunan viskositas suspensi pati dengan meningkatnya
suhu pemanasan
c. Pati tidak tahan kondisi asam, karena mudah terhidrolisis pada kondisi
asam yang dapat mengurangi kemampuan gelatinisasinya
d. Pati tidak tahan proses mekanis, viskositas pati akan menurun dengan
adanya proses pengadukan atau pemompaan
e. Kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk
tekstur yang kental dan gel dapat menjadi masalah dalam proses
pengolahan pangan.
Sifat fungsional pati yang penting adalah kemampuan mengentalkan dan
membentuk gel. Sifat pengental pati ditunjukkan dengan kemampuan pati
mencapai viskositas yang tinggi. Thickening power dilihat dari viskositas
13
maksimum yang mampu dibentuk oleh pati tersebut selama pemanasan (Swinkels,
1985 dalam Honestin, 2007).
Pati ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai: (1) bahan pelembut kue,
(2) pengganti maizena (bahan pengental, pengikat/pengisi es krim, daging dan sup
kaleng), (3) bahan baku aneka kue, cake dan sohun, serta (4) gula cair (glukosa,
maltosa dan high fructose syrup) untuk pemanis produk kembang gula, es krim,
jelly dan saus (Fuglie dan Oates, 2004 dalam Ginting et al., 2005).
Menurut Abera dan Rakshit (2003), gelatinisasi pati merupakan pecahnya
struktur kristalin pada granula diikuti oleh peningkatan volume, swelling dan
larutnya amilosa-amilopektin sebagai akibat dari pemanasan. Pati ubi jalar
memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g, kelarutan 15-35%, dan gelatinisasi
pada suhu 75-880C untuk granula berukuran kecil (Moorthy dan Balagopalan,
2010). Granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa
apabila dalam keadaan murni. Bentuk, ukuran, dan sifat granula pati tergantung
dari sumber patinya, ada yang berbentuk bulat, oval, atau tak beraturan (Koswara,
2006). Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan tinggi dan kemampuan membuat
gel yang rendah. Hal ini disebabkan karena kemampuan pembengkakan (swelling)
dan kelarutan pati ubi jalar ungu serta ukuran granula pati ubi jalar ungu (Moorthy
dan Balagopalan, 2010).
Menurut Ariefianto (2015), pembuatan pati ubi jalar dilakukan dengan
pertama-tama memisahkan kulit dengan daging ubi jalar, kemudian dibersihkan
kembali sisa-sisa kulit dan kotoran yang masih menempel pada ubi jalar yang
telah dikupas. Setelah itu, ubi diparut dan direndam dengan larutan sulfit dengan
konsentrasi 0,1%. Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil
14
parutan ubi adalah 4:1. Tujuan penambahan larutan tersebut dalam pemarutan
adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan yang merusak warna ubi.
Setelah ditunggu sekitar 15 menit, campuran ubi dan air tersebut disaring untuk
memisahkan pati dan ampasnya.
Pati ubi jalar berupa bagian cair sedangkan ampas merupakan bagian
padatannya. Pati kemudian melalui proses pengendapan selama 16 jam dan
pencucian sebanyak tiga kali atau sampai pati berwarna putih bersih, dan setelah
itu pati diangkat dan dikeringkan dalam cabinet dryer sampai pati benar-benar
terasa kering, dan ketika dihancurkan tidak membentuk gumpalan. Setelah itu pati
kering digiling dengan pin disc mill dan dilakukan pengayakan 150 mesh untuk
mendapatkan tepung pati (Ariefianto, 2015).
