Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTUR
PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPM MURWANTI
JIMBARAN KECAMATAN BANDUNGAN
KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
OLEH :
WIWIT LARASATI
030218A136
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 1
HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DENGAN KEJADIAN
RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPM
MURWANTI JIMBARAN KECAMATAN BANDUNGAN
KABUPATEN SEMARANG
Wiwit Larasati1, Chichik Nirmasari
2, Puji Lestari
2
D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
D-IV Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
Email : [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Besar bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum. Sedangkan dilihat dari status paritas umumnya ruptur perineum
terjadi pada primipara, tetapi tidak jarang juga terjadi pada multipara. Penyebab
yang biasa terjadi pada ibu adalah partus presipitatus, mengejan terlalu kuat,
edema, kerapuhan pada perineum, kelenturan jalan lahir, dan persalinan dengan
tindakan.
Tujuan: untuk mengetahui hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian
ruptur perineum pada persalinan normal di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang
Metode: penelitian ini menggunakan penelitian korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di
BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang bulan
Agustus 2017-Juli 2018 sebanyak 57 ibu bersalin. Sampel sebanyak 57 ibu
bersalin. Teknik sampling total sampling. Instrumen penelitian ini adalah register
persalinan data berat badan bayi baru lahir dan data rupture perineum. Analisis
data menggunakan uji chi square.
Hasil: Sebagian besar berat badan bayi lahir pada pada persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang adalah normal
sebanyak 53 responden (93,3%), kurang sebanyak 2 responden (3,5%) dan lebih
sebanyak 2 responden (3,5%). Sebagian besar kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42 responden (73,7%) dan ruptur
sebanyak 15 responden (26,3%). Ada hubungan antara berat badan bayi lahir
dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di BPM Murwanti
Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang (p 0,041).
Saran: Responden diharapkan lebih mengetahui penyebab kejadian rupture
perineum sehingga responden dapat memahami dan mempersiapkan
kehamilannya untuk mencegah ruptur.
Kata kunci : berat badan bayi lahir, kejadian ruptur perineum.
Kepustakaan : 46 pustaka (2009 – 2019)
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 2
ABSTRACT
Background: Large babies born will increase the risk of perineal rupture. While
seen from parity status perineum rupture generally occurs in primipara, but not
infrequently it also occurs in multiparas. Common causes in mothers are
parturition of the precipitate, excessive straining, edema, fragility of the perineum,
flexibility of the birth canal, and labor with action.
Objective: to determine the relationship of birth weight with the occurrence of
perineal rupture in normal childbirth at BPM Murwanti Jimbaran Bandungan
District Semarang Regency
Method: this study uses correlational research with cross sectional approach. The
population in this study were all mothers giving birth at BPM Murwanti Jimbaran
Bandungan District Semarang Regency in August 2017-July 2018 as many as 57
women gave birth. A sample of 57 women gave birth. Total sampling technique.
The instrument of this study was the birth register of newborn weight data and
perineal rupture data. Data analysis using chi square test.
Results: Most of the baby's weight born in normal childbirth at BPM Murwanti
Jimbaran Bandungan District Semarang Regency was normal as many as 53
respondents (93.3%), less as many as 2 respondents (3.5%) and more as much as
2 respondents (3, 5%). Most of the events of perineal rupture in normal childbirth
at BPM Murwanti Jimbaran, Bandungan Subdistrict, Semarang Regency were un
ruptured as many as 42 respondents (73.7%) and rupture of 15 respondents
(26.3%). There is a relationship between birth weight of babies with the
occurrence of perineal rupture in normal childbirth at BPM Murwanti Jimbaran
Bandungan District of Semarang Regency (p 0.041).
Suggestion: Respondents are expected to know more about the causes of perineal
rupture events so that respondents can understand and prepare for pregnancy to
prevent rupture.
Keywords: birth weight, perineal rupture.
