Upload
dodien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GUBERNUR BENGKULU
PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU
NOMOR 5 TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS/
ACQUIRED IMMUNO DEFFICIENCY SINDROME DI PROVINSI BENGKULU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BENGKULU,
Menimbang : a. bahwa kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS perlu dilaksanakan secara terpadu melalui upaya
peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penularan,
pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk
pemberdayaan orang dengan HIV dan AIDS serta
keluarganya;
b. bahwa Provinsi Bengkulu memiliki tingkat endemisitas HIV
dan AIDS dalam kategori concentrated epidemic level dan
dapat meluas menjadi generalize epidemic level bila tidak
dilakukan upaya penanggulangan yang terpadu,
terkoordinasi dan berkesinambungan, karena
penanggulangan epidemi HIV dan AIDS bukan semata-mata
tanggung jawab dan hanya dilaksanakan oleh sektor
kesehatan tetapi merupakan tanggung jawab dan dapat
dilaksanakan oleh multi sektor;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan Aids
dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka
Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah, maka
Penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi dan
Kabupaten/Kota mengacu pada Strategi Nasional yang
dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah;
- 2 -
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang
Penanggulangan Human Immunodefficiency Virus dan
Acquired Immune Defficiency Sindrome di Provinsi Bengkulu;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan
Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1967 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2828);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
- 3 -
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007
tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi
Penanggulangan Aids Dan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS Di Daerah;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 654);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BENGKULU
dan
GUBERNUR BENGKULU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN
IMMUNODEFFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO
DEFFICIENCY SINDROME DI PROVINSI BENGKULU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Bengkulu.
2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bengkulu dan
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu.
4. Kepala Daerah adalah Gubernur Bengkulu untuk Provinsi
dan Bupati/walikota untuk Kabupaten/Kota.
5. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.
- 4 -
6. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD
adalah perangkat daerah pada Pemerintah Provinsi Bengkulu
yang merupakan unsur pembantu Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disebut HIV
adalah virus penyebab AIDS yang digolongkan sebagai jenis
yang disebut retrovirus yang menyerang sel darah putih yang
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh dan ditemukan dalam
cairan vagina, cairan sperma, cairan daran dan air susu ibu,
dan jaringan tubuhnya kepada orang lain.
8. Acquired Immunodeficiency Syndrom yang selanjutnya disebut
AIDS yang secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti
Sindrome Penurunan Kekebalan Tubuh Dapatan adalah
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh melemah dan
mudah terjangkit penyakit infeksi.
9. Penanggulangan adalah semua kegiatan yang ditujukan
untuk menekan laju epidemi HIV dan AIDS dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat pada umumnya melalui
pelayanan promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi.
10. Komisi Penanggulangan AIDS yang selanjutnya disebut KPA
adalah lembaga yang melakukan upaya penanggulangan HIV
dan AIDS.
11. Orang dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat
ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV baik pada
tahap sebelum ada gejala maupun yang sudah dengan gejala.
12. Orang yang Hidup dengan Pengidap HIV dan AIDS yang
selanjutnya disingkat dengan OHIDHA adalah orang yang
terdekat, teman kerja, atau keluarga dari orang yang sudah
tertular HIV.
13. Infeksi Menular Seksual adalah penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
14. Pemangku Kepentingan adalah kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu.
- 5 -
15. Kurikulum pendidikan adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
16. Peran Serta masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat di
semua lapisan, sektor dan lembaga Swadaya Masyarakat
untuk meningkatkan jumlah dan mutu upaya masyarakat di
bidang kesehatan.
17. Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Suntik
untuk Penanggulangan HIV dan AIDS yang selanjutnya
disebut Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika
Suntik adalah suatu cara praktis dalam pendekatan
kesehatan masyarakat, yang bertujuan mengurangi akibat
negatif pada kesehatan karena penggunaan narkotika dengan
cara suntik.
