Click here to load reader
Upload
thony-hermansyah
View
1.927
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
Hakikat Dan Adab Peserta Didik
Oleh : Irvanuddin
Disampaikan Dalam Kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “Filsafat Pendidikan”
Tanggal 13 Desember 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan
A. Pendahuluan
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai
objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek
pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka
anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau
ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dalam penulisan makalah ini, kami pemakalah merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengertian peserta didik?
2. Bagaimana adab atau etika peserta didik ketika belajar?
3. Bagaimana batasan-batasan pendidikan yang harus dipatuhi peserta didik?
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Pemakalah ingin mengetahui lebih dalam tentang hakikat peserta didik.
2. Memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”.
B. Pengertian Peserta Didik
Menurut Toto Suharto (2006: 123) peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri
dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental,
intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan,
bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal
dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik,
kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Adapun peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113)
ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi,
2
bukan hanya ank-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya,
bukan pula anak-anak dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islsm: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis” menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta sebagai berikut:
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri.
Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses
pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap
perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar
aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang umumnya dialami peserta didik.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik
yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani.
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan
individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor
bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal.
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani
dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat
dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani
berkaitan dengan daya akal dan daya rasa.
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah)
yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).
Berasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dapat dikatakan sebagai
orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar
yang masih perlu dikembangkan.
Secara garis besar peserta didik menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001: 40)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Kelemahan dan ketakberdayaan.
• Berkemauan keras untuk berkembang.
• Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kekuatan).
C. Adab Peserta Didik
Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan seoarang siswa yang sedang belajar
wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
3
1) Sebelum memulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya
dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadah
tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti
berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan
tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong,
menipu, tinggi hati dan angkuh.
2) Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah,
mendekatkan diri kepada Allah, bukanlakh dengan maksud menonjolkan diri,
berbangga dan gagah-gagahan.
3) Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah aiar, dengan
tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila
dikehendaki untuk mendatangi guru.
4) Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya
karena Allah dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang
baik.
5) Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu
sebelum bertindak hendak mengganti guru.
6) Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia
untuk menjawab pertanyaan, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk
ditempat didiknya dan jangan mulai bicara, kecuali setelah mendapat izin dari
guru.
7) Jangan membuka rahasia guru, jangan pula seseorangpun meniru guru, jangan
pula meminta kepada guru membukakan rahasia, terima pernyataan maaf dari
guru bila selip lidahnya.
8) Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang dan maalm untuk
memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih
penting.
9) Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara
siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
10) Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya mengurangi
percakapan dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “si anu bilang
begini lain dari yang bapak katakan”, dan jangan pula ditanya tentang guru siapa
teman duduknya.
4
11) Hendaklah siswa tekun belajar, mengurangi pelajarannya diwaktu senja dan
menjelang subuh. Waktu antara isya dan malam sahur itu adalah waktu yang
penuh berkah.
12) Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang
ilmu, tetapi hendaklah menganggap semua ilmu ada faedahnya, jangan meniru-
niru apa yang didengarnya dan orang-orang yang terdahulu yang mengeritik dan
merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantiq dan ilmu filsafat (Nur Uhbiyati.
1998: 108-110).
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, peserta didik sekurang-kurangnya harus
memerhatikan empat hal berikut:
a) Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit
jiwa sebelum melakukan proses belajar, karena belajar dalam islam merupakan
ibadah yang menuntut adanya kebersihan hati.
b) Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu
adalah meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk
bermegah-megahan atau bahkan mencari kedudukan.
c) Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari
ilmu, dan bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru, atau
apa yang disebut rihlah ‘ilamiyyah.
d) Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya dan berusaha semaksimal
mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji (Toto
Suharto. 2006: 127-128).
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” menerangkan beberapa sifat dan
tugas penuntut ilmu:
a) Tawadu’ sifat sederhana, tidak sombong tidak pula rendah diri.
b) Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri yang menyebabkan seseorang
terhindar dari perbuatan/ tingkah laku yang tidak patut.
c) Tabah (sabar), tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru.
d) Sabar, tahan terhadap godaan nafsu, rendah keinginan-keinginan akan kelezatan
dan terhadap godaan-godaan yang berat.
e) Cinta ilmu dan hormat kepada guru dan keluarganya, dengan demikian ilmu itu
akan bermanfaat.
f) Sayang kepada kitab, menyimpan dengan baik, tidak membubuhi catatan supaya
tidak kotor atau menggosok tulisan sehingga menjadi kabur.