Literature: 46 libraries (2009 - 2019)
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan salah satu indikator
pembangunan kesehatan dalam
RPJMN 2015-2019 dan SDGs yaitu
menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia pada tahun 2030
dengan salah satu targetnya adalah
mengurangi AKI hingga di bawah
70/100.000 kelahiran hidup. Menurut
data SDKI, Angka Kematian Ibu
sudah mengalami penurunan pada
periode tahun 1994-2012 yaitu pada
tahun 1994 sebesar 390/100.000
kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar
334/100.000 kelahiran hidup, tahun
2002 sebesar 307/100.000 kelahiran
hidup, tahun 2007 sebesar
228/100.000 kelahiran hidup, namun
pada tahun 2012 AKI kembali
meningkat menjadi 359/100.000
kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%), dan infeksi (11%).
Diperkirakan terdapat 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan di
Indonesia. Setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 perempuan mengalami
perdarahan sampai meninggal.
Perdarahan pasca persalinan terutama
perdarahan postpartum primer
merupakan perdarahan yang paling
banyak menyebabkan kematian ibu
Kemenkes (2010). Penyebab tertinggi
perdarahan postpartum adalah atonia
uteri (50-60%), retensio plasenta (16-
17%), retensio sisa plasenta (23-24%),
laserasi jalan lahir (4-5%), dan
kelainan darah (0.5-0.8%). Perdarahan
pasca persalinan juga seringkali
disebabkan oleh robekan perineum.
Robekan perineum biasanya ringan,
tetapi kadang-kadang terjadi juga luka
yang luas dan berbahaya. Penyebab
utama kematian ibu di Indonesia
adalah perdarahan postpartum karena
atonia uteri, sedangkan laserasi jalan
lahir menjadi penyebab kedua yang
salah satunya adalah ruptur perineum
yang dapat terjadi pada hampir setiap
persalinan pervaginam (Sumarah,
2009).
Laserasi jalan lahir merupakan
penyebab kedua perdarahan setelah
atonia uteri yang terjadi pada hampir
persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Pada
seorang primipara atau orang yang
baru pertama kali melahirkan, ketika
terjadi peristiwa “kepala keluar pintu”
biasanya tidak dapat tegangan yang
kuat sehingga robek pada pinggir
depannya. Luka-luka biasanya ringan
tetapi kadang-kadang terjadi juga luka
yang luas dan berbahaya. Sebagai
akibat persalinan terutama pada
seorang primipara, biasa timbul luka
pada vulva di sekitar introitus vagina
yang biasanya tidak dalam akan tetapi
kadang-kadang bisa timbul perdarahan
banyak (Winkjosastro, 2012). Berat
badan bayi dapat mempengaruhi
proses persalinan kala II. Berat badan
bayi lahir umumnya antara 2500- 4000
gram (Vivian, 2011).
Semakin besar bayi yang
dilahirkan akan meningkatkan resiko
terjadinya ruptur perineum. Sedangkan
dilihat dari status paritas umumnya
ruptur perineum terjadi pada
primipara, tetapi tidak jarang juga
terjadi pada multipara. Penyebab yang
biasa terjadi pada ibu adalah partus
presipitatus, mengejan terlalu kuat,
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 4
edema, kerapuhan pada perineum,
kelenturan jalan lahir, dan persalinan
dengan tindakan (William, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh
Noviatri (2015) menyatakan ada
hubungan antara berat lahir bayi
dengan kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal primipara di RSUD
Dr. Soedirman Kebumen tahun 2014
dan penelitan lain oleh Wijayanti
(2019) menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara berat badan
bayi baru lahir dengan kejadian ruptur
perineum persalinan normal pada ibu
primigravida di Puskesmas Gemuh 01
Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal. Namun penelitian Garedja
(2012) menyatakan tidak ada
hubungan yang signifikan antara berat
badan lahir dengan ruptur perineum
primipara.
