18
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen Kultur starter koumiss yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bakteri Lc. lactis D-01, Lb. acidophilus Y-01 dan khamir S. cereviceae. Bakteri patogen yang digunakan berupa S. Typhimurium ATCC 14028 dan M. tuberculosis H37RV. Pemeriksaan kultur starter koumiss bertujuan untuk mempelajari karakteristik dinding sel (pewarnaan Gram), morfologi (bentuk dan susunan), sifat katalase dan keberadaan kontaminasi dengan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kultur starter koumiss dan bakteri patogen memiliki koloni yang homogen dan menunjukkan kesesuaian karakteristik morfologi dari masing-masing bakteri dan khamir serta tidak terdapat kontaminasi. Bakteri Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 berdasarkan pewarnaan Gram termasuk ke dalam kelompok bakteri asam laktat Gram positif, sesuai dengan Chandan et al. (2008) dan Holt et al. (1994) yang menyatakan bahwa bakteri Lc. lactis dan Lb. acidophilus tergolong ke dalam bakteri Gram positif. Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 tergolong ke dalam bakteri Gram positif karena dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal dari pada bakteri Gram negatif, sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri atas lapisan peptidoglikan 90% dengan ketebalan 18-80 nm dan lapisan tipis yakni asam teikoat 10% yang merupakan polimer dari ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N asetilglukosamin sehingga mampu menyerap warna ungu lugol dan tetap mempertahankan warna tersebut ketika dicuci dengan alkohol (Fardiaz, 1992). Bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 termasuk ke dalam kelompok Gram negatif karena tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga menyerap pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95%, komponen lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori sel mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak bewarna tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sebagai pewarna tandingan sehingga akan tampak berwarna merah (Pelczar

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kultur Starter Koumiss ... · log10 cfu/ml; belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 01-3141-1992 untuk TPC yaitu sebesar 6 log10 cfu/ml dan

Embed Size (px)

Citation preview

 

 

30 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen

Kultur starter koumiss yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bakteri

Lc. lactis D-01, Lb. acidophilus Y-01 dan khamir S. cereviceae. Bakteri patogen

yang digunakan berupa S. Typhimurium ATCC 14028 dan M. tuberculosis H37RV.

Pemeriksaan kultur starter koumiss bertujuan untuk mempelajari karakteristik

dinding sel (pewarnaan Gram), morfologi (bentuk dan susunan), sifat katalase dan

keberadaan kontaminasi dengan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan.

Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kultur starter koumiss dan bakteri

patogen memiliki koloni yang homogen dan menunjukkan kesesuaian karakteristik

morfologi dari masing-masing bakteri dan khamir serta tidak terdapat kontaminasi.

Bakteri Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 berdasarkan pewarnaan Gram

termasuk ke dalam kelompok bakteri asam laktat Gram positif, sesuai dengan

Chandan et al. (2008) dan Holt et al. (1994) yang menyatakan bahwa bakteri Lc.

lactis dan Lb. acidophilus tergolong ke dalam bakteri Gram positif.

Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 tergolong ke dalam bakteri Gram

positif karena dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet setelah diberikan

pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih

tebal dari pada bakteri Gram negatif, sehingga membuat zat pewarna kristal violet

tidak dapat keluar dari sel. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri atas lapisan

peptidoglikan 90% dengan ketebalan 18-80 nm dan lapisan tipis yakni asam teikoat

10% yang merupakan polimer dari ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N

asetilglukosamin sehingga mampu menyerap warna ungu lugol dan tetap

mempertahankan warna tersebut ketika dicuci dengan alkohol (Fardiaz, 1992).

Bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 termasuk ke dalam kelompok Gram

negatif karena tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga

menyerap pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram negatif tidak dapat

mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol

95%, komponen lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori sel mengembang

sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan menjadi tidak

berwarna. Sel bakteri yang tidak bewarna tersebut akan menyerap zat pewarna

safranin sebagai pewarna tandingan sehingga akan tampak berwarna merah (Pelczar

 

 

31 

 

dan Chan, 2007). Karakteristik kultur starter koumiss dan bakteri patogen disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen

Mikroorganisme Pewarnaan Morfologi Sifat katalase

Keberadaan kontaminan

Lc. lactis D-01

Gram positif bulat, berantai, pendek negatif

tidak ada, koloni

homogen

Lb. acidophilus Y-01

Gram positif batang,

berantai, pendek

negatif tidak ada,

koloni homogen

Sc. Cereviceae

- Oval tunggal td tidak ada,

koloni homogen

S. Typhimurium ATCC 14028

 

Gram negatif batang, tunggal,

berkoloni positif

tidak ada, koloni

homogen

M. tuberculosis H37RV

Ziehl-Neelsenbatang

bengkok, berkoloni

td tidak ada,

koloni homogen

keterangan: td = tidak diuji

 

 

32 

 

Dinding sel bakteri Gram negatif terdiri atas peptidoglikan dengan ukuran

10-15 nm sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri Gram negatif ini dikelilingi

membran luar yang terpisah dengan suatu ruang periplasmik yang terdiri atas bagian

dalam fosfolipid dan bagian luar lipopolisakarida (Fardiaz, 1992).

