Upload
bayu55
View
9
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmakologi adalah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saraf otonom terdiri dari saraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang
mempersyarafi sel efektor. Saraf otonom berhubungan dengan saraf somatic,
sebaliknya kejadian somatik juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada
susunan syaraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla
oblongata terdapat pengatur pernapasan dan tekanan darah. Hipotalamus dan
hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme lemak dan
karbohidrat. Pusat susunan saraf otonom yang lebih tinggi dari hipotalamus
adalah korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai coordinator
antara sistem otonom dan somatik.
Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis
disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal 3), dalam
system ini termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. System
parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui syaraf otak ke III, IX,
X dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral segmen 2, 3 dan 4.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi yang antagonistik yaitu bila yang satu menghambat
fungsi maka yang lain memicu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis
terjadi dibawah pengaruh syaraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh
parasimpatis.
Sistem simpatis aktif setiap saat, walaupun aktivitasnya bervariasi dari waktu ke
waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi setiap
secara terus menerus. Dalam keadaan darurat, system simpatoadrenal (terdiri
dari system simpatis dan adrenal) berfungsi sebagai satu kesatuan secara
serentak. Sistem parasimpatis fungsinya lebih terlokalisasi, tidak difus seperti
sistem simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan konservasi sewaktu aktivitas
organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan tekanan
darah pada fungsi basal, menstimulasi sistem pencernaan berupa peningkatan
1
motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorpsi makanan,
memproteksiretina terhadap cahaya berlebihan, mengosongkan rectum dan
kandung kemih. Keseluruhan sistem saraf saraf ini dapat dipengaruhi transmisi
neurohormonal dengan cara menghambat atau mengintensifkannya
menggunakan obat-obat otonomik
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu sistem saraf otonom ?
2. Apa dasar penyusunan obat-obatan susunan saraf otonom ?
3. Bagaimanakah cara kerja obat otonom ?
4. Apa saja jenis obat otonom ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berikut tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sistem saraf otonom.
2. Mengetahui dasar penyusunan obat-obatan susunan saraf otonom.
3. Mengetahui cara kerja obat otonom.
4. Mengetahui jenis-jenis obat otonom.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan paper ini :
1. Menambah pengetahuan mengenai system saraf otonom dan obat otonom.
2. Memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
farmakologi veteriner
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami
anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek
farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal.
Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui
saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga;
kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh
serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X).
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur
oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan
perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan
maupun penurunan aktivitas.
Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi
refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual,
refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi
kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal,
berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.
Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik,
berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan
impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya
jauh lebih spesifik.
3
2.2 Prinsip Dasar Obat-Obat Susunan Saraf Otonom
Fungsi organ-organ tubuh dikontrol dan diintegrasikan oleh sistem saraf
dan sistem endokrin. Secara umum kedua sistem ini mempunyai sifat yang
hampir sama, yaitu mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses-proses
di bagian tubuh yang letaknya jauh dan mekanisme umpan balik negatifnya juga
mempunyai arti penting. Perbedaan utama antara sistem saraf dengan sistem
endokrin adalah dalam hal metode hantaran informasinya. Pada sistem endokrin,
sebagian besar hantaran adalah bersifat kimiawi melalui hormon-hormon yang
dibawa oleh aliran darah. Pada saraf, hantaran informasinya dialirkan dengan
aliran listrik dengan cepat melalui serabut-serabut saraf, yang dilanjutkan oleh
hantaran kimia (yang disebut neurotransmitter) antara sel-sel saraf dan antara sel
saraf dengan sel efektor. Kedua sistem ini bekerja sendiri-sendiri (involuntary)
dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh kesadaran atau kehendak. Obat-obat
otonom adalah obat-obat yang bekerja mempengaruhi SSO atau mempengaruhi
reseptor-reseptor otonom pada sel-sel efektor yang dikontrol oleh SSO. Obat-
obat otonom dapat memacu (agonis) atau menghambat (antagonis) fungsi sistem
saraf otonom. Untuk dapat memahami farmakologi obat-obat SSO dan
penggolongannya kita harus mengetahui terlebih dahulu anatomi, fisiologi, dan
biokimia SSO.
