14
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPM MURWANTI JIMBARAN KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL OLEH : WIWIT LARASATI 030218A136 PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2019

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR

PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPM MURWANTI

JIMBARAN KECAMATAN BANDUNGAN

KABUPATEN SEMARANG

ARTIKEL

OLEH :

WIWIT LARASATI

030218A136

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2019

Page 2: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM
Page 3: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 1

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DENGAN KEJADIAN

RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPM

MURWANTI JIMBARAN KECAMATAN BANDUNGAN

KABUPATEN SEMARANG

Wiwit Larasati1, Chichik Nirmasari

2, Puji Lestari

2

D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo

D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo

D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo

Email : [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Besar bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum. Sedangkan dilihat dari status paritas umumnya ruptur perineum

terjadi pada primipara, tetapi tidak jarang juga terjadi pada multipara. Penyebab

yang biasa terjadi pada ibu adalah partus presipitatus, mengejan terlalu kuat,

edema, kerapuhan pada perineum, kelenturan jalan lahir, dan persalinan dengan

tindakan.

Tujuan: untuk mengetahui hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian

ruptur perineum pada persalinan normal di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang

Metode: penelitian ini menggunakan penelitian korelasional dengan pendekatan

cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di

BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang bulan

Agustus 2017-Juli 2018 sebanyak 57 ibu bersalin. Sampel sebanyak 57 ibu

bersalin. Teknik sampling total sampling. Instrumen penelitian ini adalah register

persalinan data berat badan bayi baru lahir dan data rupture perineum. Analisis

data menggunakan uji chi square.

Hasil: Sebagian besar berat badan bayi lahir pada pada persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang adalah normal

sebanyak 53 responden (93,3%), kurang sebanyak 2 responden (3,5%) dan lebih

sebanyak 2 responden (3,5%). Sebagian besar kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42 responden (73,7%) dan ruptur

sebanyak 15 responden (26,3%). Ada hubungan antara berat badan bayi lahir

dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di BPM Murwanti

Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang (p 0,041).

Saran: Responden diharapkan lebih mengetahui penyebab kejadian rupture

perineum sehingga responden dapat memahami dan mempersiapkan

kehamilannya untuk mencegah ruptur.

Kata kunci : berat badan bayi lahir, kejadian ruptur perineum.

Kepustakaan : 46 pustaka (2009 – 2019)

Page 4: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 2

ABSTRACT

Background: Large babies born will increase the risk of perineal rupture. While

seen from parity status perineum rupture generally occurs in primipara, but not

infrequently it also occurs in multiparas. Common causes in mothers are

parturition of the precipitate, excessive straining, edema, fragility of the perineum,

flexibility of the birth canal, and labor with action.

Objective: to determine the relationship of birth weight with the occurrence of

perineal rupture in normal childbirth at BPM Murwanti Jimbaran Bandungan

District Semarang Regency

Method: this study uses correlational research with cross sectional approach. The

population in this study were all mothers giving birth at BPM Murwanti Jimbaran

Bandungan District Semarang Regency in August 2017-July 2018 as many as 57

women gave birth. A sample of 57 women gave birth. Total sampling technique.

The instrument of this study was the birth register of newborn weight data and

perineal rupture data. Data analysis using chi square test.

Results: Most of the baby's weight born in normal childbirth at BPM Murwanti

Jimbaran Bandungan District Semarang Regency was normal as many as 53

respondents (93.3%), less as many as 2 respondents (3.5%) and more as much as

2 respondents (3, 5%). Most of the events of perineal rupture in normal childbirth

at BPM Murwanti Jimbaran, Bandungan Subdistrict, Semarang Regency were un

ruptured as many as 42 respondents (73.7%) and rupture of 15 respondents

(26.3%). There is a relationship between birth weight of babies with the

occurrence of perineal rupture in normal childbirth at BPM Murwanti Jimbaran

Bandungan District of Semarang Regency (p 0.041).

Suggestion: Respondents are expected to know more about the causes of perineal

rupture events so that respondents can understand and prepare for pregnancy to

prevent rupture.

Keywords: birth weight, perineal rupture.

