138
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC atau sering juga disebut sebagai analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori produk pada supermarket atau toko

library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analisis Klasifikasi ABC

Klasifikasi ABC – atau sering juga disebut sebagai analisis ABC –

merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun

berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit

material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu

tertentu).

Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC

dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain – bukan semata-mata

berdasarkan kriteria biaya – tergantung pada faktor-faktor penting apa yang

menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam

pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada

gudang barang jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang

pada bengkel atau toko, inventori produk pada supermarket atau toko serba

ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2001, p273).

Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan

suatu material yaitu:

1. Nilai total uang dari material.

2. Biaya per unit dari material.

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

1

3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.

4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan

untuk membuat material itu.

5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak

pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya.

6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.

7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.

8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.

9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.

Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana

sekitar 80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh

20% material inventori (Gaspersz, 2001, p273).

Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan:

1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), di mana material-

material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan

inventori dibandingkan material kelas B atau C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B

memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program

reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu

difokuskan.

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

2

3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya

difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan

penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-

material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.

4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih

baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC

boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A

dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci

untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi

ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang

digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material

kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (synonym: bin

reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih

canggih untuk material-material kelas A dan B.

6. Keputusan investasi: karena material-material kelas A menggambarkan

investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati

dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman

terhadap material-material kelas A, dibandingkan terhadap material-

material kelas B dan C.

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

3

Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level-

level kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory,

semakin ketat kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory

yang ketat. B dan C membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin

minimal (Russell dan Taylor, 2000, p595).

Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk

mengklasifikasikan semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item

memiliki nilai dollar, yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu

unit dengan permintaan annual untuk item tersebut. Semua item yang ada

kemudian di beri peringkat sesuai dengan nilai dollar annual mereka.

Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol

inventory untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol

inventory yang ketat karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari

total nilai dollar dari inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin

dan meminimalkan safety stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan

yang akurat dan penyimpanan laporan secara detail. Sistem kontrol inventory

dan model inventory yang pantas menentukan kuantitas permintaan yang

harus diaplikasikan. Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan

pada peraturan dan prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari

luar perusahaan. Item B dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih

longgar.

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

4

Karena carrying cost biasanya rendah untuk item C, level inventory

yang lebih tinggi dapat kadang-kadang dipertahankan dengan safety stock

yang besar. Mungkin tidaklah dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari

sebuah pengamatan sederhana. Secara umum, sebuah item biasanya

membutuhkan sistem kontrol yang terus-menerus, dimana level inventory

secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem review periodic dengan

monitoring biasa cocok untuk item C.

Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih

baik, pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok

pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan

semacam analisis ABC.

2.2 Peramalan

Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa

yang akan terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa

jumlah penjualannya; peralatan baru dibeli padahal tidak ada kepastian

permintaan terhadap produk; dan investasi dilakukan tanpa pengetahuan

berapa laba yang akan diperoleh. Dalam menghadapi ketidakpastian para

manajer selalu berusaha membuat estimasi yang lebih baik tentang apa yang

akan terjadi di masa depan. Membuat estimasi yang baik adalah tujuan utama

peramalan (Render dan Heizer, 2001, p46).

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

5

Dalam suplemen ini kita mengkaji berbagai jenis peramalan, dan

model-model peramalan seperti rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial,

dan regresi linear. Tujuannya adalah untuk menunjukan pada manajer bahwa

ada banyak cara memprediksi masa depan. Disajikan pula tinjauan tentang

subjek peramalan penjualan perusahaan dan menjelaskan bagaimana

menyiapkan, memantau, dan menilai keakuratan peramalan. Peramalan yang

baik adalah bagian penting dari operasi jasa dan manufaktur yang efisiensi;

dan juga merupakan sarana pembentukan model yang penting unruk

pengambilan keputusan

2.2.1 Pengertian Peramalan

Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-

peristiwa masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan

memproyeksikannya ke masa depan dengan beberapa bentuk model

matematis. Bisa jadi berupa prediksi subjektif atau intuitif tentang masa depan.

Atau peramalan bisa mencakup kombinasi model matematis yang disesuaikan

dengan penilaian yang baik oleh manajer (Render dan Heizer, 2001, p46).

Menurut Sumayang (2003, p23), peramalan penting artinya karena

dengan peramalan yang tepat guna diharapkan akan meningkatkan efisiensi

produksi.

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

6

Sesungguhnya terdapat perbedaan antara Peramalan dengan Perkiraan.

Peramalan adalah perhitungan yang objektif dan dengan menggunakan data-

data masa lalu, untuk menentukan sesuatu di masa yang akan datang

sedangkan perkiraan dengan cara subjektif dan atau tidak dari data-data masa

lalu, memperkirakan sesuatu di masa yang akan datang. Sehingga dengan

demikian, peramalan selalu memerlukan data-data dari masa lalu dan apabila

tidak ada data masa lalu maka penentuan sesuatu di masa yang akan datang

dapat dilakukan dengan cara perkiraan. Untuk melakukan perkiraan

diperlukan keahlian, pengalaman, dan pertimbangan seorang manajer operasi.

Sedangkan untuk melakukan peramalan diperlukan ilmu pengetahuan statistik

dan teknologi (Sumayang, 2003, p24).

Meramalkan Horison Waktu

Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan

yang mendasarinya (Render dan Heizer, 2001, p46). Tiga kategori yang

bermanfaat bagi manajer operasi adalah:

1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi

umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan

untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja,

penugasan, dan tingkat produksi.

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

7

2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya

berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat

dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi,

penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.

3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau

lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal,

lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.

Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri

yang membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek. Peramalan

jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih

kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan

perencaanaan dan produk, pabrik, dan proses. Kedua, peramalan jangka

pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari pada peramalan

yang lebih panjang waktunya.

Teknik-teknik matematis seperti rata-rata bergerak (moving averages),

penghalusan eksponensial {exponential smoothing), dan ekstrapolasi trend

adalah biasa untuk proyeksi jangka pendek. Dan ketiga, peramalan jangka

pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka yang lebih panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga

ketika horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang.

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

8

Dengan demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur

untuk mempertahankan nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan

harus dikaji kembali dan diperbaiki (Render dan Heizer, 2001, p47).

2.2.2 Jenis-Jenis Peramalan

Menurut Render dan Heizer (2001, p47), organisasi menggunakan tiga

jenis peramalan ketika merencanakan masa depan operasinya, yaitu:

1. Ramalan ekonomi membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat

inflasi, suplai uang permulaan perumahan, dan indikator-indikator

perencanaan lain.

2. Ramalan teknologi berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi, yang

akan melahirkan produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan

pabrik, dan peralatan baru.

3. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa

perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan

produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak

sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan, dan

personalia.

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

9

2.2.3 Metode Peramalan

Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan

permintaan dalam produksi. Namun yang lebih penting adalah bagaimana

memahami karateristik suatu metode peramalan agar sesuai dengan situasi

pengambilan keputusan. Situasi peramalan sangat beragam dalam horison

waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil yang sebenarnya, tipe pola

data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas

seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam

dua kategori utama, yaitu metode peramalan kuantitatif dan metode peramalan

kualitatif (Makridakis, 1999, p19-24).

2.2.3.1 Metode Peramalan Kuantitatif

Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat,

ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih

metode tertentu. Metode kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip

statistik yang memiliki ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan

(error), lebih sistematis, dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk

menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi,

yaitu :

a. Tersedia informasi tentang masa lalu.

b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

10

c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus

berlanjut di masa mendatang.

Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu :

a. Model deret berkala (time series)

Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan

nilai masa lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Model

deret berkala menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat

ramalan untuk masa depan. Tujuan metode peramalan deret berkala ini

adalah menemukan pola dalam deret berkala historis dan

mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.

Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series (Baroto,

2002, p31) adalah sebagai berikut:

1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan

data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend,

musiman, siklikal, atau random.

