149
1 PROGRAM PELATIHAN LEGAL OFFICER Aspek: Hukum Ketenagakerjaan & Hubungan Industrial Trainer: Drs. Dadang Budiaji, MM.

Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

1

PROGRAM PELATIHANLEGAL OFFICER

Aspek: Hukum Ketenagakerjaan & Hubungan Industrial

Trainer:

Drs. Dadang Budiaji, MM.

Page 2: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

2

Tentang Trainer

Dadang Budiaji

Pekerjaan:• 1997-Now : Senior Manager HRD pada perusahaan garmen• 1990-1997: Personnel Section Head pada perusahaan

tekstil• 1992-Now : Part time lecturer pada MM Unpad dan FE-UKM

Pendidikan:• S2: Magister Manajemen Unpad• S1: Hubungan Internasional Fisip-Unpad

Kontak:Email: [email protected], HP: 0816620647

Page 3: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

3

Menyepakati groundrules:

• Tepat waktu

• Berpartisipasi aktif

• Tidak ada dering handphone

• Tidak merokok selama sesi pelatihan

• ..

• ..

Page 4: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

4

Apa pengharapan anda dari pelatihan ini?

• Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan saya dapat:

– …Paham HI & HKI– …Dpt selesaikan masalah2 di perusahaan– …kuasai knowledge & skill2 dlm lingkup HI &

HKI (PP/PKB/PK/PHK)– Paham hak & kewajiban para pelaku HI

Page 5: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

5

Masalah ketenagakerjaan apa yang sedang anda hadapi?

1. …Salah hitung pesangon

2. …Pelaksanaan aturan mutasi pegawai blm sesuai

3. …Sikap atasan yg tdk mendengar masukan2 bawahan

4. Pelaksanaan aturan sanksi ganti rugi (alokasi) tdk sesuai aturan yg ada

5. IA dan SP tdk berjalan semestinya

6. Pemecatan krn tdk lulus diklat penaksir muda dan tdk lulus test kesehatan

7. Outsourcing

Page 6: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Agenda

Kamis, 30 Des 2010 :

08.00-10.15  1. Konsep Dasar & Kerangka Kerja Hub. Industrial10.30-12.00  2. Hukum Otonom dan Hukum Heteronom13.00-15.15  3. Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan15.45-17.00  4. Outsourcing

Jumat, 31 Des 2010 :

08.00-09.45  5. Prosedur PHK, Perhitungan Upah dan Pesangon10.00-11.30  6. Penyelesaian Perselisihan Industrial13.00-15.30  7. Teknik Menghadapi Pemeriksaan Disnaker

  8. Studi Kasus Perum Pegadaian

16.00 – 17.00 Post Test 6

Page 7: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

7

Pre-Test (15 menit)

Page 8: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

KONSEP DASAR & KERANGKA KERJA HUBUNGAN INDUSTRIAL

Sesi-1

8

Page 9: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

9

Definisi

• Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 10: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

10

PEMERINTAH

PEKERJA

PENGUSAHA

Pancasila&

UUD 45

Page 11: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) &

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Trainer:

Drs. Dadang Budiaji, MM

(Praktisi & Konsultan SDM)

11

Page 12: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

12

Hubungan Kerja

Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Page 13: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

13

Pekerja

Pekerjaan

Upah

Perintah

PERJANJIAN KERJA

HUBUNGAN KERJA

Page 14: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

14

Perjanjian Kerja

Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Page 15: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

15

Fungsi Pemerintah

• Menetapkan kebijakan

• Memberikan pelayanan

• Melaksanakan pengawasan

• Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Page 16: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

16

Fungsi Pekerja / Serikat Pekerja

• Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya

• Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi• Menyalurkan aspirasi secara demokratis• Mengembangkan keterampilan dan keahliannya • Ikut memajukan perusahaan• Memperjuangkan kesejahteraan anggota

beserta keluarganya

Page 17: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

17

Fungsi Pengusaha / Organisasi Pengusaha

• Menciptakan kemitraan

• Mengembangkan usaha

• Memperluas lapangan kerja

• Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.   

Page 18: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

18

Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana

1. Serikat pekerja/serikat buruh (mikro & makro)2. Organisasi pengusaha (makro)3. Lembaga kerja sama bipartit (mikro)4. Lembaga kerja sama tripartit (makro)5. Peraturan perusahaan (mikro)6. Perjanjian kerja bersama (mikro)7. Peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan (makro)8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan

industrial (mikro & makro)

Page 19: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

19

Sarana-sarana hubungan industrial

Mikro Makro

Serikat pekerja/serikat buruh Serikat pekerja/serikat buruh

Lembaga kerja sama bipartitLembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama

Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Lembaga kerja sama tripartit

Organisasi pengusaha

Page 20: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

20

• Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Page 21: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

21

• Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh atau unsur pekerja/buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Page 22: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

22

• Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.