Literature: 46 libraries (2009 - 2019)

Page 5: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) dan

Angka Kematian Bayi (AKB)

merupakan salah satu indikator

pembangunan kesehatan dalam

RPJMN 2015-2019 dan SDGs yaitu

menjamin kehidupan yang sehat dan

mendorong kesejahteraan bagi semua

orang di segala usia pada tahun 2030

dengan salah satu targetnya adalah

mengurangi AKI hingga di bawah

70/100.000 kelahiran hidup. Menurut

data SDKI, Angka Kematian Ibu

sudah mengalami penurunan pada

periode tahun 1994-2012 yaitu pada

tahun 1994 sebesar 390/100.000

kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar

334/100.000 kelahiran hidup, tahun

2002 sebesar 307/100.000 kelahiran

hidup, tahun 2007 sebesar

228/100.000 kelahiran hidup, namun

pada tahun 2012 AKI kembali

meningkat menjadi 359/100.000

kelahiran hidup (SDKI, 2012).

Tiga faktor utama kematian ibu

melahirkan adalah perdarahan (28%),

eklampsia (24%), dan infeksi (11%).

Diperkirakan terdapat 14 juta kasus

perdarahan dalam kehamilan di

Indonesia. Setiap tahunnya paling

sedikit 128.000 perempuan mengalami

perdarahan sampai meninggal.

Perdarahan pasca persalinan terutama

perdarahan postpartum primer

merupakan perdarahan yang paling

banyak menyebabkan kematian ibu

Kemenkes (2010). Penyebab tertinggi

perdarahan postpartum adalah atonia

uteri (50-60%), retensio plasenta (16-

17%), retensio sisa plasenta (23-24%),

laserasi jalan lahir (4-5%), dan

kelainan darah (0.5-0.8%). Perdarahan

pasca persalinan juga seringkali

disebabkan oleh robekan perineum.

Robekan perineum biasanya ringan,

tetapi kadang-kadang terjadi juga luka

yang luas dan berbahaya. Penyebab

utama kematian ibu di Indonesia

adalah perdarahan postpartum karena

atonia uteri, sedangkan laserasi jalan

lahir menjadi penyebab kedua yang

salah satunya adalah ruptur perineum

yang dapat terjadi pada hampir setiap

persalinan pervaginam (Sumarah,

2009).

Laserasi jalan lahir merupakan

penyebab kedua perdarahan setelah

atonia uteri yang terjadi pada hampir

persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Pada

seorang primipara atau orang yang

baru pertama kali melahirkan, ketika

terjadi peristiwa “kepala keluar pintu”

biasanya tidak dapat tegangan yang

kuat sehingga robek pada pinggir

depannya. Luka-luka biasanya ringan

tetapi kadang-kadang terjadi juga luka

yang luas dan berbahaya. Sebagai

akibat persalinan terutama pada

seorang primipara, biasa timbul luka

pada vulva di sekitar introitus vagina

yang biasanya tidak dalam akan tetapi

kadang-kadang bisa timbul perdarahan

banyak (Winkjosastro, 2012). Berat

badan bayi dapat mempengaruhi

proses persalinan kala II. Berat badan

bayi lahir umumnya antara 2500- 4000

gram (Vivian, 2011).

Semakin besar bayi yang

dilahirkan akan meningkatkan resiko

terjadinya ruptur perineum. Sedangkan

dilihat dari status paritas umumnya

ruptur perineum terjadi pada

primipara, tetapi tidak jarang juga

terjadi pada multipara. Penyebab yang

biasa terjadi pada ibu adalah partus

presipitatus, mengejan terlalu kuat,

Page 6: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 4

edema, kerapuhan pada perineum,

kelenturan jalan lahir, dan persalinan

dengan tindakan (William, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh

Noviatri (2015) menyatakan ada

hubungan antara berat lahir bayi

dengan kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal primipara di RSUD

Dr. Soedirman Kebumen tahun 2014

dan penelitan lain oleh Wijayanti

(2019) menunjukkan ada hubungan

yang signifikan antara berat badan

bayi baru lahir dengan kejadian ruptur

perineum persalinan normal pada ibu

primigravida di Puskesmas Gemuh 01

Kecamatan Gemuh Kabupaten

Kendal. Namun penelitian Garedja

(2012) menyatakan tidak ada

hubungan yang signifikan antara berat

badan lahir dengan ruptur perineum

primipara.

Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang pada

bulan Januari-Juli 2017 didapatkan 30

persalinan normal. Dari 30 ibu ini ada

yang mengalami ruptur perineum

sebanyak 12 ibu dan yang tidak

mengalami rupur sebanyak 18 ibu. Ibu

yang mengalami ruptur perineum

dengan berat badan lahir bayi 2500-

4000 gram sebanyak 11 ibu dan berat

badan lahir bayi >4000 gram 1 ibu.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka peneliti tertarik untuk

melakukan meneliti hubungan berat

badan bayi lahir dengan kejadian

ruptur perineum pada persalinan

normal di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

penelitian korelasional dengan

pendekatan cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu

melahirkan di BPM Murwanti

Jimbaran Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang bulan Agustus

2017-Juli 2018 sebanyak 57 ibu

bersalin. Sampel sebanyak 57 ibu

bersalin. Teknik sampling total

sampling. Instrumen penelitian ini

adalah register persalinan data berat

badan bayi baru lahir dan data rupture

perineum. Analisis data menggunakan

uji chi square.

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

1. Berat badan bayi lahir pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi

berat badan bayi lahir pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang. Berat Badan

Bayi Lahir Frekuensi Persentase (%)

Kurang

Normal

Lebih

2

53

2

3,5

93,0

3,5

Total 57 100,0

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa

sebagian besar berat badan bayi lahir

pada pada persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang

adalah normal sebanyak 53

responden (93,3%), kurang sebanyak

2 responden (3,5%) dan lebih

sebanyak 2 responden (3,5%).

2. Kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Page 7: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 5

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi

kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Kejadian

Ruptur

Perineu

m Frekuensi

Persentase

(%)

Ruptur

Tidak Ruptur 15

42

26,3

73,7

Total 57 100,0

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa

sebagian besar kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal di

BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang

adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42

responden (73,7%) dan ruptur

sebanyak 15 responden (26,3%).

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara berat badan bayi

lahir dengan kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal

di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang.

Tabel 4.3. Hubungan berat

badan bayi lahir dengan kejadian

ruptur perineum pada persalinan

normal di BPM Murwanti

Jimbaran Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang. Berat

Badan

Bayi Lahir

Ruptur Perineum Total

P value

Tidak Ya

f % f % f %

Kurang

Normal

Lebih

2

40

0

100,0

75,5

0,0

0

13

2

0,0

24,5

100,0

2

53

2

100,0

100,0

100,0

0,041

Total 42 73,3 15 26,3 57 100,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa berat

badan bayi lahir pada kategori

kurang semuanya tidak mengalami

ruptur perineum sebanyak 2

responden (100,0%), berat badan

bayi lahir pada kategori normal

sebagian besar tidak mengalami

ruptur perineum sebanyak 40

responden (75,5%), berat badan bayi

lahir pada kategori lebih semuanya

mengalami ruptur perineum

sebanyak 2 responden (100,0%).

Hasil uji chi square didapatkan nilai

p 0,041 < =0,05 sehingga ada

hubungan antara berat badan bayi

lahir dengan kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal di

BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN

1. Berat badan bayi lahir pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar berat badan bayi lahir

pada pada persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang

adalah normal sebanyak 53

responden (93,3%), kurang sebanyak

2 responden (3,5%) dan lebih

sebanyak 2 responden (3,5%).

Pada janin yang mempunyai berat

lebih dari 4000 gram memiliki

kesukaran yang ditimbulkan dalam

persalinan adalah karena besarnya

kepala atau besarnya bahu. Bagian

paling keras dan besar dari janin

adalah kepala, sehingga besarnya

kepala janin mempengaruhi berat

badan janin. Oleh karena itu

sebagian ukuran kepala digunakan

Berat Badan (BB) janin. Kepala

janin besar dan janin besar dapat

menyebabkan laserasi perineum

(Mochtar, 2011).