5
g) Hormat kepada semua penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan kawan
untuk mengadap ilmu dari mereka.
h) Bersungguh-sungguh belajar dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
(bangun ditengah malam) tetapi tidak memaksakan diri sampai menjadi lemah.
i) Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran.
j) Wara’, ialah sifat menahan diri dari perbuatan atau tingkah laku yang terlarang.
k) Tawakkal, maksudnya menyerahkan kepada tuhan segala perkara. Bertawakkal
adalah akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seseorang muslim untuk mengatasi
urusannya (Nur Uhbiyati. 1998: 110).
Dengan mengikuti apa-apa yang telah ditentukan oleh para ahli dalam bidang
pendidikan diatas, maka seorang peserta didik akan mendapatkan hasil yang diinginkan
atau hasil yang memuaskan. Dengan demikian, sebisa mungkin kita menuntut peserta
didik untuk mengaplikasikan apa-apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya sebagai
seorang peserta didik.
D. Batas Pendidikan
a) Batas Awal Pendidikan
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy, menceritakan didalam bukunya “Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam” bahwa pendidikan anak itu dimulai setelah berumur 5 tahun. Urutan-
urutan ilmu yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, mempelajari syair, sejarah
nenek monyang dan kaumnya, mengendarai kuda dan menggunakan senjata (Nur
Uhbiati. 1998: 96-97).
Menurut Al-Abdari, anak dimulai dididik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7
tahun, karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan anaknya pada usia
yang masih terlalu muda, yaitu sebelum usia 7 tahun (Nur Uhbiati. 1998: 97).
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan para ahli
didik islam tentang kapan anak mulai dididik, namun jika diterapkan dalam praktek
pendidikan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu untuk memasuki pendidikan
prasekolah sebaiknya setelah anak berumur 5 tahun, sedangkan untuk memasuki
pendidikan dasar, maka sebaiknya setelah anak berumur 7 tahun (Hamdani Ihsan dan
Fuad Ihsan. 2001: 125).
Terlepas dari beberapa pendapat diatas, dan berdasarkan pada hadits Nabi
Muhammad SAW.:
“belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai keliang
lahat”. Berdasarkan kepada hadits tersebut, pendidikan dapat dimulai ketika masih
6
dalam ayunan atau balita, karena ketika pada waktu itu, seorang anak akan mudahuntuk
memahami dan mengerti apa yang disampaikan, selain itu apa yang telah diperolehnya
susah untuk dilupakan.
b) Batas Akhir Pendidikan
M. Munir Mursa mengatakan bahwa pendidika islam tidak terbatas pada suatu
metode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat ia merupakan pendidik
dari buaian hingga liang lahat, selalu memperbaiki diri, serta terus-menerus
mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan, dengan perkataan lain ia
senantiasa membimbingmanusia untuk maju (Hery Noer Aly. 1999: 137).
Berdasarkan kepada tujuan pendidikan islam yaitu membentuuk kepribadian
muslim. Mengingat untuk mewujudkan kepribadian muslim itu sangat sulit, disamping
itu sesudah terwujudnya kepribadian muslim, diperlukan kestabilan kepribadian muslim
tersebut diatas dan mengingat pula sabda Rasulullah SAW. Maka batas terakhir
pendidikan yaitu sampai akhir hayat (Nur Uhbiati. 1998: 100). Dengan demikian,
pendidikan tidak hanya terbatas pada usia muda, tetapi dapat dilakukan sepanjang masa
selama hayat masih dikandung badan.
E. Kesimpulan
Peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang
belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya.
Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik
agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju
kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang
secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan
ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui
proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan
daya rasa.
Sebelum memulai belajar, siswa (peserta didik) itu harus terlebih dahulu
membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai
ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang
baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang
ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci,
sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
7
F. Saran
Dalam penulisan makalah ini, pemakalah mempunyai saran antara lain:
1) Sebagai mahasiswa (peserta didik), kita harus memahami kaidah-kaidah peserta
didik.
2) Sebagai calon tenaga atau praktisi pendidikan, kita harus mampu mengkaji
permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini (permasalahan
peserta didik).
G. Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. “Ilmu Pendidikan”. Jakarat: PT Rineka
Cipta.2001
Aly, Hery Noer. “Ilmu Pendidikan Islam”. Jakarta: Logos.1999
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad.”Filsafat Pendidikan Islam”. Bandung: CV
Pustaka Setia. 2001
Suharto, Toto. “Filsafat Pendidikan Islam”. Jogjakarta: Ar-Ruzz.2006
Uhbiyati, Nur. “Ilmu Pendidikan Islam”. Bandung: CV Pustaka Setia.1998