5
Stensilan Tjap Tjoean 2000 TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 1 goyangan Mbak sari Goyangan Mbak Sari Pagi itu, aku sedang asyik baca koran di kantor ku. Sambil ku hisap sebatang rokok mild, aku terus membaca berita. Baru tiga halaman koran terbitan lokal aku baca, tiba-tiba terdengar langkah seseorang masuk ke halaman kantor. Kebetulan aku duduk di ruang tamu, sehingga dengan mudah dapat ku lihat siapa yang datang. Seorang wanita, kira-kira umurnya 35 tahun, langsung mendekat ke pintu masuk. “Permisi Pak,” kata wanita itu. Mungkin karena aku pegawai kantor sehingga wanita itu memangil ku dengan sebutan ‘Pak’. Padahal, usiaku jauh lebih muda darinya. Aku pun mempersilahkan ia masuk. Ia langsung memperkenalkan diri, “Sari,” katanya singat, sambil mengulurkan tangan pertanda. Aku pun membalasnya, dan akhirnya kami sudah berkenalan. Maksud kedatangannya ke kantor ku, rupanya ia sedang mencari seseorang yang menurut dia temannya, sebut saja namanya Anton. Karena aku ngak kenal, terus ku panggil teman ku yang sekantor dengan ku. Teman ku pun menjelaskan kepada Mbak Sari, bahwa orang yang dicarinya sudah lama tidak bekerja lagi di kantor itu. Aku sendiri baru satu tahun diterima bekerja disitu. Setelah berpikir sebentar, akhirnya Mbak Sari mohon pamit. Aku hanya bisa menatap langkahnya yang terus menjauh. Namun, tiba-tiba tersirat dalam benak ku, mengapa tadi aku tidak berkenalan lebih jauh dengannya. Soalnya, aku terkagum dengan Mbak Sari. Menurut penilaian ku, dia salah satu wanita yang seksi yang pernah ku lihat. Itu saja yang terbayang dalam pikiran ku saat itu. Seksi yang kumaksudkan bukan pada pakaian yang dikenakan Mbak Sari, yang saat itu menurut ku biasa-biasa saja. Tapi lekuk tubuhnya tampak menonjol, meskipun pakaiannya tidak terlalu ketat. Dua hal yang membuat aku terlalu memilih ketika mengukur keseksian seorang wanita, bentuk tonjolan buah dadanya dan pinggulnya. Kalau tonjolan ‘gunung kembar’ tampak menantang, itu seksi bagi ku. Demikian juga kalau pinggul yang padat dan berisi, itu selalu membangunkan naluri kelelakian ku bila berhadap-hadapan dengan kaum wanita. Tentunya, yang memiliki paras cantik atau paling tidak manis dan orangnya bersih. Kalau tidak, kedua hal tadi seakan tidak berarti bagi nafsu seks aku. “Kriiing....kriiing..,” suara telpon berdering seakan mendampar lamunan ku yang masih membayangi Mbak Sari. “Halo..,” sapa ku menjawab telpon yang masuk itu. “Boleh panggil adik yang pakai baju hitam tadi,” terdengar suara seorang wanita yang ternyata Mbak Sari. Si pemakai baju hitam yang ia maksudkan adalah aku sendiri, karena aku memang memakai baju hitam plus celana hitam. Sekilas aku tertegun dan berpikir, tadi dia barusan ada depan ku, tapi...ah... pikir ku, yang penting ku dengar dulu maksud Mabk Sari menelpon. Aku pun menyapanya, “Ya, ini aku. Ini Mbak Sari ya,” tanya ku dengan suara sedikit tertekan. Mbak Sari langsung memastikan bahwa benar ia yang sedang berbicara dengan ku per telpon itu. Tiba-tiba ada perasaan senang dalam jiwa ku, entah apa itu maksudnya aku sendiri juga tak sempat untuk berpikir lebih jauh, sebab Mbak Sari langsung melanjutkan obrolannya. “Gini dik, aku mau minta tolong, kalau suatu saat si Anton, datang ke kantor itu tolong suruh hubungi aku,” katanya. Si Anton yang ia maksudkan adalah orang yang tadinya ia tanyai saat ke kantor ku.