Morfologi kultur starter koumiss berupa Lc. lactis D-01 menunjukkan bahwa

bakteri ini berbentuk bulat, berantai pendek sesuai dengan pernyataan Surono (2004)

yang menjelaskan bahwa Lc. lactis termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang

memiliki bentuk bulat berantai pendek. Lb. acidophilus Y-01 berbentuk batang

berantai pendek. Khamir Sc. cereviceae berbentuk oval dan tunggal, sesuai dengan

Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa Sc. cereviceae memiliki bentuk oval dengan

serta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bakteri.

Morfologi bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 mempunyai bentuk batang

pendek dan berkoloni sesuai dengan Holt et al. (1994) bahwa S. Typhimurium

merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek, Gram negatif, anaerob fakultatif

dan memiliki flagela peritrikat. Pemeriksaan untuk bakteri M. tuberculosis H37RV

berbeda dengan pemeriksaan starter koumiss dan S. Typhimurium ATCC 14028 yaitu

menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pewarnaan ini khusus untuk

mengidentifikasi bakteri yang tahan asam. M. tuberculosis H37RV memiliki bentuk

batang bengkok dan berkoloni, sesuai pernyataan Brooks et al. (2005) bahwa M.

tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok.

Kultur starter bakteri asam laktat koumiss berupa Lc. lactis D-01 dan Lb.

acidophilus Y-01 memiliki sifat katalase negatif karena tidak melepaskan O2. Buckle

et al. (2007) menyatakan bahwa Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 termasuk

ke dalam katalase negatif yang berarti bakteri tersebut memiliki enzim peroksidase

yang dapat mencegah produksi gas O2. Bakteri patogen S. Typhimurium ATCC

14028 tergolong ke dalam katalase positif karena dapat melepaskan O2 sesuai dengan

Surono (2004).

Viabilitas Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen

Kultur starter BAL, Lb. acidophilus Y-01 mempunyai populasi 1,16 × 108

cfu/ml, Lc. lactis D-01 sebanyak 2,21 × 108 cfu/ml dan khamir Sc. cereviceae

1,42 × 109 cfu/ml. Populasi BAL telah memenuhi standar jumlah minimal yang

dibutuhkan dalam pembuatan susu fermentasi yaitu sebesar 108 cfu/ml (Makinen dan

 

 

33 

 

Bigret, 1998). Populasi khamir sepuluh kali lebih banyak dari BAL, sehingga

penggunaannya sebagai kultur starter harus diencerkan terlebih dahulu. Populasi S.

Typhimurium ATCC 14028 dan M. tuberculosis H37RV sebesar 108 cfu/ml sesuai

dengan standar 0,5 Mc. Farland (NCCLS,1991) untuk pengujian Aktivitas

antimikroba.

Karakteristik Koumiss

Karakteristik Fisik Koumiss

Bahan utama pembuatan koumiss adalah susu kuda yang memiliki

karakteristik bewarna putih kebiruan, konsistensi cair dan rasa yang manis. Susu

kuda menurut SNI 01-6054-1999 memiliki karakteristik berwarna putih kebiruan,

beraroma khas dan berasa manis. Seydim et al. (2010) juga menyatakan bahwa susu

kuda memiliki konsistensi cair, berwarna putih dan mengandung laktosa tinggi

sehingga lebih manis bila dibandingkan dengan susu sapi atau susu kambing.

Koumiss yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik berwarna putih, agak

kental, dengan sedikit gelembung gas CO2 hasil fermentasi dari khamir. Koumiss

juga memiliki rasa yang manis dan agak asam. Koumiss tetap memiliki rasa manis

walaupun agak asam yang berasal dari hasil metabolisme bakteri asam laktat. Enzim

β-galactosidase, glycolase dan lactate dehydrogenase yang diproduksi oleh kultur

starter BAL akan mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan

pH dan menyebabkan susu menjadi asam (Surono, 2004).

Nilai pH dan TAT Koumiss

Susu kuda pasteurisasi mengalami penurunan pH dan peningkatan TAT

selama proses fermentasi. Penurunan pH dan peningkatan TAT terjadi karena

akumulasi asam organik hasil metabolisme BAL. Penurunan pH disertai peningkatan

TAT terjadi pada koumiss segar (H0) hingga hari ke-4 (H4) penyimpanan. Asam

organik yang dihasilkan akan semakin tinggi karena laktosa terus dipecah menjadi

asam laktat oleh bakteri asam laktat (L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01) yang

terkandung di dalam koumiss. Asam laktat adalah produk akhir dari fermentasi

karbohidrat oleh Lactobacillus sp. Pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen

terhambat akibat pH yang rendah dan konsentrasi asam organik yang tinggi (Cintas

et al., 2001).

 

 

34 

 

Penurunan pH tidak terlalu tinggi karena koumiss disimpan pada suhu 4 oC.

