Hipoglikemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipoglikem

Citation preview

  • REFLEKSI KASUS

    HIPOGLIKEMIA

    Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan

    Klinik Bagian Ilmu Penyakut Dalam di RSUD Salatiga

    Disusun Oleh :

    Maharani Primastuti Arganist

    20110310020

    Dokter pembimbing : dr. Agus Sunaryo, Sp.PD

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS

    KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

    MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

    RSUD KOTA SALATIGAHALAMAN PENGESAHAN

  • Telah disetujui dan disahkan, refleksi kasus dengan judul

    HIPOGLIKEMIA

    Disusun Oleh :

    Maharani Primastuti Arganist

    20110310020

    Telah dipresentasikan

    Hari/tanggal:

    Disahkan oleh:

    Dokter pembimbing,

    2

  • dr. Agus Sunaryo, Sp.PDBAB 1

    STATUS PASIEN

    A. IdentitasNama : Ny. SUsia : 63 tahunJenis kelamin : PerempuanAlamat : ArgomulyoTanggal masuk : 18/01/2016Status pernikahan : Sudah menikah

    B. Anamnesis Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke UGD RSUD Salatiga dengan penurunan kesadaran. Berdasarkan aloanamnesis pasien mengeluh tangan dan kaki terasa sulit untuk digerakkan. Pusing (-), mual (-), muntah (-). Pasien sudah pernah dibawa ke RS sebelumnya 4x dengan gejala yang sama. Saat aloanamnesis, pasien sedikit sekali mengkonsumsi makanan sebelum akhirnya mengalami penurunan kesadaran.

    Riwayat penyakit dahuluRiwayat DM (+) sejak tahun 2001, riwayat memakai insulin (+) tetapi sudah sekitar 5 bulan ini pasien tidak rutin mengkonsumsi obat gula maupun insulin. Riw HT (-), riw jantung (-), riwayat stroke (-)

    Riwayat penyakit KeluargaPasien tinggal bersama keluarganya, dan keluarganya tidak ada yang mengalami gejala yang serupa.

    Tinjauan sistemKepala leher : tidak ada keluhanTHT : tidak ada keluhanRespirasi : tidak ada keluhanGastrointestinal : tidak ada keluhanKardiovaskuler : tidak ada keluhanPerkemihan : tidak ada keluhanSistem reproduksi : tidak ada keluhan

    3

  • Kulit dan ekstremitas : pasien mengeluh tangan dan kaki terasa berat, sulituntuk digerakkan

    C. Riwayat perjalanan penyakit pasien S (Subjektif)Penurunan kesadaran. Berdasarkan aloanamnesis pasien mengeluh tangan dan kaki terasa sulit untuk digerakkan. Pusing (-), mual (-), muntah (-). Pasien sudah pernah dibawa ke RS sebelumnya 4x dengan gejala yang sama (Objektif)

    Kesan umum: Penurunan kesadaran Vital Sign:

    Tekanan darah : 105/70HR : 88x/mRR : 24x/mSuhu : 36,2CGDS : 34

    Kepala dan leherConjungtiva anemis : (-/-)Sklera ikterik : (-/-)Pembesaran limfonodi : (-)

    Thorax Cor

    - S1/S2 reguler, tidak ditemukan bising jantung Pulmo

    - Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk- Tidak ada ketinggalan gerak, tidak terdapat peningkatan

    maupun penurunan vocal fremitus- Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru- Perkusi: sonor- Suara dasar vesikuler: +/+ - Suara ronkhi: -/-- Suara amforik: -/-- Suara wheezing: -/-

