20
1 HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF ESTEEM PADA PEREMPUAN DEWASA MUDA (THE RELATIONSHIP BETWEEN DATING VIOLENCE AND SELF ESTEEM ON YOUNG WOMEN ) Yuanita Zandy Putri Pembimbing : Grace Kilis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan dewasa muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 101 perempuan dewasa muda. Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The Revised Conflict Tactics Scales 2 dan pengukuran self esteem menggunakan Rosenberg Self Esteem Scale. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem perempuan dewasa muda (r = -0,252, p<0,05). Ketiga bentuk kekerasan yaitu psikologis, fisik dan seksual juga berhubungan signifikan dengan self esteem. Kata kunci : kekerasan dalam pacaran; perempuan dewasa muda; self esteem ABSTRACT This research investigates the relationship between dating violence and self esteem on young women. This study uses a quantitative approach with cross sectional study design. One hundred and one young women were served as a participants in study. Measurement of dating violence using The Revised Conflict Tactics Scales 2 and measurement of self esteem using Rosenberg Self Esteem Scale. The result of study authenticate that there is a significant relationship between dating violence and self esteem on young women (r = -0,252, p<0,05). The third form of violence, that is psychological, physical, and sexual has a significant relationship with self esteem. Keyword : dating violence; self esteem; young women Pendahuluan Masa perkembangan dewasa muda diwarnai dengan isu seputar pemilihan pasangan, pernikahan, dan membangun sebuah keluarga (Havighurst, 1955). Salah satu tugas perkembangan pada dewasa muda, yang awal disebutkan oleh Havighurst (1955) adalah memilih pasangan (selection mate). Pemilihan pasangan adalah tugas yang paling menarik namun juga bisa sangat menganggu bagi seorang dewasa muda. Tugas pemilihan ini disadari baik oleh laki- Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

1

HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF

ESTEEM PADA PEREMPUAN DEWASA MUDA

(THE RELATIONSHIP BETWEEN DATING VIOLENCE AND SELF

ESTEEM ON YOUNG WOMEN )

Yuanita Zandy Putri

Pembimbing : Grace Kilis

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self

esteem pada perempuan dewasa muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan desain penelitian cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 101

perempuan dewasa muda. Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The

Revised Conflict Tactics Scales 2 dan pengukuran self esteem menggunakan Rosenberg Self

Esteem Scale. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kekerasan

dalam pacaran dan self esteem perempuan dewasa muda (r = -0,252, p<0,05). Ketiga bentuk

kekerasan yaitu psikologis, fisik dan seksual juga berhubungan signifikan dengan self esteem.

Kata kunci : kekerasan dalam pacaran; perempuan dewasa muda; self esteem

ABSTRACT

This research investigates the relationship between dating violence and self esteem on young

women. This study uses a quantitative approach with cross sectional study design. One hundred

and one young women were served as a participants in study. Measurement of dating violence

using The Revised Conflict Tactics Scales 2 and measurement of self esteem using Rosenberg

Self Esteem Scale. The result of study authenticate that there is a significant relationship between

dating violence and self esteem on young women (r = -0,252, p<0,05). The third form of

violence, that is psychological, physical, and sexual has a significant relationship with self

esteem.

Keyword : dating violence; self esteem; young women

Pendahuluan

Masa perkembangan dewasa muda diwarnai dengan isu seputar pemilihan pasangan,

pernikahan, dan membangun sebuah keluarga (Havighurst, 1955). Salah satu tugas

perkembangan pada dewasa muda, yang awal disebutkan oleh Havighurst (1955) adalah memilih

pasangan (selection mate). Pemilihan pasangan adalah tugas yang paling menarik namun juga

bisa sangat menganggu bagi seorang dewasa muda. Tugas pemilihan ini disadari baik oleh laki-

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 2: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

2

laki atau perempuan dewasa muda sebagai tanggung jawab utama mereka (Havighurst, 1955).

Seorang dewasa muda perlu memiliki hubungan yang lebih dari sekedar pertemanan dengan

lawan jenis untuk proses memilih pasangan. Di Indonesia, hubungan yang lebih dari sekedar

pertemanan dan mengarah pada komitmen untuk menikah dikenal dalam istilah pacaran.

Pacaran adalah kegiatan yang melibatkan pertemuan antara dua orang dan mereka

melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk mengenal satu sama lainnya (DeGenova,

2008). Dalam hubungan pacaran akan dilakukan berbagai hal yang bertujuan untuk saling

membangun satu sama lainnya sehingga pasangan mendapatkan rasa aman dan berharga

(DeGenova, 2008). Selain hal-hal positif dan menyenangkan yang didapatkan individu dalam

hubungan pacaran, dapat terjadi berbagai macam permasalahan. Permasalahan dalam hubungan

pacaran seperti masalah yang muncul karena keluarga, tingkat ekonomi, dan perbedaan

kepribadian pasangan. Permasalahan yang muncul ini berlanjut menjadi sebuah konflik dalam

hubungan pacaran. Jika konflik atau ketegangan mulai terjadi dalam hubungan pacaran, salah

satu hal yang seringkali terjadi ialah penggunaan tindak kekerasan oleh pasangan. Penggunaan

tindak kekerasan ini dianggap sebagai cara untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang

terjadi (Scott & Straus, 2007).

Penggunaan tindak kekerasan dalam hubungan pacaran diperjelas dengan penelitian

yang dilakukan oleh Prospero dan Gupta (2007) dengan subjek mahasiswa di Amerika Serikat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% partisipan penelitian, mengalami kekerasan dalam

hubungannya. Kasus kekerasan dalam pacaran di Indonesia telah diperjelas dengan data statistik

yang dipublikasikan Komnas Perempuan pada tahun 2011. Terdapat laporan kasus kekerasan

dalam pacaran sebanyak 1.405 kasus. Tentunya angka yang didapatkan ini belum bisa

menggambarkan keseluruhan kasus yang nyata terjadi di masyarakat Indonesia, karena banyak

korban yang belum berani melaporkan dan tidak menganggapnya sebagai bentuk kekerasan.

Kekerasan dalam pacaran (dating violence) terjadi ketika seseorang secara sengaja

menyakiti dan membuat takut pasangannya (Womens Health, 2011). Lebih lanjut Mars dan

Valdez (2007) mendefinisikan kekerasan dalam pacaran sebagai kekerasan dalam bentuk fisik,

seksual dan psikologis yang dilakukan dalam hubungan pacaran. Kekerasan dalam pacaran

termasuk di dalamnya tindakan kekerasan secara fisik, emosional dan seksual serta ditambahkan

juga adanya kekerasan secara ekonomi (Zulfah, 2007). Penelitian pada mahasiswa di Amerika

mendapatkan hasil persentase untuk kekerasan fisik sebesar 49%, kekerasan psikologis 82%, dan

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 3: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

3

kekerasan seksual 46% (Prospero & Gupta, 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan kekerasan

psikologis lebih banyak terjadi dalam hubungan pacaran.