2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola

permintaan tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang

dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya

dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda.

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

11

3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah

dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MSE, MAPE, atau

lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak

ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam

peramalan.

4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba.

Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan

yang telah ditetapkan.

5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah

dipilih.

Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat

adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang

paling tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan

menjadi :

1. Pola Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai

rata-rata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai

rata-ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau

menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula suatu

pengendalian kualitas yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu

proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami

perubahan juga termasuk jenis ini.

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

12

Gambar 2.1 Pola Data Horisontal

Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan stationer

mencakup metode yang naif, rata-rata sederhana, moving averages, dan

autoregressive moving average (ARMA) model (metode Box-Jenskins).

(Hanke, 2005, p75).

2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor

musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada

minggu tertentu). Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan

bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.

Gambar 2.2 Pola Data Musiman

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

13

Teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan seasonal

mencakup dekomposisi clasical, census x-12, winter’s exponensial

smoothing, multiple regression dan ARIMA models (metode Box-Jenkins).

(Hanke, 2005, p76).

3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi

ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.

Penjualan produk seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya

menunjukkan jenis pola data ini.

Gambar 2.3 Pola Data Siklis

Teknik yang harus dipertimbangkan pada peramalan seri cyclical

mencakup dekomposisi clasical, economic indicator, model-model

econometric, multiple regression, dan model-model ARIMA (metode

Box-jenkins). (Hanke, 2005, p76).

4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler

jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto

nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya

mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

14

Gambar 2.4 Pola Data Trend

Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan trend

mencakup moving averages. Holt’s exponential smoothing, regresi

sederhana, growth curves, model-model exponential, dan autoregressive

integrated moving average (ARIMA) model (metode Box-Jenkins).

(Hanke, 2005, p76).

b. Model kausal

Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan

menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel

bebas. Maksud dari model kausal adalah menemukan bentuk hubungan

tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari

varibel tak bebas. Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa

mendatang dapat diramalkan cukup dengan memasukkan nilai-nilai yang

sesuai untuk varibel-variabel independen.

Metode peramalan kausal mengasumsikan bahwa permintaan akan

suatu produk bergantung pada satu atau beberapa faktor independen

(misalnya, harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

15

2.2.3.2 Metode Peramalan Kualitatif atau Teknologis

Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti

metode peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode

tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan

pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali

memerlukan input dari sejumlah orang yang terlatih.

Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam

membuat prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas

peramalan jangka panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan,

tampaknya tidak ilmiah dan bersifat sementara. Tetapi bila data masa lalu

tidak ada atau tidak mencerminkan masa mendatang, tidak banyak alternatif

selain menggunakan opini dari orang-orang yang berpengetahuan. Ramalan

teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk membantu

perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk

memberikan suatu ramalan numerik tertentu.

Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Metode eksploratoris

Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan

penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai

titik awalnya dan bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali

dengan melihat semua kemungkinan yang ada.

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

16

b. Metode normatif.

Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan

analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan

datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat

dicapai, berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.

2.2.4 Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing Tiga Parameter dari

Winter

Pada umumnya, metode rata-rata bergerak dan pemulusan

eksponensial dapat digunakan untuk hampir segala jenis data stasioner atau

non stasioner sepanjang data tersebut tidak mengandung faktor musiman.

Tetapi bilamana terdapat faktor musiman, metode-metode tersebut akan

menghasilkan peramalan yang buruk. Untuk data stasioner, digunakan metode

rata-rata begerak atau pemulusan eksponensial. Jika datanya menunjukkan

suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt dapat

diterapkan. Tetapi jika datanya musiman, metode tersebut tidak bisa

mengatasinya dengan baik. Walaupun demikian, metode Winter dapat

menangani faktor musiman secara langsung. Metode Winter didasarkan atas

tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend

dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan metode Holt, dengan satu

pemulusan tambahan untuk mengatasi musiman.

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

17

Perumusan dasar untuk metode Winter (Makridakis, 1999, p121-127)

adalah sebagai berikut :

Pemulusan Keseluruhan :

X tS t = αI t − L

+ (1 − α )(S (t −1) + b(t −1) )

Pemulusan Trend :

bt = γ (S t − S (t −1) ) + (1 − γ )b(t −1)

Pemulusan Musiman :

X tI t = βS t

+ (1 − β )I (t − L )

Peramalan :

F(t +m) = (St + bt * m)I (t − L+m)

Dimana : L = Panjang musiman

b = Komponen trend

I = Faktor penyesuaian musiman

Ft+m = Peramalan untuk m periode ke depan

Salah satu masalah dalam menggunakan metode Winter adalah

menentukan nilai-nilai untuk α , β ,

dan γ tersebut yang akan berpengaruh

dalam perhitungan nilai-nilai error seperti MSE atau MAPE. Pendekatan

untuk menentukan nilai ini biasanya secara trial and error, walaupun

mungkin juga digunakan algoritma optimasi non-linear untuk mendapatkan

nilai parameter optimal.

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

18

Karena kedua pendekatan tersebut memakan banyak waktu dan mahal,

maka metode ini jarang digunakan. Metode ini baru dipakai jika banyak

himpunan data yang harus ditangani.

Untuk menginisialisasi metode peramalan Winter yang diterangkan di

atas, kita perlu menggunakan paling sedikit satu data musiman lengkap (yaitu

L periode) untuk menentukan estimasi awal dari indeks musiman, Lt-1, dan

kita perlu menaksir faktor trend dari satu periode ke periode selanjutnya.

Adapun rumus yang digunakan untuk inisialisasi awal yaitu :

X L +1 = S L

+1

I = X L

X

2.2.5 Metode Peramalan Dekomposisi

Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk

mengidentifikasi tiga faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu,

yaitu faktor trend, faktor siklus, dan faktor musiman.

Di dalam beberapa hal, peramal hanya mendasarkan penyusunannya

pada dua faktor yang penting yaitu trend dan musiman. Faktor trend

menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat,

menurun atau tidak berubah. Pengukuran perkembangan faktor trend

dilakukan untuk periode waktu yang panjang dengan menghilangkan variasi

musim dan variasi siklus.

t

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

19

Faktor siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri

tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang

konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah bahwa musiman

berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun atau bulan,

sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan

lamanya berbeda dari satu siklus ke siklus yang lainnya.

Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret

waktu, dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari

deret itu setepat mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data

empiris di mana yang pertama adalah pergeseran musim, kemudian trend dan

terakhir adalah siklus. Residu yang ada dianggap unsur acak yang walaupun

tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi (Makridakis, 1999, p150-156).

Langkah-langkah dekomposisi :

1. Pada deret data yang sebenarnya (Xt) hitung rata-rata bergerak yang

panjangnya (N) sama dengan panjang musiman. Maksud dari rata-rata

bergerak adalah menghilangkan unsur musiman dan keacakan. Meratakan

sejumlah periode yang sama dengan panjang pola musiman akan

menghilangkan unsur musiman dengan membuat rata-rata dari periode

yang musimannya tinggi dan periode yang musimannya rendah. Karena

galat acak tidak mempunyai pola yang sistematis, maka perata-rataan ini

juga mengurangi keacakan.

Page 21: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

20

2. Pisahkan rata-rata bergerak N periode (langkah satu) dari deret data

semula untuk memperoleh unsur trend dan siklus.

3. Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode

yang menyusun panjang musiman secara lengkap.

4. Identifikasi bentuk trend yang tepat (linear, eksponensial, kurva-S, dan

lain-lain) dan hitung nilainya untuk setiap periode (Tt).

5. Pisahkan hasil langkah empat dari hasil langkah dua (nilai gabungan dari

unsur trend dan siklus) untuk memperoleh faktor siklus.

6. Pisahkan musiman, trend dan siklus dari data asli untuk mendapatkan

unsur acak yang ada, Et.

Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau

multiplikatif dan bentuknya dapat bervariasi. Model aditif berbentuk :

Xt = It + Tt + Ct + Et

Model multiplikatif berbentuk :

Xt = It x Tt x Ct x Et

2.2.6 Statistik Ketepatan Peramalan

2.2.6.1 Ukuran Statistik Standar

Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan

ramalan (atau nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka

kesalahan didefinisikan sebagai :

Page 22: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

21

et = Xt − Ft

Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu,

maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat

didefinisikan :

• Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)

MSE= 1 n et2

n ∑t

=1

Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan

yaitu mean absolute error (yang dalam beberapa buku disebut sebagai mean

absolute deviation) dan mean squared error (MSE). Perbedaan keduanya

adalah terletak pada bobot kesalahan, satu dalam bentuk angka kesalahan

absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat.

Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu

model agar MSE minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan.

Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap

data hitoris. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan

yang baik. Suatu model terlalu cocok (over fitting) dengan deret data, yang

berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses

bangkitan, berarti tidak berhasil mengenali pola non-acak dalam data dengan

baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan

Page 23: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

22

adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam

peramalan. Kedua, sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan

dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur

yang berbeda pula dalam fase pencocokan.

Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran

ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan

perbandingan deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang

berlainan, karena MSE merupakan ukuran para absolut. Lagipula,

interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun,

karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai (Makridakis,

1999, p58-61).

2.2.6.2 Ukuran-ukuran Relatif

Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan

peramalan, maka muncul usulan alternatif – alternatif lain yang diantaranya

menyangkut galat persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis,

1999, p61-62) adalah :

• Galat Persentase (Percentage

Error)

⎛ X − F ⎞PE = ⎜ t t ⎟ *100⎝ Xt ⎠

• Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)

1 nMPE =n t =1 PEt∑

Page 24: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

23

• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)

1 nMAPE =n t =1 PEt

PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap

periode waktu. Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk

memberikan nilai tengah kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin

mengecil karena PE positif dan negatif cenderung saling meniadakan. Dari

sana MAPE didefinisikan dengan menggunakan nilai absolut dari PE.

2.3 Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan

langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-

urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi

utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang

diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material

yang digunakan, dan tempat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu peta

proses operasi, dicatat hanya kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja,

kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana,

1979,p21). Dalam peta proses operasi pekerjaan dibagi menjadi elemen-

elemen operasi secara detail. Disini, tahapan proses operasi kerja harus

diuraikan secara logis dan sistematis.

Page 25: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

24

Dengan demikian, keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari

awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished good product)

sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual

maupun urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan

(Wignjosoebroto, 2000, p131).

Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, ada

beberapa prinsip yang perlu diikuti, sebagai berikut:

1. Pertama-tama, pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses

Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti nama objek, nama

pembuat peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta

dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang

menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan

terjadinya perubahan proses.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan

sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk

tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara

tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

Page 26: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

25

2.4 Pengukuran Waktu

Berdasarkan pendapat Sutalaksana (1979,p131) pengukuran waktu

adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen

ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan.

Teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Secara langsung berarti pengukuran

dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang

bersangkutan dijalankan. Cara yang termasuk secara langsung, yaitu metode

cara jam henti.

Sedangkan cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa

harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang

tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen

pekerjaan atau gerakan. Untuk pengukuran waktu penulis memakai metode

secara langsung.

Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku

penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh

seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan

dalam sistem kerja terbaik.

Page 27: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

26

2.4.1 Pengukuran Pendahuluan

Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus

dilakukan. Tujuan melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui

berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan

keyakinan yang diinginkan. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan

selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum mencukupi.

Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran adalah:

1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung

rata-rata dari tiap subgrup:

xk = ∑ i− x

n

Dimana: n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup

k = jumlah subgrup yang terbentuk

Xi = data pengamatan

2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup:

g ∑ xi

x = i =1

k

3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:

n ∑ (xi − x)2

s = i =1

n − 1dimana : n = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.

Page 28: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

27

4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup:

s = s

x N

2.4.2 Pengujian Keseragaman Data

Pengukuran keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita

menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar, dengan

tujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam.

Suatu data dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang

sama, bila berada di antara kedua batas kendali.

Perumusan batas kendali tersebut adalah sebagai berikut:

BKA = X + Zσ X

BKB = X − Zσ X

Z = 1 − 1 − β2

Dimana: BKA = Batas kendali atas

BKB = Batas kendali bawah

Z = Bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan ( β )

Page 29: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

28

2.4.3 Pengujian Kecukupan Data

Menurut Sutalaksana (1974,p134), uji kecukupan data dilakukan untuk

mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan

penelitian. Uji kecukupan data ini digunakan pada proses sampling, apabila

variabilitas data yang dianalisis semakin kecil, maka jumlah sampel yang

dibutuhkan akan semakin kecil, sedangkan apabila variabilitas pengumpulan

data semakin besar, maka jumlah data yang dikumpulkan akan semakin besar

pula. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:

2⎜ k n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟N’ = ⎜ s ⎟⎜ ∑ xj ⎟⎝ ⎠Dimana : N’ = jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan

N = jumlah data yang aktual

Dengan kesimpulan:

Apabila N’ ≤ N, maka jumlah data sudah cukup

Apabila N’ ≥ N, maka jumlah data belum cukup

Jika diingkan tingkat ketelitian 5% dari tingkat keyakinan 90% maka:

0.05 x 2 σ xDimana x adalah harga rata-rata sebenarnya dari waktu penyelesaian yang

didekati oleh x = ∑=xj

n

⎛ ⎞

Page 30: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

29

Dengan:

Xj = harga-harga data dalam pengukuran

n = banyaknya pengukuran yang dilakukan

σ x = standar deviasi distribusi harga rata-rata sampel yang diukur

N’ = banyaknya pengukuran yang dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian

dan keyakinan tersebut.

2⎜ 1 n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟σ x = ⎜ n ⎟⎜ N ' ⎟⎝ ⎠Apabila diturunkan, maka didapatkan rumus:

N’ =⎜ 40⎜

2

n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟⎟⎜ ∑ xj ⎟⎝ ⎠Nilai k/s yang ada disini adalah hasil penurunan rumus dengan tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan dengan penurunan rumus diatas, untuk

singkatnya dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 2.1 Tingkat keyakinan dan ketelitian uji kecukupan data

Tingkat keyakinan (k) Tingkat ketelitian (s) k/s90% 10% 16,595% 10% 2095% 5% 4099% 10% 30

⎛ ⎞

⎛ ⎞

Page 31: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

30

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil

pengukuran dari data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan

dalam persen, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan

pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.

Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat

banyak karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang

diinginkan pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran

yang sangat banyak.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam

persen dari waktu penyelesaian sebenarnya yang harus dicari. Sedangkan

tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil

yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.

2.4.4 Perhitungan Waktu Baku

Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang

diperoleh telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan

keyakinan yang diinginkan.

Page 32: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

31

Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang

diperoleh dengan langkah-langkah:

1. Menghitung waktu rata-rata∑ XiWr =

N

Dimana: Xi = data yang termasuk dalam batas kendali

2. Menghitung waktu normal

Wn = Wr x p

Dimana : p = faktor penyesuaian

3. Menghitung waktu normal

Wb = Wn (1+a)

Dimana: a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan

pekerjaannya disamping waktu normal.

2.4.5 Penyesuaian

Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika

pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar,

agar waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu

panjang.

Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979,p138) yaitu:

1. p > 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat

(diatas normal)

2. p = 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja normal.

Page 33: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

32

3. p < 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu lambat

(dibawah normal)

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor

penyesuaian adalah metode Westinghouse (Sutalaksana,1979,p140-146). Cara

Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan,

usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas

dengan nilainya masing-masing.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti

cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi

hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan

maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis,

keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjan yang bersangkutan.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas,

yaitu super skill, excellent skill, good skill, average skill, fair skill dan poor

skill. Yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan,

ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas”

latihan dan hal-hal lain yang serupa.

