Upload
alfreed-richardson
View
1.247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan percampuran) dengan enzim dan
zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus
halus, usus besar, rectum, anus.
a. Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian
yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah
belakang bersambung dengan faring.
a) Kelenjar parotis
b) Kelenjar submaksilaris
c) Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996).
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosis dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak
bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan (Syaifuddin, 1996).
1
2
c. Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996).
d. Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan
lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai
antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya, sebagai ragi membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung (syaifuddin,
1996).
3
e. Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan diantara
lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang
memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm,
pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I : menjalar kearah kanan
Bagian II : menjalar kearah bawah
Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan
vena kava inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung
dengan yeyenum.
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang
membukit disebut papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara
saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus
wirsungi/duktus pankreatikus). Empedu di buat di hati untuk
dikeluarkan keduodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya
mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar-
kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum
(Syaifuddin, 1996).
2) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan
bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut
mempunyai panjang yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm.
4
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika
suporior, pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan
peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara
yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini
diperkuat oleh spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula seikalis atau valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum
(Syaifuddin, 1996).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh
kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang
menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih
cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar
5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
5
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1. Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen.
(Syaifuddin, 1996).
2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon
membujur keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok
kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan
sebagian kolon transversum (Syaifuddin, 1996).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996).
4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai
kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis
(Syaifuddin, 1996).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan
ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996).
6
6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam
rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum
dan oscogcigis (Syaifuddin, 1996).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum
dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh
tiga spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin,
1996).
2. Definisi
a. Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansjoer Arief, et al., 1999).
b. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
(lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari)
dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001)
c. Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah. (Kapita selekta.edisi 3.
1999)
d. Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun
konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (Kapita selekta,edisi 3.
1999).
7
3. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian
hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan
antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai
berikut:
a) Infeksi bakteri: vibria, E.Coli, salmonella, shigella,
compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo,
Coxsackie,Poliomielitis) Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus,
Trichuris, Oxyuris, strongy loides, Protozoa, (Entomoeba
histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan perselang,
gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis)
serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan
makanan).
8
b. Faktor Malabsorbsi
- Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)
- Mal absorbsi lemak
- Mal absorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar)
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi
4. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
9
selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang
tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara
langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria.
Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam
lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah
besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan
gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat
hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long,
1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat
meyebabkan gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang,
pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah.
10
PATOFLO DIAGRAM
Bakteri, virus, parasit
Masuk dalam saluran cerna
Berkembangbiak di usus
Reaksi pertahanan dari E.Coli
Pertahanan tubuh
Inflamasi usus
Makanan, zat Peningkatan sekresi air Hiperperistaltik
Tidak dapat diserap dan elektrolit usus
Tekanan osmatik dalam Penurunan absorbsi Penurunan
Rongga usus dalam usus fungsi usus dalam
Mengabsorbsi makanan
Pergeseran air dan elek- Diare Diare
Trolit dalam rongga
Usus Kurang pemasukan Pola defekasi tergang-
Makanan gu (lebih sering)
Isi rongga usus ber-
lebihan
Merangsang usus untuk Pertanyaan orangtua
Mengeluarkannya klien tentang penyakit
Kembung
Kematia
(Smeltzer dan Bare, 2001, h 1093; Long. C Barbara, 1996).
Risiko kekurangan volume cairan
Kurangpengetahuan
Risiko gangguan Integritas kulit
anus
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan cairan dan elektrolit
Syok hipovolemik
Gangguan rasa nyaman
11
5. Tanda dan gejala
Menurut Mansjoer Arief (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare
adalah:
a. Mula-mula bayi atau anak cengeng, gelisah.
b. Suhu badan mungkin meningkat.
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Diare.
e. Feses cair dengan darah atau lendir.
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun
besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan
bibir kering.
j. Berat badan turun.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
3) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
4) PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance).
b. Pemeriksaan darah
1) Darah perifer lengkap.
2) Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada
diare yang disertai kejang).
3) PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam basa.
12
4) Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.
7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah terdiri
dari:
a. Simtomatis
1). Terapi rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai
diarenya berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu
Ringer Laktat, Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dll.
2). Antispasmodik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada
reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin.
3). Obat anti diare:
a). Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid).
b). Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pad
diare sklerotik.
c). Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik
yaitu: Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
4). Antiemetik (metoclopramid).
5). Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam
folat.
6). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus
kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.
13
8. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving
(pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan ketrampilan
interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga
dengan memberikan asuhan keperawatannya sesuai dengan lima tahap proses
keperawatan, yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber dan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa
yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, serta mempelajari status klien.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu: data subjektif dan data objektif.
14
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
pasien atau keluarga. Data objektid adalah data yang diperoleh dari data
pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan.
