Upload
hendrik-prajitno
View
209
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GAGAL GINJAL KRONIK akut hd
Citation preview
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD
berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90
ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
Patways CKD / Gagal Ginjal :
Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum
tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung
dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
MANIFESTASI SINDROM UREMIKSistem Tubuh ManifestasiBiokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
Hiperkalemia Retensi atau pembuangan Natrium Hipermagnesia Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria Nokturia, pembalikan irama diurnal Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010 Protein silinder Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular Hipertensi Retinopati dan enselopati hipertensif Beban sirkulasi berlebihan Edema Gagal jantung kongestif Perikarditis (friction rub) Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea Edema paru Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan Hemolisis Kecenderungan perdarahan Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit Pucat, pigmentasi Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus “kristal” uremik kulit kering memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB Nafas berbau amoniak Rasa kecap logam, mulut kering Stomatitis, parotitid Gastritis, enteritis Perdarahan saluran cerna Diare
Metabolisme intermedier
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular Mudah lelah Otot mengecil dan lemah Susunan saraf pusat : Penurunan ketajaman mental Konsentrasi buruk Apati
Letargi/gelisah, insomnia Kekacauan mental Koma Otot berkedut, asteriksis, kejang Neuropati perifer : Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegi
Gangguan kalsium dan rangka
Hiperfosfatemia, hipokalsemia Hiperparatiroidisme sekunder Osteodistropi ginjal Fraktur patologik (demineralisasi tulang) Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru) Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang
mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila
diperlukan
d). Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi
atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai
fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2). Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan
hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
I. Pengkajian Keperawatan
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada
pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai udema
ekstremitas, napas terengah-engah.
Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih,
hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,
keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3
Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea, ainoreksia,
vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran, perubahan fungsi
motorik
Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
Lain-lain : Penurunan berat badan
J. Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat
(mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialysis.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
NODIAGNOSA
KEPERAWATANTUJUAN INTERVENSI
1 Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2 Takikardi Hiperkapnia Keletihan somnolen Iritabilitas Hypoxia kebingungan Dyspnoe nasal faring AGD Normal sianosis warna kulit
abnormal (pucat, kehitaman)
Hipoksemia hiperkarbia sakit kepala ketika
bangun frekuensi dan
kedalaman nafas
NOC : Respiratory Status :
Gas exchange Respiratory Status :
ventilation Vital Sign Status
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berika bronkodilator bial perlu Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis ) Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
abnormalFaktor faktor yang berhubungan :
- ketidakseimbangan perfusi ventilasiperubahan membran kapiler-alveolar
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
Monitro IV line Pertahankanjalan nafas paten Monitor AGD, tingkat elektrolit Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP) Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas Monitor pola respirasi Lakukan terapi oksigen Monitor status neurologi Tingkatkan oral hygiene
2 Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
NOC : Cardiac Pump
effectiveness Circulation Status Vital Sign Status
Kriteria Hasil: Tanda Vital dalam
rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asitesTidak ada penurunan kesadaran
NIC :Cardiac Care
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac putput Monitor status kardiovaskuler Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung Monitor abdomen sebagai indicator
penurunan perfusi Monitor balance cairan Monitor adanya perubahan tekanan
darah Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor adanya pulsus paradoksus Monitor adanya pulsus alterans Monitor jumlah dan irama jantung Monitor bunyi jantung Monitor frekuensi dan irama
pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Pola Nafas tidak efektif
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring- Dyspnea- Orthopnea
NOC : Respiratory status :
Ventilation Respiratory status :
Airway patency Vital sign Status
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten
Fluid management Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat Pasang urin kateter jika diperlukan Monitor hasil lAb yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
Monitor vital sign Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Kaji lokasi dan luas edema Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori harian
Monitor status nutrisi Berikan diuretik sesuai interuksi
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek- Assumption of 3-
point position- Pernafasan pursed-
lip- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60 Usia 1-4 : < 20 atau >
30 Usia 5-14 : < 14 atau
> 25 Usia > 14 : < 11 atau
> 24- Kedalaman
pernafasan Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio- Penurunan kapasitas
vital
Faktor yang berhubungan :
- Hiperventilasi- Deformitas tulang- Kelainan bentuk
dinding dada- Penurunan
energi/kelelahan- Perusakan/
pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas- Posisi tubuh
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburukFluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
Monitor serum dan elektrolit urine Monitor serum dan osmilalitas
urine Monitor BP, HR, dan RR Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung Monitor parameter hemodinamik
infasif Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri- Kecemasan- Disfungsi
Neuromuskuler- Kerusakan
persepsi/kognitif- Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis
4 Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
Definisi : Retensi cairan isotomik meningkatBatasan karakteristik :
Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
Asupan berlebihan dibanding output
Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
Distensi vena jugularis
Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara
NOC : Electrolit and acid
base balance Fluid balance
Kriteria Hasil: Terbebas dari edema,
efusi, anaskara Bunyi nafas bersih,
tidak ada dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
Menjelaskanindikator kelebihan cairan
NIC :Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Pasang urin kateter jika diperlukan Monitor hasil lAb yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
Monitor vital sign Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Kaji lokasi dan luas edema Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori harian
Monitor status nutrisi Berikan diuretik sesuai interuksi Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring Tentukan riwayat jumlah dan tipe
nafas abnormal (Rales atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
Suara jantung SIII Reflek
hepatojugular positif Oliguria, azotemia Perubahan status
mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
Mekanisme pengaturan melemah
Asupan cairan berlebihan
Asupan natrium berlebihan
intake cairan dan eliminaSi Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
Monitor berat badan Monitor serum dan elektrolit urine Monitor serum dan osmilalitas
urine Monitor BP, HR, dan RR Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung Monitor parameter hemodinamik
infasif Catat secara akutar intake dan
output Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa
NOC : Nutritional Status :
food and Fluid IntakeKriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisiTidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi- Kehilangan BB
dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen- Tonus otot jelek- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat
badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan
perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit
Intoleransi aktivitas b/d fatigueDefinisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.
