Upload
david-pesireron
View
276
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal
Citation preview
PRESENTASI KASUS
Fistel Enterokutaneus
I. IDENTITAS
Nama : Tn.J
RM : 741910
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Talodo Mamasa
Tanggal masuk : 19 Januari 2016
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar feses dari luka di perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dialami sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien post
menjalani operasi pengangkatan usus buntu sekitar 2 bulan yang lalu di
Mamuju.Luka tidak pernah sembuh, 1 bulan setelah operasi, luka membengkak
dan kemudain pecah. Sejak 3 hari yang lalu keluar feses dari luka. Kadang
terasa nyeri. Tidak ada riwayat mual dan muntah. Riwayat demam ada. .
Riwayat buang air kecil dan buang air besar normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat HT, DM, maag tidak ada.
- Riwayat appendektomi 2 bulan yang lalu.
1
Riwayat Penyakit keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit dengan gejala yang
sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang/gizi kurang/sadar
Tanda vital : N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,8 ºC
TD : 110/70 mmHg
Kepala : Normocephal.
Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat isokor
Refleks cahaya : +/+
Kelopak mata cekung
Thorak
Cor : Inspeksi : Iktus kordis terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan
dinamis.
Palpasi : Vocal fremitus pada hemitoraks sebelah
kiri teraba simetris.
Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks.
Auskultasi : Bronkial, ronki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : Atas : Ikterik -/-, Edema -/-, Sianosis -/-
Bawah : Ikterik -/-, Edema -/-, Sianosis -/-
2
STATUS LOKALIS
Abdomen : Inspeksi : Permukaan datar,mengikuti gerak nafas,
tampak luka terbuka di bawah umbilicus,
tampak pus kehijauan
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Supel, tak teraba massa, ada nyeri tekan di
region epigastrium
Perkusi : Timpani
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab oratorium
- Leukosit : 9.600/mm3
- Eritrosit : 4,161 x 106/mm3
- Hemoglobin : 11,7 gr/dl
- Hematokrit : 35,8 %
- Tromboit : 420.000/mm3
- PT : 13.1
- APTT : 27.8
- GDS : 112
- Ureum : 15
- Kreatinin : 0.60
- SGOT : 15
- SGPT : 6
- HBsAg : Non reaktif
- Albumin : 2.2 g/dl
3
V. DIAGNOSIS KERJA
Fistula Enterokutaneus
VI. DIAGNOSIS BANDING
Wound dehesensInfected wound
VII. TERAPI
- Konservatif :
- antibiotic: Ceftazidime 1 gr/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg/8jam/IV
- analgetik: Ketorolac 30 mg/8jam/IV
- anti H2 reseptor: Ranitidine 50 mg/8jam/IV
- Total parenteral nutrisi
- Albumin 2 cap/8jam/oral
- Kontrol cairan: IVFD RL 21 tpm
- Pemasangan stoma bag
- Pertimbangkan pemeriksaan fistulografi dan colon in loop
- Pemeriksaan laboratorium (Darah rutin, Albumin, Elektrolit)
VIII.PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
4
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ
dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh.Fistula
enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara organ
gastrointestinal dan kulit.
Gambar 1. Fistula enterokutaneous
II. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi,
fisiologi dan etiologi, yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan
antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang
menghubungkan antara viscera dengan kulit.
2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-
output, moderate-output dan low output.
5
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal
ke dunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan
protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-
seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien.Fistula
dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal sebanyak >500ml
perhari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-output sebanyak
<200 ml per hari.
3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi.
Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh
fistula enterokutaneous.Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama
pada kanker dan penyakit radang pada usus.Selain itu dapat juga disebabkan oleh
radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada
usus.
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi
postoperasi (sekitar 75-85%).Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous
akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik.Faktor
pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia.Sedangkan
faktor tehnik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi. Sebelum dilakukan operasi,
harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15%
berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan
total limposit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula enterokutaneous.
Selain itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi
pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan
membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat.Untuk mengurangi resiko
timbulnya fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran
oksigen menjadi lebih optimal.Selain itu pada saat operasi harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat
menimbulkan fistula.
III. GEJALA/MANIFESTASI KLINIS
6
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis,
prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.Diagnosis
menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:
a. Test methylen blue
Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula
enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk
mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.
b. USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan
penimbunan cairan pada saluran fistula
c. Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras.Kontras disuntikkan
melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan
menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber
fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di
bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi)
dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.
d. Barium enema
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus
halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti
penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma
e. CT scan
V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.
1. Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,
nutritional support, control of fistula drainage
a. Identification
7
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan
fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan
tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka
akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus.
Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau tidak
diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan
kadar albumin yang rendah.
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi.Pada tahap
ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi.
Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen
dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.
c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan
pemberian obat antibiotik.
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan
komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization.Fistula enterokutaneous
dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang,
hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus kaya protein yang
keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous membutuhkan kalori
total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai
200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan
melalui parenteral.Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin
C, vitamin B12, zinc, asam folat.
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase
fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction
catheter.Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan
fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau glyserin.Beberapa
penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted Closure (VAC)
system untuk penatalaksanaan fistula enterokutaneous.Obat-obatan (Somatostatin,
Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi
asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris.
8
2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:
a. Test methylen blue
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan
3. Decision
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu
pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis.Penutupan
spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang terdapat pada lambung,
ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan yang rendah untuk
menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula dengan keadaan terdapat
abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus, diskontinuitas usus, dan
obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak menutup (output
tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk melakukan
operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus
mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan nutrisi dengan memberikan
nutrisi secara adekuat, kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-
tehnik operasi yang akan digunakan.
4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang
tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas
dari sepsis.
Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru.Insisi secara
transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan.Tujuan tindakan
operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rektumdariligamentum
Treiz.Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses
dan sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan dalam melakukan anastomosis.
9
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada
segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat.Pada kasus-kasus yang berat,
dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal
patches.Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang
optimal.Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis
menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan
anastomosis yang aman.
5. Healing
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus
terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan
dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini
membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat
untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan luka.
VI. KOMPLIKASI
Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta berkurangnya
elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses local, infeksi jaringan,
peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat meningkatkan
pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit sehingga
dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.
Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan, karena TPN dapat
meningkatkan penutupan fistula secara spontan. Pada pasien yang membutuhkan
penutupan fistula dengan operasi, TPN dapat meningkatkan status nutrisi sehingga
dapat mempertahankan kontinuitas usus dengan cara meningkatkan proses
penyembuhan luka dan meningkatkan system imun.
VII. PROGNOSIS
10
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%, lebih
banyak disebabkan karena sepsis.Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup
secara spontan. Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan spontan fistula yaitu
FRIEND (Foreign body didalam traktus fistula, Radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi
pada sumber fistula, Epithelisasi pada traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula,
Distal obstruction pada usus). Tindakan pembedahan dapat menyebabkan lebih dari
50% morbiditas pada pasien dan 10% dapat kambuh kembali.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta,
1995.
2. Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2nd edition, Elsevier
Saunders, page 431-445.
3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta, EGC, Hal: 683-684.
4. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalaung EU, Sumardi R,
Lutfia C, Ramli M, Rachmat KB, Dachlan M, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas KEdokteran, Universitas Indonesia,
1995, Jakarta:Binarupa Aksara Hal: 364-365.
5. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC,
Jakarta, Hal : 554.
12
13