gastro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tulisan diare

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Diare ialah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran buang air besar. Kekerapan yang masih dianggap normal adalah sekitar 1-3 kali dan banyakn ya 200-250 gram sehari. Beberapa penderita mengalami peningkatan kekerapan & kee nceran buang air besar walupun jumlahnya kurang dari 250 gram dalam kurun waktu sehari.(1) Diare dapat dibagi berdasarkan waktu timbulnya dan perjalanan penyakitny a yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut jelas masalahnya baik segi patof isiologi dan terapi. Hal ini berbeda dengan diare kronik yang diagnosis maupun t erapinya lebih rumit dari pada diare akut. Refleks Buang Air Besar (BAB) dimulai dari pengembangan sigmoid akan me ningkatkan tegangan dalam rektum. Bersamaan dengan kontraksi atot spinkter ani e ksterna yang akan menyebabkan pengeluaran tinja melalui dubur. Pendorongan tinja keluar dubur akan diperkuat oleh gerakan valsava (penutupan glottos, fiksasi di afragma dan kontraksi otot dinding perut). BAB secara sadar dapat dicegah dengan melakukan kontraksi otot diafragma peluis dan spinkter ani eksterna. Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya keker apan dan keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-b ulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional ata u akibat suatu penyakit berat. Sekitar 20% diare kronik tetap tidak dapat di ketahui penyebabnya walaup un dengan pemeriksaan intensif selama 2-6 tahun (2). Diare kronik bukan suatu ke satuan penyakit melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesinya sangat m ultikompleks.

BAB II PEMBAHASAN I. ETIOLOGI Penyebab diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya dise babkan kelainan pada usus. Dapat disebabkan kelainan endoktrin, kelainan hati, k elainan pankreas, infeksi, keganasan, dan sebagainya. Berlainan dengan di negara maju dimana sindrom usus iritatif dan penyakit radang usu ni spesifik (Inflamat ory bowel disease) merupakan penyebab utama diare kronik maka di negara berkemba ng peranan infeksi dan parasit masih menjadi penyebab tersering. II. PATOGENESIS DAN DAN PATOFISIOLOGI Patofisiologi Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsist ensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Ganggua n proses mekanik dan enzimatik, disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pert ukaran air dan elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentu k. Peristaltik saluran cerna yang teratur akan mengakibatkan proses cerna secara enzimatik berjalan baik. Sedangkan peningkatan motilitas berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik, yang akan mempengaruhi pola defekasi. Diare kronik dibagi tiga, yaitu : 1. Diare osmotik Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan absor psi karbohidrat, lemak, atau protein, dan tersering adalah malabsorpsi lemak. Fe ses berbentuk steatore. Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa hal sebagai berikut, yang dap at dipandang pula sebagai penyebab diare osmotik. a. Keadaan intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan d