Page 8: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 6

Selain itu bayi baru lahir yang terlalu

besar atau berat badan lahir lebih

dari 4000 gram akan meningkatkan

resiko proses persalinan yaitu

kemungkinan terjadi bahu bayi

tersangkut, bayi akan lahir dengan

gangguan nafas dan kadang bayi

lahir dengan trauma leher, bahu dan

syarafnya. Hal ini terjadi karena

berat bayi yang besar sehingga sulit

melewati panggul dan menyebabkan

terjadinya ruptur perineum pada ibu

bersalin.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hirayama dkk yang

dalam penelitiannya menyatakan

bahwa berat badan bayi baru lahir

berkaitan dengan ruptur perineum

dan untuk berat badan lahir lebih,

merupakan faktor resiko dari ruptur

derajat 3 dan ruptur derajat 4 serta

mempunyai angka 1,98 kali untuk

Afrika dan 2,99 (Asia) kali lebih

tingi dibanding wanita yang

mempunyai bayi dengan berat badan

lahir 2500-3999 gram.

Penelitian terdahulu oleh Prastiwi

(2016) Sebanyak 83,2% bayi

memiliki berat badan lahir >2500

gram. Sebanyak 107 orang (25.2%)

mengalami ruptur perineum. Hasil

uji chi square, nilai pvalue (2-sided)

0,000 (< 0,05). Ada hubungan antara

berat badan lahir bayi dengan

kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Tegalrejo. Simpulan dan

Saran: Terdapat hubungan antara

berat badan lahir bayi dengan

kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Tegalrejo. Diharapkan

kepada tenaga kesehatan khususnya

bidan agar dapat bekerjasama dengan

kader sehingga kader dapat

memberikan informasi kepada ibu

hamil mengenai pijat perineum untuk

mencegah ruptur perineum. Sesuai

penelitian Sholekhah (2017) yang

menunjukkan terdapat hubungan

berat badan bayi baru lahir dengan

kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal primipara dengan

nilai p value 0,006.

2. Kejadian ruptur perineum pada

persalinan normal di BPM

Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal di

BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang

adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42

responden (73,7%) dan ruptur

sebanyak 15 responden (26,3%).

Persalinan normal dengan dibantu

pertolongan persalinan yang baik

sesuai asuhan sayang ibu dapat

membantu mencegah terjadinya

ruptur perineum. Luka pada

perineum yang terjadi karena sebab-

sebab tertentu tanpa dilakukan

tindakan perobekan atau disengaja.

Luka ini terjadi pada saat persalinan

dan biasanya tidak teratur.

Hasil penelitian didapatkan

responden yang mengalami tidak

ruptur sebanyak 42 responden

(73,3%). Ruptur perineum adalah

robeknya perineum pada saat janin

lahir. Berbeda dengan episiotomi,

robekan ini sifatnya traumatic karena

perineum tidak kuat menahan

regangan pada saat janin lewat

(Siswosudarmo, 2009). Laserasi pada

vagina atau peineum dapat terjadi

saat kepala dan bahu dilahirkan.

Kejadian laserasi akan meningkat

jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan

tidak terkendali. Jalin kerjasama

dengan ibu dan dapat mengatur

Page 9: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 7

kecepatan kelahiran bayi dan

mencegah terjadinya laserasi (JNPK-

KR, 2013).

Kejadian ruptur perineum dapat

disebabkan banyak faktor seperti

faktor janin yang menjadi penyebab

terjadinya ruptur perineum adalah

berat badan lahir, posisi kepala yang

abnormal, distosia bahu, kelainan

bokong dan lain-lain. Berat badan

lahir yang lebih dari 4000 gram

dapat meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum hal ini disebabkan

oleh karena perineum tidak cukup

kuat menahan regangan kepala bayi

dengan berat badan bayi yang besar

dan faktor maternal yang paling

utama adalah partus presipitatus,

perineum kaku, arcus pubis yang

sempit, paritas, dan perluasan dengan

episiotomy, pada saat proses

persalinan akan terjadi penekanan

pada jalan lahir lunak oleh kepala

janin. Perineum yang masih utuh

pada primi maka akan mudah terjadi

robekan.

Laserasi perineum seperti yang telah

diuraikan diatas terjadi pada saat

pengeluaran bayi / kala II persalinan

yaitu bagian terdepan anak telah

berada di dasar panggul, sehingga

untuk memberi tempat bagian

terdepan dari anak maka perineum

harus mengembang/merengang.