Page 23: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

23

• Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

Page 24: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

24

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Page 25: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

25

SKEMA PROSES MENUJU KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA

Hubungan Kerja

dan Hubungan

Industrial

Komunikasi

Intensif

Berbagai Aspek

yang Belum Diatur

mengatur

perlu

Pilar HubunganIndustrial

Saling

Percaya

untuk membina

Perjanjian

Kerja

Bersama

(PKB)

untuk

membuat

Keadilan

Tanggung

Jawab

Bersama

Ketenangan

Kerja dan

Berusahauntuk

tercipta

Page 26: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

26

Hubungan Kerja dan Hubungan

Industrial

SKEMA PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN

Pengaturan Hak & Kewajiban bagi

para pelaku

Tujuan

Ketenangan Kerja & Berusaha

Makro minimal (peraturan perundang-undangan

Mikro kondisional

(Syarat Kerja)

Individual

Kolektif

Perjanjian Kerja (PK)

Peraturan Perusahaan (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

ProduktifitasKelangsungan & Kesejahteraan

Page 27: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

HUKUM OTONOM DAN HUKUM HETERONOM

Sesi-2

27

Page 28: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Perbedaan:

• Hukum Otonom = Mikro kondisional = Belum diatur oleh peraturan perundangan = diatur melalui kesepakatan/perjanjian = dituangkan dalam PP/PKB dan Perjanjian Kerja

• Hukum Heteronom = Makro minimal = Sudah diatur oleh peraturan perundangan = tinggal dilaksanakan = bukan untuk dirundingkan atau disepakati (kecuali ada ketentuannya) = hak-hak normatif pekerja

28

Page 29: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

HAK-HAK NORMATIFPEKERJA

29

Page 30: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

30

Pointers dalam UU 13/2003

Pasal 90(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah

minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan  penangguhan.

Pasal 91(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara

pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.   

(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 31: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

31

Pasal 93

(1) Upah  tidak  dibayar  apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan

pengusaha wajib membayar upah apabila :

a.  pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;   b.  pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa

haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;c.  pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah,

menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d.  pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;                     

e.  pekerja/buruh  tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya;

f.   pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari  pengusaha;

g.  pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;                                       h.  pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas

persetujuan pengusaha; dan                                                     i.   pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Page 32: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

32

Pasal 93

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf  a sebagai berikut :

a.   untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;b.   untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;c.   untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dand.   untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum

pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut : 

      a.   pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;           b.   menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;               c.   mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari          d.   membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;          e.   isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;f.   suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk

selama 2 (dua) hari; dan              g.  anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu)

hari.

Page 33: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

33

Pasal 94

Dalam  hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan  tetap maka besarnya  upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. 

Pasal 95

(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.                     

(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.

(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.                                         

(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem-bayarannya.

Page 34: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

34

Bagian KetigaKesejahteraan

 Pasal 99

(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.        

(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  

Page 35: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

35

Daftar pelanggaran & Sanksi

Pelanggaran Pasal

Hal PelanggaranAncaman

PidanaDenda

167.5Pengusaha tidak ikut program pensiun buruh maka pesangon 2 X tabel (pasal 156 ayat 2)

1 sd 5 tahun d/a 100 - 500 jt

82Cuti hamil 3 bulan & istirahat bagi pekerja perempuan yg keguguran 1,5 bulan atau sesuai surat dokter

1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt

90.1 Dilarang membayar upah dibawah UM (pasal 89) 1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt

160.4&7

MemPHK karyawan berperkara di pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah dlm waktu kurang dari 6 bulan & keharusan membayar pesangon pekerja yg divonis bersalah karena perkara pidana

1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt

93.2 Upah saat sakit, haid, tugas negara, cuti, tugas SP, pendidikan 1 sd 4 tahun d/a 10 - 400 jt

76Buruh < 18 th & wanita hamil dilarang kerja malam dan wanita yg kerja malam diberikan makanan & jemputan

1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta

78.2 Kewajiban bayar upah lembur karyawan 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta

79.1&2Kewajiban memberikan istirahat kerja, mingguan, cuti tahunan & cuti panjang

1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta

85.3 Kewajiban bayar lembur pada hari libur resmi 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta

78.1 Persetujuan lembur oleh karyawan & jam maksimal lembur .  

160.1&2Bantuan bagi pekerja yg di tahan pada 6 bulan pertama karena pidana diluar pengaduan pengusaha

. .

Page 36: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

36

ISI HUKUM YANG NORMATIF: HAK PEKERJA / KEWAJIBAN PENGUSAHA

1. Upah Minimum Kota/Kabupaten :

A. Permenaker 01/99 pasal 14 : “Bagi Pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan, upah diberikan oleh pengusaha serendah-rendahnya sebesar upah minimum “ B. Permenaker 01/99 pasal 14 ayat 2 : “Upah Minimum hanya berlaku bagi Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun” C. Permenaker 01/99 Pasal 14 ayat 3 : “Peninjauan besarnya upah Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara Pekerja / Serikat Pekerja dengan Pengusaha”.

