Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KINERJA PERAWAT BERDASARKAN BEBAN
KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2016
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh :
NURIL HIDAYAH ALHASANAH
1112101000010
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Desember 2016
Nuril Hidayah Alhasanah, NIM: 1112101000010
Gambaran Kinerja Perawat Berdasarkan Beban Kerja Di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan Tahun
2016
xix+124 Halaman, 10 Tabel, 2 Bagan, 7 Lampiran
ABSTRAK
RSU Kota Tangerang Selatan merupakan rumah sakit milik pemerintah Kota
Tangerang Selatan. Salah satu indikator kinerja pelayanan rumah sakit adalah angka
BOR. Pada bulan maret 2016 angka BOR di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
tergolong tinggi dan rasio jumlah perawat yang tidak seimbang. Sedangkan
berdasarkan studi pendahuluan ditemukan bahwa kinerja perawat di instalasi rawat
inap penyakit dalam belum sesuai dengan standar praktik keperawatan. Oleh karena
itu perlu dilakukan analisis beban kerja perawat serta melihat gambaran kinerja
perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kinerja perawat
berdasarkan beban kerjanya di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Untuk
mengetahui beban kerja perawat metode yang digunakan adalah metode pengamatan
work sampling. Artinya semua kegiatan yang dilakukan oleh perawat akan diamati
selama tujuh hari setiap perawatnya, dengan interval 5 menit pada setiap shift.
Sedangkan untuk mengetahui gambaran kinerja perawat, metode yang digunakan
adalah pengamatan asuhan keperawatan dan wawancara mendalam.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, beban kerja produktif
semua perawat berkisar antara 80,15% - 82,39%, artinya beban kerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan tergolong tinggi.
Beban kerja perawat yang tinggi ini menyebabkan kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan belum sesuai dengan standarnya, perawat sering
tidak sempat atau bahkan lupa untuk melakukan pencatatan dan pelaporan terkait
status pasien dikarenakan banyaknya pasien dan pekerjaan yang harus diselesaikan.
Selain itu, perawat hanya melakukan sesuai dengan kebiasaan yang mereka lakukan.
Saran yang diajukan adalah diharapkan pihak rumah sakit melakukan
penambahan tenaga perawat serta selalu melakukan evaluasi secara rutin tentang
pelaksanaan praktek keperawatan dan menindaklanjuti pelaksanaannya dengan
memberikan sanksi dan reward kepada perawat. Selain itu mengadakan pelatihan
atau bimbingan dan pengawasan terhadap sistim pelaporan.
Kata Kunci: Beban Kerja, Kinerja, Perawat.
Daftar Bacaan: 68 (1996 – 2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH SCIENCE
HEALTHCARE MANAGEMENT
Undergraduate thesis, December 2016
Nuril Hidayah Alhasanah, NIM: 1112101000010
Workload-based Performance of Nurses in Internal Medicine Inpatient Ward in
South Tangerang General Hospital in 2016: A Descriptive Study
xix+124 Pages, 10 Table, 2 Graphic, 7 Appendix
ABSTRACT
ABSTRACT
South Tangerang General Hospital is a hospital owned by South Tangerang
government. One of the hospital performance indicators is BOR. On March 2016, the
BOR number in Internal Medicine Inpatient Ward was high, with imbalance nurses
ratio.Meanwhile, according to prior study, it was discovered that the nurse
performance in Internal Medicine Inpatient Ward did not met the nurse practice
standard.Therefore, it was necessary to analyze nurse workload and to describe nurse
performance in South Tangerang General Hospital Internal Medicine Inpatient Ward.
This research aimed to describe nurse performance based on their workload
in South Tangerang General Hospital Internal Medicine Inpatient Ward. This
research is a qualitative research. Work-sampling observation method was used to
understand nurse workload. This means that every nurse activities were being
observed for seven days for each nurse, with five minutes interval for changing
shifts.And to understand and describe nurse performance, we used nurse care
observation and in depth interview method.
Result showed that the productive workload for all nurserange between
80.15% - 82.39%.This means that nurse workload in South Tangerang General
Hospital Internal Medicine Inpatient Wardis relatively high. High nurse workload
caused nurse performance to not meet the standard; nurses frequently did not have
time and even forgot to record and report patient status because of the high number
of patients and works that need to be done. Besides, nurses only did what have
become their habits.
The proposed suggestions for the hospital is to create SOP for nurse practice
and socialize it, increase the number of the nurse, and routinely evaluate nurse
practice and follow-up on their work while giving rewards and punishment
accordingly. Training and guidance can also be done in reporting system
Keyword: Workload, performance, nurse.
Bibliography: 68 (1996 – 2014)
iii
iv
v
RIWAYAT PENULIS
Nama : Nuril Hidayah Alhasanah
NIM : 1112101000010
Tempat Tanggal Lahir : Gresik, 30 Agustus 1994
Alamat : Tlogo Bedah, Hulaan RT 03/02 Menganti, Gresik.
Telepon : 081333165738
Status : Mahasiswa
e-mail : [email protected]
Agama: : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Riwayat Pendidikan
2012 – sekarang : Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2009 – 2012 : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT Jombang.
2006 – 2009 : MTS Assa’adah II Unggulan Bungah, Gresik.
2001 – 2006 : MI Roudlotul Ulum Hulaan, Menganti, Gresik.
1999 – 2001 : RA Roudlotul Ulum Hulaan, Menganti, Gresik.
Pengalaman Organisasi
2012–2014 : Divisi Humas IMADU (Ikatan Mahasiswa Alumni
Darul Ulum) Tangerang Selatan
2014 – Sekarang : Anggota Health Care Management Student
Assotiation (HACAMSA)
vi
Pengalaman Kepanitiaan
2011 : Divisi Kesekretariatan National Science and Social Olympiad
XII
2012 : Divisi Humas Acara Silaturrahmi alumni Pondok Pesantren
Darul Ulum Jombang dan Pembentukan Pengurus IMADU
Tangerang Selatan
2014 : Bendahara Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU)
Pemilihan Umum Raya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 : Ketua Pelaksana Penyuluhan dan Talkshow Kesehatan
tentang Diare dan Pneumonia di RW Kelurahan Ciater
Kecamatan Serpong
2015 : Divisi Acara Buka Bersama dan Santunan Anak Yatim di
Panti Asuhan Amal Wanita Ciputat
2015 : Divisi Publikasi dan Humas Seminar Nasional Rumah Sakit
Berbasis Syariah
2015 : Divisi Konsumsi Seminar Profesi Manajemen Pelayanan
Kesehatan 2015 “Bagaimana Potret KIA di Era JKN?”
Pengalaman Kerja
Januari – Maret 2014 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas
Rawabuntu.
Februari – Maret 2016 : Magang di bagian kepegawaian RSU Kota Tangerang
Selatan
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga penulisan Laporan Magang
yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Rekrutmen dan Seleksi Perawat NonPNS di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan” berhasil diselesaikan tepat pada
waktunya. Penyusunan Laporan Magang ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian Laporan Magang ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian inidengan lancar.
2. Kedua orang tua yang selalu mendoakan, memberi dukungan dan semangat,
serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis.
3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti. M. Kes. Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta selaku Pembimbing I yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya kepada penulis.
5. Ibu Lilis Muchlisoh, MKM selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
6. drg. Hj. Maya Mardiana, MARS selaku Direktur RSU Kota Tangerang
Selatan yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitiandi instansi
yang dipimpin.
7. Ns. Kustanti, S.Kep selaku Kepala Ruangan Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
8. Ibu Euis selaku Supervisior Perawat yang telah banyak memberikan
informasi dan bimbingan kepada penulis
viii
9. Semua perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan yang telah banyak membantu selama peneliti melakukan pengamatan.
10. Erza Rizky Fathony yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis, serta menjadi alasan penulis untuk terus berjuang.
11. Sahabat-sahabat penulis yaitu Lilis Yuliarti, Isnaeni WS, Tyas Indah PS,
Yufa Zuriya, Sri Widyastuti, Abd Rohim yang telah banyak memberikan
penulis dukungan, perhatian, semangat, serta hiburan ketika penulis merasa
kehilangan semangat.
12. Teman-Teman Reenable JJBB yang tiada henti memberikan doa, semangat,
serta motivasi kepada penulis.
13. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas bantuan dan semua sarannya.
14. Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu penulis
dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan
berbagai keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya,
penulis menyampaikan terimakasih.
ix
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan............................................................................................................. i
Abstrak ............................................................................................................................. ii
Abstract ............................................................................................................................ iii
Pernyataan Persetujuan .................................................................................................... iv
Riwayat Penulis ................................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................................ vii
Daftar Isi........................................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................................... xiii
Daftar Bagan .................................................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 9
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 10
1.4 Tujuan ............................................................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 10
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 10
1.5 Manfaat ............................................................................................................. 11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................. 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 13
2.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan ......... 13
2.1.1 Visi, Misi, dan Motto RSU Kota Tangerang Selatan ................................ 13
2.1.2 Tujuan dan Sasaran RSU Kota Tangerang Selatan ................................... 14
2.1.3 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan ................................... 16
2.1.4 Jenis Pelayanan Kesehatan RSU Kota Tangerang Selatan ....................... 17
2.2 Rumah Sakit ...................................................................................................... 19
x
2.2.1 Pengertian Rumah Sakit ............................................................................ 19
2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ................................................................ 20
2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ............................................................................ 21
2.2.4 Indikator Pelayanan Rumah Sakit ............................................................. 22
2.2.5 Pelayanan Rawat Inap ............................................................................... 23
2.3 Keperawatan ..................................................................................................... 25
2.3.1 Pengertian Keperawatan............................................................................ 25
2.3.2 Peran Keperawatan.................................................................................... 26
2.3.3 Asuhan Keperawatan ................................................................................ 29
2.3.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP) ............................... 31
2.3.5 Jenis Tindakan Keperawatan .................................................................... 35
2.4 Beban Kerja ...................................................................................................... 37
2.4.1 Pengertian Beban Kerja............................................................................. 37
2.4.2 Jenis Beban Kerja ...................................................................................... 38
2.4.3 Waktu Standar ........................................................................................... 39
2.4.4 Waktu Produktif ........................................................................................ 39
2.4.5 Pengukuran Beban Kerja........................................................................... 40
2.5 Kinerja............................................................................................................... 45
2.5.1 Pengertian Kinerja ..................................................................................... 46
2.5.2 Penilaian Kinerja ....................................................................................... 50
2.5.3 Standar Penilaian Kinerja Perawat ............................................................ 56
2.6 Kerangka Teori ................................................................................................. 59
BAB 3 KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ............................................. 61
3.1 Kerangka Pikir .................................................................................................. 61
3.2 Definisi Istilah ................................................................................................... 62
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 64
xi
4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 64
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 64
4.3 Informan Penelitian ........................................................................................... 64
4.4 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 65
4.5 Sumber Data...................................................................................................... 67
4.5.1 Data Primer ............................................................................................... 67
4.5.2 Data Sekunder ........................................................................................... 67
4.6 Pengumpulan Data ............................................................................................ 67
4.7 Pengolahan Data ............................................................................................... 70
4.8 Teknik dan Analisis Data .................................................................................. 72
4.8.1 Reduksi Data ............................................................................................. 73
4.8.2 Penyajian Data .......................................................................................... 74
4.8.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ....................................................... 74
4.9 Pengujian Keabsahan Data ............................................................................... 74
BAB 5 HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 76
5.1 Beban Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan ............................................................................................. 76
5.1.1 Gambaran Beban Kerja Perawat pada Setiap Shift ................................... 76
5.1.2 Gambaran Beban Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan pada Seluruh Shift ........................................ 88
5.1.3 Rasio Perawat dengan Jumlah Tempat Tidur dan BOR di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam .................................................................................... 90
5.2 Gambaran Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan .................................................................................... 91
5.2.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................... 93
5.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 96
5.2.3 Perencanaan Keperawatan ........................................................................ 99
xii
5.2.4 Tindakan Keperawatan............................................................................ 100
5.2.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 102
BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................. 105
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 105
6.2 Beban Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan ........................................................................................... 105
6.3 Gambaran Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan .................................................................................. 108
6.3.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 110
6.3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................ 112
6.3.3 Perencanaan Keperawatan ...................................................................... 115
6.3.4 Tindakan Keperawatan............................................................................ 116
6.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 117
6.4 Gambaran Kinerja Perawat Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan ...................................... 119
BAB 7 PENUTUP....................................................................................................... 123
7.1 Simpulan ......................................................................................................... 123
7.2 Saran ............................................................................................................... 125
7.2.1 Untuk RSU Kota Tangerang Selatan .............................................................. 125
7.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya ............................................................................. 125
Daftar Pustaka xv
Lampiran
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Formulir Work sampling .................................................................... 45
Tabel 4.1 Matriks Triangulasi ......................................................................................... 75
Tabel 5.1 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada Shift Pagi di
Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan
Selama 7 Hari ............................................................................................... 77
Tabel 5.2 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan Persentase Kegiatan
Produktif pada Shift Pagi di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan ............................................................................... 79
Tabel 5.3 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada Shift Siang di RSU
Kota Tangerang Selatan Selama 7 Hari ....................................................... 81
Tabel 5.4 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan Persentase Kegiatan
Produktif pada Shift Siang di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan ............................................................................... 83
Tabel 5.5 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada Shift Malam di RSU
Kota Tangerang Selatan Selama 7 Hari ....................................................... 84
Tabel 5.6 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan Persentase Kegiatan
Produktif pada Shift Malam di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan ............................................................................... 86
Tabel 5.7 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan Persentase Rata-rata
Kegiatan Produktif dari Setiap Shift di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan ........................................................... 89
Tabel 5.8 Kinerja Perawat dalam Penerapan Standar Praktek Keperawatan di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan .......... 92
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ......................................................................................... 60
Bagan 3.1 Kerangka Pikir .......................................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terbukanya arus informasi sebagai dampak globalisasi turut
mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini juga ikut mempengaruhi persepsi dan
kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, sehingga rumah sakit yang
merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan harus segera
merespon dan proaktif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut
(Sudirman, 2003). Adikoesoemo (2003) menyatakan bahwa rumah sakit perlu
pengembangan suatu sistem pelayanan yang didasari pada pelayanan yang
berkualitas baik, biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, dan diberikan pada
waktu yang cepat dan tepat. Untuk itu, pihak pimpinan rumah sakit harus
melakukan perbaikan-perbaikan di segala bidang, termasuk pengelolaan sumber
daya manusia.
Sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit terdiri atas tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan. Menurut UU Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi 13 kelompok yang
salah satunya adalah tenaga keperawatan. Depkes RI (2008) mengemukakan
2
bahwa sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam pemberian
pelayanan kepada pasien rumah sakit, sekitar 40% adalah tenaga perawat dan
bidan. Meskipun rumah sakit telah berupaya memperbaiki sarana dan prasarana
yang ada dengan sebaik mungkin, namun jika kinerja sumber daya yang
memberikan pelayanan bermasalah, juga akan berdampak pada mutu rumah sakit
tersebut(Hidayani, 2014).
Perawat merupakan profesi yang berperan penting di rumah sakit dalam
penyelenggaraan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan(Nursalam,
2002). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Depkes RI (2004) yang
menyatakan bahwa profesi perawat memiliki peranan penting dalam memberikan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jenis pelayanan yang
diberikannya dengan pendekatan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
dilakukan dengan berkelanjutan. Menurut Wahyuni (2007) pelayanan
keperawatan adalah bagian dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
mempunyai fungsi menjaga mutu pelayanan, yang sering dijadikan barometer
oleh masyarakat, dalam menilai mutu rumah sakit, sehingga menuntut adanya
profesionalisme perawat dalam bekerja yang ditunjukkan oleh hasil kinerja
perawat, baik itu perawat pelaksana maupun pengelola dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien. Pelaksanaan kerja perawat yang maksimal
dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas terjadi bila sistem pelaksanaan
asuhan keperawatan yang dilakukan mendukung praktik keperawatan profesional
sesuai standar.
3
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional adalah bagian integral
yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini
ditekankan dalam Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
36 ayat 4, yang dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Asuhan
keperawatan merupakan upaya untuk menuju derajat kesehatan yang maksimal
berdasarkan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan dalam bidang
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses
keperawatan (Keliat, 2009)
Pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional
merupakan target yang ingin dicapai untuk meningkatkan mutu pada rumah sakit.
Hal tersebut dapat dicapai melalui kinerja pegawai yang baik. Kinerja menurut
Ilyas (2002), merupakan penampilan hasil kerja SDM atau pegawai baik secara
kuantitas maupun kualitas. Defenisi kinerja tersebut didukung oleh
Mangkunegara (2001)bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang pegawai
dibedakan secara kualitas dankuantitas dan dihasilkan sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.Hasil kerja tersebut dinilai secara objektif dan
saintifik berdasarkan kriteria yangditetapkan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan
bergantung pada penyatuan antara kemampuan dan iklim kerja yang mendukung.
Baik buruknya hasil kerja atau kinerja seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya: keterampilan, persepsi, peran, sikap, kepribadian,
beban kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja, struktur organisasi, desain pekerjaan
pengembangan karir, kepemimpinan, serta sistem penghargaan (reward
system).Lebih ringkasnya, menurut Mangkunegara (2001), faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
4
motivasi (motivation). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Hasmoko (2008)yang menunjukkan bahwa ada pengaruh secara bersama-sama
antara pengetahuan, sikap, motivasi, monitoring dengan kinerja klinis perawat
berdasarkan SPMKK (Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik).
Beban kerja juga turut mempengaruhi kinerja perawat. berkembangnya
kompetensi, motivasi dan beban kerja yang sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi, maka kualitas kinerja profesi keperawatan akan menjadi maksimal yang
berfokus pada profesionalisme di dunia keperawatan (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Griffiths et all (2008), faktor yang berpengaruh dalam risiko terjadinya
penurunan kinerja salah satunya yaitu beban kerja yang tidak sesuai dengan
staf/perawat yang tersedia. Sedangkan menurut Yang (2003) dalam Amstrong
(2009) mengemukakan bahwa beban kerja perawat merupakan indikator yang
mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Nontji (2001)yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara beban kerja dengan kinerja perawat. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Sefriadinata (2013)juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara beban kerja
dengan kinerja perawat.
Marquis & Huston (2010) mendefenisikan beban kerja perawat adalah
seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama
bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja (work load) biasanya
diartikan sebagai patient days yang merujuk pada jumlah prosedur, pemeriksaan
kunjungan (visite) pada klien. Disebutkan pula beban kerja adalah jumlah total
waktu keperawatan baik secara langsung/tidak langsung dalam memberikan
5
pelayanan keperawatan yang di perlukan oleh klien dan jumlah perawat yang di
perlukan untuk memberikan pelayanan tersebut (Gaudine, 2000).
Menurut Munandar (2001) beban kerja dapat berupa beban kerja
kuantitatif maupun kualitatif. Mayoritas yang menjadi beban kerja pada beban
kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan klien, sedangkan beban kualitatif adalah
tanggung jawab yang tinggi dalam memberikan asuhan kepada klien. Beban kerja
yang tinggi dapat meningkatkan terjadinya komunikasi yang buruk antar perawat
dengan pasien, kegagalan kolaborasi antara perawat dan dokter, keluarnya
perawat dan ketidakpuasan kerja perawat serta penurunan performa kerja perawat
(Carayon & Gurses, 2008).
Menurut Hasibuan (2005)beban kerja adalah upaya merinci komponen
dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu. Selain
itu, juga dijelaskan bahwa banyaknya beban kerja yang harus dilaksanakan
berpengaruh terhadap kekuatan sarana dan tenaga yang dimiliki. Beban kerja
dalam keperawatan dimaksudkan pada jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat terhadap pasien dalam waktu dan satuan hasil. Menurut Gillies (1999),
beban kerja akan memberi dampak terhadap kualitas layanan, terutama dalam
meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Kinerja perawat pelaksana merupakan
indikator dasar terhadap tumbuhnya rasa kepuasan pasien dan keluarga yang
kemudian dapat dipersepsikan tentang kualitas layanan yang diterimanya. Oleh
karena itu merupakan komponen yang perlu mendapat perhatian penting dari
pihak manajemen rumah sakit.
6
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan adalah rumah sakit milik
pemerintah dan menjadi rujukan dari puskesmas-puskesmas yang ada di kota
Tangerang Selatan. Oleh karena itu RSU Kota Tangerang Selatan dituntut untuk
memberikan pelayanan yang optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Optimalisasi sumber daya manusia di RSU Kota Tangerang Selatan
harus terus ditingkatkan oleh pihak manajemen rumah sakit, termasuk beban
kerja tenaga perawat. Tenaga keperawatan di RSU Kota Tangerang Selatan
berjumlah 225 dari 362 tenaga kesehatan keseluruhan, merupakan jumlah sumber
daya manusia terbesar jika dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lain,
dengan persentase sebesar 62%.Rumah sakit ini mempunyai kapasitas tempat
tidur sejumah 117 tempat tidur. Penampilan kinerja rumah sakit pada tahun 2015
yaitu BOR 55%, LOS 5 hari, TOI 12 hari, GDR 6,2%, NDR 29. Sedangkan
menurut Depkes (2005) nilai parameter BOR yang ideal adalah 60-85%, LOS 6-9
hari, TOI 1-3 hari, GDR < 4,5% (<45/1000 penderita keluar).
RSU Kota Tangerang Selatan memiliki beberapa ruang rawat inap yaitu
ruang rawat inap penyakit dalam, paru, nifas, bedah, anak, NICU, dan ICU. Dari
hasil pengamatan diketahui bahwa pada bulan maret 2016 BOR tertinggi adalah
pada ruang rawat inap penyakit dalam yaitu sebesar 75,43%. Selain itu, jumlah
pasien di ruang rawat inap penyakit dalam lebih tinggi dari ruang rawat inap
lainnya, pada Maret 2016 jumlah pasien di ruang rawat inap penyakit dalam yaitu
sebesar 178 pasien. Dengan memperhatikan tingginya BOR dan makin besarnya
jumlah pasien yang dirawat dan kompleksitasnya penyakit akan berakibat makin
tingginya beban kerja perawat, hal ini akan berdampak menurunnya
kinerja/produktifitas karena kejenuhan yang disebabkan berlebihnya kegiatan
7
yang dilakukan perawat, yang akhirnya akan menurunkan kualitas pelayanan
yang diberikan (Ilyas, 2002).