alam jumlah besar sekaligus, misalnya, seseorang yang baru makan durian lalu min um es krim dan makan roti yang banyak disertai bistik. Sekaligus beberapa jenis makanan tersebut masuk ke usus kecil dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi di mana campur aduknya berbagai jenis makanan tidak menguntungkan untuk suatu prose s pencernaan. Keadaan tersebut diatas akan menimbulkan sekresi air yang berlebih an, sehingga menimbulkan diare sementara, dikarenakan kondisi hipertonik akibat kandungan disakaridase yang berlebihan. b. Waktu pengosongan lambung yang cepat Dalam keadaan fisiologis, makanan yang masuk ke lambung selalu d alam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung dicampur dengan cairan lambung da n diaduk menjadi bahan yang isotonis atau hipotonis. Hal ini diatur oleh osmores eptor yang ada pada duodenum yang mengatur proses pengosongan lambung. Pada pasi en yang sudah mengalami gastrektomi atau piloroplasti atau gastroenterostomi, ma ka makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi intesti n yang bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus. Yang kemud ian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolemi intra vaskuler dan depres i. Jadi pada keadaan pengosongan lambung yang cepat timbul distensi intestin, di are dan hipovolemi. c. Sindrom malabsorpsi atau kelainan absorpsi intestinal Sebagai contoh keadaan ini adalah hal yang terjadi pada penyakit seliak (gluten enteropathy). Akibat reaksi antigen antibodi terhadap protein ga ndum (gluten), akan terdapat kerusakan pada mukosa intestin sebagai akibat prose s absorpsi monosakarid dan oligosakarid yang terganggu yang akan menimbulkan sua sana hipertonik pada intestin lalu timbul diare. d. Defisiensi enzim pencernaan Satu contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Lakta se adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase m enjadi monosakarida glukose dan galaktose. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel intestin sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu la hir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. e. Laksan osmotik Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggeris). 2. Diare sekretorik Terdapat gangguan tanspor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen den gan mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses akan seperti air. Diare sekresi terbagi dua berdasarkan pengaruh puasa terhadap diare. Pertama, diare sekresi yang dipengar uhi keadaaan puasa berhubungan dengan proses intralumen, dan diakibatkan oleh : Bahan-bahan yang tidak dapat diabsorpsi (seperti obat-obatan dengan unsu r magnesium tinggi, contohnya multivitamin dan mineral, serta obat-obatan yang b ersifat laksatif). Malabsorpsi karbohidrat. Proses metabolisme karbohidrat oleh baktei usus akan menghasilkan gas H2 dan CO2 sehingga timbul kembung dan flatus berlebiha n serta nyeri perut dalam bentuk kram. Defisiensi laktosa yang mengakibatkan intoleransi laktosa. Diare sekresi yang dipengruhi keadaan puasa terdapat pada sindro m karsinoid, VIP (vasoactive intestinal polypeptide) oma, karsinoma tiroid medul ar, adenoma vilosa, dan diare diabetik. Diare yang disebabkan penyakit tersebut dihubungkan dengan proses hormonal dan neurogen yang berpengaruh terhadap motili tas. 3. Diare inflamasi Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit desertai peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering ditemukan. Terbagi dua yaitu inflamasi non spesifik dan spesifik. Kolitis ulseratif dan penyakt Crohn termasuk kelompok inf lamasi nonspesifik. Diare dengan perdarahan terutama disebabkan oleh inflamasi s pesifik, yaitu : Etiologi Spesies

Bakteri

shigella sp salmonella ap Enteroinvasif E.coli (EIEC) Enterohemorrhagic (EHEC) Helicobacter jejuni Yersinia enterocolitica M. tuberculosis Aeromonas sp Plesiomonas sp Protozoa Entamoeba histolytica Balantidium coli Virus (immunocom Cytomegalovirus promised) Cacing Schistosoma sp Trichuris trichiura III.GEJALA KLINIS (2) Penderita diare kronik mempunyai gejala umum di samping gajala k husus yang sesuai dengan penyakit penyebabnya lama berminggu-minggu atau berbula n-bulan baik secara menetap atau berulang-ulang. Kadang-kadang bercampur darah, lendir, lemak dan berbusa. Rasa sakit di perut, rasa kembung dan kadang-kadang d isertai demam. Biasanya pasien hanya mengeluh mencret atau berak-berak. Jika anam nesis dilakukan dengan seksama, maka sebelum terjadi mencret atau berak-berak, p asien sudah ada keluhan perut penuh, mual, keringat dingin dan lain-lain. Untuk jelasnya gejala klinik diare dibagi atas.(2) ? Fase prodromal : yang dapat juga disebut sebagai sindrom pradiare Perut terasa penuh Mual, bisa sampai muntah - Keringat dingin Pusing ? Fase diare : diare dengan segala akib atnya berlanjut yaitu dehidrasi, asidosis, syok mules dapat sampai kejang. dengan atau tanpa panas pusing ? Fase penyembuhan : diare makin jarang mules berkurang penderita rasa lemas/lesu.

