HIDRO IKA

Embed Size (px)

Citation preview

[Type text]

TUGAS HIDROLOGI ANALISIS GENANGAN AIR HUJAN DI KAWASAN DELTA DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

Nama Kelompok :1.

Muhammad Ardian Adnan 2. 3. 4. Ikha Tri Jayantie Rullihan

Syafrizal Budhi Artha

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BENGKULU

[Type text]

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahnyaNYa penulis dapat menyelesikan Tugas Hidrologi ini degan baik. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Dosen Pemimbing Hidrologi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, serta teman-teman yang selalu mendukung hingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya Penulis meyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tugas ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun demi memperbaiki bahkan menyempurnakan kembali di masa yang akan datang.

Bengkulu, Agustus 2011

Penulis

[Type text]

ANALISIS GENANGAN AIR HUJAN DI KAWASAN DELTA DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

ABSTRAK Delta merupakan daerah deposit sedimen yang berada di muara sungai atau di kawasan pantai. Wilayah Sidoarjo merupakan sebuah delta yang diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Surabaya dan Sungai Porong. Selain itu, kawasan ini berbatasan langsung dengan kota Surabaya, sebagai daerah penyangga daerah industri dan permukiman. Data genangan air yang terjadi pada musim penghujan tahun 2002/2003 meliputi 88 saluran/afvoer dan melewati 86 desa. Luas daerah genangan keseluruhan 1079 ha, dengan tinggi rata-rata genangan 0,5 meter. Penelitian ini menggunakan Metode Rasional untuk menghitung debit maksimum dengan rumus: QMaks = CIA/360 m3/detik. Citra Landsat ETM 7 diolah menjadi klasifikasi tutupan lahan dan selanjutnya diubah sebagai data vektor. Sistem Informasi Geografis diterapkan untuk menumpang susun (overlay) ketiga data vektor (tutupan lahan, tekstur tanah dan kelerengan), guna mendapatkan harga koefisien limpasan (C). Dengan menggunakan distribusi Gumbel dan rumus Mononobe, data curah hujan dari 28 stasiun pengamat hujan selama 10 tahun (1994-2002) diolah untuk mendapatkan nilai intensitas maksimum (I). Sementara daerah penelitian dibagi menjadi beberapa sub DAS (A) dengan satuan hektar. Pada kawasan delta Brantas untuk sub DAS yang memiliki kelebihan debit, yakni sub DAS Jomblong sebesar 64,82 m3/detik dan sub DAS Pucang sebesar 5,96 m3/detik. Kelebihan ini berpotensi menjadi genangan di sekitar sub DAS Jomblong dengan tutupan lahan mengakibatkan: tinggi genangan 5060 cm, menyebar dalam radius 300 meter Sedangkan untuk sub DAS, dapat mengakibatkan tinggi genangan 4050 cm yang menyebar dalam radius 100 meter pada lokasi genangan.

[Type text]

1.

PENDAHULUAN Salah satu kegunaan penginderaan jauh dan SIG adalah mendug daerah

rawan banjir. Untuk itu diperlukan

suatu rumus hidrologi

yang

disesuaikan

dengan kedua metode tersebut, yakni memenuhi kriteria sebagai data spasial. Dalam hal ini Metode Rasional merupakan salah satu yang dapat digunakan karena mempunyai rumus yang sederhana untuk memperkirakan nilai debit maksimum. Sedangkan pemilihan daerah penelitian, yakni Kabupaten Sidoarjo, antara lain air dikarenakan hampir setiap tahun daerah ini selalu mengalami genangan dan Sungai Brantas yang bermuara ke

(banjir). Sebagai kawasan yang diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Porong Selat Madura, Sidoarjo dikenal dengan sebutan Delta rantas. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo 2003, curah hujan tahunan adalah 1000-2000 mm, dan keseluruhan panjang sungainya mencapai 494.325 meter. 2. METODOLOGI PENELITIAN Untuk mempermudah pemahaman terhadap langkah-langkah (prosedur) penelitian, berikut disajikan diagram alir pengolahan data (gambar 1) 1). Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian adalah berupa peta genangan sub DAS. Gambar 1. Diagram Aliran Penelitian