Anatomi Sistem Saraf Otonom
Saraf yang mengontrol dan mengkoordinasikan fungsi-fungsi
fisiologis tubuh manusia dibedakan atas 2 divisi utama :
1. Sistem saraf pusat (SSP) terdapat dalam otak dan Medula spinalis
dan
2. Sistem saraf perifer yang memperantarai antara SSP dengan
lingkunganr eksternal dan internal. Saraf perifer dibagi lagi
menjadi divisi aferen (pembawa impuls yang naik) dan divisi
eferen (pembawa impuls turun dari SSP ke organ-organ). Divisi
eferen dibagi lagi atas saraf somatik dan saraf otonom (SSO).
4
Neuron-neuron eferen SSO mempersarafi otot polos dan otot jantung,
kelenjar, dan organ-organ dalam lain. Tidak seperti saraf somatik,
SSO dibedakan atas saraf simpatetik (adrenergik) dan saraf
parasimpatetik (cholinergic).
Neuron-neuron saraf simpatetik berasal dari region torakal dan
lumbal (disebut juga divisi torako-lumbal), dan neuron-neuron saraf
parasimpatetik berasal dari daerah batang otak atau dari daerah sacral
(disebut juga divisi kranio-sakral). Serat saraf dari sentral ke ganglion
disebut serat preganglion, dan dari ganglion ke organ-organ disebut serat
posganglion. Serat saraf preganglion simpatetik pendek, dan berakhir di
ganglion yang terletak dekat Medula Spinalis; sedangkan serat
posganglion simpatetik panjang berakhir di organ. Sebaliknya serat saraf
preganglion parasimpatetik panjang dan berakhir di
ganglion yang letaknya dekat atau di dalam organ target; dan serat
posganglionnya pendek.
Impuls dalam parasimpatis ( kranio-sakral) berasal dari batang
otak melalui nervus-nervus III, VII, XI, X dan Nervi erigentes ke sel
intermediolateral segmen II dan IV bagian sacral medulla spinalis.
Impuls simpatis (torakolumbal) berasal dari sel intermediolateral medula
spinalis semua segmen torakal dan segmen lumbal I, II, dan III. Serabut
saraf preganglion langsung mempersarafi Medula adrenal tanpa sinaps di
ganglion, akan menyebabkan rilisnor-epinefrin (NE) dan epinefrin (E)
langsung ke sirkulasi darah. Biasanya kedua simpatis dan
parasimpatis mengirimkan informasi ke tempat target yang sama.
Terdapat pengecualian pada medula adrenal, kelenjar keringat, lien,
dan folikel-folikel rambut, yang hanya dipersarafi oleh saraf simpatetik
saja. Terapi dengan obat kadang-kadang merusak kesimbangan kritik ini,
seperti pada pemblokiran parasimpatis dan aktivitas saraf simpatik tidak
lawan. Pengetahuan tentang efek-efek fisiologik dapat memprediksikan
apa yang terjadi pada pemakaian obat otonom.
Perangsangan saraf somatik menghasilkan aktivitas tunggal kontraksi
otot, tetapi perangsangan saraf otonom menghasilkan aktivitas yang lebih
5
kompleks. Umumnya dapat dikatakan bahwa saraf simpatis dapat berupa
suatu respon-aktivitas, dan saraf parasimpatis sebagai homeostatik-
vegetatif.
Fisiologi Sistem Saraf Otonom
Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan
salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau
norepinefrin. Serabut postganglion sistem saraf simpatis
mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter. Neuron- neuron
yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik.
Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin
sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai
tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan
beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai
neurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis
melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal
sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari
serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun
parasimpatis.
Trasmisi di ganglion dan antara ganglion dan sel-sel efektor
diperantarai oleh zat kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter yang utama adalah: NE, E, dopamine, dan asetilkolin
(Ach). Karena fungsi-fungsi fisiologik ke dua biasanya berlawanan,
sehingga dengan demikian persarafan ganda (simpatis dan parasimpatis)
menyeimbangkan efek-efek fisiologik.