Page 37: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

37

2. Upah Lembur : - Undang-undang no. 1/1951 pasal 10

ayat 1, Jo- - Kepmenaker no.60B/1998 pasal 3, Jo- - Kepmenaker no.72/1984

- Kepmenaker 102/2004

A. Cara perhitungan upah se-jam bagi karyawan harian tetap dan karyawan bulanan : 1/173 X Upah sebulan (minimun sebesar UMR/UMK) Cara perhitungan upah se-jam bagi karyawan borongan tetap : 1/7 X hasil rata-rata sehari.

Page 38: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

38

B. Cara perhitungan upah lembur : Untuk yang 6 hari kerja seminggu : Hari kerja biasa : - Jam ke I dihitung 1½ X - Jam ke II dst dihitung 2 X - Hari Libur yang bukan hari Sabtu : - Jam ke I – VII dihitung 2 X - Jam ke VIII dihitung 3 X - Jam ke IX dst dihitung 4 X

Hari Libur yang jatuh pada hari Sabtu :- Jam ke I – V dihitung 2 X- Jam ke VI dihitung 3 X- Jam ke VII dst dihitung 4 X

Untuk yang 5 hari kerja seminggu : Hari Libur :

- Jam ke I – VIII dihitung 2 X - Jam ke IX dihitung 3 X - Jam ke X dst dihitung 4 X

Page 39: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

39

3. JAMSOSTEK

Undang-undang no. 3/92 pasal 4 ayat 1 Jo pasal 29 Jo

PP no. 14/93 pasal 2 ayat 3 :

“Perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 10 orang atau lebih

atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta

rupiah) sebulan, maka wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya

dalam program Jamsostek”.

Page 40: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

40

4. a. Istirahat Kerja, ½ jam setelah kerja 4 jam (Pasal 79 ayat 2 UU

13/2003)

b. Istirahat Mingguan, 1 hari setelah kerja 6 hari

c. Istirahat tahunan, 12 hari setelah kerja 12 bulan

d. Ijin meninggalkan pekerjaan di luar istirahat tahunan (Pasal 93

ayat 4 UU13/2003) :

- Pekerja kawin : 3 hari

- Anak pekerja khitanan : 2 hari

- Anak pekerja dibaptis : 2 hari

- Anak pekerja kawin : 2 hari

- Anggota keluarga pekerja meninggal dunia : 2 hari

- Istri pekerja melahirkan : 2 hari

- Anggota keluarga pekerja lainnya yang serumah meninggal dunia:

1 hari (bukan suami/istri, orang tua/mertua. Anak/menantu)

Page 41: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

41

5. a. Cuti haid untuk pekerja wanita yang merasakan sakit waktu haid, haid hari ke 1 dan 2 (Pasal 93 ayat 2:b, UU No.13/2003) b. Cuti hamil dan melahirkan untuk pekerja wanita. 1½ bulan sebelum melahirkan dan 1½ bulan setelah melahirkan (total : 3 bulan)

6. Upah selama sakit (Pasal 93 ayat 3 UU No.13/2003)– 4 bulan pertama 100%– 4 bulan kedua 75%– 4 bulan ketiga 50%– Berikutnya 25%, sebelum PHK

Page 42: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

42

7. THR : Kepmenaker no.4/94

- Masa Kerja > 1 tahun : 1 bulan upah

- Masa Kerja < 1 tahun tetapi > masa percobaan ( 3 bulan)

8. Uang Pesangon (Pasal 156 ayat 2,3,4 UU No.13/2003)

penghargaan masa kerja dan ganti kerugian untuk PHK di

perusahaan

X bulan12 X Upah sebulan (> UMR/UMK)

Page 43: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PERJANJIAN KERJA DAN PERATURAN PERUSAHAAN

43

Page 44: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA

44

Page 45: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) &

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Trainer:

Drs. Dadang Budiaji, MM

(Praktisi & Konsultan SDM)

45

Page 46: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

46

Hubungan Kerja

Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Page 47: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

47

Pekerja

Pekerjaan

Upah

Perintah

PERJANJIAN KERJA

HUBUNGAN KERJA

Page 48: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

48

Perjanjian Kerja

Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Page 49: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

49

Dasar Hukum

UU No. 13 / 2003 Tentang KetenagakerjaanBab IX Tentang Hubungan Kerja

Pasal 50 s.d. 66

Kepmennakertrans No. 100 / 2004Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Page 50: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Persyaratan PKWT

• Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi: persyaratan masa percobaan batal demi hukum

• Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT

• Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.• Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu

maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks. 1 th

• Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari 30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT

Page 51: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Perjanjian Kerja

Perjanjian KerjaWaktu Tidak

Tertentu (PKWTT)

Perjanjian KerjaWaktu Tertentu

(PKWT)

Masa Percobaan1 x 3 Bulan

PengangkatanKary. Tetap

4 Kategori

Sekali Selesai

Musiman

Bisnis Baru

Lepas

KATEGORISASI PERJANJIAN KERJA

3 + 2

2 + 1

<= 20 HK/BL<= 3 BL

Page 52: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

52

Persyaratan PKWT

• Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi: persyaratan masa percobaan batal demi hukum

• Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT

• Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.• Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu

maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks. 1 th

• Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari 30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT

Page 53: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

53

• Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

• Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap

Page 54: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

54

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,

Pasal 50-63.BAB IX

HUBUNGAN KERJA

Pasal 50Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pasal 52(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a. kesepakatan kedua belah pihak;b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dand. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan

peraturan perundang undangan yang berlaku.(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Page 55: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

55

Pasal 53Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 54(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;c. jabatan atau jenis pekerjaan;d. tempat pekerjaan;e. besarnya upah dan cara pembayarannya;f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja/buruh;g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Page 56: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

56

Pasal 55Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Pasal 56(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak

tertentu.(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) didasarkan atas :a. jangka waktu; ataub. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus

menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis

bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Page 57: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

57

Pasal 58(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi

hukum.