Lee dan Wong (1998) menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat

menghambat produksi asam hasil metabolisme dari bakteri asam laktat sehingga

mencegah produk susu fermentasi menjadi terlalu masam. Nilai pH dan TAT

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai pH dan TAT Koumiss dengan berbagai Lama Penyimpanan pada Suhu 4 oC

Lama Penyimpanan pH TAT (% asam laktat)

H0 3,97 ± 0,004 1,17 ± 0,089

H2 3,92 ± 0,028 1,34 ± 0,166

H4 3,84 ± 0,005 1,73 ± 0,102

H6 3,88 ± 0,011 2,06 ± 0,083

H8 3,87 ± 0,004 1,77 ± 0,032

Susu kuda pasteurisasi 6,29 ± 0,014 0,35 ± 0,035

Keterangan: H0 = koumiss segar; H2 = koumiss disimpan selama dua hari; H4 = koumiss disimpan selama empat hari; H6 = koumiss disimpan selama enam hari; H8 = koumiss disimpan selama delapan hari

Nilai TAT pada koumiss pada berbagai lama penyimpanan yang diperoleh

pada penelitian ini (Tabel 6), masih memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-2981-

1992 (1992) untuk susu fermentasi yaitu sebesar 0,5%-2%. TAT semakin meningkat

dengan penyimpanan yang semakin lama hingga hari ke-6 (H6).

Peningkatan pH diikuti dengan penurunan TAT terjadi pada koumiss

penyimpanan hari ke-8 (H8). Khamir tumbuh pada pH rendah dengan pertumbuhan

bakteri yang terhambat. Khamir tumbuh pada pH 2,5-8,5 dengan pH optimum

tumbuh 4-5 (Fardiaz, 1992). Aktivitas khamir dalam susu fermentasi menghasilkan

senyawa metabolit berupa alkohol, diasetil dan CO2 yang bersifat basa (Surono,

2004). Hal ini berakibat pada penurunan persentase asam laktat disertai dengan

peningkatan pH.

Karakteristik Mikrobiologis Koumiss

Karakteristik mikrobiologis koumiss yang diamati pada penelitian ini berupa

total koliform, total mikroorganisme (TPC), total bakteri asam laktat dan total

 

 

35 

 

khamir. Pengamatan dilakukan pada susu kuda segar, susu kuda pasteurisasi, kultur

starter koumiss dan koumiss dengan berbagai lama penyimpanan. Perubahan

karakteristik mikrobiologis susu kuda segar, susu kuda pasteurisasi dan koumiss

segar, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik Mikrobiologis Susu Kuda Segar, Susu Kuda Pasteurisasi dan Koumiss Segar

Produk TPC Koliform BAL Khamir

----------------------------(Log10 cfu/ml)--------------------

Susu kuda segar 6,27 >3 6,30 6,64

SNI Susu Segar 01-3141-1992

6 1,3

Susu kuda pasteurisasi LTLT 6,12 >3 6,03 6,01

SNI Susu Pasteurisasi 01-3951-1995 4,48 1

Koumiss segar 9,67 <1 10,13 9,72

Susu fermentasi 2981:2009 Min 7 1

Keterangan: TPC = Total Plate Count, BAL = Bakteri Asam Laktat

Karakteristik mikrobiologis susu kuda segar yang diamati, memiliki TPC

6,27 log10 cfu/ml, koliform > 3 log10 cfu/ml, BAL 6,30 log10 cfu/ml dan khamir 6,64

log10 cfu/ml; belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 01-3141-1992 untuk

TPC yaitu sebesar 6 log10 cfu/ml dan total koliform sebesar 1,3 log10 cfu/ml. Total

koliform yang merupakan indikator sanitasi penanganan susu, kondisi pemerahan

dan pengelolaan yang kurang higienis; dapat meningkatkan pencemaran bakteri

koliform ke dalam susu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penanganan susu

kuda segar oleh peternak kurang dikelola dengan baik sehingga pencemaran koliform

ditemukan masih tinggi.

Salah satu bentuk penanganan susu adalah dengan pemanasan (pasteurisasi).

Pemanasan dapat memberi daya tahan yang lebih lama terhadap susu dan menjamin

kelayakan untuk dikonsumsi. Karakteristik mikrobiologis susu kuda pasteurisasi

yaitu memiliki TPC 6,12 log10 cfu/ml, koliform > 3 log10 cfu/ml, BAL 6,03 log10

cfu/ml dan khamir 6,01 log10 cfu/ml. Nilai-nilai karakteristik mikrobiologis ini

 

 

36 

 

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan susu kuda segar, sehingga tidak

memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-3951-1995 (1995). Standar Nasional

Indonesia 01-3951-1995 (1995) menyatakan bahwa TPC susu pasteurisasi

seharusnya mengalami penurunan dari 2 log10 cfu/ml menjadi 4,48 log10 cfu/ml.

Total koliform susu kuda pasteurisasi mengalami penurunan setelah dipasteurisasi,

tetapi belum memenuhi standar yang seharusnya turun menjadi 1 log10 cfu/ml,

sehingga perlakuan pasteurisasi LTLT (Low Temperature Low Time) belum mampu

untuk menekan jumlah bakteri koliform dan bakteri perusak lain.

Karakteristik mikrobiologis koumiss segar pada penelitian ini memiliki TPC

9,67 log10 cfu/ml, koliform > 1 log10 cfu/ml, BAL 10,13 log10 cfu/ml dan khamir 9,72

log10 cfu/ml; masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 2981:2009 (2009).