Efek fisiologik utama α dan β adrenergik adalah:
- Vasokontriksi,
- Vasodilatasi,
- Meningkatkan frekuensi denyut jantung,
- Peningkatan kekuatan kontraksi jantung,
- Peningkatan kecepatan konduksi dalam jantung,
- Relaksasi otot polos bronkus,
6
- Relaksasi otot polos saluran cerna,
- Kontraksi sfingter,
- Dilatasi pupil dan relaksasi otot ciliare mata,
- Peningkatan sekresi kelenjar keringat,
- Penurunan sekresi pancreas, dan
- Pengentalan sekresi kelenjar ludah.
Termasuk obat-obat yang mempengaruhi fungsi-fungsi ini adalah agonis
adrenergik dan antagonis ganglionic blocking agent.
7
2.3 Cara Kerja Obat Otonom
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh
obat pada transmisi sistem kolinergik dan adrenergik, yaitu:
1. Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor
2. Menyebabkan penglepasan transmitor.
3. Berikatan dengan reseptor
4. Menghambat destruksi transmitor.
Gambar sistem saraf simpatik dan parasimpatik
2.4 Penggolongan Obat-Obat Otonom
Penggolongan obat otonom berdasarkan efek utamanya, yaitu
Kolinergik atau Parasimpatomimetik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis. Ada 2 macam reseptor kolinergik yakni
reseptor muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut
8
jantung dan reseptor nikotinik atau neuromuskular yang mempengaruhi otot
rangka.
a. Penggolongan Kolinergik
1. Ester kolin (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
2. Anti kolinestrase (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
3. Alkaloid tumbuhan (muskarin, pilokarpin, arekolin)
4. Obat kolinergik lain (metoklopramid, sisaprid)
b. Farmakodinamik Kolinergik
Meningkatkan tekanan darah.
Meningkatkan denyut nadi.
Meningkatkan kontraksi saluran kemih.
Meningkatkan peristaltik.
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus).
Konstriksi pupil mata (miosis).
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot.
c. Efek Samping
Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
d. Indikasi
Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat),
meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic
ileus, intoksikasi atropin atau alkaloid beladona,
faeokromositoma.
Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik),
miotika (setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan
pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap),
penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral).
Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin).
9
Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya
kontras radiologik, mencegah dan mengurangi muntah
(Metoklopramid).
e. Intoksikasi
1. Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi,
laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat
berlebih
2. Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
3. Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar
bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas.
Tabel 1. Jenis Obat Kolinergik
Nama-nama obat
kolinergik
Dosis Pemakaian dan pertimbangan
pemakaian
Bekerja langsung
Betanekol
(urecholine)
D: PO: 10-50 mg, b.i.d.-q.i.d Untuk meningkatkan urin, dapat
merangsang motilitas lambung
Karbakol
(carcholine,
miostat)
0,75-3%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
Pilokarpin (pilocar) 0,5-4%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
Antikolinestrase reversible
Fisostigmin (eserine) 0,25-0,5%, 1 tetes, q.d-q.i.d Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis, masa kerja
singkat
Neostigmin
(prostigmin)
D: PO: mula-mula 15 mg, t.i.d
Dosis max: 50 mg, t.i.d
Untuk menambah kekuatan otot pada
miastenia gravis, masa kerja
singkat
Ambenonium
(mytelase)
D: PO: 60-120 mg, t.i.d atau
q.i.d
Untuk menambah kekuatan otot,
masa kerja sedang
Antikolinestrase irreversible
10
Demakarium
(humorsol)
0,125-0,25%, 1 tetes, q 12-48
jam
Untuk menurunkan tekanan
intraocular pada glaucoma,
miotikum, masa kerja panjang
Isofluorofat
(floropryl)
Ointment 0,25%, q 8-72 jam Untuk mengobati glaucoma.
Kenakan pada sakus konjungtiva
Simpatomimetik atau Adrenergic
Yakni obat-obat yang merangsang sistem saraf simpatis, karena obat-obat
ini menyerupai neurotransmitter (norepinafrin dan epinephrine). Obat-obat
ini bekerja pada suatu reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot
polos, seperti pada jantung, dinding bronkiolus saluran gastrointestinal,
kandung kemih dan otot siliaris pada mata. Reseptor adrenergik meliputi
alfa1, alfa2, beta1 dan beta2
a. Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis:
Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan
mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan
pembuluh darah otot rangka.
Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung
dan kekuatan kontraksi.
Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan,
peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor dan pengurangan
nafsu makan.
Efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan
otot, lipolisis dn pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
Efek endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan
hormone hipofisis.
Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan
penglepasan neurotransmitter NE dan Ach.
b. Penggolongan Adrenergik
11
Katekolamin (Endogen: epineprin, norepineprin dan dopamine; Sintetik:
isoprotenol hidroklorida dan dobutamine) dan Non katekolamin
(fenileprin, meteprotenol dan albuterol)
c. Farmakodinamik Adrenergik
Bersifat inotropik
Bronkodilator
Hipertensi
Tremor dan gelisah
d. Efek Samping
Efek samping sering kali muncul apabila dosis ditingkatkan atau obat
bekerja non selektif (bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping
yang sering timbul pada obat-obat adrenergik adalah, hipertensi,
takikardi, palpitasi, aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual
dan muntah.
e. Kontra Indikasi
Tidak boleh di gunakan pada ibu hamil.
Sesuaikan dosis pada penderita yang mendapat antidepresi trisiklik.
Tidak boleh digunakan pada penderita Stenorsis subaorta,
anoreksia, insomnia dan estenia.
12
Tabel 2. Jenis Obat Adrenergik
Adrenergic Resptor Dosis Pemakaian dalam klinik
Epinefrin (adrenalin) Alfa1, beta1,
beta2
Berbeda-beda
D: IV, IM, SK: 0,2-1
ml dari 1:1000
Syok nonhipovalemik, henti
jantung, anafilaksis akut,
asma akut.
Efadrin Alfa1, beta1,
beta2
D: PO: 25-50 mg, t.i.d
atau q.i.d
D: SK
Keadaan hipotensi,
bronkospasme, kongesti
hidung, hipotensi
ortoristik.
Norepinefrin
(lavarterenol,
levophed)
Alfa1, beta1 D: IV: 4 mg, dekstrose
5% dalam 250-
500 ml
Syok, merupakan
vasokontriktor kuat,
meningkatkan tekanan
darah dan curah jantung
Dopamine (intropin) Beta1 D: IV: mula-mula 1-5
µg/kg/menit,
naikkan secara
bertahap; ≤ 50
µg/kg/menit
Hipotensi (tidak menurunkan
fungsi ginjal dalam dosis
<5 µg/kg/menit)
Fenilefrin (neo-
synephrine)
Alfa1 Larutan 0,123-1% Kongesti hidung (dekongestan)
Pseudoefedrin
(Sudafed,
Actifed)
Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan
Fenilpropanolamin
(Dimetapp,
contac,
triaminicol,
dexatrim)
Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan
Dobutamin
(dobutrek)
Beta1 D: IV: mula-mula 2,5-
10 µg/kg, dapat
dinaikkan secara
bertahap; ≤ 40
µg/kg/menit
Obesitas
Isoprotenol (isoprel) Beta1, beta2 Inhal: 1-2 semprotan,
IV: 5-20 µ/menit
Dekompensasi jantung, payah
jantung kongestif
13
(meningkatkan aliran
darah miokardium dan
curah jantung)
Metaprotenol
(alupent,
metaprel)
Beta1
(beberapa),
beta2
Inhal: 2-3 semprotan ≤
12 semprotan/hari
D: PO: 10-20 mg, t.i.d
atau q.i.d
Bronkospasme, blok jantung
akut (hanya dipakai pada
bradikardi yang refrakter
terhadap atropine)
Albuterol (proventil) Beta2 Inhal: 1-2 semprotan,
q 4-6 h D: PO: 2-
4 mg, t.i.d atau
q.i.d
Bronkospasme
Ritodrin (yutopar) Beta1
(beberapa),
beta2
D: PO: 10-20 mg, q 4-
6 h, ≤ 120
mg/hari
IV: 50-300 µ/menit
Relaksasi usus
Parasimpatolitik atau Antikolinergik
Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-
reseptor asetilkolin disebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik.
Obat ini mempengaruhi organ jantung, saluran pernapasan, saluran
gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin dengan
menghambat saraf parasimpatis, sehingga sistem saraf simpatis (adrenergik)
menjadi dominan.
a. Penggolongan Obat Antikolinergik
Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan
skopolamin).