Kekerasan dalam pacaran dapat dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan, namun

dalam penelitian ini lebih difokuskan untuk melihat perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Kekerasan yang terjadi pada perempuan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor-

faktor penyebab seperti individu, hubungan, komunitas dan sosial (WHO, 2010). Salah satu

faktor penyebab kekerasan yaitu faktor sosial yang membuat perempuan menjadi korban dari

kekerasan dijelaskan oleh komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati dalam salah satu situs

berita internet (2011). Sri Nurherwati memberikan pendapat bahwa perempuan lebih sering

diposisikan sebagai orang yang bersalah karena hukum yang berlaku di Indonesia belum dapat

melindungi perempuan. Menurut beliau, dari kasus yang pernah ditanganinya pelaku kekerasan

dalam pacaran maksimal hanya dikenakan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak

menyenangkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterbatasan

dukungan dari masyarakat dan hukum yang berlaku dapat menjadi faktor penyebab tindak

kekerasan yang terjadi atas perempuan.

Teori feminis (Scott & Straus, 2007) menyatakan bahwa kekerasan pada perempuan yang

dilakukan oleh pasangannya adalah hasil yang tidak dapat dihindari dari sistem masyarakat

patriarkal, yang secara langsung memperbolehkan laki-laki untuk mendominasi dan mengontrol

pasangannya. Laki-laki diperbolehkan menyiksa perempuan karena norma budaya yang

mendukung keyakinan bahwa kekerasan adalah hal yang disetujui dan dianggap sebagai cara

untuk menyelesaikan konflik interpersonal. Selanjutnya kekerasan yang dilakukan pada

perempuan terjadi karena adanya ketidaksetaraan gender. Menurut beberapa sumber buku

(Poerwandari, 2008; Jurnal Perempuan, 2002; Unger, 2001) yang menuliskan mengenai

kekerasan terhadap perempuan, terlebih dahulu dibahas hal yang berkaitan dengan gender.

Adanya ketidaksetaraan gender seringkali memposisikan perempuan sebagai pihak lemah,

korban kekerasan dari laki-laki yang dianggap mempunyai kuasa (Poerwandari, 2008). Dalam

ranah baik domestik maupun publik, kekuasaan perempuan cenderung lebih kecil dibandingkan

dengan laki-laki. Oleh karena itu perempuan cenderung menjadi korban kekerasan domestik,

kekerasan terhadap mitra intim, maupun kekerasan dalam pacaran (Sunarto, 2004).

Kekerasan dalam pacaran terjadi selain karena terbatasnya dukungan masyarakat dan

hukum adalah adanya pandangan/ kepercayaan perempuan akan kekerasan.

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 4: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

4

Pandangan/kepercayaan ini berpengaruh pada sikap penerimaan akan kekerasan oleh perempuan.

Seorang tokoh feminis, Jalna Hanmer (1996) telah membahas mengenai sudut pandang

perempuan mengenai kekerasan. Menurut perempuan penerimaan kekerasan dari pasangan

dianggap sebagai bentuk kepatuhan terhadap pasangannya. Mereka memiliki keyakinan bahwa

pasangan bisa berubah pada akhirnya, merasa takut apabila pasangan akan menyakiti mereka,

dan tidak menemukan solusi atas persoalan yang dihadapinya karena sedikit sekali dukungan

yang dimilikinya baik secara sosial maupun individual (Jurnal Perempuan, 2002).

Kekerasan yang dialami oleh perempuan dapat berdampak pada berbagai segi

kehidupannya. Hakiki, Hayati, Marlinawati, Winkvist, dan Ellsberg (2001) dan sebuah lembaga

di Amerika, Advocates For Youth (2006) menyebutkan beberapa hal yang disebut sebagai

dampak pada perempuan karena kekerasan yang dialaminya. Dampak dari kekerasan adalah

luka, simptom fisik, kerusakan fisik yang permanen, post traumatic disorder (PTSD), depresi,

kecemasan, gangguan makan, disfungsi seksual, self esteem yang rendah, penggunaan rokok,

alkohol dan obat-obatan, komplikasi kehamilan, berbagai resiko pada fungsi reproduktif

perempuan, terkena AIDS, hingga bunuh diri.

Bila dilihat dari dampak yang dimunculkan oleh kekerasan, terdapat dua hal yang lebih

menonjol yaitu dampak secara fisik dan psikologis. Hal yang kemudian menarik untuk diteliti

lebih lanjut ialah dampak secara psikologis pada perempuan korban kekerasan, dikarenakan

dampaknya lebih menetap pada kehidupan korban. Salah satu dampak psikologis yang

dimunculkan pada korban kekerasan ialah menurunnya self esteem perempuan. Hal ini didukung

dengan wawancara yang peneliti telah lakukan pada perempuan, korban kekerasan. Perempuan

yang mengalami kekerasan dalam hubungan pacarannya, menunjukkan karakteristik individu

dengan self esteem yang rendah. Guindon (2010) menyebutkan bahwa individu dengan self

esteem yang rendah, menampilkan sikap tidak merasa aman, tidak percaya diri, hanya mengikuti

apa yang orang lain katakan, dan bersikap negatif pada dirinya.

Guindon (2010) memberi pengertian tentang self esteem sebagai suatu sikap, evaluasi

pada komponen diri berupa penilaian afektif pada konsep diri yang terdiri dari perasaan berharga

dan penerimaan diri yang telah dikembangkan dan dipelihara sebagai konsekuensi dari kesadaran

akan kompetensi diri dan umpan balik dari dunia luar. Self esteem pada individu terbentuk

karena dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya seperti faktor keluarga, faktor nilai dari

lingkungan, faktor gender dan faktor budaya.

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 5: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

5

Self esteem dalam beberapa penelitian dipandang sebagai sesuatu yang berbeda. Ada

penelitian yang menyebutkan self esteem sebagai dampak dan ada yang menyebutkannya sebagai

faktor. Perbedaan ini dimungkinkan karena adanya perbedaan konsep self esteem sebagai hal

yang berubah atau menetap di dalam diri individu (Holt, 2007). Jika self esteem dikonsepkan

sebagai hal berubah, maka self esteem lebih dianggap sebagai dampak sedangkan konsep self

esteem sebagai sesuatu yang menetap bisa menjadi faktor penyebab.