3. DATA DAN PENGOLAHA N DATA Pada penelitian ini, ada tiga jenis data yang digunakan,

[Type text]

yakni citra satelit Landsat ETM7 sebagai data raster, peta topografi dan tematik sebagai data vektor, dan data curah hujan sebagai data tabular. 3.1. Pengolahan Citra Satelit Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat ETM 7 (Enhanced Thematic Mapper 7) tahun 2002 untuk daerah Sidoarjo dan sekitarnya. Dari pengolahan didapatkan klasifikasi tutupan lahan berupa: tambak, hutan bakau, sawah (irigasi dan tadah hujan), dan permukiman (padat dan renggang), industri, kebun dan lahan kosong (gambar 2).

Gambar 2. Peta klasifikasi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo

Gambar 3.Kontur ketinggian Kabupaten Sidoarjo

[Type text]

3.1. Pengolahan Peta Keterangan Peta kelerengan diturunkan dari peta rupabumi skala 1:25.000. Kontur dibuat berdasarkan titik ketinggian (spot height) karena Kabupaten Sidoarjo mempunyai ketinggian hanya dari 1 hingga 23 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya peta ini diolah menjadi peta kemiringan lereng. Pada dasarnya Kabupaten Sidoarjo termasuk daerah yang datar, dengan kemiringan lereng antara 02%. Hal ini berpengaruh terhadap aliran air, dimana semakin datar suatu daerah, akan semakin lama air hujan tertahan. Akibatnya akan mudah terjadi genangan air. Untuk melihat variasi kemiringan lereng, daerah penelitian dibagi menjadi 8 kriteria, dari 0-0,25% hingga 1,75-2% (gambar 4)

Gambar 4. Peta kemiringan lereng Kabupaten Sidoarjo

3.3. Pengolahan Peta Tekstur Tanah Pada dasarnya ada tiga jenis tekstur tanah, yaitu pasir,lanau dan lempung. Ketiganya mempengaruhidaya serap (infiltrasi) air limpasan, dimana pasir paling cepat menyerap air, lanau mempunyai daya serapsedang, dan lempung paling sulit menyerap (Ralph & Hanson, Teknik Fondasi). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Sidoarjo, 1998, wilayah timur Sidoarjo (sekitar pantai) mempunyai jenis tanah aluvial hidromorf, yang dicirikan oleh air tanah dangkal. Tanah ini merupakan hasil endapan muara sungai, sehingga bertekstur lempung berlumpur. Di bagian tengah terdapat dua jenis tanah, yakni aluvial kelabu yang bertekstur dominan lempung bercampur dengan pasir (lempung berpasir), dan asosiasi aluvial kelabu dan coklat keabuan dengan bahan induk endapan lanau dan pasir atau disebut lanau berpasir. Sedangkan di sebelah barat terdapat grumosol kelabu tua tekstu pasir berlempung yang merupakan hasil endapan pesisir Sungai Porong dan Sungai Mas. Pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

3.4. Pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Untuk mempermudah dalam perhitung-an, daerah penelitian dibagi menjadi enam sub DAS. Adapun kriteria pembagian sub DAS adalah berdasarkan: 1. Menurut Kiyotoka Mori, 1975, definisi daerah pengaliran adalah tempat presipitasi mengkonsentrasi ke sungai.

