Upload
denia-haritsa-apriliani
View
217
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
functional enuresis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Enuresis adalah inkontinensia urin pada manusia dimana seharusnya seorang
anak sudah mampu berkemih secara normal, merupakan salah satu masalah
perkembangan yang paling sering dijumpai. Hal ini dapat merupakan sumber rasa
malu pada anak dan sumber rasa frustrasi bagi orang tua.1
Oleh karena sering dianggap memalukan oleh penderita dan keluarganya,
enuresis sering disembunyikan sebagai rahasia keluarga dan tidak dikeluhkan sebagai
kondisi yang patut mendapat pertolongan dokter. Enuresis dapat menyebabkan harga
diri anak yang semakin berkurang dan berdampak pada perkembangan
kepribadiannya, oleh karena itu sebenarnya anak dengan enuresis memerlukan
pertolongan dokter, terutama pada anak yang sudah mengalami tekanan mental dan
gangguan perkembangan kepribadian atau anak dengan orang tua yang kurang toleran
dan cenderung menghukum anaknya yang menderita enuresis.2
Functional Enuresis adalah pengeluaran urin involunter pada waktu siang atau
malam hari pada anak yang berumur lebih dari 4 tahun, tanpa adanya kelainan fisik
atau penyakit organik.3 Hingga saat ini tidak ada keseragaman frekuensi mengompol
dalam definisi enuresis. Ketidakseragaman ini akan memberi dampak terhadap angka
kejadian enuresis yang berbeda antara satu peneliti dengan yang lain, juga antara
negara yang satu dengan negara yang lainnya.2
Functional Enuresis Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kata enuresis berasal dari kata Yunani “enourein” yang berarti pengosongan
urin. Enuresis adalah istilah yang digunakan untuk kebiasaan pengeluaran air seni
tanpa terkendali (mengompol) pada anak-anak yang berusia lebih dari tiga tahun.
Mengompol bisa terjadi pada saat tidur siang hari, namun pada umumnya terjadi pada
saat tidur malam hari. Biasanya, anak yang menderita enuresis menyadari bahwa
dirinya basah oleh air seninya melalui mimpi seolah sedang buang air kecil di kamar
mandi. Anak terbangun dan sudah mendapati pakaian tidurnya basah oleh air seninya
sendiri. Mengompol bisa berulang dengan frekuensi 5-6 kali dalam satu minggu.
Kejadian enuresis bisa bervariasi yang disebabkan oleh kebiasaan atau oleh kondisi
tertentu, misalnya saat anak merasa dirinya sedang sangat tertekan.3 Bagaimana sikap
kita terhadap anak dengan enuresis?
Mencari faktor organik, misalnya iritasi lokal seperti balanitis, fimosis, sistisis
atau anomali susunan saraf pusat seperti spina bifida. Atau adanya "kandung
seni yang mudah terangsang" ("irritable bladder") yang biasanya familial.
Latihan yang salah, yaitu terlalu cepat dilatih karena terlalu banyak perhatian,
atau sebaliknya, anak tidak dilatih karena kurang perhatian dari orang tua.
Mencari gangguan emosional, misalnya keadaan di rumah atau di sekolah yang
tidak memuaskan sehingga menimbulkan ketegangan.