Batasan karakteristik :
a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
NOC : Energy conservation Self Care : ADLs
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Faktor factor yang berhubungan :
Tirah Baring atau imobilisasi
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
Rencana Keperawatan
Kelebihan volume caiaran b.d kerusakan fungsi ginjal
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi faktor
penyebab
2. Kaji tanda tanda vital
3. Anjurkan klien untuk
melakukan aktifitas
pergerakan seperti berdiri,
1. Untuk menentukan
tindakan keperawatan
2. Untuk mengetahui kondisi
pasien
3. Agar tidak terjadi
imobilitasi
meninggikan kaki
4. Kurangi asupan garam,
pertimbangkan
penggunaan garam
pengganti
5. Pantau kreati dan BUN
Kalium serum 5,5 m Eq/L
Peningkatan BUN
4. Agar tidak terjadi
peningkatan natrium
5. Menunjukan kebutuhan
untuk segera melakukan
dialisa
Intoleran aktifitas b.d anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau :
a. Berat badan setiap hari
b. Kreatin dan BUN setiap
hari
c. Jumlah makanan yang
dikonsumsi setiap hari
d. Hasil laporan JDL
(hemoglobin, hematokrit)
e. Kadar besi dan feritin
serum
f. Nilai protein serum
g. Hasil kalsium serum dan
kadar fosfat
2. Mungkinkan periode
istirahat sepanajng hari
3. Bantu pasien dalam
1. Perubahan ini menunjukan
harus segera di dialisa
2. Istirahat dapat menyimpan
energi yang digunakan
tubuh untuk aktivitas
3. Imobilisasi meningkatkan
responsi kalsium dari tulang
merencanakan jadwal
aktivitas seriap hari untuk
menghindari imobilisasi
dan kelelahan
Resti kerusakan integritas kulit b.d pruritus sekunder terhadap gagal
ginjal
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan pasien:
a. Untuk mempertahankan
kuku terpotong pendek
b. Mempertahankan suhu
ruangan pada keadaan
nyaman untuk mencegah
keringat
c. Mengikuti pembatasan
diet yang diprogramkan
d. Mandi dengan sabun
tanpa deodoran dan
hipoalergik
1. Kuku yang panjang
berkemungkinan dapat
merobek kulit, keringat,
panas, dan kulit kering
meningkatkan pruritus.
Sabun dapat mengurangi
kulit kering dan mengurangi
iritasi pada kulit
Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan, prognosis
INTERVENSI RASIONAL
1. Beri informasi tentang: 1. Agar pasien memahami
a. Sifat gagal ginjal
b. Tujuan pemeriksaan
diagnostik
c. Persiapan pemeriksaan
diagnostik
d. Tujuan terapi yang
diprogramkan
2. Sediakan waktu untuk
pasien dan orang terdekat
untuk membicarakan
tentang masalah dan
perasaan tentang
perubahan gaya hidup
yang diperlukan untuk
memilih terapi
tentang penyakit yang
diderita dan apabila
penyakit tersebut semakin
parah maka akan
dilakukan dialisa selamnya.
Selain itu juga bertujuan
untuk memberikan
informasi dan
berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan
2. Pengeksperian perasaan
membantu mengurangi
ansietas. Tindakan untuk
gagal ginjal berdampak
untuk seluruh keluarga
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
INTERVESI RASIONAL
1. Bantu dan dorong pasien
untuk makan
2. Berikan makan sedikit dan
sering
3. Berikan makanan halus,
hindari makanan kasar
sesuai indikasi
4. Konsul dengan ahli diet
1. Diet yang tepat penting
untuk penyembuhan
2. Buruknya toleransi
terhadap makan mungkin
berhubungan dengan
peningkatan tekanan
intrabdomen atau asites
3. Pendarahan dari varises
esofagus dapat terjadi
pada sirosis berat
untuk memberikan diet
tinggi dan kalori
karbohidrat sederhana,
rendah lemak dan tinggi
protein
4. Makan tinggi kalori
dibutuhkan pada
kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi ,
protein diperlukan pada
perbaikan protein serum
untuk menurunkan edema.