Antikolinergik sintetik (Propantelin).
Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida,
prosiklidin, biperiden dan benztropin).
b. Farmakodinamik Antikolinergik
14
Menghambat efek muskarinik , penurunan salivasi dan sekresi lambung
(konstipasi), mengurangi kontraksi tonus kandung kemih, dapat bekerja
sebagai antidot terhadap toksin, sebagai obat antispasmodik,
meningkatkan tekanan darah, mengurangi rigriditas dan tremor
berhubungan dengan ekstensi neuromuscular.
c. Efek Samping
Mulut kering, gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat
midriasis), konstipasi sekunder, retensi urine, takikardia (akibat dosis
tinggi).
Tabel 3. Obat-obat Antikolinergik
Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
Atropine D: IM: 0,4 mg
IV: 0,5-2 mg
Pembedahan untuk mengurangi salvias
dan sekresi bronchial.
Meningkatkan denyut jantung
dengan dosis ≥ 0,5 mg
Propantelin (bentyl) D: PO: 7,5-15 mg, t.i.d
atau q.i.d
Sebagai antispasmodic untuk tukak
peptic dan irritable bowel
syndrome
Skopolamin
(hyoscine)
D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d
atau q.i.d;
IM: 0,3-0,6 mg
Obat preanestesi, irritable bowel
syndrome dan mabuk perjalanan.
Isopropamid (darbid) D: PO: 5 mg, b.i.d Tukak peptic dan irritable bowel
syndrome
Hematropin (isopto
hematropin)
Larutan 2-5%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia (paralisis otot
siliaris sehingga akomodasi hilang)
untuk pemeriksaan mata
Siklopentolat
(cyclogyl)
Larutan 0,5-2%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia untuk
pemeriksaan mata
Benztropin (cogentin) D; PO: 0.5-6 mg/hari
dalam dosis terbagi
Penyakit parkison. Untuk mengobati
efek samping fenotiazin dan agen
antipsikotik lainnya
Biperiden (akineton) D: PO: 2 mg, b.i.d - q.i.d Penyakit parkison. Untuk mengobati
15
efek samping fenotiazin dan agen
antipsikotik lainnya
Trihesifinidil (artane) D: PO: 1 mg/hari, dapat
dinaikkan sampai 5-
15 mg/hari dalam
dosis terbagi
Penyakit parkison. Untuk mengobati
efek samping fenotiazin dan agen
antipsikotik lainnya
Simpatolitik atau Antiadrenergik
Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek
neurotransmitter adrenergik dengan menempati reseptor alfa dan beta baik
secara langsung maupun tidak langsung. Berdasar tempat kerjanya,
golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoreseptor (adrenoreseptor
bloker) dan penghambat saraf adrenergik.
Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialah obat yang
menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi
dengan obat adrenergik, dengan demikian menghalangi kerja obat
adrenergic pada sel efektornya. Untuk masing-masing adrenoreseptor α dan
β memiliki penghambat yang efektif yakni α-blocker dan β-blocker.
Penghambat saraf adrenergik adalah obat yang mengurangi respon
sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergik, tetapi tidak terhadap
obat adrenergik eksogen.
1. α - Blocker
Penggolongan dan Indikasi Obat α - Blocker
a. α – Blocker Nonselektif :
Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) :
untuk pengobatan feokromositoma, pengobatan
simtomatik hipertofi prostat benigna dan untuk persiapan
operasi.
Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi
hipertensi, pseudo-obstruksi usus dan impotensi.
Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) :
meningkatkan tekanan darah, untuk stimulasi kontraksi
16
uterus setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk
pengobatan demensia senelis.
b. α1 – Blocker Selektif :
Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin,
trimazosin danbunazosin) : untuk pengobatan hipertensi,
gagal jantung kongesif, penyakit vaskuler perifer,
penyakit raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH).
c. α2 – Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan
impotensi, meningkatkan TD,
Farmakodinamik
Menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi, menghambat reseptor
serotonin, merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan
keringat, dan kontriksi pupil.
Efek Samping
Hipotensi postural
Iskemia miokard dan infark miokard
Takikardi dan aritmia
Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible
Kongesti nasal
Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dannausea.