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang pada
bulan Januari-Juli 2017 didapatkan 30
persalinan normal. Dari 30 ibu ini ada
yang mengalami ruptur perineum
sebanyak 12 ibu dan yang tidak
mengalami rupur sebanyak 18 ibu. Ibu
yang mengalami ruptur perineum
dengan berat badan lahir bayi 2500-
4000 gram sebanyak 11 ibu dan berat
badan lahir bayi >4000 gram 1 ibu.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti tertarik untuk
melakukan meneliti hubungan berat
badan bayi lahir dengan kejadian
ruptur perineum pada persalinan
normal di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
penelitian korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
melahirkan di BPM Murwanti
Jimbaran Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang bulan Agustus
2017-Juli 2018 sebanyak 57 ibu
bersalin. Sampel sebanyak 57 ibu
bersalin. Teknik sampling total
sampling. Instrumen penelitian ini
adalah register persalinan data berat
badan bayi baru lahir dan data rupture
perineum. Analisis data menggunakan
uji chi square.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Berat badan bayi lahir pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi
berat badan bayi lahir pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang. Berat Badan
Bayi Lahir Frekuensi Persentase (%)
Kurang
Normal
Lebih
2
53
2
3,5
93,0
3,5
Total 57 100,0
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa
sebagian besar berat badan bayi lahir
pada pada persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang
adalah normal sebanyak 53
responden (93,3%), kurang sebanyak
2 responden (3,5%) dan lebih
sebanyak 2 responden (3,5%).
2. Kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 5
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi
kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Kejadian
Ruptur
Perineu
m Frekuensi
Persentase
(%)
Ruptur
Tidak Ruptur 15
42
26,3
73,7
Total 57 100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa
sebagian besar kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal di
BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang
adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42
responden (73,7%) dan ruptur
sebanyak 15 responden (26,3%).
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara berat badan bayi
lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal
di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang.
Tabel 4.3. Hubungan berat
badan bayi lahir dengan kejadian
ruptur perineum pada persalinan
normal di BPM Murwanti
Jimbaran Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang. Berat
Badan
Bayi Lahir
Ruptur Perineum Total
P value
Tidak Ya
f % f % f %
Kurang
Normal
Lebih
2
40
0
100,0
75,5
0,0
0
13
2
0,0
24,5
100,0
2
53
2
100,0
100,0
100,0
0,041
Total 42 73,3 15 26,3 57 100,0
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa berat
badan bayi lahir pada kategori
kurang semuanya tidak mengalami
ruptur perineum sebanyak 2
responden (100,0%), berat badan
bayi lahir pada kategori normal
sebagian besar tidak mengalami
ruptur perineum sebanyak 40
responden (75,5%), berat badan bayi
lahir pada kategori lebih semuanya
mengalami ruptur perineum
sebanyak 2 responden (100,0%).
Hasil uji chi square didapatkan nilai
p 0,041 < =0,05 sehingga ada
hubungan antara berat badan bayi
lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal di
BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
PEMBAHASAN
1. Berat badan bayi lahir pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar berat badan bayi lahir
pada pada persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang
adalah normal sebanyak 53
responden (93,3%), kurang sebanyak
2 responden (3,5%) dan lebih
sebanyak 2 responden (3,5%).
Pada janin yang mempunyai berat
lebih dari 4000 gram memiliki
kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya
kepala atau besarnya bahu. Bagian
paling keras dan besar dari janin
adalah kepala, sehingga besarnya
kepala janin mempengaruhi berat
badan janin. Oleh karena itu
sebagian ukuran kepala digunakan
Berat Badan (BB) janin. Kepala
janin besar dan janin besar dapat
menyebabkan laserasi perineum
(Mochtar, 2011).