Resti penurunan curah jantung b.d ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokard, dan tahan vaskuler sistemik
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi adanya edema
perifer atau kongesti
vaskular dan dispnea
2. Kaji derajat hipertensi
3. Selidiki keluhan nyeri
dada, perhatikan lokasi,
radiasi, beratnya
1. Frekuensi tak teratur,
takipnea, dispnea dan
edema menunjukan GGK
2. Hipertensi bermakna
dapat terjadi karena
gangguan pada sistem
aldosteron renin
angiotensin
3. Kurang lebih pasien GGK
mengalami perikarditis,
potensial resiko efusi
perikardial
Resti terhadap ketidak efektifan pola pernafasan b.d pengumpulan cairan
intra abdomen
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi frekuensi,
kedalaman, dan upaya
pernafasan
1. Pernafasan dangkal cepat
atau dispnea sehubungan
dengan akumulasi cairan
2. Ubah posisi dengan
sering, dorong nafas
dalam, latihan dan batuk
3. Auskultasi bunyi nafas,
mengi, ronkhi
4. Berikan tambahan O2
sesuai indikasi
dalam abdomen
2. Membantu ekstansi paru
dalam memobalisasi sekret
3. Menunjukan terjadinya
komplikasi dan
meningkatkan resiko
infeksi
4. Untuk mencegah hipoksia,
bila oksigenisasi adekuat,
ventilasi mekanik sesuai
kebutuhan
Membran mukosa oral, perubahan b.d penurunan salivasi, pembatasan
cairan
INTERVENSI RASIONAL
1. Inspeksi rongga mulut,
perhtiakn kelembapan,
karakter saliva, adanya
inflamasi, ulserasi
leukoplakia
2. Berikan caiaran sepajang
24 jam dalam batas yang
ditentukan
3. Berikan obat sesuai
indikasi misal antihistamin
(periacitin)
1. Memberikan kesempatan
untuk intervensi segera
dan mencegah infeksi
2. Mencegah kekeringan
mulut berlebihan dari
periode lama tanpa
masukan oral
3. Dapat diberikan untuk
menghilangkan gatal
Ketidak patuhan b.d sistem nilai pasien keyakinan, pengaruh budaya
Ngindikasikan
INTERVENSI RASIONAL
1. Yakinkan persepsi
terhadap situasi dan
konsekuensi prilaku
2. Identifikasi perilaku yang
mengindikasikan
kegagalan untuk mengikuti
program pengobatan
3. Evaluasi sistem
pendukung atau sumber
yang digunakan oleh
pasien
1. Memberikan kesadaran
bagaimana pasien
memandang penyakitnya
sendiri dan program
pengobatan dan
membantu dalam
memahami masalah pasien
2. Dapat memberikan
informasi tentang alasan
kurangnya kerjasam dan
memperjelas area yang
memerlukan pemecahan
masalah
3. Adanya sistem pendukung
adekuat membantu pasien
untuk mengatasi kesulitan
penyakit lama
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
ASKEP PADA PASIEN GAGAL GINJAL AKUT BAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangGagal ginjal atau Acute renal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN [Blood Urea Nitrogen] . Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.Gagal ginjal Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
B.Rumusan Masalah1.Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal akut2.Ada berapa klasifikasi gagal ginjal akut3.Bagaimana etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Gagal Ginjal Akut (GGA) C.Tujuan Penulisan
1.Untuk memahami definisi, , etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Gagal Ginjal Akut (GGA) 2.Memenuhi salah satu tugas perkuliahan KMB di Akademi Keperawatan Pemda Garut
D.Metode PenulisanDalam penulisan dan penelitian makalah ini menggunakan sumber sumber yang ada seperti buku buku yang berada di perpustakaan, dengan teknologi seperti internet .