Pasal 59(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;c. pekerjaan yang bersifat musiman; ataud. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Page 58: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

58

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 60(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa

percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Page 59: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

59

Pasal 61(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :

a. pekerja meninggal dunia;b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris

pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Page 60: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

60

Pasal 62Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 63(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka

pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan :a. nama dan alamat pekerja/buruh;b. tanggal mulai bekerja;c. jenis pekerjaan; dand. besarnya upah.

Page 61: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

61

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

BAB IIPKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA

SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN 

Pasal 3(1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang

didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.(3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.

(4) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.

(5) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT.

(6) Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.

(7) Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.

(8) Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian.

Page 62: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

62

BAB IIIPKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN

Pasal 4 (1) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya

tergantung pada musim atau cuaca.(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

Pasal 5(1) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target

tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman.(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pasal 6Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pasal 7PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan.

Page 63: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

63

BAB IVPKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PRODUK BARU

Pasal 8(1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan

pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun.

(3) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan.

Pasal 9PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

Page 64: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

64

BAB VPERJANJIAN KERJA HARIAN ATAU LEPAS

Pasal 10(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

Pasal 11Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.

Page 65: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

65

Pasal 12(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang- kurangnya memuat :

a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.b. nama/alamat pekerja/buruh.c. jenis pekerjaan yang dilakukan.d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

(3) Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.

Page 66: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

66

BAB VIPENCATATAN PKWT

Pasal 13 PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.

Pasal 14Untuk perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

Page 67: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

67

BAB VIIPERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT

Pasal 15(1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah

menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.(2) Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

(3) Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.

(4) Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

(5) Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

Page 68: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

68

Matriks Jenis-jenis PKWT(berdasarkan Kepmen 100/2004)

Page 69: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

69

Contoh PKWT (Latihan)PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

Yang bertanda tangan dibawah ini :1. N a m a : Djoni Balaputeradewa J a b a t a n : HRD ManagerDalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pengusaha P.T. Ogah Mundur, berkedudukan di jalan Majapahit No. 89, selanjutnya disebut Pihak Pertama.

2. N a m a : A l a m a t :Bertindak untuk dan atas nama sendiri, selanjutnya disebut pihak kedua

Pada hari ini, ................... tanggal............................Pihak Pertama dengan Pihak Kedua telah setuju untuk mengadakan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu sebagai berikut :

Pasal 1Pihak Pertama menerima Pihak Kedua sebagai Pekerja Waktu Tertentu (Pekerja Kontrak) pada Departemen /Jabatan : .........................../................................selama.......BULAN, terhitung mulai tanggal..............................s/d........................... dengan gaji sebesar Rp....................................( .............................................................. ) per bulan.Dalam pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan Pihak Kedua bertanggung-jawab kepada : ...........................................

Page 70: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

70

Pasal 2Pihak Kedua berjanji :

1. Akan mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan oleh Pihak Pertama 2. Akan mematuhi perintah Atasan/Pimpinan3. Melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya4. Bersedia dipindahkan atau ditempatkan ulang dimanapun juga yang dianggap perlu oleh

Pihak Pertama 5. Tidak akan melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi Pihak Pertama,

termasuk memberikan informasi-informasi yang menyangkut rahasia perusahaan kepada pihak ketiga.

Pasal 3Pihak Kedua setuju dan bersedia untuk dikenakan denda atau ganti rugi atas perbuatan yang merusak atau merugikan dengan sengaja maupun karena kecerobohannya atas barang-barang milik Pihak Pertama.

Pasal 4Kedua belah pihak berhak untuk memutuskan Perjanjian Kerja kapanpun selama masa perjanjian dengan pemberitahuan paling lambat 1 minggu sebelumnya. Apabila Pihak Pertama memutuskan perjanjian kerja, maka Pihak Pertama akan membayar ganti rugi kepada Pihak Kedua sebesar 1 bulan upah, kecuali apabila Pihak Kedua telah melakukan kesalahan/pelanggaran berat/besar dan atau tindak pidana, maka pihak Pertama tidak akan memberikan ganti rugi.

Pasal 5Sebelum mencapai masa kerja 3 (tiga) bulan Pihak Kedua tidak berhak atas fasilitas-fasilitas jaminan sosial & kesejahteraan lainnya kecuali : Jaminan Pengobatan karena kecelakanaan kerja dan jaminan Kematian sesuai limit dan ketentuan Undang-undang Jamsostek.