Proses pengolahan pati ubi jalar ini melibatkan proses pemanasan atau
menggunakan suhu tinggi. Proses pemanasan ini akan menyebabkan granula pati
mengalami proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan
gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Proses
pemanasan adonan akan menyebabkan granula semakin membengkak karena
penyerapan air semakin banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut
dengan suhu gelatinisasi (Rahayu, 2016). Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh
ukuran granula pati. Semakin besar ukuran granula memungkinkan pati lebih
mudah dan lebih banyak menyerap air sehingga mudah membengkak
menyebabkan pati lebih mudah mengalami gelatinisasi (suhu gelatinisasi relatif
rendah) (Purnamasari et al., 2010). Suhu gelatinisasi pati ubi jalar yaitu berkisar
pada suhu 61,5 - 88,50C selama 20 - 30 menit (Ginting et al, 2005).
Pengembangan granula pada proses pemanasan awalnya bersifat reversible (dapat
15
kembali), namun setelah pemanasan mencapai suhu tertentu pengembangan
granula menjadi bersifat irreversible (tidak dapat kembali) dan terjadi perubahan
struktur granula. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gelatinisasi pati adalah
suhu, ketersediaan air serta lama pemanasan (Beynum dan Roels, 1985).
2.3.1 Karakteristik Fisik Pati Ubi Jalar Ungu
Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik fisik pati ubi jalar ungu
terdiri dari beberapa parameter antara lain warna kulit, warna daging umbi,
swelling volume, kelarutan, derajat putih dan kejernihan pasta. Sifat fisika dari
pati ubi jalar ungu varietas NK102 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakterisik Fisik Pati Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanSwelling Volume (ml/g) 13,39Kelarutan (%) 11,32Derajat Putih (%) 57,77Kejernihan Pasta (%T) 26,13Sumber: Marsetio et al, 2015
Karakteristik fisik tepung dan pati ubi jalar tidak jauh berbeda. Tepung dan
pati ubi jalar ungu memiliki daya kembang yang hampir sama. Derajat putih pada
ubi jalar ditunjukkan dengan warna daging. Semakin tidak berwarna daging
umbinya, semakin mendekati warna putih. Secara visual, pati ubi jalar terlihat
agak kusam. Hal ini dikarenakan pada produk pati ubi jalar, sering terjadi
fenomena off-colour dikarenakan tingginya kandungan fenolik pada ubi jalar
(Moorthy, 2004). Hasil analisis karakteristik fisik pati ubi jalar diatas
menunjukkan bahwa kejernihan pasta ubi jalar ungu mengalami peningkatan
seiring dengan berulangnya dilakukan pengembangan (Marsetio et al, 2015).
16
2.3.2 Karakteristik Kimia Pati Ubi Jalar Ungu
Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik kimia pati ubi jalar
ungu terdiri dari beberapa parameter antara lain kadar air, kadar pati, gula
pereduksi dan dextrose equivalent. Sifat kimia dari pati ubi jalar putih ungu
varietas NK102 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakterisik Kimia Pati Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanKadar Air (%) 4,05Kadar Pati (%) 87,83Gula Pereduksi (%) 0,03Dextrose Equivalent (%) 0,03Sumber: Marsetio et al, 2015a. Kadar Air
Kadar air pati yang dihasilkan, menunjukkan bahwa kadar air pati lebih
rendah dibandingkan dengan tepung. Kadar air pati ubi jalar ungu berkisar antara
4,05-4,08%. Nilai kadar air produk menjadi penting dalam produk kering seperti
produk pati, karena kadar air yang rendah adalah faktor utama yang membuat
produk pati awet (Fauzan, 2016).
b. Kadar Pati
Kadar pati pada pati ubi jalar ungu lebih rendah dibandingkan dengan ubi
jalar dengan warna daging putih dan kuning, yaitu sebesar 87,37%. Kadar pati
pada pati ubi jalar ungu berkaitan dengan komponen mineral yang terikat dan
kadar serat yang menjadi pembeda atau faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya kadar pati dalam umbi ubi jalar. Walaupun kadar pati ubi jalar ungu
adalah yang paling rendah, namun hasil uji kadar pati masih sesuai dengan hasil
yang didapat oleh Kadarisman dan Sulaeman (1992), yang melaporkan kadar pati
produk pati ubi jalar ada pada kisaran 82%.