18. Surveilans HIV adalah kegiatan pengumpulan data tentang
infeksi HIV yang dilakukan secara berkala, guna memperoleh
informasi tentang besaran masalah, sebaran dan
kecendrungan penularan HIV dan AIDS untuk perumusan
kebijakan dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS
dimana tes HIV dilakukan secara tanpa diketahui
identitasnya.
19. Promosi adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan pengendalian dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam rangka penanggulangan HIV
dan AIDS.
20. Tes HIV adalah pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
status HIV seseorang yang dilakukan secara sukarela baik
atas inisiatif sendiri atau atas inisiatif petugas kesehatan.
21. Konseling adalah pemberian bantuan informasi kepada
seseorang untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan
diri dalam memecahkan berbagai masalah yang berkaitan
dengan HIV dan AIDS yang dilakukan oleh konselor.
22. Konselor adalah orang yang memberikan bantuan dalam
rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan diri
dalam memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan
HIV dan AIDS.
- 6 -
23. Pemilik Tempat Hiburan adalah seseorang yang memiliki
usaha tempat hiburan meliputi usaha bar/rumah musik,
usaha kelab malam, usaha diskotek, usaha panti pijat dan
usaha karaoke, dan tempat usaha lainnya yang berpotensi
untuk terjadinya penularan HIV dan AIDS.
24. Pengelola Tempat Hiburan adalah seseorang yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan usaha tempat
hiburan meliputi usaha bar/rumah minum, usaha kelab
malam, usaha diskotek, usaha pub/rumah musik, usaha
panti pijatdan usaha karaoke.
25. Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya; dan
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan
di luar wilayah indonesia.
26. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak,
milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik
badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara/daerah yang mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain;dan
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
27. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, swasta,
pemerintah daerah maupun masyarakat.
- 7 -
28. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
29. Obat Anti Retroviral yang selanjutnya disingkat ARV adalah
obat yang dapat menghambat perkembangan HIV dalam
tubuh ODHA, sehingga bisa menekan jumlah virus.
30. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengabaian,
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas
dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status
sosial, status ekonomi, status kesehatan, jenis kelamin,
orientasi seksual, bahasa, dan keyakinan politik yang
berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya dan aspek kehidupan yang lain.
31. Stigmatisasi adalah proses pencirian atau pelabelan negatif
(buruk) yang dilekatkan pada seseorang yang dapat
menimbulkan diskriminasi.
32. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat dimana
tersedianya pelayanan kesehatan yang disediakan baik oleh
pemerintah maupun swasta untuk melayani masyarakat dan
berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
33. Sero Survei adalah suatu cara pengamatan epidemi HIV
dengan melakukan pengumpulan data secara berkala HIV
melalui pengambilan dan pemeriksaan darah orang yang
memiliki perilaku berisiko.
34. Perilaku berisiko adalah tindakan seseorang yang
memungkinkan tertular atau menularkan HIV, seperti
melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan,
melakukan hubungan seksual dengan ODHA, dan
menggunakan jarum suntik tidak steril bersama-sama.
- 8 -
BAB II
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Penyelenggaraan upaya penanggulangan HIV dan AIDS
dengan memperhatikan:
a. nilai-nilai agama, budaya, norma kemasyarakatan,
menghormati harkat dan martabat manusia, serta
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender;
b. integrasi program-program penanggulangan HIV dan AIDS
dengan pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan
daerah;
c. pelaksanaan secara sistematik, terpadu dan komprehensif
mulai dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan
penyakit, perawatan, dukungan dan pengobatan bagi
ODHA dan orang-orang terdampak HIV dan AIDS;
d. peran serta masyarakat, pemerintah dan swasta secara
bersama berdasarkan prinsip kemitraan;
e. kelompok risiko tinggi, rentan, ODHA, OHIDHA dan
orang-orang yang terdampak HIV dan AIDS harus berperan
aktif secara bermakna dalam upaya penanggulangan HIV dan
AIDS;
f. dukungan kepada ODHA dan orang-orang yang
terdampak HIV dan AIDS;
g. perlindungan terhadap tenaga kesehatan, konselor, tenaga
penjangkau, dan tenaga pendamping dari penularan HIV dan
Infeksi Oportunistik;dan
h. peraturan perundang-undangan yang mendukung dan
selaras dengan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
semua tingkatan.
