49
HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN ASFIKSIA PERINATAL DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA OKTAVIANA HERIYANTI G0005148 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2009

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

  • Upload
    ngodan

  • View
    250

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN ASFIKSIA PERINATAL DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

OKTAVIANA HERIYANTI

G0005148

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2009

Page 2: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT DENGAN ASFIKSIA PERINATAL DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

THE RELATION BETWEEN SEVERE PREECLAMPSIA WITH PERINATAL ASPHYXIA IN RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

Oktaviana Heriyanti*), Sri Sulistyowati*), Endang Dewi Lestari*), Hermawan Udiyanto*), Eriana Melinawati*)

Abstract: Severe preeclampsia is one of risk factor of the happening perinatal asphyxia. Perinatal asphyxia is one of cause of height of mortality of perinatal and neonatal. Preeclampsia happened by the hypertension and vasoconstriction vein causing degradation of uteroplacenta perfusion. That causes the reduce of oxygen to baby so become hypoxia and then asphyxia. The frequency of severe preeclampsia in Indonesia is high enough. This matter push the researcher to find out whether there is relation between severe preeclampsia and perinatal asphyxia in RSUD Dr Moewardi Surakarta.

The type of this research is analytic observational with the approach of cross sectional, executed in RSUD Dr Moewardi Surakarta and subject research aterm pregnant woman with severe preeclampsia and without severe preeclampsia from August – October 2008. Sample is taken by purposive sampling, then data obtained to be analysed with the chi-square test (X2) at level of significant 5%.

From the result of the research is known that X2 = 3,373 and p = 0,066. Therefore, H0 is accepted because X2 count (3,373) is smaller than X2 table (3,841) and p > 0,05. The conclusion of this research is there is no meaningful relation between severe preeclampsia and perinatal asphyxia in RSUD Dr Moewardi Surakarta.

Key word :preeclampsia, perinatal asphyxia, medical research

*) Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Page 3: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah :

Kematian bayi merupakan salah satu indikator dari derajat kesehatan

masyarakat. Angka kematian bayi sangat dipengaruhi oleh angka kematian

perinatal. Di Kabupaten Kulon Progo angka kematian perinatal mengalami

peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 8,98 per 1000 kelahiran hidup pada

tahun 2001 menjadi 19,17 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Suparjono,

2003).

Dengan angka kematian bayi sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup dan angka

kematian balita sebesar 46 per 1.000 kelahiran hidup, Indonesia berada di jalur

yang baik dalam upaya mencapai sasaran. Tujuan Pembangunan Milenium untuk

mengurangi angka kematian bayi dan balita. Meskipun demikian, angka kematian

antar provinsi bisa sangat berbeda satu sama lain. Demikian juga halnya dengan

wilayah perkotaan dan pedesaan, 76% kematian anak balita terjadi pada usia

dibawah 12 bulan, dan sebanyak 45% kematian bayi terjadi pada usia dibawah 28

hari (neonatal). Tiga penyebab utama kematian bayi adalah komplikasi perinatal

(dibawah usia 7 hari), infeksi pernapasan akut, dan diare. Sekitar sepertiga

kematian balita dan separuh kematian bayi terjadi pada masa perinatal (dibawah

Page 4: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

usia 7 hari), yang berkaitan dengan layanan penting selama kehamilan dan

persalinan (Unicef, 2006).

Penyebab kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu

sampai hari ke-7 setelah persalinan (masa perinatal). Penyebab kematian bayi

yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi

pada janin, kelahiran premature, dan berat bayi lahir rendah yaitu sebesar 40,68%.

Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kurangnya

oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan

dan teratur pada beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 25,13%. Hal ini

dapat diartikan bahwa 65,8% kematian bayi pada masa perinatal dipengaruhi pada

kondisi ibu saat melahirkan (Depkes, 2005).

Menurut penelitian terdahulu di Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta

didapatkan angka kejadian preeklampsia adalah 6,7% sedangkan jumlah kelahiran

hidup dan yang terjadi asfiksia sekitar 11,72%. Apabila terdapat hubungan yang

bermakna antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal maka dapat

dilakukan usaha koreksi untuk dapat mencegah ataupun melakukan koreksi

terhadap preeklampsia berat maupun terhadap asfiksia perinatal yang terjadi

(Rofi’I, 1999).

Page 5: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

B. Perumusan Masalah :

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

timbul rumusan masalah apakah ada hubungan antara preeklampsia berat

dengan asfiksia perinatal?

C. Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui hubungan preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal

di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian :

1. Manfaat Teoritik

Memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara preeklampsia

berat dengan asfiksia perinatal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Manfaat Aplikatif

a. Melatih peneliti untuk melakukan penelitian sesuai prosedur.

b. Sebagai data rumah sakit untuk lebih memperhatikan pelayanan terhadap

ibu hamil yang menderita preeklampsia berat.

c. Dengan mengetahui hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia

perinatal dapat diupayakan suatu tindakan preventif untuk mengatasi

preeklampsia berat pada ibu hamil dengan antenatal care secara teratur.

Page 6: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Preeklampsia

a. Pengertian

Preeklampsia merupakan suatu kelainan multiorgan spesifik

pada kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hipertensi dan

proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklampsia

merupakan salah satu dari bentuk kelainan hipertensi dalam

kehamilan, yang menyumbangkan morbiditas dan mortalitas maternal

terbesar bersama perdarahan dan infeksi (Cunningham et al, 2005).

Preeklampsia adalah sindroma yang spesifik dalam kehamilan

yang menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya

vasospasmus dan menurunnya fungsi sel endotel. Proteinuria

merupakan tanda yang penting dari preeklampsia, tanpa proteinuria

bukan preeklampsia. Disebut proteinuria jika dalam 24 jam ditemukan

300 mg atau lebih protein dalam urine, atau menetap 30 mg atau 1+

dengan dipstick pada contoh urine yang diambil secara acak (Duley,

2006).