Peregangan perineum tersebut harus

ditahan dengan tangan penolong

persalinan untuk menghindari

terjadinya robekan perineum. Selain

menahan perineum yang meregang,

untuk mencegah robekan perineum

bidan dapat menahan bagian

subocciput janin agar tidak terlalu

cepat melakukan defleksi.

Hal ini sejalan dengan penelitian dari

Chigbu dkk yang menyatakan bahwa

90% dari primipara mengalami

episiotomi. Dan nullipara secara

signifikan merupakan faktor resiko

dari episiotomi. Demikian juga

dengan penelitian dari Francisco dkk,

dengan hasil penelitian menuturkan

bahwa trauma perineum paling

sering terjadi diakibatkan oleh

episiotomi (75,4%) dan dari wanita

yang mengalami episiotomi paling

banyak menderita nyeri pada

perineum.

Penelitian terdahulu oleh Wijayanti

(2019) menyatakan ada hubungan

yang bermakna antara berat badan

bayi baru lahir dengan kejadian

ruptur perineum persalinan normal

pada ibu primigravida dengan nilai p

= 0.021 dan penelitian oleh Nasriah

(2011) menyatakan ada hubungan

antara berat badan lahir bayi

terhadap kejadian ruptur perineum.

Analisis Bivariat

3. Hubungan antara berat badan bayi

lahir dengan kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal

di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan ada

hubungan antara berat badan bayi

lahir dengan kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal di

BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

Berat badan janin dapat

mengakibatkan terjadinya rupture

perineum yaitu pada berat badan

janin diatas 4000 gram, karena risiko

trauma partus melalui vagina seperti

distosia bahu dan kerusakan jaringan

lunak pada ibu. Perkiraan berat janin

tergantung pada pemeriksaan klinik

atau ultrasonografi dokter atau bidan.

Pada masa kehamilan, hendaknya

Page 10: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 8

terlebih dahulu mengukur tafsiran

beran badan janin (Chalik, 2009).

Hasil penelitian ini didukung

penelitian terdahulu oleh Kartini

(2009) dimana dari 150 responden

diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil

dari nilai p = 0,05. Dengan demikian,

Ho ditolak dan Ha diterima berarti

ada hubungan antara berat badan

lahir bayi terhadap kejadian ruptur

perineum. Hal ini terjadi karena

semakin besar bayi yang dilahirkan

akan meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum dikarenakan berat

badan lahir yang besar berhubungan

dengan besarnya janin yang dapat

mengakibatkan perineum tidak

cukup kuat menahan regangan

kepala bayi dengan berat badan lahir

yang besar sehingga pada proses

kelahiran bayi dengan berat badan

lahir yang besar sering terjadi ruptur

perineum.

Hal ini dapat dilihat dari berat badan

bayi lahir pada kategori kurang

semuanya tidak mengalami ruptur

perineum sebanyak 2 responden

(100,0%). Berat badan janin dapat

mempengaruhi proses persalinan

kala II. Berat neonatus pada

umumnya < 4000 gr dan jarang

mebihi 5000 gr. Kriteria janin cukup

bulan yang lama kandungannya 40

minggu mempunyai panjang 48-50

cm dan berat badan 2750 – 3000

gram (Saifuddin, 2013).

Hasil penelitian didapatkan berat

badan bayi lahir pada kategori

normal sebagian besar tidak

mengalami ruptur perineum

sebanyak 40 responden (75,5%).

Penelitian dari Groutz dkk juga

mendukung bahwa berat badan bayi

lahir lebih, primipara, usia maternal

yang lebih muda, durasi kala 2

persalinan yang memanjang, etnik

Asia, dan persalinan yang dibantu

vacum secara signifikan lebih sering

terjadi pada wanita yang mengalami

ruptur derajat 3 dan ruptur derajat 4

dibandingkan wanita yang tidak

mengalami ruptur.

