16
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan Glomerulusnefritis Akut dan Kronik D I S U S U N OLEH : Kelompk 4 1. Siti rahmah 2. Jefry simanulang 3. Lian sarmado 4. Melly erlina 5. Henny Cristiani 6. Ira widya sinaga 7. Tomi suranta 8. Safry sihombing 9. Tina panduwina 10. Frislianti sinaga PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

GLOMELORU NEFROTIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wendy goxil

Citation preview

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan Glomerulusnefritis Akut dan KronikDISUSUNOLEH : Kelompk 41. Siti rahmah2. Jefry simanulang3. Lian sarmado4. Melly erlina5. Henny Cristiani6. Ira widya sinaga7. Tomi suranta8. Safry sihombing9. Tina panduwina10. Frislianti sinaga

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATANUNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIAMEDANBAB 1PENDAHULUAN1. LATAR BELAKANG Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif 3,5 gram/hari, hipoalbuminemia 200 mg/dl , dan lipiduria 1 . Lesi glomerulus primer yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik adalah Glomerulonephritis Lesi Minimal Glomeruloneph ritis Membranosa, Glomerulosklerosis Fokal Segmental, dan Glomerulonephri tis Membranoproliferatif.Menurut penelitian yang dilakukan oleh JC Lane a ngka kejadian di Amerika dan Inggris berkisar antara2-7 per 100.000 anak berusia dibawah 18 tahun angka kejadian rata-rata 16 kasus per 100.000 individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alatas a ngka kejadian penyakit Sindrom Nef rotik di Indonesia masih sangat tinggi. Dilaporkan angka kejadian di Indonesia 6 per 100.000 anak per tahun menderita sindrom nefrotik, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan2:1Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abisena tahun 2009, diDepartemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995 s/d 2000. Di Semarang kasus sindrom nefrotik juga banyak terjadi terutama yang menyerang anak-anak. Di RSUP Dr.Kariadi Semarang selama bulan Januari s/d Juni 2009 tercatat 19 anak yang menderita sindrom nefrotik dirawat di bangsal rumah sakit tersebut dan pulang dengan perbaikan (Buku Registrasi RS Kariadi, 2009).Menurut Wiguno, terdapat gejala klinik yang khas pada masing-masing gambaran histopatologi penderita sindrom nefrotik Untuk gambaran histopatologi tipeMinimal Change Disease, 2/3 kasus diawali oleh infeksi saluran nafas atas dan edema terjadi pada wajah serta tungkai. Pada lesi Membranous Nephropathy, terdapat gambaran klinis proteinurianon selektif dan hematuria mikroskopik. Untuk lesi Focal SegmentalGlomerulosclerosis, terdapat gambaran klinis hipertensi dan hematur ia mikroskopik, sedangkan hipotensi dan lipodistrofi banyak terjadi pada lesi Membranoproliferative Glomeruloneohritis.

2. TUJUAN PEMBAHASAN A. Tujuan umunUntuk mengetahui askep pada Glomerulo nefrotik akut dan kronikB. Tujuan khusus Mahasiswa mammpu mengetahui Defenisi Glomerulo nefrotik akut dan kronik Mahasiswa mammpu mengetahui Etiologi Glomerulo nefrotik akut dan kronik Mahasiswa mammpu mengetahui tanda dan gejala Glomerulo nefrotik akut dan kronik Mahasiswa mammpu mengetahui diagnose Glomerulo nefrotik akut dan kronik Mahasiswa mammpu mengetahui intervensi Glomerulo nefrotik akut dan kronik Mahasiswa mammpu mengetahui kompilkasi Glomerulo nefrotik akut dan kronik

BAB IIPEMBAHASANA. DEFENISIGlomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks antigen-antibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.B. ETIOLOGIPenyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak pria dari pada wanita (2 : 1).Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.

C. GAMBARAN KLINIKHasil penyelidikan klinis immunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses immunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.2. Proses autoimmune kuman streptokokkus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimmune yang merusak glomerulus.3. Streptokokkus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis ginjal.D. GEJALA KLINIKGejala yang sering ditemukan :1. Hematuri2. Edema 3. Hipertensi4. Peningkatan suhu badan5. Mual, tidak ada nafsu makan6. Ureum dan kreatinin meningkat7. oliguri dan anuriaE. KOMPLIKASIOliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di miocardium. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK Urinalisis :a. Hematuria (mikroskopis atau makroskopis)b. Proteinuria Positif 3 (+3) sampai Positif 4 (+4)c. Sedimen: silinder sel merah, Sel Darah Putih, sel epitel ginjald. Berat Jenis: peningkatan sedang Pemeriksaan darah:e. Komplemen serum dan C3 menurunf. BUN dan kreatinin meningkat g. Titer DNA ase antigen B meningkath. LED meningkati. Albumin menurunj. Titer anti streptolisin O (ASO) meningkat Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan diagnosis.