E.Sistematika PenulisanBAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan , rumusan masalah. Metode penulisan dan sistematika penulisanBAB II TINJAUAN TEORITIS yang terdiri dari Pengertian, Anatomi Fisiologi, Klasifikasi , Etiologi , Patofisiologi ,Pelaksanaan pada GGA, Tanda dan Gejala, Manifestasi Klinik, Data dasar pengkajian pada pasien ,Pemeriksaan Diagnostik , Prioritas Keperawatan, Diagnosa KeperawatanBAB III KESIMPULAN DAN SARAN yang berisi kesimpulan dan saran
BAB IITINJAUAN TEORI
A.PengertianGagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin
darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Davidson 1984). Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia. ( D. Thomson 1992 : 91 )
B.Anatomi FisiologiGinjal berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter,kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi :1.Bertugas sebagai sistem filter/saringan, membuang ”sampah”.2.Menjaga keseimbangan cairan tubuh.3.Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.4.Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.5.Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
C.Klasifikasi 1. Gagal Ginjal Akut Prerenal2. Gagal Ginjal Akut Post Renal3. Gagal Ginjal Akut Renal
D. EtiologiTiga kategori utama kondisi penyebab Gagal Ginjal Akut adalah :•Pre RenalGagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan
menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).1. Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus.2. Penurunan volume vaskuler3. Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka baker4. Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare5. Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis6. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik, Payah jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung.• GGA Renal1 GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :a. Glomerulonefritisb. Nefrosklerosisc. Penyakit kolagend. Angitis hipersensitife. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2. Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.3. Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal.4. Kondisi seperti terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN)5. Berhentinya fungsi renal.6. Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal.hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.7. Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia.• Post RenalGGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi1. Obstruksi dibagian distal ginjal2. Tekanan ditubulus distal menurun, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat
E.Patofisiologi Perjalanan Klinis Gagal Ginjal Akuta. Oligurriab. Diuresisc. PemulihanPembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini , tetapi harus di ingat bahwa gagal ginjal akut dan
azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400 ml/jam.STADIUM OLIGURIAPenting sekali untuk mengetahui awitan oligiria, menentukan penyebabab gagal ginjal, dan mulai mengobati setiap penyebab yang reversible. ARF tipe ATN harus dibedakan dari kegagalan prarenal dan pascarenal dan kelainan intrarenal lainnya (contohnya, glomerulonefritis pascatreftokokus akut). Diagnosis gagal ginjal akut ditegakan setelah penyebab lainnya disingkirkan.Obstruksi pascarenal harus disingkirkan terutama jika penyebab gagal ginjal tidak jelas. Adanya anuria atau periode anuaria yang diselingi periode berkemih dalam jumlah normal mengarah pada kemungkinan obstruksi. Obstruksi pada uretra dan leher kandung kemih dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau scan ginjal dengan radioisotope dan pielograpi retrograde.Ultrasonografi dapat mengungkap ukuran ginjal dan dapat menunjukan adanya obstruksi batu pada pelfis ginjal atau ureter. Scan radiosotop dapat dipakai untuk menilai keadaan pembuluh darah utama ginjal dan utama ginjal dan berguna jika dicurigai terdapat oklusi arteri atau vena Obstruksi yang berkepanjangan dapat menyebabkan gagal ginjal instrinsik yang sering kali irreversible. Penanganannya dengan segera mengatasi obstruksi. Yang terakhir, oligurea pararenal adalah keadaan yang paling sering menyebabkan ARF dan harus dibedakan dengan ATN.OLIGURIA PRARENAL VERSUS ATNOliguria prarenal dan azotemia merupakan keadaan fisiologis dan sebenarnya reversible. Ke adaan ini disebabkan oleh syok, penurunan volume plasma dengan konsekuensi penurunan aliran darah ginjal dan GPR. Oliguria dapat terjadi akibat salah satu penyebab prarenal gagal ginjal akut seprti yang telah dibahas sebelumnya. Bila tidak dibatasi , oliguria dapat berkembang menjadi ATN.STADIUM DIURESISStadium dieresis gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml per hari Rasio urea urine/plasma. Stadium ini biasanya berlangsung 2 sampai 3 minggu. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter ,asalkan pasien itu tidak mengalami hidrasi yang berlebihan. Volume urine yang tinggi pada stadium dieresis ini agaknya karena dieresis osmotic akibat tingginya kadar urea darah, dan mungkin juga disebabkan masih belum pulih nya kemampuan tubulus yang sedang pada masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi.
STADIUM PENYEMBUHANStadium penyembuhan gagal ginjal akut berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Tetapi beberapa pasien tetap menderita penurunan GPR yang permanen. Sekitar 5% pasien membutuhkan dialysis untuk waktu yang lama atan transplantasi ginjal, sebanyak 5% pasien yang lain mungkin mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif. Meskipun kerusakan epitel tubulus secara teoritis reversible , ATN merupakan keadaan stadium oliguria , dan sepertiga pasien ATN meninggal selama stadium dieresis.PENANGANAN NEKROSIS TUBULAR AKUT (ATN)Pencegahan cedera iskemik dan nefrotoksik penyebab ATN membutuhkan pengawasan ketet untuk mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler, dan mempertahankan volume ECF , terutama pada pasien yang memiliki factor resiko atau yang menjalani pengobatan neprotoksik. Pengobatan yang menurunkan resistensi dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi ginjal atau mengenai respon autoregulasi ginjal, Dan juga harus digunakan secara hati- hati.