Page 71: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

71

Pasal 6Kontrak Kerja ini berakhir pada tanggal : .................................. dan dengan sendirinya hubungan kerja antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua otomatis berakhir pula secara tanpa syarat dan tanpa tuntutan apapun.

Pasal 7Kesepakatan kerja ini dibuat dalam keadaan sehat dan sadar serta tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila dikemudian hari selama masa perjanjian ternyata ada hal-hal yang belum disepakati atau belum diatur dalam kesepakatan ini atau ada perbedaan pendapat, maka kedua belah pihak sepakat untuk bermusyawarah secara kekeluargaan dengan merujuk atau tunduk kepada Hukum Ketenagakerjaan yang berlaku.

Ditandatangani di Surabaya, tanggal ……………………

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

(Djoni Balaputeradewa) ( …………………….…..)

Page 72: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PENYUSUNAN PP & PKB

72

Page 73: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

73

Peraturan Perusahaan

Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata-tertib perusahaan.

Page 74: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

74

Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Page 75: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

75

Perbedaan PKB dengan PP (Peraturan Perusahaan)

PKB PP

PembuatanPerundingan antara SP/SB

dengan manajemen

Manajemen konsultasi dengan SP/SB, wakil

pekerja/buruh

Pendaftaran Di instansi pemerintah -

Pengesahan - Instansi pemerintah

Masa berlaku 2 tahun 2 tahun

PERBEDAAN PKB DENGAN PP

Page 76: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

76

SKEMA PROSES MENUJU KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA

Hubungan Kerja

dan Hubungan

Industrial

Komunikasi

Intensif

Berbagai Aspek

yang Belum Diatur

mengatur

perlu

Pilar Hubungan

Industrial

Saling

Percaya

untuk membina

Perjanjian

Kerja

Bersama

(PKB)

untuk

membuat

Keadilan

Tanggung

Jawab

Bersama

Ketenangan

Kerja dan

Berusahauntuk

tercipta

Page 77: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

77

Hubungan Kerjadan Hubungan

Industrial

SKEMA PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN

Pengaturan Hak &Kewajiban bagi

para pelaku

Tujuan

Ketenangan Kerja& Berusaha

Makro minimal (peraturanperundang-undangan

Mikrokondisional

(Syarat Kerja)

Individual

Kolektif

Perjanjian Kerja (PK)

Peraturan Perusahaan(PKB)

Perjanjian KerjaBersama (PKB)

ProduktifitasKelangsungan &Kesejahteraan

Page 78: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

78

UU No. 13/2003 Konvensi ILO No. 87 dan No.98 UU No.21 / 2000

Dasar Hukum PKB

Page 79: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

79

Syarat-Syarat Perundingan

SP beranggotakan minimal 50% pekerja Tercatat di Depnaker / Disnaker Surat mandat dari masing2 institusi

Page 80: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

80

Tujuan PKB

Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dinamis dan berkeadilan serta suasana kerja yang sehat dan kondusif di Perusahaan

Page 81: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

81

Fungsi PKB Mengatur hubungan kerja, hak dan kewajiban

kedua belah pihak secara tegas dan jelas Sebagai alat kontrol dan alat ukur terhadap

pelaksanaan hubungan industrial Mengantisipasi kejadian di kemudian hari Memberi petunjuk terhadap mekanisme

penyelesaian perselisihan hubungan industrial Memberikan kepastian hukum dalam sebuah

bentuk hubungan kerja

Page 82: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

82

Proses Penyusunan PKB

A. PersiapanB. PerundinganC. DokumentasiD. SosialisasiE. PelaksanaanF. EvaluasiG. Feedback

Page 83: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

83

A. Persiapan1. Pembentukan Tim PKB

2. Penyusunan Kerangka Dasar / Outline

3. Study Study Empiris Study Komparatif Study Historis Study Hukum

4. Draft Awal

5. Presentasi

6. Draft Akhir

7. Pengajuan

Page 84: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

84

3. Study Study Empiris, Komparatif, Historis, Hukum

Study EmpirisUpaya mengumpulkan data/informasi faktual dan valid di lapangan, a.l : Aspirasi anggota Peraturan Perusahaan/KKB sebelumnya Neraca Keuangan Perusahaan Survey Pasar Inflasi Komposisi Manajemen & Kepemilikan Saham Segmen Pasar Kebijakan Negara

Page 85: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

85

3. Study Study Komparatif

Upaya melakukan perbandingan mengenai kondisi dan syarat- syarat kerja di Perusahaan lain pada industri yang sejenis (apple to apple)

Page 86: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

86

3. Study

Study Historis

Upaya mengumpulkan data/ informasi mengenai kejadian-kejadian di masa lalu yang menguntungkan karyawan yang bisa dijadikan acuan/ yurisprudensi

Page 87: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

87

3. Study Study Hukum

Upaya mempelajari dasar-dasar hukum (ketenagakerjaan) yang berkaitan dengan berbagai permasalahan yang terkandung dalam draft PKB