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa beban kerja
perawat di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan ini tergolong berat,
hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Malika (2013) yang menyatakan bahwa
beban kerja produktif secara keseluruhan tenaga perawat di instalasi rawat inap
RSU Kota Tangerang Selatan sebesar 86,9% - 90,31%. Sedangkan menurut Ilyas
(2002) apabila waktu kerja lebih dari 80% maka tandanya beban kerja sudah
berlebihan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan rawat inap penyakit
dalam dan telaah dokumen penilaian kinerja perawat di RSU Kota Tangerang
Selatan didapatkan informasi bahwa terdapat perawat yang sering menukar
jadwal shift tanpa pemberitahuan kepada atasan, kurangnya empati perawat
kepada pasien, tidak disiplin, susah bekerjasama dengan tim, kurang komunikatif,
dan kurang patuh kepada atasan. Kepala ruangan mengatakan bahwa ada
beberapa perawat yang terkadang tidak ikut operan baik sebelum maupun
sesudah melaksanakan dinas dengan alasan beragam, ada yang telat, ada yang
memang tidak bisa ikut karena ada kepentingan mendesak. Kepala ruangan juga
mengatakan bahwa perawat jarang memperkenalkan diri saat pertama kali
bertemu pasien. Biasanya perawat akan memperkenalkan dirinya setelah lama
berbincang dan telah merasa akrab dengan pasien.
Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti pada bulan April 2016
yaitu dengan mewawancarai 8 orang perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
8
DalamRSU Kota Tangerang Selatan, wawancara tersebut mengenai kinerja
perawat yang mengacu pada standar asuhan keperawatan. Hasil dari wawancara
tersebut menunjukkan bahwa banyak perawat yang belum memenuhi standar I
yaitu Pengkajian Keperawatan, 6 orang perawat mengatakan mereka melakukan
pengkajian namun mereka tidak melakukan pengkajian secara menyeluruh yaitu
biologis-psikologis-sosial-spiritual, melainkan hanya mengumpulkan data dari
pasien. Standar II adalah Diagnosa Keperawatan, 5 orang mengatakan mereka
merumuskan diagnosa namun tidak menentukan masalah aktual maupun
potensial, 3 orang jarang merumuskan diagnosa. Pada standar III yaitu
Perencanaan Keperawatan 6 orang mengatakan bahwa tidak pernah melakukan
perencanaan keperawatan, setelah melakukan diagnosa maka mereka langsung
mengintervensi pasien. 8 orang melakukan standar IV yaitu Intervensi
Keperawatan, namun 5 orang mengatakan bahwa mereka menyusun intervensi
tidak berdasarkan urutan prioritas masalah, 4 orang diantaranya mengatakan
bahwa tidak menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
kepada pasien. Standar V yaitu Evaluasi Keperawatan, 7 orang mengatakan
bahwa evaluasi dilakukan setiap hari, evaluasi melibatkan dokter tetapi tidak
melibatkan pasien
Peneliti juga melakukan wawancara pada 8 orang perawat tersebut
mengenai beban kerja. Selain aktivitas keperawatan,8 perawat ini menyatakan
bahwa selama ini mereka juga melakukan aktifitas non keperawatan seperti tugas
administrasi dan di luar tupoksi perawat sehingga beban kerjapun tinggi. 4 orang
perawat mengatakan bahwa mereka sering dihadapkan pada pasien-pasien yang
tidak kooperatif seperti tidak mau disuntik atau ingin cepat pulang sehingga
9
menyulitkan perawat melakukan tindakan, selain itu banyaknya keluhan dan
tuntutan dari keluarga pasien ikut menambah beban kerja perawat. Sebanyak 6
orang mengatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang harus mereka lakukan demi
kesehatan dan keselamatan pasien membuat mereka mengalami kelelahan selama
bekerja. Sebanyak 3 orang mengatakan bahwa ada beban mental yang mereka
rasakan karena harus bertanggung jawab demi kesehatan dan keselamatan pasien.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya maka peneliti
tertarik untuk mengetahui gambaran kinerja perawat berdasarkan beban kerjanya
di Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa beban kerja perawat di
instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan tergolong berat yaitu sebesar
86,9% - 90,31%. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa BOR dan
jumlah pasien tertinggi terdapat pada Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam.
Selain itu hasil dari studi pendahuluan didapatkan bahwa kinerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan belum sesuai
dengan standar asuhan keperawatan. Hasil dari wawancara dengan kepala
ruangan rawat inap juga didapatkan bahwa terdapat perawat yang penilaian
kinerjanya rendah, serta beban kerja perawat tergolong tinggi dan pekerjaan yang
dilakukan sering tidak sesuai dengan tupoksi. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Kinerja Perawat
Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2016”
10
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kegiatan keperawatan langsung, tidak langsing, dan
pribadi yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran beban kerja perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
DalamRSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran kinerja perawat berdasarkan beban kerja di Instalasi
Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kinerja perawat berdasarkan beban kerja perawat
di Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kegiatan keperawatan langsung, kegiatan tidak
langsung, dan kegiatan pribadi perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan.
2. Diketahuinya gambaran beban kerja perawat di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
3. Diketahuinya gambaran kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
DalamRSU Kota Tangerang Selatan
11
1.5 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Untuk memberikan masukan dan gambaran tentang beban kerja dan kinerja
perawat, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pihak
manajemen rumah sakit untuk menyesuaikan beban kerja dengan kemampuan
dan keahlian perawat sehingga tidak terjadi penurunan kinerja perawat.
2. Bagi Perawat
Sebagai gambaran nyata tentang beban kerja dan kinerja perawat, sehingga
dapat mengantisipasi terjadinya penurunan kinerja dan sebagai informasi
penting bagi perawat agar mereka dapat mempersiapkan diri, sehingga
mampu meningkatkan serta mempertahankan kinerja yang optimal.
3. Bagi FKIK UIN Jakarta
Diharapkan penelitian ini dapat menambah literatur bidang ilmu kesehatan
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi
pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Peneliti
Sebagai bentuk aplikasi ilmu yang diperoleh peneliti selama perkuliahan,
menambah wawasan di bidang ilmu kesehatan, dan memberikan pengalaman
peneliti dalam mengembangkan kemampuan ilmiah dan keterampilan dalam
melaksanakan penelitian.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah mengenai gambaran kinerja perawat berdasarkan
beban kerja yang ditanggungnya. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus -
September 2016 di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
12
Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Variabel dalam penelitian ini adalah beban kerja dan kinerja perawat.
Perhitungan variabel beban kerja menggunakan metode Work Sampling dengan
melihat jenis kegiatan perawat baik langsung, tidak langsung maupun pribadi,
sedangkan untuk mengetahui kinerja perawat dilakukan observasi dan
wawancara mendalam. Sasaran penelitian ini adalah perawat di Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab tinjauan pustaka ini memaparkan teori dan konsep yang terkait dengan
masalah penelitian, sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Berbagai tinjauan
literatur ini tentang ruang lingkup rumah sakit, keperawatan, beban kerja dan kinerja.
Teori dalam penelitian ini juga akan membantu peneliti untuk menghubungkan
pengumpulan dan analisis data dalam penelitian.
2.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan
2.1.1 Visi, Misi, dan Motto RSU Kota Tangerang Selatan
a) Visi
Visi RSU Kota Tangerang Selatan adalah “Menjadi Rumah
Sakit Pilihan yang bermutu dan Amanah(Aman, Nyaman, Mandiri,
Ramah) di Kota Tangerang Selatan.“
b) Misi
Misi yang dirumuskan untuk mencapai visi RSU Kota
Tangerang Selatan adalah:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu,
modern dan terstandarisasi
2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius
3. Meningkatkan komunikasi, informasi, dan menerima globalisasi
sesuai kebutuhan masyarakat yang bermartabat.
14
4. Berupaya mengikuti perkembangan IPTEK, serta sarana
pendukung yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.
c) Motto
“Melayani Sepenuh Hati”
d) Nilai
Nilai-nilai yang ingin dicapai oleh seluruh pegawai RSU Kota
Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
1. Keikhlasan
2. Komitmen
3. Tanggung jawab
4. Inovasi
5. Profesional
2.1.2 Tujuan dan Sasaran RSU Kota Tangerang Selatan
A. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai yaitu: ”Memberikan pelayanan
kesehatan paripurna sesuai dengan standar dan profesionalisme untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat”.Sebagai pelayan
masyarakat di bidang kesehatan tentunya ingin memberikan pelayanan
yang terbaik, namun dalam hal ini RSU adalah merupakan SKPD yang
baru lahir, tentunya semua berproses ke arah yang baik untuk memenuhi
harapan masyarakat. Dari tujuan di atas ditetapkan ke dalam tujuan
strategik untuk mengimplementasikan misi. Tujuan strategik tersebut
terdiri dari:
15
1. Terwujudnya kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang
bermutu, modern, dan terstandarisasi dalam akselerasi
pencapaian MDG’s.
2. Terciptanya SDM kesehatan yang kompeten di bidang
keahliannya dan mempunyai akhlaq yang mulia
3. Terjalinnya komunikasi, informasi kepada masyarakat tentang
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
4. Terpenuhinya kebutuhan sarana prasarana pendukung pelayanan
kesehatan rumah sakit sesuai perkembangan IPTEK
B. Sasaran
Sasaran merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai dalam
rangka RSU Kota Tangerang Selatan memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai tersebut antara lain:
1. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
bermutu, modern, dan terstandarisasi dalam akselerasi
pencapaian MDG’s
2. Meningkatnya kualitas SDM kesehatan yang kompeten di
bidang keahliannya dan mempunyai ahlaq yang mulia
3. Meningkatnya kualitas komunikasi, informasi kepada
masyarakat tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit
4. Meningkatnya kualitas sarana prasarana pendukung pelayanan
kesehatan rumah sakit sesuai perkembangan IPTEK
16
2.1.3 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola RSU Kota
Tangerang Selatan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Walikota Tangerang Selatan No. 6 tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Pokok, dan Fungsi RSU Kota Tangerang Selatan, adalah unsur
penunjang Pemerintah Daerah di bidang Kesehatan dengan Susunan
Organisasi sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan
keperawatan pada jabatan struktural seperti kasie rawat inap dan
jabatan fungsional yaitu perawat-perawat di instalasi rawat inap.
Jabatan struktural adalah jabatan yang menduduki struktur organisasi.
Sedangkan jabatan fungsional tidak tercantum dalam struktur
17
organisasi dan bertugas sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan pada
pelaksanaan pekerjaannya.
2.1.4 Jenis Pelayanan Kesehatan RSU Kota Tangerang Selatan
A. Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat didukung oleh 9 dokter umum dan 13
perawat. Instalasi Gawat Darurat dilakukan bergantian (3 shift) perhari,
dimana dalam setiap shiftnya bertugas satu orang dokter dan dua perawat
umum, sehingga Instalasi Gawat Darurat siap melayani pasien selama 24
jam.
B. Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan saat ini membuka:
Poli Kebidanan dan Kandungan
Poli Penyakit Dalam
Poli Mata
Poli Bedah
Poli Anak
Poli Gigi
Poli Paru
Poli Bedah Orthopedi
Poli Anastesi
Poli Orthodentik
18
Poli Syaraf
Poli Jiwa
Poli Rehab Medik
Poli Kulit Kelamin
Poli THT
VCT
MCU
DOTS
C. Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
merupakan cerminan pelayanan. Instalasi rawat inap memiliki kelompok
kerja yang memiliki kemampuan dan peralatan untuk memberikan
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut.
Sementara ini Instalasi Rawat Inap memiliki 117 tempat tidur dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kota Tangerang
Selatan. Kapasitas tempat tidur yang ada saat ini baru tersedia ruang
perawatan kelas II dan III.
Instalasi rawat inap terdiri dari beberapa ruangan, yaitu: ruang
perawatan bayi, ruang perawatan penyakit dalam, ruang perawatan anak,
ruang perawatan isolasi paru, ruang perawatan bedah, dan ruang
perawatan nifas. Ruang perawatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ruang perawatan penyakit dalam.
19
2.2 Rumah Sakit
2.2.1 Pengertian Rumah Sakit
Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli
(Azwar, 1996), diantaranya:
a. Menurut Association of Hospital Care (1947) Rumah sakit adalah
pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta
penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Menurut American Hospital Association (1947) rumah sakit
adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis
professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang
permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien.
c. Menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan.
Berdasarkan Permenkes RI No. 56 Tahun 2014, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
20
Menurut Muninjaya (2004)rumah sakit sebagai salah satu subsistem
pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk
masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan
kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
rehabilitasi medik dan pelayanan keperawatan. Sedangkan menurut Rijadi
(2000) rumah sakit merupakan organisasi yang sangat kompleks. Hal ini
terlihat pada perawatan pasien rawat inap dimana pasien mendapat pelayanan
medik, perawatan, pelayanan penunjang medis dan non medis.
2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit
memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Sedangkan menurut Aditama (2003) tugas rumah sakit adalah
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Adapun fungsi rumah sakit berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
dengan kebutuhan medis.
21
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes No. 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit, diketahui bahwa klasifikasi rumah sakit didasarkan pada
fasilitas dan kemampuan pelayanan. Menurut jenis pelayanan yang diberikan
rumah sakit dibagi menjadi:
a. Rumah sakit umum yaitu memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah sakit khusus yaitu memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Adapun klasifikasi rumah sakit umum yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Rumah sakit umum kelas A
b. Rumah sakit umum kelas B
c. Rumah sakit umum kelas C
d. Rumah sakit umum kelas D
22
Sedangkan klasifikasi rumah sakit khusus terdiri atas:
a. Rumah sakit khusus kelas A
b. Rumah sakit khusus kelas B
c. Rumah sakit khusus kelas C
Selain itu, pengelolaan rumah sakit dapat dibagi menjadi:
a. Rumah sakit publik, dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik
yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat dialihkan
menjadi rumah sakit privat.
b. Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.2.4 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator pelayanan yang dimaksud adalah sebagai berikut
(Depkes, 2005):
1. BOR (Bed Occupancy Ratio)/Angka Penggunaan Tempat Tidur
BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambarang tinggi rendahnya
23
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85%.
2. ALOS (Average Length of Stay)/Rata-rata Lamanya Pasien Dirawat
ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Secara umum nilai
ALOS ini adalah 6-9 hari.
3. BTO (Bed Turn Over)/Angka Perputaran Tempat Tidur
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
beberapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50
kali.
4. TOI (Turn Over Interval)/Tenggang Perputaran
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat
tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
2.2.5 Pelayanan Rawat Inap
Menurut Nursalam (2001), pelayanan rawat inap merupakan salah
satu unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara
komprehensif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh
pasien, dimana unit rawat inap merupakan salah satu revenew center rumah
sakit sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai
salah satu indikator mutu pelayanan.
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan
yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi
24
pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Rawat inap
adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan,
keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada
sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas dan
rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan
mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan
hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2004).
Menurut Supranto (2001), arus pelayanan pasien rawat inap dimulai
dari pelayanan pasien masuk di bagian penerimaan pasien, pelayanan ruang
perawatan (pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga perawat, lingkungan
langsung, penyediaan peralatan medis/ non medis, pelayanan makanan/ gizi),
dilanjutkan pelayanan administrasi dan keuangan, terakhir pelayanan pasien
pulang.
Di ruang rawat inap pasien menjalani 5 tahap standar pelayanan
perawatan, yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ ANA
(PPNI, 2002), yaitu:
• Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien
• Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan
• Standar III : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan
yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan
• Standar IV : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah
ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan
25
• Standar V : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam
mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan
2.3 Keperawatan
2.3.1 Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia
terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA, 2000). Dalam
keperawatan moderen respon manusia yang didefinisikan sebagai
pengalaman dan respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu
fenomena perhatian perawat. Perawat atau nurse berasal dari kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosial-spriritual yang komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia(Kusnanto, 2003).
Menurut Nurachmah (2000) keperawatan merupakan salah satu
profesi kesehatan yang memeberikan pelayanan manusiawi kepada klien
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan serta standar dan etik profesi
keperawatan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa keperawatan memiliki
peran yang sangat penting di dalam pelayanan kesehatan pada rumah sakit.
Hal tersebut juga didukung oleh Yani (2000) yang menjelaskan baik
buruknya pelayanan kesehatan suatu rumah sakit sangat ditentukan oleh baik
buruknya pelayanan kesehatan.
26
Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Commitee on
Nursing (1982) dalam Aditama (2003)adalah gabungan dari ilmu kesehatan
dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu
pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu
sosial. Sedangkan menurut Asmadi (2005)yang mengutip Lokakarya
Keperawatan Nasional (1983) keperawatan adalah suatu bentuk layanan
kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan
berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-
spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses
kehidupan manusia. Pada pengertian keperawatan tersebut menandakan
bahwa peranan keperawatan sangat besar dalam mewujudkan derajat
kesehatan.
2.3.2 Peran Keperawatan
Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan
kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati
mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Seorang perawat akan mampu
mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang
dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Seorang perawat harus peka
dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia
mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya untuk dapat memberikan
pelayanan yang prima. Perawat harus mengerti bahwa yang dikeluhkan oleh
pasien merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan
terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter & Perry, 2005).
27
Peran dan fungsi perawat tersebut menurut Gaffar (1999), adalah
sebagai berikut :
a. Peran Pelaksana (Care giver)
Peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan secara
langsung atau tidak langsung kepada individu, keluarga, dan
masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan
masalah yang disebut proses keperawatan.
Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai
comforter, protector dan advocate, communicator serta rehabilitator.
Sebagai comfortet perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa
aman pada pelanggan; Peran sebagai protector dan advocate lebih
terfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar
hak dan kewajiban terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh
pelayanan kesehatan; Peran sebagai communicator akan nampak bila
perawat bertindak sebagai mediator antara pelanggan dengan anggota
tim kesehatan lainnya; Peransebagai rehabilitator berhubungan erat
dengan tujuan pemberian memberikan asuhan keperawatan yaitu
mengembangkan fungsi organ tubuh atau bagian tubuh agar sembuh
dan dapat berfungsi normal.
b. Peran sebagai Pendidik (Healt education)
Perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat serta tenaga keperawatan lainnya atau tenaga kesehatan
yang berada di bawah tanggungjawabnya.
c. Peran sebagai Pengelola (Manager).
28
Perawat dalam hal ini mempunyai peran dan tanggungjawab
dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang
berada di bawah tanggungjawabnya sesuai dengan konsep manajemen
keperawatan dalam rangka paradigm keperawatan. Sebagai pengelola
perawatan berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/
pelayanan keperawatan serta mengkoordinasikan dan mengendalikan
sistem pelayanan keperawatan.
d. Peran sebagai Peneliti
Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan
mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan
metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk
meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan
keperawatan.
Menurut Kusnanto(2003), fungsi perawat adalah :
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta
sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan
pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan
terminal.
29
d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan
e. Mendokumentasikan proses keperawatan
f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau di dipelajari serta
merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan keterampilan dan praktek keperawatan.
g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada
pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.
h. Bekerjasama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam
melaksanakan kegiatan keperawatan
2.3.3 Asuhan Keperawatan
Pelayanan keperawatan profesional diberikan dalam bentuk asuhan
keperawatan. Menurut konsorsium kelompok kerja keperawatan, asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
yang berpedoman pada standar asuhan keperawatan berdasar pada etik dan
etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggungjawab
keperawatan (Nursalam, 2002).
Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan yaitu
proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau
30
memelihara pasien sampai taraf optimum melalui suatu pendekatan yang
sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Menurut Doengoes(2000), proses keperawatan adalah proses yang
terdiri dari 5 tahap yang spesifik, yaitu:
a. Pengkajian
Adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara
sistematis, meliputi fisik, psikologi, sosiokultural, kognitif,
kemampuan fungsional, perkembangan ekonomi dan gaya hidup.
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
diagnosa serta melihat kembali catatan sebelumnya.
b. Identifikasi masalah / diagnosa keperawatan
Adalah analisa data yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon
terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
c. Perencanaan
Adalah proses dua bagian yaitu : pertama adalah identifikasi tujuan
dan hasil yang diinginkan dari pasien untuk memperbaiki masalah
kesehatan atau kebutuhan yang telah dikaji, hasil yang diharapkan
harus spesifik, realistik dan dapat diukur, menunjukkan kerangka
waktu yang pasti, mempertimbangkan keinginan dan sumber pasien,
kedua adalah pemilihan intervensi keperawatan yang tepat untuk
membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.
d. Implementasi
31
Adalah melakukan tindakan dan mendokumentasikan proses
keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan.
e. Evaluasi
Adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diharapkan dan respon terhadap keefektifan intervensi keperawatan,
kemudian mengganti rencana keperawatan jika diperlukan.
Menurut Gilles (1999), ciri-ciri asuhan keperawatan yang berkualitas
antara lain :
1) Memenuhi standar profesi yang ditetapkan
2) Sumberdaya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan
secara wajar, efisien dan efektif
3) Aman bagi pasien dan tenaga keperawatan
4) Memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata
nilai masyarakat
2.3.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Ada beberapa metodesistem pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien. Mc Laughin, Thomas, dan Bartern (1995) mengidentifikasi delapan
model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di
rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan
keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan
perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan.
Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model
untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara
32
ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. (Nursalam,
2002)
Adapun jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey
(1997) dan Marquis & Huston (1998) adalah sebagai berikut:
1. Fungsional (bukan model MAKP)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau
dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka)
kepada semua pasien di bangsal.
Kelebihan:
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik;
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangab tenaga;
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior
dan/atau belum berpengalaman;
Kelemahan:
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan.
33
c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.
2. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh
orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam memberikan asuhan
keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan intensive care.
Kelebihannya:
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya:
a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab;
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama.
3. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil
yang saling membantu.
Kelebihan:
34
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyuluruh;
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
4. MAKP Primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat.
Kelebihan:
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;
b. Perawa primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan pengembangan diri;
c. Pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan
secara individu;
35
d. Asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi,
dan advokasi.
Kekurangan: hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif,
self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.
2.3.5 Jenis Tindakan Keperawatan
Beban kerja perawat tentunya juga ditentukan dari jenis kegiatan yang
harus dilakukannya. Dalam pemberian pelayanan keperawatan menurut
Rohmah dan Walid (2012)bahwa terdapat tiga jenis bentuk kegiatan yaitu:
a. Kegiatan Keperawatan Langsung.
Aktivitas perawatan yang diberikan leh perawat yang ada
hubungannya secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan
spiritual pasien. Kebutuhan ini meliputi: komunikasi, pemberian obat,
pemberian makan dan minum, kebersihan diri, serah terima pasien dan
prosedur tindakan, seperti: mengukur tanda vital, merawat luka,
persiapan operasi, melaksanakan observasi, memasang dan observasi
infus, dan memberikan serta mengontrol pemasangan oksigen.
b. Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung
Kegiatan keperawatan tidak langsung meliputi kegiatan-kegiatan
untuk menyusun rencana perawat, menyiapkan/memasang alat,
melakukan konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
36
catatan kesehatan/keperawatan, melaporkan kondisi pasien, menyusun
perencanaan, melaksanakan tindak lanjut dan melakukan koorsinasi.
c. Kegiatan non keperawatan.
