33
ASUHAN KEPERAWATAN INTRA BEDAH JANTUNG DEWASA PASIEN DENGAN MENGGUNAKAN MESIN PINTAS JANTUNG PARU Untuk Memenuhi Persyaratan Perseptorship 3-4 Bidang Keperawatan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Disusun oleh : MUHAMMAD BADRUSHSHALIH,S.Kep.,Ners Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta 2013 

Fix_Askep_Perfusionist_Intra Bedah Jantung.docx

Embed Size (px)

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN INTRA BEDAH JANTUNG DEWASA PASIEN DENGAN MENGGUNAKAN MESIN PINTAS JANTUNG PARU

Untuk Memenuhi Persyaratan Perseptorship 3-4 Bidang Keperawatan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

Disusun oleh :MUHAMMAD BADRUSHSHALIH,S.Kep.,Ners

Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta2013KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Intra Bedah Jantung Dewasa Pasien Dengan Menggunakan Mesin Pintas Jantung Paru.Adapun maksud dari penyusunan tugas makalah ini untuk memenuhi persyaratan menempuh ujian kenaikan level perawat pre beginner menjadi beginner RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita JakartaPenulis sadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan setulusnya penulis sampaikan terima kasih pada pembimbing, Lalan Herlan,S.Kep dan Endah Sulistyowati,S.KepSemoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam bidang pendidikan keperawatan sehingga semakin terbaharukan pengetahuan kita dalam hal perawatan intra bedah jantung.

Jakarta, Juli 2013

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahMeningkatnya ilmu pengetahuan mengakibatkan meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan dan outcome tindakan yang dilakukan. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah perkembangan dalam dunia bedah jantung. Perkembangan revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adalah penggunaan teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun 1951. Hingga kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan mesin pintasan jantung paru. Perkembangan tersebut menuntut para tenaga kesehatan profesional untuk dapat menguasai ilmu tersebut guna memperoleh efek positif dari kemajuan tekhnologi. Perawat sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatanpun menjadi salah satu profesi yang dituntut untuk dapat bersaing dan mampu menguasai perawatan pasien intra bedah jantung dengan menggunakan mesin pintas jantung paru. B. Tujuan1. Tujuan Instuksional UmumPerawat perfusionist mampu memahami hal-hal yang dilakukan sebelum, selama dan setelah tindakan bedah jantung dengan menggunakan mesin pintas jantung paru .2. Tujuan Instuksional KhususPerawat mampu memahami:a. Pengertian Cardiopulmonary bypassb. Tujuan Cardiopulmonary bypassc. Efek samping Cardiopulmonary bypassd. Sirkuit Cardiopulmonary bypasse. Komponen Cardiopulmonary bypassf. Alat Tambahan Cardiopulmonary bypassg. Asuhan keperawatan pre, intra dan post Cardiopulmonary bypass

BAB IICARDIOPULMONARY BYPASS

A. Pengertian Cardiopulmonary bypass (CPB) merupakan pintas jantung paru dimana darah vena sistemik pasien ditransfer ke sebuah oksigenator dan dikembalikan ke sirkulasi arteri setelah poses oksigenasi (Baumgartner, 2003).

B. Indikasi Indikasi secara umum pada penggunaan CPB adalah untuk memberikan bantuan pada jantung dan paru-paru selama bedah jantung atau pembuluh darah besar. Pada kasus CABG, tidak semua dilakukan pintas jantung paru, karena untuk prosedur CABG dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru (OPCAB, off-pump CABG). Beberapa tujuan akhir dari penggunaan CPB diantaranya (Ailawadi,Goraf. 2009):a) Mempertahankan perfusi ke otak dan organ vital lainnyab) Memberikan lingkungan operasi yang bebas darah untuk mempermudah visualisasi dokter bedah dalam melakukan pembedahanc) Mempertahankan termoregulasi untuk mencegah fungsi organ (cooling dan warming)d) Membantu/melindungi jantunge) Membantu/melindungi paru-paru.C. Efek SampingBeberapa efek samping dari penggunaan CPB menurut Steidl (2011):a) Sytemic inflammatory response. Darah ketika memasuki lines dimana merupakan lingkungan baru bagi darah, akan memberikan respon denga lingkungan PVC tersebut. Beberapa karakter dari sytemic inflammatory response syndrome (SIRS) minimal dua dari tanda-tanda seperti suhu > 38oC atau < 36oC, nadi >90 kali/menit, respiratory rate >20 kali/menit atau PaCO2 12.000.Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya SIRS pada pasien. Hal umumnya yakni adanya kontak darah dengan bahan/partikel asing pada selang dan mesin CPB itu sendiri. Yang kedua yakni ischemia reperfusion injury. Ketika aorta di-clamp off, organ seperti otak, paru-paru dan ginjal mungkin tidak adekuat menerima oksigenasi dan pada akhirnya menyebabkan iskemik. Tetapi sekali ini reperfusi ketika dilepas, studi menunjukkan bahwa komponen dari respon inflamasi dilepaskan, berkontribusi terhadap SIRS. Faktor lain yang secara tidak langsung dapat menyebabkan SIRS adalah lepasnya endotoksin dari abdominal setelah mereka cedera.Cedera ini terjadi karena pembuluh splanknikus (pembuluh memasok visera abdomen) yang umumnya hipoperfusi selama dan setelah penggunaan CPB. Setelah terjadi kerusakan, endotoksin dilepaskan dan diperkirakan menjadi penyebab inflamasi aktivasi respon. Faktor lain yang mengaktifkan respon termasuk trauma bedah, darah kerugian, dan hipotermia, yang semuanya juga terjadi selama operasi jantung, yang menjadi faktor resiko terjadinya inflamasi.Setelah respon inflamasi diaktifkan, tubuh melepaskan banyak komponen inflamasi, seperti C5a dan C3a. Sitokin, sepertitumor necrosis factor (TNF) dan beberapa interleukin (IL), monosit, neutrofil dan leukosit juga meningkat.b) Kardiovaskuler. Meskipun tujuan CPB adalah memperbaiki masalah jantung, penggunaan mesin CPB merupakan hal yang merugikan kardiovaskuler. Efek ini mungkin karena respon inflamasi yang memperburuk kondisi jantung, karena adanya manipulasi selama operasi. Salah satu masalah umum post CPB adalah aritmia. Fibrilasi atrium (AF), yang terjadi di hingga 40-50%.c) Gangguan Paru-paru. Hal lain yang perlu diperhatikan pada pasien post CPB adalah fungsi dari pau-paru. Hingga 20% pasien pasca bedah jantung yang menggunakan CPB membutuhkan bantuan ventilasi mekanik untuk selang waktu 48 jam akibat gangguan sistem pernapasan.d) Komplikasi ginjal. Ginal merupakan organ yang mudah terkena cedera post CPB. Hingga 30% pasien CPB terkena gagal hinjal akut dan 1% diantaranya memerlukan dialis. Gangguan ginjal ini akan menyebabkan pasien lebih lama dirawat di CIU, beresiko terjadinya infeksi bahkan kematian.CPB merangsang beberapa komplemen, seperti sitokin, dan oksigen radikal bebas. Mediator inflamasi ini menyebabkan ekstravasasi leukosit dan edema, menyebabkan cedera ginjal. Ginjal menerima 20% dari cardiac output dan sangat sensitif terhadap hipoperfusi. Oleh karena itu, bila ginjal tidak terpenuhi, maka akan terjadi cedera seluler. Efek hemodinamik memainkan peranan besar dalam terjadinya cedera.e) Gangguan serebral. Kerusakan otak paling sering disebabkan oleh emboli serebral. Hal ini mungkin terdiri dari plak aterosklerosis, udara, lemak, dan agregat platelet. Penyebab lainnya mungkin fluktuasi hemodinamik, hipertermia serebral setelah CPB dihentikan, dan peradangan. Hipoperfusi dengan iskemia / reperfusi siklus otak juga menjadi penyebab lain dari kerusakan Meskipun membran oksigenator dan arterial filter membantu mengurangi ini mungkin penyebab cedera, efek samping neurologis masih saja terjadi dikarenakan pengaruh penggunaan CPB. Beberapa efek CPB terhadap cerebral diantaranya defisit neurologis fokal, pingsan atau koma, neurologis sementara defisit fokal, kejang, kerusakan dalam fungsi intelektual, defisit memori, keterampilan motorik, kemampuan memori verbal, dan perhatian. Penurunan kognitif dapat terjadi pada sampai dengan tiga perempat pasien setelah operasi jantung dan berlanjut selama enam bulan di sepertiga pasien ini. Penyebab penurunan ini serupa dengan yang menyebabkan merugikan efek serebral seperti microembolism, peradangan, dan hipoperfusi.D. Sirkuit dan Sirkulasi