Page 34: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

33

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-

kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah

kesungguhan yang ditujukan atau diberikan operator ketika melakukan

pekerjaannya. Enam kelas dalam usaha adalah Excessive Effort, Excellent

Effort, Good Effort, Average Effort, Fair Effort dan Poor Effort.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara

Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan

pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi

menjadi enam kelas, yaitu Ideal, excellent, good, average, fair dan poor.

Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Faktor ini perlu

diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-

angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang

ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya,

dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-

faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas, yaitu perfect,

excellent, good, average, fair dan poor.

Page 35: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

34

Tabel 2.2 Penyesuaian menurut Westinghouse

Page 36: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

35

2.4.6 Kelonggaran

Kelonggaran (Sutalaksana, 1979,p149-154) adalah waktu yang

dibutuhkan pekerja yang terlatih, agar dapat mencapai performance kerja

sesungguhnya, jika ia bekerja secara normal. Seorang pekerja tidak mungkin

bekerja sepanjang waktu tanpa adanya beberapa interupsi untuk kebutuhan

tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan

rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat

dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen

dari waktu normal. Persentase kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang

berpengaruh dapat dilihat pada tabel di lampiran.

Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu:

a. kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti

minum untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap

untuk menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak yang harus

diberikan kepada pekerja karena merupakan tuntutan fisiologis dan

psikologis yang wajar.

Page 37: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

36

b. kelonggaran untuk rasa fatique

Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas

maupun kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan

melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat

dimana hasil produksi menurun.

c. kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan.

Adapun beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak

terhindarkan adalah:

- menerima petunjuk kepada pengawas

- melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

- memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat

potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

- mengasah peralatan potong

- mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

2.5 Definisi Penelitian Operasional

Penelitian Operasional (Operations Research / OR) adalah suatu ilmu

yang berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mencari suatu

keputusan yang paling optimum dari pembatasan sumber daya yang ada.

Cara-cara dalam OR untuk memecahkan suatu masalah keputusan yaitu

dengan cara perhitungan-perhitungan matematis, oleh karena itu matematika

Page 38: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

37

dan ilmu matematis sangatlah memegang peranan penting dalam ilmu OR ini.

Pemecahan masalah yang dilakukan pada ilmu OR ini yaitu dengan terlebih

dahulu mengubah atau menerjemahkan masalah serta pembatasan-pembatasan

sumber daya yang ada menjadi suatu model matematika, kemudian model

tersebut akan diolah dan dikembangkan dengan menggunakan cara-cara

perhitungan yang ada untuk memperoleh suatu keputusan yang paling optimal

dan efisien secara teoritis.

Walaupun demikian, pemecahan masalah dalam keadaan yang

sebenarnya tidaklah hanya sekedar dilakukan dengan mengembangkan dan

memecahkan model matematis saja, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-

faktor penting lainnya yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan

secara langsung dalam bentuk matematis. Oleh karena itu, untuk memecahkan

suatu masalah diperlukan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung OR, seperti

sosiologi, psikologi, dan ilmu prilaku dalam pengenalan akan pentingnya

kontribusi mereka dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang tidak

berwujud tersebut.

2.5.1 Tahap-Tahap Studi Riset Operasi.

Tahap-tahap utama yang harus dilalui oleh sebuah kelompok riset

operasi untuk melakukan studi riset operasi mencakup: (Taha,1996,p9).

1. Definisi masalah.

2. Pengembangan model

Page 39: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

38

3. Pemecahan model

4. Pengujian keabsahan model

5. Implementasi hasil akhir

Walaupun sama sekali bukan merupakan standar, urutan ini umumnya dapat

diterima. Kecuali untuk tahap pemecahan model, yang umumnya didasari oleh

teknik yang telah dikembangkan dengan baik, tahap-tahap ini bergantung

pada jenis masalah yang sedang diteliti dan lingkungan operasi di mana

masalah itu terdapat.

2.5.1.1 Definisi Masalah

Tahap pertama studi ini berkaitan dengan definisi masalah. Pada tahap

ini menunjukkan 3 aspek utama:

1. Deskripsi tentang sasaran dari studi tersebut

2. Identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut

3. Pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut.

2.5.1.2 Pengembangan Model

Tahap kedua dari studi ini berkaitan dengan pengembangan model.

Bergantung pada definisi masalah, kelompok riset operasi tersebut harus

memutuskan model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang

bersangkutan.

Page 40: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

39

Model seperti ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan

dan batasan masalah dalam bentuk variabel keputusan. Jika model yang

dihasilkan dalam salah satu model matematis yang umum (misalnya,

pemrograman linear), pemecahan yang memudahkan dapat diperoleh dengan

menggunakan teknik-teknik matematis. Jika hubungan matematis dalam

model tersebut terlalu kompleks untuk memungkinkan pemecahan analitis,

sebuah model simulasi kemungkinan lebih sesuai. Beberapa kasus

memerlukan penggunaan kombinasi antara model matematis, simulasi dan

heuristik. Hal ini tentu saja sebagian besar bergantung pada sifat dan

kompleksitas sistem yang sedang diteliti.

2.5.1.3 Pemecahan Model

Tahap ketiga dari studi ini berkaitan dengan pemecahan model. Dalam

model-model matematis, hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik

optimasi yang didefinisikan dengan baik dan model tersebut dikatakn

menghasilkan sebuah pemecahan optimal. Jika simulasi atau model heuristik

dipergunakan, konsep optimalitas tidak didefinisikan dengan begitu baik, dan

pemecahan dalam kasus ini dipergunakan untuk memperoleh evaluasi

terhadap tindakan dalam sistem tersebut.

Page 41: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

40

Disamping pemecahan optimal dari model tersebut, kita harus juga

memperoleh, ketika mungkin, informasi tambahan yang berkaitan dengan

perilaku pemecahan tersebut yang disebabkan oleh perubahan dalam

parameter sistem tersebut. Hal ini biasanya disebut sebagai analisis

sensitivitas. Secara khusus, analisis seperti ini diperlukan ketika parameter

dari sebuh sistem tidak dapat diestimasi secara akurat. Dalam kasus ini, adalah

penting untuk mempelajari perilaku pemecahan yang optimal di sekitar

estimasi ini.

2.5.1.4 Pengujian Keabsahan Model

Tahap keempat menuntuk pemeriksaan terhadap keabsahan model.

Sebuah model adalah absah jika, walaupun tidak secara pasti mewakili sistem

tersebut, dapat memberikan prediksi yang wajar dari kinerja sistem tersebut.

Satu metode yang umum untuk menguji keabsahan sebuah model adalah

membandingkan kinerjanya dengan data masa lalu yang tersedia untuk sistem

aktual tersebut. Model tersebut akan absah jika dalam kondisi masukan yang

serupa, model tersebut dapat menghasilkan ulang kinerja masa lalu dari sistem

tersebut. Masalahnya disini adalah bahwa tidak ada jaminan bahwa kinjera

masa mendatang akan terus serupa dengan perilaku masa lalu.

Page 42: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

41

Harus dicatat bahwa metode pengujian keabsahan seperti ini tidak

sesuai untuk sistem yang belum ada, karena data tidak tersedia untuk

perbandingan. Dalam beberapa kasus, jika sistem semula diinvestigasi oleh

sebuah model matematis, adalah layak untuk mengembangkan sebuah model

simulasi yang darinya data dapat diperoleh untuk melakukan perbandingan.

2.5.1.5 Implementasi Hasil Akhir

Tahap akhir studi ini berkaitan dengan implementasi hasil model yang

telah diuji tersebut. Beban pelaksanaan hasil ini terutama berada di pundak

para peneliti operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini

terutama berada di pundak para peneliti operasi. Implementasi melibatkan

penerjemahan hasil ini menjadi petunjuk operasi yang terinci dan disebarkan

dalam bentuk yang mudah dipahami kepada para individu yang akan

mengatur dan mengoperasikan sistem yang direkomendasikan tersebut.