IV. PENDEKATAN DIAGNOSIS Mengingat penyebabnya yang begitu beragam, kita harus hati-hati dalam me milih macam pemeriksaan. Pemeriksaan dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan awal at au pemeriksaan dasar yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dar ah sederhana, tinja dan urin kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan at au pemeriksaan yang lebih rumit. Dengan pemeriksaan awal kita sudah dapat menetapkan masalah, bahkan diag nosis kerja, sehingga pemilihan pemeriksaan lanjutan juga lebih terarah. Bahkan ada kalanya kita dapat menegakkan diagnosis hanya dengan pemeriksaan awal saja. Pemeriksaan Dasar A. Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakan diagnosis diare krosis saja sud ah dapat diperkirakan macam penyakit. Anamnesis terdiri dari beberapa pertanyaan penting mencakup : 1. Waktu dan frekuensi diare Diare pada malam hari atau sepanjang hari selalu menunjukkan penyakit or

ganik. Perasaan ingin buang air basar yang tidak bisa ditahan merupakan kunci pe nting bagi petunjuk kearah penyakit inflamasi. Diare yang timbul akut terus berlanjut menjadi kronik dengan riwayat ber pergian mengingatkan pada diare pada turis traveller diarea atau spruetropis. Diare dengan frekuensi 3-4 kali sehari dan terjadi pagi hari menunjukkan sindrom usus iritatif 2. Bentuk tinja Bila terdapat minyak dalam tinja menunjukkan insufisiensi pankreas. Tinj a pucat (steatorea) menandakan kelainan di proksimal ileosekal. Diare seperti ai r bisa terjadi akibat kelainan pada semua tingkat dari sistem pencernaan terutam a usus halus. Adanya makanan yang tidak tercena adalah manifestasi dari kontak y ang terlalu cepat antara tinja dan dinding usus. Bau asam menunjukkan penyerapan karbohidrat yang tak sempurna. 3. Nyeri abdomen dan keluhan lain yang menyertai diare Nyeri abdomen ini merupakan kelainan tak khas, karena dapat terjadi pada kelainan organik maupun non organik. Pada penyakit organik, lokasi rasa sakit m enetap sedangkan pada diare psikogenik nyerinya dapat berubah-ubah baik tempat m aupun penyebarannya. Nyeri abdomen yang disebabkan kelainan usus kecil berlokasi disekitar pusat, dan kolik yang diakibatkan kelainan usus besar letaknya suprap ubik. Obstruksi usus parsial biasanya disertai gambaran kolik yang hebat setelah makan atau bersamaan dengan muntah, misalnya pada keganasan yang menutup atau m enekan sebagian lumen. Demam sering menyertai infeksi atau keganasan. Mual dan muntah dapat jug a menunjukkan infeksi. 4. Obat Banyak macam obat mengakibatkan diare, seprti laksan, antasida, diuretik , bahkan neomisin. Penghentian obat beberapa hari dapat dicoba untuk membantu me negakkan diagosis. Bila diare berhenti dengan dihentikannya obat, maka kemungkin an besar diare disebabkan oleh obat tersebut. 5. Makanan Patofisiologi diare akibat makanan belum jelas. Beberapa penulis melapor kan beberapa jenis makanan dapat menimbulkan diare yang terjadi berhubungan deng an proses alergi. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan ku at terhadap intoleransi laktose dan sidrom usus iritatif. Seperti halnya obat-ob atan, terhentinya diare setelah penyetopan bahan makanan yang dicurigai dapat me nunjang diagnosis. Pada pasien dengan riwayat diare terhadap makanan tertentu bi asanya mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya atau manifestasi alergi lain s eperti asma. B. Pemeriksaan fisik Pemeriksaaan fisik tidak khas pada diare kronik. Seringkali tidak ditemu kan kelainan fisik yang mengarah pada diagnosis. Yang perlu diingat terjadinya p enurunan berat badan dan anemia dapat menunjukkan ke arah keganasan, penyakit kr onis inflamasi usus maupun sindrom malabsorpsi. Gejala lain dari malabsorpsi ial ah edema pada sekstremitas, kulit kering dan pucat serta atrofi lidah. Adanya de mam menunjukkan bahwa kemungkinan besar terdapat penyakit inflamasi usus. Pemeriksaan fisik secara teliti untuk melihat adanya masa pada abdomen d an pelvis harus dilakukan karena dapat menunjukkan keganasan kolon-rektum. Harus dilihat apakah ada bekas operasi pada abdomen, karena pemotongan ileum atau gas ter merupakan penyebab terbanyak diare kronik pasca operasi. Adanya fistula ani menunjukkan penyakit Crohn. Colok dubur dilakukan untuk melihat adanya darah, mukus atau nanah. Bila teraba benjolan atau penyempitan dapat diduga akan adanya keganasan atau polip. Sigmoidoskopi sebaiknya langsung dilakukan karena dapat dengan cepat melihat ad anya infeksi atau kelainan lain di daerah kolin sigmoid dan rektum terutaman bil a ada diare yang bercampur darah segar. Pada waktu dilakukan sigmoidoskopi dapat