Setelah ditegakannya diagnosis ATN , maka pertimbangan primer adalah mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan setiap komplikasi misalnya infeksi. Dialisis menggantikan fungsi ginjal hingga tubulus ginjal mengalami regenerasi dan fungsi ginjal menjadi pulih. Indikasi absolute untuk dialysis adalah adanya gejala dan tanda sindrom uremik, hiperkalemia, retensi urine, dan asidosis berat.penggantian ginjal secara terus menerus juga dapat digunakan dalam pengobatan ARF, baik hemofiltrasi maupun hemodiafiltrasi.
F. PENGELOLAAN GGAPrinsip pengelolaannya di mulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA (sebagai tindak pencegahan), mengatasi penyakit penyebab GGA, mempertahankan hemoestatis; mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairandan elektrolit, mencegah komplikasimetabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat –obat yang di pakai. Pengelolaan medis GGAPada GGA terdapat 2 masalah yang sering di dapatkan yang mengancam jiwa yaitu edema paru dan hiperkalemia.Edema paruKeadaan ini terjadi akibat ginjal tak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat didistribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat (furosemid inj.).Hiperkalemia Mula-mula di berikan kalsium intravena (Ca glukonat) 10% sebanyak 10 ml yang dapat di ulangi sampai terjadi perubahan gelombang T. Belum jelas cara kerjanya, kadar kalium tak berubah, kerja obat ini pada jatung berfungsi untuk menstabilkan membran. Pengaruh obat ini hanya sekitar 20-60 menit. Pemberian infus glukosa dan insulin (50 ml glukosa 50% dengan 10 U insulin kerja cepat) selama 15 menit dapat menurunkan kalium 1-2mEq/L dalam waktu 30-60 menit. Insulin bekerja dengan menstimulasi pompa N-K-ATPase pada otot skelet dan jantung, hati dan lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa di tambahkan guna mencegah hipoglikemia.Obat golongan agonis beta seperti salbutamol intravena (0,5mg dalam 15 menit) atau inhalasi nebuliser (10 atau 20mg) dapat menurunkan 1mEq/L. Obat ini bekerja dengan mengaktivasi pompa Na-K-ATPase. Pemberian sodium bikarbonat walaupun dapat menurukan kalium tidak begitu di anjurkan oleh karena menambah jumlah natrium, dapat menimbulkan iritasi, menurunkan kadar kalsium sehingga dapat memicu kejang. Tetapi bermanfaatapbila ada asidosis atau hipotensi. Pemberian diuretikPada GGA sering di berikan diuretik golongan loop yang sering bermanfaat pada keadaan tertentu. Pemberian diuretik furosemid mencegah reabsorpsi Na sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga di harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder sehingga menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa oliguri.Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis konvensional 40 mg intravena, kemudian apabila tidak ada respons kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap jam, selanjutnya infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons dapat di berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara intravena selama 30 menit dengan dosis yang sama atau bersama
dengan HCT.Nutrisi Pada GGA kebutuhan nutrisi di sesuaikan dengan keadaan proses kataboliknya.GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yag amat kompleks, tidak hanya mengatur air, asam-basa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat, dan lemak.Dialisis atau Pengobatan Pengganti GinjalIndikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom uremia dan terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru), hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif.Pengobatan pengganti ginjal secara kontinyu dengan CAVH (continous arterivenous hemofiltration) yang tidak memerlukan mesin pompa sederhana. CAVH dan CVVH berdasarkan prinsip pengeluaran cairan bersama solutnya melalui membran semipermeabel atau hemofilter oleh karena perbedaan tekanan (convective clearance).G. Tanda dan GejalaAdapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain :a. Bengkak mata, kakib. Nyeri pinggang hebat (kolik)c. kencing sakit, sedikit kadang timbul merah/darah bahkan sering kencingd. Demame. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.f. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kakig. Perubahan mental atau suasana hatih. Kejangi. Tremor tanganj. Mual, muntahk Haluaran urine sedikit, Mengandung darahl Peningkatan BUN dan kreatininm Anemian Hiperkalemiao Asidosis metabolicp Udemaq Anoreksia,nause,vomitusrTurgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit.H.Data Data Pengkajian Pasien• Aktivitas/IstirahatGejala : keletihan, kelemahan, malaiseTanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus• SirkulasiTanda : Hipotensi/ hipeetensi malignan eklampsia/hipertensi akibat kehamilan, distrimia jantung, nadi lemah/halus, Edema jaringan umum (termasuk area periorbital), pucat kecenderungan perdarahan• EliminasiGejala : Perubahan pola berkemih (peningkatan frekwensi, poliuria, penurunan frekwensi, oliguria),
disuria (ragu ragu dorongan dan retensi, inflanmasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung diare atau konstipasi, Riwayat HPBTanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat, berawan), oliguria (biasanya 12-21 hari dan), poliuria (biasanya 2-6 hari)• Makanan/CairanGejala : peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri uluh hatiTanda : perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum di bagian bawah)• NeurosensoriGejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot krjang (kaki gelisah)Tanda : gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia : ketidakseimbangan elektrolit asam/basa) kejang, faskikulasi otot, aktivitas kejang• Nyeri/KenyamananGejala : nyeri tubuh, sakit kepalaTanda : perilaku berhati hati/ distraksi gelisah• PernafasanGejala : Nafas pendekTanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman pernafasan kussmaul (nafas amonia), batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru)• KeamananGejala : adanya reaksi transfusiTanda : demam (sepsis, dehidrasi), oetekie (area kulit ekimosis), pruritus (kulit kering)•Penyuluhan / PembelajaranGejala: Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM, gagal jantung/hati.J.Pemeriksaan Diagnostik 1.Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas. 2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis. 3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat. 4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik. 5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia. 6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak. 7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin. 8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat. 9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1. 11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna. 12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium. 13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik. 14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan.15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal. 16.Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah : 1. Hb. : menurun pada adanya anemia. 2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup. 3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. 4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1 5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. 6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). 7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi 8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun. 9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat. 10.Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial 11.CT.Scan 12.MRI 13.EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. K. Prioritas Keperawatan1. Membuat atau mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit2. Mencegah komplikasi3. Menerima kenyataan situasi4. Memberikan informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan d
L. Diagnosa Keperawatan1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air. • Dapat dihubungkan dengan : mempengaruhi respon regulatori
• Kemungkinan dibuktikan oleh : pemasukan lebih besar dari pada apengeluaran, oliguria, perubahan pada berat jenis urine. Distensi vena TD/CVP berubah. Edema jaringan umum. Peningkatan BB. Perubahan status mental. Penurunan Hb,Ht,elektrolit,kongesti paru pada foto dada• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : Menunjukan haluran urine dengan tepat berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal, BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edemaN Intervensi Rasional1. Kaji keadaan udema Edema menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cxairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat 4,5 kg2. Kontrol intake danout put per 24 jam. Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.3. Timbang berat badan tiap hari Penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat. Lebih dari 0.5 kg/hari dapat menunjukan perpindahan kesimbangan cairan4. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minumManajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.5. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.Obat anti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
2.Curah jantung menurun resiko tinggi terhadap kelebihan cairan (disfugia, gagal ginjal), perpindahan cairan, defisit cairan, ketidakseimbangan elektrolit, efek uremik pada otot jantung• Faktor resiko meliputi : kelebihan cairan (disfungsi/gagal ginjal), perpindahan cairan, defisit cairan, ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung• Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak dapat diterapkan ; adanya tanda tanda dan gejala membuat diagnosa aktual• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung irama dalam batas normal pasien
Intervensi Rasionalisasi1.Awasi TD dan frekwensi jantung Kelebihan volume cairan disertai dengan hipertensi (sering terjadi pada GGA) dan efek uremia meningkatkan kerja jantung dan dapat menimbulkan gagal jantung2 Auskultasi bunyi jantung Terbentuknya S3/S4 menunjukan kegagalan. Friksi gesekan perikardial mungkin biasanya manifestasi perikardiris uremik3.Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku perhatikan pengisian kapiler Pucat mungkin menunjukan vasokontriksi atau anemia. Sianosis mungkin berhubungan dengan kongesti paru atau gagal jantung4. Selediki laporan kram otot/ kesemutan pada jari dengan kejang otot, hiperefleksia Neuromuskular
indikator hipokalemia yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dengan fungsi jantung5. Siapkan/bantu dialisis sesuai dengan keperluan Didndikasikan untuk distrima menetap gagal jantung progresif yang tidak responsip terhadap terapi lain
3.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.• Dapat diohubungkan dengan : katabolisme protein (pembataan diet untuk menurunkanproduk sisa nitrogen), peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia, ulkus mukosa mulut• Kemungkinan dubuktikan oleh : (tidak dapt diterapkan)• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan, bebas edema
Intervensi Rasionalisasi1.Observasi status klien dan keefektifan diet. Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.2.Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis3. Berikan makanan TKRGR Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.4.Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering. Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.5.Kolaborasi pemberian obat anti emetic Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.4.Aktivity intolerans b/d kelemahan.• Dapat dihubungkan dengan : penurunan produksi energi metabolik/ pembatasan diet, anemia, peningkatan kebur\tuhan energi contoh : demam/inflanmasi• Kemungkinan dibuktikan oleh : Kekurangan energi, ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas biasa• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : melaporkan rasa perbaikan berenergi, berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkanNO Intervensi Rasionalisasi1 Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.Kaji tingkat kelelahan Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan. Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.