Standar Nasional Indonesia 2981:2009 (2009) menyatakan bahwa koumiss segar

memiliki minimal total kultur starter 7 log10 cfu/ml dan total koliform 1 log10 cfu/ml.

Penurunan total koliform terjadi karena koliform tidak dapat bertahan hidup pada

koumiss dengan pH rendah. Wood (1999) menyatakan bahwa penurunan jumlah

koliform pada produk susu asam disebabkan penurunan pH akibat produksi asam

laktat. Akumulasi asam laktat dan asetat hasil metabolisme laktosa dari kultur starter

dapat merusak sel-sel bakteri koliform karena proses pengasaman sitoplasma oleh

difusi asam-asam terdisosiasi. Jumlah BAL dan khamir koumiss segar yang

teridentifikasi pada penelitian ini melebihi standar TPC, karena media yang

digunakan berbeda-beda sesuai dengan media tumbuh selektif pada masing-masing

bakteri dan khamir. BAL dapat tumbuh banyak pada media MRSA (de Man Rogosa

Sharpe Agar) dan khamir pada media PDA (Potato Dextrose Agar), tetapi tumbuh

sedikit pada media PCA (Plate Count Agar).

Jumlah koloni BAL semakin menurun hingga penyimpanan hari ke-4 (H4)

dan meningkat pada penyimpanan hari ke-6 (H6) dan hari ke-8 (H8). Hal tersebut

diilustrasikan pada Gambar 11. Penurunan koloni disebabkan penurunan pH hingga

3,84 ± 0,005 (Tabel 6) yang menghambat pertumbuhan BAL. Surono (2004)

menyatakan bahwa sejumlah besar asam laktat dalam bentuk tidak terdisosiasi akan

menjadi racun bagi banyak bakteri, khususnya bakteri asam laktat; pada pH rendah.

Koumiss mengandung BAL (Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01) yang

memiliki tingkat toleransi terhadap asam laktat yang berbeda. Bakteri Lc. lactis

 

 

37 

 

lebih cepat menghasilkan asam laktat, namun akan mati akibat asam tersebut.

Kondisi asam yang tinggi masih dapat ditoleransi oleh Lb. acidophilus sehingga

bakteri tetap hidup. Lb. acidophilus tidak dapat bertahan lama karena akumulasi

asam laktat yang semakin tinggi dan berakibat pada kematian bakteri tersebut

(Wijaningsih, 2008).

Jumlah koloni khamir semakin menurun hingga penyimpanan hari ke-4 (H4)

dan mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-6 (H6) dan hari ke-8 (H8)

Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 12. Khamir lebih tahan hidup pada pH

asam dibanding bakteri (Fardiaz, 1992). Jumlah koloni khamir selama penyimpanan

berkisar 9-11 log10 cfu/ml. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

koloni BAL selama penyimpanan berkisar 8-12 log10 cfu/ml. BAL dan khamir

tumbuh bersama-sama membentuk simbiosis di dalam koumiss seperti kefir grain.

Khamir di dalam kefir grain berfungsi untuk memelihara integritas dan viabilitas

populasi mikroflora. Asam amino dan faktor esensial pertumbuhan bakteri asam

laktat diproduksi khamir, sedangkan senyawa metabolit dari BAL digunakan sebagai

sumber energi. Simbiosis antara BAL dan khamir ini membuat produk kefir menjadi

stabil (Farnworth dan Mainville, 2003).

10,138,92

8,01

12,0011,50

0

2

4

6

8

10

12

14

0 2 4 6 8

Jum

lah

Kol

oni L

og 1

0 cf

u/m

l

Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 11. Pertumbuhan Koloni BAL ( ) di dalam Koumiss pada Berbagai Lama Penyimpanan

 

 

38 

 

Aktivitas Daya Hambat Antimikroba Koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028

Pengujian daya hambat antimikroba koumiss terhadap S. Typhimurium

ATCC 14028 pada berbagai lama penyimpanan dilakukan dengan dua metode, yaitu

metode pour plate dan spread plate. Diameter penghambatan susu kuda pasteurisasi

selama penyimpanan adalah 0 mm. Susu kuda pasteurisasi memiliki total BAL dan

khamir berturut-turut sebesar 6,03 cfu/ml dan 6,01 cfu/ml (Tabel 7). Jumlah tersebut

tidak dapat menghambat populasi S. Typhimurium ATCC 14028 pada kedua metode.

Susu kuda memiliki antimikroba alami yaitu lisozim dan laktoferin sebesar 0,2-2

g/kg yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi, unta, kambing dan kerbau (Sheng dan

Fang, 2009), tetapi belum dapat menghambat pertumbuhan S. Typhimurium ATCC

14028.

Filtrat adalah substrat antimikroba kasar dari BAL (L. lactis D-01 dan L.

acidophilus Y-01 hasil sentrifugasi koumiss 6.000 rpm selama 20 menit. Diameter

penghambatan filtrat terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode pour

plate semakin besar selama penyimpanan filtrat. Diameter penghambatan susu kuda

pasteurisasi, filtrat dan koumiss pada metode pour plate dan berbagai lama

penyimpanan disajikan pada Tabel 8.