Penelitian yang kemudian dilakukan oleh Aguilar dan Nightingale (1994), untuk

melihat hubungan diantara keduanya mendapat hasil yang signifikan sedangkan di tahun 2003,

penelitian oleh Callahan, Tolman, dan Saunders mendapatkan hasil yang tidak signifikan

diantara kedua variabel. Perbedaan hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian serupa yaitu menguji hubungan di antara

kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan dewasa muda. Terutama penelitian ini

akan dilakukan di Indonesia dan untuk di negara Indonesia sendiri penelitian terkait kekerasan

dalam pacaran masih terbatas pada gambaran kekerasan dalam pacaran.

Penelitian tentang hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem

merupakan bagian dari payung penelitian tentang kekerasan dalam pacaran (dating violence).

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam mendapatkan hasilnya.

Pengambilan data dalam penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada

perempuan dewasa muda yang sedang menjalani hubungan pacaran lebih dari 1 tahun dan

pengambilan data hanya dilakukan satu kali. Alat ukur yang digunakan untuk mendapat skor

kekerasan dalam pacaran adalah The Revised Conflict Tactis Scales 2 (CTS2), sedangkan untuk

mendapat skor self esteem individu adalah Rosenberg Self Esteem Scale (RSES).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan dalam penelitian yang

akan dijawab melalui penelitian adalah:

“Apakah terdapat hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan

dewasa muda ?”

Landasan Teori

Perkembangan Usia Dewasa Muda

Individu yang memasuki masa dewasa (early adulthood) dimulai pada usia 18-30 tahun

(Havighurst, 1955) sedangkan menurut Hurlock (1980) individu dikatakan dewasa mulai usia 18

dan berakhir di usia 40 tahun. Karakteristik seorang yang dewasa menurut Arnett (2006) ialah

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 6: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

6

dapat bertanggung jawab atas kehidupannya, mampu membuat keputusan sendiri, dan tidak lagi

bergantung dalam hal keuangan. Menurut Havighurst (1955) seorang di masa perkembangan

dewasanya memiliki beberapa tugas perkembangan. Havighurst menyebutkan dalam teorinya

ada 8 tugas perkembangan yang secara umum dimiliki oleh seorang dewasa muda. Tugas

perkembangannya adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan pasangan, yang dilakukan untuk menemukan pasangan hidup.

2. Menjalani hidup bersama suami atau istri

3. Membangun sebuah keluarga

4. Membesarkan anak

5. Mengelola rumah tangga

6. Memulai karir dalam pekerjaan

7. Mengambil tanggung jawab sebagai seorang warga negara

8. Menemukan kelompok sosial yang sesuai dengannya

Erickson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menyebutkan bahwa perkembangan

psikososial seorang dewasa berada pada tahapan intimacy versus isolation. Dimana secara

umum, seorang dewasa akan membangun hubungan dengan orang lain untuk menemukan cinta

(virtue love) dalam hubungan yang intim. Bila seorang dewasa gagal menemukan hubungan

yang intim pada tahapan perkembangannya, ia akan terisolasi dari dunianya. Hubungan yang

dijalin oleh seorang dewasa lebih bersifat serius dan diisi dengan membuat sebuah komitmen

bersama pasangan. Dalam membangun hubungan intim yang kuat, stabil, dekat dan saling

pengertian dengan pasangan, maka dibutuhkan pemahaman diri, empati, kemampuan untuk

mengkomunikasikan emosinya, kemampuan dalam penyelesaian konflik, dan komitmen di

antara keduanya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Hubungan Pacaran

DeGenova (2008) menyatakan pacaran sebagai kegiatan yang melibatkan pertemuan

antara dua orang dan mereka melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk mengenal satu

sama lainnya. Dalam menjalin hubungan pacaran terdapat beberapa hal terkait dengan fungsi

pacaran bagi kehidupan individu yaitu (DeGenova, 2008) :

1. Rekreasi, untuk bersantai, bersenang-senang, dan sebagai hiburan

2. Menyediakan keintiman

3. Sosialiasi

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 7: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

7

4. Berkontribusi bagi perkembangan kepribadian individu

5. Sebagai kesempatan untuk individu mencoba peran gender

6. Memenuhi kebutuhan akan cinta

7. Kesempatan untuk melakukan eksperimen seksual dan kepuasan secara seksual.

8. Mencari pasangan hidup, dengan menjalin hubungan pacaran.

Dapat disimpulkan dari definisi dan fungsi pacaran yang telah disebutkan di atas bahwa

hubungan pacaran berisikan kegiatan yang ditujukan untuk lebih mengenal satu sama lain

sehingga dapat melanjutkan hubungan dan membuat sebuah komitmen untuk pernikahan. Selain

hal-hal positif yang didapatkan dengan berpacaran, bisa saja terjadi masalah dalam hubungan

pacaran pada dewasa muda. Salah satu masalah yang mungkin terjadi ialah kekerasan dalam

pacaran.

Kekerasan dalam Pacaran (Dating Violence)

Sugarman dan Hotaling (dalam Lewis dan Fremouw, 2001) menyebutkan kekerasan

dalam pacaran sebagai penggunaan kekuatan fisik atau ancaman penggunaan kekuatan fisik, atau

pembatasan yang dilakukan dengan maksud menyebabkan luka atau cedera pada pihak lain

dalam hubungan pacaran. Menurut Mars dan Valdez (2007), kekerasan dalam pacaran

disebutkan sebagai kekerasan dalam bentuk fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan dalam

hubungan pacaran. Berdasarkan kedua definisi yang telah dipaparkan mengenai kekerasan dalam

pacaran, maka dibuat kesimpulan bahwa kekerasan dalam pacaran adalah penggunaan tindak

kekerasan dalam bentuk fisik, psikologis dan seksual terhadap pasangan dalam hubungan

pacaran dengan maksud sengaja untuk menyakiti dan menyebabkan luka baik secara fisik,

psikologis dan juga seksual.

Bentuk Kekerasan dalam Pacaran

Kekerasan yang dialami korban tidak hanya terjadi secara fisik melainkan juga dapat

terjadi dalam berbagai bentuk lain seperti psikologis, seksual, serta ekonomi. Berdasarkan UU

No 23 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan menurut Poerwandari (2008) penjabaran

mengenai bentuk-bentuk kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka

berat. Contoh perilaku dalam kekerasan fisik ialah memukul, menendang, mendorong,

menampar, menonjok, mencekik, dan menganiaya bagian tubuh orang lain (YLBH APIK,

2010).