Goyangan Bu de Sari

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Goyangan Bu de Sari

Stensilan Tjap Tjoean 2000

TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 1

goyangan Mbak sari

Goyangan Mbak Sari Pagi itu, aku sedang asyik baca koran di kantor ku. Sambil ku hisap sebatang rokok mild, aku terus membaca berita. Baru tiga halaman koran terbitan lokal aku baca, tiba-tiba terdengar langkah seseorang masuk ke halaman kantor. Kebetulan aku duduk di ruang tamu, sehingga dengan mudah dapat ku lihat siapa yang datang. Seorang wanita, kira-kira umurnya 35 tahun, langsung mendekat ke pintu masuk. “Permisi Pak,” kata wanita itu. Mungkin karena aku pegawai kantor sehingga wanita itu memangil ku dengan sebutan ‘Pak’. Padahal, usiaku jauh lebih muda darinya. Aku pun mempersilahkan ia masuk. Ia langsung memperkenalkan diri, “Sari,” katanya singat, sambil mengulurkan tangan pertanda. Aku pun membalasnya, dan akhirnya kami sudah berkenalan. Maksud kedatangannya ke kantor ku, rupanya ia sedang mencari seseorang yang menurut dia temannya, sebut saja namanya Anton. Karena aku ngak kenal, terus ku panggil teman ku yang sekantor dengan ku. Teman ku pun menjelaskan kepada Mbak Sari, bahwa orang yang dicarinya sudah lama tidak bekerja lagi di kantor itu. Aku sendiri baru satu tahun diterima bekerja disitu. Setelah berpikir sebentar, akhirnya Mbak Sari mohon pamit. Aku hanya bisa menatap langkahnya yang terus menjauh. Namun, tiba-tiba tersirat dalam benak ku, mengapa tadi aku tidak berkenalan lebih jauh dengannya. Soalnya, aku terkagum dengan Mbak Sari. Menurut penilaian ku, dia salah satu wanita yang seksi yang pernah ku lihat. Itu saja yang terbayang dalam pikiran ku saat itu. Seksi yang kumaksudkan bukan pada pakaian yang dikenakan Mbak Sari, yang saat itu menurut ku biasa-biasa saja. Tapi lekuk tubuhnya tampak menonjol, meskipun pakaiannya tidak terlalu ketat. Dua hal yang membuat aku terlalu memilih ketika mengukur keseksian seorang wanita, bentuk tonjolan buah dadanya dan pinggulnya. Kalau tonjolan ‘gunung kembar’ tampak menantang, itu seksi bagi ku. Demikian juga kalau pinggul yang padat dan berisi, itu selalu membangunkan naluri kelelakian ku bila berhadap-hadapan dengan kaum wanita. Tentunya, yang memiliki paras cantik atau paling tidak manis dan orangnya bersih. Kalau tidak, kedua hal tadi seakan tidak berarti bagi nafsu seks aku. “Kriiing....kriiing..,” suara telpon berdering seakan mendampar lamunan ku yang masih membayangi Mbak Sari. “Halo..,” sapa ku menjawab telpon yang masuk itu. “Boleh panggil adik yang pakai baju hitam tadi,” terdengar suara seorang wanita yang ternyata Mbak Sari. Si pemakai baju hitam yang ia maksudkan adalah aku sendiri, karena aku memang memakai baju hitam plus celana hitam. Sekilas aku tertegun dan berpikir, tadi dia barusan ada depan ku, tapi...ah... pikir ku, yang penting ku dengar dulu maksud Mabk Sari menelpon. Aku pun menyapanya, “Ya, ini aku. Ini Mbak Sari ya,” tanya ku dengan suara sedikit tertekan. Mbak Sari langsung memastikan bahwa benar ia yang sedang berbicara dengan ku per telpon itu. Tiba-tiba ada perasaan senang dalam jiwa ku, entah apa itu maksudnya aku sendiri juga tak sempat untuk berpikir lebih jauh, sebab Mbak Sari langsung melanjutkan obrolannya. “Gini dik, aku mau minta tolong, kalau suatu saat si Anton, datang ke kantor itu tolong suruh hubungi aku,” katanya. Si Anton yang ia maksudkan adalah orang yang tadinya ia tanyai saat ke kantor ku.