Gambar 1 Sirkuit CPB

Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa CPB merupakan pintas jantung dan paru. Oleh karena itu, mesin CPB adalah jantung dan paru buatan yang memiliki fungsi seperti jantung dan paru. Darah desaturasi dari sitemik keluar melalui vena cava yang dihubungkan dengan kanula vena cava superior (Superior Vena Cava, SVC), kanula vena cava inferior (Inferior Vena Cava, IVC) atau kanul tunggal pada IVC dan atrium kanan (Right Atrium, RA). Darah tersebut dikuras dengan prinsip gravitasi melalui tubing ukuran besar berbahan polyvinyl chloride (PVC) ke dalam reservoir (penampung). Dengan adanya tekanan negatif dari pompa utama (roller / sentrifugal), darah ditarik dari reservoir dan dengan adanya tekanan positif (pada roller pump) dari pompa utama pula, darah tersebut dipompa menuju oksigenator. Sebelum menuju pompa utama, lebih tepatnya dekat muara reservoir terdapat bubble detector sebagai safety device. Di oksigenator inilah proses oksigenasi, dimana terjadi proses pertukaran karbondioksida dan oksigen. Dalam oksigenator ini pula beberapa oksigenator terintegrasi heat exchanger dan terjadi proses cooling dan warming. Setelah proses oksigenasi, cooling atau warming darah akan dilanjutkan menuju filter arterial yang berfungsi sebagai bubble trap dan kemudian melalui kanula arteri yang dipasang di aorta ascenden darah dikembalikan menuju sistemik.Beberapa jalur resirkulsi dari outlet oksigenator digunakan saat priming dan bisa digunakan sebagai sumber darah dari kardioplegia darah, namun selama CPB jalur tersebut diklem untuk mempertahankan flow yang diberikan. Begitu juga dengan line keluar dari daerah inflow arterial filter untuk meneruskan udara akumulasi dari arterial filter ke dalam reservoir vena yang saat CPB ditutup.E. Komponen CPB1. OxygenatorOxygenator memberikan lingkungan untuk pertukaran O2 dan CO2 yang mirip dengan kapiler alveolar paru. Prinsip umum dari desain dan operasinya adalah :a) Transpor gas optimal dengan meminimalkan jarak transpor gas (jarak diffusi) dalam darah, memaksimalkan area efektif untuk difusi gas, meningkatkan waktu transit darah dalam oksigenator.b) Meminimalkan elemen yang terbentuk dari trauma dengan mengurangi shear stress dan memberi permukaan mulus yang kontak dengan darah.c) Meminimalkan volume priming untuk mengurangi efek hemodilusi.Membran oxygenator menempatkan membran tipis antara darah dan gas. Sehingga ada suatu rongga antara darah dan gas di dalam oksigenator. Macam-macam membran oksigenator :1. Hollow-fiber membranes. Serat mikroporous dililit bersama untuk meningkatkan pencampuran darah. Mengurangi penurunan tekanan darah sepanjang oksigenator.2. Gambar 2 OksigenatorMicroporous sheets. Memiliki permukaan yang lebih luas dan membutuhkan larutan priming lebih banyak namun lebih efektif menangkap dan mengeluarkan udara dari membran oksigenator.3. Nonporous membrane oxygenatorsKarena resistensi relatif dari membran oksigenator yang cukup tinggi terhadap aliran darah, maka darah harus diambil dari reservoir dan dipompa aktif melewati oksigenator oleh pompa roller atau sentrifugal. Waktu penggunaan maksimal membran oksigenator adalah 6 jam. 2. Reservoir (Penampung)Reservoir vena bisa berbentuk cangkang keras dan kaku atau kantung lunak yang bisa kolaps. Saat ini lebih banyak menggunakan bentuk keras yang berfungsi pula sebagai reservoir cardiotomy untuk debubbling dan filtrasi darah suction atau vent. Kapasitas reservoir harus besar dan memudahkan penglihatan jumlah volume darah setiap saat. Posisi reservoir harus lebih rendah dari meja operasi untuk memudahkan aliran darah dari sistemik.3. Kanul Vena dan Arteria) Gambar 3 Kanul VenaKanul Vena. Darah kembali dari jantung kanan drainase oleh gravitasi masuk ke dalam reservoir melalui 2 kanul vena berbeda (IVC dan SVC) atau kanul tunggal pada (RA-IVC). Perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kanul dan juga ukuran. Untuk pembedahan yang membuka rongga jantung kanan, misalkan operasi mitral, trikuspid maka menggunakan kanulasi IVC dan IVC. Sedangkan untuk kasus coronary artery bypass graft (CABG), ganti atau perbaikan katup aorta bisa digunakan kanulasi RA-IVC.

Gambar 4 Kanulasi Vena

Bila aliran balik vena yang masuk ke reservoir lebih sedikit dari yang diharapkan, beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:a. Melepas semua klem dari aliran vena pada pompa atau daerah operasib. Pastikan posisi reservoir lebih rendah dari posisi meja operasi. Meningkatkan atau mengurangi perbedaan ketinggian dapat dilakukan bila posisi kedunya adalah salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya cairan yang masuk dalam reservoir.c. Melepas obstruksi inflow disebabkan obstruksi dinding caval dari inlet kanula atau dimasukkannyad. Melepas kanula yang kinking terutama setelah retraktor sternale. Menggunakan kanula vena yang lebih besarb) Kanul arteri. Darah arterial dikembalikan melalui kanul aorta yang dipasang di aorta asendens atau kadang pada arteri femoral. Ukuran kanula dipilih untuk mengurangi penurunan tekanan. Cardiac index standar dewasa 2,2-2,4 L/menit/m2 dan 2,6-3,0 untuk anak-anak digunakan untuk menentukan aliran yang dibutuhkan pada normothermia. Aliran pompa harus cukup tinggi untuk mencegah asidosis metabolik, biasanya membutuhkan PO2 vena >30 mmHg atau saturasi vena campuran (mix vein)>65%.4. Cardioplegia Larutan kristaloid yang berisikan kalium, magnesium dan komponen lainnya. Jenis kardioplegia terdiri dari 2, blood cardioplegia dan clear cardioplegia. Blood cardioplegia merupakan cardioplegia yang dicampur dengan darah (rasio 1:4). Sedangkan clear cardioplegia hanya berisi larutan cardioplegia. aortic root atau ostium koroner (anterograde) atau sinus koronarius (retrograde) ketika aorta di-cross clamp (klem silang) untuk menghentikan dan mendinginkan jantung dengan cepat. Dosis larutan cardioplegia yang diberikan berdasarkan berat pasien (10 ml/kg) atau BSA (450 ml/m2) dengan suhu yang tercapai di myocardium (tepat 10 derajat celcius). Ketika cardioplegia darah digunakan, dosis awal biasanya mengandung konsentrasi kalium lebih tinggi (20-30 mEq/L) dibandingkan dosis maintenance (5-10 meq/L) untuk mencegah hiperkalemia sistemik. Sistem pemberian kardioplegia memiliki suatu heat exchanger/bubble trap kecil dengan sumber air yang diatur tersendiri dari oksigenator yang mengontrol suhu tubuh (Steidl, 2011).Larutan cardioplegia diberikan tiap 15-30 menit selama periode cross clamp aorta untuk mempertahankan jantung tetap berhenti dan hipotermia. Cairan cardioplegia juga bisa diberikan untuk menghilangkan udara di graft vena sebelum dokter bedah memasang anastomosis distal. Cardioplegia retrograde sering digunakan untuk mempertahankan perfusi dan mendinginkan daerah miocardium melewati block koroner dan saat penggantian katup aorta untuk menghindari rute langsung ke ostial koroner (Steidl, 2011). Tekanan aortic root sebaiknya tidak melebihi 75-100 mmHg dan tekanan sinus koroner tidak melebihi 35-40 mmHg