Page 88: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

88

Kriteria Berbagai persiapan dilakukan agardraft PKB memiliki nilai Aspiratif Obyektif Proporsional Rasional Reasonable Realistis

Page 89: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

89

Pengajuan Draft PKB

Dilakukan dengan disertai surat pengantar dan permintaan utk berunding

30 hari setelah pengajuan, perundingan harus sudah dimulai

Page 90: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

90

Tata tertib perundingan Mengatur tata cara/aturan main

teknis perundingan, a.l : susunan team perunding kedua belah pihak waktu dan tempat perundingan hak dan kewajiban kedua belah pihak biaya perundingan

Dibahas di hari pertama perundingan

Page 91: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

91

Kekuatan Dukungan Stakeholders Mental & moril Wawasan Pengetahuan Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik Negotiation Skill Communication Skill Data dan Informasi Team Work Networking

Page 92: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

92

Teknik Berunding

A.Sebelum Berunding

B. Selama Berunding

C. Setelah Berunding

Page 93: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

93

A. Sebelum Berunding(Persiapan)

Pemilihan SDM Negosiator Kesiapan fisik dan mental team Pembagian tugas Penguasaan materi yg akan dibicarakan Target yg ingin dicapai Strategi yg akan diterapkan Pengetahuan ttg lawan runding Kelengkapan dokumen/data/informasi Analisa kendala dan kemungkinan buruk Kelengkapan audio visual Pengenalan tempat Positive thinking

Page 94: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

94

B. Selama Berunding

Di awalBerdo’aPerkenalan Penegasan agenda pembicaraanPembahasan tata tertib (hari pertama)Penegasan lamanya waktu perundinganReview hasil perundingan sebelumnya Penunjukan notulen

Page 95: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

95

B. Selama Berunding Di Tengah

Bicaralah yang runut/sistematis Perhatikan pembicaraan lawan Jangan melakukan rapat dalam rapat Buat catatan-catatan Konsentrasi Lakukan kontak mata Kutip pernyataan dari lawan yg menguntungkan Hindari pertentangan pendapat sesama kawan

Page 96: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

96

B. Selama Berunding

Di Tengah Gunakan time out untuk konsolidasi Ciptakan suasana yang kondusif Bersikap santun Kreatif mencari alternatif pemecahan Hindari debat kusir Lakukan Klarifikasi (mengejar dg pertanyaan2 susulan) Hindari mendominasi pembicaraan Tumbuhkan rasa percaya diri Fokus

Page 97: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

97

B. Selama Berunding

Di akhir Buat risalah rapatBacakan dan koreksi jika ada kesalahan pengertian maupun penulisanTandatangani oleh semua yang hadirTegaskan pelaksanaan pertemuan berikutnyaSalam

Page 98: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

98

C. Setelah Berunding

Evaluasi Dokumentasi Sosialisasi

Page 99: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

OUTSOURCINGSesi-4

99

Page 100: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Definisi

• Outsourcing adalah menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis

(UU 13/2003, pasal 64)

100

Page 101: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Dasar Hukum

• UU 13/2003 pasal 64 - 66

101

Page 102: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Syarat & Ketentuan Outsorcing

• Bukan fungsi pokok perusahaan

• Dilakukan terpisah dari kegiatan utama

• Dialihkan kepada suatu badan hukum

• Ada perjanjian alih-daya tertulis

• Kondisi ketenagakerjaan (hak-hak normatif) sesuai ketentuan yang berlaku

Page 103: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

103

Page 104: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

104

Page 105: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. 105

Page 106: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Penjelasan Pasal 66

• Ayat (1) – Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok

atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

– Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.

• Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

106

Page 107: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Matriks Kebijakan & Strategi Hubungan Kerja

Jenis

Sifat

Fungsi pokok

Perusahaan

Bukan fungsi pokok perusahaan

Terus Menerus

PKWTTPKWTT /

Outsourcing

Tidak Terus Menerus

PKWTPKWT /

Outsourcing

Page 108: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PHK & PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL

108

Page 109: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PROSEDUR PHK, PERHITUNGAN PESANGON

Sesi-5

109

Page 110: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

110

Definisi

• Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha

(UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan: Bab I: ketentuan umum pasal 1 ayat 25)

Page 111: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

111

Dasar Hukum

• UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan: BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja, Pasal 150 s.d. 172

Page 112: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

112

Pointers tentang PHK dalam UU 13/2003

Pasal 151(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan

pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Pasal 153(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan

alasan :

a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;d. pekerja/buruh menikah;e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau

menyusui bayinya;

Page 113: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

113

f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;

g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Page 114: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

114

2 Kategori PHK

• PHK tanpa penetapan: tidak perlu meminta putusan penetapan PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

• PHK dengan penetapan: perlu atau wajib meminta putusan penetapan PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Page 115: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

115

PHK tanpa penetapanPasal 154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal :

a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Page 116: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

116

.