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian
adalah pengelompokan data yang terdiri atas data fisiologis, psikologis,
social dan spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan data akan memudahkan
perawatan dalam menegakkan masalah keperawatan klien.
Untuk kasus gastroenteritis, pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang
tua, pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita
gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan
lain-lain.
c. Riwayat kesehatan saat sakit
1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer
lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau,
bentuk mukoid dan mengandung darah.
2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-
hal yang meringankan dan memperberat penyakit.
3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi,
intrauteri, infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi,
persalinan dengan tindakan karena ada komplikasi, penolong
persalinan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat penyakit gastroenteritis
15
f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator
penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak.
h. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat
ketidakseimbangan cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat,
lemah, respirasi meningkat akibat asidosis metabolic.
2) Keadaan penyakit
Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
dehidrasi yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung,
turgor kulit buruk, selaput lendir kering, tidak ada air mata bila
menangis, sehingga klien dapat jatuh kedalam syok hipovolemik dan
dapat meyebabkan kematian.
3) Keadaan umum klien
Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera
diatasi maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang
diawali kelemahan fisik.
4) Sistem integumen
Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh
pada tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.
5) Sistem hemotologi
Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium,
hipokalemia atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis
metabolic.
6) Sistem pernapasan
Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh
pada dehidrasi berat.
7) Sistem gastrointestinal
Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.
16
a. Pola fungsi kesehatan
Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana
pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data
secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik
pada masalah khusus.
b. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga
untuk mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak
sekarang ini dan upaya yang diharapkan.
c. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien
mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
d. Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana
sifatnya, BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine
tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam,
BAB yang sering.
n. Pola kognitif perseptual
Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o. Pola peran hubungan
Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.
p. Pola aktivitas dan latihan
Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.
q. Pola reproduksi
Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua
memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat
permainan).
17
r. Pola koping dan toleransi terhadap stress.
Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti
(menangis).
s. Pola keyakinan
Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana
pola keyakinan orang tua klien.
2. Diagnosa keperawatan
Gastroenteritis mungkin menyebabkan interaksi fungsi normal dari
system tubuh yang dipengaruhi. Berdasarkan data pengkajian diagnosa
keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan gastroenteritis
meliputi: sesuai teori, bukan askep
a. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase
feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
b. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2001)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi ( Doenges, 2000).
e. Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses infeksi
pada saluran cerna.
f. Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram abdomen,
diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan
hiperperistaltik.
3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk
menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu
18
system yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia “ Fyer et
al, 1996 “ ( Nursalam, 2001). Perencanaan meliputi pengembangan
strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah
yang akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan
bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001), dalam pengaturan prioritas,
perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
1) Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap:
fisiologi, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia
mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien
menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain
kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada
kebutuhan lain. ( Nursalam, 2001).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang
menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan
dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah
fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.
19
Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan
Dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, Co2, Elektrolit,
makanan, dan sex).
Hirarki Abraham Maslow
Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri
dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima
kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002)
20
2) Hirarki “ kalish”
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi
kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”.
Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara,
air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi
kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana
untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan
mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi
prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. (Nursalam, 2001)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien
dengan gastroenteritis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan
adalah:
1) Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil:
- BAB tidak lebih dari satu kali perhari.
- Intake dan out put seimbang.
- Turgor kulit baik.
- Mata tidak cekung.
Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi
lemah, penurunan natrium serum, haus).
Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode
akut. Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk
memungkinkan absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.
Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien
dan mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
21
Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002).
2) Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa
konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk
mempertahankan kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi
kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
(Doenges, 2000).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
Intervensi:
a). Kaji dan catat masukan oral klien.
Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan
memantau peningkatan masukan oral.
22
b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi
lambung . (Doenges, 2002).
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi.
Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil:
- Keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.
- Keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan.
Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses
penyakit dan pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan
keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek
samping.
Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan
kerja sama dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan
yang bersih dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit.
(Doenges, 2002).
23
5) Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses
infeksi pada saluran cerna.
Tujuan : Pola eliminasi kembali normal.
Kirteria hasil : BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan
output seimbang, konsistensi feses lembek.
Rencana tindakan:
a) Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor
pencetus.
Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan
selanjutnya.
b) Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan
metabolisme bila ada infeksi.
c) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan
suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau
kemungkinan terjadinya pre syok atau syok.
d) Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah
kekosongan lambung.
e) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Mengobati sufuratif lokal.
6) Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen,
diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan
hiperperistaltik.
Tujuan : Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak rewel atau gelisah
- Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.
Rencana tindakan:
24
a) Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan
penghangat diatas abdomen.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan
mengurangi kram.
b) Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak
area gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala.
c) Lindungi daerah perianal dari iritasi.
Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat
mengiritasi kulit perianal (Carpenito, 1999).