Page 7: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

b. Etiologi

Saat ini ada 4 hipotesis etiologi preeklampsia, yaitu: 1) Placental

ischemic, peningkatan deportasi trofoblast. Sebagai akibat dari

vasospasmus mengakibatkan iskemia sel endotel. 2) Very Low Density

Lipoprotein vs toxicity preventing activity sebagai kompensasi

meningkatkan kebutuhan energi selama hamil dengan memobilisir asam

lemak nonester. Pada wanita dengan kadar albumin rendah, transport asam

lemak nonester tambahan dari depot lemak ke hati untuk mengurangi

antitoxic-toxicity dari albumin ke VLDL toxicity. 3) Immune

maladaptation menyebabkan dangkalnya invasive a.spiralis oleh sel

endovaskuler sitotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh

peningkatan pelepasan cytokine decidual, proteolitic enzyme dan radikal

bebas. 4) Genetic imprinting: timbulnya preeklampsia-eklampsia berdasar

pada single recessive gene atau gene dominant dengan incomplete

penetrance. Penetrasi mungkin tergantung pada genotype janin (Dekker

dan Sibai, 1998).

c. Frekuensi

Frekuensi preeklampsia bervariasi diantara 2% - 7% pada wanita

nullipara (Vatten et al, 2004). Preeklampsia terjadi pada 3 hingga 7 persen

Page 8: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

kehamilan, dengan insiden di Amerika Serikat mencapai 23,6 kasus per

1000 kelahiran (Wagner, 2004).

Selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000 di RSU

Tarakan Kalimantan Timur didapatkan 1431 persalinan, baik fisiologis

maupun patologis. Dengan kasus preeklampsia-eklampsia didapatkan 74

kasus, 61 kasus preeklampsia (4,2%) dan 13 kasus eklampsia (0,9%)

(Sudinaya, 2003).

Angka kejadian preeklampsia-eklampsia dipengaruhi oleh faktor

paritas, suku/etnik, genetic. Faktor lain yang juga mempengaruhi angka

kejadian preeklampsia adalah : keadaan sosioekonomi dan perbedaan

kriteria dalam penentuan diagnosa (Wibowo dan Rachimhadi, 2007).

d. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut;

a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada

posisi berbaring terlentang; atau kenaikan tekanan diastolik 15

mmHg atau lebih; atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg

atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali

pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

Page 9: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

b) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat

badan 1 kg atau lebih per minggu.

c) Proteinuria kwantitatif 0,3 gram atau lebih per liter; kwalitatif

+1 atau +2 pada urin kateter atau midstream.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter.

c) Oligouria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di

epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

(Mochtar, 1998).

e. Patofisiologi

Stres oksidatif meningkat pada preeklampsia dan terlibat dalam

patogenesis disfungsi endotel. Plasenta abnormal dan penurunan perfusi

plasenta merupakan hal yang penting pada awal patogenesis preeklampsia.

Namun demikian plasenta abnormal dan penurunan perfusi plasenta tidak

selalu menyebabkan preeklampsia tetapi pasti menyebabkan insufisiensi

Page 10: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

plasenta dan retardasi pertumbuhan janin intrauterine. Studi saat ini

menunjukkan bahwa serum penanda endotel seperti fibronektin selular,

soluble Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (sVCAM-1) meningkat

konsentrasinya pada preeklampsia (Herrmann et al, 2004).

Penurunan nitric oxide (NO) menyebabkan rusaknya fungsi

vasodilator endotel sehingga endotel mengalami disfungsi. Kunci sistem

regulator endotel yang normal adalah Nitric Oxide Syntase (NOS) yang

menghasilkan NO. NO berperan sebagai relaxing factor otot polos,

sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang. NO akan menginduksi

vasodilatasi dan mengatur tahanan vascular. Terganggunya fungsi endotel

sebagai vasodilator berperan dalam patofisiologi hipertensi yang

merupakan salah satu dari gejala pada preeklampsia (Schlondorff, 2005).

Adanya perubahan respon imun ibu terhadap akibat dari perubahan

polymorphism HLA-G (Human Leucosyt Antigen-G) terhadap trofoblas,

menyebabkan terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan

terjadinya gangguan pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses

imunologis akibat perubahan respon imun ibu juga mempengaruhi

terjadinya kerusakan sel endotel (Churchill D,1999).

Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan

keseimbangan ratio TXA2 dan PgI2, penurunan produksi dari nitric oxide

Page 11: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

akan merangsang terjadinya agregasi trombosit yang selanjutnya

mengakibatkan vasospasme (Lockwood et al, 2000).

Dengan berkurangnya fungsi endotel, menyebabkan bertambahnya

tahanan vascular, meningkatnya produk peroksida lipid dan meningkatnya

aktivitas radikal bebas. Anion peroksida ini mengganggu keseimbangan

ratio TXA2 dan PgI2 sehingga TXA2 menjadi lebih dominan (Dekker et

al, 1998).

Anion peroksida juga menambah agregasi trombosit serta

menyebabkan asam lemak tak jenuh pada membrane fosfolipid mengalami

konversi menjadi peroksida lipid. Peroksida lipid ini menyebabkan

kerusakan sel endotel lebih lanjut (Dekker et al, 1998).

Salah satu marker dari stress oxidative pada preeklampsia adalah

peningkatan lipid peroksida yang bisa diukur dari kadar Malondialdehyde

(MDA) (Hung, 2001).

Spesies oksigen reaktif menyebabkan penurunan antioksidan dalam

sel. Pada kehamilan dengan komplikasi preeklampsia berat kadar

antioksidan glutathione (GSH) menurun. Stress oksidative bisa mengubah

perbandingan GSH terhadap GSSG yang menyebabkan terjadinya

pergeseran buffer reduksi oksidasi GSSG terhadap GSH. Pada

Page 12: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

preeklampsia berat terjadi penurunan ratio GSH/GSSG yang digunakan

untuk menetralisir kadar MDA yang meningkat (Candra, 2007).