sekaligus dilakukan biopsi. Pada sindrom usus iritatif, sigmoidoskopi dapat men unjukkan gambaran spasme kolon. C. Pemeriksaan tinja Mula-mula harus diperhatikan bentuknya apakah cair, setengah cair atau b ercampur darah. Contoh tinja harus segera diperiksa untuk melihat adanya amoeba, giardi, cacing/telur cacing, leukosit dan eritrosit. Adanya gelembung lemak mem beri dugaan kearah malabsorpsi lemak dan penyaktit pankreas. Eritrosit menunjukk an adanya infeksi, sedangkan adanya leukosit menunjukkan kemungkinan infeksi ata u inflamasi usus. Pemeriksaan pH tinja perlu dilakukan bila ada dugaan malabsorp si karbohidrat, dimana pH tinja dibawah 6.pH (asam) disertai tes rediksi positif menunjukkan adanya intoleransi glukosa. Pewarnaan dengan intoleransi glukosa. P enawaran dengan Gram perlu dikerjakan untuk mencari kemungkinan infeksi oleh bak teri, jamur, dan sebagainya. D. Pemeriksaan darah Idealnya pemeriksaan darah ini dilakukan setelah pemeriksaan tinja, bila pemeriksaan tinja saja belum mengarah pada diagnosis. Misalnya pada anemia, dap at kiketahui anemia defisiensi besi, B12 serta asam folat pada gangguan absorpsi . Pemeriksaan awal sangat mudah dan sederhana. Bila sampai disini pemeriks aan awal tetap belum membantu menunjukkan diagnosis pasti, perlu dilakukan pemer iksaan lanjutan. Pada penderita yang keadaan umumnya baik, beberapa penulis meng anjurkan untuk menunda pemeriksaan lanjutan, dan pemeriksaan awal dapat diulang setelah 4 minggu. Pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan penunjang ini tidak semua diperluk an pada diare kronik. Urutan pemeriksaan ini tidak menggambarkan makin pentingny a pemeriksaan, tetapi sesuai dengan perkiraan diagnosis yang sudah didapat pada pemeriksaan awal. A. Pemerisaan anatomi usus 1. Barium enema Pemeriksaan barium enema di dahului dengan BNO untuk melihat kal sifikasi pankreas dan dilatasi kolon. Keberhasilan pemeriksaan ini tergantung da ri persiapan yang baik dan tehnik pengambilan foto yang baik dan sebaiknya denga n kontras ganda. Biasanya kelainan yang masih dini/minimal sulit dilihat, sepert i polip kecil, keganasan kolon dini dan kolitis tanpa ulkus. Telah dilaporkan ad a 10% dari keganasan kolon dan polip yang tak terdiagnosis dengan pemeriksaan in i. 2. Kolonoskopi Pemeriksaan ini tak dilakukan secaraa rutin pada setiap diare kr onik, tetapi dapat membantu menegakkan diagnosis bila dengan barium enema masih belum jelas terlihat kelainan anatomis. Dikerjakan bila ada kecurigaan kuat pada penyakit inflamasi usus misalnya gambaran penyempitan yang tampak pada barium e nema. Dengan kolonoskopi dapat diketahui penyebabnya apakah itu keganasan atauka h hanya imflamasi. 3. Barium follow through Pemeriksaan ini dilakukan setelah barium enema, bila ada kecurig aan terhadap kelainan ileum-yeyunum. Interpretasi gambaran ini lebih sulit darip ada barium enema, oleh karena itu gambaran barium follow through normal belum da pat menyingkirkan diagnosis. Bila kita betul curiga ada penyempit atau masa, seb aiknya dilakukan laparatomi. 4. Gastroskopi Pemeriksaan ini dilakukan setelah barium follow through atau bariu m enema dan masih dicurigai kelainan pada gaster, duodenum atau yeyunum. Sebaikn ya dilakukan juga pada pasien dengan steatorea. Bersamaan dengan gastroskopi ini , dilakukan biopsi lambung, duodenum atau yeyunum peoksimal. Bagian usus yang le