2.5.2 Pengoptimalan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengoptimalan diartikan

sebagai proses, cara, perbuatan untuk menjadikan paling baik, paling tinggi,

paling menguntungkan, dan sebagainya.

Page 43: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

42

2.5.3 Masalah Pengoptimalan

Menurut Bronson (1997,p1) suatu masalah pengoptimalan

menentukan suatu kuantitas maksimal atau minimal yang spesifik yang

disebut objektif yang tergantung pada suatu bilangan terhingga atau variabel

input. Variabel-variabel tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau berkaitan

satu sama lain melalui satu atau beberapa kendala.

2.5.4 Model Optimisasi

Menurut Nash & Sofer (1996,p.3), Optimisasi adalah sarana untuk

mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah

dengan cara terbaik. Jika digunakan untuk tujuan bisnis, artinya

memaksimalkan keuntungan dan efisiensi serta meminimalkan kerugian,

biaya atau resiko.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Optimisasi adalah prosedur

yang digunakan untuk membuat sistem atau desain yang fungsional atau

seefektif mungkin, dengan menggunakan teknik aplikasi matematika.

Menurut National Institue of Standards and Technology (NIST),

masalah optimisasi adalah masalah komputasi dimana tujuannya adalah

menemukan yang terbaik dari semua solusi yang mungkin.

Secara garis besar, Optimisasi adalah “Tindakan yang memberikan

hasil paling baik. Dalam masalah optimisasi terdapat nilai variabel yang

berpengaruh pada nilai optimal dari fungsi sehingga dapat dioptimalkan”.

Page 44: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

43

2.5.5 Pemrograman Linear

2.5.5.1 Sejarah Singkat Pemrograman Linear

Menurut George B. Dantzing yang sering disebut bapak pemrograman

linear, di dalam bukunya : “Linear Programming and Extension”,

menyebutkan bahwa ide dari pemrograman linear ini berasal dari ahli

matematika Rusia bernama L.V. Kantorivich yang pada tahun 1939

menerbitkan sebuah karangan dengan judul “Mathematical Methods In The

Organization And Planning Of Production”.

Di dalam karangan tersebut telah dirumuskan persoalan pemrograman

linear untuk pertama kalinya. Akan tetapi ide ini rupanya di Rusia tidak bisa

berkembang. Ternyata dunia barat memanfaatkan ide ini selanjutnya.

Kemudian pada tahun 1947, ahli matematika dari Amerika Serikat yang

bernama George D. Dantzing menemukan suatu cara untuk memecahkan

persoalan pemrograman linear dengan suatu metode yang disebut metode

simpleks.

Setelah itu, sejak tahun lima puluhan, pemrograman linear

berkembang dengan pesat sekali. Pada mulanya di bidang militer (untuk

penyusunan strategi perang, persoalan bombing pattern) maupun di dalam

bidang usaha (persoalan untuk mencapai laba maksimum, biaya minimum dan

lain sebagainya).

Page 45: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

44

Sekarang pengunaan pemrograman linear bukan saja terbatas pada

bidang kemiliteran, bidang ekonomi perusahaan yang sifatnya mikro, sebagai

alat manajemen, akan tetapi sudah meluas terutama sekali di dalam

perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang makro sifatnya, misalnya

di dalam penentuan “allocation of investments” ke dalam sektor-sektor

perekonomian, “rotation corp policy”, peningkatan penerimaan devisa dan

lain sebagainya.

2.5.5.2 Teori Pemrograman Linear

Menurut Nash & Sofer (1996,p6), model pemrograman linear meliputi

optimisasi subjek fungsi linear pada variabel. Fungsi linear merupakan fungsi

yang mudah sehingga banyak digunakan dalam bidang perekonomian,

network, penjadwalan dan aplikasi lainnya.

Menurut Taha (1996,p.16), programa linear adalah sebuah alat

deterministik, yang berarti bahwa semua parameter model diasumsikan

diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam kehidupan nyata, jarang seseorang

menghadapi masalah di mana terdapat kepastian yang sesungguhnya. Teknik

LP mengkompensasi “kekurangan” ini dengan memberikan analisis pasca-

optimum dan analisis parametik yang sistematik untuk memungkinkan

pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas

pemecahan optimum yang “statis” terhadap perubahan diskrit atau kontinyu

dalam berbagai parameter dari model tersebut.

Page 46: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

45

Pemrograman linear adalah suatu persoalan untuk menentukan

besarnya masing-masing variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi

tujuan atau objektif (objective function) yang linear menjadi optimum

(maksimum atau minimum) dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada

yaitu kendala mengenai inputnya. Kendala-kendala ini pun harus dinyatakan

dalam ketidaksamaan linear (linear inequalities).

Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan

digunakan karakterisitik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan

programa linear, yaitu:

a. Variabel keputusan

Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap

keputusan-keputusan yang akan dibuat.

b. Fungsi tujuan

Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan

dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan

(biaya material/minggu atau biaya tenaga kerja/minggu).

c. Pembatas

Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa

menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien

dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis,

sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas

kanan pembatas.

Page 47: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

46

d. Pembatas tanda

Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel

keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel

keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak

terbatas dalam tanda).

Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linear. Programa

linear adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal

berikut:

1. Memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari

variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.

2. Harga/besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi

suatu set pembatas. Setiap pembatas harus merupakan persamaan

linear atau ketidaksamaan linear.

3. Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.

2.5.5.3 Formulasi Programa Linear

Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum

sumber daya yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja,

bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis

adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber

daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari

Page 48: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

47

beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan kesejahteraan atau minimasi

seperti biaya, waktu dan jarak.

Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah

selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap,

sebagai berikut:

1. tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam

simbol matematik.

2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linear

(bukan perkalian) dari variabel keputusan.

3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam

persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linear dari

variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu.

Agar dapat memudahkan pembahasan model ini, digunakan simbol-

simbol sebagai berikut:

m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.

n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas

tersebut.

i = nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1,2,...,m)

j = nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1,2,...,m)

cij = koefisien keuntungan per unit

xj = tingkat aktivitas j (sebuah variabel keputusan) untuk j = 1,2,...,n

Page 49: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

48

aij = banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masing-masing

unit aktivitas j (untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...n).

bi = banyaknya sumber i yang tersedia untuk pengalokasian (i = 1,2,...,m)

Z = ukuran keefektifan yang terpilih.

Bentuk baku model Linear Programming :

Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan

Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn

Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1

a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2

.

.

.am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm

dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0(Subagyo, 1988,p9-12)

2.5.6 Metode Simpleks

Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka

penyelesaian masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi

tidak praktis atau tidak mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi

yang lebih umum menjadi nyata. Metode umum ini dikenal dengan nama

algoritma Simpleks yang dirancang untuk menyelesaiakn seluruh masalah LP,

baik yang melibatkan dua variabel atau lebih dari dua variabel.

Page 50: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

49

Metode simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif,

yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada

daerah fisibel (ruang solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum.

Perhatikan model linear berikut:

Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan

Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn

Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1

a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2

.

.

.am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm

dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0Langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut

(whitehouse,1996,p.86):

Langkah 1: bentuk permasalahan menajdi bentuk standar

Langkah 2: tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel.

Langkah 3: tentukan, apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik. Jika

tidak, solusi optimal telah ditemukan. Jika masih ada solusi

fisibel yang lebih baik, lanjutkan ke langkah 4.

Langkah 4: identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan

yang terbesar untuk fungsi objektif.

Page 51: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

50

Langkah 5: identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis

ketika variabel yang diidentifikasikan pada langkah 4 diperoleh.

Langkah 6: lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering

variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan

variabel masuk (yang diidentifikasikan pada langkah 5).