5.Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi, prosedur invasif, perubahan pemasukan diet•Faktor resiko dapat meliputi : depresi pertahanan imunologi, prosedur invasi, perubahan pemasukan diet• Kemungkinan dubuktikan oleh : (tidak dapt diterapkan)• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : tidak mengalami gejala infeksiNo Intervensi Raionalisasi1. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf Menurunkan kontaminasi silang2. Kaji integritas kulit Ekskoriasi akibatgesekan dapat menjadi infeksi sekunder3.Awasi tanda vital Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflnmasi
6.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik GGA, denga peningkatan volume urine dan melambatnya pengembalian kemampuan absopsi turbular)• Kemungkinan dubuktikan oleh : (tidak dapt diterapkan)• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : menunnukan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, nadi perifer teraba BB dan TTV stabilNo Intervensi Rasionalisasi1. Berikan cairan yang diizinkan selama priode 24 jam Fase diuretik GGA berlanjut ke fase oliguria bila pemasukan cairan tidak dipertahankan terjadi dehidrasi noktural2. Awasi TD dan frekwensi jantung Hipotensi ortostatik dan takikaria indikasi hipovolemia3. Kontrol suhu lingkungan : batasi linen tempat tidur Menurunkan diaforesis yang memperberar kehilangan cairan4.Awasi pemeriksaan lab contoh natrium Pada GGA non oliguria fase diuretik GGA kehilangan urine besar dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang dapat meningkatkan kehilangan cairan
7.Kurang Pengetahuan (Kebutuha Belajar)tentang Kondisi Prognosis Dan Kebutuhan Pengobatan• Dapat dihubungkan dengan : kurag terpajan/ mengingat, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumver informasi• Kemungkinan dibuktikan oleh ; pertanyaan/ permiantaan informasi : pernyataan salah konsep• Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, mengidentifikasi tanda gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab, melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam pengobatanNo Intervensi Rasionalisasi1. Kaji tingkat kecenmasan klien. Menentukan derajat efek dan kecemasan.2. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit. Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.Klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.4. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.5. Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkandukungan keluarga.
BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN
A.KesimpulanGagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia..Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidakB.SaranBerikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk mencegah terjangkitnya penyakit gagal ginjal dan mempercepat penyembuhan. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
Rencana keperawatan:
No
Diagnosa kep./ masalah kolaborasi
Rencana keperawatanTujuan & criteria hasil Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak efektif b.d:
Edema paru Asidosis metabolic Hb ≤ 7 gr/dl Pneumonitis perikarditis
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam, dengan criteria:
nafas 16-28 x/m edema paru hilang tidak sianosis
1. Kaji penyebab nafas tidak efektif2. Kaji respirasi & nadi3. Berikan posisi semi fowler
4. Ajarkan cara nafas yang efektif5. Berikan O2
6. Lakukan SU pada saat HD
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
8. Kolaborasi pemberian antibiotic9. Kolaborasi foto torak
10. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya
11. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya
- Untuk menentukan tindakan yang harus segera dilakukan
- Menentukan tindakan- Melapangkan dada klien sehingga nafas lebih longgar
- Hemat energi sehingga nafas tidak semakin berat
- Hb rendah, edema, paru pneumonitis, asidosis, perikarditis menyebabkan suplai O2 ke jaringan <
- SU adalah penarikan secara cepat pada HD, mempercepat pengurangan edema paru
- Untuk ↑Hb, sehingga suplai O2 ke jaringan cukup
- Untuk mengatasi infeksi paru & perikard
- Follou up penyebab nafas tidak efektif
- Mengukur keberhasilan tindakan
- Untuk follou up kondisi klien
2 Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler
Pasien tidak mengalami cedera dg kriteria:
kulit pada sekitar AV shunt utuh/tidak rusak
Pasien tidak mengalami komplikasi HD
1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum HD
2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam
3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt
4. Monitor TD setelah HD
5. Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD
6. Cegah terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter
- AV yg sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture vaskuler
- Posisi kateter yg berubah dapat terjadi rupture vaskuler/emboli
- Kerusakan jaringan dapat didahului tanda kelemahan pada kulit, lecet bengkak, ↓sensasi
- Posisi baring lama stlh HD dpt menyebabkan orthostatik hipotensi
- Shunt dapat mengalami sumbatan & dapat dihilangkan dg heparin
- Infeksi dpt mempermudah kerusakan jaringan
3 Kelebihan volume cairan b.d:
penurunan haluaran urine
diet cairan berlebih retensi cairan &
natrium
Keseimbangan volume cairan tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam dengan kriteria:
BB post HD sesuai dry weight
Udema hilang Retensi 16-28 x/m kadar natrium darah
132-145 mEq/l
1. Kaji status cairan Timbang bb pre dan post hd Keseimbangan masukan dan
haluaran Turgor kulit dan edema Distensi vena leher Monitor vital sign2. Batasi masukan cairan Pada saat priming & wash out hd