F. Alat-alat Tambahan1. Suction (penghisap) darah dan ventingSuction digunakan untuk mengurangi darah dan cairan dari lapang operasi, menguras ruang jantung atau pembuluh darah besar atau mengeluarkan udara. Umumnya digunakan dua pompa pada konsol CPB untuk tujuan ini, suction lainnya digunakan untuk venting. Roller pump ini diaktifkan hanya bila diperlukan oleh bedah. Hal yang perlu diperhatikan dari penggunaan pompa pada suction ialah pemeriksaan kerapatan (oklusi) pompa saat perangkaian dan kecepatan rotasi pompa. Penggunaan suction dengan kecepatan tinggi dan/atau terus menerus menyebabkan sumber hemolisis sehingga perlu dihindari. 2. Monitor tekanan jalur arteri dan cardioplegiaTransducer elektronik digunakan untuk mengukur tekanan jalur arteri bisa digunakan bersamaan dengan pengukur tipe aneroid untuk menampilkan fase pulsasi pada kanulasi aorta. Keduanya dihubungkan dengan luer-port pada jalur flow sistemik CPB setelah oksigenator atau pada jalur filter arteri. Monitor ini penting untuk mendeteksi restriksi aliran pada jalur arteri/cardioplegia karena adanya clamp yang tidak sengaja atau kinking pada rangkaian CPB.3. Heat exchanger (mesin penukar panas)Termasuk bagian yang terintegrasi dengan oksigenator. Suatu campuran air panas dan dingin disirkulasikan ke dalam penukar panas dan berfungsi memberi gradien suhu untuk mendinginkan atau menghangatkan darah. Umumnya, temperatur tidak boleh kurang dari 12-15 derajat celcius saat cooling atau lebih dari 38 derajat celcius sewaktu rewarming4. Sensor suhuSuhu darah di vena dan jalur aliran sistemik diukur terus menerus selama CPB untuk menentukan perbedaan saat cooling dan rewarming, yang dijaga kurang dari 10 derajat celcius.5. Vaporizer (Mesin penguap) anastesiaVaporizer yang sama digunakan pada mesin anastesia dan menggunakan isoflurane dengan solubilitas darah rendah dan efek vasodilatornya. Tidak boleh ditaruh diatas oxygenator atau komponen plastik lainnya karena tumpahan dari vaporizer bisa merusak atau mengakibatkan retak.6. Ultrafiltration Pada CPB diperlukan untuk mengeluarkan cairan (dengan elektrolit) untuk meningkatkan hematokrit pasien, hal ini mudah dicapai dengan penggunaan ultrafiltrasi. Dibandingkan penggunaan diuretik, ultrafilter (atau hemokonsentrator) mudah dikontrol dan tidak menyebabkan hilangnya kalium berlebihan.Terbentuk dari membran hollow-fiber yang menyebabkan pemisahan antara air dan elektrolit dari elemen yang terbentuk dan molekul yang lebih besar (mis. protein) dari darah. Tekanan diciptakan dengan membuat tahanan aliran dalam hemokonsentrator dan kadang-kadang dengan klem pada aliran yang mengoklusi sebagian jalur kembali. Tekanan hidrostatik ini mendorong air keluar dari darah dan melewati membran, sehingga mengkonsentrasikan darah sisa. Tergantung hematokrit, nilai sampai dengan 75 cc/menit bisa dicapai.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN Pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan akan diklasifikasikan sebagai calon pasien pembedahan yang elektif (terjadwal) ataukah yang disegerakan (emergency). Biasanya akan dilakukan pemeriksaan beberapa hari sebelum perjanjian untuk dilakukan tindakan operasi. Pemeriksaan ini dilakukan tidak hanya pada pasien yang terjadwal, pasien yang emergency-pun tetap harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam penegakan diagnosis dan tindakan yang dilakukan. Pengkajian singkat untuk seorang perawat meliputi status alergi, keadaan hemodinamik, perubahaan gambaran EKG.Ketika pasien datang di ruangan pra bedah, tinjau ulang mengenai catatan status pasien. Pencatatan mengenai alergi merupakan catatan khusus yang perlu diperhatikan. Misalkan saja ada pasien yang alergi dengan protamine sulfate, biasa digunakan sebagai antidot heparin selama CPB. Ataupun pasien yang sensitif dengan bahan berbahan latex, pasien yang memiliki antibodi terhadap dingin atau hal lainnya yang berkaitan dengan proses operasi. Semua hal ini perlu dicatat dan dikomunikasikan dengan tim bedah jantung agar dicarikan solusi agar tidak ada hambatan selama CPB ataupun pasca CPB.Hasil kateterisasi jantung dan hasil diagnisotik lainnya perlu ditinjau ulang untuk pemilihan tindakan yang akan dilakukan. Kateterisasi jantung digunakan untuk menggambarkan lesi atherosklerosis koroner, identifikasi jumlah, sumber dan rencana lokasi anastomosis pada CABG, nilai ejection fraction, gambaran pergerakan dinding ventrikel, dan gambaran shunt dan aliran regurgitasi. Gambaran echokardiografi menunjukkan gambaran severitas stenosis, regurgitasi, kondisi patologis katup antara stenosis dan regurgitasi.Diagnosis medis sebelumnya, tindakan pembedahan sebelumnya, riwayat pengobatan, terutama obat-obatan yang mempengaruhi koagulasi seperti aspirin, warfarin, clopidogrel atau obat-obatan herbal perlu dikaji lebih dalam. Kaji ulang kondisi jantung, paru-paru, ginjal, persyarafan dan semua sistem termasuk panca indra, penggunaan alat implant seperti pacemaker, katup, dan anggota gerak tubuh lainnya. Kondisi awal dari keadaan fungsi organ pasien menjadi pertimbangan khusus ketika ada hal lain pasca operasi di luar keinginan kita.Faktor resiko infeksi seperti riwayat pembedahan jantung sebelumnya, hiperglikemia, obesitas, lama rawat inap sebelumnya perlu dicatat. Infeksi intra operatif dapat berhubungan dengan lamanya tindakan pembedahan, lamanya CPB, transfusi darah. Faktor resiko selama pembedahan dapat diminimalisisr dengan mempersiapkan alat dan perlengkapan yang siap digunakan bila diperlukan, autotransfusi dan mempertahankan prinsip aseptik.Riwayat pengobatan sebelumnya perlu dikaji. Pasien dengan riwayat penggunaan aspirin, perlu ditransfusi platelet. Pasien yang dijadwalkan untuk pembedahan penggantian katup perlu dikaji riwayat penggunaan antikoagulan. Pasien dengan riwayat penggunaan antikoagulan.Dapatkan nilai berat badan pasien dan perhitungan cardiac index dan total body surface area. Nilai ini dibutuhkan sebagai panduan dalam kecepatan pemberian darah melalui sirkuit ekstrakorporeal untuk menyediakan keadekuatan perfusi cerebral dan jaringan.Dapatkan nilai pemeriksaan laboratorium pasien. Penggunaan mesin CPB akan menyebabkan banyak kehilangan darah, cairan dan elektrolit serta akan terjadinya proses hemodilusi sehingga nilai laboratorium tersebut sebagai nilai dasar melakukan tindakan yang akan terjadi ketika bypass.Setelah mengkaji catatan pasien, konfirmasi mengenai penggunaan mesin CPB, prosedur tindakan, alat tambahan seperti IABP, cell saver dan lainnya.