Page 117: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

117

TABEL JENIS TANGGUNGJAWAB PENGUSAHA (HAK KARYAWAN)

KODE JENIS UANG PESANGON KETERANGAN   Dasar Aturan    

UP Uang pesangonGaji pokok + tunjangan tetap Psl. 157 jo 156 ayat 2  

UPMK Uang penghargaan masa kerjaGaji pokok + tunjangan tetap

Psl. 157 jo 156 ayat 3      

UPH Uang penggantian hak            

UPH1 Cuti belum di ambil1/2 bulan gaji pokok   Psl. 156 ayat 4 a  

UPH2Biaya ongkos pulang pekerja & keluarganya

Sesuai tempat diterima kerja Psl. 156 ayat 4 b  

UPH3Penggantian perumahan, pengobatan & perawatan

15 %.UP+UPMK   Psl. 156 ayat 4 c  

UPH4 Hal lain sesuai KKB / KK / PPSesuai KKB / KK / Per. Prs. Psl. 156 ayat 4 d  

Upis Uang pisahSesuai KKB / KK / Per. Prs. Psl. 158 ayat 4    

GK Ganti Kerugian Perundingan   Psl. 158 ayat 4    

Page 118: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

118

TABEL UANG PESANGON SESUAI MASA KERJA

KODE Lama Kerja KETERANGAN  Dasar Aturan    

MK0 < 1 th 1 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 a

MK1 Lebih 1 th tapi kurang 2 th 2 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 b

MK2 Lebih 2 th tapi kurang 3 th 3 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 c

MK3 Lebih 3 th tapi kurang 4 th 4 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 d

MK4 Lebih 4 th tapi kurang 5 th 5 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 e

MK5 Lebih 5 th tapi kurang 6 th 6 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 f

MK6 Lebih 6 th tapi kurang 7 th 7 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 g

MK7 Lebih 7 th tapi kurang 8 th 8 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 h

MK8 > 8 th 9 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 i

Page 119: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

119

TABEL UANG PENGHARGAAN MASA KERJA(UPMK)

KODE Lama Kerja KETERANGAN  Dasar Aturan    

Upmk0 Klasifikasi UPMK < 3 tahun 0 upah   -      

Upmk1 Klasifikasi UPMK 3 - 6 th 2 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 a

Upmk2 Klasifikasi UPMK 6 - 9 th 3 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 b

Upmk3 Klasifikasi UPMK 9 - 12 th 4 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 c

Upmk4 Klasifikasi UPMK 12 - 15 th 5 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 d

Upmk5 Klasifikasi UPMK 15 - 18 th 6 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 e

Upmk6 Klasifikasi UPMK 18 - 21 th 7 upah   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 f

Upmk7 Klasifikasi UPMK 21 - 24 th 8 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 g

Upmk8 Klasifikasi UPMK > 24 th 10 upah  UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 h

Page 120: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

120

TABEL HAK PESANGON KARYAWAN SESUAI ALASAN TERJADINYA PHK

KODE

JENIS PENYEBAB PHK DASAR ATURAN UPUPM

KUPH1 (cuti)

UPH2 (transpo

rt)

UPH3 (rmh+o

bat)

UPH4

Upis GK

1 Karyawan melakukan kesalahan berat (berdasar putusan pengadilan)

Pasal 158 (1,3) jo KepMK 012/03, jo SE 13/2005

0 0 1 1   0 0  

2 Karyawan melakukan pelanggaran sesuai ketentuan kontrak kerja dan telah mendapat Surat Peringatan

Pasal 161 (3) 1 1 1 1 15% 0 0  

3 Karyawan berperkara pidana lebih dari 6 bulan (kasusnya bukan pengaduan Pengusaha)

Pasal 160 (3,6,7) jo SE 13/2005 0 1 1 1   0 0  

4 Mengundurkan diri Pasal 162 (1,2) 0 0 1 1   0 1  

5 Bukan karena kesalahan, tapi pekerja dapat menerima

Pasal 27 KEP. 150/2000 jo UUK 13/2003 psl 191

2 1 1 1 15% 0 0 1

6 Prubahan status,penggabungan,peleburan/ perubahan kepemilikan, pekerja tidak bersedia lanjut kerja.

Pasal 163 (1) 1 1 1 1 15% 0 0  

7 Perubahan status, penggabungan, peleburan, pengusaha tidak bersedia menerima karyawan kembali bekerja

Pasal 163 (2) 2 1 1 1 15% 0 0  

8 Perusahaan tutup karena rugi, force majeur Pasal 164 (1) 1 1 1 1 15% 0 0  

9 Perusahaan tutup karena melakukan efisiensi Pasal 164 (3) 2 1 1 1 15% 0 0  

10 Perusahaan pailit Pasal 165 1 1 1 1 15% 0 0  

11 Karyawan meninggal dunia Pasal 166 2 1 1 1 15% 0 0  

12 Karyawan tidak masuk 5 hari secara berturut-turut tanpa surat yg dpt dipertanggungjawabkan (mangkir)

Pasal 168 (1,3) 0 0 1 1 0 0 0  

13 Pengusaha menganiaya karyawan & pengusaha wanprestasi

Pasal 169 (1,2) 2 1 1 1 15% 0 0  

14 Karyawan mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah 12 bulan

Pasal 172 2 2 1 1 15% 0 0  

15 Karyawan masuk masa pensiun (Belum diikutkan program pensiun)

Pasal 167 (1,5) 2 1 1 1 15% 0 0  

16 Karyawan masuk masa pensiun (Telah diikutkan program pensiun dgn iuran dari perusahaan)

Pasal 167 (1) 0 0 1 1 15% 0 0  

Page 121: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL

Sesi-6

121

Page 122: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

122

Dasar Hukum

• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

• Disahkan di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 2004 oleh Presiden Republik Indonesia: Megawati Soekarnoputri