3. Lakukan hd dengan uf & tmp sesuai dg kenaikan bb interdialisis
1. Pengkajian merupakan dasar untuk memperoleh data, pemantauan 7 evaluasi dari intervensi
2. Pembatasan cairan akan menetukan dry weight, haluaran urine & respon terhadap terapi.
3. UF & TMP yang sesuai akan ↓
4. Identifikasi sumber masukan cairan masa interdialisis
5. Jelaskan pada keluarga & klien rasional pembatasan cairan
6. Motivasi klien untuk ↑ kebersihan mulut
kelebihan volume cairan sesuai dg target BB edeal/dry weight
4. Sumber kelebihan cairan dapat diketahui
5. Pemahaman ↑kerjasama klien & keluarga dalam pembatasan cairan
6. Kebersihan mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga ↓ keinginan klien untuk minum
4 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d:
anoreksia, mual & muntah
pembatasan diet perubahan membrane
mukosa oral
Keseimbangan nutrisi tercapai setelah dilakukan HD yang sdekuat (10-12 jam/mg) selama 3 bulan, diet protein terpenuhi, dengan kriteria:
tidak terjadi penambahan atau ↓ BB yang cepat
turgor kulit normal tanpa udema
kadar albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl
konsumsi diet nilai protein tinggi
1. Kaji status nutrisi: Perubahan BB Pengukuran antropometri Nilai lab. (elektrolit, BUN,
kreatinin, kadar albumin, protein2. kaji pola diet
3. kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
4. kolaborasi menentukan tindakan HD 4-5 jam 2-3 minggu
5. kolaborasi pemberian infus albunin 1 jam terakhir HD
6. Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu
7. Anjurkan camilan rendah protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara waktu makan
8. Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan ↑urea dan kreatinin
9. Anjurkan timbang BB tiap hari10. Kaji adanya masukan protein
yang tidak adekuat Edema Penyembuhan yang lama Albumin serum turun
1. Sebagai dasar untuk memantau perubahan & intervensi yang sesuai
2. Pola diet dahulu & sekarang berguna untuk menentukan menu
3. Memberikan informasi, faktor mana yang bisa dimodifikasi.
4. Tindakan HD yang adekuat, ↓ kejadian mual-muntah & anoreksia, sehingga ↑ nafsu makan
5. Pemberian albumin lewat infus iv akan ↑ albumin serum
6. Protein lengkap akan ↑ keseimbangan nitrogen
7. Kalori akan ↑ energi, memberikan kesempatan protein untuk pertumbuhan
8. ↑ pemahaman klien sehingga mudah menerima masukan
9. untuk menentukan status cairan & nutrisi
10. penurunan protein dapat ↓ albumin, pembentukan udema & perlambatan penyembuhan
5 Intoleransi aktivitas b.d.:
Keletihan Anemia Retensi produk
sampah Prosedur dialisis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan & HD, klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi, dengan kriteria:
berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
berpartisipasi dalam ↑ aktivitas dan latihan
istirahat & aktivitas seimbang/bergantian
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
Anemia Ketidakseimbangan cairan &
elektrolit Retensi produk sampah depresi
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4. Anjurkan untuk istirahat setelah
1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2. Meningkatkan aktifitas ringan/sedang & memperbaiki harga diri
3. Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi & istirahat yang adekuat
4. Istirahat yang adekuat
dialisis dianjurkan setelah dialisis, karena adanya perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat pada proses dialisis sangat melelahkan
5 Harga diri rendah b.d:
Ketergantungan Perubahan peran Perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual
Memperbaiki konsep diri, dengan criteria:
Pola koping klien dan keluarga efektif
Klien & keluarga bisa mengungkapkan perasaan & reaksinya terhadap perubahan hidup yang diperlukan
1. Kaji respon & reaksi klien & keluarganya terhadap penyakit & penanganannya.
2. Kaji hubungan klien dan keluarga terdekat
3. Kaji pola koping klien & keluarganya
4. Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit & penangannya
Perubahan peran Perubahan gaya hidup Perubahan dalam pekerjaan Perubahan seksual Ketergantungan dg center dialisis5. Gali cara alternatif untuk
ekspresikan seksual lain selain hubungan seks
6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan
1. Menyediakan data klien & keluarga dalam menghadapi perubahan hidup
2. Penguatan & dukungan terhadap klien diidentifikasi
3. Pola koping yang efektif dimasa lalu bisa berubah jika menghadapi penyakit & penanganan yang ditetapkan sekarang
4. Klien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang harus dihadapi
5. Bentuk alternatif aktifitas seksual dapat diterima.
6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung dari maturitasnya.
7 Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang
Pasien tidak mengalami infeskis dg criteria:
Duhu dbn Al dbn Tak ada kemerahan
sekitar shunt Area shunt tidak
nyeri/bengkak
pertahankan area steril selama penusukan kateter
Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler: penusukan, pelepasan kateter
Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri
Beri pernjelasan pd pasien pentingnya ↑satus gizi
Kolaborasi pemberian antibiotik
1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat insersi kateter
2. Kuman tidak masuk kedalam area insersi
3. Inflamasi/infeksi ditandai dg kemerahan, nyeri, bengkak
4. Gizi yang baik ↑daya tahan tubuh
5. Pasien HD mengalami sakit khonis, ↓imunitas
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien , Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.