B. DiagnosisSetelah mengkaji data kesehatan pasien, hla selanjutnya adlah bagaimana seorang perawat untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang akan muncul dari kondisi pasien dan rencana tindakan. Lingkungan operasi dan prosedur operasi menjadi faktor yang mempengaruhi penegakan diagnosa keperawatan. Gangguan integritas kulit akibat pembedahan menjadi faktor resiko terjadinya infeksi. Hal ini semakin meningkatkan resiko pada pasien dengan riwayat diabetes melitus untuk proses penyembuhan pasca pembedahan. Menjaga sterilitas dan mempertahankan pronsip aseptik selama tindakan sangat diperlukan.Diagnosa keperawatan umum yang terjadi di ruang bedah jantung lainnya yakni resiko infeksi, penurunan cardiak output, resiko cedera (berhubungan dengan posisi, benda asing, bahan berbahaya kimia/elektrik/fisik), ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan integritas kulit/jaringan. Diagnosa medis, seperti fibrilasi ventrikel, cardiac arrest dan gangguan perdarahan merupakan masalah kolaborasi yang perlu didiskusikan (Moser, 2008).

C. KRITERIA HASILKriteria hasil dari tindakan pembedahan adalah pasien bebas dari tanda dan gejala cedera, baik itu karena laser, radiasi, elektrik), bebas dari tanda dan gejala infeksi (Moser, 2008).

D. PLANNINGKetika sudah mendapatkan konfirmasi pasien yang akan dilakukan pembedahan membutuhkan mesin CPB, maka beberapa hal yang disiapkan diantaranya: 1. Siapkan mesin CPB dan heat excangerPeriksa kelayakan mesin yang akan digunakan. Periksa apakah mesin dapat berjalan dengan menggunakan baterai saja atau perlu menggunakan sumber listrik. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya gangguan dengan sumber listrik. Pastikan semua pompa dapat berjalan dengan baik, sumber oksigen dan udara berfungsi dengan baik.Nyalakan heat excanger dan pastikan suhu sudah diatur sesuai yang diinginkan, baik untuk cooling ataupun warming. Periksa volume cairan. Pastikan volume di atas batas minimal cairan.2. Siapkan perlengkapan yang diperlukan Beberapa perlengkapan yang disiapkan diantaranya :PerlengkapanJumlahKeterangan

Oxygenator1Disesuaikan dengan volume darah pasien, nilai hematokrit

Custom pack1

Aortic Root cannula 1

Venous canula vent cath adult (two stage)1

Single stageUntuk kasus yang memerlukan buka jantung kanan, ukuran disesuaikan dengan BSA

Straight aorta canula no. 24 / curved1Sesuai permintaan dokter bedah dan ukuran sesuai dengan anatomis pasien

Cardioplegic set adult1

Hemofiltrasi adult1

Alkohol Swab6

Disposible Needle no. 182

Disposible Syringe 1 ml2

Disposible Syringe 2,5 ml5

Disposible Syringe 5 ml5

Disposible Syringe 10 ml2

Disposible Syringe 50 ml1

Glove latex 30'1

Hemocrone tube 3

Infuset1

Manometer line 1Bila diperlukan

Left heart ven cath adult1Untuk kasus buka jantung kanan

Miss1Bila diperlukan

Retrograde cannula 1Bila diperlukan

Three way biasa1Bila diperlukan

Three way buntut1

Sarung tangan steril 2Ukuran disesuaikan

Kelompok obat

Albumin 50 ml1

Cairan isotonis10Sesuaikan dengan prosedur, lamanya tindakan

Cardioplegic sol3

Amiodarone 150 mg / 3 ml inj1

Dextrose 40% 25 ml2

Furosemid 20 mg2

Methylprednisolone20-40 mg/KgBB

Heparin inj1

Asam traneksamatDisesuaikan dengan berat badan(50 mg/kgBB)

KCl 25 ml2

Manitol 20% 250/500 ml1

Sodium Bicarbonate injection10

Nacl 0,9% 2

Cairan Koloid2

Lidocain 100 mg / 3 ml inj1Bila diperlukan

Norepinephrine 4 mg inj1Bila diperlukan

Steril water1Bila diperlukan

Tabel 1. Daftar Perlengkapan CPB

3. Siapkan Peralatan tambahan dan AdministrasiBeberapa peralatan lainnya yang perlu disiapkan vaporizer, lines clamp (minimal 3), hammer dan IABP, cell saver, ecmo bila diperlukan. Untuk kelengkapan administrasi hal yang perlu disiapkan meliputi alat tulis, perfusion record, papan berjalan, lembar pemeriksaan laboratorium.4. Rangkai sirkuit CPB dengan memperhatikan prinsip aseptik. a. Periksa oksigenator dengan menyambungkannya pada sumber air heat exchanger. Pastikan tidak ada kebocoran pada oksigenator.b. Rangkai sirkuit cardioplegia5. Flushing sirkuit utama dengan gas CO2 5-10 L/menit selama 5 menit untuk meminimalisir emboli dan mengeluarkan sisa-sisa pabrik (Nyman, 2009). Teknik ini dikembangkan awalnya untuk membantu mempersiapkan arterial filter namun bermanfaat juga untuk membran oxygenator karena karbon dioksida 30 kali lebih mudah terikat dibandingkan nitrogen di udara bebas.6. PrimingCairan dan tambahan elektrolit seimbang, tidak termasuk produk darah, ditambahkan pada sirkuit CPB (biasanya melalui cardiotomy atau venous reservoir) dan disirkulasi ulang melalui filter pre-bypass. Filter pre-bypass ditempatkan sebagai sambungan antara jalur arterial dan vena dan termasuk tubing steril yang berada di lapang bedah. Tujuannya untuk menyaring serpihan kecil yang bisa ada pada saat pembuatan atau pemasangan alat atau tubing. Setelah beberapa saat filter pre-bypass dilepas pada saat memisahkan jalur arteri dan vena sebelum kanulasi. Pemberian produk darah jarang dimasukkan pada cairan priming CPB, kecuali pada pasien dewasa berukuran kecil dengan hematokrit rendah atau pasien anak. Bila diperlukan produk darah dimasukkan setelah filter pre-bypass dilepas dan disirkulasi ulang untuk memastikan pencampuran yang cukup dengan cairan kristaloid dan tambahan obat lainnya. Hipotermia meningkatkan viskositas darah sehingga meningkatkan resistensi aliran. Hemodilusi mengurangi viskositas darah dan meningkatkan perfusi jaringan pada aliran lebih rendah. Sehingga hemodilusi mengurangi trauma darah merah dan mengurangi kebutuhan pemberian darah. Hemodilusi yang baik dengan rentang hematokrit 25-30% (Kay, 2004).Cairan Priminga. Osmolalitas. Cairan harus isotonik atau sedikit hipertonik untuk menjaga keseimbangan cairan interstisial-intravaskulerb. Elektrolit. Keseimbangan elektrolit normal harus dipertahankan untuk mencegah kekurangan elektrolit pasca bypass.c. Volume. Tingkat volume cairan priming harus digunakan untuk mengisi sirkuit sampai tingkat aman dan menjamin aliran sistemik CPB yang cukup tapi tidak mengakibatkan hemodilusi berlebihand. Hemodilusi. Pengukuran dilakukan : Hct initial = Hct X EBV / (EBV + V Prime + Prebypass IV Fluid)7. Atur Oklusi dan Verifikasi Akuratnya Aliran PompaUntuk meminimalkan hemolisis, oklusi atau pemisahan antara roller dan backing plate harus diatur dengan pas. Intinya adalah memberi tahanan flow kembali melewati kepala roller. Oklusi total tidak digunakan karena meningkatkan hemolisis dan ausnya tubing. Setelah memastikan arah aliran darah dari lapang operasi ke sirkuit CPB dan kembali ke lapang operasi. Oklusi roller pump harus atur terlebih dahulu. Tubing roller pump yang terpasang dengan baik akan berbentuk huruf U dan tidak bergerak naik dan turun pada rotasi normal.Cara tradisional untuk set oklusi, kolom cairan berukuran 30-40 inci di sisi outlet dari tubing dibiarkan untuk jatuh perlahan (dengan kecepatan kurang dari 1 inci/menit) dengan mengatur oklusi roller terhadap backing plate. Bila dua roller tidak memiliki kecepatan penurunan cairan yang sama, oklusi diatur pada roller yang paling erat.Cara setting roller pump suction dan vent adalah pada saat tubing bebas cairan dan tubing inlet diklem, roller pump dijalankan pada kecepatan sedang dan diatur derajat oklusinya sampai tubing di dalam roller pump sedikit kolaps. Dapat dinilai secara visual atau dengan mendengar bunyi karena terbentuk dan terlepasnya putaran negatif dengan putaran roller pump. Setelah setting oklusi, roller pump dihentikan di tiga posisi untuk memastikan tubing tetap kolaps tanda oklusi. Pump untuk suction juga dites dengan air untuk mencegah resiko embolisasi udara pada saat reservoir cardiotomy berisi tekanan.Cara setting oklusi pump cardioplegia adalah dengan setting pada tubing dengan diameter yang lebih kecil, sehingga segmen yang lebih besar tepat oklusi. Caranya adalah dengan melihat tetesan pelan pada cairan kristalloid yang berhenti pada saat tepat teroklusi. Hal ini sebaiknya dilakukan pada saat loop arterial/vena dijalankan dengan pompa aliran sistemik sehingga pompa cardioplegia berada dalam tekanan. Cara lain adalah dengan melihat tidak adanya aliran bocor melewati roller pump dan mengisi kantong cairan kristaloid ketika pompa sistemik berputar dan pompa kardioplegia dihentikan.8. Pengaturan Posisi Pompa dan LinesPompa harus ditempatkan dengan meminimalkan panjang tubing ke tempat kanulasi untuk mengurangi kebutuhan cairan priming dan hemodilusi yang mengikutinya ketika bypass dimulai. Lines pompa yang steril dioperkan dari lapang bedah ke perfusionis untuk dihubungkan dengan sirkuit CPB. Posisi konsol CPB dan pengaturan lines sebaiknya tidak menghambang personel bedah saat melakukan prosedur.Panjang tubing yang cukup harus tersedia antara oksigenator, reservoir dan pompa darah sistemik untuk membolehkan pertukaran komponen CPB atau hand-cranking bila diperlukan.9. Checklist Pre-CPBAntara waktu penyusunan pompa dan kanulasi untuk CPB, perfusionis utama menyelesaikan checklist pre-CPB untuk memastikan penyusunan dan fungsi yang sesuai.