Page 2: Goyangan Bu de Sari

Stensilan Tjap Tjoean 2000

TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 2

Aku hanya mengiyakan saja. Kemudian tanpa ku minta, Mbak Sari memberikan nomor ponselnya. “Dicatat dik ya,” pintanya. Aku pun bergegas mengambil pena dan secarik kertas. Mbak Sari mengeja satu per satu nomor ponselnya. “Nomor ponsel adik ini kasih juga donk untuk mbak,” sahutnya lagi yang membuat pikiran ku sedikit menerawang. Pembicaraan kami pun terputus setelah aku memberikan nomor ponsel ku kepada Mbak Sari. Aku masuk ruangan dan coba mengerjakan sesuatu di komputer ku. Sial, ternyata aku tidak bisa berkosentrasi, aku masih teringan dengan Mbak Sari. Pikiran ku pun kian kacau saja. Seolah-olah, dari pembicaran tadi, Mbak Sari tidak bisa menyembunyikan kegenitannya. Suaranya sangat menggoda seakan mengajak ku untuk mengenalnya lebih dekat. Entah itu cuma hayalan ku, aku pun bingung saat itu... Tapi yang pasti, sekitar tiga jam berikutnya, ponsel ku yang aku taruk dalam saku celana bergetar. Ku lihat ada satu pesan masuk. “Dik, jangan lupa ya, sama pesan Mbak tadi. Oya, kalau ada waktu main-main lah ke rumah,” begitu isi SMS dari Mbak Sari yang masuk ke ponsel ku. Tanpa buang-buang waktu aku menimpalinya dengan SMS. Aku bertanya banyak tentangnya. Sampai suatu petang, aku benar-benar bertamu ke rumahnya setelah Mbak Sari memberikan alamat yang jelas. Tentu kedatangan ku setelah kami membuat perjanjian untuk ketemuan. Begitu aku menginjak halaman rumahnya yang cukup luas, aku sudah bisa melihat Mbak Sari berdiri di depan pintu rumahnya dengan senyum merekah. Aku dipersilahkan masuk ke ruang tamu dan kami langsung bersenda-gurau. Kami tampak langsung akrab meski ini baru pertemuan yang kedua kali setelah bersua di kantor aku saat ia mencari temannya si Anton. Petang itu Mbak sari tampak tampil seksi, dengan pakai you can see yang menonjolkan bagian lekuk tubuhnya. ”Aduhai..., sempurna,” begitu gumam ku sambil menelan ludah ku sendiri. Mbak Sari tidak tinggal sendirian di rumah tapi bersama seorang anaknya yang masih kecil dan seorang pembantu. Rupanya ia telah menjada sejak dua tahun terakhir. Menurut Mbak Sari, suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Seperti sebuah rencana yang sudah diatur, tiba-tiba pembantunya mengajak anaknya keluar rumah dan menghilang di kejauhan. Kini hanya tinggal aku dan Mbak Sari di rumah itu. Tiba-tiba Mbak Sari duduk dengan jarak lebih dekat dari posisi ku. “SMS kamu genit-genit banget,” katanya. Memang dalam perkenalan lebih jauh antara kami, melalui SMS, aku banyak menggoda dan mengorek sensitifitas seksnya. Ini sering ku lakukan kepada wanita yang lebih dewasa dari ku. Umumnya mereka tidak tersinggung dan malah lebih tertarik membahas soal itu. Entah karena memang sama-sama ‘haus seks’, akhirnya aku dan Mbak Sari terlalu banyak membahas masalah seks. Namun, aku cukup hati-hati dalam berbicara, takut dia tersinggung dengan kata-kata ku yang menurut sebgian orang terlalu jorok untuk diungkapkan. Sekitar setengah jam sudah aku berada di rumah Mbak Sari, kami masih berdua. Anak Mbak Sari yang masih berumur 4 tahun dan pembantunya belum juga pulang. Tiba-tiba Mbak Sari meminta ku untuk memijat bagian punggungnya yang menurutnya terasa pegal-pegal karena salah tidur. Entah itu alasan yang dibuat-buat. Namun, sebenarnya aku