Hasil penelitian ini masih ada berat

badan bayi lahir pada kategori

normal tetapi mengalami ruptur

perineum sebanyak 13 responden

(24,5%). Hal ini disebabkan faktor

lain yang menyebabkan ruptur

perineum seperti posisi ibu meneran

dan kelenturan jalan lahir. Menurut

(Wiknjosastro, 2012) seperti partus

presipitatus, jarak kelahiran,

mengejan terlalu kuat , edema dan

kerapuhan pada perineum, paritas,

kesempitan panggul dan CPD,

kelenturan jalan lahir, cara

memimpin mengejan dan dorongan

pada fundus uteri, anjuran posisi

meneran, ketrampilan menahan

perineum dan mempersiapkan ibu

sebaik-baiknya dalam menolong

persalinan sesuai asuhan untuk

meminimalkan robekan perineum

seperti dengan mengajarkan senam

hamil dan memimpin persalinan

dengan baik.

Penelitian terdahulu oleh Garedja

(2012) menyatakan hasil tidak ada

hubungan yang signifikan antara

berat badan lahir dengan ruptur

perineum primipara. Hal ini sesuai

dengan penelitian dari Mohamed

dkk, yang menyatakan tidak ada

hubungan antara kondisi perineum

dan berat badan lahir bayi. Sejalan

dengan itu, Rathfisch dkk

menyebutkan tidak terdapat

hubungan signifikan secara statistik

antara berat badan bayi batu lahir,

panjang atau lingkar kepala bayi

Page 11: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 9

dengan ruptur perineum. Yang

memiliki hubungan secara signifikan

terhadap ruptur perineum pada

penelitian Ratficsh dkk adalah

peningkatan usia rata-rata dari

wanita saat persalinan, penggunaan

fundal pressure, pemanjangan waktu

kala 2, tindakan early episiotomi,

penggunaan oxytocin dan dolatin,

serta tim kesehatan (obstetrician dan

para bidan) yang membantu

persalinan. Sedangkan dalam

penelitian Hornemann dkk,

menyatakan bahwa berat badan lahir

secara signifikan berhubungan

dengan ruptur perineum dan

merupakan salah satu dari faktor

resiko terjadinya ruptur perineum.

Selain berat badan lahir, Horneman

dkk juga menyebutkan usia maternal,

tindakan episiotomi, vaginal

operative delivery merupakan

kontributor yang signifikan terhadap

ruptur perineum pada primipara.

Dalam penelitian Mikolajczyk juga

menemukan bayi besar banyak sekali

meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum derajat 3 dan derajat

4 serta laserasi periuretral.

Hasil penelitian didapatkan

responden yang berat badan bayi

lahir pada kategori lebih semuanya

mengalami ruptur perineum

sebanyak 2 responden (100,0%).

Hasil penelitian ini ada kesesuaian

dengan teori menurut Saifuddin

(2013), semakin besar berat bayi

yang dilahirkan meningkatkan risiko

terjadinya ruptur perineum. Hal ini

terjadi karena semakin besar berat

badan bayi yang dilahirkan akan

meningkatkan risiko terjadinya

ruptur perineum karena perineum

tidak cukup kuat menahan regangan

kepala bayi dengan berat badan bayi

yang besar, sehingga pada proses

kelahiran bayi dengan berat badan

bayi lahir yang besar sering terjadi

ruptur perineum.

Pada janin yang mempunyai berat

lebih dari 4000 gram memiliki

kesukaran yang ditimbulkan dalam

persalinan adalah karena besarnya

kepala atau besarnya bahu. Bagian

paling keras dan besar dari janin

adalah kepala,sehingga besarnya

kepala janin mempengaruhi berat

badan janin. Oleh karena itu

sebagian ukuran kepala digunakan

Berat Badan (BB) janin. Kepala

janin besar dan janin besar dapat

menyebabkan laserasi perineum

(Mochtar, 2011). Dari uraian diatas

terlihat bahwa faktor ibu dalam hal

paritas memiliki kaitan dengan

terjadinya rupture perineum. Ibu

dengan paritas satu atau ibu

primipara mengalami resiko yang

lebih tinggi. Jarak kelahiran kurang

dari dua tahun juga termasuk dalam

kategori risiko tinggi karena dapat

menimbulkan komplikasi dalam

persalinan. Dalam kaitannya dengan

terjadinya rupture perineum, maka

berat badan bayi yang berisiko

adalah berat badan bayi diatas 4000

gram.