Kegiatan penyuluhan kesehatan yang diberikan pada pasien bersifat
individual. Hal ini dimaksudkan agar materi pengajaran/penyuluhan
sesuai dengan diagnosa, pengobatam yang diterapkan dan keadaan
pola hidup pasien. Umumnya, pasien memerlukan arahan yang
meliputi tingkat aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut perawatan
dan dukungan masyarakat.
Kurniadi (2013) menyebutkan tindakan keperawatan menurut
Situmorang (1994) terbagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Kegiatan keperawatan langsung (Direct Care).
Kegiatan keperawatan langsung adalah semua kegiatan yang
difokuskan langsung/tidak langsung oleh pasien dan keluarganya,
seperti mengukur tanda vital, tindakan keperawatan, tindakan
kolaborasi, termasuk pendidikan kesehatan.
b. Kegiatan keperawatan tidak langsung (Indirect Care)
Kegiatan keperawatan tidak langsung adalah kegiatan yang tidak
langsung dirasakan pasien atau sebagai pelengkap tindakan
keperawatan langsung, seperti dokumentasi tindakan keperawatan
atau hasil pemeriksaan, diskusi dan pre/post conference, visite dokter
atau tenaga kesehatan lain, konsultasi/koordinasi dengan bagian lain,
37
bantuan persiapan dan pengambilan/pengantaran alat dan bahan
pemeriksaannya, dan lainnya.
c. Kegiatan Pribadi
Kegiatan non keperawatan adalah semua kegiatan untuk keperluan
pribadi perawat atau tidak ada hubungannya dengan pasien, seperti
makan, minum, membaca buku, ke toilet, sholat, menonton tv,
mengobrol, dan lainnya.
2.4 Beban Kerja
2.4.1 Pengertian Beban Kerja
Menurut Depkes (2004) beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan
yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
sarana pelayanan kesehatan. sedangkan menurut Marquis dan Houston (2000)
dalam Kurniadi (2013) yaitu seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan.
Menurut Gaudine (2000) mendefinisikan beban kerja yaitu jumlah total
waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah
perawat yang diperlukan untuk memberikan pelayanan tersebut.
Dijelaskan dalam Permendagri No. 12 tahun 2008 bahwa analisis
beban kerja dilaksanakan untuk mengukur dan menghitung beban kerja setiap
jabatan/unit kerja dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas.
Selain itu, menurut Panggabean(2004)menjelaskan bahwa analisa beban kerja
adalah proses penentuan jumlah jam kerja yang digunakan untuk
38
menyelesaikan beban kerja tertentu, jumlah jam kerja karyawan dan
menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Adapun pendapat Irnalita
(2008)analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah kerja
seseorang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu
pekerjaan dalam waktu tertentu atau dengan kata lain analisa beban kerja
bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah
tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang
petugas.
2.4.2 Jenis Beban Kerja
Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh
Munandar (2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :
1) Beban kerja kuantitatif, meliputi :
a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam
kerja.
b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus
dikerjakan.
c. Kontak langsung perawat pasien secara terus menerus selama jam
kerja.
d. Rasio perawat dan pasien
2) Beban kerja kualitatif, meliputi :
a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak
mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.
b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien
kritis.
39
c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang
berkualitas.
d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.
e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
f. Tugas memberikan obat secara intensif.
g. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan
kondisi terminal.
2.4.3 Waktu Standar
Menurut ILO (1983) dalam Rifki (2009) yang dimaksud waktu
standar adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan menurut prestasi standar yaitu isi kerja, kelonggaran untuk hal-hal
yang tidak terduga karena kelambatan, waktu kosong, dan kelonggaran
gangguan bila terjadi.
Berdasarkan ketentuan dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 pasal
77 terkait waktu kerja, yaitu pegawai yang bertugas selama 7 jam sehari dan
40 jam perminggu maka jam kerjanya yaitu 6 hari kerja dalam seminggu,
sedangkan yang bertugas selama 8 jam sehari dan 40 jam perminggu maka
jam kerjanya yaitu 5 hari kerja dalam seminggu.
2.4.4 Waktu Produktif
Menurut ILO (1976) dalam Stevani(2011) bahwa pekerjaan tidak
dapat terus menerus bekerja, tetapi ada kelonggaran yang diperbolehkan
untuk mengadakan interupsi di dalam jam kerja sebesar 15% dari waktu kerja
yang seharusnya. Angka tersebut diperoleh dari rata-rata perkenaan tetap
untuk keletihan dasar dan keletihan pribadi sebesar 105 serta perkenaan
40
penundaan untuk hal-hal yang tidak terduga sebesar 5%. Dengan demikian
waktu kerja produktif sebesar 85% dari total kerja 100%.
Adapun menurut Ilyas (2004), perawat dikatakan produktif bila
memanfaatkan waktu kerja mencapai 80%. Parameter tersebut digunakan
untuk mengukur beban kerja. Bila seseorang perawat bekerja diatas 80% dari
waktu produktifitasnya maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya
berlebihan sehingga harus ditambah dengan perawat baru. Menurut Rahman
(2012)menyebutkan beban kerja perawat yang termasuk kategori berat bila
waktu produktif diatas 80%, sedangkan kategori sedang bila waktu produktif
diantara 60-80% dan dikatakan kategori ringan apabila waktu produktif
dibawah 60%.
2.4.5 Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja juga dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti yang telah disebutkan oleh Finkler et.al. (1993), Ilyas(2004),
dan Swanburg (2000)yaitu work sampling,Time and Motion Study,daily log.
a. Work sampling
Menurut Finkler et.al. (1993) dalam Ruth (2003) work
samplingmerupakan teknik pengukuran kerja yang berasal dari
industri. Tujuannya adalah untuk menginvestasikan waktu profesional
untuk macam-macam kegiatan yang terbentuk oleh pekerja atau
situasi kerja. Hasil dari work sampling efektif untuk menentukan
waktu yang diperlukan untuk sebuah pekerjaan, untuk menentukan
utilitas tenaga, dan untuk menentukan standar produksi. Cara ini
41
sangat bermakna untuk perkembangan dan dapat dengan mudah
diaplikasikan untuk efisiensi pekerjaan.
Kelebihan penggunaan metode ini adalah cocok digunakan
untuk mengumpulkan data mengenai jenis waktu perawatan serta
dapat lebih obyektif karena langsung diamati kegiatannya. Oleh
karena itu peneliti dalam melakukan penelitian ini akan melakukan
metode work sampling dalam pengukuran beban kerja. Sedangkan
kelemahan pada metode ini adalah peneliti tidak dapat mengetahui
kualitas tenaga perawat pada setiap pekerjaan yang dilakukan karena
metode work sampling hanya melihat pekerjaan yang dilakukan bukan
terhadap kualitas dari pekerjaan tersebut.
b. Time and Motion Study
Time and Motion Studymerupakan suatu pengukuran waktu
kegiatan yang pengamatannya dilakukan secara terus menerus
terhadap setiap jenis tugas yang dilakukan perawat dan lamanya
waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Hasil pengamatan
Time and Motion Study dapat lebih menggambarkan kualitas
pekerjaan dari pada work sampling. Menurut Ilyas (2004) penelitian
dengan menggunakan metode ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan
bersertifikat keahlian. Pengamat sebaiknya orang luar rumah sakit
yang diteliti guna mencegah personel bias.
42
Kelebihan metode ini adalah dapat menentukan kualitas
pekerjaan yang dilakukan oleh perawat. sedangkan kelemahan dari
metode ini adalah pengamat pada peneliti ini adalah profesi yang
sama yaitu perawat, sehingga agak sulit untuk melakukan observasi
kegiatan perawat apabila tidak berasal dari profesi yang sama.
c. Daily log
Menurut Ilyas (2004)terdapat satu cara lagi dalam menganalisa
beban kerja personel yaitu dengan menggunakan daily log (pencatatan
kegiatan sendiri). Daily log adalah bentuk sederhana dari work
sampling, dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan
waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan cara atau
teknik ini sangat tergantung terhadap kerja sama dan kejujuran dari
personel yang sedang diteliti.
Daily log mencatat semua kegiatan informan, mulai masuk
kerja sampai pulang. Hasil analisis daily log dapat digunakan untuk
melihat pola beban kerja seperti: kapan beban kerjanya tinggi? Apa
jenis pekerjaan yang membutuhkan waktu banyak? Metode ini sangat
memerlukan kerja sama karyawan yang diteliti agar akurat hasilnya.
Kelebihan metode ini adalah dapat menggambarkan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh perawat karena perawat menuliskan sendiri
kegiatan-kegiatannya. Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah
dibutuhkan kerja sama yang sangat baik dengan perawat disertai
dengan kejujuran yang tinggi untuk menuliskan setiap kegiatan yang
dilakukan oleh perawat tersebut.
43
Dari ketiga metode yang telah dijelaskan sebelumnya, metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode work sampling.
Peneliti tidak memakai metode Time and Motion Study karena
pelaksana pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah seorang
yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi perawat
mahir. Menurut Ilyas (2004) sebaiknya pelaksana pengamatan adalah
perawat mahir pada bidang yang sama dari rumah sakit yang berbeda.
Peneliti juga tidak menggunakan metode daily log karena
responden yang akan diteliti dipersilahkan menulis sendiri kegiatan
yang telah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan.
Sehingga hal tersebut dikhawatirkan responden kurang obyektif dan
kadang sulit mengatur waktu dalam menuliskan kegiatannya pada
formulir daily log. Menurut Kurniadi (2013), metode ini memiliki
kecenderungan perawat akan menuliskan kegiatan yang bermutu
tinggi dan memerlukan waktu yang lama sedangkan tindakan kegiatan
kurang bermutu tidak dicacat.
Peneliti menggunakan metode work sampling karena menurut
Ilyas (2004) metode ini lebih mudah dengan kualitas hasil yang dapat
dipercaya. Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan dalam melakukan
survei pekerjaan dengan menggunakan work sampling adalah sebagai
berikut:
1. Langkah Pertama
Menentukan jenis personel (misal: perawat rumah sakit) yang
ingin diteliti
44
2. Langkah Kedua:
Bila jenis personel yang akan diteliti jumlahnya banyak perlu
dilakukan pemilihan sampel dengan menggunakan simple
random sampling untuk mendapatkan personel sebagai
representasi populasi perawat yang akan diamati.
3. Langkah Ketiga:
Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja
dengan menggunakan work sampling.
4. Langkah Keempat
Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval yang
ditetapkan adalah tiap 5 menit. Karena semakin pendek jarak
waktu pengamatan makin banyak sampel pengamatan yang
dapat diamati oleh peneliti, sehingga akurasi penelitian
menjadi lebih akurat. Pengamatan dapat dilakukan selama 7
hari kerja terus menerus selama 24 jam setiap harinya. Hal
tersebut juga didukung oleh penelitian Irnalita (2008), dan
Nursalam (2002).
Selain itu, menurut Susanto (2002) dalam Fredna (2009)
bahwa lamanya pengamatan dapat dilihat dari lamanya hari
perawatan. Lamanya hari perawatan dapat menggambarkan
beban kerja perawat. semakin lama seorang pasien dirawat,
maka semakin besar pula beban kerja yang akan ditanggung
oleh perawat. Bila mengamati kegiatan 5 perawat setiap shift,
interval pengamatan setiap 5 menit selama 24 jam (3 shift)
45
dalam 7 hari kerja. Dengan demikian jumlah pengamatan = 5
(perawat) x 60 (menit) / 5 (menit) x 24 (jam) x 7 (hari kerja) =
10.080 sampel pengamatan. Dengan jumlah data pengamatan
yang besar akan menghasilkan data akurat yang akan
menggambarkan kegiatan personel yang sedang diteliti.
Menurut Ilyas (2004) bahwa hasil pencatatan pada hari
pertama dan kedua tidak dimaksukan untuk dianalisis. Hasil
pengamatan yang dianalasis bila personel yang diamati telah
kembali bekerja kepada ritme semula, biasanya hari
pengamatan ketiga.
Adapun formulir yang akan digunakan oleh peneliti adalah seperti
formulir yang telah digunakan dalam penelitian Irnalita (2008), Rifki (2009),
dan Malika (2011) adalah seperti berikut:
Tabel 2.1 Contoh Formulir Work sampling
Waktu Kegiatan
Langsung Tidak Langsung Pribadi
07.00
07.05
07.10
07.15
...dst
2.5 Kinerja
46
2.5.1 Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau
perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha
organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus
dilakukan organisasi untuk meningkatkannya (Hariandja, 2002). Sedangkan
menurut Ilyas (2002) Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel
baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel.
Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran
personel di dalam organisasi.
Menurut pendapat Notoatmodjo (2009) kinerja adalah apa yang dapat
dikerjakan seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya yang
dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011) kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses
manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja
tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur.
Indikator kinerja menurut Mangkunegara (2009), yaitu:
a. Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan
apa yang seharusnya dikerjakan.
b. Kuantitas
47
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam
satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja
setiap pegawai itu masing-masing.
c. Pelaksana Tugas
Pelaksana tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
d. Tanggung Jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.
Kinerja perawat merupakan serangkaian kegiatan perawat yang
memiliki kompetensi yang dapat digunakan yang dapat ditunjukkan dari hasil
penerapan pengetahuan, keterampilan dan pertimbangan yang efektif dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Alat ukur yang dapat digunakan dalam
menilai kinerja dapat meliputi prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan,
kejujuran dan kerjasama (Soeprihanto, 2009).
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan untuk menilai kinerja
pegawai adalah sebagai berikut(Sudirman, 2003) dan (Nontji, 2001).
1) Jumlah Kegiatan
Kegiatan adalah sejumlah tugas yang dibebankan kepada seseorang
sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, kegiatan terdiri dari banyaknya
aktifitas penting meliputi bagaimana kegiatan tindakan keperawatan
langsung, kegiatan tindakan keperawatan tidak langsung, dan kegiatan
pengajaran dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk sejumlah pasien. Hal
ini memperlihatkan lebih banyak pasien yang ditangani seorang perawat
48
selama satu periode/shift maka lebih besar beban kerja perawat tersebut
(Saha, 1994). Menurut Ilyas (2002) tugas atau pekerjaan yang harus
dilakukan oleh spesifik personel untuk melayani pasien dan berapa lama
waktu dibutuhkan untuk kegiatan tersebut dapat digunakan untuk menghitung
beban kerja.
2) Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan perawat memiliki tanggung jawab
untuk memperhatikan hak pasien seperti yang dijelaskan pada ayat 2 dan 4
pasal 53 undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, yaitu tenaga
kesehatan termasuk perawat dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Menurut Ilyas
(2002) bahwa tanggung jawab merupakan kesanggupan seorang personel
dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik,
tepat waktu serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau
tindakan yang dilakukan. Suatu tanggung jawab dalam melaksanakan
tindakan akan memperlihatkan ciri-ciri sesuai yang diuraikan Ilyas (2002)
sebagai berikut:
a. Dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu
b. Berada di tempat tugas dalam semua keadaan yang bagaimanapun
c. Mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan diri dan golongan
d. Tidak berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang
lain
e. Berani memikul resiko dari keputusan yang dibuatnya.
3) Kerjasama
49
Kerjasama merupakan kemampuan mental seorang personel untuk
dapat bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang telah
ditentukan (Ilyas, 2001).
4) Kedisiplinan
Prowirosentono (1999) menyatakan bahwa disiplin karyawan adalah ketaatan
karyawan bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan
perusahaan dimana dia bekerja. Disiplin kerja juga berkaitan erat dengan
sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.
5) Caring
Caring merupakan pertukaran nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan
motivasi untuk melakukan sesuatu, memberi perhatian pada orang lain
dengan hadir pada kondisi yang sangat diperlukan atau menemui seseorang
yang sedang merasakan penderitaan mental dan duka serta tidak berdaya.
6) Persepsi lama waktu kegiatan
Persepsi dipengaruhi dua faktor yaitu: a) Faktor dalam diri seseorang,
dan b) Faktor target yang dipersiapkan. Dalam pelayanan keperawatan bila
yang dipersiapkan adalah lama waktu kegiatan, maka lama waktu kegiatan
merupakan target persepsi tersebut, sedangkan faktor diri yang
mempersepsikan target adalah karakteristik pribadi yang meliputi sikap,
motif, minat, kepentingan, pengalaman masa lalu dan penghargaan (Gates,
1995).
Dengan demikian usaha pekerjaan seseorang pegawai ditentukan oleh
persepsi peran dan sifat pribadinya dan juga oleh perkiraan hasil usaha (Poter
& Lawer dan Gillies, 1994).
50
2.5.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil karya personel dalam
suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja (Ilyas, 2002). Certo
dalam Ilyas (2002) penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan
pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan
terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen. Sedangkan Swansburg
(1999) menyatakan penilaian kinerja adalah merupakan proses kontrol
dimana kinerja dievaluasi berdasarkan standar-standar tertentu.
Menurut Griffin (2004) Penilaian kinerja adalah suatu penilaian
formal mengenai seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka.
Kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara berkala karena berbagai
alasan. Salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan untuk
memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan.
Alasan kedua bersifat administratif untuk membatu dalam membuat
keputusan mengenai kenaikan gaji, promosi, dan pelatihan. Alasan yang lain
adalah untuk menyediakan timbal balik bagi karyawan untuk membantu
mereka meningkatkan kinerja mereka saat ini dan merencanakan karier di
masa mendatang.
Penilaian kinerja bertujuan untuk menetapkan kompensasi,
memberikan umpan balik kinerja, menentukan promosi, merencanakan
sumber daya manusia, menetapkan pemutusan atau pengembangan sumber
daya manusia dan penelitian (Robin dan Mary, 1996).
Dalam penilaian kinerja, menurut Marquis & Huston (2000) ada
beberapa alat ukur kinerja yang terdiri dari:
51
a. Trait Rating Scales
Skala penetapan bakat adalah suatu metode skala penilaian
penampilan bakat individu-individu berdasarkan standar yang
menyangkut uraian tugas, perilaku dan sifat individu.
b. Skala dimensi kerja (Job Dimansion Scale)
Teknik ini memberikan skala penilaian terhadap klasifikasi pekerjaan.
Disamping itu difokuskan kepada kebutuhan pekerjaan terhadap
jumlah pekerjaan.
c. Behaviorally Anchored Rating Scale
Skala penetapan perilaku merupakan metoda yang membutuhkan
pemisahan dalam klasifikasi pekerjaan. Ini berarti bahwa posisi
pekerja menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan area tanggung jawab.
d. Check List
Daftar pertanyaan ini berisikan beberapa pertanyaan perilaku yang
dapat dilihat melalui perilaku tugas. Setiap pertanyaan perilaku
memiliki skor yang menjadi dasar penilaian dan dikaitkan dengan
jasa.
e. Essay
Metoda ini sering disebut sebagai upaya penilaian berdasarkan
kemampuan dan perbaikan perilaku individu, baik secara terstruktur
atau tidak. Taknik ini memiliki kekuatan karena berfokus pada aspek
yang positif terhadap penampilan kerja.
f. Self Appraisal (SA)
52
Penilaian diri dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Metode ini
memberikan kesempatan pada staf untuk menerima umpan balik
secara positif melalui hasil supervisi yang dilakukan oleh orang lain.
Keefektifan metode ini tergantung pada kesadaran diri individu,
kematangan individu secara eksternal, dan penampilan.
g. Management by Objective (MBO)
Pengelolaan berdasarkan tujuan adalah alat utama dalam menentukan
kemajuan pekerjaan individu melalaui pengkajian pekerjaan dalam
suatu organisasi. Bagaimanapun juga pengguna konsep MBO perlu
mempertimbangkan efektifitas penampilan kerja disesuaikan dengan
ketika perencanaan dibuat.
h. Peer Review (PR)
Pengkajian sejawat adalah merupakan metode yang efektif dalam
praktek keperawatan yang bersumber pada informasi, support,
pengarahan, kritik dan saling mengarahkan satu dengan yang lainnya.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2009) model penilaian kinerja
adalah sebagai berikut:
a. Penilaian sendiri
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan
untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi
didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan
penilaian lainnya. Other Ratingdapat diberikan oleh atasan, bawahan,
mitra kerja atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri
53
biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti:
penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat
jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri
dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses
dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas
organisasi.Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor
kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti
suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan
personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut
diperhatikan.
b. Penilaian atasan
Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal
biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian
ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.
c. Penilaian mitra
Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh
manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik
untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan
bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk
pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
d. Penilaian bawahan
54
Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan
dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila
penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan
gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat
dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam
rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini
meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan
sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.
Cara lain untuk menilai kinerja perawat yang biasa dilakukan oleh
rumah sakit-rumah sakit pada umumnya adalah menggunakan Daftar
Penilaian Pelaksana Pekerjaan (DP3), berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
10 Tahun 1979 dalam DP3 unsur-unsur yang dinilai adalah:
a. Kesetiaan
b. Prestasi kerja
c. Tanggung jawab
d. Ketaatan
e. Kejujuran
f. Kerjasama
g. Prakarsa, dan
h. Kepemimpinan. Namun unsur kepemimpinan hanya dinilai bagi ONS
yang memangku suatu jabatan.
Tata cara penilaian DP3berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10
tahun 1979 dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut:
55
a. Amat baik = 91 – 100
b. Baik = 76 – 90
c. Cukup = 61 – 75
d. Sedang = 51 – 60
e. Kurang = 50 kebawah
Bernardin Russel dalam Sudarmanto (2009) menyampaikan ada 6
kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu:
1. Quality
Terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam
memenuhi maksud dan tujuan
2. Quantity
Terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan
3. Timeliness
Terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas
atau menghasilkan produk.
4. Cost-Effectiveness
Terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi (orang,
uang, material, teknologi) dalam mendapatkan atau memperoleh hasil
atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan sumber-sumber
organisasi.
5. Need for Supervision
56
Terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan pekerjaan
atau fungsi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi
pengawasan pimpinan.
6. Interpersonal Impact
Terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan
harga diri, keinginan baik, dan kerja sama di antara sesama pekerja
dan anak buah.
2.5.3 Standar Penilaian Kinerja Perawat
Menurut Nursalam (2008) standar pelayanan keperawatan adalah
pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk
menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan
standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari
kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan
yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada
klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek
keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional
Indonesi) (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang
meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4)
Implementasi; (5) Evaluasi.
a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan
57
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:
1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
a. Status kesehatan klien masa lalu
b. Status kesehatan klien saat ini
c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d. Respon terhadap terapi
e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f. Resiko-resiko tinggi masalah
b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa
keperawatan.