    Abdomen- Bentuk supel: +- Nyeri tekan: -- Bunyi usus: -

    Extremitas

    4

  • - Akral dingin: -- CRT < 2 detik- Edema: -

    Pemeriksaan penunjang tanggal 19/01/2016

    Hematologi

    Pemeriksaan Hasil Interpretasi

    Jumlah sel darah

    Leukosit 6.99 Normal

    Eritrosit 5.62 Normal

    Hemoglobin 8.5 Menurun

    Hematokrit 25.1 Menurun

    Trombosit 258 Normal

    Index

    MCV 85.5 Normal

    MCH 28.9 Normal

    MCHC 33.8 Normal

    Pemeriksaan kimia klinik

    Pemeriksaan Hasil Interpretasi

    Gula Darah Sewaktu 18/1/2016 pkl 22.00 15019/1/2016 pkl 06.00 84

    Normal

    SGOT 21 Normal

    SGPT 12 Normal

    Ureum 63 Meningkat (10-50)

    Creatinin 1.6 Meningkat (0.6-1.1)

    EKG

    5

  • Interpretasi EKG:Irama : sinus Frekuensi : 75x/mAxis : + , normal

    NSR

    A (Assesment)Hipoglikemia low intakeAnemia

    P (Planning) O2 3-4 Lpm Inf D5% 20 tpm Inj D40% III fl Inj Ceftriaxone 2x1 gr Inj OMZ 1 amp Neurodex 1x1 Transfusi WB 2 kolf, premed furosemide 1 ampul

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi Hipoglikemia

    Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa

    plasma lebih rendah dari 45 mg/dl 50 mg/dl.

    Bauduceau, dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana

    6

  • kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada

    penderita.

    Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala

    hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula

    darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar

    gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.

    Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan

    bantuan Whipples Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan

    hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi

    setelah perbaikan kadar gula darah.

    Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat

    menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien (Tabel 1)

    7

  • Tabel 2.1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut

    Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguanaktivitas sehari hari yang nyata

    Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguanaktivitas sehari hari yang nyata

    Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendirikarena adanya gangguan kognitif1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan

    terapi parenteral 2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler

    atau intravena) 3. Disertai kejang atau koma

    American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia

    mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai

    berikut:

    Tabel 2.2. Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association

    Workgroup on Hypoglycemia tahun 2005

    Severe hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang lain

    Documented Kadar gula darah plasma 70 mg/dl disertai symptomatic gejala klinis hipoglikemiahypoglycemiaAsymptomatic Kadar gula darah plasma 70 mg/dl tanpa hypoglycemia disertai gejala klinis hipoglikemia

    Probable symptomatic Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertaihypoglycemia pengukuran kadar gula darah plasma

    8

  • Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar gula darah plasma 70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula dara2.2. Gejala dan Tanda Hipoglikemia

    Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi

    sistem saraf otonom dan neuroglikopenia.

    Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang mengalami hipoglikemia

    berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang

    mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah

    (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari

    hipoglikemia karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk

    meningkatkan kadar gula darahnya.

    Tabel 2.3. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia

    Kadar Gula Gejala Neurogenik Gejala NeuroglikopenikDarah

    79,2 mg/dL gemetar, goyah, gelisah irritabilita, kebingungan70,2 mg/dL gugup, berdebar debar sulit berpikir, sulit

    berbicara59,4 mg/dL berkeringat ataxia, paresthesia50,4 mg/dL mulut kering, rasa kelaparan sakit kepala, stupor,39,6 mg/dL pucat, midriasis kejang, koma, kematian

    9

  • 2.3. Mekanisme Kontra Regulasi Kadar Gula Darah

    Penurunan kadar gula darah dapat memicu serangkaian respon yang

    bertujuan meningkatkan kadar gula darah (Tabel 3)

    Tabel 2.4. Respon fisiologis terhadap penurunan kadar gula darah plasma

    Respon Batas Kadar Efek fisiologisGula Darah

    (mg/dl)Penurunan sekresi 80 85 Mempercepat peningkatan glukosa

    insulin (Menghambat penurunan glukosa)Peningkatan sekresi 65 70 Mempercepat peningkatan glukosa

    glukagonPeningkatan sekresi 65 70 Mempercepat peningkatan glukosa,

    epinephrine Menghambat penurunan glukosaPeningkatan sekresi 65 70 Mempercepat peningkatan glukosa,cortisol dan growth Menghambat penurunan glukosa

    hormoneSimptom 50 55 Sebagai tanda bagi pasien untuk

    hipoglikemia mengkonsumsi glukosa

    10

  • Keterangan tabel: Peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang

    dilakukan oleh hati dan ginjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah

    penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pertahanan

    fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi

    insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima

    terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan sekresi insulin fisiologis

    (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin yag

    beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar

    (eksogen).

    Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah

    peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi

    glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis.

    Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah

    peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila

    sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi

    epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara

    stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi

    penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan

    substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari

    jaringan lemak).

    Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula

    darah dalam pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin

    (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf

    pusat.

    Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia,

    kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang

    11

  • lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita

    hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita

    segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini

    berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes

    mellitus tipe 2.

    2.4. Patofisiologi Hipoglikemia yang Berhubungan dengan Kegagalan

    Otonom

    Diabetes dan Defisiensi Insulin

    Substitusi insulin yang tidaksempurna (tidak terjadi fisiologi

    penurunan insulin dan peningkatanglukagon)

    Hipoglikemia

    Respons Simpatoadrenal

    TidurAktivitas Fisikterhadap Hipoglikemia

    Berkurang

    Respons Saraf SimpatisBerkurang

    Ketidaksadaran terhadap Hipoglikemia

    Respon Epinefrin Berkurang

    Mekanisme KontraregulasiGlukosa Terganggu

    Hipoglikemia Berulang

    Gambar 2.2 Hipoglikemia yang berhubungan dengan kegagalan sistem otono

    12

  • m2.5. Identifikasi Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hipoglikemia

    2.5.1. Usia

    Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih

    berat dan terjadi pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua

    dibanding dengan usia yang lebih muda.

    Sedangkan menurut Studenski dalam buku ajar Harrisons

    Princle of Internal Medicine 18th Ed dikemukankan bahwa

    hipoglikemia pada penderita diabetes usia lanjut lebih sulit diidentifikas

    karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi pada kadar gula

    darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penderita diabetes

    pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik dan efek cedera

    neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan usia lanjut.

    Simptom autonom hipoglikemia sering tertutupi oleh penggunaan beta-

    blocker. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi

    untuk mengalami hipoglikemia daripada penderita diabetes usia lanjut

    yang sehat dan memiliki fungsi yang baik.

    2.5.2.Kelebihan (ekses) insulin

    2.5.2.1 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu

    tinggi.

    2.5.2.2 Konsumsi glukosa yang berkurang.

  • Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi alkohol.

    2.5.2.4 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah

    berolahraga.

    2.5.2.5 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.

    2.5.2.6 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.

    2.5.3.Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang

    terganggu

    Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin

    dan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses

    insulin saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.

    Faktor risiko yang relevan dengan terganggunya mekanisme

    kontra regulasi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan

    diabetes melitus tipe 2 tahap lanjut antara lain :

    2.5.3.1 Defisiensi insulin pankreas

    Menandakan bahwa insulin yang ada merupakan insulin

    eksogen, sehingga apabila gula darah turun di bawah batas

    normal, tidak terjadi penurunan sekresi insulin.

    2.5.3.2 Riwayat hipoglikemia berat, ketidaksadaran hipoglikemia

    (hypoglycemia unawareness), atau keduanya.

  • Terapi penurunan kadar gula darah yang agresif, ditandai dengan kadar HbA1c yang rendah, target kadar gula darah yang rendah, atau keduanya.2.5.4. Frekuensi Hipoglikemia

    Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi

    kadar gula darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada

    kadar gula darah yang lebih rendah daripada orang normal.