Senyawa metabolit yang bersifat antimikroba dan dihasilkan BAL terdiri atas

senyawa metabolit primer (asam laktat, asam asetat dan hidrogen peroksida) dan

9,729,17

7,94

10,2511,39

0

2

4

6

8

10

12

0 2 4 6 8

Jum

lah

Kol

oni L

og 1

0 cf

u/m

l

Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 12. Pertumbuhan Koloni Khamir ( ) di dalam Koumiss pada Berbagai Lama Penyimpanan

 

 

39 

 

senyawa metabolit sekunder (bakteriosin, diasetil dan CO2) (Surono, 2004). Lama

penyimpanan berpengaruh pada jumlah senyawa metabolit, yaitu semakin lama

penyimpanan filtrat maka senyawa metabolit yang dihasilkan semakin banyak dan

berakibat pada penghambatan pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028 yang

semakin besar. Senyawa metabolit BAL menghambat berbagai bakteri patogen

seperti E. coli, S. Typhimurium dan C. perfringens (Thanh et al., 2010). Diameter

penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode pour

plate mengalami peningkatan hingga koumiss pada penyimpanan hari ke-2 (H2).

Tabel 8. Diameter Penghambatan Susu Kuda Pasteurisasi, Filtrat dan Koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dengan Metode Pour Plate dan Spread Plate pada Berbagai Lama Penyimpanan

Produk Diameter (mm)

H0 H2 H4 H8

Pour Plate (populasi S. Typhimurium 106 cfu/ml)

Susu kuda segar 0 0 0 0

Filtrat 5,77 ± 0,62 5,73 ± 0,97 6,04 ± 0,03 6,47 ± 0,37

Koumiss 7,99 ± 0,21 8,03 ± 0,19 7,52 ± 0,34 7,67 ± 0,66

Spread Plate (populasi S. Typhimurium 108 cfu/ml)

Susu kuda segar 0 0 0 0

Filtrat 4,66 ± 0,09 4,82 ± 0,06 3,97 ± 0,59 6,50 ± 0,95

Koumiss 5,48 ± 0,27 6,30 ± 0,05 5,45 ± 1,78 6,65 ± 0,65

Keterangan: H0 = koumiss segar; H2 = koumiss disimpan selama dua hari; H4 = koumiss disimpan selama empat hari; H6 = koumiss disimpan selama enam hari; H8 = koumiss disimpan selama delapan hari

Peningkatan diameter penghambatan hingga penyimpanan hari ke-2 (H2)

disebabkan kandungan subtrat antimikroba berupa asam laktat dan bakteriosin yang

dihasilkan BAL dalam koumiss. Penghambatan tersebut dipengaruhi temperatur,

faktor lingkungan antimikroba, kondisi keasaman dan ketersediaan makanan (Thanh,

2010). Produksi bakteriosin oleh bakteri asam laktat memperlihatkan efek

bakterisidal. Bakteriosin dari Lactobacillus dapat menembus membran terluar bakteri

 

 

40 

 

dan meningkatkan inaktivasi bakteri Gram negatif. Bakteriosin mengubah

keseimbangan membran potensial dengan mengambil ion K+ sehingga sel tidak dapat

menyeimbangkan pH intraseluler (Sezer dan Guven, 2009).

Ray (2000) menyatakan bahwa aktivitas antimikroba terjadi akibat produksi

asam yang tidak terdisosiasi dan terdisosiasi. Bentuk asam yang tidak terdisosiasi

pada suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke

dalam sel. Nilai pH yang rendah akan mengakibatkan proton yang masuk ke dalam

sitoplasma sel semakin banyak, sehingga energi yang diperlukan semakin banyak

untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah

pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga bakteri yang tidak

memiliki cukup energi akan mati. Asam laktat yang dihasilkan dalam fermentasi

mampu menurunkan pH dan mengganggu aktivitas enzim sehingga sel tidak dapat

melakukan aktivitas metabolisme. Membran terluar bakteri Gram negatif menjadi

permeabel dan memungkinkan bakteri S. Typhimurium menjadi sensitif. Kombinasi

senyawa metabolit berupa bakteriosin dan asam laktat, memiliki penghambatan

lebih besar dibandingkan senyawa metabolit tunggal (Thu et al., 2011).

Penurunan diameter penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028

terjadi pada koumiss pada penyimpanan hari ke-4 (H4). Penurunan terjadi karena

metabolisme antimikroba itu sendiri yaitu berupa enzim yang dapat menghidrolisis

protein dan karbohidrat sehingga berakibat pada penurunan daya hambat antimikroba

(Murray, 1997). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel lebih kompleks terutama

lapisan luar peptidoglikan dan lapisan yang terdiri atas fosfolipida, polisakarida dan

protein. Lipid dan polisakarida membentuk struktur yang khas yang disebut dengan

lipopolisakarida atau LPS, sehingga mempunyai daya pertahanan yang lebih kuat

terhadap bahan asing yang menembus ke dalam sel bakteri (Lay dan Hastowo,

1992).

Peningkatan diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium

ATCC 14028 terjadi pada hari penyimpanan ke-8 (H8). Koumiss tersebut memiliki

pH sebesar 3,87 ± 0,004 dan TAT 1,77 ± 0,032. Nilai pH optimum untuk

pertumbuhan S. Typhimurium adalah 6,5-7,5 (Cox, 2000), sehingga pertumbuhan S.