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 8: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

8

2. Kekerasan psikologis

Kekerasan tampil dalam perbuatan menghina, mengancam, menimbulkan rasa takut,

membuat orang kehilangan percaya diri, dan tidak mampu lagi bekerja serta

menimbulkan penderitaan psikis berat pada seseorang (Poerwandari, 2008). Contoh

perilaku dari kekerasan psikologis ialah mengeluarkan kata-kata cacian/umpatan/hinaan,

menjadikan orang lain sebagai bahan ejekan, dan menyebut orang lain bukan dengan

panggilan nama sebenarnya (YLBH APIK, 2010).

3. Kekerasan seksual

Kekerasan muncul ketika seseorang dipaksa melakukan tindakan seksual yang

merendahkan, menyakitkan dan menimbulkan luka dan penderitaan (Poerwandari, 2008).

Contoh perilaku dalam kekerasan seksual ialah meraba, mencium, menyentuh yang tidak

dikehendaki, melecehkan secara seksual, memaksa untuk melakukan hubungan seksual

dengan ancaman akan meninggalkan atau menganiaya (YLBH APIK, 2010)

4. Kekerasan ekonomi

Kekerasan juga tampil dalam dimensi ekonomi yaitu ketika seseorang ditelantarkan oleh

pihak yang seharusnya bertanggung jawab, dipaksa untuk bekerja atau mengekploitasinya

secara ekonomi (Poerwandari, 2008).

Faktor Penyebab Kekerasan dalam Pacaran

World Health Organization (2010) menjelaskan faktor-faktor penyebab yang

memunculkan tindak kekerasan berdasarkan model ekologis, terbagi menjadi empat yaitu :

a. Faktor individual, termasuk di dalamnya faktor biologis dan sejarah kehidupan pribadi

dari individu yang memiliki kemungkinan untuk menjadi korban atau pelaku kekerasan.

Penyebab dalam faktor individu terdiri atas berbagai hal seperti usia yang tergolong

muda, tingkat pendidikan individu, pemaparan tentang penganiayaan di masa kecil,

kepribadian yang anti-sosial, penggunaan alkohol dan penerimaan tindak kekerasan.

b. Faktor hubungan, termasuk di dalamnya faktor individu yang memiliki hubungan dengan

teman-teman, kelompok, pasangan dan keluarga. Dari orang-orang yang ada di dekat

individu dapat membentuk perilaku dan pengalaman. Penyebab yang termasuk dalam

faktor ini ialah memiliki pasangan lebih dari satu.

c. Faktor komunitas, adalah konteks komunitas dimana terbangun hubungan sosial seperti

sekolah, tempat bekerja, dan lingkungan tempat tinggal individu. Dengan

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 9: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

9

mengidentifikasikan karakteristik komunitas dapat diasosiasikan dengan individu yang

menjadi korban dan pelaku kekerasan. Penyebab kekerasan yang ada dalam faktor ini

adalah lemahnya sanksi yang dimiliki oleh masyarakat untuk kekerasan yang terjadi dan

kemiskinan.

d. Faktor sosial, adalah faktor yang lebih luas dibanding ketiga faktor sebelumnya.

Termasuk di dalamnya adalah ketidaksetaraan gender, agama, nilai-nilai budaya, norma

sosial, dan kebijakan politik-ekonomi yang kemudian menciptakan jarak antara

kelompok-kelompok orang. Penyebab kekerasan yang terdapat dalam faktor sosial adalah

adanya aturan tradisional yang memposisikan kedudukan perempuan di bawah

kedudukan laki-laki (ketidaksetaraan gender) dan norma sosial yang mendukung

terjadinya kekerasan.

Dampak dari Kekerasan dalam Pacaran

Kekerasan yang telah terjadi tidak begitu saja hilang dan berlalu, namun menimbulkan

dampak pada korban yang mengalaminya. Pendekatan psikologi menyatakan bahwa perempuan

yang mengalami kekerasan memiliki gangguan kesehatan mental dan terjadinya learned

helplessness yaitu suatu kondisi yang membuat perempuan tidak dapat keluar dari kekerasan

yang dialaminya. Perempuan merasa tidak lagi berdaya dan hanya bisa menyerah dengan

kekerasan yang dialami (Hyde, 2007).

Dampak yang dialami oleh korban bisa sangat merugikan keadaan korban dan

menganggu berbagai segi kehidupan korban seperti kesehatan fisik, psikologis, kehidupan sosial

dan ekonominya (Poerwandari & Lianawati, 2010; Hanmer, 1996). Penjelasan mengenai

masing-masing dampak adalah sebagai berikut :

a. Dampak fisik yang diderita korban kekerasan seperti luka, cedera, sakit yang terus

berkelanjutan, hingga bisa menimbulkan kecacatan pada korban.

b. Dampak psikologis yang terjadi pada korban adalah kehilangan minat untuk

mengurus/merawat diri, kehilangan minat untuk bisa berinteraksi dengan orang lain,

menunjukkan perilaku depresif, dan kecenderungan untuk membandingkan diri dengan

orang lain yang dianggap lebih baik sehingga tidak mampu mengenali kelebihannya dan

ragu akan kemampuan diri (Poerwandari & Lianawati, 2010).

c. Dampak bagi kehidupan sosial korban seperti terputusnya hubungan dengan keluarga,

kerabat dan teman-teman karena terlebih dahulu terjadi dampak psikologis dimana

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 10: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

10

korban kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain serta ada kecenderungan

menarik diri dari lingkungan (Hanmer, 1996). Dampak dalam kehidupan ekonomi ialah

kehilangan materi seperti uang, harta benda yang dimiliki oleh korban.

Self Esteem

Branden (1992) menyebutkan self esteem sebagai keyakinan seseorang akan

kemampuannya untuk berpikir dan mengatasi tantangan dalam kehidupan. Keyakinan memiliki

hak untuk bahagia, merasa sebagai pribadi yang berharga, merasa layak dan berhak menyatakan

kebutuhan dan keinginan untuk menikmati hasil dari usahanya (Branden, 1992). Guindon (2010)

menyebutkan self esteem sebagai sikap, evaluasi pada komponen diri berupa penilaian afektif

pada konsep diri yang terdiri dari perasaan berharga dan penerimaan diri yang telah

dikembangkan dan dipelihara sebagai konsekuensi dari kesadaran akan kompetensi diri dan

umpan balik dari dunia luar.

Tokoh lain juga menyebutkan definisi dari self esteem adalah Baumeister, Coopersmith,

Heatherton, Wyland dan Morris Rosenberg. Menurut Baumeister, self esteem ialah aspek

evaluatif dalam konsep diri individu yang sesuai dengan pandangan secara menyeluruh

mengenai dirinya sebagai pribadi yang berharga atau tidak (dalam Heatherton & Wyland, 2003).