Gambar 5. Peta klasifikasi tekstur tanah Kabupaten Sidoarjo

2. Klasifikasi yang dilakukan oleh Horton menyebutkan bahwa suatu DAS dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub DAS, dan diurutkan berdasarkan jumlah percabangan aliran air atau anak-anak sungai (Chay Asdak, 1995). Selain itu, dilakukan klasifikasi iklim untuk menentukan jumlah bulan basah dan bulan kering. Klasifikasi iklim untuk daerah Asia Tenggara dilakukan oleh LR. Oldeman, 1974 (Benyamin Lakitan, 1994) dengan kriteria sebagai berikut: Klasifikasi iklim di Indonesia didasarkan pada jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm Bulan kering adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif kurang dari 100 mm

Keenam sub DAS, luas area, stasiun hujan dan jumlah bulan basah/kering dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan gambar 6 memperlihatkan lokasi stasiun hujan pada tiap sub DAS. Tabel 1. Pembagian sub DAS dan luas areaNama Sub DAS Sub DAS Buntung Stasiun hujan a. Bono b. Sedati c. Ponokawan d. Botokan e. Ketawang a. Sruni a. Kemantren b. Kr.nongko c. Klagen a. Sidoarjo b. Sumput c. Watutulis d. Ketintang a. Putat b. Kludan c. Krembung d. Durungbedug e. Gedangrowo f. Prambon g. Cepiples h. Luwung i. Kemlaten j. Bakalan a. Budukbulus b. Porong c. Kd.cangkring Jml bulan basah 4 3 4 3,5 Jum. bulan kering 8 9 8 8,5 Luas area (ha) 10.720 4.701 4.652 10.390

Sub DAS Jomblong Sub DAS Buduran Sub DAS Pucang Sub DAS Kedunguling

3,25

8,75

17.540

Sub DAS Ketapang

3

9

7.515

Sumber: Hasil pengamatan

Gambar 6. Peta pembagian sub DAS dan Stasiun hujan Kabupaten Sidoarjo

3.5. Penentuan Nilai Koefisien Limpasan Koefisien limpasan (C) merupakan angka yang secaraempiris dihitung berdasarkan tiga diambil dari Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Son, 1985 (tabel 2). Metode yang digunakan untuk overlay ketiga data di atas adalah intersect, yakni pertama mengoverlay tutupan lahan dan tekstur tanah, kemudian layer tersebut dioverlay dengan peta kemiringan lereng. Hasil perhitungan tersaji dalam tabel 3. parameter

DAS, yakni tutupan lahan, tekstur tanah dan kemiringan lereng. Pada penelitian ini, penentuan harga C

Tabel 2. Koefisien limpasan (C) menurut Metode Rasional

Tekstur tanah Tutupan Lahan Datar Hutan Bergelom bang Berbukit Topo- grafi Pasir 0.1 0.25 0.3 Lempung 0.3 0.35 0.5 Lanau 0.4 0.5 0.6

Datar Padang rumput Bergelom bang Berbukit

0.1 0.16 0.22

0.3 0.36 0.42

0.4 0.55 0.6

Datar Perkebunan Bergelom bang Berbukit

0.3 0.4 0.52

0.5 0.6 0.72

0.6 0.7 0.82

Datar Perkotaan Bergelom bang

renggang 0.4 0.5

sedang 0.55 0.65

rapat 0.65 0.8

Sumber: Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Son, New York, 1985

Tabel 3. Harga koefisien limpasan (C) No 1 2 3 4 5 6 Nama Sub DAS Buntung Jomblong Buduran Pucang Ke dunguling Ketapang Harga C 0.537 0.592 0.564 0.535 0.550 0.522

Sumber: Hasil perhitungan

3.6. Pengolahan Data Curah Hujan

Data curah hujan yang dipergunakan dalam penelitian adalah data 10 tahun (19942003) mencakup 28 stasiun pengamat, sebagaimana tercantum pada tabel 5. Sedangkan gambar 7 menunjukkan peta curah hujan tahunan rata-rata yang diperoleh dari kontur isohyet (garis yang menghubungkan curah hujan sama).