Typhimurium ATCC 14028 terhambat akibat pH koumiss yang terlalu rendah. Asam

ini merupakan akumulasi asam laktat hasil metabolisme BAL dan hasil metabolisme

 

 

41 

 

khamir seperti asam asetat, sitrat, dan suksinat yang dapat dikeluarkan sel ke

medium (Walker, 1998).

Pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028 dapat juga dihambat hidrogen

peroksida. Senyawa ini bereaksi dengan ion klorida di dalam sel dan membentuk

hipoklorit yang meracuni sel mikroba. Hidrogen peroksida dapat secara efektif

menghambat pertumbuhan mikroba bila tersedia dalam konsentrasi yang sangat

tinggi dan melakukan kontak dengan mikroba dalam waktu yang cukup lama (Cords

dan Dychdala, 1993). Efek dari asam laktat dalam menghambat S. Typhimurium

tidak hanya disebabkan pH yang rendah dalam produk tetapi juga karena aktivitas

intrasellular yang masuk ke dalam sel (Yessilik et al., 2011).

Diameter penghambatan filtrat koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC

14028 dengan metode spread plate mengalami peningkatan pada penyimpanan hari

ke-2 (H2). Hal tersebut disajikan pada Tabel 8. Peningkatan penghambatan filtrat

karena akumulasi senyawa metabolit yang bersifat antimikroba berakibat pada

diameter penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 semakin besar.

Bakteriosin adalah senyawa metabolit hasil metabolisme BAL, yang bersifat

antimikroba. Senyawa ini diproduksi saat fase pertumbuhan logaritmik bakteri dan

berhenti pada fase stationer (Savadogo et al., 2006). Penurunan diameter

penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 terjadi pada filtrat koumiss

dengan penyimpanan hari ke-4 (H4). Hurst dan Hoover (1993) menyatakan bahwa

semakin lama penyimpanan maka efektivitas bakteriosin semakin menurun.

Peningkatan diameter kembali terjadi pada filtrat koumiss dengan penyimpanan hari

ke-8 (H8). Peningkatan diameter karena jumlah substrat antimikroba kasar selama

penyimpanan hari ke-8 (H8) lebih banyak dibandingkan dengan penyimpanan hari

ke-6 (H6).

Diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028

dengan metode spread plate mengalami peningkatan hingga penyimpanan hari ke-2

(H2). Peningkatan diameter penghambatan terjadi karena peran dari senyawa

metabolit yang bersifat antimikroba, khususnya asam laktat. Tingkat keefektifan

asam laktat lebih besar dibandingkan asam sitrat sehingga mampu memberikan

aktivitas antimikroba yang membuat membran bakteri patogen menjadi tidak stabil

(Ray, 2000). Diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC

 

 

42 

 

14028 dengan metode spread plate lebih kecil dibandingkan metode pour plate.

Jumlah populasi S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode spread plate yaitu 108

cfu/ml, sedangkan metode pour plate 106 cfu/ml. Aktivitas antimikroba yang dapat

diamati pada uji difusi sumur dipengaruhi beberapa faktor, seperti: (1) tipe dan

ukuran cawan, (2) tipe agar, pH dan kandungan garam, (3) kemampuan zat untuk

berdifusi ke dalam agar, (4) karakteristik media dan (5) jenis bakteri uji yang

digunakan (Branen, 1993).

Penggunaan antibiotika pada manusia dilakukan untuk penyembuhan

penyakit tipus yang disebabkan bakteri S. Typhimurium. Antibiotika yang dapat

menghambat pertumbuhan S. Typhimurium adalah kloramfenikol dan ampisilin.

Kloramfenikol merupakan antibiotika yang mempunyai spektrum luas dan aktif

terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, bakteriostatik. Kloramfenikol dapat

melekat pada ribosom bakteri serta mengganggu pengikatan asam amino baru pada

rantai peptida. Ampisilin merupakan antibiotika yang termasuk ke dalam golongan

penisilin. Ampisilin tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara

mencegah bakteri membentuk semacam lapisan kapsul yang melekat pada tubuh

bakteri. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi tubuh bakteri. Dosis antibiotik

kloramfenikol sebesar 40 mg/kg/hari digunakan pada orang dewasa, sedangkan

dosis ampisilin sebesar dua g/hari (Kurniawan, 2007).

Konsentrasi kloramfenikol dan ampisilin sebesar 30 µg memiliki zona

sensitivitas terhadap bakteri Gram negatif masing-masing sebesar 21-27 mm dan 16-

22 mm (WH0, 2006). Zona penghambatan ini berada di atas rentang zona hambat

antimikroba filtrat dan koumiss sebesar 5,7-6,4 mm dan 7,5-8,0 mm. Kategori zona

hambat antimikroba secara umum adalah diameter > 5 mm yang dinyatakan lemah,

5-10 mm sedang (intermediet) dan >10-20 mm kuat serta >20-30 mm sangat kuat

(sensitif) (Morales et al., 2002). Penghambatan filtrat dan koumiss berdasarkan

kategori Morales et al. (2002) termasuk ke dalam kategori intermediet. Kategori

intermediet adalah kategori dengan respon penghambatan terhadap bakteri patogen

yang perlu ditangani dengan dosis antimikroba tinggi. Salah satu cara adalah dengan

melakukan terapi berkala dengan menggunakan antimikroba tersebut.