Adapun kriteria proses:
1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi
masalah klien, dan perumusan diagnose keperawatan.
2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah danpenyebab (PE).
3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan.
58
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan
data terbaru.
c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,
meliputi:
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan.
2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
4) Mendokumentasi rencana keperawatan.
d. Standar Empat: Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan
klien.
4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
59
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya:
1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
2.6 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, akan dikaji gambaran kinerja perawat berdasarkan
beban kerja di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan. Untuk melihat gambaran kinerja perawat peneliti membedakannya
berdasarkan beban kerja yang ditanggungnya, oleh karena itu peneliti harus
mengetahui terlebih dahulu bagaimana gambaran beban kerja perawat di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam. Teori yang digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui beban kerja perawat secara riil adalah berdasarkan teori Situmorang
(1994) yang menyatakan bahwa beban kerja perawat dihitung berdasarkan
kegiatan keperawatannya yaitu kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung, dan
60
kegiatan pribadi. Sedangkan teori untuk penilaian kinerja perawat mengacu pada
standar penilaian kinerja dari PPNI yaitu dengan menggunakan standar asuhan
keperawatan (Nursalam, 2002).Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan
sebelumnya maka dapat diketahui bahwa kerangka teori penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Beban Kerja:
- Kegiatan
Langsung
- Kegiatan Tidak
Langsung
- Kegiatan Pribadi
(Situmorang, 1994)
Kinerja
Perawat
Pelaksana di
Instalasi
Rawat Inap
Penyakit
Dalam
61
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
BAB 3 KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Dari tinjauan kepustakaan dan kerangka teori serta masalah penelitian yg
telah dirumuskan sebelumnya, maka dikembangkan suatu kerangka pikir
penelitian. Sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi
setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang
akan dilakukan. (Sugiyono, 2011)
Pada penelitian ini akan digambarkan mengenai bagaimana kinerja
perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam berdasarkan beban kerja yang
ditanggungnya. Pengukuran beban kerja menggunakan metode work
samplingdengan melihat jenis kegiatan keperawatan baik kegiatan keperawatan
langsung, kegiatan keperawatan tidak langsung, maupun kegiatan pribadi
perawat. Peneliti menggunakan metode work sampling karena metode ini tidak
sulit untuk diterapkan dalam pengamatan terhadap objek dan cocok untuk
kegiatan yang sifatnya berulang, selain itu metode ini lebih mudah daripada
metode lainnya, dengan kualitas hasil yang dapat dipercaya(Ilyas, 2004).
Sedangkan untuk melihat gambaran kinerja perawat, peneliti mengacu pada
standar praktek keperawatan yang terdiri dari: Pengkajian keperawatan,
diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang sudah termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan keperawatan
yaitu kegiatan langsung dan kegiatan tidak langsung.
62
Beban Kerja:
- Kegiatan
Langsung
- Kegiatan Tidak
Langsung
- Kegiatan Pribadi
Kinerja Perawat
Pelaksana di
Instalasi Rawat
Inap Penyakit
Dalam RSU
Kota Tangerang
Selatan
Berdasarkan penjabaran yang telah disebutkan sebelumnya, maka
kerangka pikir yang digunakan untuk mengetahui gambaran kinerja perawat
berdasarkan beban kerjadi Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang adalah sebagai berikut:
3.2 Definisi Istilah
Adapun Definisi Istilah dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Beban Kerja Perawat
Beban Kerja Perawat adalah jumlah kegiatan yang dilakukan perawat selama
bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan berdasarkan tugas utama dan
tugas tambahan dalam memenuhi kebutuhan pasien, baik kegiatan
keperawatan langsung, tidak langsung, maupun pribadi.
2. Kegiatan Keperawatan Langsung
Kegiatan keperawatan langsung adalah semua kegiatan keperawatan yang
dirasakan langsung oleh pasien dan keluarganya sepert komunikasi,
mengukur tanda vital, prosedur keperawatan, hygine pasien, dan serah terima
pasien.
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
63
3. Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung
Kegiatan keperawatan tidak langsung adalah kegiatan keperawatan yang tidak
langsung dirasakan pasien atau sebagai pelengkap tindakan keperawatan
langsung seperti administrasi, menyiapkan alat dan obat, dan koordinasi
dengan tenaga kesehatan lain.
4. Kegiatan Pribadi Perawat
Kegiatan pribadi perawat adalah kegiatan yang dilakukan untuk keperluan
pribadi seperti kebutuhan primer manusia yaitu makan dan minum, ibadah, ke
toilet, mengganti baju dan kegiatan lain seperti menonton TV, mengobrol,
menggunakan handphone untuk kegiatan pribadi, dan istirahat yang
berlebihan.
5. Kinerja Perawat
Kinerja perawat adalah penampilan hasil kerja perawat di ruang rawat inap
penyakit dalam RSU Kota Tangerang Selatan yang mengacu pada standar
asuhan keperawatan yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan.
64
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan teknik observasi, wawancara dan telaah dokumen untuk melihat
gambaran kinerja perawat berdasarkan beban kerja di Instalasi Rawat Inap
Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan. Beban kerja perawat dihitung
dengan metode work sampling berdasarkan beban kerja riil atau nyata yang
dilaksanakan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota
Tangerang Selatan. Pengukuran beban kerja dilakukan dengan mengamati
kegiatan keperawatan antara lain: kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung
dan kegiatan pribadi. Dari hasil pengukuran beban kerja akan didapatkan hasil
perawat yang beban kerjanya tinggi dan rendah. Selanjutnya akan dilihat juga
bagaimana kinerja perawat dengan cara observasi dan wawancara mendalam
yang mengacu pada standar asuhan keperawatan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan. Waktu penelitian pada bulan Agustus – September 2016.
4.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu informan kunci
dan informan pendukung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seluruh
perawat pelaksana yang berjumlah 19 orang, sedangkan informan pendukung
65
dalam penelitian ini adalah 1 kepala ruangan Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam dan 1 kasie. Asuhan Keperawatan. Penentuan informan ditentukan
dengan metode purposive sampling. Penentuan informan kunci berdasarkan
objek yang diteliti, yaitu perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam. Hal tersebut dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran kinerja berdasarkan beban kerja yang ditanggung oleh perawat
pelaksana. Sedangkan pemilihan informan pendukung berdasarkan beberapa
kriteria yang ditentukan oleh peneliti, yang dirasa dapat membantu peneliti
untuk mengetahui gambaran kinerja perawat berdasarkan beban kerjanya.
Kepala ruangan dipilih sebagai informan pendukung karena mengetahui persis
kegiatan perawat, beban kerja dan kinerja perawat. Kasie. Asuhan Keperawatan
dipilih sebagai informan pendukung karena variabel kinerja yang diteliti oleh
peneliti berdasarkan pada standar asuhan keperawatan. Semua informan kunci
diobservasi namun tidak semuanya diwawancara, wawancara dihentikan apabila
data/informasi yang diperoleh peneliti sudah jenuh atau tidak bervariasi lagi.
Sedangkan untuk informan pendukung hanya diwawancara dan tidak
diobservasi.
4.4 Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah formulir observasi dan
panduan wawancara mendalam, formulir observasi terdiri dari formulir work
sampling dan lembar observasi kinerja. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data tentang beban kerja perawat menggunakan formulir
pengamatan work sampling. Pada kegiatan perawat dikelompokkan menjadi tiga
kegiatan, yaitu:
66
1) Kegiatan keperawatan langsung yaitu semua kegiatan yang difokuskan
langsung atau dirasakan langsung oleh pasien dan keluarganya.
2) Kegiatan keperawatan tidak langsung yaitu kegiatan keperawatan yang
tidak langsung dirasakan pasien atau sebagai pelengkap tindakan
keperawatan langsung.
3) Kegiatan keperawatan pribadi yaitu semua kegiatan untuk keperluan
pribadi perawat atau tidak ada hubungannya dengan pasien.
Pedoman observasi berisi panduan dalam mengobservasi perawat pada
setiap kegiatan selama jam kerja. Peralatan yang digunakan berupa alat tulis
menulis dan formulir work sampling. Formulir work sampling yang digunakan
adalah formulir yang telah banyak digunakan oleh peneliti sebelumnya dan juga
menurut Ilyas (2004), Stevany(2011), Malika (2011).
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang
kinerjaadalah lembar observasi kinerja dan lembar pedoman wawancara. Lembar
observasi kinerja berupa poin-poin kegiatan yang mengacu pada Standar Asuhan
Keperawatan, dengan kolom pengamatan dilakukan atau tidak dilakukan.
Lembar observasi ini telah digunakan juga oleh peneliti sebelumnya yaitu
Hamid (2003) dan Riana (2013) yang mengacu pada instrumen evaluasi
penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit oleh Depkes RI tahun
2005. Sedangkan untuk lembar pedoman wawancara berisikan pertanyaan-
pertanyaan tentang kinerja yang kemudian diajukan kepada informan.
67
4.5 Sumber Data
4.5.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara
mendalam dengan informan, hasil observasi beban kerja perawat dengan
menggunakan metode work sampling, dan juga hasil observasi kinerja
perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan.
4.5.2 Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini adalah profil rumah sakit, daftar
absen perawat, data keperawatan, data kunjungan pasien, dan BOR setiap
ruang perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu data
primer dan data sekunder.
1) Data Primer
Pegumpulan data primer dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2
jenis yaitu pengumpulan data beban kerja dan pengumpulan data kinerja.
A. Beban Kerja
Beban kerja perawat dikumpulkan dengan melakukan pengamatan
secara langsung terhadap semua kegiatan yang dilakukan perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan untuk
melihat beban kerja dan kinerjanya. Pengamatan dan pengumpulan data
dilakukan dalam 3 (tiga) shift, yaitu:
68
a. Shift Pagi : Jam 07.00 – 14.00
b. Shift Siang : Jam 14.00 – 21.00
c. Shift Malam : Jam 21.00 – 07.00
Pengamatan dilakukan selama 7 (tujuh) hari pada setiap perawat
di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan,
dan dilakukan pada semua shift, yaitu shift pagi, siang, dan malam. Untuk
pengamatan beban kerja dengan metode work sampling menggunakan
interval waktu 5 (lima) menit. Pengamatan dicatat di formulir
pengamatan. Peneliti dibantu oleh pengamat berjumlah 4 orang setiap
shiftnya, satu orang pengamat mengobservasi satu perawat pelaksana.
Pengamat dalam penelitian ini tidak memiliki standar atau kriteria
dalam mengamati kegiatan keperawatan. Karena teknik work sampling
merupakan teknik yang tidak membutuhkan kriteria khusus sebagai
pengamat. Pengamat tersebut diberi pelatihan dalam menggunakan
formulir work sampling.
Pelatihan yang diberikan peneliti kepada pengamat adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan pengarahan tentang cara membedakan kegiatan
keperawatan yang terdiri dari kegiatan keperawatan langsung,
kegiatan keperawatan tidak langsung, dan kegiatan keperawatan
pribadi.
2. Mengarahkan pengamat untuk menulis kegiatan keperawatan
secara jelas pada formulis yang sudah disediakan oleh peneliti.
69
Dengan begitu diharapkan informasi yang didapatkan dari
kegiatan pengamatan menjadi informasi yang akurat berdasarkan
kegiatan keperawatan yang benar-benar dilakukan oleh perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan.
Mekanisme dalam pengumpulan data adalah satu pengamat
mengamati satu perawat selama satu shift atau 7 jam. Satu pengamat
mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat baik kegiatan
keperawatan langsung, tidak langsung, maupun pribadi yang dilakukan
oleh perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam.
B. Kinerja
Pengumpulan data tentang kinerja dilakukan dengan wawancara
mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap
beberapa informan hingga data yang didapat jenuh. Jadi, peneliti akan
menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak
ditemukan lagi ragam baru. Jumlah sumber atau informan bukan
merupakan fokus utama akan tetapi berupa informasi mendalam yang
didapatkan dari wawancara.
Selain wawancara mendalam, untuk mengetahui kinerja perawat
peneliti juga melakukan observasi tentang kinerja yang mengacu pada
standar praktek keperawatan. Pengukuran kinerja dilakukan dengan cara
observasi seluruh perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam, dimana setiap perawat diobservasi selama 5 kali dalam pemberian
praktek keperawatan kepada pasiennya. Observasi dilakukan selama 5
70
kali dikarenakan menyesuaikan dengan waktu penelitian yang diberikan
oleh pihak rumah sakit yaitu selama 1,5 bulan.
Pengamatan kinerja perawat ini diperkuat dengan melihat buku
status pasien atau catatan asuhan keperawatan yang ditulis oleh perawat.
Artinya, setelah pengamat mengamati pekerjaan perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, pengamat juga melihat
buku status pasien untuk melihat bagaimana pencatatannya, apakah sudah
dicatat dengan sesuai atau bahkan tidak dicatat. Sebelumnya, peneliti dan
pengamat lainnya telah melakukan trial pengamatan yang dipandu oleh
kepala ruangan dan supervisior perawat. Dengan begitu, pengamat dapat
lebih mengetahui bagaimana cara membaca buku status pasien yang
benar. Mekanisme dan waktu pengamatan pada observasi kinerjaini sama
dengan observasi pada beban kerja, pengamat yang mengobservasi juga
sama dengan pengamat beban kerja.
2) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui data yang berasal dari bagian umum
yaitu profil RSU Kota Tangerang Selatan, dari rekam medis yaitu BOR dan
jumlah kunjungan pasien, serta dari bagian keperawatan yang berupa jumlah
perawat di instalasi rawat inap.
4.7 Pengolahan Data
Proses pengolahan hasil observasi beban kerja pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
71
1. Penyuntingan Data
Penyuntingan data dilakukan setiap selesai pengamatan untuk
memeriksa jika terjadi kesalahan dan ketidaklengkapan data yaitu
dengan cara memeriksa formulir work sampling untuk melihat apakah
pengamat menuliskan kegiatan keperawatan sesuai dengan kelompok
kegiatan yang seharusnya.
2. Penjumlahan Lamanya Kegiatan
Setelah dilakukan penyuntingan data untuk mendapatkan kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan oleh perawat, selanjutnya peneliti
menjumlahkan setiap kegiatan keperawatan baik langsung, tidak
langsung,maupun pribadi ke dalam satuan menit. Kemudian, jumlah
lama kegiatan dalam satu hari ditambahkan dengan jumlah lama
kegiatan pada hari lainnya untuk mengetahui rata-rata lama kegiatan
yang dimiliki oleh setiap perawat.
3. Pemasukan Data
Penjumlahan lamanya kegiatan keperawatan yang sudah dilakukan
peneliti dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan proses
pengolahan data selanjutnya seperti perhitungan persentase pada
proporsi kegiatan keperawatan langsung, tidak langsung maupun
kegiatan pribadi perawat. Dengan begitu dapat diketahui apakah beban
kerja perawat tinggi atau rendah.
4. Pembersihan Data
Pembersihan data pengamatan dilakukan apabila terjadi kesalahan
dalam menginput data.
72
Setelah melakukan pengolahan data pada variabel beban kerja,
selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data pada variabel kinerja. Adapun
prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Penyuntingan Data
Penyuntingan data dilakukan setiap selesai pengamatan untuk
memeriksa jika terjadikesalahan dan ketidaklengkapan data yaitu
dengan cara memeriksa formulir pengamatan kinerja apakah pengamat
mengisi semua kolom pengamatan.
2. Membuat Transkrip Wawancara
Selain observasi, untuk mengumpulkan data tentang kinerja perawat
peneliti juga melakukan wawancara mendalam. Oleh karena itu,
wawancara mendalam yang sudah direkam kemudian ditranskip ke
dalam bentuk tulisan.
3. Membuat Matriks Wawancara
Setelah mentranskrip semua hasil wawancara, kemudian peneliti
membuat matriks ringkasan wawancara mendalam untuk memudahkan
peneliti dalam membandingkan dan menganalisa hasil wawancara dari
setiap informan.
4.8 Teknik dan Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
data yang telah diolah. Selain itu, analisis data juga berguna untuk memperoleh
kesimpulan secara umum dari penelitian. Langkah-langkah dalam analisis data
adalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi.
73
4.8.1 Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, mengambil data yang penting,
membersihkan data yang tidak cocok atau bias dan mencari tema dan pola
yang sama. Reduksi data dibantu dengan komputer, dengan
mengelompokkan data sesuai aspek atau kriteria tertentu. Tahapan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan semua data yang diperoleh setiap selesai pengamatan
aktivitas setiap shift pengamatan
b. Memeriksa adanya kesalahan, kekuranglengkapan dan
ketidakkonsistenan pengamatan
c. Memasukkan data yang diperoleh ke dalam komputer dan
mengelompokkan berdasarkan jenis kegiatan keperawatan langsung,
tidak langsung, dan pribadi.
d. Menjumlahkan masing-masing jenis kegiatan keperawatan
e. Setiap jenis kegiatan jumlahnya dikalikan 5, karena pengamatan
dilakukan setiap 5 menit, untuk mengubah pola kegiatan tersebut ke
dalam menit. Sehingga diperoleh waktu setiap aktivitas perawat
pelaksana selama satu hari.
f. Jumlah kegiatan perawat pelaksana selama penelitian dijumlahkan,
sehingga didapatkan jumlah waktu setiap jenis kegiatan perawat
pelaksana selama satu hari.
g. Merangkum hasil wawancara, memeriksa, mengedit dan meringkas
dalam bentuk narasi.
74
h. Membandingkan atau mencocokkan hasil wawancara mendalam
dengan observasi kinerja perawat.
4.8.2 Penyajian Data
Penyajian data dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi
peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-
bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian
data kedalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya
lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk
disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang
sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang
dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada
waktu data direduksi. Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk narasi.
4.8.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah selanjutnya dalam analisis data adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi, yaitu bagaimana gambaran beban kerja
perawat dan bagaimana gambaran kinerja perawat berdasarkan beban
kerja yang ada.
4.9 Pengujian Keabsahan Data
Untuk mendapatkan data yang valid maka perlu dilakukan pengujian
keabsahan data, dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data dengan
cara triangulasi sumber dan triangulasi teknik/metode.
75
1. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Data dari beberapa sumber kemudian
dideskripsikan dan dikategorisasikan mana pandangan yang sama dan
mana yang berbeda, sehingga menghasilkan suatu hasil kesimpulan.
2. Triangulasi Teknik/Metode
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner.
Triangulasi teknik dilakukan untuk mempertajam analisis dan memvalidasi
data penelitian.
Tabel 4.1 Matriks Triangulasi
Item data
Triangulasi Sumber Triangulasi Metode
Perawat
Pelaksana
Kepala
Ruangan
Kasie Asuhan
Keperawatan
Observasi Wawancara
Mendalam
Telaah
Dokumen
Beban Kerja
Perawat
√ √ - √ √ -
Pengkajian
Keperawatan
√ √ √ √ √ √
Diagnosa
Keperawatan
√ √ √ √ √ √
Perencanaan
Keperawatan
√ √ √ √ √ √
Implementasi
Keperawatan
√ √ √ √ √ √
Evaluasi
Keperawatan
√ √ √ √ √ √
76
BAB V
HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Beban Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja perawat
berdasarkan beban kerjanya. Oleh karena itu sebelum mengetahui gambaran
kinerjanya harus diketahui terlebih dahulu bagaimana gambaran beban kerja
perawatnya. Pengumpulan data untuk mengetahui beban kerja perawat adalah
dengan cara melakukan pengamatan kegiatan keperawatan selama 24 jam
yang terbagi atas tiga shift yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam selama
7 hari pada setiap perawatnya. Hasil pengamatan tersebut dicatat di formulir
work sampling yang terdiri dari kegiatan produktif (langsung dan tidak
langsung) yang berhubungan dengan pasien dan kegiatan pribadi atau
kegiatan yang tidak berhubungan dengan pasien.
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam memiliki kapasitas tempat tidur
sebanyak 42 buah yang terdiri dari 12 bangsal. Keseluruhan perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam menjadi objek pengamatan. Adapun
distribusi jumlah tenaga perawat dan jumlah pasien yang dirawat selama
peneliti melakukan pengamatan adalah sebagai berikut:
5.1.1 Gambaran Beban Kerja Perawat pada Setiap Shift
Kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama tujuh
hari kepada masing-masing perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan menghasilkan jumlah jam kerja
77
serta jumlah kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan
kegiatannya. Jumlah jam kerja yang ada akan menggambarkan beban
kerja setiap perawat. Untuk mempermudah pengamatan jumlah waktu
kegiatan dihitung berdasarkan shift kerja perawat.
A. Shift Pagi
Jam kerja perawat untuk shift pagi dimulai dari pukul 07.00
WIB sampai pukul 14.00 WIB, dalam satu shift pagi terdapat 7 jam
kerja atau 420 menit. Jika setiap perawat diobservasi selama 7 hari
kerja, maka dalam penelitian ini waktu kerja perawat yang diobservasi
pada shift pagi adalah 420x7 = 2940 menit. Dalam 7 hari pengamatan
dapat diketahui jumlah lama kegiatan yang dilakukan oleh perawat
dan jumlah kegiatannya. Perawat yang lama kegiatannya paling besar
belum tentu memiliki jumlah kegiatan paling banyak, begitupun
sebaliknya.
Tabel 5.1 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada
Shift Pagi di Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota
Tangerang Selatan Selama 7 Hari
Perawat
Kegiatan Langsung Kegiatan Tidak
Langsung Kegiatan Pribadi Total
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
Jumlah
kegiatan
I 1050 103 1460 56 430 25 2940 184
II 1305 105 1320 61 315 21 2940 187
III 960 97 1615 67 365 19 2940 182
IV 1285 121 1300 59 355 26 2940 206
V 1145 107 1430 69 365 27 2940 203
VI 1185 114 1355 66 400 26 2940 206
VII 1000 101 1560 72 380 23 2940 196
VIII 1155 119 1380 53 405 25 2940 197
IX 1170 105 1405 47 365 18 2940 170
X 1080 99 1455 63 405 21 2940 183
XI 1150 111 1430 67 360 29 2940 207
78
XII 1110 98 1500 73 330 20 2940 190
XIII 1175 121 1405 63 360 24 2940 208
XIV 1095 117 1445 60 400 27 2940 204
XV 1230 129 1365 59 345 24 2940 209
XVI 1200 121 1370 60 370 25 2940 206
XVII 1195 113 1495 70 350 23 2940 206
XVIII 1205 110 1345 71 390 19 2940 200
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan
lama kegiatannya, kegiatan langsung pada shift pagi paling lama
dilakukan oleh perawat II yaitu selama 1305 menit dan paling sebentar
dilakukan oleh perawat III yaitu selama 960 menit, namun
berdasarkan jumlah kegiatannya, dalam 7 hari kegiatan terbanyak
dilakukan oleh perawat XV yaitu sebanyak 129 dan tersedikit
dilakukan oleh perawat III yaitu sebanyak 67 kegiatan. Sedangkan
kegiatan tidak langsung pada shift pagi, berdasarkan lama kegiatannya
kegiatan paling lama dilakukan oleh perawat III yaitu selama 1615
menit dan paling sebentar dilakukan oleh perawat IV yaitu selama
1300 menit, namun berdasarkan jumlah kegiatannya kegiatan
terbanyak dilakukan oleh perawat XII yaitu sebanyak 73 kegiatan dan
paling sedikit dilakukan oleh perawat I yaitu sebanyak 56 kegiatan.