Tekanan darah menurun
2. β - Blocker
Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.
Sehingga sampai sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan
dengan propanolol.
Farmakodinamik
Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Menurunkan tekanan darah dan resistensi perifer.
Sebagai antiaritmia.
Bronkokontriksi.
Mengurangi efek glikemia.
17
Peningkatan asam lemak dalam darah.
Menghambat tremor dan sekresi rennin.
Efek Samping
Gagal jantung dan Bradiaritmia.
Bronkospasme.
Gangguan sirkulasi perifer.
Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia
ventrikuler bahkan kematian).
Hipoglikemia dan hipotensi.
Efek sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi).
Gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare atau
konstipasi).
Gangguan fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi).
Alopesia, retensi urine, miopati dan atropati.
Indikasi
Pada umumnya obat-obat antiadrenergik digunakan untuk
pengobatan Angina pectoris, Aritmia, Hipertensi, Infark miokard,
Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, Feokromositoma,
Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan Ansietas
Kontraindikasi
Hati-hati penggunaan β-blocker pada penderita dengan
pembesaran jantung dan gagal jantung.
Hati-hati penggunaan pada penderita asma, syok kardiogenik,
penyakit hati dan ginjal.
Tidak boleh digunakan pada penyakit vascular perifer dan
penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
3. Penghambat Saraf Adrenergik
18
Penghambat saraf adrenergik mengambat aktivitas saraf adrenergik
berdasarkan gangguan sintesis atau penyimpanan dan penglepasan
neurotransmitor di ujung saraf adrenergik.
Penggolongan dan Indikasi Obat Penghambat Saraf Adrenergik
a. Guanetidin dan Guanadrel (ismelin dan hylorel) : sebagai
antihipertensi.
b. Reserpin : sebagai antihipertensi (lebih efektif bila
dikombinasikan dengan obat diuretik).
c. Metirosin : menghambat enzim tirosin hidroksilase, sebagai
adjuvant dari fenoksibenzamin pada pengobatan feokrositoma
maligna.
Farmakodinamik
Menyebabkan respon trifasik terhadap tekanan.
Menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi dan penurunan curah
jantung.
Retensi air dan garam.
Meningkatkan motilitas saluran cerna.
Efek Samping
Hipotensi ortostatik dan hipotensi postural.
Diare.
Hambatan ejakulasi.
Retensi urine.
Sedasi, ansietas dan tidak mampu berkonsentrasi.
Depresi psikotik atau gangguan psikis lainnya.
Hidung tersumbat.
Odema.
Kontraindikasi
19
Tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat depresi.
Tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.
Tabel 4. Jenis Obat Antiadrenergik
Antiadrenergik Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinis
Tolazolin
(proscoline)
alfa D:IM: IV: 25mg,
q.i.d. bayi baru
lahir: IV: 1-
2mg/kg selama
10 menit
Gangguan pembuluh darah
tepi (raynaud),
hipertensi
Fentolamin
(regitine)
alfa D: IM: IV: 5 mg
A: IM: IV: 1 mg
Gangguan pembuluh darah
perifer, hipertensi.
Prazosin (minipress) alfa D: PO: 1-5 mg, t.i.d;
≤ 20 mg/hari
Hipertensi
Propanolol (inderal) Beta1, beta2 D: PO: 10-20 mg, t.i.d
atau q.i.d; dosis
dapat disesuaikan
IV: 1-3 mg, dapat
diulang bila perlu
Hipertensi, aritmia, angina
pectoris, pasca infark
miokardium
Nadolol (corgard) Beta1, beta2 D: PO:40-80 mg/hari,
≤ 240 mg/hari
Hipertensi, angina pektoris
Timolol (blocarden) Beta1, beta2 D: PO:10-20 mg, b.i.d
≤ 60 mg/hari
Hipertensi pasca infark
miokardium
Meetoprolol
(lopressor)
Beta1 D: PO: 100-450 mg,
q.i.d; q rata-rata
50 mg b.i.d
Hipertensi, angina, pasca
infark miokardium
Atenolol (temormin) Beta1 D: PO:50-100 mg/hari Hipertensi, angina
Asebutolol (spectral) Beta1 D: PO: 200 mg, b.i.d Hipertensi, aritmia ventrikel
Obat Ganglion
20
Reseptornya dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive
terhadap peghambatan oleh heksametonium. Atas dasar fakta yang
ditemukan diduga bahwa Ach yang dilepaskan saraf preganglion
berinteraksi dengan suatu neuron perantara yang di lepaskan katekolamin.