Definisi dari Coopersmith tentang self esteem ialah evaluasi dimana individu membuat dan

membangun penerimaan terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap menyetujui

dan diindikasikan dengan kepercayaan individu sebagai pribadi yang mampu, penting, sukses

dan berharga. Singkatnya dari definisi Coopersmith ialah pendapat pribadi mengenai

keberhargaan individu yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri individu (dalam Heatherton

dan Wyland, 2003). Heatherton dan Wyland (2003) menyebutkan self esteem sebagai sikap

dalam diri individu yang berhubungan dengan kepercayaan individu akan ketrampilan,

kemampuan, hubungan sosial dan hasil yang dicapainya di masa depan.

Rosenberg menyimpulkan konsep self esteem sebagai sikap yang mengarah pada diri

sendiri. Self esteem disebutkan sebagai gabungan dari beragamnya karakteristik pada individu

yang muncul dari hasil evaluasi individu terhadap dirinya. Setiap karakteristik individu

kemudian akan dievaluasi berdasarkan penilaian dan penilaian bisa bersifat positif dan negatif.

Hasil penilaian akan karakteristik individu menjadi evaluasi secara luas (global) mengenai diri

individu. Melalui beberapa definisi dari para ahli mengenai self esteem, peneliti mencoba

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 11: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

11

membuat kesimpulan bahwa self esteem adalah hasil evaluasi yang dilakukan individu pada

dirinya terkait dengan keberhargaan diri dan kemampuan dirinya.

Dalam memahami self esteem terdapat dua aspek penting yaitu kompetensi dan

keberhargaan diri. Kompetensi mengarah pada keyakinan akan individu pada kemampuan yang

ditampilkannya dan keberhargaan diri mengarah pada perasaan individu yang berharga dengan

nilai-nilai yang dimiliki (Mruk, 2006).

Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk

menggeneralisasi dan membuktikan adanya hubungan antar kekerasan dalam pacaran dan self

esteem. Dalam pengukuran kuantitatif hasil yang didapatkan berupa skor kekerasan dalam

pacaran dan skor self esteem. Penelitian hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self

esteem termasuk dalam tipe penelitian korelasional. Desain penelitian yang digunakan

berdasarkan number of contacts (Kumar, 2005) adalah cross-sectional study design karena

peneliti hanya melakukan satu kali pengambilan data dalam penelitian hubungan antara

kekerasan dalam pacaran dan self esteem, serta tidak melihat perubahan jangka panjang yang

terjadi pada partisipan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini ialah:

Hα: “Terdapat korelasi yang signifikan antara skor total kekerasan dalam pacaran dan skor

total self esteem pada perempuan dewasa muda“.

H₀: “Tidak terdapat korelasi yang signifikan skor total kekerasan dalam pacaran dan skor

total self esteem pada perempuan dewasa muda“.

Penelitian ini ditujukan kepada populasi perempuan dewasa muda, yang sedang dalam

hubungan pacaran dengan lawan jenis (heteroseksual relationship) dan sampel penelitian adalah

beberapa perempuan dewasa muda yang sedang dalam hubungan pacaran dengan jangka waktu

hubungan minimal 1 tahun. Dalam mendapatkan sampel penelitian, digunakan teknik

convenience sampling, yaitu berdasar pada kesediaan partisipan untuk mengisi kuesioner yang

peneliti berikan (Graveter & Forzano, 2009). Selain itu peneliti berusaha mencari partisipan

penelitian dengan menggunakan teknik snowball (Kumar, 2005) dimana peneliti mencari

partisipan yang memenuhi kriteria dengan menanyakan pada teman-teman peneliti.

Penelitian ini memperoleh data dalam bentuk kuesioner, yang terdiri atas adaptasi CTS2

dan RSES. Pengukuran kekerasan dalam hubungan pacaran, menggunakan adaptasi alat ukur

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 12: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

12

The Revised Conflict Tactics Scales 2 (CTS2) yang dibuat oleh Murray. A Straus pada tahun

1996. CTS2 digunakan untuk mengukur sejauh mana pasangan dalam suatu hubungan intim

(dating, cohabiting, marriage) melakukan kekerasan fisik, psikologis dan seksual satu sama lain,

serta negosiasi yang dilakukan dalam mengatasi konflik mereka (Straus, dkk., 1996). Adaptasi

alat ukur CTS2 terdiri dari 23 item untuk korban dan 23 item untuk pelaku. Total keseluruhan

adaptasi alat ukur 46 item. Kategori dari respon jawaban yang terdapat alat ukur adalah “tidak

pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, “sering”, “sangat sering”. Dari setiap kategori diberikan

nilai mulai 1 hingga 4 (“tidak pernah” dan “sangat sering”) dan untuk beberapa item yang

mengukur negosiasi mendapat kebalikan nilai.

Pengukuran self esteem menggunakan alat ukur Rosenberg Self Esteem Scale yang

disusun oleh Morris Rosenberg pada tahun 1965. RSES digunakan untuk mengukur global self

esteem (Rosenberg, dkk., 1995). RSES adalah pengukuran self esteem yang ditujukan pada

remaja hingga orang dewasa dan lebih umum dipergunakan dalam penelitian (Guindon, 2010).

Alat ukur RSES memiliki item yang berjumlah 10 dan menggunakan rating 4 poin (sangat

setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju).

Data penelitian yang didapatkan akan diolah menggunakan Microsoft Excel untuk

skoring dan SPSS (Statistical Package for Social Science) untuk mengetahui hubungan antara

kekerasan dalam pacaran dan self esteem.

Hasil Penelitian

Data yang berhasil didapatkan dalam penelitian berjumlah 250, namun data partisipan

yang dapat digunakan untuk penelitian ini hanya 101 data. Dari pengolahan data 101 partisipan

didapatkan hasil gambaran umum partisipan dan setelah itu dilakukan analisis statistik, yaitu

pearson correlation. Gambaran umum hasil penelitian dari aspek demografis menunjukkan

bahwa usia partisipan perempuan yang lebih banyak mengalami kekerasan dalam hubungan

pacarannya adalah perempuan berusia 18-22 tahun dengan persentase 77%. Berdasarkan jenis

pekerjaan, perempuan dewasa muda yang masih menjalani pendidikan di universitas lebih

banyak mengalami kekerasan dengan persentase 88% dan berdasar lama hubungan pacaran,

perempuan dengan lama pacaran sekitar 2-4 tahun lebih banyak mengalami kekerasan di dalam

hubungannya yaitu 40% dari total partisipan.