Page 123: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

123

Sistimatika UU 2 / 2004

• BAB I. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 – 2)

• BAB II. TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

– Bagian Kesatu Penyelesaian Melalui Bipartit (Pasal 3 – 7)

– Bagian Kedua Penyelesaian Melalui Mediasi (Pasal 8 – 16)

– Bagian Ketiga Penyelesaian Melalui Konsiliasi (Pasal 17 – 28)

– Bagian Keempat Penyelesaian Melalui Arbitrase (Pasal 29 – 54)

• BAB III. PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL– Bagian Kesatu Umum (Pasal 55 – 60)

– Bagian Kedua Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Hakim Kasasi (Pasal 61- 73)

– Bagian Ketiga Sub Kepaniteraan dan Panitera Pengganti (Pasal 74 – 80)

Page 124: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

124

• BAB IV. PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL– Bagian Kesatu Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim

• Paragraf 1 Pengajuan Gugatan (Pasal 81 – 88)• Paragraf 2 Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (Pasal 89 – 97)• Paragraf 3 Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (Pasal 98 – 99)• Paragraf 4 Pengambilan Putusan (Pasal 100 – 112)

– Bagian Kedua Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi (Pasal 113 – 115)

• BAB V. SANKSI ADMINISTRASI DAN KETENTUAN PIDANA– Bagian Kesatu Sanksi Administratif (Pasal 116 – 121)– Bagian Kedua Ketentuan Pidana (Pasal 122)

• BAB VI. KETENTUAN LAIN-LAIN (Pasal 123)• BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 124)• BAB VIII. KETENTUAN PENUTUP (Pasal 125 – 126)

Page 125: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

125

Definisi

• Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

(Pasal 1 ayat 1 UU 2 / 2004)

Page 126: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

126

• Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

• Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

• Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

• Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan

antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Page 127: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

1277

Page 128: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

1288

Page 129: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

129

Perundingan Bipartit

• Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Page 130: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

130

Bagian KesatuPenyelesaian Melalui Bipartit

Pasal 3 (1)  Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui

perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.(2)  Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.(3)  Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah

satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Pasal 4 (1)  Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah

satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

(2)  Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.

(3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.

(4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.

(5) Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

(6) Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

Page 131: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

13111

Page 132: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

132

Mediasi & Mediator

• Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

• Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Page 133: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

133

Pasal 13

(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:

a.  Mediator mengeluarkan anjuran tertulis; b.  Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-

lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;

c.  Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d.  Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;

e.  Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Page 134: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

13414

Page 135: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

135

Konsiliasi & Konsiliator

• Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

• Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Page 136: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

136

Pasal 23

(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka:

a. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-

lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;

c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;

e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Page 137: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

13717

Page 138: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

138

Arbitrase & Arbiter• Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut

arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

• Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Page 139: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

139

Pasal 44

(1)  Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.

(2) Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.

(3) Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian.

(5) Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.

Pasal 51

(1) Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.

(2) Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.

(3) Dalam hal putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan.

(4) Perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri setempat dengan tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase.

Page 140: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

140

Pasal 52(1) Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan

pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a.  surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;

b.  setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;

c.  putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;

d.  putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; ataue.  putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.

(3) Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan pembatalan.

Pasal 53Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Page 141: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

141

PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI

PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Pasal 103 Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama.

Pasal 104Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti.

Pasal 105Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2).

Pasal 106 Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani, Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan putusan.

Page 142: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

142

Pasal 107Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan diterbitkan harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.

Pasal 108Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi.

Pasal 109Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

Pasal 110 Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan

perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja:

a.  bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan di bacakan dalam sidang majelis hakim;b.  bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.

Pasal 111Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

Pasal 112 Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung.

Page 143: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

143

Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi

Pasal 113 Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 114 Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 115Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan

kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.

Page 144: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

TEKNIK MENGHADAPI PEMERIKSAAN DISNAKER

Sesi-7

144

Page 145: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Definisi

• Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan

(UU 13/2003)

145

Page 146: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

BAB XIV

PENGAWASAN

Pasal 176

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenaga-kerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 177

Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 178

(1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

(2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. 146

Page 147: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Pasal 179

(1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.

(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan KeputusanMenteri.

Pasal 180

Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 181

Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 wajib :

a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;

b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.147

Page 148: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

[email protected]

• 0816.620.647

148

Page 149: Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

Isu Sentral HI?

• Upah Minimum: UMK < KHL

• Kontrak Kerja

• Outsourcing

• Pesangon

• Revisi UU 13/2003

• Pelaksanaan Hak-Hak Normatif

149