Zat yang menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2
golongan. Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin. Golongan
kedua adalah muskarin, metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan
zat penghambat ganglion juga ada 2 golongan, yaitu golongan yang
merangsang lalu menghambat seperti nikotin dan yang langsung mengambat
contohnya heksametonium dan trimetafan.
1. Obat Yang Merangsang Ganglion.
Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat
kerjanya di ganglion yang dapat menimbulkan ketergantungan dan
bersifat toksik.
Farmakodinamik
Takikardi
Merangsang efek bifasik pada medulla adrenalin.
Merangsang efek sentral pada SSP.
Vasokontriksi.
Tonus usus dan peristaltic meningkat.
Perangsangan sekresi air dan secret bronkus.
Efek Samping
Muntah dan Salivasi
Hipertensi
Efek sentral (Tremor dan insomnia)
Efek nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka)
Intoksikasi
Intoksikasi akut : mual, slivasi, kolik usus, muntah, diare, keringat
dingin, sakit kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan
terganggu, otot-otot menjadi lemah, frekuensi napas meninggi,
tekanan naik. Pengobatan: larutan kalium permanganate 1:10.000
21
Intoksikasi kronik : kejadian ini biasanya terjadi pada perokok
berat antara lain faringitis, sindrom pernapasann perokok,
ekstrasistol, takikardi atrium paroksismal, nyeri jantung, penyakit
buerger, tremor dan insomnia.
2. Obat Penghambat Ganglion
Dalam golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5),
tetraetiamonium (TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.
Farmakodinamik
Vasodilatasi
Pengurangan alir balik vena
Temperature kulit meningkat
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Sekresi lambung, air liur dan pancreas berkurang
Kelenjar keringat dihambat.
Efek Samping
Midriasis
Hipotensi ortostatik
Sembelit dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan retensi
urin
Mulut kering
Impotensi
Konstipasi
Obstipasi diseling dengan diare, mual, anoreksia dan sinkop.
Kontraindikasi
Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergi
Jangan di gunakan pada penderita insufisiensi koroner dan
ginjal.
BAB III
PENUTUP
22
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan
efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun
parasimpatis. Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan
pengaruh obat pada transmit si sistem kolinergik dan adrenergik, yaitu:
menghambat sintesis atau pelepasan transmitor, menyebabkan penglepasan
transmitor, berikatan dengan reseptor, menghambat destruksi transmitor.
Penggolongan obat otonom berdasarkan efeknya : kolinergik atau
parasimpatomimetik, simpatomimetik atau adrenergic, parasimpatolitik atau
antikolinergik, simpatolitik atau antiadrenergik, obat ganglion.
3.2 Saran
Hati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf
otonom karena obat-obatan ini akan mempengaruhi sistem saraf oleh karena itu
penggunaan obat-obatan ini harus menggunakan resep dokter.
DAFTAR PUSTAKA
23
Adrenolitik (simpatolitik) dan Kolinergik (parasimpatomimetik) _ lisa
Ariani.htm (diakses 26 Mei 2014)
dr. Suparyanto, M.Kes OBAT OTONOMIK.htm (diakses 26 Mei
2014)
gspot.com/2014/04/obat-otonomik.html (diakses 26 Mei 2014)
Farmakologi Penggolongan Obat Otonom.htm (diakses 27 Mei 2014)
I' m a Dreamer ANTAGONIS KOLINERGIK.htm (diakses 27 Mei
2014)
OBAT UNTUK SISTEM SARAF OTONOM - Materi Stikes.htm
(diakses 27 Mei 2014)
OBAT-OBATAN PADA SUSUNAN SYARAF PUSAT - Rizal Suhardi
Eksakta.htm (diakses 28 Mei 2014)
Valfly World Farmakologi Obat.htm (diakses 1 Juni 2014)
RYODENTAL OBAT OTONOMIK.htm (diakses 1 Juni 2014)
24