Analisis utama penelitian yang dilakukan menggunakan pearson correlation,

menunjukkan bahwa hubungan kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 13: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

13

berkorelasi secara signifikan (r = -0,252, p<0,05). Hasil korelasi menunjukkan bahwa hubungan

keduanya negatif, dimana meningkatnya frekuensi kekerasan yang dialami oleh perempuan

diikuti dengan menurunnya self esteem pada perempuan.

Hasil perhitungan statistik juga menemukan hubungan yang signifikan antara bentuk-

bentuk kekerasan dan self esteem pada perempuan. Korelasi kekerasan psikologis dan self esteem

pada perempuan mendapatkan hasil yang signifikan (r = -0,270, p<0,01). Korelasi keduanya

adalah korelasi negatif. Dapat dijelaskan bahwa meningkatnya frekuensi kekerasan psikologis

diikuti dengan menurunnya self esteem pada perempuan. Korelasi kekerasan fisik dan self esteem

pada perempuan juga mendapatkan hasil yang signifikan (r = -0,250, p<0,05) dan berkorelasi

negatif. Korelasi negatif menunjukkan meningkatnya frekuensi kekerasan fisik diikuti dengan

menurunnya self esteem pada perempuan.

Korelasi kekerasan seksual dengan self esteem pada perempuan mendapatkan hasil yang

signifikan (r = 0,207, p<0,05), namun berbeda dengan bentuk kekerasan psikologis dan fisik,

hasil korelasi kekerasan seksual dan self esteem didapatkan positif. Dapat diartikan dari korelasi

positif bahwa menurunnya frekuensi kekerasan seksual pada perempuan diikuti dengan

menurunnya self esteem pada perempuan.

Diskusi

Penelitian untuk melihat hubungan di antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem ini

ditujukan kepada perempuan dewasa muda yang menerima kekerasan dari pasangannya. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Lewis, dkk., 2002) yang menunjukkan perempuan

lebih banyak menerima kekerasan dari pasangan dibandingkan perempuan yang melakukan

kekerasan pada pasangannya. Kenyataan ini juga didukung karena adanya ketidaksetaraan

gender antara laki-laki dan perempuan yang akhirnya membuat perempuan lebih sering

menerima kekerasan dari pasangannya (Poerwandari, 2008).

Hasil penelitian mendapatkan hubungan signifikan antara kekerasan dalam pacaran dan

self esteem pada perempuan dewasa muda sejalan dengan penelitian sebelumnya (Aguilar &

Nightingale, 1994) yang menemukan hasil bahwa perempuan yang mengalami kekerasan

memiliki self esteem yang rendah bila dibandingkan dengan perempuan yang tidak mengalami

kekerasan. Penelitian yang dilakukan oleh Sherer (2009) di Israel juga mendukung hasil

penelitian ini yang menemukan hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem.

Melalui hasil ini dapat disimpulkan bahwa perempuan dengan self esteem rendah tidak memiliki

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 14: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

14

keyakinan bahwa dirinya setara dengan laki-laki, tidak memandang dirinya sebagai pribadi yang

berharga dan memiliki kemampuan yang juga dimiliki oleh laki-laki. Perempuan dengan self

esteem rendah akan cenderung menerima setiap bentuk tindakan kontrol dan dominasi dari

pasangan, yang kemudian dapat berdampak negatif pada berbagai segi kehidupan perempuan.

Perempuan akan merasa tidak berdaya dan lemah dengan pengalaman kekerasan yang terjadi dan

situasi yang seperti ini mendorong perempuan terus berada dalam siklus kekerasan.

Meningkatkan self esteem pada perempuan akan mengurangi tindak kekerasan yang terjadi

dalam hubungan pacaran.

Hasil penelitian juga menunjukkan korelasi yang signifikan dari masing-masing bentuk

kekerasan dan self esteem. Hasil penelitian menemukan bahwa kekerasan psikologis dan fisik

berkorelasi negatif dengan self esteem perempuan dan jika dibandingkan nilai korelasinya maka

kekerasan psikologis lebih tinggi daripada kekerasan fisik. Bentuk kekerasan psikologis yang

diukur melalui CTS2 seperti “pasangan menghina saya”, “pasangan memanggil saya dengan

panggilan yang buruk” dan “Pasangan membentak saya ketika ia marah”. Korelasi yang

didapatkan antara bentuk kekerasan psikologis dan self esteem menunjukkan peningkatan

frekuensi kekerasan psikologis diikuti dengan penurunan self esteem. Penemuan ini didukung

dengan penelitian oleh Jezl, Molidor dan Wright (1996) yang menyebutkan bahwa kekerasan

psikologis berkorelasi secara negatif dengan self esteem. Kekerasan psikologis merupakan

bentuk kekerasan yang seringkali terjadi tapi tidak disadari oleh pelaku dan korbannya, karena

dianggap bukan kekerasan (Kuffel & Katz, 2002). Oleh karena itu akan lebih sulit untuk

diketahui pihak luar dan karena itu juga sulit untuk bisa mendapatkan penanganan/pencegahan

kekerasan. Bila dibuat berdasarkan tingkatan kekerasan, kekerasan psikologis berada di tingkatan

dasar. Jika perempuan sudah mengalami kekerasan seksual maka dipastikan ia telah mengalami

kekerasan psikologis dan fisik dari pasangan.

Hal yang berbeda dalam penelitian ini adalah ditemukan bahwa kekerasan seksual

berkorelasi positif dengan self esteem. Korelasi positif menunjukkan bahwa menurunnya

kekerasan seksual diikuti dengan self esteem yang menurun. Hasil ini dimungkinkan terjadi

karena pandangan di budaya Indonesia bahwa seksual adalah sesuatu yang tabu, sesuatu yang

tidak biasa diungkapkan secara terbuka. Pandangan perempuan tentang seksual yang

menyebabkan adanya kemungkinan partisipan penelitian menjawab item-item kekerasan seksual

mengikuti norma yang berlaku di masyarakat. Penyebab lain dari hasil yang berbeda dalam

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 15: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