E. IMPLEMENTASIKoneksi Pasien dengan SirkuitSetelah pemberian heparin sistemik dan verifikasi bahwa pasien dalam kondisi cukup antikoagulasi, cairan perfusi disirkulasi ulang sepanjang sirkuit CPB sementara lines diketuk dan diperiksa oleh dokter bedah untuk memastikan tidak adanya gelembung udara.Setelah kanulasi aorta terisi, maka perfusionis memajukan cairan perfusat secara perlahan untuk memfasilitasi suatu koneksi bebas udara. Setelah klem arteri dilepas di meja operasi, perfusionis mempalpasi manual atau mengamati pulsasi pada monitor tekanan jalur arteri. Tidak adanya pulsasi yang adekuat menandakan malposisi atau insersi kanul pada dinding pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hematoma atau diseksi saat dimulainya CPB.Keseimbangan Cairan dan Volume Priming SirkuitSebaiknya diperkirakan kondisi keseimbangan cairan dari pasien pada saat masuk ruang operasi dari penghitungan perkiraan kehilangan darah, keluaran urine dan volume cairan masuk dari personel anastesi. Mengetahui jumlah perkiraan volume darah dan hematokrit sebagai indikasi pemberian cairan CPB atau kebutuhan darah.Untuk mengurangi kebutuhan cairan priming dan hemodilusi yang terjadi sesudah dimulainya CPB, suatu teknik yang disebut retrograde autologous priming telah diperkenalkan. Setelah penyatuan line arteri dan kanulasi tapi sebelum dimulainya CPB, cairan priming dikeluarkan melalui stopcock di arterial filter atau tempat sampling arteri dengan membiarkan darah arteri pasien untuk mengganti cairan kristaloid priming. Dengan terus mengawasi hemodinamik dari pasien, cairan yang terambil bisa sebanyak 200-600 cc. Dengan mengurangi prime dari sirkuit diharapkan hematokrit yang lebih tinggi saat CPB sehingga mengurangi kebutuhan pemberian darah. Tindakan ini kurang efektif bila jumlah volume darah pasien sedikit, karena akan mengakibatkan rendahnya level di reservoir sehingga mengharuskan pemberian cairan kristaloid atau darah. Penurunan respon hyperdynamic setelah CPB akan tampak dengan penggunaan volume priming minimal.Dimulainya Aliran Darah ExtracorporealSesuai instruksi bedah, CPB dimulai dengan melepas klem pada jalur arteri dan mengaktifkan kontrol kecepatan pompa sistemik. Bila menggunakan pompa sentrifugal, kecepatan ditingkatkan dulu sampai RPM yang dibutuhkan sebelum klem jalur arteri dilepas untuk mencegah aliran retrograde karena masuknya udara di jalur aliran arteri dari tempat kanulasi aorta.Dengan dimulainya pompa sistemik terlebih dahulu sebelum membuka klem aliran vena adalah untuk mencegah exsanguinating pasien kedalam sirkuit CPB bila terjadi kerusakan pada pompa. Pada saat volume perfusat berkurang di reservoir, klem aliran vena atau okluder dibuka sebagian atau seluruhnya (tergantung kebutuhan mempertahankan ejeksi jantung atau segera dekompresi jantung).Perfusionist memonitor sirkulasi dan ventilasi pasien, mempertahankan komunikasi dengan surgeon, anastesiologis dan team perawat. Keadaan hemodinamik pasien dikaji dan therapy bila diperlukan untuk keadekuatan cardiac output dan perfusi jaringan selama CPB. Nilai ACT diperiksa secara berkelanjutan dan heparin diberikan untuk mempertahankan tingkat keamanan darah untuk mencegah terjadinya pembekuan dengan menghambat perubahan prothrombin menjadi trombin yang dipicu dari sirkuit ekstrakorporeal dan pembuluh darah pasien (Steidl, 2011). Perfusionist bertanggung jawab terhadap tipe dan jumlah caira pengganti, memperkirakan blood loss, hematokrit, analisa gas darah, pengukuran tekanan arteri diperlukan untuk regulasi arterial oxygen content, pengeluaran karbondioksida dan perfusi ginjal. Selama CPB, perfusionist bertanggug jawab terhadap keseimbangan elektrolit dan control gula darah yang diperulakan untuk metabolisme sel.