Tabel 4. Curah Hujan rata-rata 10 tahun Kab. SidoarjoNo NAMA_STASIUN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Kemlaten Cepiples Kedungploso Bakalan Krian Ketawang Botokan Ponokawan Durugbedug Ketintang Kludan Putat Bono Sruni Sedati Banjarkemantren Ketegan Kedungcangkring Porong Sidoarjo Sumput Klagen Karangnongko Krembung Gedangrowo Budugbulus Prambon Watutulis T (m) 662680 666410 665870 669009 674416 680080 683813 675962 683006 680462 687698 691007 694757 690319 694720 689453 688182 689530 685774 690567 685989 683280 684441 678953 673969 685042 671530 673281 U (m) 9176544 9174983 9178482 9180360 9180862 9182258 9183390 9182227 9174503 9176983 9170564 9169946 9183856 9181748 9184214 9179856 9187582 9165366 9165870 9176248 9177749 9179494 9180773 9169815 9173253 9170003 9174147 9177625 CH RATA2 1274 1343 1468 1690 2081 1896 1842 1898 1632 1620 1488 1454 1687 1908 1697 1629 1743 1582 1678 1935 1865 1788 1878 1762 1719 1482 1892 1703

Sumber Geofisika

: Badan Meteorologi dan Karangploso

Gambar 7. Peta curah hujan tahunan rata-rata Kabupaten Sidoarjo

3.7 Prosedur Pengolahan Data Curah Hujan 1. Menghitung curah hujan rata-rata tiap sub DAS Rrt = ( R1 + R2 + R3 + ..... + Rn) / n dimana:

Rrt : Curah hujan daerah (mm) R1 .. Rn : Curah hujan harian maksimum di stasiun 1 s/d stasiun n n : Banyaknya stasiun dalam sub DAS 2. Menghitung curah hujan rencana dengan distribusi Gumbel XTr = X + Sx Sx y dimana: XTr X Sx y n Xi T : Curah hujan dengan kala ulang Tr thn : Curah hujan rata-rata : Simpangan baku : Perubahan reduksi : Jumlah data : Data curah hujan : Kala ulang dalam tahun debit maksimum, sebaiknya ( 0,78 y - 0,45 )

= (( Xi - X ) / ( n 1 )) = - Ln ( - Ln ((( T 1 ) / T )))

Dari pengolahan ini, akan diperoleh curah hujan dengan kala ulang (periode berkala) selama Tr tahun (2, 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun). Untuk perkiraan menggunakan kala ulang yang pendek, yakni 2, 5 dan 10 tahun. 3. Menghitung intensitas hujan maksimum Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujanper satuan waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi, digunakanrumusMononobe (Kyotoka Mori, 1975): I = ( ( R24 / 24 ) x ( 24 / Tc ) ) 2/3

Adapun waktu konsentrasi (Tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich (VT Chow, 1988):

Tc = 0,945 x ( L1,156 / D 0,385 )

dimana: I: R24 Tc: L: Intensitas hujan selama waktukonsentrasi (mm/jam) Curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm) Waktu konsentrasi Panjang sungai / alur utama (km) D : Beda tinggi sungai utama

Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum disajikan pada tabel 5. 3.8. Penerapan Metode Rasional. Metode Rasional adalah salah satu metode empiris dalam hidrologi. metode ini adalah: Debit Maksimum (QMaks) =CIA/ 360 (m3 /detik) Dalam hal ini: C I A adalah koefisien limpasan adalah intensitas hujan yang dihitung dalam mm/jam adalah luas area setiap sub DAS, dihitung dalam hektar. Rumus matematis

Tabel 5. Nilai intensitas hujan maksimumIntensitas maks. (mm/jam) Tr=2 Tr=5 Tr=10 tahun tahun tahun 4,36 4,98 5.39 10,74 12,58 13.81 5,57 5,99 6.27 6,28 6,8 7.14 3,85 4,27 4.55 6,62 8,03 8.97

No 1 2 3 4 5 6

Nama Sub DAS Buntung Jomblong Buduran Pucang Kedunguling Ketapang

Sumber: Hasil perhitungan

Tabel 6. Perhitungan debit maksimumNo 1 2 3 4 5 6 Nama Sub DAS Buntung Jomblong Buduran Pucang Kedunguling Ketapang Qmaks (m /detik) Tr=2 Tr=5 Tr=10 69,75 79,68 86,25 83,02 40,57 96,96 103,20 72,17 97,28 43,66 104,96 114,43 87,54 106,72 45,70 110,26 121,86 97,713