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN
Pasal 3
Strategi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS sebagai
berikut:
- 9 -
a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam
penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerjasama nasional,
regional, dan global dalam aspek legal, organisasi,
pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya
manusia;
b. mengurangi dampak negatif dari epidemi dengan
meningkatkan dukungan sosial, ekonomi dan psikologis;
c. menguatkan kemitraan, sistem kesehatan dan sistem
masyarakat dengan melibatkan ODHA dan OHIDHA;
d. meningkatkan koordinasi dan peran serta para pemangku
kepentingan (Stakeholders) dan mobilisasi sumber dana;
e. mengembangkan program (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative) secara komprehensif;
f. mengembangkan intervensi struktural;
g. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
h. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan,
pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin
keamanan, kemanfaatan, dan mutu bahan/alat yang
diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
i. menerapkan perencanaan, prioritas dan implementasi
program berbasis data.
BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN
Bagian Kesatu
Maksud, Tujuan dan Sasaran
Paragraf 1
Maksud
Pasal 4
Maksud dilaksanakannya penanggulangan HIV dan AIDS
untuk menekan laju penularan HIV dan AIDS, serta
meningkatkan kualitas hidup ODHA.
- 10 -
Paragraf 2
Tujuan
Pasal 5
Tujuan dilaksanakannya penanggulangan HIV dan AIDS
untuk:
a. menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
b. menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan
oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS;
c. meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;
d. meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
e. mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan
AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
Paragraf 3
Sasaran
Pasal 6
Sasaran penanggulangan HIV dan AIDS mencakup seluruh
lapisan masyarakat yang berada di wilayah Provinsi
Bengkulu, sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS yang ditetapkan.
Bagian Kedua
Langkah-Langkah
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
(1) Langkah-langkah upaya penanggulangan HIV dan AIDS
dilaksanakan melalui pendekatan:
a. promosi;
b. pencegahan dan pemeriksaan diagnosis HIV;
c. pengobatan;dan
d. perawatan dan dukungan.
(2) Langkah kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah yang
dilaksanakan oleh OPD sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.
- 11 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab masing-
masing OPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Kepala Daerah.
Paragraf 2
Promosi
Pasal 8
(1) Promosi penangggulangan HIV dan AIDS bertujuan
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui
pemberian informasi, komunikasi dan edukasi secara
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.
(2) Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. penyuluhan dan sosialisasi informasi yang benar pada
masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat;
b. menyediakan media informasi yang bermutu, memadai
dan mudah diakses oleh masyarakat;
c. memasukkan pendidikan kecakapan hidup tentang
pencegahan HIV dan AIDS dalam materi kurikulum
pendidikan pada setiap tingkatan penyelenggara
pendidikan yang terintegrasi dengan mata pelajaran
tertentu.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat
dan/atau sektor swasta.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
oleh masyarakat dan/atau sektor swasta sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus dikoordinasikan dengan
Pemerintah Daerah.
(5) Implementasi kegiatan dan penganggaran promosi kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Kepala OPD sesuai dengan kewenangan
dan tanggungjawab masing-masing.
- 12 -
Paragraf 3
Pencegahan dan Pemeriksaan Diagnosis HIV
Pasal 9
(1) Pencegahan merupakan upaya terpadu memutus mata
rantai penularan HIV dan AIDS di masyarakat terutama
kelompok risiko tinggi.
(2) Pencegahan penularan dan penyebaran HIV dan AIDS
merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, masyarakat dan swasta.
(3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
upaya :
a. pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual;
b. pencegahan penularan HIV melalui hubungan non
seksual; dan
c. pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya.