Langkah 7: kembali ke langkah 3.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh:

Maksimasi Z = 3X1 + 3X2 (laba)

Pembatas : 3X1 + 6X2 ≤ 24 (pekerja)

2X1 + X2 ≤ 10 (bahan mentah)

X1, X2 ≥ 0Langkah 1: bentuk permasalahn menjadi bentuk standar

Dapat dilihat bahwa pembatas 1 dan 2 tidak dalam bentuk standar karena persamaan tidak dalam bentuk sama dengan (=) melainkan lebih kecil ( ≤ ).Tanda ini dapat diubah menjadi tanda sama dengan , tetapi harus dibuat

variabel baru yang mewakili pekerja yang tidak terpakai apabila

menggunakan tanda lebih kecil dari. Variabel baru itu kita namai S1 (Slack 1);

pembatas menjadi:

3X1 + 6X2 + S1 = 24

2X1 + 1X2 + S2 = 10

Bentuk permasalahan menjadi:

Maksimasi: Z = 3X1 + 3X2 + 0S1 + 0S2

Page 52: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

51

Pembatas: 3X1 + 6X2 + S1 + 0S2 = 24

2X1 + 1X2 + 0S1 + S2 = 10

Langkah 2. Tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel

Digunakan tabel simpleks sebagai alat untuk mempermudah perhitungan.

Data-data yang digunakan untuk mengisi tabel ini diambil dari bentuk standar

yang ada.

Tabel 2.3 Membentuk tabel inisial

Variabel pada solusi untuk tabel inisial, S1dan S2, diperoleh dari keadan

dimana nilai X1 dan X2 = 0, sehingga pembatas pertama dipakai untuk

mencari nilai S1 dan pembatas kedua dipakai untuk mencari nilai S2. Nilai var

Cj adalah nilai Cj dari variabel solusi, dalam hal ini adalah S1 dan S2. Lima

kolom selanjutnya berisi koefisien dari pembatas dan batasannya. Jika X1 =

X2 = 0 seperti yang telah dilakukan, maka nilai S1 dan S2 adalah 24 dan 10.

Nilai variabel dari solusi dasar yang fisibel akan selalu ditampilkan pada

kolom b. Sedangkan variabel yang tidak ditampilkan akan bernilai 0.

Page 53: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

52

Dengan demikian tabel 2.3 dapat diartikan bahwa jumlah produk yang

dihasilkan perusahan (X1 dan X2) adalah 0, maka tenaga kerja yang tidak

terpakai, S1 dan bahan baku yang tidak terpakai S2 adalah 24 dan 10 unit.

Langkah 3. tentukan apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik.

Pada bagian ini, baris Zj dan baris terakhir akan diisi. Nilai baris Zj:

Zj (X1) = (var Cj baris 1) (a12) + (var Cj baris 2)(a21)

= 0 (3) + 0 (2) = 0

Dan seterusnya dicari nilai Zj sampai X4. Nilai Zj adalah nilai fungsi tujuan.

Sedangkan baris terakhir dapat dicari dengan mengurangkan nilai pada baris

teratas (Cj) dengan Zj.

Cj – Zj (X1) = Cj (Xi) – Zj (X1) = 2 – 0 = 2

Sehingga tabel menjadi:

Tabel 2.4 Lanjutan Perhitungan Zj dan Cj-Zj untuk Tabel Inisial

Nilai pada baris terakhir ini menunjukkan perubahan fungsi tujuan (Zj) yang

terjadi apabila nilai variabel pada kolom yang bersangkutan dinaikkan.

Page 54: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

53

Karena fungsi tujuan adalah maksimasi, maka apabila nilai pada baris terakhir

>0, maka masih ada solusi fisibel yang lebih baik jadi tabel tersebut belumlah

optimal sehingga langsung pada langkah berikutnya sampai nilai pada baris

terakhir semuanya ≤ 0.

Langkah 4. Identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan

yang terbesar (entering variable) untuk fungsi objektif.

Cari nilai terbesar pada baris terakhir. Untuk tabel diatas, variabel X2 nilai

terbesar (nilai terbesar untuk kasus maksimasi dan terkecil untuk kasus

minimasi) dari Cj-Zj = 3. Nilai ini kita sebut sebagai entering variable (EV).

Nilai EV ditunjukkan oleh panah kecil pada tabel 2.4 Yang merupakan EV

adalah X2.

Langkah 5. Identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis

Pada langkah ini, akan dihitung nilai dari kolom terakhir dengan cara

membagi nilai b dengan nilai aij pada kolom dimana terletak EV. Nilai kolom

terakhir untuk tabel di atas adalah 4 (diperoleh dari 24/6) dan 10 (diperoleh

dari 10/1). Leaving variable (LV) ditentukan dengan cara mencari nilai positif

terkecil (baik untuk tujuan maksimasi atau minimasi) pada kolom terakhir.

Bila ada terdapat dua atau lebih nilai positif terkecil yang sama, maka ambil

salah satu saja secara acak sebagai Lvnya. Yang merupakan LV adalah S1.

Selanjutnya dicari perpotongan dari entering kolom dengan leaving baris.

Nilai perpotongan tersebut disebut pivot elemen (6) yang akan digunakan

untuk perhitungan selanjutnya.

Page 55: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

54

Tabel 2.5 Menentukan entering dan leaving variabel

Sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya, yang penting diingat adalah X2

adalah EV karena memberikan kontribusi terbesar untuk fungsi tujuan, dan

kemudian dapat dihitung nilai X2 tanpa melewati pembatas. Pada tabel 2.5

terlihat bahwa jumlah X2 yang dapat dibuat adalah 4 unit dan S1 (jumlah

tenaga kerja yang tidak dibutuhkan) harus dipindahkan dari variabel solusi.

Langkah 6.Lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering

variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan variabel

masuk.

Tabel 2.6 Memulai solusi yang telah diperbaiki

Page 56: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

55

Perhitungan untuk matriks yang baru dimulai pada baris yang merupakan

entering variabel yaitu baris pivot. Nilai pada baris pivot dicari dengan

membagi nilai aij pada tabel 2.5 dengan pivot elemen.

Tabel 2.7 Pengembangan dari solusi yang telah diperbaiki

Untuk mengisi baris selanjutnya, dibutuhkan 2 tahap perhitungan. Nilai aij

pada kolom EV yang menjadi 0. Hal ini dilakukan dengan cara mengalikan

baris pivot dengan angka yang dapat menyebabkan nilai aij pada kolom EV

menjadi 0. Untuk tabel diatas, baris pivot harus dikali -1. Dapat dilihat bahwa

perhitungan-perhitungan pada langkah ini dilakukan dengan cara aljabar linier.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Nilai ini akan dimasukkan pada baris kedua yang masih kosong yang dapat

dilihat pada tabel 2.7. Contoh diatas hanya memiliki 2 baris, maka

perhitungan kita telah selesai. Apabila pada tabel terdapat lebih dari 2 baris,

maka akan terus diadakan perhitungan sampai semua baris terisi.

Page 57: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

56

Langkah 7. kembali ke langkah 3.

Nilai pada baris Zj adalah:

Kolom X1 = 3 (3/6) + 0 (9/6) = 9/6 dst

Setelah itu akan dicari nilai Cj-Zj. Hasil perhitungan akan dilihat pada tabel

2.8.

Tabel 2.8 Menentukan nilai Zj dan Cj-Zj

Nilai Cj-Zj terbesar adalah 3/6 sehingga dapat ditentukan EV yaitu X1.

Tabel 2.9 Menentukan entering dan leaving variabel.

Page 58: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

57

Yang merupakan LV adalah S2 dengan elemen pivot 9/6. Pada baris pivot

menunjukkan bahwa 4 unit X1 akan diperkenalkan pada perhitungan

selanjutnya dan peningkatan fungsi tujuan adalah 3/6 untuk satu nilai X1.

Kemudian perhitungan dilanjutkan sehingga memperoleh tabel 2.10

Tabel 2.10 Hasil optimum

Dari tabel 2.10 terlihat bahwa perhitungan telah optimal karena tidak ada nilai

Cj-Zj > 0. Solusi dari contoh soal yang terlihat pada kolom b tabel 2.10 adalah

2 unit X2 dan 4 unit X1 serta keuntungan sebesar 14.