bih bawah lagi tak mungkin di biopsi, sehingga bila ada kecurigaan di daerah ini harus dilakukan laparatomi. 5. ERCP Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat abnormalitas pankreas. Bila dengan pemeriksaan BNO sudah tampak kalsifikasi pankreas, ERCP tak perlu dilakukan. Bio psi dari papila vateri juga penting untuk melihat sel ganas. 6. Sidik indium 111 leukosit : Pemeriksaan ini cukup canggih dan belum dilakukan secara luas. P ada prinsipnya daerah yang abnormal pada saluran pencernaan menerima indium 111, sedangkan daerah yang normal tak tampak. Pemeriksaan ini sangat baik untuk meme riksa imflamasi usus secara cepat, tetapi tak dapat membedakan macam inflamasi. 7. Ultrasonografi abdomen Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya limfoma, TBC usu s. Penyakit Crohn dapat memberikan gambaran penebalan dinding usus. Namun lebih sering digunakan bila dicurigai keganasan kolon bila barium enema tak dapat dila kukan karena adanya kontra indikasi, atau hasil berium enema tak memuaskan. 8. Sidik perut (CT-Scan abdomen) Pemeriksaan ini hanya perlu jika kita mencurigai adanya masa pad a perut. B. Fungsi usus dan penkreas 1. Tes fungsi ileum dan yeyunum Tes ini sangat spsifik tetapi sedikit sekali membantu diagnosis. Sebetulnya tes ini hanya penting untuk melihat fungsi ileum, karena bagian usus yang lain dapat dilihat dengan endoskopi. 2. Tes fungsi pankreas Sangat membantu menilai fungsi pankreas pada penderita dengan st eatorea, tetapi tak cukup sensitif untuk mendeteksi kelainan pankreas tanpa defi sensi kelenjar eksokrin yang berat. Tes fungsi pankreas yang banyak dipakai yait u tes sekretin-cholecys tokinin,yaitu tes dengan memakai infus terus menerus den gan hormon-hormon tersebut, kemudian diukur pengeluaran bikarbonat dan enzim. 3. Tes Schiling Untuk mendiagnosis defisiensi B12 dan infeksi usus halus yang lu as. Penderita diberi sejumlah dosis CO-57, kemudian zat ini dimonitor dalam urin 24 jam. Pemeriksaan ini positif pada sindrom malabsorpsi, travelers diar e, maupun bacterial overgrowths pada usus kecil. 4. Tes bile scid breath Mengukur kadar CO2 setelah pemberian sejumlah dosis dari C-xy-lo se. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan perkembangan bakteri pada usus halus. 5. Tes lain Yaitu tes permeabilitas usus dan tes small dan large bowel transi t time saat ini mulai banyak dianjurkan, namun masih belum populer. Pemeriksaan ca r-cino embryonic antigen (CEA) untuk mengatahui keganasan pada pankreas dan kolon. V. Penatalaksanaan A. Simtomatis 1. Rehidrasi Oralit, cairan infus yaitu Ringer laktat, dekstrosa 5%, dekstrosa dalam salin, dll. 2. Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus koline rgik pada reseptor muskarinik) Contoh obat Dosis Papaverin 3 x/hari