Pasal 10
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
dilakukan melalui upaya untuk:
a. tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia) bagi yang
belum menikah;
b. setia dengan pasangan (Be Faithful);
c. menggunakan kondom secara konsisten (Condom use) bila
terpaksa berhubungan seksual pada penyimpangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta
hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV
dan/atau IMS;
d. menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no Drug);
e. meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi
termasuk mengobati IMS sedini mungkin (Education); dan
f. melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi.
Pasal 11
(1) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
ditujukan untuk mencegah penularan HIV melalui darah.
(2) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- 13 -
a. uji saring darah pendonor;
b. pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non
medis yang melukai tubuh; dan
c. pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.
(3) uji saring darah pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis
yang melukai tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dilakukan dengan penggunaan peralatan steril dan
mematuhi standar prosedur operasional serta memperhatikan
kewaspadaan umum (universal precaution).
(5) Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. program layanan alat suntik steril dengan konseling
perubahan perilaku serta dukungan psikososial;
b. mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu
opiat menjalani program terapi rumatan;
c. mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan
pencegahan penularan seksual; dan
d. layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/imunisasi
hepatitis.
Pasal 12
(1) Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan
melalui 4 (empat) kegiatan yang meliputi:
a. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia
reproduktif;
b. pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan dengan HIV;
c. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke
bayi yang dikandungnya; dan
d. pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan
kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi penyediaan sarana
pencegahan yang bermutu dan terjangkau serta
penyelenggaraan layanan kesehatan untuk mencegah
penularan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
- 14 -
Pasal 13
Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus
dilakukan tes virologi HIV (DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam)
sampai dengan 8 (delapan) minggu atau tes serologi HIV pada
usia 18 (delapan belas) bulan ke atas.
Pasal 14
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV
dan AIDS dilarang mendonorkan darah, produk darah, sperma,
cairan/organ/jaringan tubuhnya kepada orang lain.
Pasal 15
Setiap orang/institusi/badan dilarang menyediakan dan/atau
mendistribusikan darah, produk darah, sperma, organ/jaringan
tubuh yang terinfeksi HIV untuk didonorkan kepada orang lain.
Pasal 16
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV
dan AIDS dilarang melakukan tindakan yang patut diketahui
dapat menularkan atau menyebarkan infeksi HIV kepada orang
lain.
Pasal 17
(1) Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini
mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian
infeksi HIV
(2) Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas,
persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan dan rujukan.
(3) Prinsip konfidensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya
dapat dibuka kepada :
a. yang bersangkutan;
b. tenaga kesehatan yang menangani;
c. keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap;
d. pasangan seksual; dan
e. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- 15 -
Pasal 18
(1) Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui Konseling Test
Sukarela (KTS) atau Test Inisitif Petugas Kesehatan (TIPK).
(2) Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan dengan persetujuan pasien.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dalam hal keadaan gawat darurat medis untuk tujuan
pengobatan pada pasien yang secara klinis telah menunjukan
gejala yang mengarah kepada AIDS dan permintaan pihak yang
berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak
secara tertulis.
(5) TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan
bagi:
a. setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau
kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah
terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit
tuberculosis dan IMS;
b. asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin;
c. bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV;
d. anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi
di wilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang
tidak menunjukan respon yang baik dengan pengobatan
nutrisi yang adekuat; dan
e. laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan
pencegahan HIV.
Pasal 19
(1) Tes HIV pada darah pendonor, produk darah dan organ tubuh
dilakukan untuk mencegah penularan HIV melalui transfusi
darah dan produk darah serta transplantasi organ tubuh.
(2) Tindakan pengamanan darah pendonor, produk darah dan
organ tubuh terhadap penularan HIV sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan uji saring darah/organ tubuh
pendonor.
- 16 -
Pasal 20
Setiap pengelola dan/atau pemilik tempat hiburan, lokalisasi,
panti pijat, dan tempat potensial lainnya wajib melaporkan data
karyawan secara berkala pada instansi berwenang dan bersedia
untuk dilakukan pemeriksaaan diagnosis HIV secara berkala
pula dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 21
Setiap pengelola tempat hiburan, lokalisasi, panti pijat, dan
tempat potensial lainnya dan/atau pemiliknya wajib
melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
tempat usahanya dengan cara memasang media informasi
tentang HIV/AIDS dan Napza Suntik.