Kerusakan integritas endotel diikuti dengan hilangnya kapasitas

vasodilator yang dapat dinilai dengan meningkatnya respon terhadap

angiotensin II dan noradrenalin. Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis

mengakibatkan hipoksia dan seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis

akut ditandai dengan adanya diskontinuitas dari sel endotel, gangguan

fokal pada membrane basalis, deposisi trombosit, terbentuknya mural

thrombus dan akhirnya terjadi nekrosis fibrinoid (Lockwood et al, 2000).

Vasospasme merupakan dasar dari proses penyakit ini. Pada

preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka

tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan

perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh

penimbunan air yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui

sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat

disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerulus (Mochtar, 1998).

Page 13: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Dengan demikian disfungsi endotel menonjol pada penderita

preeklampsia danmerupakan patogenesa yang berperan penting pada

preeklampsia (Mellembakken et al, 2001).

f. Faktor Risiko

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia :

1) Nullipara, primigravida

2) Riwayat keluarga (ibu hamil atau suaminya lahir dari ibu yang

mengalami preeklampsia)

3) Riwayat sebelumnya pernah mengalami preeklampsia

4) Ibu hamil menderita hipertensi kronis atau penyakit ginjal

5) Obesitas, hiperhomosisteinemia

6) Interval yang pendek dengan kehamilan sebelumnya

7) Kehamilan ganda

(Brooks, 2005).

Page 14: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

g. Perubahan pada organ-organ

1) Perubahan pada plasenta dan uterus

Preeklampsia menyebabkan terjadinya hipoperfusi kronis pada

unit uteroplasenter. Sehingga menurunnya aliran darah ke plasenta

mengakibatkan gangguan perfusi plasenta. Kejadian solutio plasenta

pada preeklampsia sekitar 4-7%. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan

tanpa perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia dan

eklampsia sehingga mudah terjadi partus prematurus. Kadang-kadang

persalinan preterm tidak dapat dihindari atas indikasi ibu. Pada

preeklampsia tidak ada percepatan maturasi janin sebagai mekanisme

kompensasi hipoperfusi kronis pada unit uteroplasenter.

1) Perubahan pada ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam

ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.

2) Perubahan pada paru-paru

Edema pada paru-paru merupakan penyebab utama kematian

maternal pada preeklampsia. Hal ini disebabkan oleh dekompensasi

cordis kiri.

Page 15: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

3) Perubahan pada retina

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat

atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri ; jarang terlihat

perdarahan atau eksudat.

(Wibowo, 2007).

h. Gejala dan Tanda

1) Hipertensi dan proteinuri

2) Menetapnya sakit kepala

3) Nyeri epigastrik

4) Gangguan penglihatan (skotoma, diplopia)

5) Mual, muntah

6) Hiperrefleksia, dengan refleks tendon yang cepat

7) Edema pada tangan, muka, atau kaki

8) Meningkatnya konsentrasi kreatinin serum

9) Meningkatnya aktivitas enzim hepar

(Duley, 2006).

Preeklampsia dianggap berat bila terdapat gejala berikut:

1) Tensi lebih dari atau sama dengan 160/110 mmHg.

2) Proteinuria lebih dari atau sama dengan 2 gram/24 jam;

sedangkan pada dipstick +2 atau lebih

Page 16: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

3) Meningkatnya enzim hepar.

4) Menetapnya sakit kepala atau nyeri epigastrik.

(Zhang et al, 2008).

i. Diagnosis

Bila pasien mengalami kenaikan berat badan, tekanan darah,

dan pada pemeriksaan urin terlihat normal sampai kehamilan 24 minggu

kemudian terjadi edema, hipertensi, dan proteinuria setelah usia

kehamilan tersebut maka dikatakan menderita preeklampsia.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

1) Gejala subjektif: sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium,

Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan,

edema, hipertensi, dan timbul proteinuria.

Gejala gangguan visus seperti penglihatan kabur, skotoma, diplopia,

mual dan muntah.

Gangguan cerebral lainnya: refleks meningkat dan tidak tenang.

2) Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria

pada pemeriksaan laboratorium (Mochtar, 1998).

Pemeriksaan homosistein pada awal kehamilan dapat memperkirakan

risiko perkembangan preeklampsia. Peningkatan konsentrasi

Page 17: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

homosistein dapat digunakan untuk memantau progresi pasien

preeklampsia ke arah yang lebih berat, namun tidak digunakan untuk

memperkirakan terjadinya eclamptic seizure (Cotter et al, 2001).

j. Penatalaksanaan

1) Pencegahan

a) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,

mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), lalu

diberikan pengobatan yang cukup agar penyakit tidak menjadi

lebih berat.

b) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya

preeklampsia jika ada faktor-faktor predisposisi.

c) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,

ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak,

karbohidrat , dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat

badan jangan berlebihan.

2) Penanganan

Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya

kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal dan

melahirkan bayi dengan trauma yang sekecil-kecilnya pada ibu dan

bayi.

Page 18: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

a) Preeklampsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.

(1) Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru

dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah

sebagai berikut:

(a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gram

intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan

4 gram intramuskuler setiap 4 jam ( selama tidak ada

kontra indikasi).

(b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas

magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai

dicapai kriteria preeklampsia ringan (kecuali ada kontra

indikasi).

(c) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin

dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada

preeklampsia ringan, sambil mengawasi timbulnya gejala.

(d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan

terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan

lain tergantung keadaan.

(2) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan

paru-paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada

kehamilan diatas 37 minggu.

b) Preeklampsia berat pada kehamilan diatas 37 minggu

Page 19: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

(1) Penderita dirawat inap.