Berdasarkan teori yang ada, robekan

perineum terjadi pada kelahiran

dengan berat badan lahir yang besar.

Hal ini terjadi karena semakin besar

bayi yang dilahirkan akan

meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum dikarenakan berat

badan lahir yang besar berhubungan

dengan besarnya janin yang dapat

mengakibatkan perineum tidak

cukup kuat menahan regangan

kepala bayi dengan berat badan lahir

yang besar sehingga pada proses

Page 12: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 10

kelahiran bayi dengan berat badan

lahir yang besar sering terjadi ruptur

perineum.

Faktor resiko terjadinya ruptur

perineum pada semua klasifikasinya

menurut Silva dkk, adalah

penggunaan oxytocin selama proses

persalinan, posisi ibu sewaktu

melahirkan, dan berat badan bayi

lahir. Bahkan secara statistikal

signifikan terdapat hubungan antara

wanita dengan berat badan lahir

bayinya ≥3500 gram, lebih sering

mengalami trauma perineum berat.

Brohi dkk dalam penelitiannya juga

menemukan bahwa ruptur perineum

lebih sering terjadi pada persalinan

yang dipimpin oleh para bidan dan

dokter-dokter junior.

C. Keterbatasan

Keterbatasan dalam

penelitian ini adalah faktor lain

yang mempengaruhi kejadian

ruptur perineum pada ibu

bersalin seperti paritas, posisi

melahirkan, teknik mengejan

dan pimpinan persalinan tidak

dikendalikan/diteliti sehingga

dapat mempengaruhi kejadian

ruptur perineum. Peneliti juga

mengabaikan penyebab ruptur

perineum karena tindakan

episiotomi atau tidak. Sehingga

menyebabkan penelitian ini

masih rancu penyebab ruptur

perineum disebabkan tindakan

episiotomi atau tidak.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar berat badan bayi

lahir pada pada persalinan normal

di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang adalah

normal sebanyak 53 responden

(93,3%), kurang sebanyak 2

responden (3,5%) dan lebih

sebanyak 2 responden (3,5%).

2. Sebagian besar kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal

di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang adalah tidak

ruptur yaitu sebanyak 42

responden (73,7%) dan ruptur

sebanyak 15 responden (26,3%).

3. Ada hubungan antara berat badan

bayi lahir dengan kejadian ruptur

perineum pada persalinan normal

di BPM Murwanti Jimbaran

Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang (p 0,041).

B. Saran

1. Bagi Responden

Responden diharapkan

mempersiapkan kehamilannya

untuk mencegah ruptur perineum

saat persalinan dengan mengikuti

kelas ibu hamil yang menambah

pengetahuan tentang kehamilan

dan persalinan. Responden

diharapkan pula mempersiapkan

persalinan dengan mengikuti

senam hamil maupun yoga untuk

melenturkan jalan lahir.

2. Bagi Bidan

Bidan diharapkan mengetahui

faktor yang berhubungan dengan

ruptur perineum seperti partus

presipitatus, jarak kelahiran,

mengejan terlalu kuat, edema dan

kerapuhan pada perineum, paritas,

kesempitan panggul dan CPD,

kelenturan jalan lahir, cara

memimpin mengejan dan

dorongan pada fundus uteri,

anjuran posisi meneran,

Page 13: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 11

ketrampilan menahan perineum

dan mempersiapkan ibu sebaik-

baiknya dalam menolong

persalinan sesuai asuhan untuk

meminimalkan robekan perineum

seperti dengan mengajarkan

senam hamil dan memimpin

persalinan dengan benar.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian selanjutnya

diharapkan untuk lebih

mengetahui apa saja penyebab

ruptur perineum agar tidak

menyebabkan penelitian rancu.

DAFTAR PUSTAKA

Chalik, T.M.A. 2009. Perdarahan

pada Kehamilan Lanjut dan

Persalinan, Dalam: Ilmu

Kebidanan, Edisi 4. Jakarta:

Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Garedja. 2013. ‘Hubungan Berat

Badan Lahir Dengan Ruptur

Perineum Pada Primipara Di

RSUP PROF. Dr. R. D.