B. Epidemiologi
Berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan pada usia 6-7 tahun 80% anak
secara penuh dapat mengendalikan kandung kemihnya, sedangkan 20% lagi
mengalami enuresis nocturnal, enuresis diurnal atau keduanya. Insiden enuresis
menurun sesuai dengan semakin bertambahnya usia, sehingga pada usia 14 tahun
insiden enuresis hanya 2-3%.6 Sedangkan menurut survey di Jakarta pada tahun 1986
menyebutkan bahwa prevalensi enuresis pada anak laki-laki sekitar 2,83% dan pada
Functional Enuresis Page 2
anak perempuan 2,97%. 82,4% adalah enuresis nocturnal dan 17,6% merupakan
enuresis diurnal; 96,7% bersifat primer dan 3,3% merupakan enuresis sekunder.2
C. Etiologi
Genetik
Penelitian akhir-akhir ini mengidentifikasi bahwa pada penderita enuresis
terdapat gen yang dominan pada kromosom 13. Adanya penemuan baru dan
identifikasi dari produksi gen tersebut cukup dapat memberikan pemahaman baru
dalam masalah enuresis ini.1
Apabila ditemukan riwayat enuresis pada salah satu orang tuanya, maka
kemungkinan timbulnya enuresis pada anaknya sekitar 40-44%, sedangkan bila kedua
orang tua memiliki riwayat enuresis maka insidens enuresis pada anaknya meningkat
menjadi 77%. Bila tidak ditemukan riwayat enuresis pada kedua orang tua, hanya
sekitar 15% anak yang menderita enuresis. Sekitar 67% penderita enuresis juga
mempunyai saudara sekandung yang mengompol.2
Faktor sosial dan psikologis
Anak dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah, keluarga yang broken
home lebih sering mengalami enuresis. Timbulnya enuresis nocturnal sekunder,
biasanya juga disebabkan oleh karena kelahiran saudara kandung, kematian dalam
keluarga, atau memiliki orang tua yang bercerai. Enuresis jarang sekali dikaitkan
dengan masalah psikiatrik. Kebanyakan anak dengan enuresis memiliki profil
psikologis yang normal atau sedikit peningkatan minor dalam tingkah lakunya.5
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan terbukti, peranan faktor
psikologik sebagai etiologi enuresis nocturnal terutama enuresis primer. Enuresis
sekunder memang sering dihubungkan dengan stress psikologik, sedangkan pada
enuresis primer peranan psikologik sangat kecil.2
Enuresis nocturnal primer secara signifikan tidak timbul oleh karena tingkah
laku komorbid.7 Sebaliknya, beberapa peneliti juga menduga adanya hubungan antara
ADHD (Attention Deficit Hyper-activity or Disorder) dengan enuresis nocturnal.
Peranan enuresis sebagai penyebab gangguan emosi pada anak telah terbukti melalui
Functional Enuresis Page 3
berbagai penelitian. Anak dengan enuresis merasa harga dirinya berkurang dan
kurang percaya diri terutama pada anak yang usianya lebih tua darinya dan anak
perempuan. Merosotnya rasa percaya diri pasien enuresis dapat diperberat oleh sikap
orang tua yang kurang toleran terhadap keadaan anaknya.2
Tindakan yang salah, tetapi sering dilakukan oleh orang tua, ialah anaknya
dipersalahkan, dihukum atau dibuat malu. Misalnya anak itu disuruh mencuci
pakaiannya sendiri bila sudah basah, disuruh mencium kencingnya, guru dan teman-
teman diberitahukan bahwa ia "ngompol" atau ia dibanding-bandingkan dengan
saudara atau teman yang tidak demikian. Dengan perlakuan seperti ini ketegangan
akan bertambah.
Faktor tidur
Orang tua dari anak yang mengalami enuresis sering melaporkan bahwa si
anak biasanya tidur lelap dan cenderung sulit dibangunkan, namun pendapat ini masih
berdasarkan penelitian subyektif. Pada anak dengan enuresis didapat pola tidur yang
terlalu lelap terutama pada kasus-kasus yang resisten terhadap pengobatan. Penelitian
juga menyatakan bahwa laki-laki memiliki gangguan tidur yang lebih berat.
D. Klasifikasi
Enuresis dapat diklasifikasikan menjadi :1
Enuresis Diurnal
Mengompol pada siang hari
Enuresis Nokturnal
Mengompol pada malam hari. Hal ini masih dianggap normal bila terjadi pada
balita dan apabila masih dialami anak usia di atas 5 tahun perlu mendapat
perhatian khusus. Kasus ini tejadi hanya sekitar 1 diantara 100 anak yang tetap
ngompol setelah usia 15 tahun. Pada sebagian besar kasus ngompol dapat
sembuh sendiri sampai anak mencapai usia 10-15 tahun.
Enuresis Primer
Functional Enuresis Page 4
Dimana anak yang sejak lahir hingga usia 5 atau 6 tahun masih tetap ngompol.
Terjadi ketika anak tidak bisa kencing di toilet. Umumnya enuresis primer
lebih banyak terjadi. Berdasarkan hasil penelitian enuresis jenis ini dapat
terjadi karena adanya faktor keturunan, apabila kedua orang tua memiliki
riwayat ngompol, maka 77% anaknya akan mengalami hal serupa. Bila hanya
salah satu orang tua ada riwayat enuresis maka akan terjadi 44% pada anaknya
dan bila kedua orang tua sama sekali tidak ada riwayat, kemungkinan terjadi
enuresis pada anaknya hanya sekitar 15 %.
Enuresis Sekunder
Terjadi saat seorang anak yang sudah berhenti mengalami enuresis kira-kira
sekitar 6 bulan lalu mengalaminya lagi setelah masa “tenggang” itu.
E. Diagnosis
Untuk membantu menegakkan diagnosis anak yang mengalami functional
enuresis harus dilakukan hal-hal berikut :
Anamnesa
Anamnesa harus mencakup pertanyaan mengenai poliuria, polidipsia, urgensi,
frekuensi, disuria, kelainan aliran urin, riwayat infeksi saluran kemih,
mengompol spontan, dan keluhan saluran cerna (15% anak dengan enuresis
juga mengalami enkopresis). Riwayat gangguan tidur seperti sleep apnea atau
insomnia dan riwayat neurologik maupun perkembangan harus ditanyakan.
Riwayat keluarga juga membantu investigasi enuresis.7
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup palpasi abdomen untuk menilai
ada/tidaknya massa tinja, pemeriksaan tulang belakang segmen bawah untuk
menilai ada/tidaknya stigmata kutaneus disrafisme spinalis (pigmentasi pada
linea vertebralis), penilaian jepitan anus, dan evaluasi kekuatan motorik,
tonus, refleks, dan sensasi di tungkai untuk membuktikan ada/tidaknya
neurogenic bladder. Anak-anak yang mengalami gejala mengompol di siang
hari atau tidak membaik dengan terapi harus dirujuk ke dokter spesialis anak.8
Functional Enuresis Page 5
Pemeriksaan penunjang
Urinalisis adalah pemeriksaan yang paling penting untuk skrining anak dengan
enuresis. Anak-anak dengan sistitis biasanya memiliki bukti adanya leukosit
atau bakteri pada urinalisis mikroskopik. Anak-anak dengan overactive
bladder atau dysfunctional voiding, obstruksi uretra, neurogenic bladder,
ureter ektopik, atau diabetes melitus merupakan predisposisi terjadinya sistitis.
Jika ditemukan bukti sistitis pada urinalisis, urin harus dikirim untuk kultur
dan uji sensitifitas. Obstruksi uretra dihubungkan dengan adanya sel darah
merah pada urin. Adanya glukosa menunjukkan kemungkinan diabetes
melitus. Pengambilan urin acak atau urin pagi hari dengan berat jenis lebih
dari 1,020 menyingkirkan diabetes insipidus. Pemeriksaan darah pada pasien
enuresis biasanya tidak dibutuhkan kecuali dicurigai ada kondisi lain yang
menjadi indikasi pemeriksaan tersebut.9
Diagnosa functional enuresis menurut DSM-V (American Psychiatric
Assosiation) dapat ditegakkan apabila 4 :
1. Buang air kecil yang berulang pada siang dan malam hari di tempat tidur atau
pakaian baik itu secara sadar ataupun tidak disengaja.
2. Kebiasaan tersebut Sekurang-kurangnya terjadi 2 kali dalam 1 minggu selama
3 bulan, atau harus menyebabkan kesulitan yang signifikan di bidang sosial,
akademik atau fungsi penting lainnya.
3. Usia kronologis paling sedikit 5 tahun (sesuai dengan perkembangannya)
4. Tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari suatu zat (diuretic,obat
antipsikotik) atau kondisi kesehatan secara umum (Diabetes, Spina Bifida,
kejang).
Kriteria menurut Pedoman Diagnosis PPDGJ-III :
1. Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada slang
dan atau malam hari, yang tidak sesuai dengan usia mental anak, dan bukan
akibat dari kurangnya pengendalian kandung kemih akibat gangguan
neurologis, serangan epilepsi, atau kelainan struktural pada saluran kemih.
Functional Enuresis Page 6
2. Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan variasi
normal usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan pengendalian
kandung kemihnya. Namun demikian, enuresis tidak lazim didiagnosis
terhadap anak di bawah usia 5 tahun atau dengan usia mental kurang dari 4
tahun.
3. Bila enuresis ini berhubungan dengan suatu (pelbagai) gangguan emosional
atau perilaku, yang lazim merupakan diagnosis utamanya, hanya bila terjadi
sedikitnya beberapa kali dalam seminggu dan bila gejala lainnya menunjuk
kaitan temporal dengan enuresis itu (enuresis non-organik sekunder).
4. Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengan enkopresis; dalam hal ini
diagnosis enkopresis yang diutamakan.
F. Penatalaksanaan
Enuresis ini dapat diatasi tanpa obat dan dengan obat untuk anak berusia diatas
7 tahun yang tidak berhasil diatasi tanpa obat. Prinsip pengobatan yaitu membuat
kandung kencing dapat menahan lebih banyak kencing dan membantu ginjal untuk
mengurangi produksi kencing.10
Farmakologi
Dessmopressin
Obat yang merupakan sintetik analog arginin vasopresin, bekerja mengurangi
produksi air kencing dimalam hari dan mengurangi tekanan dalam kandung
kencing (intravesikular). Efek samping yang sering adalah iritasi hidung bila
obat diberikan melalui semprotan hidung dan sakit kepala bahkan
menjadiagresif dan mimpi buruk, tapi hilang dengan pemberhentian obat.
Dessmopresin diberikan sebelum tidur.
Imipramin
Obat yang bersifat antikolinergik tapi mekanismenya belum dimengerti.
Ada teoriyang mengatakan obat ini menurunkan kontraktilitas kandung
kencing sehingga kemampuan pengisian kandung kencing dan kapasitanya
diperbesar. Imipramin mempunyai efek yang buruk terhadap jantung.
Functional Enuresis Page 7
Non Farmakologi
Bekerjasama dengan anak untuk mengatasi masalahnya. Pemberian imbalan
pada anak untuk tidak ngompol pada malam hari merupakan tahap yang
bermanfaat. Orang tua mengajak anaknya untu membuat sebuah kesepakatan
yang menjadi “tantangan” tersendiri bagi si anak. Jika si anak berhasil
melakukan tantangan tersebut maka orang tua akan memberikan hadiah kecil,
tergantung dari beberapa malam si anak tidak ngompol. Hadiah yang lebih
besar harus diberikan untuk keberhasilan yang semakin meningkat.
Setelah makan malam, anak tidak boleh diberi makanan cair.
Sebelum pergi tidur, anak harus buang air.
Hukuman atau penghinaan terhadap anak oleh orang tua atau orang lain harus
benar-benar dihindari.
Adapun Menurut Kaplan dan Sadock dalam bukunya membagi menjadi
beberapa bagian terapi yaitu :
Karena tidak ada penyebab enuresis yang dapat dikenali dan karena gangguan
cenderung menghilang dengan spontan, kendatipun tidak diobati, beberapa
keberhasilan telah dicapai dengan sejumlah metoda.
Latihan toilet yang tepat. Latihan toilet yang tepat dengan dorongan dan
orangtua harus diusa hakan, terutama pada enuresis di mana gangguan tidak didahului
oleh periode kontinensia urin. Jika latihan toilet belum pernah dicoba, orangtua dan
pasien hams dibantu dalam melakukannya. Catatan adalah menolong dalam
menentukan keadaan dasar dan mengikuti perkembangan anak dan catatan sendiri
dapat menjadi pendorong. Kartu bintang mungkin cukup menolong. Teknik lain yang
berguna adalah membatasi asupan cairan sebelum tidur dan latihan pergi ke toilet di
malam hari bagi anak-anak.
Terapi perilaku. Pembiasaan klasik dengan perangkat bel (atau buzzer) dan
pelapis biasanya merupakan terapi yang paling efektif untuk enu-resis. Kekeringan
dihasilkan pada lebih dari 50 persen kasus. Terapi adalah sama efektifnya pada anak-
anak dengan dan tanpa gangguan mental pe-nyerta, dan tidak terdapat bukti substitusi
Functional Enuresis Page 8
gejala. Kesulitan dapat berupa ketidakpatuhan anak dan keluarga, pemakaian
perangkat yang tidak tepat, dan relaps.
Latihan kandung kemih — mendorong atau menghadiahi untuk menunda
miksi dengan waktu yang semakin panjang selama terbangun — juga telah digunakan.
Walaupun kadang-kadang efektif, metoda tersebut dinyatakan di bawah bel dan
pelapis.
Psikoterapi. Walaupun banyak teori psikologis dan psikoanalitik tentang
enuresis telah diajukan, penelitian terkendali telah menemukan bahwa psi koterapi
saja bukan merupakan terapi efektif untuk enuresis. Tetapi, psikoterapi mungkin
berguna dalam mengobati masalah psikiatrik penyerta dan kesulitan emosional dan
keluarga yang timbul sekunder akibat gangguan.
Functional Enuresis Page 9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Enuresis atau mengompol sebenarnya dapat dianggap normal, karena hal ini pasti
terjadi pada setiap anak. Tetapi tidak jarang hal yang biasa ini masih terjadi secara tidak
normal yaitu terjadi diluar umur normalnya hal ini terjadi. Sudah jelas terlihat bahwa telah
terjadi suatu yang tidak normal jika hal iti terjadi. Mengatasi anak ngompol bukanlah suatu
hal yang mudah. Hal ini diperlukan kerja sama antara orang tua, anak bahkan dokter. Sebagai
orang tua kita harus menyingkapi masalah ini dengan penuh kesabaran dan pengertiankepada
anak dengan tidak memojokkan atau mengolok-oloknya.
Anak justru harus diberi motivasi dan kasih sayang agar terbentuk kepercayaan diri
sehingga mereka dapatmengatasi masalah ngompol pada dirinya. Karena ngompol yang
berlarut-larut akan mengganggu kehidupan sosialdan psikologis yang akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri.
Functional Enuresis Page 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Moffat, Enuresis. Dalam : Levine MD, Carey WB, Crocker ACC. Developmental
behavioural paediatrics. Edisi ke-3. Pennysylvania : Saunders, 1999.
2. Tambunan T. Enuresis nokturnal pada anak. Dalam : Tridjaja B, Trihono PP, Irfan
EB. Pediatrics update 2005. Jakarta IDAI Jaya, 2005.
3. Markum AH. Enuresis Fungsional. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-1,
Jakarta: FK UI, 1991
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. Edisi ke-4. Washington DC, 1994
5. Siegel LJ. Elimination disorders. Internalizing disorders in children and adolescents.
Kanada : John Wiley and sons, 1992
6. Disorder biological function. Dalam : Chess S, Hassibi M. Principles and practise of
child psychiatry. Edisi ke-2. New York: Pleunum Press, 1986
7. Friman PC, Handwerk ML, Swearer SM, et al. Do children with primary nocturnal
enuresis have clinically significant behaviour problem? Arch Pediatric Adolescent
Medicine. 1998
8. Shaffer D. Enuresis. Dalam Rutter M, Hersov L. Child and adolescent psychiatry.
Edisi ke-2, London: 1985
9. Robson LM, Leung AKC, Van Howre L. Primary and secondary nocturnal enuresis :
similarities in presentation. Pediatrics 2005; 115:965-59
10. Longstaffe S, Moffat MEK, Whalen JC. Behavioral and self-concept changes after six
months of enuresis treatment: A randomized controlled trial. Pediatrics, 2000; 105:
935-40
Functional Enuresis Page 11