c. Kadar Gula Pereduksi
17
Gula reduksi mencerminkan tingkat rasa manis dari suatu bahan pangan,
dimana semakin tinggi jumlah gula pereduksi akan semakin manis rasanya. Kadar
gula pereduksi pati ubi jalar ungu sebesar 0,03%, lebih rendah dibandingkan
dengan kadar gula pereduksi tepung ubi jalar ungu. Ubi jalar yang digunakan
dalam penelitian ini dipanen pada usia yang lebih muda (empat bulan)
dibandingkan dengan ubi jalar pada umumnya yaitu enam bulan, sehingga pati
pada ubi jalar belum terhidrolisis menjadi gula pereduksi (Fauzan, 2016).
d. Dextrose Equivalent
Nilai kadar dekstrosa akan meningkat seiring dengan adanya peningkatan
penambahan konsentrasi enzim. Kadar DE pati ubi jalar ungu sebesar antara
0,03%. Nilai DE dapat mempengaruhi tekstur (smoothless) atau viskositas produk
olahannya. Semakin tinggi nilai DE, bentuk bahan semakin berupa cairan dan
semakin berasa manis (Marsetio et al., 2015).
2.3.3 Karakteristik Amilografi Pati Ubi Jalar Ungu
Pengamatan terhadap karakteristik amilografi pati ubi jalar ungu terdiri
atas beberapa parameter antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak,
viskositas pasta panas, viskositas breakdown, viskositas pasta dingin dan
viskositas setback. Sifat amilografi dari pati ubi jalar putih ungu varietas NK102
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakterisik Amilografi Pati Ubi Jalar Ungu Klon NK102Karakteristik Hasil PengamatanSuhu Awal Gelatinisasi (0C) 73,01Viskositas Puncak (cP) >8000Viskositas Pasta Panas (cP) 5623Viskositas Breakdown (cP) 2377Viskositas Pasta Dingin (cP) 6383Viskositas Setback (cP) 760
18
Sumber: Marsetio et al, 2015
Karakteristik amilografi pati mempertimbangkan karakteristik pati
berdasarkan perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan
(Mulyandari, 1992). Viskositas pati, bersama-sama dengan pembentukan gel pati
dan sifat kohesivitas pati adalah faktor yang dapat menjelaskan profil tekstur pati.
Komponen tekstur inilah yang disebut dengan viskoelastis atau sifat reologi pati
(Krugar dan Murray, 1979).
Pati memiliki beberapa sifat alami diantaranya membentuk viskositas yang
tidak seragam, tidak tahan terhadap pemanasan suhu tinggi, asam dan proses
mekanis dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam air (Kusnandar, 2010).
Karakteristik amilografi pati ubi jalar ungu yang berbeda klon ternyata berbeda
dalam sifat atau karakteristik amilografinya. Selain itu, faktor frekuensi atau
turunan mengakibatkan terjadinya proses retrogradasi pati yang lebih banyak. Hal
ini ditunjukkan oleh nilai viskositas balik yang tinggi. Sifat amilografi varietas
NK 102 tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan olahan
produk kering. Pati ubi jalar berpeluang untuk mensubstitusi maizena pada
pembuatan kue kering untuk memperbaiki teskturnya (Marsetio et al., 2015).
2.4 Cookies
Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar
lemak tinggi, bertekstur renyah dan apabila dipatahkan akan terlihat teksturnya
yang kurang padat (Standar Nasional Indonesia, 1992). Cookies biasanya
mengandung kadar lemak sekitar 20-40% dan gula sebesar 30%, lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti biskuit keras, crakers, dan
19
wafer yaitu. Cookies memiliki kadar air yang rendah (kurang dari 5%) sehingga
teksturnya renyah, bila dikemas akan terlindung dari kelembaban, dan memiliki
umur simpan yang lama (Brown, 2000 dalam Syah, 2009).