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 6
Selain itu bayi baru lahir yang terlalu
besar atau berat badan lahir lebih
dari 4000 gram akan meningkatkan
resiko proses persalinan yaitu
kemungkinan terjadi bahu bayi
tersangkut, bayi akan lahir dengan
gangguan nafas dan kadang bayi
lahir dengan trauma leher, bahu dan
syarafnya. Hal ini terjadi karena
berat bayi yang besar sehingga sulit
melewati panggul dan menyebabkan
terjadinya ruptur perineum pada ibu
bersalin.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hirayama dkk yang
dalam penelitiannya menyatakan
bahwa berat badan bayi baru lahir
berkaitan dengan ruptur perineum
dan untuk berat badan lahir lebih,
merupakan faktor resiko dari ruptur
derajat 3 dan ruptur derajat 4 serta
mempunyai angka 1,98 kali untuk
Afrika dan 2,99 (Asia) kali lebih
tingi dibanding wanita yang
mempunyai bayi dengan berat badan
lahir 2500-3999 gram.
Penelitian terdahulu oleh Prastiwi
(2016) Sebanyak 83,2% bayi
memiliki berat badan lahir >2500
gram. Sebanyak 107 orang (25.2%)
mengalami ruptur perineum. Hasil
uji chi square, nilai pvalue (2-sided)
0,000 (< 0,05). Ada hubungan antara
berat badan lahir bayi dengan
kejadian ruptur perineum di
Puskesmas Tegalrejo. Simpulan dan
Saran: Terdapat hubungan antara
berat badan lahir bayi dengan
kejadian ruptur perineum di
Puskesmas Tegalrejo. Diharapkan
kepada tenaga kesehatan khususnya
bidan agar dapat bekerjasama dengan
kader sehingga kader dapat
memberikan informasi kepada ibu
hamil mengenai pijat perineum untuk
mencegah ruptur perineum. Sesuai
penelitian Sholekhah (2017) yang
menunjukkan terdapat hubungan
berat badan bayi baru lahir dengan
kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal primipara dengan
nilai p value 0,006.
2. Kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal di BPM
Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal di
BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang
adalah tidak ruptur yaitu sebanyak 42
responden (73,7%) dan ruptur
sebanyak 15 responden (26,3%).
Persalinan normal dengan dibantu
pertolongan persalinan yang baik
sesuai asuhan sayang ibu dapat
membantu mencegah terjadinya
ruptur perineum. Luka pada
perineum yang terjadi karena sebab-
sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja.
Luka ini terjadi pada saat persalinan
dan biasanya tidak teratur.
Hasil penelitian didapatkan
responden yang mengalami tidak
ruptur sebanyak 42 responden
(73,3%). Ruptur perineum adalah
robeknya perineum pada saat janin
lahir. Berbeda dengan episiotomi,
robekan ini sifatnya traumatic karena
perineum tidak kuat menahan
regangan pada saat janin lewat
(Siswosudarmo, 2009). Laserasi pada
vagina atau peineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan.
Kejadian laserasi akan meningkat
jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Jalin kerjasama
dengan ibu dan dapat mengatur
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 7
kecepatan kelahiran bayi dan
mencegah terjadinya laserasi (JNPK-
KR, 2013).
Kejadian ruptur perineum dapat
disebabkan banyak faktor seperti
faktor janin yang menjadi penyebab
terjadinya ruptur perineum adalah
berat badan lahir, posisi kepala yang
abnormal, distosia bahu, kelainan
bokong dan lain-lain. Berat badan
lahir yang lebih dari 4000 gram
dapat meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum hal ini disebabkan
oleh karena perineum tidak cukup
kuat menahan regangan kepala bayi
dengan berat badan bayi yang besar
dan faktor maternal yang paling
utama adalah partus presipitatus,
perineum kaku, arcus pubis yang
sempit, paritas, dan perluasan dengan
episiotomy, pada saat proses
persalinan akan terjadi penekanan
pada jalan lahir lunak oleh kepala
janin. Perineum yang masih utuh
pada primi maka akan mudah terjadi
robekan.
Laserasi perineum seperti yang telah
diuraikan diatas terjadi pada saat
pengeluaran bayi / kala II persalinan
yaitu bagian terdepan anak telah
berada di dasar panggul, sehingga
untuk memberi tempat bagian
terdepan dari anak maka perineum
harus mengembang/merengang.