2.5.7 Integer Programming

Hasil yang diperoleh dari perhitungan LP terkadang memperoleh nilai

yang tidak bulat. Untuk permasalahan tertentu, hal ini tidak dimungkinkan.

Contohnya saja, mencari jumlah mesin yang paling optimal untuk suatu

pabrik. Banyaknya mesin tidak mungkin berupa pecahan.

Page 59: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

58

Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari perhitungan LP harus

dijadikan bilangan bulat dan lebih besar dari nol (integer) dengan cara

menaikkan atau menurunkan bilangan tersebut.

Membuat suatu bilangan menjadi integer dapat dilakukan dengan cara

coba-coba (trial and error). Hasil pecahan yang diperoleh dapat dinaikkan

atau diturunkan, tetapi harus memenuhi pembatas dan mencapai tujuan. Cara

ini tidak efisien untuk variabel yang banyak, karena akan memakan waktu

yang lama.

Cara lain untuk mengintegerkan bilangan adalah dengan teknik branch

and bound (B&B). Prinsip-prinsip dari teknik Branch and Bound adalah:

a. Mengurangi ruang solusi dengan menghilangkan cabang yang tidak fisibel

b. Perlu menambahkan fungsi pembatas. Pembatas ini dipakai hanya sampai

bila sudah diketahui cabang tersebut tidak fisibel lagi, kemudian diganti

dengan fungsi pembatas yang baru.

Langkah-langkah algoritma B&B dengan mengasumsikan masalah

maksimasi:

1. Ukur/batasi. Pilih Lpi sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti.

Pecahkan Lpi dan coba ukur bagian masalah itu dengan menggunakan

kondisi yang sesuai.

Page 60: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

59

2. Percabangan. Pilih salah satu variabel Xj yang nilai optimumnya Xj*

dalam pemecahan Lpi tidak memenuhi batasan integer. Singkirkan

bidang [Xj*]<Xj[Xj*]+1 dengan membuat dua bagian masalah LP

yang berkaitan dengan dua batasan yang tidak dapat dipenuhi secara

bersamaan ini.

Xj ≤ [Xj*] dan Xj ≥ [Xj*]+1

3. Kembali ke langkah 1.

Walaupun metode B&B memiliki kekurangan, dapat dikatakn bahwa

sampai sekarang, ini adalah metode yang paling efektif dalam

memecahkan program-program integer dengan ukuran praktis.

(Taha,1996,p.332).

2.5.8 Analisa Sensitivitas

Hasil perhitungan dari metode simpleks dapat dianalisa dan

diinterpretasikan lebih lanjut. Daftar berikut ini meringkaskan informasi yang

dapat diperoleh dari tabel simpleks:

1. Status sumber daya

2. Harga dual (nilai unit sumber daya) dan pengurangan biaya.

3. Sensitivitas pemecahan optimum terhadap perubahan dalam ketersediaan

sumber daya, laba/biaya marginal (koefisien fungsi tujuan), dan

penggunaan sumber daya oleh kegiatan-kegiatan dalam model.

Page 61: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

60

Semua butir diatas akan dibahas dan diterangkan melalui penggunaan

perangkat lunak. Fungsi dari analisa sensitivitas ini adalah memberikan

pandangan terhadap bagaimana hasil yang diperoleh pada perhitungan metode

simpleks. (Taha,p.95).

2.5.9 Aplikasi LINDO

Aplikasi LINDO adalah salah satu aplikasi optimasi yang digunakan

dalam menghitung optimasi suatu formulasi. Software ini gratis bisa

didownload dari situsnya: www. l i n d o.c o m .

a. Tampilan LINDO

Gambar 2.5 Tampilan LINDO

Page 62: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

61

b. Tabel Formulasi

Di tabel ini tujuan maksimum dan fungsi pembatas model optimasi

dibuat. Max berarti tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan maksimum.

Variabel disini disimbolkan dengan abjad A, B, C dan seterusnya untuk

X1, X2, X3, ..Xn. Untuk fungsi pembatas diawali dengan Subject to yang

kemudian fungsi pembatas tersebut dimodelkan seperti fungsi pembatas

yang sudah ada.

Gambar 2.6 Tabel Formulasi

Page 63: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

62

c. Solve

Setelah fungsi tujuan sudah ditentukan, dan smua fungsi pembatas

telah lengkap dibuat, maka langkah selanjutnya adalah memproseskannya.

Caranya adalah dengan command CTRL+S atau dapat dilihat dari tool bar

Solve.

Gambar 2.7 Mengoptimasikan model pada LINDO

Page 64: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

63

d. Melakukan analisa sensitivitas

Analisa sensitivitas merupakan lanjutan dari hasil optimasi yang

disediakan oleh LINDO. Dengan mengklik Yes, maka LINDO akan

melakukan analisa sensitivitas terhadap model formulasi yang dibuat.

Gambar 2.8 Analisa Sensitivitas pada LINDO

Page 65: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

64

e. Hasil optimasi

Hasil optimasi dilampirkan dalam bentuk Reports Window. Berisi

tentang berapa kali iterasi yang dilakukan (diwakili oleh LP Optimum

found at step), keuntungan maksimum (diwakili oleh Objective function

value), jumlah max unit (diwakili oleh value pada tabel variable) dan

kelebihan atau kekurangan pada fungsi pembatas dimana hal tersebut tidak

akan mengurangi hasil optimasi yang telah ada.

Gambar 2.9 Hasil Optimasi pada LINDO

Page 66: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

65

2.6 Konsep Penjadwalan

2.6.1 Definisi Penjadwalan

Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting

dalam perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan

dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan

proses, jenis produk, pembelian material dan sebagainya.

Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap perusahaan perlu untuk

melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar memperoleh utilisasi

maksimum dari sumber daya produksi dan aset lain yang dimiliki.

Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi.

Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun

tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan

keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya

operasi. Teori penjadwalan berhubungan terutama dengan model-model

matematika yang berhubungan dengan proses penjadwalan (Baker, 2001,

p1.3).

Pengembangan dari model-model yang berguna, yang menuju kepada

teknik-teknik solusi dan pandangan-pandangan praktikal, telah menjadi

interface yang terus-menerus antara teori dan praktek. Perspektif teorikal juga

merupakan pendekatan kuantitatif yang besar, satu yang mengusahakan

menggambarkan struktur permasalahan dalam bentuk perhitungan matematika.

Page 67: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

66

Secara khusus, pendekatan kuantitatif ini dimulai dari deskripsi

sumber dan tugas-tugas dan dengan translasi akan tujuan-tujuan pengambilan

keputusan ke dalam fungsi objektif yang eksplisit.

Idealnya, fungsi objektif harus berisikan semua biaya-biaya dalam

sistem yang tergantung pada keputusan-keputusan penjadwalan. Di dalam

praktek, meskipun begitu, biaya-biaya seperti itu sering sulit untuk dihitung,

atau bahkan diidentifikasi seluruhnya.

Sebagai fakta, biaya operasi utama - dan yang paling sering

diidentifikasikan - ditentukan oleh fungsi perencanaan, dimana biaya-biaya

yang berhubungan dengan penjadwalan sulit untuk diisolasi dan sering

muncul telah fixed. Meskipun begitu, 3 tipe dari tujuan–tujuan pengambilan

keputusan terlihat biasa di dalam penjadwalan; turnaround, timeliness, dan

throughput. Turnaround menghitung waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan sebuah kegiatan. Timeliness menghitung konformansi dari

penyelesaian tugas-tugas tertentu pada deadline yang diberikan. Throughput

menghitung jumlah dari kerja yang diselesaikan sewaktu waktu yang telah

ditentukan.

Kedua tujuan-tujuan ini akan nantinya membutuhkan elaborasi lebih

lanjut, karna meskipun kita dapat membicarakan turnaround atau timeliness

untuk tugas yang diberikan, permaslahan-permasalahan penjadwalan

membutuhan kita mengembangkan fungsi-fungsi objektif untuk keseluruhan

Page 68: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

67

kegiatan di dalam penjadwalan. Throughput, yang kontras sudah merupakan

sebuah perhitungan yang diaplikasikan ke dalam keseluruhan set.