Mebeverine 3-4 tab/hari Propantelin bromid 3 x 15 mg/hari Hiosin N-butilbromida (Buscopan (R) ) 3 x 1 ta b/hari Obat anti diare a. Obat antimotilitas dan sekresi usus Loperamid (Imodium (R) ) : 4 mg peroral (dosis a wal), lalu tiap tinja cair diberikan 2 mg, dengan dosis maksimal 16 mg/hari Difenoksilat (Lomotil (R) ) : 4x 5 mg (2 tablet) Kodein fosfat : 5-60 mg tiap 6 jam b. Oktreotid (Sandostatin (R) ) Telah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare s ekretorik. c. Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorp si zat toksit, yaitu : Arang/charcoal aktif (norit) : 1-2 tablet, diula ng sesuai kebutuhan. Campuran kaolin dan morfim (mengandung 700 mikro gram/10 ml anhydrous morphine). 4. Antiemetik (metoklopropamid, proklorprazim, domperidon). 5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu : Vitamin B12, asam folat, vitamin A, vitamin K. Preparat besi, zinc, dan lain-lain. 6. Obat ekstrak enzim pankreas. 7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstipasi dan mengi kat asam empedu. 8. Fenotiazim dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus. Kausal Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi. Pad a diare kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasakan etiologinya. Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare kronik Etiologi Shigella sp Idem Siprofloksasin 2 x 500 mg Idem Tetrasiklin Idem H. Jejuni 5 hari Salmonelosis 7 hari Siproflok sasin 2 x 500 mg 7 hari C.difficile i Metronidazol Idem ETEC 3 hari Siprofloksasin 1 x 500 mg Idem Kotrimoksazol 2 x 2 tab Trimetoprim 3 x 200 mg 3-4 x 1,5-2g Vankomisin 4 x 125 mg 7-10 har Kloramfenikol 4 x 500 mg Peflasin 14 hari 1 x 400 mg Eritromisin 4 x 250-500 mg Idem Siprofloksasin 2 x 500 mg 4 x 500 mg Obat Dosis (per hari) 2 x 1g Kotimoksazol Jangka panjang 5-7 hari 2 x 2 tab B. 3.

Ampisillin

Idem Tuberkulosis Rifampisin 10 mg/kg BB Pirazinamid Etambutol Streptomisin 3 x 500.000 U 3 x 10 mg Metronidazol 20-40 g/kg BB 15-25 mg/kg BB 15 mg/kg/BB 2-3 mgg 7 hari 1 x 2 g

min. 9 bulan Jamur Kandidosis Protozoa Giardiasis 3-5 hari 3 x 400 mg 7 hari E.histolytica Cacing Ascaris Metronidazol 3 x 800 mg 7 hari Pirantel pamoat 10-22 mg/kg BB 3 hari (dosis tunggal max, 1 g) Cacing tambang idem idem idem Trichuris trichiura Mebendazol 2 x 100 mg 3 hari Catatan : Semua obat diatas diberikan secara per oral DAFTAR PUSTAKA 1. Tarigan, P. Marpaung. B; Diare Kronik Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990, Hal. 162-168. 2. Daldiyono; Diare Dalam Gastroentero Hepatologi, CV Infomedika, Jakarta 1 990, Hal 3. Mansjoer, A. Triyanti. K, Savitri. R. Wardhani. WI. Setiowulan W; Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 1999. hal. 504-5 07. 4. Jinich. H, Hersh. T; Physician s Guide To The Etiology and Treatment of Di arrhea. Medical Economics Book, Oradel, New Jersey 07649, 1992. Page 53-58. 5. Hadi Sujono; Gastroenteiologi, edisi ketujuh, Penerbit Alumni Bandung, 1 999. hal. 41-42. Nistatin Kuinakrin