Peregangan perineum tersebut harus
ditahan dengan tangan penolong
persalinan untuk menghindari
terjadinya robekan perineum. Selain
menahan perineum yang meregang,
untuk mencegah robekan perineum
bidan dapat menahan bagian
subocciput janin agar tidak terlalu
cepat melakukan defleksi.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari
Chigbu dkk yang menyatakan bahwa
90% dari primipara mengalami
episiotomi. Dan nullipara secara
signifikan merupakan faktor resiko
dari episiotomi. Demikian juga
dengan penelitian dari Francisco dkk,
dengan hasil penelitian menuturkan
bahwa trauma perineum paling
sering terjadi diakibatkan oleh
episiotomi (75,4%) dan dari wanita
yang mengalami episiotomi paling
banyak menderita nyeri pada
perineum.
Penelitian terdahulu oleh Wijayanti
(2019) menyatakan ada hubungan
yang bermakna antara berat badan
bayi baru lahir dengan kejadian
ruptur perineum persalinan normal
pada ibu primigravida dengan nilai p
= 0.021 dan penelitian oleh Nasriah
(2011) menyatakan ada hubungan
antara berat badan lahir bayi
terhadap kejadian ruptur perineum.
Analisis Bivariat
3. Hubungan antara berat badan bayi
lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal
di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara berat badan bayi
lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal di
BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.
Berat badan janin dapat
mengakibatkan terjadinya rupture
perineum yaitu pada berat badan
janin diatas 4000 gram, karena risiko
trauma partus melalui vagina seperti
distosia bahu dan kerusakan jaringan
lunak pada ibu. Perkiraan berat janin
tergantung pada pemeriksaan klinik
atau ultrasonografi dokter atau bidan.
Pada masa kehamilan, hendaknya
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 8
terlebih dahulu mengukur tafsiran
beran badan janin (Chalik, 2009).
Hasil penelitian ini didukung
penelitian terdahulu oleh Kartini
(2009) dimana dari 150 responden
diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil
dari nilai p = 0,05. Dengan demikian,
Ho ditolak dan Ha diterima berarti
ada hubungan antara berat badan
lahir bayi terhadap kejadian ruptur
perineum. Hal ini terjadi karena
semakin besar bayi yang dilahirkan
akan meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum dikarenakan berat
badan lahir yang besar berhubungan
dengan besarnya janin yang dapat
mengakibatkan perineum tidak
cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan lahir
yang besar sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan
lahir yang besar sering terjadi ruptur
perineum.
Hal ini dapat dilihat dari berat badan
bayi lahir pada kategori kurang
semuanya tidak mengalami ruptur
perineum sebanyak 2 responden
(100,0%). Berat badan janin dapat
mempengaruhi proses persalinan
kala II. Berat neonatus pada
umumnya < 4000 gr dan jarang
mebihi 5000 gr. Kriteria janin cukup
bulan yang lama kandungannya 40
minggu mempunyai panjang 48-50
cm dan berat badan 2750 – 3000
gram (Saifuddin, 2013).
Hasil penelitian didapatkan berat
badan bayi lahir pada kategori
normal sebagian besar tidak
mengalami ruptur perineum
sebanyak 40 responden (75,5%).
Penelitian dari Groutz dkk juga
mendukung bahwa berat badan bayi
lahir lebih, primipara, usia maternal
yang lebih muda, durasi kala 2
persalinan yang memanjang, etnik
Asia, dan persalinan yang dibantu
vacum secara signifikan lebih sering
terjadi pada wanita yang mengalami
ruptur derajat 3 dan ruptur derajat 4
dibandingkan wanita yang tidak
mengalami ruptur.