MONITORING SELAMA BYPASSVariable FisiologisKarena sirkuit CPB dan sirkulasi pasien menyatu selama bypass, performa sirkuit harus terus dimonitor dan diatur terus menerus untuk mempertahankan perfusi yang adekuat dan viabilitas sistem organ. Menurut Kirklin dan Barratt-Boyes ditetapkan adanya variable fisiologis yang dapat dikontrol langsung secara eksternal dan ada yang ditentukan utamanya dari respon pasien.Tipe yang dikontrol langsung diantaranya total aliran darah sistemik, gelombang tekanan yang masuk, tekanan vena sistemik, hematokrit dan komposisi cairan priming, serta oksigen, karbon dioksida dan nitrogen darah arteri, temperatur dari perfusat dan pasien.Tipe yang ditentukan oleh respon pasien diantaranya systemic vascular resistance, total konsumsi oksigen tubuh, tingkat oksigen darah campuran vena, laktat asidosis, pH, aliran darah regional dan organ, serta fungsi organ itu sendiri.Tekanan arterial adalah produksi dari CO (aliran pompa selama CPB) dan SVR yang diatur oleh viskositas darah dan tonus otot polos di arteria. Viskositas diatur oleh hematokrit dan suhu. Tekanan arterial berlebihan meningkatkan aliran kolateral non koroner menuju jantung saat CPB.Dari sisi praktek, selain monitoring tekanan darah pasien (CVP), pulmonary artery (PA), dan/atau left atrial (LA), dan temperatur (termasuk miokardium). Perfusionis dan Anastesi sebaiknya memonitor pula electrocardiogram (ECG) dan bila digunakan electroencephalogram (EEG). Misalnya bila terbentuk gelombang QRS yang lambat dan lebar dapat mengindikasikan rewarming myocardia dan kurangnya cardioplegia sehingga memerlukan infus cairan cardioplegia tambahan. Keluarnya urine juga dimonitor secara berkala selama bypass sebagai indikasi relatif cukupnya perfusi. Koagulasi darah juga dimonitor selama bypass dengan menggunakan activated coagulation test (ACT) tergantung dari hasil sebelumnya, temperatur pasien atau waktu yang telah berlalu. Penurunan campuran SvO2 atau gerakan pasien dapat mengindikasikan perlunya tambahan obat anastesi. Variable SirkuitParameter sirkuit yang dimonitor terus menerus oleh perfusionis antara lain aliran darah sistemik dengan roller pump yang terkalibrasi atau dengan flowmeter elektronik bila menggunakan pompa sentrifugal. Drainase darah vena ke dalam CPB dengan monitoring volume perfusat dalam reservoir. Disarankan agar mempertahankan volume reservoir sebanyak 25% dari aliran darah sistemik untuk memberikan waktu reaksi 15 menit. Perfusionis juga perlu memperhatikan perkembangan operasi dan aktivitas personil di area steril. Perfusionis juga mengatur aliran dan komposisi gas ke dalam oksigenator sesuai dengan perubahan temperatur pasien dan hasil analisa gas darah. Pengukur tekanan pada aliran darah sistemik dapat mempengeringatkan adanya malposisi kanulasi aorta atau kinking di jalur arteri. Pada beberapa CPB memiliki mekanisme untuk menghentikan roller pump jika melebihi tekanan yang telah disetting sebelumnya. Pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah membran oksigenator dapat memperingatkan adanya kerusakan oksigenator.Kontrol cooling dan warming memerlukan perfusionis monitor suhu darah arteri, darah vena, dan sumber air untuk oksigenator dan sistem pemberian cardioplegia. Induksi dan reversal dari hipotermia dibimbing dengan mempertahankan gradien 8-12 derajat celcius antara darah arteri dan suhu pasien (cooling) serta darah vena dan heat exchanger (warming) untuk mencegah potensial udara bebas yang keluar dari solution. Disarankan untuk monitoring setidaknya dua suhu pasien (misalnya bladder, nasofaringeal, timpanic, rectal dan/atau esofageal) untuk mengantisipasi kerusakan/malposisi dari probe. Cerebral hyperthermia harus dihindari dengan monitoring ketat pasien dan temperatur darah dan mencegah suhu perfusat melebihi 37,5 derajat saat total CPB dan 38 derajat saat partial CPB dengan pemulihan kembali aliran darah pulmonal.Kecepatan pompa suction harus dipertahankan untuk mendapatkan darah yang cukup dan/atau pengeluaran air tanpa kecepatan pompa berlebihan yang menghasilkan bunyi chatter atau obstruksi, dan potensi menghasilkan hemolisis. Sama dengan penggunaan vent kecepatannya harus diatur untuk mencegah emboli udara, yang terjadi karena tingginya tekanan negatif tekanan vena pulmonal yang dapat menarik udara melalui membran alveolar.Monitoring CardiovascularMempertahankan stabilitas kardiovaskuler selama CPB membutuhkan peran serta fungsi mesin CPB untuk aliran darah dan faktor pasien semacam systemic vascular resistance dan venous compliance. Semua diskusi untuk nilai aliran optimal dan tekanan perfusi selama CPB harus berdasarkan pemahaman konsumsi oksigen, distribusi aliran darah dan kemampuan otoregularitas intrinsik dari vaskular bed tertentu.Konsumsi OksigenMinute oxygen consumption (VO2) adalah faktor utama kebutuhan aliran darah kondisi normal dan saat CP. Menurut Fick equation : VO2 = Q (Ca-v)O2 = Cardiac Output * (13 * Hb) * (SaO2 SvO2).Penghitungan VO2Total VO2 sistemik adalah penilaian fungsi dari umur, ukuran (BSA) dan temperatur. Pada neonatus, VO2 disesuaikan dengan berat badan tepat dua kali dari orang dewasa (8 vs 4 mL/kg/menit). Angka ini naik pada usia 2 bulan pertama sampai pada puncaknya 9 10 mL/kg/menit. Setelah itu akan turun sesuai unit massa, saat bertambahnya usia berbanding lurus dengan perubahan cardiac index dengan usia. VO2 mencapai ukuran minimal 10-15 derajat celcius tepat pada suhu 15 derajat celcius.Durasi aman dari waktu circulatory arrest pada suhu 18 derajat celcius adalah 45-60 menit untuk hasil neurologis, namun untuk fungsi ginjal pada suhu 18 derajat jauh lebih lama. Bahkan pada literatur transplantasi mengatakan 4-5 jam untuk jantung dan 24 / lebih jam untuk ginjal dan hati). Namun faktor lain selain VO2 bervariasi seperti toleransi jaringan terhadap hipoksia berkontribusi untuk menentukan waktu arrest yang aman pada organ yang berbeda.