Bahan-bahan pembuatan cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya
yaitu bahan pembentuk struktur dan bahan pendukung kerenyahan. Bahan
pembentuk struktur meliputi gula, shortening, bahan pengembang dan kuning
telur. Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk yang lebih baik,
dapat memperbaiki proses creaming, pemberi flavor yang khas serta kenaikan
nilai gizi (Matz dan Matz, 1978).
Menurut Edith (1999) dalam Wisti (2011), kriteria cookies yang baik dapat
ditinjau dari beberapa hal, yaitu:
1. warna kuning kecoklatan, sesuai dengan bahan yang digunakan
2. aroma harum
3. tekstur keras tetapi rapuh
4. rasa manis
Menurut Faridah et al. (2008), Cookies digolongkan berdasarkan cara
pencampuran dan formulasi yang dipakai. Jenis cookies berdasarkan
penggolongan tersebut antara lain:
1. Bar Cookies, merupakan jenis cookies yang adonannya encer sehingga
bisa dituang dalam loyang yang datar dan setelah matang dipotong-potong
sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
2. Dropped Cookies, merupakan jenis cookies yang memiliki adonan dengan
konsistensi lebih kental dan cara mencetaknya adalah dengan menggunakan
sendok yang dipindahkan ke atas loyang tipis. Pada proses pemanggangannya
20
akan terbentuk retakan-retakan pada permukaan yang menunjukkan kualitas
cookies tersebut.
3. Press Cookies, tepung campuran yang digunakan untuk mengepress
cookies harus padat sehingga adonan dapat dimasukkan ke dalam kantung
pastry. Alat ini biasanya dilengkapi dengan cetakan.
4. Molded Cookies, adonan cookies ini termasuk ke dalam adonan yang kaku
sehingga dapat dicetak dan dibentuk sesuai dengan yang diinginkan.
5. Rolled Cookies, memiliki tekstur adonan yang lebih padat dibandingkan
dengan molded cookies sehingga dapat digulung dan memiliki rasa yang tidak
terlalu manis.
6. Refrigerator Cookies, merupakan rolled cookies yang setelah mengalami
proses penggulungan dimasukkan ke dalam lemari pendingin hingga keras
dengan dibungkus kertas roti. Adonan dingin tersebut kemudian dipotong dan
dipanggang.
2.4.1 Komposisi Umum Cookies
Cookies adalah makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang
mengandung bahan dasar tepung, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan
apabila dipatahkan penampang teksturnya kurang padat. Bahan pembuat cookies
dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur meliputi
tepung, susu skim dan putih telur sedangkan bahan pendukung kerenyahan
meliputi gula, shortening, bahan pengembang dan kuning telur. (Matz dan Matz,
1978).
21
1. Tepung
Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakeri. Dalam adonan
tepung berfungsi membentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain dan
mendistribusikannya secara merata, serta berperan membentuk citarasa. Fungsi
tepung dalam pembuatan cookies adalah sebagai pembentuk struktur dan pengikat
serta pembentuk cita rasa. Kandungan protein yang tinggi dalam tepung akan
menyebabkan tekstur yang keras dan penampakan yang kasar (Matz dan Matz,
1978).
Tepung gandum (terigu) biasanya merupakan bahan utama dalam
pembuatan cookies yang mengandung protein yang unik, yang disebut gluten.
Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum, yaitu glutenin dan
gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat
yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses
pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk (Rahmawan,
2006).
2. Susu Skim
Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Tahap pengolahan susu menjadi susu skim secara
umum meliputi perlakuan pendahuluan (pemanasan awal), penguapan awal
sampai didapatkan total solid antara 45%-55%, dan pembubukan. Perbedaannya
adalah pada pembuatan susu bubuk skim dilakukan pemisahan bagian krim
(bagian yang kaya lemak) terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Susu
skim mengandung semua kandungan yang dimiliki susu pada umumnya kecuali
22
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim harus mempunyai padatan
minimal 8,25%, lemak kurang 0,5%, protein 3,6%, laktosa 5,1%, vitamin A 2.000
IU, vitamin D 400 IU, dan mineral 0,70% (Buckle, et al., 1987).