Hasil penelitian ini masih ada berat
badan bayi lahir pada kategori
normal tetapi mengalami ruptur
perineum sebanyak 13 responden
(24,5%). Hal ini disebabkan faktor
lain yang menyebabkan ruptur
perineum seperti posisi ibu meneran
dan kelenturan jalan lahir. Menurut
(Wiknjosastro, 2012) seperti partus
presipitatus, jarak kelahiran,
mengejan terlalu kuat , edema dan
kerapuhan pada perineum, paritas,
kesempitan panggul dan CPD,
kelenturan jalan lahir, cara
memimpin mengejan dan dorongan
pada fundus uteri, anjuran posisi
meneran, ketrampilan menahan
perineum dan mempersiapkan ibu
sebaik-baiknya dalam menolong
persalinan sesuai asuhan untuk
meminimalkan robekan perineum
seperti dengan mengajarkan senam
hamil dan memimpin persalinan
dengan baik.
Penelitian terdahulu oleh Garedja
(2012) menyatakan hasil tidak ada
hubungan yang signifikan antara
berat badan lahir dengan ruptur
perineum primipara. Hal ini sesuai
dengan penelitian dari Mohamed
dkk, yang menyatakan tidak ada
hubungan antara kondisi perineum
dan berat badan lahir bayi. Sejalan
dengan itu, Rathfisch dkk
menyebutkan tidak terdapat
hubungan signifikan secara statistik
antara berat badan bayi batu lahir,
panjang atau lingkar kepala bayi
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 9
dengan ruptur perineum. Yang
memiliki hubungan secara signifikan
terhadap ruptur perineum pada
penelitian Ratficsh dkk adalah
peningkatan usia rata-rata dari
wanita saat persalinan, penggunaan
fundal pressure, pemanjangan waktu
kala 2, tindakan early episiotomi,
penggunaan oxytocin dan dolatin,
serta tim kesehatan (obstetrician dan
para bidan) yang membantu
persalinan. Sedangkan dalam
penelitian Hornemann dkk,
menyatakan bahwa berat badan lahir
secara signifikan berhubungan
dengan ruptur perineum dan
merupakan salah satu dari faktor
resiko terjadinya ruptur perineum.
Selain berat badan lahir, Horneman
dkk juga menyebutkan usia maternal,
tindakan episiotomi, vaginal
operative delivery merupakan
kontributor yang signifikan terhadap
ruptur perineum pada primipara.
Dalam penelitian Mikolajczyk juga
menemukan bayi besar banyak sekali
meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum derajat 3 dan derajat
4 serta laserasi periuretral.
Hasil penelitian didapatkan
responden yang berat badan bayi
lahir pada kategori lebih semuanya
mengalami ruptur perineum
sebanyak 2 responden (100,0%).
Hasil penelitian ini ada kesesuaian
dengan teori menurut Saifuddin
(2013), semakin besar berat bayi
yang dilahirkan meningkatkan risiko
terjadinya ruptur perineum. Hal ini
terjadi karena semakin besar berat
badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan risiko terjadinya
ruptur perineum karena perineum
tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi
yang besar, sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan
bayi lahir yang besar sering terjadi
ruptur perineum.
Pada janin yang mempunyai berat
lebih dari 4000 gram memiliki
kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya
kepala atau besarnya bahu. Bagian
paling keras dan besar dari janin
adalah kepala,sehingga besarnya
kepala janin mempengaruhi berat
badan janin. Oleh karena itu
sebagian ukuran kepala digunakan
Berat Badan (BB) janin. Kepala
janin besar dan janin besar dapat
menyebabkan laserasi perineum
(Mochtar, 2011). Dari uraian diatas
terlihat bahwa faktor ibu dalam hal
paritas memiliki kaitan dengan
terjadinya rupture perineum. Ibu
dengan paritas satu atau ibu
primipara mengalami resiko yang
lebih tinggi. Jarak kelahiran kurang
dari dua tahun juga termasuk dalam
kategori risiko tinggi karena dapat
menimbulkan komplikasi dalam
persalinan. Dalam kaitannya dengan
terjadinya rupture perineum, maka
berat badan bayi yang berisiko
adalah berat badan bayi diatas 4000
gram.