Sumber: Hasil perhitungan Tabel 7. Data debit maksimum eksistingNama sungai 1 2 3 4 5 6 Buntung Jomblong Buduran Pucang Kedunguling Ketapang Q (m /detik) 94.2 18.2 45.5 91 115 120.73

Sumber: Dinas PU Pengairan Hasil perhitungan debit maksimum disajikan pada tabel 6. Selanjutnya, hasil ini diperbandingkan dengan debit eksisting tiap-tiap sungai (tabel 7). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Statistik Dengan melakukan perbandingan antara data debit eksisting dan hasil perhitungan, didapat suatu selisih debit maksimum seperti tampak pada gambar 8.

Selisih ini artinya, jika nilai debit pada hasil perhitungan lebih tinggi dari debit eksisting tiap sungai, maka terjadi luapan pada sungai tersebut. Luapan tersebut akan menjadi genangan. Dari gambar tersebut terlihat, diantara keenam sub DAS, ada dua yang nilai debit perhitungan lebih tinggi dari debit eksisting, yaitu sub DAS Jomblong dan sub DAS Pucang. Sub DAS Pucang hanya kelebihan debit sebesar 5,96 m3/detik, sementara Jomblong sangat besar, yaitu 64,82 m3/detik. Dengan demikian, menurut perhitungan dengan Metode Rasional, diperkirakan kedua sub DAS tersebut rawan terkena genanganair hujan. 4.2. Analisa Spasial Ditinjau dari segi keruangan (spasial), yakni dengan menumpang susun (overlay) beberapa layer peta, didapat informasi sebagai berikut: a) Hasil overlay antara sub DAS rawan genangan, layer tutupan lahan, batas tekstur tanah dan kontur isohyet (gambar 9) menunjukkan sub DAS rawan genangan terletak pada: Tutupan lahan berupa permukiman (padat dan renggang), sawah irigasi, tambak, dan sebagian hutan bakau. Tekstur tanah berupa lempung dan lempung berlumpur, di mana kedua jenis ini sulit menyerap air Curah hujan yang cukup tinggi, yaitu antara 1700 2000 mm per tahun. b) Hasil overlay antara sub DAS rawan genangan dan layer kemiringan lereng (gambar 10) menunjukkan, sub DAS rawan genangan terletak pada kemiringan lereng bervariasi, yaitu 0-0,25% hingga 1,25-1,5%. yang cukup

Gambar 9. Overlay antara sub DAS rawan genangan, tutupan lahan, batas tekstur tanah, dan isohyet

Gambar 10. Overlay antara sub DAS rawan genangan dengan layer kemiringan lereng

Gambar 11. Overlay antara sub DAS rawan genangan dengan layer batas administrasi

c) Hasil overlay antara sub DAS rawan genangan dan timur.

layer

batas administrasi (gambar 11)

menunjukkan, daerah rawan genangan terletak pada daerah yang lebih rendah, yakni ke arah Adapun beberapa kecamatan yang diperkirakan termasuk didalamnya adalah: - Sebelah selatan kecamatan Gedangan - Sebelah utara kecamatan Buduran - Sebagian besar kecamatan Sidoarjo - Sebelah utara kecamatan Candi Menurut sumber dari Dinas PU Pengairan Sidoarjo, kelebihan debit sebesar 64,82 m3/detik di sub DAS Jomblong, dengan tutupan mengakibatkan: - tinggi genangan 50 60 cm - luas genangan dalam radius 300 meter pada setiap lokasi genangan Sedangkan kelebihan debit sebesar 5.96 m3/detik di sub DAS Pucang, dengan tutupan lahan: lahan: permukiman renggang, sawah dan tambak, akan

permukiman padat, sedikit sawah dan sedikit tambak, akan mengakibatkan:

- tinggi genangan 40 50 cm

Gambar 12. Peta prediksi daerah rawan genangan air Kabupaten Sidoarjo - luas genangan dalam radius 100 meter pada setiap lokasi genangan Dari informasi di atas, ditunjang dengan data daerah rawan genangan yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan 2003, maka penulis dapat membuat prediksi daerah-daerah yang diperkirakan rawan genangan di Kabupaten Sidoarjo, seperti terlihat pada gambar 12. Penjelasan:1.