 

 

43 

 

Penetapan Konsentrasi Koumiss untuk Penghambatan M. tuberculosis H37RV

Penetapan konsentrasi koumiss untuk penghambatan M. tuberculosis H37RV

adalah untuk mencari konsentrasi koumiss yang sesuai dan tepat dalam menghambat

M. tuberculosis H37RV sebelum pengujian penghambatan koumiss pada berbagai

lama penyimpanan. Konsentrasi yang dimaksud adalah persentase penambahan

koumiss ke dalam media Lowenstein Jensen sebagai media pertumbuhan M.

tuberculosis H37RV. Penghambatan koumiss terhadap M. tuberculosis H37RV

diilustrasikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Penghambatan Koumiss pada kontrol, 5%, 7%, 10%, 12%, 14% dan 20% terhadap M. tuberculosis H37RV

Koumiss yang ditambahkan ke dalam media Lowenstein Jensen yang

dimodifikasi yaitu sebesar 5%, 7%, 10%, 12%, 14% dan 20% (v/v). Pertumbuhan M.

tuberculosis H37RV diamati setelah bakteri diinkubasi selama empat minggu.

Bakteri M. tuberculosis H37RV dapat tumbuh pada media yang ditambahkan

koumiss 5%, 7% dan 10%. Penghambatan terjadi pada media pertumbuhan M.

tuberculosis H37RV yang mendapat perlakuan penambahan koumiss sebanyak 14%

dan 20%.

Kontrol adalah media yang tidak mendapat penambahan koumiss sehingga

pertumbuhan M. tuberculosis H37RV ditemukan lebih banyak yaitu empat koloni,

sedangkan sebanyak 3 dan 2 koloni ditemukan pada media dengan penambahan

koumiss sebanyak 5% dan 7%. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan koumiss

dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV, tetapi persentase tersebut

tidak dikehendaki karena bakteri masih tumbuh.

k 7% 10%5 % 12% 14% 20%

 

 

44 

 

Media pertumbuhan dengan penambahan koumiss sebanyak 10% dan 12%

memperlihatkan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV masing-masing sebanyak 4

dan 1 koloni kecil. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV tidak ditemukan pada

media dengan penambahan koumiss sebanyak 14% dan 20%. Konsentrasi yang

digunakan pada pengujian selanjutnya adalah penambahan koumiss sebanyak 14%.

Penambahan koumiss dengan persentase 20% walaupun tidak memperli-

hatkan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV, membuat media Lowenstein Jensen

hancur sehingga tidak digunakan dalam pengujian. Media yang baik untuk

penanaman M. tuberculosis H37RV adalah media yang tidak kering, tidak mudah

hancur dan tidak mengandung gelembung udara (Sjahrurachman, 2008).

Penghambatan Koumiss terhadap M. tuberculosis H37RV pada berbagai Lama Penyimpanan

Penghambatan koumiss pada berbagai lama penyimpanan dilakukan dengan

melihat ada tidaknya pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Pengamatan dilakukan

pada minggu ke-4, ke-6 dan ke-8. Bakteri M. tuberculosis tumbuh lambat, karena

koloni tampak setelah lebih kurang dua minggu bahkan setelah 6-8 minggu

pengamatan (Brooks et al., 2005). Sjahrurachman (2008) juga menyatakan bahwa

pembacaan untuk pengujian resistensi M. tuberculosis dilakukan pada hari ke-28,

apabila resisten (ditemukan pertumbuhan) maka pembacaan ulang tidak perlu

dilakukan. Pembacaan dilanjutkan hingga hari ke-42 sampai hari ke-56 apabila tidak

ditemukan pertumbuhan bakteri M. tuberculosis. Pengamatan pada minggu ke-6 dan

ke-8 berfungsi sebagai alat kontrol. Hasil pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada

kontrol dan berbagai lama penyimpanan koumiss pada pengamatan minggu ke-4.

Kontrol memperlihatkan pertumbuhan M. tuberculosis dengan proporsi 1,00

yang berarti M. tuberculosis H37RV tumbuh pada media Lowenstein Jensen kontrol

yang merupakan media asli pertumbuhan M. tuberculosis. Koumiss pada lama

penyimpanan 0, 2, 4, 6 dan 8 hari tidak memperlihatkan pertumbuhan (hasil proporsi

0,00). Hasil analisis Cohran juga menjelaskan bahwa media kontrol sangat berbeda

nyata (P<0,01) terhadap media yang telah mendapat penambahan koumiss pada

berbagai lama penyimpanan. Koumiss dapat menghambat pertumbuhan M.

tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-4, tetapi pengamatan harus tetap

 

 

45 

 

dilakukan pada minggu ke-6 dan ke-8 untuk memastikan penghambatan terhadap

pertumbuhan M. tuberculosis H37RV.

Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV memperlihatkan hasil yang sangat

nyata (P<0,01) antara kontrol dengan koumiss pada berbagai lama penyimpanan

untuk pengamatan minggu ke-6. Kontrol memperlihatkan proporsi sebesar 1,00

yang berarti bakteri M. tuberculosis H37RV mengalami pertumbuhan. Bakteri

M. tuberculosis H37RV tumbuh lebih banyak pada minggu ke-4.

Hasil analisis Cohran menyatakan bahwa koumiss pada peyimpanan H0, H2,

H4, H6, dan H8 tidak berbeda (P>0,05). Koumiss dapat menghambat pertumbuhan

M. tuberculosis H37RV. Penghambatan terjadi karena kandungan antimikroba di

dalam koumiss. Kandungan antimikroba tersebut berupa asam organik, bakteriosin

dan alkohol (Surono, 2004). Koumiss dengan lama penyimpanan 4, 6 dan 8 hari

masing-masing memiliki pH 3,84;3,88 dan 3,87 dengan total asam tertitrasi (TAT)

berturut-turut sebesar 1,74%; 2,06%; 1,3%.

Penghambatan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV diduga terjadi karena

kandungan asam organik yang tinggi. Efek antimikroba dari asam organik

merupakan akibat dari nilai pH yang menurun dan bentuk molekul asam organik

yang tidak terdisosiasi (Surono, 2004). Asam laktat merupakan senyawa metabolit

utama yang dihasilkan susu fermentasi. Sejumlah besar asam laktat dalam bentuk

tidak terdisosiasi meracuni banyak bakteri, terutama bakteri patogen.

Terapi konsumsi koumiss memberikan hasil penurunan gejala penyakit

tuberkolosis terbaik saat diberikan yaitu gejala pengurusan, nafas pendek, kelelahan,

batuk berdahak, haemoptisis, keringat dingin, diare dan kelesuan (Burt, 2000).

Koumiss dapat meningkatkan fungsi sirkulasi, metabolisme, sistem syaraf,

pembentukan sel darah merah, fungsi ginjal, kelenjar endokrin dan sistem kekebalan

tubuh. Koumiss efektif digunakan untuk terapi tuberkolosis paru dan sistem

urogenital, kelelahan dan anemia. (Wang et al., 2008). Koumiss memiliki kandungan

Ca : P yaitu 2 : 1 dan kandungan vitamin A,C, E, B1, B2, B12 serta antimikroba yang

lebih tinggi dibandingkan susu kuda segar (Ping dan Li, 2009).

Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-8 untuk

perlakuan kontrol sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan penambahan koumiss

pada lama penyimpanan nol hari (H0), empat hari (H4), enam hari (H6) dan delapan

 

 

46 

 

hari (H8). Aditama (1999) menyatakan bahwa sifat penghambatan senyawa hasil

fermentasi hanya bersifat bakteriostatik, karena M. tuberculosis masih dapat

berkembang ketika sifat keasaman dihilangkan hingga mencapai pH netral.

Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-8 disajikan pada

Gambar 14.

Perlakuan koumiss pada lama penyimpanan dua hari memperlihatkan hasil

yang tidak berbeda. Bakteri M. tuberculosis H37RV merupakan bakteri tahan asam

sehingga dapat tumbuh pada media yang asam walaupun terjadi secara lambat.

Koumiss perlakuan H2 yang memiliki pH 3,92 dan TAT sebesar 1,34% ternyata

belum dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV secara signifikan.

Penelitian Rijatmoko (2003) menyatakan secara umum bahwa pertumbuhan

M. tuberculosis pada media dengan penambahan susu kuda terfermentasi dengan pH

netral membentuk koloni lebih sedikit dibandingkan media yang ditambahkan obat

INH (isoniazid) ataupun Rifampisin. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tidak

hanya antimikroba koumiss berupa asam organik yang dapat menghambat

pertumbuhan M. tuberculosis H37RV.

Bakteriosin yang merupakan hasil metabolisme BAL ikut berperan dalam

menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Bakteriosin merupakan suatu

peptida yang kebanyakan bersifat bakterisidal yaitu membunuh bakteri patogen yang

tidak hanya menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Surono, 2004).

BAL yang digunakan dalam pembuatan koumiss pada penelitian ini yaitu Lb.

acidophilus Y-01. BAL tersebut menghasilkan bakteriosin berupa asidofilin dan

bakteri Lc. lactis D-01 penghasil nisin. Khamir pada koumiss menghasilkan senyawa

natamisin yang berfungsi sebagai fungisidal. Hurst dan Hoover (1993) menyatakan

bahwa nisin bekerja dengan cara melepaskan materi sitoplasmik sel sehingga terjadi

lisis. Nisin memiliki efek penghambatan dalam melawan bakteri Gram negatif

dengan merusak bagian luar membran sel bakteri (Rodriguez, 1996). Bakteriosin lain

bekerja dengan cara menyebabkan membran sitoplasma kehilangan asam amino dan

ion dengan cepat. Hal ini secara drastis akan menurunkan transport membran dari

seluruh sel (Barefoot dan Nettles, 1993).

 

 

47 

 

kontrol (n=6) koumiss H0 (n=6)

koumiss H2 (n=6) koumiss H4 (n=6)

koumiss H6 (n=6) koumiss H8 (n=6)

Gambar 14. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada Koumiss dengan Penyimpanan Hari Ke-2 (H2), Ke-4 (H4), Ke-6 (H6) dan Ke-8 (H8)