(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar khusus

(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein

(c) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4

gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri

(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

(e) Syarat pemberian MgSO4 adalah: refleks patella positif,

diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali per

menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium

glukonas 10% dalam ampul 10 cc.

(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.

(2) Berikan obat anti hipertensi: injeksi catapres 1 ampul

intramuskuler dan selanjutnya dapat diberikan tablet catapres 3

kali setengah tablet atau 2 kali setengah tablet sehari.

(3) Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum,

edema paru, dan gagal jantung kongestif. Untuk itu dapat

disuntikkan 1 ampul intravena diuretika.

Page 20: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan

induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi

dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam

infuse tetes.

(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau

forseps, jadi ibu dilarang mengedan.

(6) Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi

perdarahan yang disebabkan atonia uteri.

(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontra indikasi

lalu diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam

postpartum.

(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesaria.

(Mochtar, 1998).

Page 21: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

2. Asfiksia Perinatal

a. Definisi

Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya

oksigen dalam udara pernapasan, yang mengakibatkan hipoksia dan

hiperkapnia (Dorland, 1998). Sedangkan asfiksia menurut Sherwood (2001)

adalah jaringan kekurangan O2 disebabkan oleh tidak adanya O2 dalam udara

pernapasan, atau ketidakmampuan jaringan menggunakan O2.

Asfiksia perinatal adalah suatu keadaan dimana janin atau bayi baru

lahir mengalami kekurangan oksigen (hypoxia) dan penurunan perfusi

(iskemia) terhadap berbagai organ. Hal ini bisa menyebabkan asidosis laktat

pada jaringan. Jika disertai dengan hipoventilasi maka bisa menyebabkan

hiperkapnea ( Pignotti, 2005).

Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara

bermakna bila hal ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan

gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi atau

oksigenasi janin intra uterin atau segera melahirkan janin untuk

mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Pada keadaan asfiksia/ hipoksemia yang terjadi ditemukan sebelum

kelahiran gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal

Page 22: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

bradikardi. Jika dilanjutkan dengan pemeriksaan darah misalnya melalui darah

tali pusat maka dapat ditemukan asidosis.

b. Etiologi

Asfiksia disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan

berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,

atau segera setelah bayi lahir Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia

perinatal terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke

janin terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan pengeluaran CO2. Asfiksia

yang timbul dalam masa kehamilan dapat dibatasi atau dicegah dengan

melakukan pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini

mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi (Aminullah, 2007).

Faktor-faktor penyebab asfiksia pada bayi baru lahir dapat

dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. Pada saat kehamilan

a) Sebab-sebab maternal

b) Sebab-sebab pada plasenta

c) Sebab-sebab pada funiculus umbilicalis

d) Sebab-sebab pada fetal

Page 23: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

2. Persalinan dan kelahiran

a) Hipoksia akibat kontraksi uterus yang terlalu kuat

b) Narkosis karena pemberian analgetik dan anesthesia

c) Hipotensi maternal

d) Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi

e) Partus lama

f) Kelahiran yang sulit atau distokia

Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:

1. Faktor ibu: hipoksia ibu, gangguan kontraksi uterus misalnya :

hipotoni dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu misalnya karena

perdarahan mendadak pada plasenta previa, dan hipertensi pada

preeklampsia.

2. Faktor plasenta: pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh

luas dan kondisi pada plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat

gangguan mendadak pada plasenta seperti solutio plasenta.

3. Faktor fetus: asfiksia bila terdapat gangguan aliran darah antara ibu

dan janin. Hal ini bisa ditemukan pada tali pusat menumbung, tali

pusat melilit leher, serta kompresi tali pusat pada jalan lahir.

Page 24: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

4. Faktor neonatus: depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat

terjadi karena pemakaian obat, anestesi yang berlebihan selama

persalinan, trauma yang terjadi selama persalinan misalnya:

perdarahan intrakranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya:

hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan dan

hipoplasia paru.

Pernafasan spontan pada bayi baru lahir tergantung pada

kondisi janin pada masa kehamilan dan selama persalinan. Proses

kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara pada bayi. Proses ini dianggap perlu untuk merangsang

kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi refleks bernafas yang

kemudian akan berlanjut dengan pernafasan spontan dan teratur

(Rofi’i, 1999).

Page 25: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

c. Diagnosis

Jika terjadi asfiksia pada bayi baru lahir tingkatannya perlu dikenal

untuk dapat mengadakan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan

penilaian menurut skor APGAR. Yang dinilai pada pemeriksaan ini adalah

frekuensi denyut jantung, usaha untuk bernafas, tonus otot, warna kulit dan

reaksi terhadap rangsangan. Setiap penilaian diberi skor 0, 1, dan 2. Skor

APGAR ini biasanya dinilai satu menit setelah bayi lahir lengkap yaitu setelah

bayi diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir.

Skor APGAR satu menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang

diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi.

Skor APGAR perlu juga dinilai setelah lima menit setelah bayi lahir karena

hal ini mempunyai kaitan yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal

(Rofi’I, 1999).

Page 26: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Skor APGAR

Tanda 0 1 2

A Appearance

(Warna Kulit)

Biru pucat Tubuh

kemerahan,

ekstermitas biru

Tubuh dan

ekstremitas

kemerahan

P Pulse (Frekuensi

denyut jantung)

Tidak ada Kurang dari 100

kali per menit

Lebih dari

100 kali per

menit

G Grimace (Refleks) Tidak ada

respons

Sedikit gerakan

mimik

Menangis

A Activity

(Tonus Otot)

Lumpuh Ekstremitas

fleksi

Gerakan

aktif

R Respiration

(Usaha bernafas)

Tidak ada Lambat, tidak

teratur

Menangis

kuat

Dari hasil penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

Bayi normal : Skor APGAR 7-10

Asfiksia ringan sedang : Skor APGAR 4-6

Asfiksia berat : Skor APGAR 0-3

(Mochtar, 1998).