    2.5.5. Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia

    Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja

    meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan

    terjadinya hipoglikemia. Obat obat tersebut antara lain dipeptydil

    peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide,

    golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride

    2.5.5.1 Sulfonylurea

    Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan

    insulin dari sel beta pankreas dengan cara berikatan dengan

    reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang

    menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan menyebabkan

    depolarisasi dan pelepasan insulin.

  • Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien DM tipe 2 dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Mekanisme inhibisi glukagon ini terjadi karena stimulasi pelepasan insulin dan somatostatin menghambat sekresi sel alfa pancreas.

    Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup

    banyak digunakan merupakan sulfonylurea generasi ke-2

    yaitu glibenclamide dan glimepiride.

    Glibenclamide (glyburide) dimetabolisme di hepar

    menjadi produk dengan aktivitas hipoglikemik yang sangat

    rendah. Dosis awal pemberian Glibenclamide yaitu 2,5 mg

    per hari dan dapat ditingkatkan hinga mencapai 5-10 mg

    dosis tunggal per hari dan diberikan pada pagi hari.

    Pemberian dosis lebih dari 20 mg per hari tidak

    direkomendasikan.

    Glibenclamide berisiko menyebabkan hipoglikemia.

    Efek samping glibenclamide yang lain adalah dapat

    menyebabkan flushing apabila berinteraksi dengan alkohol.

    Insufisiensi ginjal dan hepar merupakan kontraindikasi

    penggunaan glibenclamide.

  • Glimepiride digunakan dengan dosis sekali sehari, sebagai terapi tunggal ataupun sebagai kombinasi dengan terapi insulin. Glimepiride mencapai pengendalian gula darah pada dosis yang paling rendah bila dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain. Dosis tunggal 1 mg tiap hari dapat menunjukkan kerja yang efektif dan dapat digunakan dosis hingga 8 mg per hari. Glimepiride memiliki waktu paruh selama 5 jam sehingga dapat diberikan dalam dosis

    tunggal sekali sehari. Glimepiride dimetabolisme di hepar

    menjadi bentuk yag inaktif.

    2.5.5.2 Meglitinide

    Meglitinide bekerja dengan meningkatkan sekresi

    insulin sel beta pankreas dengan mengatur efluks kanal

    kalsium. Meglitinide memiliki tempat perlekatan (binding

    sites) yang sama dengan yang dimiliki oleh golongan

    sulfonylurea.

    Obat yang termasuk dalam golongan meglitinide

    yaitu repaglinide.

    Repaglinide memiliki onset kerja sangat cepat,

    dengan konsentrasi puncak dan efek puncak kurang dari

    satu jam setelah obat ditelan, sedangkan durasi kerja

    repaglinide selama 58 jam. Repaglinide dimetabolisme di

    hepar oleh enzim CYP3A4 dengan waktu paruh plasma

    selama 1 jam. Sifat kerja yang cepat ini membuat

    Repaglinide diindikasikan untuk mengatasi peningkatan

    glukosa setelah makan (post-prandial). Repaglinide

    diminum tepat sebelum makan, dengan dosis 0.254 mg

    (maksimum 16 mg per hari)

  • Repaglinide berisiko menimbulkan hipoglikemia bila pasien tidak segera makan setelah mengkonsumsi obat, atau makan dengan jumlah karbohidrat yang tidak adekuat.

    Repaglinide perlu mendapat perhatian khusus pada pasien

    dengan gangguan hepar dan ginjal. Repaglinide dapat

    digunakan sebagai terapi tungal ataupun dikombinasikan

    dengan biguanide (metformin). Repaglinide dapat diberikan

    pada pasien diabetes yang alergi dengan sulfonylurea

    karena repaglinide tidak mengandung unsur sulfur.

    2.5.6. Terapi Salisilat

    Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi

    insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion)

    pada orang normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis

    prostaglandin pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas.

    Penurunan produksi prostaglandin di pankreas berhubungan dengan

    peningkatan sekresi insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya

    bahwa pada orang normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2

    termetilasi menghambat respon insulin akut setelah asupan glukosa.

    Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g 4,5g per hari dapat

    menurunkan kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan

    pemberian 6g aspirin per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula

    darah puasa dari 371mg/dl menjadi 128mg/dl.

  • 2.5.7. Terapi Insulin

    Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila

    kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi

    penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks

    simpatoadrenal.

    Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi

    insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin,

    selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat, terutama

    kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara

    lain perbaikan inflamasi.

    Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes

    melitus tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin

    lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2

    jauh lebih banyak dibandingkan DMT1.

    Pasien DMT2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak

    baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan

    untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral

    atau insulin tunggal.

    Berdasarkan onset kerjanya, terapi insulin diklasifikasikan sebagai

    berikut:

  • 2.5.7.1menyerupai fisiologi sekresi insulin post-prandial. Insulin

    kerja sangat cepat dapat digunakan sesaat sebelum pasien

    makan.

    Durasi kerja insulin kerja sangat cepat tidak lebih dari

    4 5 jam, dengan demikian memiliki risiko hipoglikemia

    pasca makan (late postmeal hypoglycemia) yang lebih kecil.

    Yang termasuk insulin kerja sangat cepat antara lain

    insulin lispro, insulin aspart, dan insulin glulisine.

    2.5.7.2 Short acting insulin (insulin kerja singkat)

    Insulin reguler adalah insulin kerja singkat yang larut

    dalam bentuk kristal zinc. Efek kerja insulin kerja singkat

    muncul dalam 30 menit, mencapai puncak kerja dalam 2-3

    jam setelah injeksi subkutan, dan memiliki durasi kerja 5-8

    jam.

    Dalam konsentrasi yang tinggi, molekul insulin ini

    mengalamai aggregasi di sekitar ion zinc sehingga

    membentuk molekul heksamer. Bentuk heksamer inilah

    yang menyebabkan insulin reguler membutuhkan waktu

    untuk dapat bekerja aktif.

    Rapid acting insulin (insulin kerja sangat cepat)

    Insulin kerja sangat cepat memiliki onset kerja dan puncak kerja yang memungkinkan terapi insulin yang

  • Setelah injeksi subkutan. molekul hexamer insulin akan mengalami pengenceran (dilusi) oleh cairan interstitial jaringan dan terpecah menjadi molekul dimer dan

    monomer. Insulin kerja singkat baru dapat bekerja optimal

    dalam bentuk monomer tersebut.

    Apabila insulin disuntikan pada saat pasien makan,

    maka akan terjadi kenaikan kadar gula darah setelah makan

    (early post-prandial hyperglycemia) karena insulin belum

    bekerja, dan berisiko menimbulkan hipoglikemia pasca

    makan (late post-prandial hypoglycemia) karena kerja

    insulin yang terlambat. Insulin kerja singkat harus

    disuntikkan 30 45 menit sebelum makan untuk mencapai

    penurunan kadar gula yang tepat.

    Insulin kerja singkat bermanfaat dalam terapi

    intravena pada pasien ketoasidosis diabetes dan pada

    pembedahan ataupun infeksi akut.

    2.5.7.3 Intermediate acting insulin (insulin kerja sedang)

    Neutral Protamine Hagedorn insulin (NPH) insulin

    kerja sedang yang absorbsi dan kerjanya dihambat dengan

    cara mengkombinasikan insulin dengan protamine dalam

    jumlah yang tepat.

  • Setelah penyuntikan subkutan, enzim proteolitik jaringan menguraikan protamin sehingga insulin dapat diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh. NPH memiliki onset kerja 2 5 jam dan masa kerja 4 12 jam

    NPH biasanya dicampur dengan rapid acting insulin

    (lispro, aspart, atau glulisin) dan diberikan 2-4 kali sehari

    sebagai pengganti insulin endogen (replacement therapy).

    Dosis NPH mempengaruhi profil kerja, misal dosis

    kecil memiliki puncak kerja yang lebih rendah dan lebih

    cepat dan masa kerja yang singkat, dan terjadi sebaliknya

    pada penambahan dosis yang lebih besar.