Pasal 22
Setiap perusahaan wajib menerapkan prosedur Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan standar yang berlaku
Pasal 23
Setiap pengusaha/perusahaan dilarang melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja pada karyawan dengan alasan terinfeksi HIV
dan AIDS.
Pasal 24
Setiap penyelenggara satuan pendidikan dilarang:
a. menolak dan/atau mengeluarkan peserta didik dengan
alasan terinfeksi HIV dan AIDS; dan/atau
b. menolak dan/atau mengeluarkan peserta didik dengan
alasan keluarga atau walinya terinfeksi HIV dan AIDS.
Pasal 25
Setiap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan darah, produk darah,
cairan sperma, cairan/organ/jaringan tubuhnya wajib mengikuti
prosedur kewaspadaan universal.
- 17 -
Pasal 26
Setiap petugas kesehatan yang melakukan tes HIV dan AIDS
kepada setiap orang untuk keperluan pencegahan, pengobatan
dan dukungan, termasuk pencegahan penularan dari ibu
hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib memberikan
konseling sesuai dengan standar prosedur operasional yang
berlaku.
Pasal 27
Setiap petugas kesehatan yang melakukan tes HIV dan AIDS
kepada setiap orang untuk keperluan surveilans HIV dan AIDS
dan penapisan pada darah, produk darah, cairan sperma,
cairan/organ/tubuhnya yang didonorkan wajib dilakukan
dengan standar yang berlaku.
Paragraf 4
Pengobatan
Pasal 28
(1) Kegiatan pengobatan bagi orang yang terinfeksi HIV dan
AIDS dilakukan berdasarkan pendekatan berbasis klinis,
berbasis keluarga dan/atau berbasis masyarakat.
(2) Perawatan, dukungan dan pengobatan dilakukan kepada
orang yang terinfeksi HIV dan AIDS.
(3) Setiap ODHA berhak mendapatkan pengobatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa diskriminasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Tenaga kesehatan berhak mendapatkan informasi status
kesehatan pasien yang berkaitan dengan HIV dan AIDS
sebelum melakukan tindakan medis.
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana dan prasarana
pengobatan HIV dan AIDS yang jumlahnya memadai,
mudah didapat, bermutu dan terjangkau.
- 18 -
(2) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan
pelayanan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan
tanpa diskriminasi.
Paragraf 5
Perawatan dan Dukungan
Pasal 31
(1) Perawatan terhadap ODHA dilakukan melalui:
a. pendekatan klinis;
b. pendekatan agama; dan
c. pendekatan berbasis keluarga dan masyarakat.
(2) Perawatan bagi setiap ODHA diperlakukan tanpa
diskriminasi.
Pasal 32
(1) Dukungan terhadap ODHA dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, keluarga, masyarakat dan swasta.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pemberdayaan ODHA dalam berbagai
kegiatan.
Pasal 33
ODHA berhak mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminatif
dari Pemerintah Daerah, Non Pemerintah dan Masyarakat.
BAB V
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
Pasal 34
(1) Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS dibentuk
KPA tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota.
(2) Pembentukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3) Pembentukan KPA tingkat Kecamatan ditetapkan dengan
Keputusan Camat.
- 19 -
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman organisasi dan
tata kerja KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat berperan serta dalam kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara :
a. meningkatkan ketahanan agama dan keluarga untuk
mencegah penularan HIV dan AIDS;
b. berperilaku hidup bersih dan sehat;
c. tidak melakukan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap
orang yang terinfeksi HIV dan AIDS serta OHIDHA;dan
d. terlibat dalam kegiatan promosi, pencegahan,
pengawasan, pengobatan, perawatan dan dukungan.