Flow EfektifSelama CPB, aliran darah efektif adalah aliran darah dari oksigenator yang menghasilkan perfusi jaringan aktual. Harus dimengerti bahwa darah arteri yang diaspirasi dari lapang bedah menandakan hilangnya aliran efektif dari total aliran CPB. Misalnya pada pasien COPD pada total aliran 4-5 L/menit selama CPB, terjadi shunting right-to-left bronchial blood flow sebanyak 250-500 mL/menit. LA, LV atau vent aortic root adalah sumber lain hilangnya flow efektif. Darah yang kembali ke oksigenator melalui jalur vent tersebut hilang dari perfusi sistemik efektif. Misalnya karena adanya peningkatan kompartemen cairan interstitial lokal atau sistemik, menghasilkan peningkatan jarak difusi efekti untuk oksigen dari kapiler menuju sel sehingga terjadi hilangnya perfusi efektif. Sehingga penghitungan aliran darah efektif tidak terjadi secara langsung, dan seringkali lebih sedikit dari output sistemik CPB.Autoregulasi OrganSecara fisiologis autoregulasi aliran darah adalah kemampuan vasculature organ, secara neural, kimiawi dan efek langsung otot polos, untuk menjaga tahanan lokal sehingga mempertahankan aliran yang relatif konstan walaupun ada perubahan signifikan pada tekanan perfusi. Walaupun selama CPB terjadi pola aliran nonpulsatile, hemodilusi dan hipotermia. Misalnya respon aliran darah cerebral pada perubahan tekanan perfusi dan tekanan karbon dioksida selama CPB, disimpulkan bahwa respon CO2 pada vaskularisasi cerebral dipertahankan selama CPB walau pada suhu 20 derajat celcius. Dan tekanan perfusi selama CPB dipertahankan dan terjadi penurunan threshold tekanan dari 50 mmHg menjadi 30 mmHg dikarenakan penurunan angka metabolic otak untuk oksigen yang dihasilkan dari hipotermia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa aliran darah cerebral selama hipotermia sedang utamanya diatur oleh tekanan darah arterial dan bukan angka aliran sistemik CPB.Menurut pengalaman selama ini, aliran darah sistemik antara 2,0 2,5 L/menit/m2, distribusi aliran darah sistemik tetap normal. Hipotermia selama CPB mengakibatkan perubahan VO2 local dan resistensi vaskular yang meningkatkan distribusi aliran darah regional sesuai dengan VO2 lokal yang dihasilkan hipotermia.Monitoring Kecukupan PerfusiPengukuran sistemik yang berkaitan dengan cukupnya total aliran darah relatif terhadap total VO2 selama CPB adalah SvO2, pH dan konsentrasi laktat. pH dan laktat berkaitan erat karena akumulasi asam laktat dalam darah mengakibatkan akumulasi ion hidrogen. Sumber lain akumulasi ion hidrogen berasal dari kondisi kekurangan oksigen (aliran darah) karena glikolisis yang terus berlangsung (metabolisme anaerob glukosa) dan hidrolisis ATP berkelanjutan.Pengukuran saturasi oksigen hemoglobin dalam darah vena (atau tekanan parsial oksigen vena) selama CPB memiliki arti yang sama dengan pengukuran PA (mixed venous) selama sirkulasi normal. Misalnya aliran darah dan kandungan oksigen arteri dipertahankan, maka SvO2 akan meningkat karena penurunan VO2. Pada kasus bed kapiler yang relatif hipoperfusi sesuai level lokal dari VO2, kontribusi SvO2 sistemik (atau pH atau konsentrasi asam laktat) sebagai perbandingan antara volume aliran darah sistemik dengan volume aliran darah lokal. Penting untuk diingat suatu gangguan hipoksik berat suatu daerah fokal dengan kepentingan klinis tinggi (mis. otak, jantung, ginjal) mungkin saja tidak mengakibatkan perubahan besar pada SvO2.Monitoring SvO2 selama CPB selalu dilakukan, nilai normal atau peningkatan SvO2 tidak menjamin bahwa aliran darah sistemik CPB memenuhi kebutuhan delivery oxygen (DO2) regional. Namun, SvO2 yang rendah selama CPB menandakan ketidakcukupan aliran darah, fungsi atau konsentrasi Hb, oksigenasi arterial atau konsumsi oksigen berlebih karena kurangnya anastesia atau hipertermi.Hubungan Antara Perfusi dan Konsumsi OksigenSalah satu metoda untuk menentukan volume aliran darah terhadap VO2 selama CPB. Terdapat suatu plateau VO2 dimana ada batas maksimal peningkatan VO2 terhadap perfusi sampai dengan ada intervensi lain yang mengubah VO2 misalnya pada saat rewarming. Sehingga diketahui ada variable lain yang memiliki efek pada VO2 selain flow, misalnya manipulasi farmakologi terhadap tekanan perfusi, jika dengan vasokonstriksi atau vasodilatasi dapat meningkatkan VO2 dengan anggapan karena perbaikan perfusi terhadap daerah yang sebelumnya kurang perfusi.Selama cooling tidak ada hubungan antara VO2 dengan MAO atau resistensi perifer vaskuler, namun pada saat warming menjadi terkait erat, sehingga MAP dan PVR rendah mengakibatkan VO2 yang lebih tinggi. Sehingga direkomendasikan aliran sistemik CPB yang lebih tinggi terutama pada saat rewarming.