Poligon berwarna ungu menunjukkan prediksi daerah rawan genangan pada sub DAS Poligon berwarna merah menunjukkan prediksi daerah rawan genangan pada sub DAS Pucang, yang terjadi selama 3,5 bulan basah, yaitu berkisar antara bulan Nopember hingga Februari.

Jomblong, yang terjadi selama 3 bulan basah, yaitu bulan Desember, Januari dan Februari.2.

5. KESIMPULAN 1. Terjadinya genangan air disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor alamiah dan faktor tindakan manusia. Faktor alamiah, diindikasikan oleh curah hujan yang tinggi, topografi suatu daerah dan kondisi alam daerah itu (jenis tanah, bentuk (deforestasi) dan perluasan kota. 2100 setahun. Curah hujan tertinggi aliran sungai, dsb). Sedangkan faktor tindakan manusia antara lain: perubahan tata guna lahan akibat penggundulan hutan penelitian, berkisar antara3.

2. Dari peta isohyet, tampak adanya curah hujan yang cukup bervariasi pada daerah 1500 hingga terdapat di kecamatan Krian, yakni 2000 2100 mm. Harga koefisien limpasan (C) tertinggi dimiliki oleh sub DAS Jomblong, dengan nilai 0,592. Penyebabnya adalah karena sub DAS ini didominasi oleh tekstur tanah lempung yang sulit menyerap air.4.

Harga C terendah pada sub DAS Ketapang (0,522), tekstur tanahnya beragam, dari pasir, lanau, hingga lempung.

di

mana

pada

wilayah

tersebut

banyak terdapat sawah dan vegetasi, dan

5.

Hasil

perhitungan

debit

maksimum

menunjukkan,

sub

DAS

yang

mempunyai luas area paling besar yakni Kedunguling, debit maksimumnya paling besar (103,2 m3/detik). Tetapi apabila diperbandingkan dengan debit pengukuran (eksisting), sub DAS ini tidak memiliki kelebihan debit, karena sungai yang cukup panjang dengan debit besar.6.

Genangan air akan terjadi jika ada kelebihan antara debit perhitungan dengan Dalam hal ini sub DAS Jomblong memiliki kelebihan debit

debit hasil pengukuran. sebesar

64,82 m3/detik dan Pucang sebesar 5,96 m3/detik. keduanya diprediksi sebagai daerah yang rawan terkena genangan air hujan.7.

Dengan

demikian

Untuk menentukan lokasi rawan genangan, diperlukan

suatu

rujukan.

Dalam

hal

ini penulis penelitian.

mengambil data daerah rawan genangan dari Dinas PU Pengairan Sidoarjo, berupa

data tabular. Dengan melakukan cross check, dapat dibuat peta rawan genangan untuk daerah

6. DAFTAR PUSTAKA A, Burrough, P, 1986. Principles of Geographical Information Systems for LandResources Assesment. Oxford: Clarendonpress, Oxford Alonso, Marcelo & Finn, and J, Edward, 1992. Medan dan Gelombang Jilid 2. Penerbit Erlangga Chow, VT, DR. Maldment and LW. Mays, 1988. Applied of Hidrology, Singapore: McGrawHill Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Sidoarjo, 2003. Perencanaan Bangunan Pengendalian Banjir atau Genangan Kota Sidoarjo. Laporan Penelitian Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sidoarjo, Beririgasi Teknis. Laporan Penelitian Hardaningrum, Farida, 1994. Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Memperkirakan 1998. Pemetaan Kawasan Pertanian

Limpasan Permukaan di Sub DAS Cikapundung. Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung