Fixed Drug Eruption Boy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mndkjWNDIJWN

Citation preview

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    1/16

    0

    FIXED DRUG ERUPTION PADA DAERAH GENITALIA

    Boy Sandy Sunardhi

    030.09.048

    Pembimbing:

    dr. Suswardana, M.Kes, Sp. KK

    KEPANITERAAN KLINIK DERMATOVENEREOLOGI

    RUMAH SAKIT TNI-AL Dr. MINTOHARDJO

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    PERIODE 2 JUNI 2014 5 JULI 2014

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    2/16

    1

    FIXED DRUG ERUPTION PADA DAERAH GENITALIA

    Boy Sandy Sunardhi1

    , Suswardana2

    1Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di

    SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

    2SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

    PENDAHULUAN

    Fixed drug eruption merupakan

    salah satu bagian dari erupsi obat

    alergi. Fixed drug eruption (FDE)

    merupakan reaksi hipersensitivitas

    yang ditandai oleh satu atau lebih

    makula yang berbatas jelas,

    berbentuk bulat atau oval dengan

    ukuran lesi bervariasi dari beberapa

    millimeter sampai beberapa

    sentimeter, juga dijumpai adanya

    plak, bulla, erosi, yang disebabkan

    obat khusus atau bahan kimia yang

    timbul pada tempat yang sama

    sehingga terjadi erupsi obat yang

    berulang.(1)

    Fixed drug eruption biasanya

    muncul secara soliter, eritem,

    berwarna merah menyala atau

    berbentuk makula dengan warna

    merah yang mungkin masuk ke ciri

    plak edema; lesi tipe bulla mungkin

    muncul. Fixed drug eruption lebih

    sering ditemukan pada regio

    genitalia dan area perianal, meskipun

    semua lesi kulit dari fixed drug

    eruption dapat terjadi pada bagian

    kulit manapun. Beberapa pasien

    dapat memiliki keluhan seperti nyeri,

    terbakar, dan beberapa mungkin

    mengalami demam, malaise, dan

    gejala gejala pada abdomen.(2,3)

    Fixed drug eruptiondimulai dari

    30 menit hingga 8 sampai 16 jam

    setelah menelan obat. Setelah awal

    fase akut yang bertahan selama

    beberapa hari sampai berminggu-

    minggu, dan meninggalkan warna

    abuabu yang tersisa atau warna

    yang hiperpigmentasi. Pada kejadian

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    3/16

    2

    yang berulang, lesi tidak hanya timbul di daerah yang sama tetapi

    lesi yang baru juga biasanya

    muncul. (2)

    Lebih dari 100 obat obatan telah

    terbukti dapat menyebabkan FDE,

    termasuk didalamnya Ibuprofen,

    sulfonamide, naproxen, dan

    tetrasiklin. Sebuah tes provokasi

    dengan obat yang dicurigai dapat

    menjadi sangat berguna dalam

    menentukan diagnosis.(2)

    EPIDEMIOLOGI

    Sekitar 10% fixed drug eruption

    terjadi pada anak dan dewasa, usia

    paling muda pernah dilaporkan

    adalah 8 bulan dan usia tertua adalah

    87 tahun. Kajian dari

    NOEGROHOWATI (1999)

    mendapatkan fixed drug eruption

    (63%), sebagai manifestasi klinis

    dari erupsi alergi obat terbanyak dari

    58 kasus bayi dan anak, disusul

    dengan erupsi eksematosa (3%) dan

    urtikaria (12%). Jumlah kasus terus

    bertambah seiring meningkatnya

    usia, hal tersebut mungkin

    disebabkan pajanan obat yang terus

    bertambah. Fixed drug eruptiondapat mengenai pria dan wanita.

    Usia rata-rata dijumpai pada pria 30

    tahun dan wanita 31 tahun.(4)

    ETIOLOGI

    Dalam evaluasi pasien dengan

    riwayat reaksi obat merugikan

    (adverse drug reactions/ADRs),

    menjadi hal yang penting untuk

    mengetahui riwayat minum obat

    pasien secara detail, termasuk

    menggunakan pengobatan herbal

    maupun naturopati. Obat yang baru

    digunakan selama 6 minggu terakhir

    adalah agen penyebab yang potensial

    untuk kebanyakan erupsi pada kulit,

    sebagaimana dengan obat yang

    digunakan secara intermitten. Lebih

    dari 100 obat obatan telah terbukti

    dapat menyebabkan fixed drug

    eruption, termasuk di dalamnya

    ibuprofen, sulfonamid, naproxen,

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    4/16

    3

    tetrasiklin, barbiturat, doksisiklin,

    flukonazol, klaritromisin.(2,6)

    Kebanyakan dari obat yang dapat

    menyebabkan fixed drug eruption

    termasuk dalam daftar pada tabel

    berikut :

    Obat obat yang dapat menyebabkanfixed drug eruption

    (dikutip dari kepustakaan 6)

    PATOGENESIS

    Patogenesis fixed drug reaction

    sampai saat ini belum diketahui

    pasti, diduga karena reaksi

    imunologi. Berdasarkan mekanisme

    imunologi yang terjadi pada reaksi

    obat dapat berupaIgE mediated drug

    eruption, immunecomplex dependent

    drug reaction, cytotoxic drug

    induced reaction dan cell mediated

    reaction.(4)

    Penelitian Alanko dkk (1992)

    membuktikan bahwa pada lesi fixed

    drug eruption terjadi peningkatan

    kadar histamin dan komplemen yangsangat bermakna (200-640 nMol/L).

    Keadaan ini diduga sebagai

    penyebab timbulnya reaksi eritema,

    lepuh dan rasa gatal.(4)

    Visa dkk (1987) melakukan

    penelitian untuk mengetahui sel

    imunokompeten pada fixed drug

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    5/16

    4

    eruption dengan teknik

    imunoperoksidase. Ternyata 60-80%

    sel infiltrate pada fixed drug eruption

    adalah sel limfosit T (T4 dan T8).

    Terlihat pula peningkatan sel mast

    sebesar 5-10% serta ditemukan

    HLA-DR pada limfosit T (limfosit

    aktif) yang ada di dermis. Keadaan

    ini sama dengan lesi pada

    hipersensitivitas tipe lambat.

    Limfosit T yang menetap dilesi kulit

    berperan dalam memori imunologis

    dan menjelaskan rekurensi lesi pada

    tempat yang sama. Keratosit pada

    lesi kulit menunjukkna peningkatan

    ekspresi ICAM 1 dan HLA DR dan

    peningkatan ekspresi ICAM 1 ini

    menjelaskan migrasi limfosit T ke sel

    epidermis dan mengakibatkan

    kerusakan.(4)

    Visa dkk juga menyatakan

    bahwa mekanisme imunologi bukan

    satu-satunya penyebab kelainan ini,

    akan tetapi faktor genetik turut

    mendasari terjadinya fixed drug

    eruption. Keadaan ini dapat

    dibuktikan dengan terjadinya kasus

    fixed drug eruption dalam satu

    keluarga yang menunjukkan

    kesamaan pada HLA B12.(4)

    MANIFESTASI KLINIS

    Fixed drug eruption biasanya

    muncul secara soliter, eritem,

    berwarna merah menyala atau

    berbentuk makula dengan warna

    merah yang mungkin masuk ke ciri

    plak edema ; lesi tipe bulla mungkin

    muncul. fixed drug eruption lebih

    sering ditemukan pada regio

    genitalia dan area perianal, meskipun

    semua lesi kulit dari fixed drug

    eruption dapat terjadi pada bagian

    kulit manapun. Beberapa pasien

    dapat memiliki keluhan seperti

    terbakar, dan beberapa mungkin

    mengalami demam, malaise, dan

    gejala-gejala pada abdomen. Setelah

    awal fase akut yang bertahan selama

    beberapa hari sampai berminggu-

    minggu, warna abu abu yang tersisa

    atau warna yang hiperpigmentasi.

    Pada kejadian yang berulang , lesi

    tidak hanya timbul di daerah yang

    sama tetapi lesi yang baru juga

    biasanya muncul.(2,3,5)

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    6/16

    5

    Gambar 1Fixed drug eruptionpada lutut2

    Gambar 2 Alergi penophtalein, daerah

    kehitam-hitaman, eritema yang menutupi

    seluruh daerah selangkangan, suprapubik,

    dan paha atas3

    Gambar 3 Plak edema pada daerah

    periorbital akibat tetrasiklin3

    DIAGNOSIS

    Anamnesis

    Kelainan iatrogenik dapat

    dijelaskan dengan mudah untuk

    membedakan penyakit ini dengan

    jenis penyakit lainnya, meskiput

    agak mirip dengan banyak penyakit

    infeksi atau idiopatik. Penyebab lesi

    akibat obat harus diperkirakan dalam

    differensial diagnosis untuk

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    7/16

    6

    membedakan dari berbagai penyakit

    dermatologik, khususnya apabila

    gejala atau lesi yang muncul atipikal.

    . Beberapa pasien dapat memiliki

    keluhan seperti terbakar, dan

    beberapa mungkin mengalami

    demam, malaise, dan gejala-gejala

    pada abdomen. FDE (fixed drug

    eruption) dapat bekembang dimulai

    dari 30 menit hingga 8 sampai 16

    jam setelah menelan obat. Pada

    kejadian yang berulang, lesi tidak

    hanya timbul di daerah yang sama

    tetapi lesi yang baru juga biasanya

    muncul.Diagnosis dan penilaian dari

    penyebabnya juga termasuk

    didalamnya analisis dari waktu

    terpaparnya dengan obat dan onset

    reaksi, reaksi dengan obat yang

    dilanjutkan atau dihentikan, waktu

    dari erupsi yang rekuren, riwayat

    dari respon yang sama dengan obat

    obatan, dan riwayat sebelumnya

    yang memberikan reaksi pada jenis

    obat yang sama. Investigasi untuk

    mengeluarkan penyebab yang bukan

    disebabkan oleh obat sepertinya

    cukup menolong.(2,5,7)

    Pemeriksaan Fisis

    Fixed drug eruption biasanya

    muncul secara soliter, eritem,

    berwarna merah menyala atau

    berbentuk makula dengan warna

    merah dan gatal yang mungkin

    masuk ke ciri plak edema, lesi tipe

    bulla mungkin muncul. Erupsi yang

    muncul dapat memiliki bentuk

    morbiliform, scarlatiniform atau

    seperti eritema multiform; urtikaria,

    nodular atau lesi ekzematous yang

    lebih jarang muncul. sebuah bulla

    yang multifokal dari fixed drug

    eruptionyang diakibatkan oleh asam

    mefenamat dapat menyerupai lesi

    yang timbul pada eritema multiform.

    (2,5)

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    8/16

    7

    Gambar 4Fixed Drug Eruption8

    Fixed drug eruptionlebih sering

    ditemukan pada regio tangan dan kaki,

    genitalia dan area perianal, meskipun

    semua lesi kulit darifixed drug eruption

    dapat terjadi pada bagian kulit

    manapun. Lesi pada perioral maupun

    periorbital dapat pula muncul. Padakasus dengan fixed drug reaction yang

    terisolasi lesinya hanya pada daerah

    genital laki-laki (biasanya daerah glans

    penis), obat yang paling sering

    menyebabkannya adalah cotrymoxazole,

    tetracycline dan ampicillin. Pigmentasi

    dari lidah dapat muncul sebagai bentuk

    fixed drug reaction pada penderita

    pecandu heroin. Sebagaimana proses

    penyembuhan berlangsung, krusta dan

    terbentuknya skuama diikuti dengan

    terjadinya pigmentasi yang mungkinmenetap dan mungkin meluas. Setelah

    awal fase akut yang bertahan selama

    beberapa hari sampai berminggu-

    minggu, warna abu abu yang tersisa

    atau warna yang hiperpigmentasi.(2,8)

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    9/16

    8

    Pemeriksaan Penunjang(2,4,6,9)

    Pemeriksaan laboratorium dapat

    dilakukan untuk menunjang diagnosis :

    1.

    Biopsi kulit membantu untuk

    memastikan diagnosis atau

    menyingkirkan diagnosis

    banding.(4,8)

    Gambar 5 gambaran histopatologi

    fixed drug eruption9

    2. Uji tempel obat merupakan

    prosedur yang tidak berbahaya.

    Reaksi anafilaksis sangat jarang

    terjadi, dan untuk

    mengantisipasinya dianjurkan

    mengamati penderita dalam

    waktu setengah jam setelah

    penempelan. Secara teoritis

    dapat terjadi sensitisasi akibat

    uji tempel, namun dalam

    prakteknya jarang ditemui.

    Tidak dianjurkan melakukan uji

    tempel selama erupsi masih aktif

    maupun segera sesudahnya.

    Berdasarkan pengalaman para

    peneliti, uji tempel sebaiknya

    dilakukan sekurang kurangnya

    6 minggu setelah erupsi

    mereda.(4)

    Khusus untuk fixed drug

    reaction, Alanko (1994)

    menggunakan cara uji tempel

    yang agak berbeda. Obat dengan

    konsentrasi 10% dalam vaselin

    atau etanol 70% diaplikasikan

    secara terbuka pada bekas lesi

    dan punggung penderita.

    Observasi dilakukan dalam 24

    jam pertama, dan dianggap

    positif bila terdapat eritema

    yang jelas bertahan selama

    minimal 6 jam. Kalau cara ini

    tidak memungkinkan untuk

    dilaksanakan dianjurkan uji

    tempel tertutup biasa dengan

    pembacaan pertama setelah

    penempelan 24 jam. Hasil uji

    tempel yang negatif tidak

    menyingkirkan diagnosis erupsi

    obat dan hasil yang positif dapat

    menyokong diagnosis dan

    menentukan penyebab meskipun

    peranannya masih kontroversi.

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    10/16

    9

    Metode uji tempel masih

    memerlukan banyak perbaikan,

    diantaranya dengan

    menggiatkan penelitian tentang

    konsentrasi yang sesuai untuk

    obat, vehikulum yang tepat dan

    menentuan metabolisme

    dikulit.(4)

    3.Uji provokasi oral merupakan

    pemeriksaan baku emas untuk

    memastikan penyebab. Uji ini

    dikatakan aman dan dapat

    dipercaya untuk pasien anak. Uji

    ini bertujuan untuk mencetuskan

    tanda dan gejala klinis yang

    lebih ringan dengan pemberian

    obat dosis kecil biasanya dosis

    1/10 dari obat penyebab sudah

    cukup untuk memprovokasi

    reaksi dan biasanya sudah

    muncul dalam beberapa jam.

    Karena risiko yang mungkin

    ditimbulkannya, maka uji ini

    harus dilakukan dibawah

    pengawasan petugas medis yang

    terlatih.(4)

    Selain itu, perubahan hepatik, renal,

    persendian, respiratorik,

    hematologik dan neurologik

    seharusnya dapat diamati, dan

    apabila ada gejala sistemik atau

    tanda yang dapat diinvestigasi,

    seperti biasanya deteksi melalui

    pemeriksaan darah lengkap, liver

    dan tes fungsi ginjal serta analisis

    urin tetap dilakukan.(2,6)

    DIAGNOSIS BANDING

    Herpes Simpleks

    Infeksi akut yang disebabkan

    oleh virus herpes simpleks (virusherpes hominis) tipe I atau tipe II

    yang ditandai oleh adanya vesikel

    yang berkelompok diatas kulit yang

    sembab dan eritematosa berisi cairan

    jernih dan kemudian menjadi

    seropurulen, dapat menjadi krusta

    dan kadang kadang mengalami

    ulserasi yang dangkal, biasanya

    sembuh tanpa sikatriks. Pada

    perabaan tidak terdapat indurasi.

    Kadang-kadang dapat timbul infeksi

    sekunder sehingga memberi

    gambaran yang tidak jelas. Pada

    anamnesis herpes simpleks biasanya

    berlangsung lebih cepat dan dapat

    rekuren tetapi tidak meninggalkan

    bercak hiperpigmentasi. Dapat pula

    ditanyakan riwayat menderita

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    11/16

    10

    penyakit yang sama sebelumnya,

    trauma fisik (demam, infeksi, kurang

    tidur, hubungan seksual), trauma

    psikis (gangguan emosional,

    menstruasi) dan ada tidaknya gejala

    prodromal lokal sebelum timbul

    vesikel berupa rasa panas, rasa gatal,

    dan nyeri. (8,11)

    .Gambar 2. Herpes simplex virus type

    2 infection in teenager (primaryversus

    non-primary infection). note the

    scalloped border.(8)

    Gambar 1. Recurrent herpes simplex

    virusntype 1 infection on the cheek.

    Occasionally, such lession are misdiagnosed

    cellulitis or bullous. Impetigo.(8)

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    12/16

    11

    Gambar 3. Tzanck smear.

    Erythema M ultif orme

    Reaksi acute self-limited

    inflammatorydengan target khas dan

    penyakit radang sering berulang.

    Banyak faktor yang telah terlibat

    dalam penyebab Erythema

    Multiforme (EM), termasuk berbagai

    agen menular, obat, agen fisik, sinar-

    x terapi, kehamilan, dan keganasan

    internal. Pada sekitar 50% kasus

    penyebab tidak dapat ditemukan.

    Studi menunjukkan bahwa

    pembentukan kompleks imun dan

    deposisi berikutnya dalam

    microvaskuler kulit mungkin

    memainkan peran dalam patogenesis

    Erythema Multiforme. Beredarnya

    kompleks dan pengendapan C3, IgM,

    dan fibrin sekitar pembuluh darah

    dermal atas telah ditemukan di

    sebagian besar pasien dengan

    erythema mutiforme. Erythema

    mutiforme biasanya diderita oleh

    dewasa muda usia 20-40 tahun dan

    dominan diderita oleh laki-laki.

    Umumnya terkait dengan infeksi

    saluran pernafasan atas akut

    sebelumnya, infeksi virus herpes

    simpleks (HSV), atau infeksi

    mycoplasma pneumoniae. Secara

    klinis erythema mutiforme ditandai

    oleh adanya berbagai lesi, termasuk

    lesi-lesi kulit yang khas seperti iris

    atau target (sasaran) predileksi pada

    ekstremitas, telapak tangan dan kaki,

    kadang-kadang pada glans penis.

    Gejala-gejala prodromal, konfigurasi

    morfologi dari lesi, dan intensitas

    gejala sistemik bervariasi. Bentuk

    ringan dari penyakit ini dapat

    didahului oleh malaise, demam, atau

    gatal dan terbakar di tempat di mana

    letusan akan terjadi. Letusan kulit

    yang paling khas, dan klasifikasi

    didasarkan pada bentuknya. Lesi

    mukosa dapat terjadi pada hingga

    70% kasus. Situs yang paling umum

    adalah bibir dan mukosa bukal. (2,5)

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    13/16

    12

    Gambar 8Erythema Multiforme(8)

    Gambar 9. HistologiErythema Multiforme (8)

    PENATALAKSANAAN(4)

    1. Hentikan penggunaan obat

    yang diduga sebagai

    penyebab.

    2. Pengobatan sistemik.

    Pemberian

    kortikosteroid sistemik

    biasanya tidak diperlukan.

    Tetapi jika ada rasa nyeri

    yang kronik dapat diberikan

    kortikosteroid ringan

    misalnya oral prednisone

    1mg/kgBB dalam 2 minggu

    yang terus diturunkan. Untuk

    keluhan rasa gatal padamalam hari yang kadang

    mengganggu istirahat pasien

    dan orang tuanya dapat

    diberikan antihistamin

    generasi pertama yang

    mempunyai efek sedasi

    misalnya golongan

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    14/16

    13

    etanolamin yaitu

    karbinoksamin 4-8mg/kgBB.

    3.

    Pengobatan Topikal.

    Pengobatan topikal

    bergantung pada keadaan

    kelainan kulit apakah kering

    atau basah.

    Jika lesi basahdapat diberi kompres

    secara terbuka. Tujuannya adalah

    untuk mengeringkan eksudat,

    membersihkan debris dan krusta

    serta memberikan efek menyejukkan.

    Pengompresan dilakukan cukup 2 3

    kali sehari, biarkan basah ( tetapi

    tidak sampai menetes) selama kurang

    lebih 15-30 menit. Eksudat akan ikutmongering bersama penguapan.

    Biasanya pengompresan dilakukan 2

    sampai 3 hari pertama saja. Cairan

    kompres yang dapat dipilih antara

    lain larutan NaCI 0,9% atau dengan

    larutan antiseptik ringan misalnya

    larutan permanganas kalikus 1 :

    10.000 atau asam salisilat 1 :10.000.

    Jika lesi kering dapat diberi krim

    kortikosteroid misalnya krim

    hidrokortison 1% atau 2,5%. Lesi

    hiperpigmentasi tidak perlu diobati

    karena akan menghilang dalam

    jangka waktu lama.

    1.

    Pilihlah potensi

    kortikosteroid sesuai dengan

    daerah atau lokasi yang akan

    diobati, misalnya daerah

    lipatan ( aksila,popok) atau

    muka sebaiknya

    menggunakan potensi rendah

    sedangkan pada badan atau

    ekstremitas dapat diberikan

    potensi sedang.

    2. Pilihlah potensi terendah

    yang dapat menghilangkan

    kelainan kulit dalam waktu

    sesingkat mungkin. Sedapat

    mungkin hindari penggunaan

    kortisteroid yang sangat

    poten, terutama untuk anak

    berusia kurang dari 12 tahun.

    3.

    Gunakan vehikulum yang

    tepat sesuai kondisi kelainan

    kulit, misalnya salapu untuk

    lesi kering dan tebal serta

    krim untuk radang ringan

    atau lipatan.

    4.

    Aplikasi 2 kali sehari selama

    714 hari biasanya cukup.

    5. Hati hati dengan

    penggunaan kortikosteroid

    potensi sedang sebanyak >

    15g/minggu.

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    15/16

    14

    6.

    Penggunaan di daerah yang

    oklusif harus hati hati,

    misalnya daerah popok atau

    aksila.

    KESIMPULAN

    Pada dasarnya erupsi kulit

    karena obat akan menyembuh bila

    obat penyebabnya dapat diketahui

    dan segera disingkirkan. Akan tetapi

    pada beberapa bentuk, misalnya

    eritroderma dan kelainan kelainan

    berupa syndrome lyell dan sindrom

    stevens-Johnson, prognosis dapat

    menjadi buruk bergantung pada luas

    kulit yang terkena. (1,3,4)

    KEPUSTAKAAN

    1. Hamzah.M. Erupsi obat alergik.

    In: Djuanda A, editor. Ilmu

    Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5th

    ed. Jakarta: Balai Penerbit

    FKUI; 2007.p.154-157

    2. Neil H. Shear, Sandra R.

    Knowles, Lori Shapiro.

    Cutaneous reactions to drugs. In:

    Wolff K, Goldsmith LA, Katz

    SI, Gilcrest BA, Paller AS,

    Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's

    Dermatology In General

    Medicine.7 thed. New York: Mc

    Graw Hill; 2008. 343-349,355-

    362.

    3. Wolff Klauss, Johnson Richard

    Allen. Fix Drug Reaction. In:

    Englis Mariapaz Ramos, editor.

    Fitzspatrick's Color Atlas and

    Synopsis of Clinical

    Dermatology. 6thed. USA:

    McGraw-Hill; 2009, p.566-568

    4.

    Noegrohowati T. Alergi Obat

    Pada Bayi Dan Anak. Dalam:

    Boediardja SA, Widaty S,

    Rihatmaja R, eds. Alergi Kulit

    pada Bayi dan Anak. Masalah

    dan Penanganan. Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI;2002:19-28

    5. Sterry W, et al. Thieme Clinical

    Companions Dermatology.

    USA: Thieme; 2006. p.179-

    186,281-2.

    6.

    Breathnach,S.M. Drug reactions.

    In: Burns T, Breathnach S, Cox

    N, Griffiths C, editors. Rook's

    Textbook Of Dermatology. 7th

    ed. USA: Blackwell;

    2004.p.73.28-73.29

    7. James, William D, et al.

    Andrews Disease of The Skin

  • 5/20/2018 Fixed Drug Eruption Boy

    16/16

    15

    Clinical Dermatology 10th ed.

    Hanover, NH, USA: Saunders;

    2006. p.127-8, 367-376

    8.

    Revuz, Laurence valeyrie-

    Allanore. Drug reactions. In:

    Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini

    RP, editors. Dermatology. 2nd

    ed. USA: Mosby; 2008.p

    9. Kels, Jane M. Grant. Color

    Atlas Dermatopathology.

    .USA : Informa; 2007. p.23-30

    10. Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda.

    Dermatitis. In: Djuanda A,

    editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan

    Kelamin. 5

    th

    ed. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2009. p. 129-

    138

    11. Ronny P.Handoko. Herpes

    Simpleks. In: Djuanda A, editor.

    Ilmu Penyakit Kulit Dan

    Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI; 2009.p.381-3

    12. Kocher.C. Insect Bites and

    Manifestations. In : ABC of

    Dermatology. 4th ed. London:

    BMJ; 2003.p.105-8