Penggunaan susu skim ini dimaksudkan guna memperbaiki penerimaan
(warna, rasa dan aroma), sebagai bahan pengisi serta untuk meningkatkan nilai
gizi cookies. Susu mengandung laktosa yang membantu mengatur warna lemak,
meningkatkan rasa dan sebagai penahan cairan. Pada pembuatan cookies lebih
baik menggunakan susu bubuk dibandingkan dengan susu cair (Hanafi, 1999).
3. Telur
Telur dalam pembuatan cookies berfungsi untuk membentuk suatu
kerangka yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai
pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan
menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada
adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur produk
bakeri dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur
(Indrasti, 2004).
4. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan produk
bakery. Lemak yang biasanya digunakan dalam pembuatan produk bakery adalah
butter (mentega) dan margarin. Mentega adalah lemak hewani hasil separasi
antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Margarin adalah lemak plastis yang
dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak nabati (Budijanto et al., 2000). Pada
pembuatan cookies, lemak berfungsi untuk memberikan efek shortening dengan
23
memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur, kelembutan,
serta memberi flavor karamel. Jenis lemak yang digunakan akan mempengaruhi
penyebaran dan penampakan cookies (Matz dan Matz, 1978).
5. Gula
Menurut Sultan (1981) dalam SAAP (2016), gula dalam pembuatan
cookies berfungsi sebagai pemberi rasa manis, membentuk kesatuan dan tekstur
yang baik pada produk, memperpanjang umur simpan, menambah nilai gizi
produk dan memberikan warna kilap pada permukaan. Selain itu, gula juga
berfungsi sebagai pelembut struktur tepung melalui kemampuan mereduksi
kekuatan gluten (Herudiyanto, 2009).
Penggunaan gula halus pada pembuatan cookies akan memberikan hasil
yang lebih baik karena tidak menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar.
Jumlah gula yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap tekstur dan
penampakan cookies. Oleh karena itu, penambahan gula harus tepat yaitu sekitar
30% agar rasa yang dihasilkan tidak terlalu manis dan tidak tejadi browning yang
berebihan. Meningkatnya kadar gula di dalam adonan cookies akan membuat
produk yang dihasilkan menjadi semakin keras. Selain itu, waktu pembakaran
harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena gula yang terdapat di dalam
adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna (Matz dan Matz, 1978).
6. Bahan pengembang
Menurut Winarno (2004), leavening agent (bahan pengembang)
merupakan senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan.
Bahan pengembang berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur
produk bakery. Bahan pengembang dapat mengembangkan produk karena dapat
24
menghasilkan CO2. Bahan pengembang yang digunakan pada pembuatan cookies
adalah soda kue dan amonium bikarbonat. Ammonium bikarbonat biasa
digunakan sebagai tambahan bahan pengembang pada cookies dan crackers serta
produk lain dengan kadar air akhir kurang dari 5%. Ammonium bikarbonat larut
pada air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104°F (Stauffer, 1990).
7. Garam
Penambahan garam pada cookies berfungsi sebagai pembangkit citarasa
dan merangsang elemen-elemen lain mengeluarkan citarasa serta aroma masing-
masing. Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan garam dalam sebagian besar
formula cookies paling banyak sebesar 1%.
2.4.2 Syarat Mutu Cookies
Seluruh tahap pembuatan dan bahan-bahan yang digunakan akan
berpengaruh terhadap kenampakan dan kualitas akhir produk cookies. Cookies
yang dihasilkan harus dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen dan
memenuhi standar SNI. Syarat mutu cookies diatur dalam SNI No. 01-2973-1992
dan SNI No.01-2973-2011 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No.
Kriteria UjiSatuan
Persyaratan
1. Bau, rasa, warna dan tekstur - Normal2. Kadar air %, b/b Maksimum 5
25
No.