Baker (2001, p1.3) mengkategorikan model-model penjadwalan utama

dengan menspesifikasikan konfigurasi sumber dan sifat dari kegiatan. Sebagai

contoh, sebuah model mungkin berisikan satu mesin atau beberapa mesin.

Jika hanya berisikan satu mesin, pekerjaan-pekerjaan akan berada pada single

stage, dimana model banyak mesin biasanya mencakup pekerjaan-pekerjaan

dengan multiple stages.

2.6.2 Tujuan Penjadwalan

Pentingnya penjadwalan (Render dan Heizer, 2001, p467) :

1. Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya

dengan efektif dan menghasilkan kapasitas keuntungan yang dihasilkan

menjadi lebih besar, yang sebaliknya akan mengurangi biaya.

2. Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait

memberikan waktu pengiriman yang lebih cepat dan dengan demikian

pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih baik.

3. Keuntungan yang ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan

kompetitif dengan pengiriman yang bisa diandalkan.

Page 69: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

68

2.6.3 Penjadwalan Kriteria Proses

Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pesanan, ciri

operasi, dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus pentingnya

tempat pada masing-masing dari empat kriteria (Render dan Heizer, 2001,

p467). Empat kriteria itu adalah :

1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata-

rata waktu penyelesaian.

2. Memaksimalkan utilitas. Ini dinilai dengan menentukan persentase waktu

fasilitas itu digunakan.

3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan

menentukan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara

jumlah pekerjaan dalam sistem dan persediaan barang dalam proses adalah

tinggi. Dengan demikian semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada dalam

sistem, maka akan semakin kecil persediaannya.

4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan

rata-rata jumlah keterlambatan.

Empat kriteria ini digunakan dalam industri untuk mengevaluasi

kinerja penjadwalan. Sebagai tambahan, pendekatan penjadwalan yang baik

haruslah sederhana, jelas, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, fleksibel,

dan realistik. Diberikan pertimbangan ini, sasaran dari penjadwalan adalah

untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga tujuan produksi

bisa tercapai.

Page 70: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

69

2.6.4 Penjadwalan Produksi

Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem

produksi, aktivitas-aktivitas fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Baroto,

2002, p167) :

1. Loading (pembebanan). Bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan

yang diminta dengan kapasitas yang ada. Loading ini untuk menentukan

fasilitas, operator, dan peralatan.

2. Sequencing (penentuan urutan). Bertujuan membuat prioritas pengerjaan

dalam pemrosesan order-order yang masuk.

3. Dispatching. Pemberian perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau fasilitas

lainnya.

4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara:

a. monitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua

sektor

b. merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau prioritas utama

baru

5. Updating schedules. Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah baru

yang berbeda dari saat pembuatan jadwal, maka jadwal harus segera di-

update bila ada permasalahan baru yang memang perlu diakomodasi.

Kompleksitas aktivitas penjadwalan produksi tersebut dapat ditangani

secara sistematik dengan berbagai macam metode-metode khusus untuk

penjadwalan produksi.

Page 71: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

70

2.6.4.1 Pembebanan (Loading)

Pembebanan berarti penugasan pekerjaan untuk dilaksanakan atau

pusat pengolahan/pusat pemrosesan. Manajer operasi menugaskan pekerjaan

untuk dilaksanakan sehingga biaya, waktu menganggur atau waktu

penyelesaian harus dijaga agar tetap minimum.

Pusat pembebanan pekerjaan terbagi menjadi dua bentuk. Satu

diorientasikan terhadap kapasitas, yang kedua dikaitkan ke penugasan tugas

tertentu ke pusat pekerjaan.

Kita menyajikan dua pendekatan yang digunakan untuk

membebankan yaitu : diagram Gantt dan metode penugasan linear (Render

dan Heizer, 2001, p469).

(1) Diagram Gantt

Diagram Gantt merupakan alat bantu visual yang sangat berguna

dalam pembebanan dan penjadwalan. Diagram ini membantu melukiskan

penggunaan sumber daya, seperti pusat pekerjaan dan lembur.

Pada saat digunakan dalam pembebanan, diagram Gantt

menunjukkan waktu pembebanan dan waktu menganggur dari beberapa

departemen seperti mesin-mesin atau fasilitas. Diagram ini menampilkan

beban kerja relatif di dalam sistem sehingga para manajer bisa tahu

penyesuaian seperti apa yang tepat. Sebagai contoh, pada saat satu pusat

pekerjaan kelebihan pusat kerja, karyawan dari pusat beban yang rendah

bisa dipindahkan secara temporer untuk menambah jumlah karyawan.

Page 72: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

71

Atau jika pekerjaan yang sedang menunggu bisa diproses pada

pusat pekerjaan yang berbeda, beberapa pekerjaan pada pusat beban tinggi

bisa dipindahkan ke yang rendah. Peralatan serba guna bisa juga

dipindahkan di antara pusat-pusat itu.

Diagram beban Gantt memiliki batasan-batasan utama. Salah

satunya, diagram ini tidak bisa diandalkan untuk variabilitas produksi

seperti kerusakan yang tidak diharapkan atau kesalahan manusia yang

mensyaratkan pekerjaan itu dilakukan lagi.

Diagram itu harus diperbaharui secara teratur untuk melakukan

pekerjaan baru dan merevisi perkiraan waktu. Diagram jadwal Gantt

digunakan untuk memonitor kemajuan pekerjaan. Ini menunjukkan

pekerjaan mana yang berada pada jadwal dan yang mana yang berada

didepan atau dibelakang skedul/jadwal.

Dalam bentuk dasarnya diagram Gantt menunjukan alokasi sumber

berdasarkan waktu, dengan sumber-sumber spesifik yang ditunjukan

sepanjang garis vertikal dan skala waktu yang ditunjukan sepanjang garis

horizontal, seperti di Gambar 2.10.

Page 73: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

72

Gambar 2.10 Diagram Gantt

Sebuah diagram seperti pada Gambar 2.10 membantu kita untuk

memvisualkan elemen-elemen detail dari sebuah permasalahan

penjadwalan karena sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan ditunjukan

dengan jelas. Dengan sebuah diagram Gantt kita dapat menganalisa

hubungan-hubungan geometrik untuk mendapatkan informasi tentang fitur

dari jadwal yang diberikan. Sebagai tambahan, kita dapat membahas

diagram tersebut dan mengatur kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan

informasi pembanding mengenai penjadwalan lainnya.

(2) Metode Penugasan

Metode penugasan melibatkan penugasan suatu pekerjaan atau

sumber daya. Sebagai contoh adalah penugasan pekerjaan ke mesin,

kontrak kerja pada penawar, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk

meminimalisasi total biaya atau waktu yang diminta untuk melakukan

tugas yang sedang dijalankannya.

Page 74: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2007-3... · RTF file · 2012-03-15BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering

73

2.6.4.2 Pengurutan (Sequencing)

Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang cukup penting

dalam analisis produksi. Problem yang dihadapi karena adanya banyaknya job

dan ketersediaan mesin yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk

mencapai kriteria performance tertentu yang optimal.

Beberapa kriteria yang sering dipakai dalam pengurutan job antara lain

sebagai berikut (Baroto, 2002, p170) :

1. Mean flow time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam mesin

2. Idle time atau waktu menganggur dari mesin

3. Mean lateness atau rata-rata keterlambatan

4. Mean number job in the system (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam

mesin

5. Make-span atau total waktu penyelesaian seluruh job

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan (pengerjaan)

suatu job diantaranya (Baroto, 2002, p170) :

1. jumlah job yang harus dijadwalkan.

2. jumlah mesin yang tersedia.

3. tipe manufaktur (flow shop atau job shop).

4. pola kedatangan job (statik atau dinamis).