Page 27: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

d. Penatalaksanaan

Prinsip resusitasi yang perlu dilakukan pada bayi baru lahir yaitu perhatikan

temperature terlebih dahulu, setelah itu perhatikan airway, breathing, circulation,

dan disability.

Semua bayi baru lahir dalam keadaan apapun mempunyai kesulitan untuk

beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami

asfiksia khususnya, mempunyai system pengaturan suhu yang lebih tidak stabil.

Hipotermia yang terjadi ini dapat memperlambat pemulihan keadaan asidosis

yang terjadi. Namun perlu diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang

berlebihan pada tubuh bayi.

Pada bayi dengan nilai Apgar 7-10 : biasanya bayi hanya memerlukan

tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir/cairan dari orofaring dengan

menggunakan suction unit tekanan rendah. Hati-hati pengisapan yang terlalu kuat

atau traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia bahkan bisa

sampai henti jantung.

Selanjutnya pada bayi dengan nilai Apgar 4-6 : hendaknya orofaring cepat

diisap dan diberikan O2. Frekuensi jantung dan respirasi harus terus dipantau

ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus

diberikan ventilasi tekanan positif.

Page 28: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Sedangkan pada bayi dengan nilai Apgar 3 atau kurang : berarti bayi

mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus segera diisap.

Ventilasi tekanan positif dengan O2 juga harus segera dilakukan. Kecukupan

ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi

bunyi napas.

e. Profilaksis

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin persalinan adalah

penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Yang harus diperhatikan :

1. Hindari forseps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta

pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

2. Bila ibu anemia, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2

dan darah segar.

3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan

menunggu terlalu lama pada kala II.

(Mochtar, 1998).

Page 29: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

3. Preeklampsia dalam hubungannya dengan asfiksia perinatal

Meningkatnya thromboxane (TxA2) pada preeklampsia sebagian besar berasal

dari trombosit. Meningkatnya produksi TxA2plasenta dan menurunnya produksi

prostacyclin oleh plasenta, maka rasio antara TxA2/Prostacyclin meningkat akan

menyebabkan vasokonstriksi, kerusakan trombosit dan menurunnya aliran darah

ke unit uteroplasenta (Dekker et al, 2000).

Remodelling arteri spiralis yang tidak lengkap pada preeklampsia

menyebabkan sirkulasi uteroplasenter tahanan tinggi, perfusi ke plasenta

berkurang menyebabkan stress oksidatif, terjadi peningkatan kadar peroksida lipid

dan isoprostane pada plasenta dan desidua. Sedangkan kadar antioksidan

superoksida dismutase, beta karoten, alfa tokoferol dan glutation pada plasenta

mengalami penurunan (Candra, 2007).

Kelainan iskemia-reperfusi merupakan penyebab malperfusi dari beberapa

sistem organ. Pada preeklampsia terdapat spasme arteriola spiralis decidua

sehingga terdapat penurunan aliran darah ke plasenta. Menurunnya aliran darah

ke plasenta mengakibatkan gangguan perfusi plasenta. Sehingga dengan

menurunnya perfusi darah melalui plasenta ke janin, maka terjadi hipoksia janin

yang mengakibatkan terjadinya asfiksia pada bayi ketika setelah dilahirkan

(Mellembakken et al, 2001).

Page 30: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis :

Ada hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di RSUD

Dr Moewardi Surakarta.

Gangguan Sirkulasi Utero Plasenta

Faktor Tali Pusat Tali pusat melilit leher Kompresi tali pusat pusat pada jalan lahir

Faktor plasenta Plasenta previa Solusio plasenta

Preeklampsia

Spasme Arteri Spiralis

Hipoksia Janin

Asfiksia Perinatal

Faktor Ibu Anemia Ketuban pecah dini Partus lama Kehamilan preterm, postterm dengan insufisiensi plasenta

Faktor Neonatus Kelainan kongenital (penyakit paru, jantung, tumor pada thorax) Pemberian anestesi berlebihan selama persalinan

Page 31: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional , yaitu variabel bebas dan variabel tergantung

diobservasi hanya sekali pada saat yang sama.(Taufiqurrahman, 2004).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah sakit umum daerah Dr. Moewardi

Surakarta dan dari bulan Agustus – Oktober 2008.

C. Subjek penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di

RSUD Dr Moewardi Surakarta.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah subjek dalam populasi penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi dan sudah disingkirkan dengan kriteria

eksklusi sebagai berikut:

Page 32: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

a. Kriteria inklusi:

1) Usia kehamilan aterm

2) Ibu hamil dengan preeklampsia berat

b. Kriteria eksklusi

1) Kelainan plasenta (solusio plasenta, plasenta previa)

2) Janin dengan kelainan kongenital (penyakit paru, jantung, tumor

pada thorax)

3) Ibu dengan anemia

4) Ibu dengan ketuban pecah dini

5) Partus lama

D. Teknik Sampling

Sampel yang diambil sebagai subjek adalah yang memenuhi kriteria

di atas, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara non probability sampling

yakni purposive sampling, di mana setiap yang memenuhi kriteria penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu.

Page 33: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

E. Rancangan Penelitian

Tabel 2x2

Uji Chi-Square

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Ibu hamil yang melahirkan di RSUD Dr Moewardi dari bulan Agustus – Oktober 2008

Normal Preeklampsia Berat

Tidak Asfiksia Asfiksia Tidak Asfiksia Asfiksia

Page 34: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

F. Instumen Penelitian

Catatan medis pasien yang masuk bagian obstetrik dan ginekologi RSUD

Dr Moewardi Surakarta dari bulan Agustus – Oktober 2008.