Kriteria UjiSatuan
Persyaratan
3. Kadar abu %, b/b Maksimum 24. Kadar protein %, b/b Minimum 5*5. Kadar lemak %, b/b Minimum 9,56. Kadar karbohidrat %, b/b Minimum 707. Serat Kasar %, b/b Maksimum 0,58. Kalori Kal/100g Minimum 400
9.Bahan tambahan makanan
Pewarna Pemanis buatan
Yang diizinkanTidak boleh ada
10.
Cemaran logam Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Merkuri (Hg) Arsen (As)
mg/kg
Maksimum 1,0Maksimum 4,0Maksimum 0,05Maksimum 0,5Maksimum 0,5
11.
Cemaran mikroba Angka lempeng total Salmonella sp. E. coli Kapang
koloni/gramper 25 gramper gramkoloni/gram
Maksimum 1,0 x 106
Maksimum negatifMaksimum < 3Maksimum 1,0 x 102
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1992. *) Badan Standardisasi Nasional, 2011.
2.4.3 Proses Pembuatan Cookies Ubi Jalar Ungu
Proses pembuatan cookies ubi jalar ungu hampir sama seperti pembuatan
cookies pada umumnya hanya penggunaan tepung terigu rendah lemak
disubstitusi dengan tepung dan pati ubi jalar ungu. Proses pembuatan cookies ubi
jalar terdiri dari tiga tahapan, yaitu pembuatan adonan, pencetakan dan
pemanggangan:
1. Pembuatan Adonan
26
Pembuatan adonan cookies dilakukan dengan dua tahap, yaitu pembuatan
krim (creaming) dan pencampuran bahan utama (tepung) sampai terbentuk
adonan. Hal pertama yang dilakukan adalah pencampuran lemak dengan gula
dengan menggunakan hand mixer dengan kecepatan rendah selama 30 detik,
kemudian kecepatan ditambah sampai medium selama 2 menit. Setelah itu,
pencampuran telur utuh dengan krim campuran lemak-gula tersebut dan dikocok
selama 1,5 menit (Pratiwi, 2008). Tahap ini bertujuan untuk membentuk emulsi
dan terjadi proses pelarutan gula yang akan berpengaruh pada tekstur cookies.
Adanya proses pencampuran menyebabkan lemak yang ditambahkan menjadi
lunak karena terbentuknya panas (Matz, 1992).
Pada tahap kedua, dilakukan penambahan tepung dan bahan kering lainnya
(susu dan leavening agent) selama dua menit dengan kecepatan rendah, yang
sebelumnya telah diayak terlebih dahulu. Pada tahap ini terjadi hidrasi, yaitu
penyerapan air oleh tepung. Penyerapan air oleh tepung menyebabkan gluten akan
membentuk struktur adonan. Selain itu pencampuran dan pengadukan
menyebabkan udara yang terperangkap dalam gluten terdesak oleh air yang
menguap dan menyebabkan pengembangan (Indiyah, 1992). Adonan yang baik
akan terbentuk apabila dilakukan pengkondisian dan kontrol pada fomulasi,
urutan bahan yang dimasukkan, lama pencampuran, kecepatan pencampuran dan
suhu akhir adonan. Metode pencampuran dan pengadukan tersebut baik untuk
cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan
gluten yang berlebihan (Matz, 1992).
Pada proses pembentukan adonan semua bahan harus tercampur secara
merata dan dibuat sampai adonan menjadi kalis untuk memudahkan pada proses
27
pencetakan. Konsistensi adonan yang dihasilkan sangat penting karena akan
berpengaruh terhadap kualitas produk. Secara umum, konsistensi adonan
berkaitan dengan softness, stickiness, elasticity dan extensibility. Kondisi fisik
adonan dipengaruhi oleh bahan yang digunakan, kondisi pencampuran dan suhu
(SAAP, 2016).