    Kerja NPH sangat sulit diprediksi dan memliki

    variabilitas absorbsi yang tinggi.

    2.5.7.4 Long acting insulin (insulin kerja panjang)

  • Insulin glargine adalah insulin kerja panjang yang tidak memliki puncak masa kerja (peakless). Insulin glargine didesain untuk mencapai terpi insulin yang nyaman dan stabil. Molekul Insulin glargine larut dalam suasana yang asam (pH pelarut = 4,0) dan mengalami presipitasi sesaat setelah disuntikkan secara subkutan karena pH tubuh yang netral. Monomer insulin secara perlahan-lahan dilepaskan dari kumpulan presipitat insulin pada jaringan sekitar lokasipenyuntikan sehingga menghasilkan profil insulin plasma yang rendah, stabil, dan kontinyu.

    Insulin glargine memiliki onset kerja yang lambat (1

    1,5 jam) dan mencapai kerja maksimum dalam 4-6 jam.

    Kerja maksimum ini bertahan selama 11 24 jam.

    Glargine diberikan dalam suntikan sekali sehari, atau

    dapat dibagi dalam 2 dosis untuk pasien dengan resistensi

    insulin ataupun hipersensitivitas terhadap insulin.

    Glargine tidak dapat dicampur dengan insulin jenis

    lain karena dapat menurunkan efikasinya karena glargine

    harus dilarutkan dalam suasana asam. Pencampuran dengan

    insulin lain dalam spuit yang sama juga harus dihindari dan

    harus disuntikkan dengan spuit yang berbeda.

    Pola absorbsi insulin glargine tidak terikat dengan

    letak penyuntikan. 15

  • Insulin detemir adalah insulin kerja panjang yang dikembangkan paling baru dan memiliki efek hipoglikemik yang lebih rendah daripada NPH insulin. Insulin detemir memiliki onset kerja yang bergantung pada dosis (dose dependent) selama 1 2 jam dan durasi kerja 24 jam. Insulin detemir diberikan dua kali sehari untuk mencapai kadar insulin yang tepat. 2.5.8. Aktivitas Fisik / Olahraga

    Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan

    penanganan diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan,

    meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer,

    meningkatkan Pemakaian glukosa,dan kesehatan sistem

    kardiovaskuler.

    Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah

    yang intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya

    hipoglikemia bila tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan

    atau suplementasi karbohidrat. Hipoglikemia dapat terjadi saat

    berolah raga, sesaat setelah berolahraga, ataupun beberapa jam setelah

    berolahraga. Beberapa studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia

    setelah olah raga dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada

    penderita diabetes.

    Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis,

    sedangkan pada penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin

    eksogen, penurunan insulin fisiologis ini tidak terjadi karena insulin

    yang beredar di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak dapat

    dikendalikan oleh pankreas.

  • Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang tidak terjadi pada penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari sel sel alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Hilangnya penurunan kadar insulin juga

    menghambat proses glikogenolisis dan glukoneogenesis karena kadar

    insulin yang relatif tinggi beredar dalam darah.

    Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin.

    Secara fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan

    menghambat pemakaian glukosa pada saat olahraga.

    2.5.9. Keterlambatan asupan glukosa

    Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien

    hiperglikemia karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak

    mengurangi dosis obat obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia

    karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.

    2.5.10.Gangguan Ginjal

    Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh

    penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau

    berkurangnya asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi

    penurunan kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan

    ekskresi insulin (insulin clearance). Insulin eksogen secara normal

    dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh

    insulin memanjang karena proses degradasi insulin berlangsung lebih

    lambat.

    Penatalaksanaan Hipoglikemia

    Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut:

    Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex

    40% (10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30

    mg/dl.