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : preeklampsia berat

2. Variabel tergantung : asfiksia perinatal

H. Operasional Variabel Penelitian :

1. Preeklampsia adalah sindroma spesifik pada kehamilan yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuri setelah

kehamilan 20 minggu (Many, 2000). Preeklampsia berat bila disertai

keadaan sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari

110 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan selang enam jam.

b. Proteinuria lebih dari 2 gram dalam 24 jam atau 2-4 (+) pada test

dipstick.

c. Peningkatan serum kreatinin (lebih dari 1,2 mg/dL).

d. Oligouria kurang dari atau sama dengan 500 mL/24 jam.

e. Peningkatan enzim hati (SGPT >40 IU/L ; SGOT >37 IU/L).

Page 35: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

f. Trombositopenia (platelet count kurang dari 100.000/mm3).

(Reynolds, 2003).

2. Asfiksia perinatal merupakan suatu keadaan dimana janin atau bayi baru

lahir mengalami kekurangan oksigen (hypoxia) dan penurunan perfusi

(iskemia) terhadap berbagai organ (Pignotti, 2005).

Diklasifikasikan berdasarkan tidak asfiksia dan asfiksia pada ibu yang

menderita preeklampsia berat dan tidak preeklampsia berat.

Untuk mengetahui adanya asfiksia atau tidak, maka digunakan skor

APGAR, dimana nilai APGAR bayi kurang dari atau sama dengan 6 maka

dinyatakan menderita asfiksia.

3. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada

korpus uteri sebelum janin lahir (Sumapraja dan Rachimhadi, 2007).

4. Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen bawah

uterus (Taber, 1994).

5. Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari

10 gr% (Mochtar, 1998).

6. Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang

wanita dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu

(Budjang, 2007).

Page 36: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

7. Kehamilan postterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang

wanita dengan usia kehamilan ≥ 42 minggu (Budjang, 2007).

8. Ketuban pecah dini adalah bocornya cairan amnion sebelum mulainya

persalinan (Taber, 1994).

9. Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primi, dan lebih dari 18 jam pada multi (Mochtar, 1998).

Page 37: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

X2 =

I. Teknik Analisis Data

Data diolah dengan metode statistik uji Chi-Square dengan taraf

signifikansi 0,05. Dari data yang diperoleh dimasukan dalam table 2x2

sebagai berikut :

Untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan, maka digunakan rumus :

Keterangan:

X2 : Chi-Square

N : Jumlah sample

a, b, c, d : Frekuensi dari masing – masing variabel

Asfiksia Tidak Asfiksia

Total

Preeklampsia Berat a b a+b

Normal c d c+d

Total a+c b+d N

N(ad-bc)2

(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

Page 38: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Setelah X2 diketahui, kemudian dibandingkan dengan X2 tabel sehingga:

1. X2 hitung > X2 tabel (P < 0,05) terdapat hubungan yang sangat bermakna.

2. X2 hitung = X2 tabel (P < 0,05) terdapat hubungan yang bermakna.

3. X2 hitung < X2 tabel (P > 0,05) tidak ada hubungan yang bermakna.

Cara pengambilan simpulan analisis data:

H0 diterima dan H1 ditolak bila X2 hitung < X2 tabel (p > 0,05).

H1 diterima dan H0 ditolak bila X2 hitung > X2 tabel (p < 0,05).

Dimana H0 : Tidak ada hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal

H1 : Ada hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal

Page 39: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang telah dilakukan di bagian obstetrik dan ginekologi RSUD

Dr. Moewardi Surakarta diperoleh data persalinan mulai bulan Agustus sampai

dengan Oktober 2008 sebanyak 378 orang dengan kasus preeklampsia berat sebanyak

39 orang (10,32%) dan yang normal sebanyak 44 orang (11,64%).

Tabel 1. Distribusi Pasien Preeklampsia Berat Menurut Umur Ibu

Umur Ibu (Tahun) Jumlah Pasien (Orang) %

15 - 24 6 15,38

25 – 34 24 61,54

35 – 44 9 23,08

Jumlah 39 100

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok pasien preeklampsia terbanyak

didapatkan pada umur ibu antara 25 – 34 tahun yaitu sebanyak 24 orang atau sebesar

61,54%, sedangkan kelompok pasien terkecil didapatkan pada umur 15 – 24 tahun

yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 15,38%.

Page 40: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Tabel 2. Distribusi Preeklampsia Berat dengan Asfiksia Perinatal

Asfiksia Tidak

Asfiksia

Total Hasil Uji

Statistik

Preeklampsia Berat 8 31 39

Normal 3 41 44

Total 11 72 83

X2 = 3,373

p = 0,066

α = 0,05

db = 1

OR = 3,527

Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji chi square , nilai X2 yang

didapat sebesar 3,373 lebih kecil dari X2 tabel sebesar 3,841 (p > 0,05) pada taraf

signifikansi α=0,05 dengan db=1. Dengan demikian nilai X2 yang didapat

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara preeklampsia berat dengan

asfiksia perinatal secara statistik. Sedangkan nilai odds ratio (OR) yang didapat

sebesar 3,527 yang berarti ibu yang menderita preeklampsia berat mempunyai risiko

3,5 kali pada bayinya untuk menderita asfiksia. Uji statistik dan hasilnya dapat dilihat

pada lampiran.

Page 41: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB V

PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan di bagian obstetrik dan ginekologi RSUD

Dr. Moewardi Surakarta diperoleh data persalinan mulai bulan Agustus sampai

dengan Oktober 2008 sebanyak 378 orang dengan kasus preeklampsia berat sebanyak

39 orang (10,32%). Sedangkan menurut Roeshadi (2004) angka kejadian

preeklampsia di Indonesia berkisar 3 hingga 10 %. Di Amerika Serikat insiden

preeklampsia mencapai 23,6 kasus per 1000 kelahiran (Wagner, 2004). Frekuensi

preeklampsia bervariasi karena banyak faktor yang mempengaruhi. Beberapa hal

yang mempengaruhi tersebut adalah jumlah primigravida, keadaan sosioekonomi, dan

perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis (Wibowo dan Rachimhadi, 2007).

Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari ibu yang menderita preeklampsia berat

terdapat bayi yang mengalami asfiksia sebesar 8 orang (20,51%), sedangkan dari ibu

yang normal juga terdapat bayi yang mengalami asfiksia yaitu sebanyak 3 orang

(6,82%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada preeklampsia

berat terjadi spasme arteri spiralis sehingga terdapat penurunan aliran darah ke

plasenta yang pada akhirnya janin mengalami hipoksia (Mellembakken, 2001).

Setelah dianalisis dengan chi-square untuk mengetahui hubungan antara

preeklampsia berat dengan asfiksia, didapatkan nilai X2 hitung (3,373) lebih kecil

daripada X2 tabel (3,841). Sehingga didapatkan nilai p = 0,066 (p > 0,05) yang berarti

Page 42: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

bahwa H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di

RSUD Dr Moewardi Surakarta.

Walaupun secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara preeklampsia berat dengan asfiksia, tetapi secara klinik didapatkan hasil yang

bermakna dengan nilai odds ratio (OR) = 3,527 yang berarti ibu penderita

preeklampsia berat memiliki risiko 3,5 kali pada bayinya untuk mengalami asfiksia.

Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna secara statistik ini bisa

dikarenakan jumlah sampel yang kurang banyak. Sebab pada penelitian terdahulu

yang juga dilakukan oleh Heridho (2008) di RSUD Dr Moewardi Surakarta dengan

jumlah sampel sebesar 256 didapatkan hasil yang bermakna secara statistik.

Selain itu bisa juga dikarenakan preeklampsia berat pada ibu hamil tersebut

baru terjadi saat usia kehamilan sudah mendekati masa persalinan, sehingga

preeklampsia berat yang dialami tidak memberikan dampak asfiksia pada janinnya.

Pada penelitian ini terdapat kekurangan yang dilakukan oleh peneliti yaitu

karena tidak dieksklusikannya sampel berdasarkan cara persalinan. Padahal cara

persalinan bisa mempengaruhi keadaan bayi untuk mengalami asfiksia. Jadi dalam

penelitian ini perinatal yang menderita asfiksia tidak hanya oleh karena ibunya yang

menderita preeklampsia berat tetapi juga bisa dikarenakan karena cara persalinan.

Page 43: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan subjek penelitian ibu dengan

preeklampsia berat yang melahirkan bayinya di RSUD Dr Moewardi Surakarta

dari bulan Agustus – Oktober 2008 diperoleh simpulan secara statistik tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara preeklampsia berat dengan asfiksia

perinatal (p > 0,05). Akan tetapi secara klinis didapatkan bahwa preeklampsia

berat meningkatkan risiko asfiksia perinatal sebesar 3,5 kali dibanding kehamilan

normal.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar

dan di pusat - pusat kesehatan yang lain.

2. Sebaiknya dalam penelitian ini perlu dibedakan cara persalinan sehingga bisa

diketahui bahwa perinatal yang mengalami asfikisa hanya dikarenakan oleh

ibu yang menderita preeklampsia berat.

Page 44: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

DAFTAR PUSTAKA

Agudelo A.C., Belizan J.M. 2000. Maternal morbidity and mortality associated

with interpregnancy interval: cross sectional study. BMJ. 321: 1255-

1259.

Aminullah A. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta. p : 709.

Arias F. 1999. Practical guide to Highrisk Pregnancy and Delivery. Ed.2 St Louis

: Mosby Year Book, pp: 183-279.

Brooks. 2005. Pregnancy, preeclampsia.

http://cpmcnet.columbia.edu/texts/gcps/gcps0047.html.

(14 September 2008).

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. Pp : 58-66.

Budjang R.F. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta. p : 771.

Candra S., Widodo M.A., et al. 2007. Kadar MDA dan ratio GSH/GSSH pada

kehamilan normal, preeclampsia berat dan eklampsia di Malang. Jurnal

Kedokteran Brawijaya, Vol XXIII, No. 1.

Churchill D, Beevers DG. 1999. Hypertension in Pregnancy, London: BMJ

Books.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Cnossen J.S., et al.2008. Accuracy of mean arterial pressure and blood pressure

measurements in predicting pre-eclampsia: systematic review and meta-

analysis. BMJ. 336: 1117-1120.

Cotter A.M., Molloy A.M., Scott J.M., Daly S.F. 2001. Elevated plasma

homocysteine in early pregnancy: A risk factor for the development of

severe preeclampsia. Am J Obstet Gynecol. 185(4): 781-5.

Cunningham, F.G., Gant, N.F., et al., 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2.

Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta. Pp : 1356-8.

Dekker GA, Sibai BM. 1998. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia ;

Current Concept. Am J Obstet Gynecol Vol 179 , pp: 1359-75.

Depkes. 2005. Tabel 3.3 Distribusi Pasien Keluar Mati di Rumah Sakit yang

Bermula pada Masa Perinatal di Indonesia Tahun 2004.

http://www.yanmedik-depkes.net. (12 September 2008).

Dina S. 2003. Luaran ibu dan bayi pada penderita preeclampsia berat dan

eklampsia dengan atau tanpa sindroma HELLP. Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta. p :113.

Duley L, Meher S, Abalos E. 2006. Management of Preeclampsia. BMJ. 332 :

463-8.

Duley L, Henderson-Smart D, Knight M, King J. 2001. Antiplatelet drugs for

prevention of pre-eclampsia and its consequences: systematic review.