2. Pencetakan
Pada tahap pencetakan, adonan cookies dicetak dengan menggunakan alat
pencetak cookies. Prinsip dari pencetakan adalah adonan mendapat tekanan dari
alat pencetak (Manley, 1988). Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam
loyang yang telah diolesi dengan margarin. Pengolesan lemak berfungsi untuk
mencegah lengketnya cookies pada loyang setelah dipanggang. Setelah dicetak,
kemudian cookies diolesi kuning telur. Pengolesan ini bertujuan untuk menambah
daya tarik penampakan cookies. Adonan dicetak sampai mempunyai ukuran dan
ketebalan yang seragam. Faktor ketebalan penting untuk diperhatikan karena
untuk memperoleh penampakan yang baik. Menurut Matz dan Matz (1978),
ketebalan adonan yang seragam bertujuan agar penetrasi panas dapat merata saat
pengolahan.
3. Pemanggangan
Tahap terakhir dalam pembuatan cookies adalah pemanggangan atau
pembakaran dengan mengunakan oven. Suhu yang dipakai untuk pemanggangan
cookies adalah bertahap, pertama dalam suhu 165oC selama 10 menit. Suhu oven
tidak boleh terlalu panas. Jika terlalu panas, cookies akan segera terbentuk
sebelum sempat menyebar, sebaliknya jika panas oven kurang cookies akan
terlalu banyak menyebar, terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya
28
terlalu lama, demikian pula aroma/rasa menjadi hilang. Cookies yang selesai
dipanggang harus segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mengurangi
pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak (Matz dan Matz, 1978). Menurut
SAAP (2016), terdapat empat titik utama perubahan adonan cookies selama
pemanggangan, yaitu:
1. Pengurangan dalam kepadatan produk yang berkaitan dengan
pengembangan struktur berpori atau struktur berlapis.
2. Perubahan bentuk yaitu penyusutan, penyebaran dan peningkatan
ketebalan.
3. Penurunan kadar air menjadi 1-5%.
4. Perubahan warna karena terjadi reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi.
Sedangkan reaksi yang terjadi selama pemanggangan antara lain:
1. Proses pemanasan pati dan protein dimana terjadi gelatinisasi,
pengembangan dan denaturasi.
2. Pengeluaran gas.
3. Perluasan rongga udara akibat meningkatnya suhu.
4. Menguapnya air.
5. Penurunan konsistensi solusi lemak dan gula sejalan dengan meningkatnya
suhu.
Selama pemanggangan, proses gelatinisasi terjadi pada suhu 50, dimana
pati menyerap air dan terjadi pula reaksi Maillard yang mempengaruhi sifat
fungsional dari protein. Selain itu, terjadi pula penurunan kadar air hingga 1-5%
pada saat pemanggangan dengan suhu 160 - 200. Pada suhu 80 terjadi pemutusan
29
ikatan-ikatan hidrogen yang menyebabkan hilangnya daya ikat air, sehingga
terjadi pelepasan air dari pati (Hadiyanto, 2010).
2.4.4 Karakteristik Cookies
Karakteristik fisika, kimia dan organoleptik cookies akan menentukan
seberapa besar produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dan cara pengolahannya. Cookies
tergolong dalam produk olahan biskuit. Menurut Herudiyanto et al., (2009),
kriteria biskuit yang baik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Ciri-ciri Biskuit yang BaikNo.
BiskuitKarakteristik Intrinsik Karakteristik Ekstinsik
1.
Sebelum Baking Bentuk seragam, bagian sisirata Ukuran seragam, lebih besar dua kali
Warna putih, krem dan tidak terdapat spot kuning atau coklat
2.
Setelah Baking Warna seragam, cokat terang atas dan bawah, tidak ada spot kuning dan coklat Crust lembut, halus dan bebas dari sisa tepung
Butiran berlapis Tekstur lembut, ringan dan agak lembab Flavor lezat tanpa rasa pahit
Sumber: Herudiyanto et al., 2009
30