Untuk kegiatan pribadi, berdasarkan lama kegiatannya kegiatan paling
lama dilakukan oleh perawat I yaitu sebanyak 430 menit dan paling
sebentar dilakukan oleh perawat II yaitu sebanyak 315 menit, namun
berdasarkan jumlah kegiatannya kegiatan pribadi terbanyak dilakukan
oleh perawat XI yaitu sebanyak 29 kegiatan dan paling sedikit
dilakukan oleh perawat IX yaitu sebanyak 18 kegiatan.
79
Setelah diketahui jumlah jam kerja dari kegiatan langsung,
tidak langsung dan pribadi, maka dapat juga diketahui jumlah
persentase dari masing-masing kegiatan. Untuk mengetahui beban
kerja perawat pada shift pagi yaitu dapat dilihat dari kegiatan
produktif perawat, kegiatan produktif merupakan hasil penjumlahan
dari kegiatan langsung dan kegiatan tidak langsung.Beban kerja
perawat tinggi apabila kegiatan produktif yang dilakukan lebih dari
80%, beban kerja sedang bila jumlah kegiatan produktif berkisar
antara 60% - 80%, dan beban kerja rendah bila kegiatan produktif
kurang dari 60%.
Tabel 5.2 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan
Persentase Kegiatan Produktif pada Shift Pagi di Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
Perawat Kegiatan
Langsung
Kegiatan
Tidak
Langsung
Kegiatan
Pribadi
Kegiatan
Produktif
Beban
Kerja
I 35,71% 49,66% 14,63% 85,37% Tinggi
II 44,39% 44,90% 10,71% 89,29% Tinggi
III 32,65% 54,93% 12,41% 87,58% Tinggi
IV 43,71% 44,22% 12,07% 87,93% Tinggi
V 38,95% 48,64% 12,41% 87,59% Tinggi
VI 40,31% 46,09% 13,61% 86,40% Tinggi
VII 34,01% 53,06% 12,93% 87,07% Tinggi
VIII 39,29% 46,94% 13,78% 86,23% Tinggi
IX 39,80% 47,79% 12,41% 87,59% Tinggi
X 36,73% 49,49% 13,78% 86,22% Tinggi
XI 39,12% 48,64% 12,24% 87,76% Tinggi
XII 37,76% 51,02% 11,22% 88,78% Tinggi
80
XIII 39,97% 47,79% 12.24% 87,76% Tinggi
XIV 37,24% 49,15% 13,61% 86,39% Tinggi
XV 41,84% 46,43% 11,73% 88,27% Tinggi
XVI 40,82% 46,60% 12,59% 87,42% Tinggi
XVII 40,65% 47,45% 11,90% 88,10% Tinggi
XVIII 40,99% 45,75% 13,27% 86,74% Tinggi
Keterangan:
Kegiatan produktif = Kegiatan Langsung + Kegiatan Tidak Langsung
Beban Kerja Tinggi = Kegiatan Produktif >80%
Beban Kerja Sedang = Kegiatan Produktif 60% - 80%
Beban Kerja Rendah = Kegiatan Produktif < 60%
Beban kerja dikatakan tinggi apabila kegiatan produktif lebih
besar dari 80%. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
beban kerja perawat pada shift pagi di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan seluruhnya adalah tinggi yaitu
berkisar antara 85,37% - 89,29%. Dari 18 perawat yang diamati beban
kerjanya, terdapat satu perawat yang beban kerjanya paling tinggi
yaitu perawat II sebesar 89,29%.
B. Shift Siang
Jam kerja perawat untuk shift siang dimulai dari pukul 14.00
WIB sampai pukul 21.00 WIB. Sama dengan shift pagi, dalam satu
shift siang terdapat 7 jam kerja atau 420 menit. Jika setiap perawat
diobservasi selama 7 hari kerja, maka dalam penelitian ini waktu kerja
perawat yang diobservasi pada shift siang adalah 420x7 = 2940 menit.
Dalam 7 hari pengamatan dapat diketahui jumlah lama kegiatan yang
81
dilakukan oleh perawat dan jumlah kegiatannya. Perawat yang lama
kegiatannya paling besar belum tentu memiliki jumlah kegiatan paling
banyak, begitupun sebaliknya.
Tabel 5.3 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada
Shift Siang di RSU Kota Tangerang Selatan Selama 7 Hari
Perawat
Kegiatan Langsung Kegiatan Tidak
Langsung Kegiatan Pribadi Total
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
Jumlah
kegiatan
I 1025 113 1460 70 455 30 2940 213
II 985 102 1510 65 445 37 2940 206
III 840 107 1625 68 475 37 2940 212
IV 970 114 1450 72 520 36 2940 222
V 645 103 1810 71 485 37 2940 211
VI 720 102 1755 72 465 36 2940 210
VII 880 115 1585 65 475 32 2940 212
VIII 655 98 1800 63 485 36 2940 197
IX 925 109 1605 69 410 30 2940 208
X 950 116 1540 59 450 39 2940 214
XI 1040 121 1495 67 405 33 2940 221
XII 800 109 1655 63 485 29 2940 201
XIII 965 103 1585 58 390 31 2940 192
XIV 935 107 1585 73 420 23 2940 203
XV 1090 110 1485 54 365 27 2940 191
XVI 1190 114 1390 57 360 31 2940 202
XVII 1075 123 1475 69 390 30 2940 222
XVIII 820 103 1675 63 445 24 2940 190
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan
lama kegiatannya, kegiatan langsung pada shift siang paling lama
82
dilakukan oleh perawat XVI yaitu selama 1190 menit dan paling
sebentar dilakukan oleh perawat V yaitu selama 645 menit, namun
berdasarkan jumlah kegiatannya, dalam 7 hari kegiatan terbanyak
dilakukan oleh perawat XVII yaitu sebanyak 123 dan tersedikit
dilakukan oleh perawat VIII yaitu sebanyak 98 kegiatan. Sedangkan
kegiatan tidak langsung pada shift siang, berdasarkan lama
kegiatannya kegiatan paling lama dilakukan oleh perawat V yaitu
selama 1810 menit dan paling sebentar dilakukan oleh perawat XVI
yaitu selama 1390 menit, namun berdasarkan jumlah kegiatannya
kegiatan terbanyak dilakukan oleh perawat XIV yaitu sebanyak 73
kegiatan dan paling sedikit dilakukan oleh perawat XV yaitu sebanyak
54 kegiatan. Untuk kegiatan pribadi, berdasarkan lama kegiatannya
kegiatan paling lama dilakukan oleh perawat IV yaitu sebanyak 520
menit dan paling sebentar dilakukan oleh perawat XVI yaitu sebanyak
360 menit, namun berdasarkan jumlah kegiatannya kegiatan pribadi
terbanyak dilakukan oleh perawat X yaitu sebanyak 39 kegiatan dan
paling sedikit dilakukan oleh perawat XIV yaitu sebanyak 23
kegiatan.
Setelah diketahui jumlah jam kerja dari masing-masing
kegiatan maka dapat diketahui persentase dari masing-masing
kegiatan tersebut. Kemudian persentase dari kegiatan langsung dan
tidak langsung akan dijumlahkan untuk mengetahui besarnya kegiatan
produktif. Dari besarnya kegiatan produktif tersebut dapat
menggambarkan apakah beban kerja perawat tinggi, sedang, atau
83
rendah. Gambaran lebih jelasnya tentang beban kerja perawat pada
shift siang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan
Persentase Kegiatan Produktif pada Shift Siang di Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
Perawat Kegiatan
Langsung
Kegiatan
Tidak
Langsung
Kegiatan
Pribadi
Kegiatan
Produktif
Beban
Kerja
I 34,86% 49,66% 15,48% 84,52% Tinggi
II 33,56% 51,36% 15,14% 84,92% Tinggi
III 28,57% 55,27% 16,16% 83,84% Tinggi
IV 32,99% 49,32% 17,69% 82,31% Tinggi
V 21,94% 61,56% 16,50% 83,50% Tinggi
VI 24,49% 59,69% 15,82% 84,18% Tinggi
VII 29,93% 53,91% 16,16% 83,84% Tinggi
VIII 22,28% 61,22% 16,50% 83,50% Tinggi
IX 31,46% 54,59% 13,95% 86,05% Tinggi
X 32,31% 52,38% 15,31% 84,69% Tinggi
XI 35,37% 50,85% 13,78% 86,22% Tinggi
XII 27,21% 56,29% 16,50% 83,50% Tinggi
XIII 32,82% 53,92% 13,26% 86,74% Tinggi
XIV 31,80% 53,91% 14,29% 85,71% Tinggi
XV 37,07% 50,51% 12,42% 87,58% Tinggi
XVI 40,48% 47,28% 12,24% 87,76% Tinggi
XVII 36,56% 50,17% 13,27% 86,73% Tinggi
XVIII 27,89% 56,97% 15,14% 84,86% Tinggi
Keterangan:
Kegiatan produktif = Kegiatan Langsung + Kegiatan Tidak Langsung
Beban Kerja Tinggi = Kegiatan Produktif >80%
Beban Kerja Sedang = Kegiatan Produktif 60% - 80%
Beban Kerja Rendah = Kegiatan Produktif < 60%
84
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa beban kerja
perawat pada shift siang di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan seluruhnya adalah tinggi, karena kegiatan
produktif semua perawat lebih dari 80%, yaitu berkisar antara 82,31%
sampai 87,76% . Dan dari 18 perawat yang diamati beban kerjanya,
terdapat satu perawat yang beban kerjanya paling tinggi yaitu
perawat XVI sebesar 87,76%.
C. Shift Malam
Jam kerja perawat untuk shift malam dimulai dari pukul 21.00
WIB sampai pukul 07.00 WIB. Berbeda dengan shift pagi dan shift
siang, dalam satu shift malam terdapat 10 jam kerja atau 600 menit.
Jika setiap perawat diobservasi selama 7 hari kerja, maka dalam
penelitian ini waktu kerja perawat yang diobservasi pada shift malam
adalah 600x7 = 4200 menit. Dalam 7 hari pengamatan dapat diketahui
jumlah lama kegiatan yang dilakukan oleh perawat dan jumlah
kegiatannya. Perawat yang lama kegiatannya paling besar belum tentu
memiliki jumlah kegiatan paling banyak, begitupun sebaliknya.
Tabel 5.5 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada
Shift Malam di RSU Kota Tangerang Selatan Selama 7 Hari
Perawat
Kegiatan Langsung Kegiatan Tidak
Langsung Kegiatan Pribadi Total
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
(menit)
Jumlah
kegiatan
Lama
Kegiatan
Jumlah
Kegiatan
I 1585 112 1400 65 1215 49 4200 226
II 1595 107 1420 71 1185 46 4200 224
III 1454 120 1445 72 1210 51 4200 243
85
IV 1615 121 1385 58 1200 53 4200 232
V 1560 106 1415 68 1225 46 4200 220
VI 1435 105 1550 70 1215 39 4200 214
VII 1505 104 1455 72 1240 42 4200 218
VIII 1425 103 1545 71 1230 41 4200 215
IX 1610 99 1360 59 1230 47 4200 205
X 1570 124 1415 63 1215 52 4200 239
XI 1395 121 1560 69 1245 49 4200 239
XII 1395 119 1545 70 1260 50 4200 239
XIII 1610 117 1370 72 1220 43 4200 232
XIV 1475 121 1460 67 1265 47 4200 235
XV 1620 120 1375 71 1205 50 4200 241
XVI 1595 112 1370 69 1235 42 4200 223
XVII 1570 121 1385 73 1245 43 4200 237
XVIII 1605 109 1375 75 1220 44 4200 228
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan
lama kegiatannya, kegiatan langsung pada shift malam paling lama
dilakukan oleh perawat XV yaitu selama 1620 menit dan paling
sebentar dilakukan oleh perawat X dan XI yaitu selama 1395 menit,
namun berdasarkan jumlah kegiatannya, dalam 7 hari kegiatan
terbanyak dilakukan oleh perawat X yaitu sebanyak 124 dan tersedikit
dilakukan oleh perawat IX yaitu sebanyak 99 kegiatan. Sedangkan
kegiatan tidak langsung pada shift malam, berdasarkan lama
kegiatannya kegiatan paling lama dilakukan oleh perawat XI yaitu
selama 1560 menit dan paling sebentar dilakukan oleh perawat IX
yaitu selama 1360 menit, namun berdasarkan jumlah kegiatannya
86
kegiatan terbanyak dilakukan oleh perawat XVII yaitu sebanyak 73
kegiatan dan paling sedikit dilakukan oleh perawat IV yaitu sebanyak
58 kegiatan. Untuk kegiatan pribadi, berdasarkan lama kegiatannya
kegiatan paling lama dilakukan oleh perawat XIV yaitu sebanyak
1265 menit dan paling sebentar dilakukan oleh perawat II yaitu
sebanyak 1185 menit, namun berdasarkan jumlah kegiatannya
kegiatan pribadi terbanyak dilakukan oleh perawat IV yaitu sebanyak
53 kegiatan dan paling sedikit dilakukan oleh perawat VIII yaitu
sebanyak 41 kegiatan.
Setelah diketahui jumlah jam kerja dari masing-masing
kegiatan kemudian gambaran beban kerjaperawat pada shift malam
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.6 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan Persentase
Kegiatan Produktif pada Shift Malam di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
Perawat Kegiatan
Langsung
Kegiatan
Tidak
Langsung
Kegiatan
Pribadi
Kegiatan
Produktif
Beban
Kerja
I 37,74% 33,33% 28,93% 71,07% Sedang
II 37,98% 33,81% 28,21% 71,79% Sedang
III 36,79% 34,40% 28,81% 71,19% Sedang
IV 38,45% 32,98% 28,57% 71,43% Sedang
V 37,14% 33,69% 29,17% 70,83% Sedang
VI 34,17% 36,90% 28,93% 71,07% Sedang
VII 35,83% 34,64% 29,52% 70,47% Sedang
VIII 33,93% 36,79% 29,29% 70,72% Sedang
IX 38,33% 32,38% 29,29% 70,71% Sedang
87
X 37,38% 33,69% 28,93% 71,07% Sedang
XI 33,21% 37,14% 29,64% 70,35% Sedang
XII 33,21% 36,79% 30,00% 70,00% Sedang
XIII 38,33% 32,62% 29,05% 70,95% Sedang
XIV 35,12% 34,76% 30,12% 69,88% Sedang
XV 38,57% 32,74% 28,69% 71,31% Sedang
XVI 37,98% 32,62% 29,40% 70,60% Sedang
XVII 37,38% 32,98% 29,64% 70,36% Sedang
XVIII 38,21% 32,74% 29,05% 70,95% Sedang
Keterangan:
Kegiatan produktif = Kegiatan Langsung + Kegiatan Tidak Langsung
Beban Kerja Tinggi = Kegiatan Produktif >80%
Beban Kerja Sedang = Kegiatan Produktif 60% - 80%
Beban Kerja Rendah = Kegiatan Produktif < 60%
Berbeda dengan shift pagi dan shift siang, berdasarkan tabel di
atas dapat diketahui bahwa pada shift malam beban kerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
seluruhnya adalah sedang, yaitu kegiatan produktif di antara 60% -
80%. Kegiatan produktif paling tinggi dilakukan oleh perawat II yaitu
71,79% dan paling rendah dilakukan oleh perawat XIV yaitu 69,88%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat hal tersebut
dikarenakan perawat bekerjasama dengan keluarga pasien agar
membantu mengawasi kondisi pasien, apabila pasien membutuhkan
tindakan keperawatan seperti mengganti cairan infus, mengontrol
keadaan luka, maka keluarga pasien diharuskan untuk melapor
sehingga perawat tidak perlu melakukan pemantauan berkala.
88
Sehingga pada shift malam perawat lebih banyak berada di nurse
station untuk melakukan kegiatan pribadi seperti tidur, bermain hp,
mengobrol, dan menonton TV. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
berikut:
“kalau shift malam biasanya kami menyuruh keluarganya
untuk mengawasi pasiennya, jadi kami tidak perlu untuk
memantau terus. Kalau mereka butuh baru deh bilang ke
perawatnya. Kalau malam ya biasanya kebanyakan
perawatnya pada tidur.” (P1)
“beban kerja kalau malam rendah ya karena kebanyakan
yang dilakukan kegiatan pribadi, kalau malam juga kan tidak
ada visite dokter, perawatnya cuma nunggu keluhan atau
laporan dari keluarga pasien”(P2)
5.1.2 Gambaran Beban Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan pada Seluruh Shift
Setelah mengetahui jumlah waktu dan presentase kegiatan dari
masing-masing kegiatan pada setiap shiftnya, maka selanjutnya adalah
melihat secara keseluruhan bagaiamana beban kerja setiap perawat.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat rata-rata kegiatan
produktif dari shift pagi sampai malam, apabila rata-rata kegiatan
produktif perawat lebih dari 80% itu berarti beban kerja perawat
tinggi, apabila rata-rata kegiatan produktif berkisar antara 60% - 80%
89
itu berarti beban kerja sedang, dan apabila rata-rata kegiatan produktif
kurang dari 60% itu berarti beban kerja perawat rendah.
Tabel 5.7 Gambaran Beban Kerja Perawat Berdasarkan
Persentase Rata-rata Kegiatan Produktif dari Setiap Shift di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan
Perawat Pagi Siang Malam Rata-
rata
Beban
Kerja
I 85,37% 84,52% 71,07% 80,32% Tinggi
II 89,29% 84,92% 71,79% 82,00% Tinggi
III 87,58% 83,84% 71,19% 80,87% Tinggi
IV 87,93% 82,31% 71,43% 80,56% Tinggi
V 87,59% 83,50% 70,83% 80,64% Tinggi
VI 86,40% 84,18% 71,07% 80,55% Tinggi
VII 87,07% 83,84% 70,47% 80,46% Tinggi
VIII 86,23% 83,50% 70,72% 80,15% Tinggi
IX 87,59% 86,05% 70,71% 81,45% Tinggi
X 86,22% 84,69% 71,07% 80,66% Tinggi
XI 87,76% 86,22% 70,35% 81,44% Tinggi
XII 88,78% 83,50% 70,00% 80,76% Tinggi
XIII 87,76% 86,74% 70,95% 81,82% Tinggi
XIV 86,39% 85,71% 69,88% 80,66% Tinggi
XV 88,27% 87,58% 71,31% 82,39% Tinggi
XVI 87,42% 87,76% 70,60% 81,93% Tinggi
XVII 88,10% 86,73% 70,36% 81,73% Tinggi
XVIII 86,74% 84,86% 70,95% 80,85% Tinggi
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penggunaan
waktu kerja produktif seluruh perawat dari shift pagi sampai shift
malam bila dirata-ratakan ditemukan hasilnya lebih dari 80%.
90
Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja seluruh perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit DalamRSU Kota Tangerang Selatan
adalah tinggi. Dan perawat yang memiliki beban kerja tertinggi adalah
perawat XV yaitu 82,39%.
5.1.3 Rasio Perawat dengan Jumlah Tempat Tidur dan BOR di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
Jumlah tenaga perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan adalah sebanyak 18 orang,
sedangkan jumlah tempat tidurnya sebanyak 42 buah. Didapatkan
perbandingan jumlah perawat dengan tempat tidur yaitu 18:42.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 340 tahun 2010 yaitu
rasio jumlah perawat dan tempat tidur untuk rumah sakit tipe C adalah
sebesar 2:3. Jika dilihat dari jumlah yang ada di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan, seharusnya rasio
antara perawat dan tempat tidur adalah 28:42. Artinya jika
dibandingkan dengan Permenkes No. 340 tahun 2010 maka adanya
kekurangan tenaga perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan.
Jumlah hari perawatan di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
selama bulan September adalah 1056 hari dengan jumlah tempat tidur
sebanyak 42 buah, dari data tersebut dapat dihitung BOR atau
prosentase pemakaian tempat tidur di instalasi rawat inap penyakit
dalam dengan menggunakan rumus:
91
BOR =
BOR =
= 85,39%
Maka, dapat diketahui bahwa BOR atau prosentase pemakaian
tempat tidur selama bulan September di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 85,39%.
Sedangkan menurut Depkes (2005) nilai parameter BOR yang Ideal
adalah 60 – 85%. Sehingga dapat dikatakan bahwa BOR di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan tergolong
tinggi atau melebihi nilai parameter ideal.
5.2 Gambaran Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan
Pengukuran kinerja pada penelitian ini dilakukan dengan cara
observasi seluruh perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam,
dimana setiap perawat diobservasi selama 5 kali dalam pemberian praktek
keperawatan kepada pasiennya. Selain observasi, cara yang dilakukan untuk
mengetahui kinerja perawat adalah dengan telaah dokumen berupa buku
status pasien, serta wawancara mendalam dengan perawat pelaksana, kepala
ruangan, supervisior perawat, dan Kasie. Asuhan Keperawatan.