15

penelitian ialah adanya pandangan dari perempuan yaitu dengan melakukan aktivitas seksual

bersama pasangan membuat kebutuhan akan keintiman terpenuhi. Meskipun aktivitas seksual

yang dilakukan bersama pasangan terjadi dalam bentuk kekerasan, perempuan akan

menganggapnya sebagai pemenuhan kebutuhan akan keintiman. Ketika kebutuhan akan

keintiman sudah terpenuhi membuat perempuan dapat diterima oleh pasangannya. Sikap

penerimaan dari pasangan terhadap perempuan yang kemudian dihayati oleh perempuan sebagai

sumber self esteem. Dengan demikian menunjukkan korelasi yang positif antara kekerasan dalam

pacaran dan self esteem pada perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa perempuan dengan usia yang

tergolong muda rentan menjadi korban kekerasan dalam hubungannya. Hasil penelitian

menunjukkan perempuan dengan usia 18-22 tahun yang lebih banyak menerima kekerasan dari

pasangan. Sesuai dengan hasil penelitian oleh Prospero dan Gupta (2007) yang menunjukkan

bahwa kekerasan banyak dialami oleh partisipan penelitian dengan usia 18-22 tahun. Hasil yang

menunjukkan bahwa perempuan dengan usia muda rentan menjadi korban kekerasan, telah

disebutkan oleh WHO (2010) sebagai faktor penyebab kekerasan. Perempuan dengan usia muda

rentan mengalami kekerasan dikarenakan individu masih kurang dalam pengalaman dan

pengetahuannya ketika membangun hubungan. Perempuan cenderung tidak menyadari bahwa

kekerasan yang dialami terus-menerus dapat memberikan dampak negatif pada kehidupan

selanjutnya. Di budaya Indonesia sendiri, perempuan akan lebih bersikap pasif sehingga mereka

tidak berani untuk mengambil pilihan untuk putus dari pasangan. Selain itu adanya tugas

perkembangan di usia dewasa muda, untuk mendapatkan keintiman dengan membuat sebuah

komitmen. Tugas pemilihan pasangan akan berpengaruh pada pandangan perempuan yang

enggan apabila harus memiliki status tanpa pacar. Alasan-alasan ini yang kemudian mendorong

perempuan dewasa muda tetap bertahan dalam hubungannya yang berkekerasan. Mengenai lama

pacaran, hasil penelitian ini menunjukkan lama pacaran yang dijalin perempuan selama 2-4

tahun lebih banyak mengalami kekerasan. Hasil ini didukung dengan penemuan oleh Straus dan

Ramirez (2004) yang telah menyebutkan bahwa kekerasan dalam pacaran terjadi pada hubungan

dengan jangka waktu lebih dari 1 tahun.

Dari aspek demografis yang terdapat dalam penelitian ini seperti faktor usia, pekerjaan

dan lama pacaran tidak ditemukan hubungan yang signifikan baik dengan kekerasan maupun self

esteem perempuan. Penemuan ini serupa dengan penelitian sebelumnya (Chase, dkk., 2002;

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 16: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

16

Callahan, dkk., 2003) yang tidak mendapatkan hubungan signifikan antara kekerasan dengan

lama pacaran dan usia partisipan. Penelitian oleh Connor, dkk. (2004) juga tidak menemukan

hubungan signifikan antara self esteem dan usia partisipan. Hal ini yang kemudian menyebabkan

peneliti tidak mencantumkan analisis tambahan pada hasil penelitian.

Kesimpulan

Secara umum penelitian ini mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kekerasan dalam pacaran dan self esteem pada perempuan dewasa muda. Hubungan antara

kekerasan dalam pacaran dan self esteem menunjukkan korelasi yang negatif, dimana

meningkatnya frekuensi kekerasan dalam pacaran diikuti dengan menurunnya self esteem pada

perempuan dewasa muda.

Saran

Saran yang peneliti berikan untuk penelitian-penelitian selanjutnya jika ingin

menggunakan alat ukur CTS2 untuk mengukur kekerasan ialah dengan memodifikasi item-item

yang ada di dalam alat ukur CTS2, khususnya item kekerasan seksual agar lebih sesuai dengan

budaya yang ada di Indonesia. Modifikasi item dapat diperoleh dengan sebelumnya melakukan

sebuah survey untuk mencegah social desirability. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah

menjangkau partisipan perempuan dewasa muda lebih banyak lagi khususnya memperbanyak

partisipan perempuan yang sudah bekerja. Perlu juga dipertimbangkan dalam aspek demografis

partisipan perempuan, tentang suku/ras dan golongan ekonomi keluarga dari partisipan. Saran

Praktis yang dapat peneliti berikan sesuai hasil penelitian adalah bagi pihak-pihak yang memiliki

kepedulian akan kesejahteraan perempuan dapat menciptakan tindakan pencegahan kekerasan

berupa pemberian edukasi pada siswa-siswi di SMP/SMA dan membuat sebuah pelatihan dengan

tujuan untuk meningkatkan self esteem perempuan dewasa muda, agar mereka tidak menjadi

korban kekerasan dalam pacaran.

Daftar Pustaka

Advocates For Youth. (2006). Dating violence among adolescents. Diakses dari

http://www.advocatesforyouth.org/storage/advfy/documents/fsdating.pdf

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 17: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

17

Aguilar, R. J., & Nightingale, N. N. (1994). The impact of specific battering experiences on the

self-esteem of abused women. Journal of Family violence, 9 (1), 35-45. doi: 0885-

7482/94/03G0-0035507.00/0

Arnett, J. J. (2006). Emerging adulthood: The winding road from late teens through the twenties.

New York : Oxford University Press.

Branden, N. (1992). The power of self esteem: An inspiring look at our most important

psychological resource. USA: Health Communication.

Callahan, M. R., Tolman, R. M., & Saunders, D. G. (2003). Adolescent dating violence

victimization and psychological well-being. Journal of Adolescent Research, 18(6), 664-

681. doi: 10.1177/0743558403254784

Chase, K. A., Treboux, D., & O’leary, K. D. (2002). Characteristics of high-risk adolecents’

dating violence. Journal of Interpersonal Violence, 17(33), 33-49. doi:

10.1177/0886260502017001003

Connor, J. M., Poyrazli, S., Wreder, L. F., & Grahame, K. M. (2004). The relation of age,

gender, ethnicity and risk behaviors to self esteem among students in nonmainstream

schools. Adolescence, 39(155), 457-473. Diakses dari

http://search.proquest.com/docview/195935954/13AB16FA3203908BED2/1?accountid=

17242

DeGenova, M. K. (2008). Intimate Relationship Marriages & Families. New York: McGraw

Hill.

Follingstad, D. R., Bradley, R. G., Laughlin, J. E., & Burke, L. (1999). Risk factors and

correlates of dating violence: The relevance of examining frequency and severity levels

in a college sample. Violence and Victims, 14(4), 365-380. Diakses dari

http://search.proquest.com/docview/208555095/13AB1337C74494F2AD/1?accountid=1

7242

Graveter, F. J & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences. Canada :

Wadsworth, Cengage Learning.