Page 3: Goyangan Bu de Sari

Stensilan Tjap Tjoean 2000

TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 3

sangat senang mendapat kesempatan itu. Di atas sofa yang empuk kemudian ia rebahkan tubuhnya dengan posisi telungkup. Perlahan ia membuka bajunya dan kemudian BH-nya, namun ia membelakngi ku saat melakukan itu. Kini hanya tinggal celana di badannya. Kulitnya yang putih bersih dan halus membuat tangan ku sedikit gemetaran meijit bagian punggungnya. “Iya dik, kamu pintar. Pijatan mu terasa enak,” katanya membuat aku semakin memperluas areal pijatan ku. Padahal, sebelumnya aku tidak pernah memijat siapa pun. Kini aku lebih banyak mengeluskan tangan di bagian lehernya. Ku lihat Mbak Sari memejamkan matanya menikmati elusan ku. Saat itu, secara tiba-tiba ia membalikkan badannya menghadap ke arah ku. Aku betul-betul terpana melihat dua tonjolan hangat dengan puting seperti punya anak-anak dan berwarna kecoklatan. Mataku terus melotot menyaksikan ‘gunung kembar’ Mbak Sari yang begitu menantang seakan ingin segera dijamah. Benar saja, tanpa pikir panjang Mbak Sari merangkul leher ku dan menarik kepala ku untuk memebanamkan di atas buah dadanya. “Áyo dik, kamu menginginkan ini kan,” katanya yang membuat aku seperti kehilangan nafas. Tanpa pikir panjang aku langsung melumat puting susunya yang memang sudah menempel dengan bibir ku. Aku melakukannya dengan lembut. Awalnya, aku hanya mengulum dengan bibir, kemudian aku jilatin satu per satu buah dadanya yang terus menonjol. “Uchh...,” Mbak Sari mengeluh. Aku tau dia mulai bergairah. “Auhh..., Mbak udah lama ngak merasakan ini dik,” katanya dengan suara sedikit parau. Tidak berhenti disitu saja aku terus saja menjilati setiap bagian sensitif tubuhnya. Bagian lehernya yang jenjang dan putih bersih juga menjadi incaran bibir ku. Kepala Mbak Sari menggeleng ke kiri dan kekanan. Kemudian ia mengangkat kepala ku dan langsung melumat bibir ku. Kami lama sekali saling berpaut mengulum bibir dan bermain lidah. Sementara tangan ku mulai nakal merayap ke setiap kulit mulusnya. Aku meremas kedua buah dadanya secara bergantian dan sesekali memilin puting susunya yang terasa membengkak tersengat nafsu birahi. Kini ku lepaskan lumatan di bibirnya, aku mulai mencium bagian lehernya, hingga terus merangkak turun ke bangian buah dadanya, sampai aku berhenti sebentar di antara pusarnya yang dalam. Lidah ku menari-nari di lobang pusar Mbak Sari, ia tampak geli dan hanya mengeluh dan memejamkan matanya. Dengan sigap lidah ku kemudian menjalar ke bawah setelah membuka celana yang ia kenakan, termasuk celana dalam. Jari tangan ku mulai menyentuh bulu-bulu halus yang tampak rapi. Aku coba menggarukkan jari-jari ku dengan lembut pada bagian itu. Sekilas kemudian lidah ku sudah menyapu kedua bibir vaginanya secara bergantian. Ku lihat Mbak Sari seperti tersengat listrik, ia langsung menahan wajah ku saat lidah ku mengulum klitorisnya. “Jangan dik, Mbak nggak tahan, auhhh...auhhh..” katanya dengan nafas tersengal-sengal. Namun, aku tidak mempedulikan ocehannya yang sedang dibalut gairah. Aku terus saja mempermainkan klitorisnya dan memasukkan satu jari menembus lobang kenikmatan. Mbak