G. MANAGGEMENT KOLABORASI Intervensi Terapeutika. Batasi masukan cairan, kalium dan natrium b. Pembatasan protein sedang dengan oliguri dan peningkatan BUN; pembatasan lebih drastis bila terjadi gagal ginjal akut.c. Peningkatan karbohidrat untuk memberikan energi dan menurunkan katabolisme protein. Intervensi Farmakologisd. Anti Hipertensi dan diuretic untuk mengontrol Hipertensi dan edema.e. Penyekat H2 untuk mencegah ulkus stress pada penyakit akut.f. Agens ikatan fosfat untuk mengurangi kadar fosfat dan meningkatkan kalsium. g. Antibiotika bila infeksi masih ada.

Glomerulonefritis KronikI. DefenisiAdalah glomerulonefritis tingkat akhir (and stage) dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.II. Etiologi1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi.2. Dibatas mellitus3. Hipertensi kronik4. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.III. Gambaran Klinik1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.2. Lemah, nyeri kepala, gelisah, mula, coma dan kejang pada stadium akhir.3. Edema sedikit, bertambah jelas jika memasuki fase nefrotik.4. Suhu subfebril.5. Kolestrol darah naik.6. Penurunan kadar albumin.7. Fungsi ginjal menurun.8. Ureum meningkat + kreatinin serum.9. Anemia.10. Tekanan darah meningkat mendadak meninggi.11. Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi.12. Gagal jantung --> kematian. 13. Berat badan menurun.14. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)15. Hematuria.IV. Pemeriksaan Diagnostik1. Pada urine ditemukan :1. Albumin (+)2. Silinder3. Eritrosit4. Lekosit hilang timbul5. BJ urine 1,008 1,012 (menetap)2. Pada darah ditemukan:1. LED tetap meninggi2. Ureum meningkat3. Fosfor serum meningkat4. Kalsium serum menurun3. Pada stadium akhir :1. Serum natrium dan klorida menurun2. Kalium meningkat3. Anemia tetap4. Pada uji fugsional ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.Penatalaksanaan1. Medik :1. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.3. Pengawasan hipertenasi --> antihipertensi.4. Pemberian antibiotik untuk infeksi.5. Dialisis berulanguntuk memperpanjang harapan hidup pasien.2. Keperawatan :1. Disesuaikan dengan keadaan pasien.2. Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.3. Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.4. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.5. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik atau GGK. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GLOMERULONEFRITISI. Pengkajian1. Genitourinaria Urine keruh Proteinuria2. Penurunan urine output Hematuri3 Kardiovaskuler Hipertensi Neurologis Letargi Iritabilitas Kejang4 Gastrointestinal Anorexia Vomitus Diare5. Hematologi Anemia Azotemia Hiperkalemia6. Integumen Pucat EdemaII. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia1 Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.2 Intervensi :2. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 2 jam perhari selama fase akut. Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan menentukan intervensi selanjutnya.3. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak4. Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien. Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal5. Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N : 1 2 ml/kgBB/jam). Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.6. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam. Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.7. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.2. Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguri1. Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.2. Intervensi :1. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam

Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.2. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum Rasional: Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites.3. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide. Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium.4. Monitor dan catat intake cairan. Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.5. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine. Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.6. Monitor hasil tes laboratorium Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.3. Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan anorexia.1. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien. Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.2. Batasi masukan sodium dan protein sesuai orderRasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan.4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.1. Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.2. Intervensi :1. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas. Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal.2. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien. Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan.3. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari. Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. 5. Gangguan istirahat tidurberhubungan dengan immobilisasi dan edema.6. Kriteria / Evaluasi: Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik.7. Intervensi :1. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien Rasional: Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.2. Bantu merubah posisi tiap 2 jam. Rasional: Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko terjadi kerusakan kulit.3. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab. Rasional: Deodoran / sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan kulit.4. Dukung / beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami dema. Rasional: Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan.5. Jika klien laki-laki scrotum dibalut. Rasional: Untuk mengurangi kerusakan kulit

Daftar Pustaka1. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2, Sozannie, Smeltzer and Brenda.E.Bare, penerbit EGC, Jakarta 2002.2. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2 edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta 1995.3. Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan Linda A. Sowden, Edisi 3, Penerbit EGC Jakarta 2002.4. Pedoman Praktek Keperawatan, Sandra M.Nettina, Penerbit EGC, Jakarta.5. Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah, Penerbit EGC, Jakarta 1997. 6. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Barbara Engram, Volume I, Penerbit EGC, Jakarta 1998.7. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Barbara C. Long, Bandung 1996.