BMJ. 322: 329-33.

Page 46: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Guyton A. C., and Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta

: EGC, p : 1315.

Hastami, Y. 2007. Hubungan antara Preeklampsia Berat dengan Kejadian Bayi

Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta. Fakultas

Kedokteran UNS. Skripsi.

Heridho, K. 2008. Hubungan antara Preeklampsia/Eklampsia dengan Luaran

Perinatal di RSUD Dr Moewardi. Surakarta. Fakultas Kedokteran UNS.

Skripsi.

Herrmann W, Hubner U, Koch I, Obeid R, Retzke U and Geisel J. 2004.

Alteration of Homocysteine Catabolism in Preeclampsia, HELLP

Syndrome and Placental Insufficiency. Clinical Chemistry Lab Med;

42(10): 1109-16.

Hung H.T., Skepper N.J., Graham J., Burton J.G. 2001. In vitro ischemia-

reperfusion injury in term human placenta as a mode for oxidative stress

in pathological pregnancies. Am J Obstet Gynecol. Pathology. 159:

1031-1043.

Idris I, Yusuf I, Sinrang W, Batmomolin A. 2006. Incidence of Preeclampsia and

Low Birth Weight in Sympathetic Hyperactivity Pregnant Women.

http://med.unhas.ac.id. (12 September 2008)

James, D. K., Steer P. J., Wiener. C.P., Gonik B. 1996. High Risk Pregnancy

Management and Option, W.B. Saunder Company LTD Phyladelphya.

Lintang L.S. 2003. Gambaran fraksi protein darah pada preeclampsia dan hamil

normotensif. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Page 47: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Llewellyn-Jones, D. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6.

Hipokrates, Jakarta. pp : 113-5, 202-4.

Lockwood CJ, Paidas MJ. 2000. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. IN :

Cohen WR, Complication in Pregnancy, ED. 5th, Philadelphia :

Lippicott Williams & Wilkins. Pp : 207-26.

Lynch A.M., et al. 2008. Alternative complement pathway activation fragment Bb

in early pregnancy as a predictor of preeclampsia. Am J Obstet Gynecol.

198(4): 385.e1-385.e9.

Many A., Hubel A.C., Fisher J.S. et al. 2000. Invasive cytotrophoblast manifest

evidence of oxidative stress in preeclampsia. Am J Obstet Gynecol.

Pathology. 158: 321-331.

Mellembakken R.J., Aukrust P., Ueland T., et al. 2001. Chemokines and leucosite

activation in the fetal circulation during preeclampsia. Hypertension. 38:

394.

Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I:Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.

Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Pp : 198-203, 427-30,

255, 384.

Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : UGM

Press, pp : 190-7.

Parimi N., et al. 2008. Analytical approaches to detect maternal/fetal genotype

incompatibilities that increase risk of pre-eclampsia. BMC Medical

Genetics. 9: 60.

Pignotti M.S., Indolfi G., Ciuti R., Donzelli G. 2005. Perinatal asphyxia and

inadvertent neonatal intoxication from local anaesthetics given to the

mother during labour. BMJ. 330: 34-5.

Page 48: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Reynolds, C., Mabie, W.C., Sibai, B.M. 2003. Hypertensive States of Pregnancy.

In:DeCherney, A.H., Nathan, L. Current Obstetric & Gynecologic

Diagnosis & Treatment. 9th edition. McGraw-Hill Companies, Inc., New

Delhi. Pp : 338-46.

Roberts K.B., et al. 2008. Maternal risk factors for abnormal placental growth:

The national collaborative prenatal project. BMC Pregnancy and

Childbirth. 8: 44.

Rofi’i. 1999. Hubungan antara Derajat Preeklampsia dengan Derajat Asfiksia

Neonatorum di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Surakarta, Fakultas

Kedokteran UNS. Skripsi.

Sastrawinata, S. 1992. Obstetri Patology, Fakultas Kedokteran Universitas

Padjajaran Bandung.

Sastroasmoro, S. 2000. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:

Binarupa Aksara.

Sibai, BM, Mercer, Schiff, E & Friedman, SA. 1994. Aggressive versus expectant

management of severe preeclampsia at 28-32 weeks of gestation:A

randomized controlled trial. Am J Obstet Gynecol Vol 171, p : 818.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. p :446.

Sudinaya, I Putu. 2003. Insiden Preeklampsia dan Eklampsia di Rumah Sakit

Umum Tarakan Kalimantan Timur. Cermin Dunia Kedokteran. 2003;

139:14.

Sumapraja S., Rachimhadi T. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. p : 376.

Page 49: HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA BERAT …/Hubung…hubungan antara preeklampsia berat dengan asfiksia perinatal di rsud dr moewardi surakarta oktaviana heriyanti g0005148 fakultas kedokteran

Suparjono. 2003. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Kematian Perinatal di Kabupaten Kulon Progo.

www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=1&start=1500.

(11 April 2009).

Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan ginekologi. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Pp : 235-41, p : 368.

Taufiqurrahman, M.A. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.

Klaten : CSGF.

Thangaratinam S., et al. 2008. Tests for predicting complications of pre-

eclampsia: a protocol for systematic reviews. BMC Pregnancy and

Childbirth. 8: 38.

Unicef. 2006. Anak-anak yang Terabaikan, Terlupakan, dan Tak Terjangkau.

www.unicef.org/indonesia/id/SOWCR_2006_bi.pdf. (11 April 2009).

Vatten L.J., Skjaerven R. 2004. Is preeclampsia more than one disease? Obstet

Gynecol Surv. 59: 645-6.

Wibowo B., Rachimhadhi T. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. p : 285 - 7.

Zhang J., et al. 2008. Placental anti-oxidant gene polymorphisms, enzyme

activity, and oxidative stress in preeclampsia. Placenta. 29(5): 439-443.