  • KADAR GLUKOSA (Mg/Dl) TERAPI HIPOGLIKEMI (Dengan RUMUS 3-2-1)

    < 30 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 3 flakon

    30-60 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 2 flakon

    60-100 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 1 flakon

    FOLLOW UP: 1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah injeksi IV 2. Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar > 120 mg/dl

  • BAB IIIPEMBAHASAN

    Pasien datang ke UGD RSUD Salatiga dengan penurunan kesadaran.

    Berdasarkan aloanamnesis pasien mengeluh tangan dan kaki terasa sulit

    untuk digerakkan. Pusing (-), mual (-), muntah (-). Pasien sudah pernah

    dibawa ke RS sebelumnya 4x dengan gejala yang sama. Saat aloanamnesis,

    pasien sedikit sekali mengkonsumsi makanan sebelum akhirnya mengalami

    penurunan kesadaran. Riwayat DM (+) sejak tahun 2001, riwayat memakai

    insulin (+) tetapi sudah sekitar 5 bulan ini pasien tidak rutin

    mengkonsumsi obat gula maupun insulin. Riw HT (-), riw jantung (-),

    riwayat stroke (-)

    Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala

    hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula

    darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar

    gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.

    Pasien ini dapat dikategorikan sebagai severe hipoglikemia, yaitu

    Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang lain.

    Pada pasien ini (usia lajut) dan mengalami hipoglikemia berulang,

    respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien tidak menyadari

    kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini

    dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk

    mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya.

    Terapi yang diberikan:

  • Inf D5% 20 tpm Mengandung glukosa.Larutan nutrisi yang memberikan 200 kKal/Liter. Terapi cairan pengganti selama dehidrasi dan syok.

    Inj D40% III fl Komposisinya adalah glukosa anhidrous dalam air untuk injeksi. Larutan dijaga pada pH antara 3,5 sampai 6,5 dengan natrium bikarbonat. Larutan dextrose injeksi merupakan larutanjernih dan tidak berwarna

    Inj Ceftriaxone 2x1 grCeftriaxone 1 gram injeksi ( 1 box berisi 2 vial serbuk injeksi @ 10 mL).

    Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang,sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksipada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh

    Inj OMZ 1 amp Omeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan pada pompa H + K + ATPase dan mengaktifkannya sehingga terjadi pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalamlumen sel.

    Neurodex 1x1 Mengandung: Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 250 mcg.Gejala-gejala kekurangan vitamin neurotropik, kelainan saraf, muntah-muntah selama 3 bulan pertama kehamilan, anemia, penambah tenaga untuk masa penyembuhan, lelah, dan usia lanjut.

    Transfusi WB 2 kolf,

    premed furosemide 1 ampulWhole Blood (Darah Lengkap) adalah jenis darah tranfusi dengan komponen lengkap, yaitu memiliki plasma dan semua sel darah serta komponen darah. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakarPasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari25% dari volume darah total

  • BAB VKESIMPULAN

    Pasien ini adalah pasien DM yang sudah tidak mengkonsumsi OAD maupun

    insulin sejak 5 bulan yang lalu. Hipoglikemia yang terjadi pada pasien ini

    disebabkan Karen intake yang kurang pada pasien dan diperkuat dengan usia

    pasien yang sudah tua. Pasien ini masuk kedalam kategori severe

    hipoglikemi, dan sudah mendapatkan perawatan dan terapi yang tepat.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. United Kingdom Prospective Diabetes Study Group: Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998; 352:837852.

    2. Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of type I and type II diabetes.Diabetologia 2002; 45:937948

    3. Tomky D. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital. Diab Spectr. 2005;18(1):42

    4. Zammit NN, Frier BM. Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diab Care 2005;28(12):2948-2957.

    5. Fowler MJ. Hypoglycemia. Clinical Diabetes 2008; 26,(4):170-1736. Kaukonen KM,Rantala M, Pettila.V, Hynninen M. Severe

    hypoglycemia during intensive insulin therapy. Acta Anaesthesiol Scand2009; 53: 6165.