Guindon, M. H. (2010). Self esteem across the lifespan: Issues and interventions. New York:

Routledge, Taylor & Francis Group.

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 18: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

18

Hakiki, M., Hayati, E. N., Marlinawati, V. U., Winkvist, A., & Ellsberg, M. C. (2001). Silence

for the sake of harmony: Domestic violence and health in central java, Indonesia.

Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center.

Hanmer, J. (1996). Women and violence: Commonalities and diversities. In Barbara

Fawcett, Brid Featherstone, Jeff R Hearn, & Christine Toft (Eds). Violence and gender

relations (pp 1-20). London: Sage Publications.

Havighurst. (1955). Human development and education. Toronto: Longman, Green and Co.

Heatherton, T. F., & Wyland, C. L. (2003). Assessing self esteem. In Shane J. Lopez & C. R.

Snyder (Ed). Positive psychological assessment: A handbook of models and measures (pp

219-233). Washington, DC : American Psychological Association. doi: 10.1037/10612-

014

Holt, J. L. (2007). Impact of self-esteem, adult attachment, and family on conflict resolution in

intimate relationships (Master of Arts in Psychology). Diakses dari ProQuest (UMI:

1441900).

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Jakarta: Erlangga

Hyde, J. S. (2007). Half the human experience: The psychology of women. USA : Houghton

Mifflin Company.

Jezl, D. R., Molidor, C. E., & Wright, T. L. (1996). Physical,sexual and psychological abuse in

high school dating relationships: Prevalence rates and self-esteem issues. Child and

Adolescent Social Work Journal, 13(1), 69-87. Diakses dari

http://link.springer.com/article/10.1007/BF01876596?LI=true

Jurnal Perempuan. (2002). Hentikan kekerasan terhadap perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal

Perempuan.

Komisi Nasional Perempuan. (2011). Lembar fakta catatan tahunan (catahu) komnas

perempuan. Jakarta: Komnas Perempuan. Diakses dari

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2012/06/Lembar-

Fakta_Memperingati-Hari-Internasional-untuk-Dukungan-bagi-Korban-Penyiksaan-26-

Juni.pdf

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 19: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

19

Kuffel, S. W., & Katz, J. (2002). Preventing physical, psychological and and sexual aggression

in college dating relationship. Journal of Primary Prevention, 22(4), 361-374. doi: 0278-

095X/02/0600-0361/0

Lewis, S. F., & Fremouw, W. (2001). Dating violence : A critical review of the literature.

Clinical Psychology Review, 21(1), 105–127. doi: S0272-7358(99)00042-2

Lewis, S. F., Travea, L., & Fremouw, W. J. (2002). Characteristics of female perpetrators and

victims of dating violence. Violence and Victims, 17(5), 593-606. Diakses dari

http://search.proquest.com/docview/208556679/13AB144A4252684C25B/1?accountid=1

7242

Mars, T.,& Valdez, A. M. (2007). Adolescent dating violence: Understanding what is ‘‘at risk?’’.

Emergency Nurses Association, 33(5), 492-494. doi: 10.1016/j.jen.2007.06.009

Mruk, C. J. (2006). Self esteem research, theory, and practice: Toward a positive psychology of

self esteem. New York: Springer.

Naderi, H., Abdullah, R., Azian,H. T., Sharir, J., & Kumar, V. ( 2009). Self esteem, gender and

academic achievement of undergraduate students. American Journal of Scientific

Research, 3, 26-37. Diakses dari http://www.eurojournals.com/ajsr.htm

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development. New York: McGraw

Hill International.

Poerwandari, E. K. (2008). Penguatan psikologis untuk menangulangi kekerasan dalam rumah

tangga dan kekerasan seksual: Panduan dalam bentuk tanya-jawab. Jakarta: Program

Studi Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Poerwandari, E. K., & Lianawati, E. (2010). Buku saku untuk penegak hukum: Petunjuk

penjabaran kekerasan psikis untuk menindaklanjuti laporan kasus KDRT. Jakarta :

Program Studi Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Prospero, M., & Gupta, S. V. (2007). Gender differences in the relationship between intimate

partner violence victimization and the perception of dating situations among college

students. Violence and victims, 22(4), 489-502. Diakses dari

http://search.proquest.com/docview/208557406/13AB14B4C31423B3D71/1?accountid=

17242

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012

Page 20: HUBUNGAN ANTARA KEKERASAN DALAM PACARAN DAN SELF …

20

Rosenberg, M., Schooler, C., Schoenbach, C., & Rosenberg, F. (1995). Global self esteem and

specific self esteem: Different concept, different outcomes. American sociological

review, 60(1), 141-156. Diakses dari

http://www.jstor.org/stable/2096350

Scott, K. & Straus, M. (2007). Denial, minimization, partner blamming, and intimate aggression

in dating partners. Journal of Interpersonal Violence, 22(7), 851-871. doi:

10.1177/0886260507301227

Setiawan, A. (2011, 25 Oktober). Kekerasan dalam relasi pacaran masih tinggi. Vivanews.

Diakses dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/258656-kekerasan-dalam-relasi-

pacaran-masih-tinggi.

Sherer, M. (2009). The nature and correlates of dating violence among jewish and arab youths in

israel. Journal Family Violence, 24, 11-26. doi 10.1007/s10896-008-9201-8

Simanjuntak, J. (2012, 1 Juli). Kekerasan dalam pacaran dan bagaimana bersikap. Kompas.

Diakses dari

http://health.kompas.com/read/2012/07/01/11233663/Kekerasan.dalam.Pacaran.dan.Baga

imana.Bersikap.

Straus, M. A., & Ramirez, I. L. (2004). Criminal history and assault of dating partners: The role

of type of prior crime, age of onset, and gender. Violence and Victims, 19(4), 413-434.

doi: 10.1891/vivi.19.413.64164

Sunarto, K. (2004). Pengantar sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.

Unger, R. K. (2001). Handbook of the psychology of women and gender. USA: Wiley.

Womens Health. (2011). Violence against women. Diakses dari

http://www.womenshealth.gov/violence-against-women/types-of violence/dating-

violence.cfm#a.

World Health Organization. (2010). Preventing intimate partner and sexual violence against

women : Taking action and generating evidence. Geneva: WHO.

Zulfah. (2007, 24 Desember). Kekerasan dalam pacaran: sebuah fenomena yang terjadi pada

remaja. Diakses dari http://www.kesrepro.info/?q=node/252.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK. (2010). Kekerasan dalam pacaran. Diakses dari

http://www.lbh-apik.or.id/fact-52%20dating%20vlc.htm

Hubungan antara..., Yuanita Zandy Putri, FPs-UI, 2012