(2) Pemerintah Daerah membina dan menggerakkan peran
serta masyarakat termasuk dunia usaha melalui program
Corporate Social Responsibilty dalam mendukung program
penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal 36
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan, pekerja sosial,
profesional, Lembaga Swadaya Masyarakat dan/atau masyarakat
yang melaksanakan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS
wajib memberikan informasi akurat tentang pelaksanaan
penanggulangan HIV dan AIDS yang telah dilakukan kepada
Dinas Kesehatan.
Pasal 37
Setiap pekerja sosial dalam memberikan pelayanan
penanggulangan HIV dan AIDS wajib:
a. menyelenggarakan proses pelayanan mulai dari kontak
awal (intake) sampai dengan pengakhiran secara
bertanggungjawab;
- 20 -
b. mencegah praktik yang tidak manusiawi dan diskriminasi
baik terhadap perorangan maupun kelompok;
c. memberi informasi yang akurat dan lengkap tentang
keluasan lingkup, jenis dan sifat pelayanan;
d. memberikan saran, nasehat dan bimbingan dari rekan
sejawat dan/atau penyelia apabila diperlukan demi
kepentingan klien; dan
e. mengakui, menghargai dan berupaya mewujudkan dan
melindungi hak-hak klien.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 38
Pembiayaan upaya penanggulangan HIV dan AIDS bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, serta sumber dana lainya yang
sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 39
(1) Kepala Daerah berwenang memberikan sanksi
administratif kepada konselor, penyedia fasilitas pelayanan
kesehatan, petugas kesehatan, Lembaga Swadaya
Masyarakat, pengelola dan/atau pemilik tempat hiburan,
pengusaha/perusahaan atau penyedia fasilitas pelayanan
kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 30 ayat (2).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berupa:
a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis;
c. pencabutan izin usaha/operasional; dan/atau
- 21 -
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan
usaha/profesi.
(3) Kewenangan pemberian sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsi OPD.
(4) Setiap orang dan/atau penanggung jawab tempat yang
melanggar ketentuan Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal
23, dikenakan sanksi penghentian atau penutupan tempat
penyelenggaraan usaha.
(5) Penghentian atau penutupan tempat penyelenggaraan usaha
sebagai mana di maksud pada ayat (4) di lakukan sesuai
dengan ketentuan setelah di lakukan upaya peringatan
dan/atau teguran tertulis.
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 40
(1) Selain pejabat penyidik Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang
bertugas menyidik tindak pidana umum, penyidikan atas
tindak pidana peraturan daerah ini dapat di lakukan oleh
Penyidik Aparatur Sipil Negara (PASN) dilingkungan
pemerintah daerah yang pengangkatannya di tetapkan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat PASN sebagai
di maksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat
kejadian perkara dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka, dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambii sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
- 22 -
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan
dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti pidana, dan
selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut
umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat di
pertanggungjawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, PASN tidak berwenang
melakukan penangkapan atau penahanan.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah wajib membuat
Berita Acara setiap tindakan dalam hal:
a. pemeriksaan tersangka;
b. memasuki rumah dan/atau tempat tertutup lainnya;
c. penyitaan barang;
d. pemeriksaan saksi; dan
e. pemeriksaan tempat kejadian.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah menyerahkan hasil
penyidikan kepada Penuntut Umum melalui penyidik
Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16,
Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2) Pasal 36 dan/atau
Pasal 37 dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
- 23 -
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:
a. Keanggotaan Komisi Penanggulangan Aids Provinsi Bengkulu
yang telah terbentuk masih diakui keberadaanya sampai
dengan habis masa jabatannya;dan
b. Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV) Dan
Acquired Immuno Defficiency Sindrome (AIDS).
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 43
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Provinsi Bengkulu.
Ditetapkan di Bengkulu
pada tanggal 1 Agustus 2017
Plt.GUBERNUR BENGKULU,
ttd
H. ROHIDIN MERSYAH
Diundangkan di Bengkulu
pada tanggal 1 Agustus 2017
Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BENGKULU
ASISTEN ADMINISTRASI UMUM,
ttd
H.GOTRI SUYANTO
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BENGKULU TAHUN 2017 NOMOR 5.
NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU: (5/114/2017).
- 24 -