Dari 5 kali pengamatan yang dilakukan kepada masing-masing
perawat, terdapat perawat yang melakukan praktek keperawatan hanya 1-4
kali saja, artinya perawat tersebut tidak memberikan praktek keperawatan
92
secara menyeluruh kepada pasiennya. Adapun hasil observasi kinerja perawat
di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam adalah sebagai berikut:
Tabel 5.8 Kinerja Perawat dalam Penerapan Standar Praktek
Keperawatan di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan
Perawat Stndar Praktek Keperawatam Rata-
rata Pengkajian Diagnosa Perencanaan Implementasi Evaluasi
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
I 5 100 4 80 3 60 4 80 2 40 72%
II 5 100 3 60 4 80 5 100 2 40 76%
III 4 80 2 40 4 80 4 80 1 20 60%
IV 3 60 4 80 4 80 5 100 3 60 76%
V 4 80 2 40 3 60 4 80 2 40 60%
VI 5 100 3 60 2 40 4 80 2 40 64%
VII 3 60 3 60 4 80 4 80 3 60 68%
VIII 5 100 4 80 2 40 3 60 2 40 64%
IX 5 100 2 40 3 60 5 100 3 60 72%
X 4 80 5 100 4 80 3 60 2 40 72%
XI 4 80 4 80 5 100 4 80 2 40 76%
XII 3 60 3 60 3 60 3 60 2 40 56%
XIII 4 80 3 60 5 100 4 80 1 20 68%
XIV 5 100 4 80 4 80 4 80 1 20 72%
XV 5 100 3 60 4 80 3 60 2 40 68%
XVI 3 60 5 100 3 60 3 60 2 40 64%
XVII 5 100 4 80 4 80 4 80 1 20 72%
XVIII 4 80 3 60 5 100 5 100 2 40 76%
Berdasarkan Tabel 5.8dapat diketahui bahwa seluruh perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan dalam
menerapkan praktik keperawatan belum sepenuhnya memenuhi standar yang
ditetapkan oleh PPNI. Dalam observasi yang dilakukan selama 5 kali pada
setiap perawat, hanya 8 perawat yang melakukan pengkajian kepada semua
pasiennya, 11 perawat lainnya hanya melakukan pengkajian kepada 3-4
pasiennya saja. Untuk diagnosa keperawatan, hanya 2 perawat yang
melakukan diagnosa kepada semua pasiennya, 16 perawat lainnya hanya
93
melakukan diagnosa kepada 2-4 pasiennya saja. Begitu juga dengan
perencanaan keperawatan dan implementasi keperawatan, sebagian besar
perawat hanya melakukannya kepada 2-4 pasiennya saja. Sedangkan untuk
evaluasi keperawatan, semua perawat tidak melakukannya kepada semua
pasiennya, melainkan hanya kepada 1-3 pasiennya.
Rata-rata praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam belum ada yang 100% memenuhi
standar praktik keperawatan, paling tinggi hanya 76% dan paling rendah
56%. Artinya semua perawat tidak menerapkan paraktik keperawatan secara
menyeluruh kepada semua pasiennya.
5.2.1 Pengkajian Keperawatan
Dari hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besarperawat
melakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa, observasi dan
pemeriksaan visik terhadap tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan
darah) kepada semua pasiennya. Namun perawat hanya mengkaji kepada
2-4 pasien tentang alasan pasien datang ke RS, dan bagaimana pengaruh
penyakit terhadap kebiasaan pasien, serta tidak mengkaji bagaimana
riwayat penyakit yang dimiliki. Dari observasi terhadap pencatatan,
perawat mencatat secara lengkap data pengkajian di dalam lembar catatan
pengkajian hanya pada 1-3 pasiennya. Berdasarkan hasil wawancara hal
tersebut dikarenakan terlalu banyak pekerjaan perawat yang harus
dilakukan sehingga perawat tidak sempat mengisi atau bahkan lupa. Hal
tersebut sesuai dengan ungkapan berikut:
94
“...pekerjaan kami terlalu banyak, harus mengerjakan ini dan itu
jadi tidak sempat untuk menulis hasil pengkajian dengan lengkap.
Mau menulis sudah harus mengerjakan yang lain yang lebih
penting”. (P1)
“....kadang saya lupa, karna terlalu banyaknya pekerjaan, dan
saya menganggap kondisi pasien lebih penting jadi menurut saya
yang penting adalah pelayanan langsung kepada pasien”. (P2)
“...banyak pekerjaan yang harus dilakukan lebih dulu jadinya
saya lupa kalo belum mencatat hasil dari pengkajian...” (P3)
Dari hasil pengkajian biologis pasien menunjukkan bahwa semua
perawat hanya melakukan pengkajian biologis kepada 2-4 pasiennya,
sedangkan untuk pengkajian psikologis, sosial dan spiritual semua
perawat hanya melakukan kepada 2-3 pasiennya. Dari hasil observasi
terhadap pencatatan data, terdapat 6 dari 18 perawat yang tidak mencatat
data pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual tersebut ke formulir yang ada di
buku status pasien. Selain itu, semua perawat tidak melakukan
pengkajian secara rutin terhadap kondisi pasien selama pasien di rawat di
rumah sakit, artinya pengkajian hanya dilakukan oleh perawat saat pasien
datang.
Pada perumusan masalah, hanya 11 dari 18 perawat yang
melakukan perumusan masalah kepada semua pasiennya dan dicatat di
buku status pasien. 7 perawat lainnya hanya melakukan perumusan
masalah kepada 1-3 pasiennya, mereka menganggap bahwa pengkajian
95
keperawatan dirasa kurang penting jika dibandingkan pelayanan yang
harus diberikan kepada pasien, sebagian lagi menganggap bahwa
pengkajian itu penting namun terkadang terdapat situasi yang lebih
penting yang harus ditangani. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
berikut:
“.... pekerjaannya banyak, dan saya anggap pasien lebih penting
dan harus secepatnya kami tolong, jadi tidak sempat melakukan
pencatatan saat pengkajian”(P1)
“....tidak lengkap pengelompokan datany, bagi saya data tersebut
tidak begitu penting jika dibandingkan dengan keselamatan jiwa
pasien, masalah yang ada juga tidak dirumuskan karna
terkadang memang ternyata pasiennya butuh lebih cepat
tindakan” (P2)
“....penting ya kalo menurut saya, tapi bagaimana lagi kalo
pekerjaan kita banyak kadang tidak sempat. Paling ya nanti
diisinya kalo lagi ingat dan lagi senggang” (P3).
Demikian pula hasil wawancara mendalam dengan kepala
ruangan, supervisior perawat dan kasie. Asuhan Keperawatan didapatkan
bahwa kinerja perawat dalam pengkajian keperawatan belum dilakukan
sesuai dengan pedoman standar asuhan keperawatan, karena beban kerja
lainnya cukup banyak dan pelayanan kepada pasien harus tetap
diutamakan.
96
“...tugas mereka terlalu banyak, beban kerja disini sangat
tinggi, sering sekali perawat merasa kualahan sehingga tidak
sempat untuk menulis hasil pengkajian dengan lengkap,
apalagi jika pasien lagi banyak yang gawat.” (KR)
“...kinerja mereka secara keseluruhan bisa dibilang bagus
namun memang ada beberapa yang tidak melakukan
pengkajian dengan baik, atau kadang tidak dicatat.
Pekerjaanya terlalu banyak jadi kebanyakan kalo ditanya
jawabnya lupa atau tidak sempat”(SP)
“...masih berkembang ya, sudah baik namun belum bisa
dibilang sangat baik. Terkadang saat kami melakukan sidak
masih menemukan formulir-formulir yang tidak diisi” (KAP)
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa semua informan
menyebutkan bahwaperawat tidak melakukan pengkajian dikarenakan
pekerjaan yang harus dilakukan oleh perawat terlalu banyak dan beban
kerjanya juga berat sehingga. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti yang menunjukkan bahwa beban kerja
perawat tergolong berat yaitu sebesar 80,15% - 82,39%.
5.2.2 Diagnosa Keperawatan
Dari hasil observasi, ditemukan bahwa semua perawat yaitu 18
perawat melakukan diagnosa keperawatan kepada semua pasiennya yang
didasarkan pada keluhan pasien, sedangkan untuk diagnosa berdasarkan
observasi fisik pasien hanya dilakukan pada 2-3 pasien saja.Namun hanya
97
10 perawat yang melakukan diagnosa secara lengkap berdasarkan pada
masalah, penyebab, dan gejala penyakit kepada semua pasiennya,8
perawat lainnya hanya melakukannya kepada 2-4 pasiennya saja.
Kemudian dalam merumuskan diagnosa keperawatan, tidak semua
perawat yang merumuskan diagnosa aktual/potensial, hanya 8 perawat
yang merumuskan diagnosa aktual/potensial kepada semua pasiennya, 10
lainnya hanya melakukan kepada 2-3 pasiennya, karena terdapat perawat
yang hanya merumuskan diagnosa yang bersifat aktual. Dalam
merumuskan diagnosa semua perawat melibatkan pasien dan petugas
kesehatan lainnya hanya pada 1-3 pasiennya saja. Sedangkan untuk
pengkajian ulang, semua perawat hanya melakukan pengkajian ulang dan
merevisi diagnosa hanya pada 1-2 pasiennya saja.
Dari observasi di atas menunjukkan bahwa terdapat beberapa
perawat yang belum melakukan diagnosa yang sesuai kepada semua
pasiennya. Dari hasil wawancara mendalam didapatkan bahwa faktor
yang menyebabkan mereka tidak melakukan diagnosa keperawatan sesuai
dengan pedoman asuhan keperawatan adalah karena beban kerja yang
banyak serta beban mental yang ditanggung, hal tersebut dikarenakan
pasien yang susah diajak berkontribusi, disamping itu beberapa perawat
melakukan dan merumuskan diagnosa hanya berdasarkan pengalaman
atau rutinitas. Hal tersebut dikarenakan menurut mereka pihak rumah
sakit belum mengeluarkan pedoman atau SOP yang baku. Hal tersebut
sesuai dengan ungkapan berikut:
98
“...karena kesibukan kali ya, banyak sih pekerjaannya, belum lagi
kalo pasiennya yang susah diajak berkontribusi.” (P1)
“...saya kerjakan hanya berdasarkan pengalaman saya sendiri,
berdasarkan pengalaman di pendidikan dan di tempat kerja saya
sebelumnya. Karena disini belum ada SOP atau pedoman yang
baku” (P2)
“....diagnosa ya pasti dilakukan, tapi ya saya melakukannya
berdasarkan pengalaman saya sendiri karena kesibukan yang
kami hadapi atau waktu repot. Lagian pedoman bakunya belum
ada, saya ngikut di tempat saya kerja dulu dan berdasarkan saat
kuliah.” (P3)
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan
dan supervisior perawat didapatkan bahwa selama ini perawat
merumuskan dan melakukan diagnosa dengan cara yang berbeda-beda,
sehingga tidak sesuai dengan pedoman yang ada. Hal itu dikarenakan
latar pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Berikut pernyataannya:
“....ya dilakukan, tapi mereka tuh beda-beda sih ya
merumuskannya. Tergantung dulu mereka kuliahnya dimana.
Kadang di stikes ini diajarkannya seperti ini, di universitas itu
diajarkannya seperti itu. Masih kebawa sampai sekarang jadi
susah untuk disesuaikan dengan standar kita. Padahal juga udah
dibilangin.” (KR)
99
“... pasti dilakukan, kami udah bilang harus sesuai dengan
standarnya ya. Tapi kadang masih ada aja yang berdasarkan
pengalaman di tempat kerja yang dulu, ya mungkin bawaan.
Sebenernya juga latar pendidikan mempengaruhi dulu dia kuliah
dimana. (SP)
5.2.3 Perencanaan Keperawatan
Dari hasil observasi menunjukkan bahwasemua perawat
menentukan rencana tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang dibuat. Begitu juga dalam menentukan rencana
tindakan semua perawat yang menyusunnya berdasarkan urutan prioritas.
Sedangkan dalam membuat rumusan tujuan keperawatan (yang
mengandung komponen pasien, perubahan perilaku, kondisi pasien) rata-
rata hanya dilakukan pada 1-2 pasien. Demikian pula dalam membuat
rencana tindakan, 6 perawat menentukan rencana tindakan keperawatan
untuk semua pasiennya menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan,
12 perawat lainnya hanya melakukannya kepada 2-3 pasiennya saja.
Hasil wawancara dengan perawat, kepala ruangan, dan supervisior
perawat didapatkan bahwa kinerja perawat dalam perencanaan
keperawatan belum dilakukan sesuai dengan pedoman dan beberapa
belum menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Hal ini
dikarenakan untuk membuat perencanaan tersebut diperlukan waktu,
sedangakan di sisi lain perawat dituntut untuk memberikan pelayanan
secepatnya, dan tindakan yang dilakukan hanya berdasarkan rutinitas
100
sehari-hari, seperti yang diungkapkan oleh perawat, kepala ruangan, dan
supervisior sebagai berikut:
“...karena perlu banyak waktu untuk membuatnya, sedangkan
perawat kan dituntut untu memberikan pelayanan secepatnya
kepada pasien.” (P1)
“.....kadang dilakukan dengan sesuai kadang karna sibuk jadi
perencanaanya tidak sesuai dengan pedoman contohnya tidak
melakukan rumusan tujuan.” (P2)
“Karena keadaan dan kondisinya tidak memungkinkan mereka
dalam menyusun rumusan tujuan dan rencana tindakan, tidak
disusun menurut urutan prioritas dan kurang menggambarkan
kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. Ya mungkin karena
kesibukannya.” (KR)
“...kadang mereka merumuskan dan menentukan rencana
tindakan itu sesuai dengan yang mereka kerjakan setiap harinya,
jadi tidak sama dengan pedoman, dan mungkin kadang lupa.”
(SP)
5.2.4 Tindakan Keperawatan
Berdasarkan hasil observasi, dalam melakukan tindakan
keperawatan semua perawat yaitu 18 perawat mengacu pada rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya. Namun setelah
melakukan tindakan keperawatan, hanya 7 perawat yang mengamati
semua pasiennya tentang bagaimana respon pasien terhadap tindakan
101
yang diberikan, 11 lainnya hanya mengamati respon pasien kepada 2-4
pasiennya saja.Selebihnya, perawat hanya menunggu instruksi dari kepala
ruangan atau dokter yang bertugas. Dalam pelaksaan tindakan
keperawatan perawat bekerja sama dengan pasien dan memberikan
pendidikan kesehatan hanya kepada 2-4 pasiennya saja. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya pasien yang harus ditangani oleh perawat serta
keterbatasan peralatan medis, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“...terkadang setelah melakukan tindakan yaudah ganti ke pasien
lain, di sini kan pasiennya banyak jadi banyak yang harus
ditangani, melihat responnya bisa nanti setelah semua tindakan
selesai.”(P1)
“...banyak pasien sih ya jadi ga selalu setiap habis tindakan
langsung dilihat bagaimana responnya, terkadang karena alat
terbatas jadi kita pinjam ke ruangan lain, dan harus segera
dikembalikan. Contohnya seperti syring pump kita biasanya
gantian sama UGD” (P2).
“pasien kan banyak, ya harus bisa gantian tindakannya. Tapi
pasti ada aja yang membuat jadi ada yang terlewat” (P3)
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan
dan supervisior, didapatkan hasil bahwa tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat belum sesuai dengan prosedur kerja, hal tersebut
dikarenakan perawat hanya melakukan tindakan berdasarkan kegiatan
rutinan yang mereka lakukan. Selain itu banyaknya pasien serta
102
kurangnya peralatan medis dan non medis juga mempengaruhi ketidak
sesuaian tindakan yang dilakukan dengan prosedur kerja yang ada.
Seperti pernyataan berikut ini:
“....dalam melaksanakan pekerjaan mereka biasanya mengacu
pada hal-hal yang bersifat rutinitas dan karena alat-alat kurang,
sedangkan pasien banyak, jadinya mereka bekerja tidak sesuai
dengan prosedur kerja yang ada, yang penting pasien dapat
ditangani.” (KR)
“....karena keadaannya kurang memadai, tenaganya kurang
sedangkan pasien banyak, jadinya kinerjanya tidak sesuai dengan
prosedur kerja. Selain itu kurang juga peralatannya baik yang
medis ataupun non medis, misal syring pump, tabung oksigen, dll.
Peralatan kadang meminjam ke instalasi lain, nah jadi harus
dikembalikan sesegera mungkin dan itu mempengaruhi kerja
perawat. (SP)
5.2.5 Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa semua perawat
melaksanakan evaluasi dengan menggunakan indikator yang ada pada
rumusan tujuan, hanya kepada 3-4 pasiennya saja. Pada umumnya semua
perawat tidak segera membuat hasil evaluasi setelah melakukan tindakan
keperawatan, artinya evaluasi tidak dilakukan secara tepat waktu dan
terus menerus. Demikian pula dalam melakukan evaluasi, tidak semua
perawat melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Hanya 5
103
perawat yang melibatkan semua pasiennya serta tenaga kesehatan lainnya
dalam melakukan evaluasi keperawatan, 12 perawat lainnya melibatkan
pasiennya dalam melakukan evalausi dilakukan hanya kepada 2-3
pasiennya saja. Selain itu, dalam pendokumentasian hasil evaluasi,
semua perawat hanya melakukannya kepada 1-3 pasien saja, artinya
terdapat beberapa pasien yang hasil evaluasi tidak dicatat pada buku
status pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat, kepala ruangan dan
supervisior perawat, didapatkan bahwa kinerja perawat dalam melakukan
evaluasi keperawatan belum dilakukan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan, karena tergantung pada situasi pasiennya dan situasi
pekerjaan di ruangan. Dalam pelaksanaan evaluasi Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan-pernyataan berikut:
“...evaluasi keperawatan kadang langsung dilakukan kadang
ditunda dulu, ya tergantung sikonnya, tergantung keadaan pasien,
begitu juga dengan indikator yang ada pada rumusan tujuan.
Kalo untuk melibatkan pasien atau keluarga pasien juga lihat-
lihat dulu gimana kondisi pasien dan apakah ada keluarganya.
Sedangkan melibatkan tim kesehatan itu ya kalo lagi ada aja”
(P1)
“...mengenai evaluasi keperawatan selalu saya lakukan sebaik
mungkin dan selalu berusaha untuk melibatkan pasien, keluarga
dan tim kesehatan yang ada di ruangan ya, kalo gak ada yauda.
104
Tapi juga karena kesibukan jadi evaluasinya dilakukan kalo udah
beres pekerjaan yang lain.” (P2)
“...yang paling penting kan tindakan, jadi setelah tindakan
dilakukan merasa tugas sudah selesai, padahal masih ada evalusi,
jadi itu sering lupa” (P3)
“....yaa kalo dibilang sesuai apa belum ya menurut saya belum
sesuai, mereka banyak pekerjaannya jadi terkadang untuk
evaluasi suka mereka kesampingkan, yang penting pasien
tertangani” (KR)
“...dilakukan kok, mereka tapi kadang tidak dilakukan
berdasarkan rumusan tujuan, tapi karna banyaknya pekerjaan
jadi evaluasi dicatatanya setelah selesai pekerjaan, kadang tidak
dicatat juga karena lupa” (SP)
105
BAB VI
PEMBAHASAN
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan. penelitian yang dilakukan adalah dengan mengamati
semua kegiatan keperawatan yaitu kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung
dan kegiatan pribadi. Total perawat yang diamati sebanyak 18 orang dan
dengan jumlah kapasitas tempat tidur 42 buah. Pengamatan ini dilakukan
selama 7 hari pada setiap perawat. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini
adalah:
1. Kegiatan yang dilakukan perawat saat berada di ruang kamar
perawatan tidak sepenuhnya diketahui oleh pengamat karena ada
beberapa kegiatan keperawatan yang bersifat privasi sehingga
pengamat hanya menanyakan kegiatan tersebut kepada perawat.
2. Peneliti tidak dapat menjamin pengamat tidak melakukan kerja sama
dengan perawat saat melakukan pengamatan, karena peneliti tidak
selalu berada di tempat bersama pengamat.
6.2 Beban Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan
Menurut Marquis dan Houston dalam Kurniadi (2013) beban kerja
adalah seluruh kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat
selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Dengan melakukan
106
perhitungan total waktu keperawatan akan menghasilkan beban kerja tenaga
perawat. Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Purwanto
(2011) tenaga kerja dianggap produktif bila mampu menyelesaikan 80% dari
beban tugasnya. Ilyas (2004) juga mengatakan bahwa beban kerja dikatakan
tinggi bila proporsi kegiatan produktif mencapai 80% atau lebih dari
keseluruhan waktu kerja. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan
bahwa beban kerja seluruh perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan adalah tinggi karena rata-rata proporsi kegiatan
produktifnya berkisar antara 80,15% - 82,39%.
Beban kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
yang tergolong berat adalah shift pagi dan siang. Hal tersebut dikarenakan
aktivitas pasien pada shift pagi dan siang lebih aktif dibandingkan dengan
shift malam. Seperti yang diungkapkan oleh Gurses (2005) dalam Hendianti
(2010) bahwa perawat pada shift pagi mendapatkan beban kerja yang lebih
tinggi dibandingkan dengan shift malam karena pada malam hari para
perawat tidak terlalu aktif berhubungan dengan pasien disebabkan aktivitas
pasien yang tidak terlalu banyak.
Berdasarkan presentase penggunaan waktu terbanyak kegiatan
keperawatan pada shift pagi dan siang adalah kegiatan tidak langsung yaitu
berkisar antara 44,90% - 54,93% pada shift pagi dan 49,66 – 61,56% pada
shift siang. Tingginya pelaksanaan kegiatan keperawatan tidak langsung
dikarenakan kegiatan ini merupakan kegiatan pelaporan rutinan perawat yang
harus dilaporkan kepada kepala ruangan terkait status dan kondisi pasien,
selain itu perawat juga harus mengecek status pasien, membuat laporan
107
pasien, mengisi formulir pasien, membantu visite dokter, serta menyiapkan
obat dan alat untuk tindakan.
Berbeda dengan shift pagi dan siang, pada shift malam mayoritas
persentase penggunaan waktu terbanyak kegiatan keperawatan adalah
kegiatan langsung yaitu berkisar antara 33,21% - 38,57%, namun angka ini
tidak jauh beda bila dibanding dengan kegiatan tidak langsung yang berkisar
antara 32,38% - 37,14%. Pada shift malam perawat menghimbau kepada
keluarga pasien agar membantu mengawasi kondisi pasien, apabila pasien
membutuhkan tindakan keperawatan seperti mengganti cairan infus,
mengontrol keadaan luka, maka keluarga pasien diharuskan untuk melapor
sehingga perawat tidak perlu melakukan pemantauan berkala. Oleh karena itu
pada shift malam perawat lebih banyak berada di nurse station untuk
melakukan kegiatan pribadi seperti tidur, bermain hp, mengobrol, dan
menonton TV, sehingga kegiatan pribadi perawat cukup tinggi yaitu berkisar
antara 28,21% - 30,12%.
Selain perhitungan jumlah waktu kerja perawat, beban kerja perawat
juga dapat dilihat berdasarkan rasio tenaga keperawatan dan tempat tidur di
rumah sakit. Jika dibandingkan dengan Permenkes No. 340 tahun 2010
terdapat kekurangan tenaga perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan. Kurangnya tenaga perawat dapat
menyebabkan beban kerja perawat menjadi tinggi. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Kuntoro (2010) bahwa kurangnya tenaga perawat dapat
menyebabkan beban kerja yang berlebih. Dengan beban kerja yang berlebih
akan mempengaruhi kualitas perawat dalam memberikan pelayanan
108
kesehatan. dengan terjadinya penurunan kualitas perawat, maka kinerja yang
akan dicapai tidak akan maksimal.
Selain itu BOR di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan juga tergolong tinggi yaitu sebesar 85,39%, menurut Ilyas
(2002) dengan memperhatikan tingginya BOR akan berakibat makin
tingginya beban kerja perawat, hal ini berdampak pada menurunnya
kinerja/produktifitas karena kejenuhan yang disebabkan berlebihnya kegiatan
yang dilakukan perawat.