Berdasarkan teori yang ada, robekan
perineum terjadi pada kelahiran
dengan berat badan lahir yang besar.
Hal ini terjadi karena semakin besar
bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum dikarenakan berat
badan lahir yang besar berhubungan
dengan besarnya janin yang dapat
mengakibatkan perineum tidak
cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan lahir
yang besar sehingga pada proses
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 10
kelahiran bayi dengan berat badan
lahir yang besar sering terjadi ruptur
perineum.
Faktor resiko terjadinya ruptur
perineum pada semua klasifikasinya
menurut Silva dkk, adalah
penggunaan oxytocin selama proses
persalinan, posisi ibu sewaktu
melahirkan, dan berat badan bayi
lahir. Bahkan secara statistikal
signifikan terdapat hubungan antara
wanita dengan berat badan lahir
bayinya ≥3500 gram, lebih sering
mengalami trauma perineum berat.
Brohi dkk dalam penelitiannya juga
menemukan bahwa ruptur perineum
lebih sering terjadi pada persalinan
yang dipimpin oleh para bidan dan
dokter-dokter junior.
C. Keterbatasan
Keterbatasan dalam
penelitian ini adalah faktor lain
yang mempengaruhi kejadian
ruptur perineum pada ibu
bersalin seperti paritas, posisi
melahirkan, teknik mengejan
dan pimpinan persalinan tidak
dikendalikan/diteliti sehingga
dapat mempengaruhi kejadian
ruptur perineum. Peneliti juga
mengabaikan penyebab ruptur
perineum karena tindakan
episiotomi atau tidak. Sehingga
menyebabkan penelitian ini
masih rancu penyebab ruptur
perineum disebabkan tindakan
episiotomi atau tidak.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar berat badan bayi
lahir pada pada persalinan normal
di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang adalah
normal sebanyak 53 responden
(93,3%), kurang sebanyak 2
responden (3,5%) dan lebih
sebanyak 2 responden (3,5%).
2. Sebagian besar kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal
di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang adalah tidak
ruptur yaitu sebanyak 42
responden (73,7%) dan ruptur
sebanyak 15 responden (26,3%).
3. Ada hubungan antara berat badan
bayi lahir dengan kejadian ruptur
perineum pada persalinan normal
di BPM Murwanti Jimbaran
Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang (p 0,041).
B. Saran
1. Bagi Responden
Responden diharapkan
mempersiapkan kehamilannya
untuk mencegah ruptur perineum
saat persalinan dengan mengikuti
kelas ibu hamil yang menambah
pengetahuan tentang kehamilan
dan persalinan. Responden
diharapkan pula mempersiapkan
persalinan dengan mengikuti
senam hamil maupun yoga untuk
melenturkan jalan lahir.
2. Bagi Bidan
Bidan diharapkan mengetahui
faktor yang berhubungan dengan
ruptur perineum seperti partus
presipitatus, jarak kelahiran,
mengejan terlalu kuat, edema dan
kerapuhan pada perineum, paritas,
kesempitan panggul dan CPD,
kelenturan jalan lahir, cara
memimpin mengejan dan
dorongan pada fundus uteri,
anjuran posisi meneran,
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 11
ketrampilan menahan perineum
dan mempersiapkan ibu sebaik-
baiknya dalam menolong
persalinan sesuai asuhan untuk
meminimalkan robekan perineum
seperti dengan mengajarkan
senam hamil dan memimpin
persalinan dengan benar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya
diharapkan untuk lebih
mengetahui apa saja penyebab
ruptur perineum agar tidak
menyebabkan penelitian rancu.
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, T.M.A. 2009. Perdarahan
pada Kehamilan Lanjut dan
Persalinan, Dalam: Ilmu
Kebidanan, Edisi 4. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Garedja. 2013. ‘Hubungan Berat
Badan Lahir Dengan Ruptur
Perineum Pada Primipara Di
RSUP PROF. Dr. R. D.