Kandou Manado 1’, Jurnal e-

Biomedik (ebm), volume 1,

pp. 719–725.

Groutz A, Cohen A, Gold R, Hasson

J, Lessing JB, Gordon D.

2011. Risk factors for sever

perineal injury during

childbirth: a case-control

study of 60 consecutive case.

The association of

Coloproctology of great

britain and ireland. 13:e216-

19.

Hornemann A, Kamischke A,

Luedders DW, Beyer DA,

Diedrich K, Bohlmann MK.

2009. Advanced age is a risk

factor for higher grade

perineal lacerations during

delivery in nulliparous

women. Arch Gynecol

Obstet. 281:59-64.

Hirayama F, Koyanagi A, Mori R,

Zhang J, Souza JP,

Gülmezoglu AM. 2012.

Prevalence and risk factors

for third-and fourth-degree

perineal lacerations during

vaginal delivery: a

multicountry study. BJOG.

119:340-7.

JNPK-KR. 2013. Asuhan Persalinan

Normal. Jakarta: JNPK-KR

Mikolajcyk RT, Zhang J, Troendle J,

Chan L. 2009. Risk factors

for birth canal laceration in

primiparous women. Am J

Perinatol. 25:259-64.

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis

Obstetri. Jakarta: Penertbit

Buku Kedokteran, EGC.

Nasriah. 2011. ‘Hubungan Berat

Badan Lahir Bayi Dengan

Tingkat Ruptur Perineum

Pada Ibu Dengan Persalinan

Normal Di Rumah Sakit Ibu

Dan Anak Siti Fatimah

Makassar’. Available at:

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri

Alauddin.

Noviatri, Syarifah. 2015. ‘Hubungan

Berat Lahir Bayi Dengan

Page 14: HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang 12

Kejadian Ruptur Perineum

Pada Persalinan Normal

Primipara Di RSUD Dr.

Soedirman Tahun 2014’.

Naskah Publikasi. Hal: 1-10.

Prastiwi. 2017. ‘Hubungan Berat

Badan Lahir Bayi Dengan

Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Tegalrejo

Yogyakarta Tahun 2016’.

Available at: Program Studi

Bidan Pendidik Jenjang

Diploma IV Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta.

Rathfish C, Beji NK, Tekirdag AI,

Aslan H. 2011. Risk factors

for perineal tears in normal

vagina births. Gebursth

Frauenheilk. 71:677-82.

Saifuddin, 2013. Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2014. Ilmu

Kebidanan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Silva FMB, Oliveira SMJV, Bick D,

Osava RH, Tuesta EF, Riesco

MLG. 2012. Risk factors for

birth-related perineal trauma:

a cross-sectional study in a

bitrh centre. JNC. 9:2209

Siswosudarmo. 2009. Obstetri

Fisiologi. Yogyakarta:

Bidang Diklat RSUP DR.

Sardjito.

Sholekah. 2017. ‘Hubungan Berat

Badan Bayi Baru Lahir

Dengan Kejadian Ruptur

Perineum Pada Persalinan

Normal Primipara di

Puskesmas Tegalrejo’.

Available at: Program Studi

Bidan Pendidik Jenjang

Diploma IV Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta .

Sumarah. 2009. Perawatan Ibu

Bersalin : Asuhan Kebidanan

Pada Ibu Bersalin.

Yogyakarta : Fitramaya.

Sumarah dkk 2010. Perawatan ibu

bersalin. Yogyakarta:

Penerbit CV Fitramaya.

Vivian Nanny Lia; Sunarsih, Tri.

2011. Asuhan Kebidanan Ibu

Nifas. Jakarta : Salemba

Medika.

Wijayanti, Heny Noor. 2019.

‘Hubungan Berat Badan Bayi

Baru Lahir dengan

Kejadian Ruptur Perineumm

Persalinan Pada Ibu

Primigravida’. Jurnal

Ilmiah Kesehatan dan

Aplikasinya. Vol: 7(1). Hal:

26-32.

Wiknjosastro, Hanifah, 2012. Ilmu

Kandungan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

William R. Foste. 2010. Ilmu

KebidananPatologi dan

Fisiologi

Persalinan.arYogyakarta:

Yayasan Essentia Medica.