6.3 Gambaran Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasalkan hasil penelitian diketahui bahwa kinerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan belum
memenuhi standar praktik keperawatan. Sedangkan menurut Nursalam (2008)
dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan dan kinerja perawat kepada
klien/pasien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. standar
praktek keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional
Indonesia) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi keperawatan. Sehingga kinerja perawat dikatakan baik apabila
praktek keperawatannya dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) yang
diterapkan di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan adalah model Modifikasi MAKP Tim-Primer. Yaitu perawat bekerja
109
sebagai satu tim dan disupervisi oleh ketua tim, namun setiap perawat
bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan. artinya, setiap
perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien-pasiennya.
Dalam pelaksanannya terdapat beberapa perawat yang tidak
melakukan asuhan keperawatan secara menyeluruh kepada semua pasiennya,
hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah tingginya beban
kerja, ketidaklengkapan alat kesehatan, serta perawat bergantung pada
perintah dokter. Seharusnya, dengan bekal ilmu dan keterampilan, perawat
harus mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap pasiennya tanpa
intervensi dari pihak manapun. Kemandirian seorang perawat akan terlihat
apabila ia mampu mengelola masalah pasiennya, membuat rasa nyaman dan
damai, serta memfasilitasi pasien mengenai masalahnya sendiri.
Menurut Mukti (2009) perawat dituntut untuk bekerja dengan
profesional. Perawat yang profesional harus dapat menempatkan dirinya
dalam koridor yang tepat. Artinya profesi yang dijalani harus benar-benar
dijalankan sebagai sebuah pekerjaan atau aktivitas dengan menyadari
konsekuensi dan tanggung jawab dari pekerjaan perawat tersebut. Perawat
yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis
keperawatan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna
memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu
diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas
tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan
110
standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai
tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja
sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya.
Namun dalam penerapan praktik keperawatan di ruang rawat inap
penyakit dalam RSU Kota Tangerang Selatan, belum sesuai dengan standar
praktik keperawatan menurut PPNI, dan akan dijelaskan sebagi berikut:
6.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pada tahapan ini meliputi pengkajian terhadap data yang dikaji
sesuai pedoman standar praktik keperawatan, pengkajian terhadap data
biologis – psikologis – sosial – spiritual, pengkajian terhadap pasien
sejak masuk sampai pulang, dan perumusan masalah.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat beberapa perawat
yang tidak melakukan pengkajian terhadap ketentuan pengkajian
keperawatan kepada semua pasiennya. data tidak dikaji sejak pasien
masuk sampai pulang, seharusnya pengumpulan data dilakukan setiap
hari sejak pasien masuk sampai pulang secara sistematis dan lengkap
dengan menggunakan petunjuk pengkajian data keperawatan, karena
pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi pasien yang
dibutuhkan, dikumpulkan untuk menentukan masalah kesehatan pasien.
Masalah yang tidak dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kesehatan, dapat menyebabkan
111
perumusan diagnosa keperawatan tidak tepat, karena perumusan masalah
keperawatan harus ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan.
Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut di atas tidak dilakukan
oleh beberapa perawat dikarenakanbeban kerja yang ditanggung oleh
perawat terlalu berat, sehingga perawat tidak sempat atau bahkan lupa
untuk melakukannya, serta ketidak tahuan perawat terhadap pentingnya
pengkajian dan pentingnya data sebagai dasar dalam menegakkan
diagnosa keperawatan yang akurat. Salah satu perawat berpendapat
bahwa pengkajian tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan
keselamatan jiwa pasien, masalah yang ada juga tidak dirumuskan karena
terkadang pasien lebih butuh cepat tindakan.
Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan penemuan
Hamid (2003), yang menemukan dalam pengumpulan data masih banyak
dijumpai data yang belum lengkap, pada tahap pengelompokan data pada
umumnya tidak dikerjakan oleh perawat, serta pada tahap perumusan
masalah baik kesenjangan maupun status kesehatan masih dipertanyakan.
Penyebabnya juga sama, yaitu ketidaktahuan perawat akan pentingnya
pengkajian keperawatan. Berkaitan dengan ketidak tahuan perawat akan
pentingnya data sebagai dasar dalam penegakkan diagnosa keperawatan
juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
individu (Gibson, 1987).
Tony (2001) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa dalam
pengumpulan data masih dijumpai data yang belum lengkap, pada tahap
112
pengelompokan data pada umumnya tidak dikerjakan oleh perawat, serta
pada tahap perumusan masalah baik kesenjangan maupun status
kesehatan masih dipertanyakan.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya maka
dapat dikatakan bahwa pada tahap pengkajian ini terdapat beberapa
perawat yang belum melakukan pengkajian yang sesuai dengan standar
praktik keperawatan yang seharusnya. Karena menurut PPNI (2000)
kriteria keperawatan meliputi: (1) Pengumpulan data dilakukan dengan
cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan
penunjang. (2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang
terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. (3) Data yang
dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi Status kesehatan klien
masa lalu, Status kesehatan klien saat ini, Status biologis-psikologis-
sosial-spiritual, Respon terhadap terapi, Harapan terhadap tingkat
kesehatan yang optimal, Resiko-resiko tinggi masalah.
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi
respon klien yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu tindakan.
Sehingga apabila pengkajian tidak dilakukan dengan baik dapat berakibat
fatal pada pasien, karena penyakit yang yang harus disembuhkan tidak
dapat tertangani karena pengkajiannya tidak baik.
6.3.2 Diagnosa Keperawatan
Tahapan kedua yaitu menegakkan diagnosa keperawatan yang
didasarkan dengan permasalahan yang dialami pasien baik secara
113
aktual/nyata maupun potensial. Masalah nyata adalah masalah yang
sudah ada pada waktu pengkajian, sedangkan masalah potensial
merupakan masalah yang mungkin timbul bila tindakan pencegahan tidak
dilaksanakan.
Menurut PPNI (2000) kriteria proses diagnosa keperawatan
adalah: (1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data,
identikasi masalah klien, dan perumusan diagnose keperawatan. (2)
Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda
atau gejala (S), atau terdiri dari masalah danpenyebab (PE). (3)
Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan. (4) Melakukan pengkajian ulang dan
merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
Dari hasil yang ditemukan, tidak semua perawat melakukan
diagnosa secara lengkap berdasarkan pada masalah, penyebab, dan gejala
penyakit yang ada pada semua pasiennya. Sedangkan dalam merumuskan
diagnosa keperawatan terdapat perawat yang merumuskan diagnosa
aktual/potensial, dan terdapat pula perawat yang hanya merumuskan
diagnosa yang bersifat aktual.
Berdasarkan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa masih
terdapat beberapa perawat yang diagnosa keperawatan kurang ditegakkan
dengan baik. Menurut hasil wawancara hal ini disebabkan beban kerja
yang banyak dan beban mental yang ditanggung karena pasien yang
susah diajak berkontribusi. Selain itu beberapa perawat melakukan dan
114
merumuskan diagnosa hanya berdasarkan pengalaman atau rutinitas.
Perawat menuturkan hal tersebut dikarenakan menurut mereka pihak
rumah sakit belum mengeluarkan pedoman yang baku, sehingga menurut
mereka lebih suka bekerja berdasarkan pengalaman kerja sebelumnya
atau berdasarkan apa yang telah dipelajari saat menempuh pendidikan.
Kepala ruangan dan supervisor membenarkan bahwa selama ini perawat
merumuskan diagnosa berbeda-beda karena latar pendidikannya juga
berbeda.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Hamid (2003) tentang
analisis kinerja perawat di ruang rawat inap penyakit dalam instalasi non
bedah dewasa RSU Mohammad Hoesin ditemukan bahwa perumusan
diagnosa keperawatan yang dilakukan oleh perawat belum memenuhi
standar asuhan keperawatan, dimana penulisaan diagnosa hanya
dituliskan berdasarkan PE. Kemudian pada tahapan perumusan diagnosa
keperawatan secara aktual/resiko masih belum banyak dikerjakan. Hal
tersebut disebabkan karena kesibukan pekerjaan yang dihadapi oleh
perawat setiap hari.
Menurut (Nursalam, 2002) Tujuan dari Diagnosa Keperawatan itu
sendiri adalah untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon
pasien terhadap status kesehatan atau penyakit, dari diagnosa
keperawatan perawat akan tahu tindakan dan penatalaksanaan seperti apa
yang harus diberikan kepada pasien, sehingga apabila diagnosa
keperawatan tidak dilakukan dengan sesuai maka dapat mengakibatkan
kesalahan tindakan dan tatalaksana kepada pasien.
115
6.3.3 Perencanaan Keperawatan
Tahapan ketiga yaitu perencanaan keperawatan yang disusun
berdasarkan urutan prioritas permasalahan yang dihadapi pasien. Semua
perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam menentukan rencana
tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang dibuat.
Begitu juga dalam menentukan rencana tindakan semua perawat yang
menyusunnya berdasarkan urutan prioritas. Sedangkan dalam membuat
rumusan tujuan keperawatan (yang mengandung komponen pasien,
perubahan perilaku, kondisi pasien) semua perawat tidak selalu
melakukannya kepada pasien, hanya beberapa pasien saja. Demikian pula
dalam membuat rencana tindakan, perawat menentukan rencana tindakan
keperawatan untuk pasiennya menggambarkan kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya namun hal tersebut tidak dilakukan ke semua pasien.
Data di atas menunjukkan bahwa perawat diruang penyakit dalam
membuat perencanaan keperawatan sudah sepenuhnya berpedoman pada
standar praktek keperawatan menurut PPNI (2000) bahwa perancanaan
keperawatan mempunyai kriteria berikut, yaitu: (1) Perencanaan terdiri
dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan
keperawatan, (2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana
tindakan keperawatan, (3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan klien, serta (4) Mendokumentasi rencana
keperawatan. Namun terkadang terdapat beberapa perawat yang tidak
melakukannya ke semua pasiennya. Hal ini dikarenakan untuk membuat
116
perencanaan tersebut diperlukan waktu, sedangkan di sisi lain perawat
dituntut untuk memberikan pelayananan secepatnya
6.3.4 Tindakan Keperawatan
Intervensi/tindakan keperawatan merupakan tindakan perawatan
yang diberikan oleh perawat pelaksana atau tim perawatan di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan dalam rangka
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pasien, dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Dalam melakukan tindakan
keperawatan, semua perawat mengacu pada rencana keperawatanyang
telah disusun sebelumnya. Namun hampir semua perawat tidak
melakukan pengamatan atau mengkaji ulang bagaimana respon pasien
terhadap tindakan yang diberikan serta tidak melakukan pengawasan
pemakaian obat oleh pasien.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan belum sesuai dengan
standar asuhan keperawatan yang ada. Karena menurut PPNI (2000)
kriteria proses dalam mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasikan dalam rencana asuhan keperawatan meliputi: (1)
Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, (2)
Kolaborasi dengan tim kesehatan, (3) Melakukan tindakan keperawatan
untuk mengatasi kesehatan klien. (4) Memberikan pendidikan pada klien
dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu
117
klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. (5) Mengkaji ulang dan
merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat, hal-hal yang
menyebabkan tindakan keperawatan tidak dilaksanakan dengan baik
adalah dikarenakan banyaknya pasien yang harus ditangani oleh perawat
serta keterbatasan peralatan medis. Sedangkan kepala ruangan dan
supervisior menyatakan bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat selama ini hanya berdasarkan kegiatan rutinan yang mereka
lakukan, serta banyaknya pasien membuat beban kerja perawat menjadi
tinggi dan dapat mengakibatkan perawat tidak melakukan tindakan sesuai
dengan standar yang ada.
6.3.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap ke lima dari standar asuhan keperawatan adalah evaluasi
keperawatan meliputi aspek-aspek tentang cara menggunakan indikator
yang ada pada rumusan tujuan, waktu dan cara pembuatan evaluasi
keperawatan. Adapun kriteria evaluasi pada standar praktek keperawatan
menurut PPNI (2000) adalah(1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil
dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus. (2)
Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan. (3) Memvalidasi dan
menganalisa data baru dengan teman sejawat. (4) Bekerja sama dengan
klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
(5)Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
118
Sedangkan menurut Depkes (1998) kriteria evaluasi adalah (1)
melakukan evaluasi hasil dari intervensi yang sudah dilakukan, (2)
evaluasi mengacu pada tujuan (3) bekerjasama denga tim kesehatan lain,
(4) mendokumentasikan hasil evaluasi tindakan keperawatan.
Berdasarkan hasil temuan, semua perawat di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan melaksanakan evaluasi
susuai pada rumusan tujuan, namun dalam melakukan observasi tidak
semua perawat melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
Selain itu, dalam pendokumentasian hasil evaluai, tidak semua perawat
melakukannya, artinya hasil evaluasi tidak dicatat pada buku status
pasien.
Hasil wawancara menunujukkan bahwa kinerja perawat dalam
melakukan evaluasi keperawatan belum dilakukan sesuai dengan standar
asuhan keperawatan, karena tergantung pada situasi pasiennya dan situasi
pekerjaan di ruangan. Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Hamid
(2003) menemukan bahwa pada tahap evaluasi keperawatan umumnya
perawat tidak melakukan sesuai dengan pedoman dari asuhan standar
keperawatan, selain itu perawat juga tidak segera membuat hasil evaluasi
setelah melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada
pasiennya. Hal tersebut dikarenakan perawat kurang melihat aspek
rumusan tujuan.
Menurut (Doengoes, 2000) dengan evaluasi, perawat dapat
menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diharapkan
119
dan respon terhadap keefektifan tindakan keperawatan. Sehingga apabila
evaluasi keperawatan tidak dilakukan, maka perawat tidak akan tau
bagaimana respon pasien terhadap tindakan yang diberikan, dan apakah
perlu mengganti rencana keperawatan untuk proses penyembuhan pasien.
6.4 Gambaran Kinerja Perawat Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa beban kerja seluruh
perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang
Selatan tergolong tinggi. Beban kerja didapat dari pengamatan kegiatan
keperawatan baik kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung, maupun
kegiatan pribadi. Dari banyaknya pekerjaan dan kegiatan yang harus
diselesaikan perawat seharusnya menghasilkan kinerja yang baik. Namun
sebaliknya, kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU
Kota Tangerang Selatan dapat dibilang belum sesuai dengan standar praktek
keperawan. Pada penelitian ini kinerja perawat dilihat berdasarkan standar
praktik keperawatan yang dirumuskan sebagai standar paraktik keperawatan
atau pedoman pemberian asuhan keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan serta evaluasi keperawatan.
Dalam wawancara mendalam tergambar bahwa asuhan keperawatan
itu seharusnya dilaksanakan pada setiap pasien, namun seringkali
penulisannya tidak lengkap, misalnya pada proses pengkajian dan
pengumpulan data, pada proses diagnosa keperawatan, atau saat perencanaan
tindakan keperawatan yang akan dikerjakan. Menurut perawat, dan kepala
120
ruangan kinerja yang belum sesuai dengan standar tersebut dikarenakan oleh
tingginya beban kerja yang dipikul oleh perawat. hal tersebut sesuai dengan
hasil observasi beban kerja yang menunjukkan bahwa beban kerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan tergolong
berat yaitu sebesar 80,15% - 82,39%.
Kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan belum sesuai dengan standar praktik keperawatan.
Sedangkan menurut Nursalam (2002) standar praktik keperawatan digunakan
untuk menilai apakah mutu pekerjaan dan penampilan kerja seorang perawat
dianggap baik, tepat, dan benar. Bila kinerja perawat belum sesuai dengan
standar praktik keperawatan maka dapat dikatakan bahwa kinerja perawat
tersebut belum baik. Sedangkan menurut mukti (2009) perawat dituntut untuk
bekerja dengan profesional. Perawat yang profesional harus dapat
menempatkan dirinya dalam koridor yang tepat. Artinya profesi yang dijalani
harus benar-benar dijalankan sebagai sebuah pekerjaan atau aktivitas dengan
menyadari konsekuensi dan tanggung jawab dari pekerjaan perawat tersebut.
Perawat yang profesional juga seharusnya tetap mengupayakan untuk
memperbaiki penampilan kerjanya meskipun banyak pekerjaan yang harus
dikerjakan.
Menurut Gillies (1999), beban kerja akan memberi dampak terhadap
kualitas layanan, terutama dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana.
Jika seseorang ada dalam lingkungan kerja yang beban kerjanya sangat tinggi
kemungkinan besar orang tersebut tidak menghasilkan kinerja yang
memuaskan.Hal serupa sesuai dengan pernyataan Mudayana (2012) bahwa
121
beban kerja perlu diperhatikan agar tidak terjadi over yang dapat
menimbulkan setres dan dapat berakibat pada menurunnya kinerja karyawan.
Ilyas (2002) juga mengatakan beban kerja yang tinggi akan berdampak pada
menurunnya kinerja/produktifitas karena kejenuhan yang disebabkan oleh
berlebihnya kegiatan yang dilakukan oleh perawat, yang akhirnya akan
menurunkan kualitas pelayanana yang diberikan. Penjelasan tersebut sesuai
dengan hasil temuan di instalasi rawat inap penyakit dalam RSU Kota
Tangerang Selatan, bahwa beban kerja seluruh perawat tinggi, namun kinerja
beberapa perawat belum sesuai dengan standar praktik keperawatan PPNI
tahun 2000.
Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa beban kerja mempunyai
dampak terhadap kinerja perawat. Seperti penelitian Ma’wah (2014) tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat didapatkan hasil
bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan kinerja
perawat, dalam penelitiannya terdapat 43% perawat yg beban kerjanya tinggi
dan 87% diantaranya memiliki kinerja yang buruk. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Febriyanti (2013) dan Silanno, dkk (2014)juga menunjukkan
terdapat hubungan antara beban kerja perawat dengan kinerja perawat.
Penelitian-penelitian tersebut dapat mendukung hasil penelitian ini, bahwa
beban kerja yang tinggi dapat mengakibatkan kinerja perawat menjadi
randah.
Namun, beban kerja hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja, adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja menurut
Ma’wah(2014) adalah karakteristik individu, pendapatan, penghargaan,
122
motivasi, dan lingkungan kerja. Namun dalam penelitian ini tidak membahas
faktor-faktor lain selain beban kerja.
123
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
BAB 7 PENUTUP
7.1 Simpulan
1. Penggunaan waktu terbanyak kegiatan keperawatan pada shift pagi dan
siang adalah kegiatan tidak langsung yaitu berkisar antara 44,90% -
54,39% dan 49,66%-61,56%. Sedangkan pada shift malam mayoritas
penggunaan waktu terbanyak adalah kegiatan langsung yaitu antara
33,21% - 38,57%, namun pada shift malam kegiatan pribadi perawat
cukup tinggi yaitu berkisar antara 28,21% - 30,12%.
2. Beban kerja seluruh perawat di instalasi rawat inap penyakit dalam RSU
Kota Tangerang Selatan tergolong berat yaitu berkisar antara 80,15% -
82,39%.
3. Kinerja beberapa perawat belum sesuai dengan standar praktek
keperawatan PPNI, yaitu:
a. Pengkajian keperawatan: pengkajian dilakukan oleh semua
perawat kepada semua pasiennya, namun dalam pengelompokkan
dan pencatatan data belum dilakukan dengan baik oleh perawat ke
semua pasiennya. Selain itu pengkajian tidak dilakukan terus
menerus selama pasien dirawat
b. Diagnosa keperawatan: tidak semua perawat melakukan diagnosa
secara lengkap berdasarkan pada masalah, penyebab, dan gejala
penyakit yang ada pada semua pasiennya. Sedangkan dalam
merumuskan diagnosa keperawatan terdapat perawat yang
124
merumuskan diagnosa aktual/potensial, dan terdapat pula perawat
yang hanya merumuskan diagnosa yang bersifat aktual.
c. Perencanaan keperawatan: rencana tindakan keperawatan
ditentukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang dibuat serta
ditentukan berdasarkan urutan prioritas. Sedangkan dalam
membuat rumusan tujuan keperawatan semua perawat tidak selalu
melakukannya kepada semua pasiennya, hanya beberapa pasien
saja. Selain itu perawat tidak selalu melakukan kerjasama dengan
tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan
keperawatan untuk setiap pasiennya.
d. Tindakan keperawatan: Dalam melakukan tindakan keperawatan,
semua perawat mengacu pada rencana keperawatanyang telah
disusun sebelumnya. Namun hampir semua perawat tidak
melakukan pengamatan atau mengkaji ulang bagaimana respon
pasien terhadap tindakan yang diberikan serta tidak melakukan
pengawasan pemakaian obat oleh pasien.
e. Evaluasi keperawatan: semua perawat melakukan evaluasi dengan
menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan, namun
dalam melakukan observasi tidak semua perawat melibatkan
pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Selain itu, dalam
pendokumentasian hasil evaluai, tidak semua perawat mencatat
hasil evaluasi setiap pasiennya.
4. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa kinerja perawat di instalasi rawat
inap penyakit dalam belum sesuai dengan standar praktik keperawatan
125
dikarenakan beban kerjanya yang tergolong tinggi, hal tersebut dibuktikan
dengan hasil observasi beban kerja.
7.2 Saran
7.2.1 Untuk RSU Kota Tangerang Selatan
1. Membuat SOP yang baku tentang praktek keperawatan serta
mensosialisasikan SOP tersebut.
2. Penambahan tenaga perawat pelaksana, khususnya di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam.
3. Membuat kebijakan penerapan standar praktek keperawatan, serta
memberikan sanksi bagi yang lalai dalam penerapannya dan
memberikan reward bagi perawat yang disiplin dalam
penerapannya.
4. Mengadakan pelatihan dan pengawasan secara berkesinambungan
tentang sistim pelaporan, sehingga dari tahap awal yaitu
pengkajian keperawatan perawat sudah memperhatikan
pentingnya data dasar dari setiap pasien.
7.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan
dan keterampilan perawat, khususnya di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RSU Kota Tangerang Selatan.
2. Melakukan penelitian serupa mengenai beban kerja dan kinerja
perawat pada instalasi lain yang ada di RSU Kota Tangerang
Selatan
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemo, S. (2003). Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Aditama, T. Y. (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI-Press.
Asmadi. (2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.
Carayon, P., & Gurses, A. P. (2008). Nursing Workload and Patient Safety: A
Human Factors Engineering Perspectives. Patient Safety and Quality: An
Evidence-based Handbook For Nurses , 1-14.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Rancangan Pedoman Pengembangan Sistem
Jenjang Karir Profesional Perawat. Jakarta: Direktorat Keperawatan Dan
Keteknisian Medik Dirjen Yan Med Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. (2005). Keputusan Menteri Kesehatan No. 836 Tahun
2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat.
Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta:
Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. (2008). Modul Manajemen dan Pemberian Asuhan
Keperawatan di Unit Ruang Rawat Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. (2010). Permenkes N0. 340 Tahun 2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. (2014). Permenkes No. 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Doengoes, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Febriyanti, B. (2013). Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kinerja Pada
Karyawan Balai Permasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan (BAPAS) di
Jakarta Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1, 104-116.
xv
Gaffar, L. (1999). Pengantar eperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Gaudine, A. P. (2000). What do Nurses Mean by Workload and Work Overload.
Canadian Journal of Nursing Leadership , 22-27.
Gillies, D. A. (1999). Nursing Management a System Approach (3rd Edition ed.).
Philadelphia: WB Saunders Company.
Griffin, R. W. (2004). Manajemen (Edisi 7 ed.). (W. C. Kristiaji, Penyunt., & G.
Gania, Penerj.) Jakarta: Erlangga.
Hamid, M. Y. (2003). Analisis Terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap
Penyakit Dalam Instalasi Non Bedah Dewasa Rumah Sakit Umum
Mohamad Hoesin Palembang. Depok: FKM UI.
Hariandja, M. T. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.
Hasibuan, M. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi ed.). Jakarta:
Bumi Aksara.
Hasmoko, E. V. (2008). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Klinis
Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Manajemen
Kinerja Klinis (SPMKK) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa
Citarum Semarang Tahun 2008. Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.
Hidayani, R. (2014). Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja
Perawat Pelaksana Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi
Tahun 2014. Medan: FKM USU.
Ilyas, Y. (2002). Kinerja: Teori, Penilaian, dan Penelitian. Jakarta: Pusat Kajian
Ekonomi Kesehatan FKM UI.
Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula.
Depok: FKM UI.
xvi
Irnalita. (2008). Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat Berdasarkan Beban Kerja
dengan Menggunakan Metode Work Sampling Pada Instalasi Gawat
darurat BPK RSU dr. Zainoel Abidin. Thesis. Depok: FKM UI.
Keliat, B. A. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep
dan Aplikasi. Jakarta: FK UI.
Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Mangkunegara, A. P. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung:
Refika Aditama.
Mangkunegara, A. P. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan: Teori dan Aplikasi (Edisi ke-4 ed.). Jakarta: EGC.
Ma'wah, M. (2014). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Tangerang Selatan Tahun 2014. Tangerang Selatan: UIN
Jakarta.
Mudayana, A. A. (2012). Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Karyawan di
Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal KESMAS Universitas Ahmad
Dahlan, 6, 35 - 40.
Mudayana, A. A. (2012). Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Jurnal MSDMISSN : 1978-0575 .
Munandar. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Muninjaya, G. (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
xvii
Nontji, W. (2001). Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
Ruang Rawat Inap Medikal Bedah RSU Labuan Baji Makassar tahun 2001.
Jakarta: Tesis Program Pasca Sarjana FIK.
Notoatmodjo, S. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurachmah, E. (2000). Pentingnya Komite Keperawatan dalam Pengembangan
Profesi. Jurnal Manajemen dan Administrasi RS Indonesia , 73.
Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.
Panggabean, M. S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Peter Griffiths, R. A. (2008). The Impact of Organitation and Management Factors
on Infection Control in Hospitals: a Scoping Review. London: King's
College London, University of London.
Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan.
Praktik (Edisi 4 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.
PPNI. (2002). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta
Rahman, A. (2012). Skripsi: Perbandingan Perhitungan Kebutuhan Perawat
Berdasarkan Beban Kerja dengan tingkat Ketergantungan Pasien di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Surabaya: FKM
Unair.
Republik Indonesia. (1979). PP No. 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta.
Republik Indonesia. (2003). Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Jakarta: Sekretariat Negara
xviii
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta: Sekretasriat Negara
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit. Jakarta: Sekretasriat Negara
Republik Indonesia. (2014). Undang-undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan. Jakarta.
Riana. (2013). Hubungan Supervisi Dengan Kinerja Perawat pelaksana Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013.
Banda Aceh: ETD Unsyiah.
Riduwan. (2009). Metode dan teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:
Alfabeta Bandung.
Rifki, M. (2009). Thesis: Analisa Kebutuhan Tenaga Dokter Umum Berdasarkan
Beban kerja dengan Menggunakan Metode Work Sampling pada IGD RSU
Kabupaten Tangerang. Depok: FKM UI.
Rijadi, S. (2000). Komite Keperawatan: Sebuah Harapan. Jurnal Manajemen dan
Administrasi RS Indonesia, Vol. 2, 61.
Rohmah, N., & Walid, S. (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Ruth, Y. (2003). Skripsi: Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Perencanaan
Kebutuhan Tenaga Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pertamina
Jaya. Depok: FKM UI
Sedarmayanti. (2011). Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
Sefriadinata, T. (2013). Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD
Saras Husada Purworejo. Yogyakarta: Skripsi FKIK Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
xix
Silanno, Y. V., Kapantow, N., & Josephus, J. (2014). Hubungan Antara Beban Kerja
dengan Kinerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Baho Kota Manado.
Manado: FKM Universitas Sam Ratulangi.
Soeprihanto, J. (2009). Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan.
Yogyakarta: BPFE.
Stevany, C. A. (2011). Skripsi: Analisis Beban Kerja Perawat untuk Menentukan
Kebutuhan Tenaga Perawat di Ruang Rawat Inap Chrysant Rumah Sakit
Awal Bros pada Tahun 2011. Depok: FKM UI.
Sudirman, M. (2003). Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
Ruang Rawat Inap Instalasi Penyakit dalam RS dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2003. Thesis. Depok: FKM UI.
Supranto, J. (2001). Pengukuran Tingkatv Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Swanburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen. Keperawatan
Untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.
Tony, ZA, (2001). Analisis Terhadap Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daerah Lubuk Linggau. Jakarta: FKM UI
Wahyuni, S. (2007). Analisis Kompetensi Kepala Ruang Dalam Pelaksanaan
Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan Dan Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Perawat Dalam Mengimplementasikan Model Praktik Keperawatan
Profesional Di Instalasi Rawat Inap BRSUD Banjarnegara. Semarang:
UNDIP.
Yani, A. (2000). Pengenalan Konsep Komite Keperawatan dan kedudukannya di
dalam Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Manajemen dan Administrasi RS
Indonesia , 80.
LAMPIRAN
LEMBAR PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Kepada Yth:
Calon Responden
Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
RSU Kota Tangerang Selatan
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Saya Nuril Hidayah Alhasanah, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermaksud mengadakan penelitian tentang “Gambaran Kinerja Perawat
Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSU Kota
Tangerang Selatan Tahun 2016”. Data yang diperoleh akan direkomendasikan
sebagai landasan rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) terhadap
seluruh kegiatan perawat yaitu kegiatan keperawatan langsung, kegiatan keperawatan
tidak langsung, dan kegiatan pribadi dengan menggunakan metode work sampling
selama 24 jam (3 shift). Pengamat (observer) mengamati perawat melakukan
tugasnya dari jauh sehingga perawat dapat melakukan tugas seperti biasanya tanpa
merasa terganggu.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan sesuatu yang
berdampak negatif terhadap perawat maupun institusi. Peneliti sangat menghargai
hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang
saudara berikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Untuk itu peneliti sangat mengharapkan partisipasi anda dalam penelitian ini dan
sebagai tanda setuju mohon kesediannya menandatangani lembar persetujuan yang
telah disediakan. Atas kesediaan serta bantuannya dihaturkan terima kasih.
Tangerang Selatan, Juli 2016
Peneliti
Nuril Hidayah Alhasanah
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertandatangan dibawah ini setelah membaca dan memahami penjelasan
tentang surat pengantar responden, saya menyatakan bersedia menjadi responden
yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian dengan judul: “Gambaran
Kinerja Perawat Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Rawat Inap Penyakit
Dalam RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016”.
Saya memahami bahwa keikutsertaan saya sebagai responden dalam penelitian ini
bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan di RSU Kota
Tangerang Selatan ini. Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak berdampak negatif
kepada saya dan rumah sakit.
Tangerang Selatan, Agustus 2016
Responden
( )
FORMULIR WORK SAMPLING DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM
RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Pengamat :
Unit : Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam
Jenis Tenaga : Perawat Pelaksana
Hari/Waktu Pengamatan :
Waktu Kegiatan Langsung Kegiatan Tidak Langsung Kegiatan Pribadi
Kegiatan Bobot Kegiatan Bobot Pribadi Bobot
07.00
07.05
07.10
07.15
07.20
07.25
07.30
07.35
07.40
07.45
07.50
07.55
08.00
Dst...
PETUNJUK OPERASIONAL KEGIATAN TENAGA PERAWAT
KEGIATAN
Langsung Tidak Langsung Pribadi
Komunikasi dengan pasien atau keluarga
pasien Administrasi pasien
Ibadah
Pendidikan kesehatan Mengisi dan melengkapi formulir yang
berhubungan dengan pasien
Makan
Mengukur tanda-tanda vital Mendokumentasikan setiap kegiatan ke
rekam medis
Minum
Mengukur suhu, nadi, dan tekanan
darah
Menulis instruksi dokter di catatan
perawat
Pergi ke toilet
Tindakan dan Prosedur Membuat aporan tugas Istirahat ganti baju
Memperbaiki posisi pasien Membereskan administrasi pasien yang
akan pulang
Mengobrol
Memasang, memperbaiki, dan
mencabut infus Menyiapkan alat, obat, dan makanan
Duduk di nurse station
Memberikan oksigen Menyiapkan dan membersihkan alat
untuk tindakan
Menonton tv
Memberikan kompres Menyiapkan obat oral dan injeksi Membaca koran
Melakukan perawatan luka Mengambil obat ke apotik Pergi ke luar untuk urusan pribadi
Memberikan transfusi darah Membuat daftar permintaan makanan Mainan Hp
Memeriksa pasien sewaktu dipanggil Koordinasi atau interaksi profesi
Mengontrol infus Koordinasi dengan profesi lain terkait
pasien
Memberikan transfusi darah Mendampingi dokter memeriksa pasien
Memberikan obat oral dan injeksi
Memeriksa gula darah
Memberikan insulin
Mengambil darah untuk diperiksa di
lab
Hygine pasien
Mengganti seprei atau membersihkan
tempat tidur
Mengganti baju pasien
Memandikan pasien di tempat tidur
Serah terima pasien
Mengantarkan atau memindahkan
pasien ke tempat lain
Menerima pasien dari ruangan lain
Dan kegiatan keperawatan lain yang
langsung berhubungan dengan pasien
Dan kegiatan keperawatan lain yang tidak
langsung berhubungan dengan pasien
Kegiatan lain yang dilakukan oleh perawat
yang bersifat pribadi dan tidak ada
hubungannya dengan pasien.
LEMBAR OBSERVASI
KINERJA KEPERAWATAN
No. Aspek Yang Diamati
Hasil Pengamatan
Dilakukan Tidak
dilakukan
A. PENGKAJIAN
1 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman
pengkajian
2 Data dikelompokkan berdasarkan bio-psikis-sosio-
spiritual
3 Data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang.
4 Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan dengan normal dan pola
fungsi kehidupan
B DIAGNOSA KEPERAWATAN
5 Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan
6. Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES
7 Merumuskan diagnosa keperawatan
aktual/potensial
C PERENCANAAN
8 Rencana tindakan berdasarkan diagnosa
keperawatan
9 Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas
10 Rumusan tujuan mengandung komponen
pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien
atau kriteria waktu.
11 Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan
kalimat perintah, terinci dan jelas dan/atau
melibatkan pasien.
12 Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan
pasien dan keluarga
13 Rencana tindakan menggambarkan kerjasama
dengan tim kesehatan lain
D IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
14 Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana
keperawatan
15 Perawat mengobservasi respon pasien terhadap
tindakan keperawatan
16 Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi
17 Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat
ringkas dan jelas
E EVALUASI
18 Melakukan evaluasi hasil dari intervensi yang
sudah dilakukan
19 Evaluasi mengacu pada tujuan
20 Mendokumentasikan hasil evaluasi tindakan
keperawatan
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
A. Daftar Pertanyaan untuk Kasie. Asuhan Keperawatan dan Kepala Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam
1. Bagaimana pendapat anda tentang kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
inap penyakit dalam RSU Kota Tangerang Selatan? Jika masih rendah, apa
sebabnya?
2. Bagaimana pendapat anda tentang pelaksanaan proses keperawatan di ruang
rawat inap penyakit dalam?
3. Bagaimana pendapat anda tentang pengkajian keperawatan yang dilakukan
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam? Jika belum
dilakukan dengan sesuai apa alasannya?
4. Bagaimana pendapat anda tentang diagnosa keperawatan yang dilakukan oleh
perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam? Jika belum dilakukan
dengan sesuai apa alasannya?
5. Bagaimana pendapat anda tentang perencanaan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam? Jika belum
dilakukan dengan sesuai apa alasannya?
6. Bagaimana pendapat anda tentang implementasi keperawatan yang dilakukan
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam? Jika belum
dilakukan dengan sesuai apa alasannya?
7. Bagaimana pendapat anda tentang evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh
perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam? Jika belum dilakukan
dengan sesuai apa alasannya?
8. Bagaimana upaya-upaya yang anda lakukan untuk meningkatkan kinerja
perawat tersebut?
9. Menurut anda bagaimana beban kerja perawat pelaksana di instalasi rawat
inap penyakit dalam?
10. Menurut anda apakah beban kerja yang ditanggung oleh perawat
mempengaruhi kinerjanya? Jika iya, bagaimana pengaruhnya?
B. Daftar Pertanyaan untuk Perawat Pelaksana
1. Menurut anda bagaimana beban kerja yang anda tanggung selama ini?
2. Apakah beban kerja yang anda tanggung mempengaruhi anda dalam
melakukan asuhan keperawatan?
3. Apakah anda selalu melakukan pengkajian keperawatan kepada pasien saat
pasien datang?
4. Apakah anda melakukan pengkajian secara lengkap berdasarkan bio-psikis-
sosio-spiritual pasien? Jika tidak, apa alasannya?
5. Menurut anda seberapa penting melakukan pengkajian kepada pasien?
6. Apakah anda melakukan diagnosa keperawatan sesuai dengan pedoman
asuhan keperawatan?
7. Bagaimana cara anda dalam merumuskan diagnosa keperawatan?
8. Apakah anda menyusun rumusan tujuan dan rencana tindakan menurut urutan
prioritas masalah?
9. Apakah dalam menentukan rencana tindakan keperawatan bekerjasama
dengan tim kesehatan lainnya?
10. Apakah tindakan yang dilakukan kepada pasien mengacu pada rencana
keperawatan?
11. Apakah tindakan yang dilaksanakan mengacu pada prosedur kerja?
12. Apakah setiap tindakan yang telah dilaksanakan dicatat secara ringkas dan
jelas?
13. Apakah anda melakukan evaluasi hasil dari setiap intervensi atau tindakan
yang sudah dilakukan?
14. Apakah hasil evaluasi didokumentasikan?
MATRIKS RINGKASAN WAWANCARA MENDALAM
No Fokus
Pertanyaan
Informan
Perawat 1 Perawat 2 Perawat 3 Kepala Ruangan Supervisior
Perawat
Kasie. Asuhan
Keperawatan
1 Pengkajian
Keperawatan
• Pekerjaan kami
terlalu banyak,
harus
mengerjakan ini
dan itu jadi tidak
sempat untuk
menulis hasil
pengkajian
dengan lengkap.
Mau menulis
sudah harus
mengerjakan
yang lain yang
lebih penting.
• Pekerjaannya
banyak, dan saya
anggap pasien
lebih penting
dan harus
secepatnya kami
tolong, jadi tidak
sempat
melakukan
pencatatan saat
pengkajian
• Kadang saya
lupa, karna
terlalu
banyaknya
pekerjaan, dan
saya
menganggap
kondisi pasien
lebih penting
jadi menurut
saya yang
penting adalah
pelayanan
langsung kepada
pasien.
• tidak lengkap
pengelompokan
datanya, bagi
saya data
tersebut tidak
begitu penting
jika
dibandingkan
dengan
keselamatan
• banyak
pekerjaan yang
harus
dilakukan lebih
dulu jadinya
saya lupa kalo
belum
mencatat hasil
dari
pengkajian.
• penting ya kalo
menurut saya,
tapi bagaimana
lagi kalo
pekerjaan kita
banyak kadang
tidak sempat.
Paling ya nanti
diisinya kalo
lagi ingat dan
lagi senggang
tugas mereka terlalu
banyak, beban kerja
disini sangat tinggi,
sering sekali perawat
merasa kualahan
sehingga tidak
sempat untuk
menulis hasil
pengkajian dengan
lengkap, apalagi jika
pasien lagi banyak
yang gawat
kinerja mereka
secara keseluruhan
bisa dibilang bagus
namun memang
ada beberapa yang
tidak melakukan
pengkajian dengan
baik, atau kadang
tidak dicatat.
Pekerjaanya terlalu
banyak jadi
kebanyakan kalo
ditanya jawabnya
lupa atau tidak
sempat
masih
berkembang ya,
sudah baik
namun belum
bisa dibilang
sangat baik.
Terkadang saat
kami
melakukan
sidak masih
menemukan
formulir-
formulir yang
tidak diisi
jiwa pasien,
masalah yang
ada juga tidak
dirumuskan
karna terkadang
memang
ternyata
pasiennya butuh
lebih cepat
tindakan
2 Diagnosa
Keperawatan
karena kesibukan
kali ya, banyak sih
pekerjaannya,
belum lagi kalo
pasiennya yang
susah diajak
berkontribusi
saya kerjakan
hanya berdasarkan
pengalaman saya
sendiri,
berdasarkan
pengalaman di
pendidikan dan di
tempat kerja saya
sebelumnya.
Karena disini
belum ada SOP
atau pedoman
yang baku
diagnosa ya pasti
dilakukan, tapi
ya saya
melakukannya
berdasarkan
pengalaman saya
sendiri karena
kesibukan yang
kami hadapi atau
waktu repot.
Lagian pedoman
bakunya belum
ada, saya ngikut
di tempat saya
kerja dulu dan
berdasarkan saat
kuliah
ya dilakukan, tapi
mereka tuh beda-
beda sih ya
merumuskannya.
Tergantung dulu
mereka kuliahnya
dimana. Kadang di
stikes ini
diajarkannya seperti
ini, di universitas itu
diajarkannya seperti
itu. Masih kebawa
sampai sekarang jadi
susah untuk
disesuaikan dengan
standar kita. Padahal
juga udah dibilangin
pasti dilakukan,
kami udah bilang
harus sesuai
dengan standarnya
ya. Tapi kadang
masih ada aja yang
berdasarkan
pengalaman di
tempat kerja yang
dulu, ya mungkin
bawaan.
Sebenernya juga
latar pendidikan
mempengaruhi
dulu dia kuliah
dimana
3 Perencanaan
Keperawatan
karena perlu
banyak waktu
untuk
kadang dilakukan
dengan sesuai
kadang karna
- Karena keadaan dan
kondisinya tidak
memungkinkan
kadang mereka
merumuskan dan
menentukan
membuatnya,
sedangkan perawat
kan dituntut untu
memberikan
pelayanan
secepatnya kepada
pasien
sibuk jadi
perencanaanya
tidak sesuai
dengan pedoman
contohnya tidak
melakukan
rumusan tujuan
mereka dalam
menyusun rumusan
tujuan dan rencana
tindakan, tidak
disusun menurut
urutan prioritas dan
kurang
menggambarkan
kerjasama dengan
tim kesehatan
lainnya. Ya mungkin
karena kesibukannya
rencana tindakan
itu sesuai dengan
yang mereka
kerjakan setiap
harinya, jadi tidak
sama dengan
pedoman, dan
mungkin kadang
lupa
4 Implementasi
Keperawatan
terkadang setelah
melakukan
tindakan yaudah
ganti ke pasien
lain, di sini kan
pasiennya banyak
jadi banyak yang
harus ditangani,
melihat responnya
bisa nanti setelah
semua tindakan
selesai
banyak pasien sih
ya jadi ga selalu
setiap habis
tindakan langsung
dilihat bagaimana
responnya,
terkadang karena
alat terbatas jadi
kita pinjam ke
ruangan lain, dan
harus segera
dikembalikan.
Contohnya seperti
syring pump kita
biasanya gantian
sama UGD
pasien kan
banyak, ya harus
bisa gantian
tindakannya.
Tapi pasti ada aja
yang membuat
jadi ada yang
terlewat
dalam melaksanakan
pekerjaan mereka
biasanya mengacu
pada hal-hal yang
bersifat rutinitas dan
karena alat-alat
kurang, sedangkan
pasien banyak,
jadinya mereka
bekerja tidak sesuai
dengan prosedur
kerja yang ada, yang
penting pasien dapat
ditangani
karena keadaannya
kurang memadai,
tenaganya kurang
sedangkan pasien
banyak, jadinya
kinerjanya tidak
sesuai dengan
prosedur kerja.
Selain itu kurang
juga peralatannya
baik yang medis
ataupun non
medis, misal
syring pump,
tabung oksigen,
dll. Peralatan
kadang meminjam
ke instalasi lain,
nah jadi harus
dikembalikan
sesegera mungkin
dan itu
mempengaruhi
kerja perawat.
5 Evaluasi
Keperawatan
evaluasi
keperawatan
kadang langsung
dilakukan kadang
ditunda dulu, ya
tergantung
sikonnya,
tergantung
keadaan pasien,
begitu juga dengan
indikator yang ada
pada rumusan
tujuan. Kalo untuk
melibatkan pasien
atau keluarga
pasien juga lihat-
lihat dulu gimana
kondisi pasien dan
apakah ada
keluarganya.
Sedangkan
melibatkan tim
kesehatan itu ya
kalo lagi ada aja
mengenai evaluasi
keperawatan selalu
saya lakukan
sebaik mungkin
dan selalu
berusaha untuk
melibatkan pasien,
keluarga dan tim
kesehatan yang
ada di ruangan ya,
kalo gak ada
yauda. Tapi juga
karena kesibukan
jadi evaluasinya
dilakukan kalo
udah beres
pekerjaan yang
lain
yang paling
penting kan
tindakan, jadi
setelah tindakan
dilakukan merasa
tugas sudah
selesai, padahal
masih ada
evalusi, jadi itu
sering lupa
yaa kalo dibilang
sesuai apa belum ya
menurut saya belum
sesuai, mereka
banyak
pekerjaannya jadi
terkadang untuk
evaluasi suka
mereka
kesampingkan, yang
penting pasien
tertangani
dilakukan kok,
mereka tapi
kadang tidak
dilakukan
berdasarkan
rumusan tujuan,
tapi karna
banyaknya
pekerjaan jadi
evaluasi
dicatatanya setelah
selesai pekerjaan,
kadang tidak
dicatat juga karena
lupa