Rekomendasi FlowPada pasien dewasa kondisi normothermia, acidosis lanjut dan peningkatan produksi laktat tampak pada total aliran lebih rendah dari 1,6 L/menit/m2 atau 50 mL/kg/menit. Menurut Kirklin dan Barratt-Boyes merekomendasikan aliran 2,2 L/menit/m2 pada dewasa suhu 28 derajat celcius. Pada pasien dengan BSA lebih dari 2,0 m2 disarankan aliran sistemik 1,8 2,0 untuk mencegah aliran darah terlalu tinggi yang mengakibatkan kerusakan darah dan mengurangi waktu reaksi perfusionist. Menurut Kern et al. aliran rekomendasi untuk bayi dan anak lebih tinggi dari 2,5 L/menit/m2 atau minimal 30 ml/kg/menit pada 18 derajat dan 30-35 mL/kg/menit pada 27-28 derajat untuk mempertahankan aliran darah otak adekuat dan konsumsi oksigen cerebral yang tak berubah.Tekanan Perfusi dan Resistensi VaskularSecara umum, aliran darah melebih tekanan perfusi (arterial) sebagai pembimbing kecukupan perfusi selama CPB terutama dengan adanya hemodilusi. Menurut Gold mempertahankan tekanan perfusi 80-100 mmHg (MAP 70 mmHg) menggunakan index flow 1,9-2,3 L/menit/m2 dan obat vasoaktif dikaitkan dengan turunnya kejadian komplikasi jantung dan otak dibandingkan pasien dengan tekanan 50-60 mmHg. Tekanan perfusi ditentukan dengan interaksi antara aliran darah dan impendensi arterial secara umum. Impendensi karena CPB bersifat nonpulsasi terkait dengan resistensi friksi. Resistensi friksi adalah fungsi dari tonus vasomotor dan viskositas darah. Viskositas adalah fungsi dari suhu dan derajat hemodilusi.Untuk setiap derajat hematokrit, viskositas (serta resistensi aliran darah) meningkat pada saat suhu berkurang. Viskositas normal pada 37 derajat celcius dengan hematokrit 40% bernilai sama dengan suhu 25 derajat celcius dengan hematokrit 25%. Pada saat onset CPB, penggunaan larutan prime asanguineous akan mengakibatkan penurunan segera dari resistensi sistemik vaskular yang tidak tampak dengan penggunaan prime darah. Penurunan resistensi pada saat dimulainya CPB karena adanya penurunan akut viskositas yang diproduksi dari hemodilusi dari larutan priming. Untungnya, sedikit hipotensi tampaknya tidak memiliki efek klinis.Fenomena yang lebih kompleks pada tekanan perfusi selama CPB adalah meningkatnya resistensi vaskuler dengan berlalunya waktu. Karena penyeimbangan third space dari larutan prime kristaloid dan efek hemokonsentrasi diuresis selama CPB, penurunan viskositas awal dikoreksi saat kelebihan kristaloid dikeluarkan dari vaskularisasi. Ditambah pula peningkatan viskositas akibat hipotermia sedang. Sehingga perubahan viskositas dari penurunan resistensi vaskular di awal CPB akan dikompensasi dengan peningkatan stabil pada saat CPB. Walaupun suhu dan viskositas darah dipertahankan konstan, resistensi vaskuler tetap meningkat dengan bertambahnya waktu. Karena adanya peningkatan cathecolamines selama CPB yang bersifat vasomotor serta mediator vasoactive lainnya akibat stress.Artifak Pengukuran Arterial PressureTerdapat perbedaan tekanan aortic central dibandingkan tekanan arteri radialis sebanyak 30-40%. Artifak ini terkait dengan rewarming di akhir CPB dan kadang berlanjut sampai 30 menit atau lebih interval post CPB. Kemungkinan diakibatkan rewarming memulai suatu vasodilatasi yang tidak merata dan vasodilatasi kuat dari otot skeletal di telapak tangan sehingga memiliki efek shunting besar dari arteriovena, sehingga menurunkan tekanan yang terukur dari arteri radialis. Sehingga hipotensi yang terukur dari arteri radialis harus dikonfirmasi dengan pengukuran tekanan di aorta centralis atau arteri femoralis.Penyebab lain yang sering menyebabkan artifak tekanan yang rendah dari pengukuran arteri radialis termasuk retraksi bedah dan ukuran pasien. Suatu penurunan tiba-tiba tekanan arteri radialis (lebih sering di kiri) pada saat dimulainya CPB bisa menandakan kemungkinan diseksi aorta karena malposisi kanula aorta. Lebih jarang tapi memilki kepentingan lebih adalah artifak pengukuran tekanan arteri radialis selama CPB akibat penempatan yang salah dari kanulasi perfusi aorta sehingga darah keluar dari kanulasi diarahkan ke salah satu pembuluh besar pada aortic arch sehingga menyebabkan tekanan arteri radialis pulsatile yang sangat tinggi. Tanda klinis lain adalah lateralized blanching dari wajah pada onset CPB akibat perfusi arteri carotis kiri. Akibatnya hiperperfusi dari sistem arteri cerebral yang mengakibatkan edema cerebral atau cedera neurologis frank dan juga hipoperfusi sistemik yang signifikan.Monitoring Tekanan Arteri Pulmonal dan Arterial KiriMonitoring tekanan keduanya berperan penting pada pengambilan keputusan sebelum dan sesudah CPB, terutama pada saat weaning dari CPB. Tekanan LA selama CPB menggambarkan pengisian ventrikular kiri. Pada saat CPB diharapkan LA dan PA mendekati nol dan monitoring untuk mencegah overdistensi dari ventrikel kiri. Misalnya pada pasien dengan peningkatan aliran darah bronchial akibat COPD atau penyakit jantung kongenital sianotik, kelebihan distensi dari ventrikel kiri akan terjadi bila venting tidak adekuat. Contoh lain adalah pasien dengan insufisiensi aortic valve. Sehingga pada saat pengosongan ventrikel kiri berkurang (pada saat CPB dan cooling) atau berhenti (pada saat CPB dengan fibrilasi) overdistensi berlebih yang cepat dapat timbul akibat aliran darah dari katup aorta yang inkompeten.Pengukuran CVP juga berguna dalam pengambilan keputusan selama CPB. Perkiraannya tekanan vena cava (baik SVC dan IVC) harus mendekati nol atau bahkan sedikit negatif selama CPB. Peningkatan CVP menandakan drainase vena yang berkurang ke dalam reservoir venous akibat kanulasi vena dengan ukuran yang kurang, obtruksi atau kurangnya perbedaan tinggi antara jantung dengan reservoir.Efek samping fisiologis utama akibat peningkatan tekanan vena selama CPB adalah berkurangnya tekanan perfusi efektif pada organ penting seperti otak, ginjal dan viscera abdomen dan bertambahnya kemungkinan timbulnya edema. Misalnya pada MAP 60 mmHg, CVP mendekati 0 maka otak, ginjal dan splanchnic arterial bed memiliki tekanan perfusi efektif sebesar 60 mmHg, jika peningkatan SVC dan IVC sebanyak 20 mmHg maka tekanan perfusi asli hanya 40 mmHg dan peningkatan tekanan balik akan meningkatkan akumulasi terbentuknya edema. Dari sudut pandang ini maka hati yang paling rawan karena 75% dari aliran darah hepatic timbul dari tekanan vena melalui vena portal.Monitor Cardiovascular LainnyaTransesophageal echocardiography pada saat jantung telah terisi kembali di akhir CPB dapt menilai struktur di dalam jantung, gerakan dinding, arah dan kecepatan aliran darah. Dan juga untuk menilai evakuasi udara dari ruang jantung. Monitoring ECG dilanjutkan pada saat CPB, pada saat cardioplegic arrest harus dipastikan bahwa ECG isoelektrik. Setelah perbaikan bedah, ECG harus kembali pada status baseline sebelum weaning dari CPB. Perbedaan tiba-tiba deviasi segmen ST dari isoelektrik menunjukkan adanya kemungkinan emboli udara intrakoroner atau partikulat. Deviasi segmen ST persisten harus diinvestigasi dan dikoreksi terlebih dahulu sebelum menghentikan CPB.Monitoring NeurologikMonitoring neurologik selama CPB diarahkan utamanya pada myoneural junction untuk memastikan cukupnya paralisis otot dan juga terhadap SSP untuk mendeteksi abnormalitas fungsional yang berkembang selama CPB. Konsumsi oksigen yang tidak diperlukan dan produksi CO2 selama moderate hipotermia CPB akan berkurang ketika paralisis otot skeletal komplit dipertahankan. Sehingga direkomendasikan pemberian dosis ulang relaksan sebanyak 1,5x dari dosis intubasi pada saat memulai CPB.Perubahan pada EEG yang menunjukkan hipoperfusi atau hipoksia adalah melambatnya frekuensi dominan dan hilangnya kekuatan sinyal, perubahan serupa juga timbul karena hemodilusi, hipotermia, anastesi, perubahan flow sistemik CPB dan perubahan pulsatile. Sehingga menyulitkan interpretasi EEG selama CPB.Monitoring Temperatur Suhu diukur pada saat cooling untuk menjamin organ yang paling rawan hipoperfusi mendapat keuntungan dari derajat hipotermia dalam hal ini otak sebagai targetnya. Pengukuran suhu nasopharyngeal (bukan airway), membran tympanic atau esophageal (dibawah bifurcatio tracheal) adalah yang paling diterima dalam pengukuran suhu otak.Temperatur mixed venous dari sirkuit adalah indikator yang cukup untuk mengukur suhu tubuh rata-rata analog dengan pengukuran SvO2. Penggunaan vasodilator (nitroprusside/nitroglycerin) untuk meningkatkan rewarming yang seragam sehingga mengurangi kejadian dan beratnya rebound hypothermia sesudah CPB. Volume Urine dan Fungsi GinjalDua faktor utama untuk memperkirakan gagal ginjal post operative : waktu bypass dan gagal ginjal yang telah ada sebelumnya. Faktor lain seperti volume urine saat bypass tidak signifikan berhubungan dengan gagal ginjal postoperative. Volume urine 0,5-1 mL/kg/jam tidak memerlukan pengobatan. Namun oligouria atau aliran urine normal di hadapan hiperkalemia, hemoglobinemia (dianggap karena hemolisis) atau kelebihan cairan (hemodilusi berlebihan) adalah indikasi untuk diuresis. Untuk hiperkalemia penggunaan loop diuretik akan bermanfaat. Pada kasus hemoglobinuria (jumlah urine alkaline yang besar sangat diharapkan) jadi penggunaan loop atau osmotic diuretik (atau keduanya) akan sangat bermanfaat.Status Koagulasi dan Data LaboratoriumpO2 arterial AGD selama CPB diharapkan sekitar 140-180 mmHg.

WEANINGWeaning (penyapihan) dari CPB merupakan koordinasi team, surgeon, anastesiologis dan perfusionist. Status hemodinamik yang stabil dan hemostasis dipertahankan, pasien di-weaning secara perlahan dari mesin pintas jantung paru.

F. EvaluasiHasil yang Diharapkan :1. Tercapainya curah jantung yang adekuat2. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat3. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elektrolit4. Terpeliharanya perfusi organ dan jaringan yang adekuat5. Terpeliharanya suhu tubuh normal6. Bebas Cedera7. Bebas infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Ailawadi,Goraf. 2009. Cardiopulmonary Bypass/Extracorporeal Membrane Oxygenation/Left Hearth Bypass: Indication, techniques, and complications. Surgical Clin N Am 89 781-796.Baumgartner, 2003.Cardiothoracic Surgery 3rd ed.Landes Bioscience;USA.Gravlee, Glenn P.; Davis, Richard F.; Stammers, Alfred H.; Ungerleider, Ross M.2008. Cardiopulmonary Bypass: Principles and Practice, 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins: USA.Kay,P.,H.,Munsch,C.,2004. Techniques in Extracorporeal Circuit 4th Edition.Oxford University Press: New York.Moser D, Riegel B. 2008.Cardiac Nursing: A Companion to Braundwalds Heart Disease.Saunder;Canada.Nyman J, Rundby C, Svenarud P, van der Linden J. 2009. Does CO(2) flushing of the empty CPB circuit decrease the number of gaseous emboli in the prime?.Perfusion. 2009 Jul;24(4):249-55. doi: 10.1177/0267659109350241. Epub 2009 Oct 28.Steidl, Shannon.2011.The Adverse Effects of the Cardiopulmonary Bypass Machine. Honors Program Liberty University:Spring.

30