Kandou Manado 1’, Jurnal e-
Biomedik (ebm), volume 1,
pp. 719–725.
Groutz A, Cohen A, Gold R, Hasson
J, Lessing JB, Gordon D.
2011. Risk factors for sever
perineal injury during
childbirth: a case-control
study of 60 consecutive case.
The association of
Coloproctology of great
britain and ireland. 13:e216-
19.
Hornemann A, Kamischke A,
Luedders DW, Beyer DA,
Diedrich K, Bohlmann MK.
2009. Advanced age is a risk
factor for higher grade
perineal lacerations during
delivery in nulliparous
women. Arch Gynecol
Obstet. 281:59-64.
Hirayama F, Koyanagi A, Mori R,
Zhang J, Souza JP,
Gülmezoglu AM. 2012.
Prevalence and risk factors
for third-and fourth-degree
perineal lacerations during
vaginal delivery: a
multicountry study. BJOG.
119:340-7.
JNPK-KR. 2013. Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: JNPK-KR
Mikolajcyk RT, Zhang J, Troendle J,
Chan L. 2009. Risk factors
for birth canal laceration in
primiparous women. Am J
Perinatol. 25:259-64.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis
Obstetri. Jakarta: Penertbit
Buku Kedokteran, EGC.
Nasriah. 2011. ‘Hubungan Berat
Badan Lahir Bayi Dengan
Tingkat Ruptur Perineum
Pada Ibu Dengan Persalinan
Normal Di Rumah Sakit Ibu
Dan Anak Siti Fatimah
Makassar’. Available at:
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri
Alauddin.
Noviatri, Syarifah. 2015. ‘Hubungan
Berat Lahir Bayi Dengan
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal Di BPM Murwanti Jimbaran Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang 12
Kejadian Ruptur Perineum
Pada Persalinan Normal
Primipara Di RSUD Dr.
Soedirman Tahun 2014’.
Naskah Publikasi. Hal: 1-10.
Prastiwi. 2017. ‘Hubungan Berat
Badan Lahir Bayi Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Di
Puskesmas Tegalrejo
Yogyakarta Tahun 2016’.
Available at: Program Studi
Bidan Pendidik Jenjang
Diploma IV Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
Rathfish C, Beji NK, Tekirdag AI,
Aslan H. 2011. Risk factors
for perineal tears in normal
vagina births. Gebursth
Frauenheilk. 71:677-82.
Saifuddin, 2013. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Silva FMB, Oliveira SMJV, Bick D,
Osava RH, Tuesta EF, Riesco
MLG. 2012. Risk factors for
birth-related perineal trauma:
a cross-sectional study in a
bitrh centre. JNC. 9:2209
Siswosudarmo. 2009. Obstetri
Fisiologi. Yogyakarta:
Bidang Diklat RSUP DR.
Sardjito.
Sholekah. 2017. ‘Hubungan Berat
Badan Bayi Baru Lahir
Dengan Kejadian Ruptur
Perineum Pada Persalinan
Normal Primipara di
Puskesmas Tegalrejo’.
Available at: Program Studi
Bidan Pendidik Jenjang
Diploma IV Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta .
Sumarah. 2009. Perawatan Ibu
Bersalin : Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya.
Sumarah dkk 2010. Perawatan ibu
bersalin. Yogyakarta:
Penerbit CV Fitramaya.
Vivian Nanny Lia; Sunarsih, Tri.
2011. Asuhan Kebidanan Ibu
Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Wijayanti, Heny Noor. 2019.
‘Hubungan Berat Badan Bayi
Baru Lahir dengan
Kejadian Ruptur Perineumm
Persalinan Pada Ibu
Primigravida’. Jurnal
Ilmiah Kesehatan dan
Aplikasinya. Vol: 7(1). Hal:
26-32.
Wiknjosastro, Hanifah, 2012. Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
William R. Foste. 2010. Ilmu
KebidananPatologi dan
Fisiologi
Persalinan.arYogyakarta:
Yayasan Essentia Medica.