Page 4: Goyangan Bu de Sari

Stensilan Tjap Tjoean 2000

TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 4

Sari kembali mengeluh seakan menahan nikmat yang tak terperi kan. “Auhhh..., ya ampun dik..., Mbak ngak tahan kamu gituin,” erangnya. Vaginanya saat itu sudah tampak becek dan aku tidak mempedulikannya. Aku terus saja menjilat bibir vaginanya dan klistorisnya sambil memainkan jari ku maju mundur ke lobang kenikmatan Mbak Sari. Tubuh Mbak Sari terasa bergetar dan terasa kian panas. Ia menggeliat seperti cacing kepanasan di tas sofa itu. Tak tahan aku gitiuin terus, spontan Mbak Sari beranjak bangkit dan langsung merangkul dan membuka baju ku. Ia kemudian menghempaskan aku ke sofa, sedangkan dia duduk di atas perut kut. Perlahan Mbak Sari mencium leher ku dan seluruh bagian badan ku juga dijilatinya. Sesaat kemudain dia sudah membuka celana jean ku. Mbak Sari tampak sedikit tercengang melihat celana dalam ku yang sudah sesak dengan benda tumpul yang dari tadi sudah menegang. Langsung saja ia melorotkan celana dalam ku, dan ‘es lilin’ milik ku terpental keras membentur tubuh ku. “Punya kami gedek juga ya dik. Cukup keras juga, sampai merapat ke badan mu,” kata Mbak Sari yang tidak memberi ku kesempatan menjawab apa-apa, langsung ia kulum barang milik ku itu. Ternyata Mbak Sari sangat bernafsu, setelah dua menit ia mempermainkan senjata ku, langsung saja ia menidihku. Mbak Sari mengambil posisi duduk di atas ku dan perlahan ia membenamkan senjata ku ke dalam vaginanya. Walnya ia menggesek-gesekkan bibir vagina secara perlahan yang diiringi lengkuhannya. Dan blesss..., senjata ku ludes menembus pertahanan vagina Mbak Sari yang sudah basah. Mula-mula ia menggerakkan pinggulnya naik turun, kemudian semakin panasa saja goyongan berputar, tak ubahnya goyangan Inul. “Uchhh...., aku mengeluh nikmat merasakan goyangan. Aku pun meremas kedua buah dadanya untuk mengiringi goyangan Mbak Sari. Sesekali tangan Mbak Sari mencengkram bahu aku sembari terus menggoyangkan pinggulnya yang kian indah dan penuh kenikmatan. “uchhh. Yes..., uchhh,” Mbak Sari mengeluh kenikmatan. Ia orgasme beberapa kali dengan goyangannya itu. Aku pun tak mau kalah, ku dekap tubuh indahnya dan ku gerayangi sepuas ku. Kini tubuh Mbak Sari ku balikkan ke bawah aku, ia ku tindih dengan dengan kedua pahanya ku angkat ke bahuku. Dengan posisi ini Mbak Sari hanya merem-melek merasakan kenikmatan. Ia mencakarku dengan kukunya membuat badan ku memerah. Aku terus memompa goyangan ku maju mundur. Dan ku lihat Mbak Sari kembali mengeluh, “uchhh... nikmat dik. Mbak sudah nggak tahan,” rupanya ia orgasme lagi sampai lima kali. Kini kedua pahanya ku turun kan dan aku menggenjotnya secara lebih cepat sampai aku pun sudah tidak tahan lagi untuk segera mencapai puncak. “ahhh...yachhh..” keluhku memuncratkan sperma menyesaki ruang vaginanya. Bersama dengan itu Mbak Sari pun mengeluh lagi. “ohhh...yachh.. mbak puas dik..” sahutnya dengan suara serak. Aku pun melumat bibirnya dan memilin puting sususnya. Mbak Sari mendekap ku dan kami mulai melakukan lagi sampai mendaki puncak empat kali. Akhirnya kami berdua terkulai lemas dan sama-sama ke kamar mandi sebelum anak dan pembantunya pulang.*** Not; aku mau kok layani tante2 binal yang lagi kesepian

Page 5: Goyangan Bu de Sari

Stensilan Tjap Tjoean 2000

TJAP-TJOEAN : [email protected] Page 5