37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saraf otonom terdiri dari saraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang mempersyarafi sel efektor. Saraf otonom berhubungan dengan saraf somatic, sebaliknya kejadian somatik juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada susunan syaraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata terdapat pengatur pernapasan dan tekanan darah. Hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme lemak dan karbohidrat. Pusat susunan saraf otonom yang lebih tinggi dari hipotalamus adalah korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai coordinator antara sistem otonom dan somatik. Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal 3), dalam system ini termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. System parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui syaraf otak ke III, IX, X dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral segmen 2, 3 dan 4. 1

farmakologi

  • Upload
    bayu55

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmakologi adalah

Citation preview

Page 1: farmakologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saraf otonom terdiri dari saraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang

mempersyarafi sel efektor. Saraf otonom berhubungan dengan saraf somatic,

sebaliknya kejadian somatik juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada

susunan syaraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla

oblongata terdapat pengatur pernapasan dan tekanan darah. Hipotalamus dan

hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme lemak dan

karbohidrat. Pusat susunan saraf otonom yang lebih tinggi dari hipotalamus

adalah korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai coordinator

antara sistem otonom dan somatik.

Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis

disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal 3), dalam

system ini termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. System

parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui syaraf otak ke III, IX,

X dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral segmen 2, 3 dan 4.

Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis

memperlihatkan fungsi yang antagonistik yaitu bila yang satu menghambat

fungsi maka yang lain memicu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis

terjadi dibawah pengaruh syaraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh

parasimpatis.

Sistem simpatis aktif setiap saat, walaupun aktivitasnya bervariasi dari waktu ke

waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi setiap

secara terus menerus. Dalam keadaan darurat, system simpatoadrenal (terdiri

dari system simpatis dan adrenal) berfungsi sebagai satu kesatuan secara

serentak. Sistem parasimpatis fungsinya lebih terlokalisasi, tidak difus seperti

sistem simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan konservasi sewaktu aktivitas

organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan tekanan

darah pada fungsi basal, menstimulasi sistem pencernaan berupa peningkatan

1

Page 2: farmakologi

motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorpsi makanan,

memproteksiretina terhadap cahaya berlebihan, mengosongkan rectum dan

kandung kemih. Keseluruhan sistem saraf saraf ini dapat dipengaruhi transmisi

neurohormonal dengan cara menghambat atau mengintensifkannya

menggunakan obat-obat otonomik

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa itu sistem saraf otonom ?

2. Apa dasar penyusunan obat-obatan susunan saraf otonom ?

3. Bagaimanakah cara kerja obat otonom ?

4. Apa saja jenis obat otonom ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berikut tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sistem saraf otonom.

2. Mengetahui dasar penyusunan obat-obatan susunan saraf otonom.

3. Mengetahui cara kerja obat otonom.

4. Mengetahui jenis-jenis obat otonom.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan paper ini :

1. Menambah pengetahuan mengenai system saraf otonom dan obat otonom.

2. Memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah

farmakologi veteriner

2

Page 3: farmakologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis

dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami

anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek

farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal.

Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui

saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga;

kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh

serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X).

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur

oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan

perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan

maupun penurunan aktivitas.

Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi

refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual,

refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi

kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal,

berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik,

berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan

impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya

jauh lebih spesifik.

3

Page 4: farmakologi

2.2 Prinsip Dasar Obat-Obat Susunan Saraf Otonom

Fungsi organ-organ tubuh dikontrol dan diintegrasikan oleh sistem saraf

dan sistem endokrin. Secara umum kedua sistem ini mempunyai sifat yang

hampir sama, yaitu mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses-proses

di bagian tubuh yang letaknya jauh dan mekanisme umpan balik negatifnya juga

mempunyai arti penting. Perbedaan utama antara sistem saraf dengan sistem

endokrin adalah dalam hal metode hantaran informasinya. Pada sistem endokrin,

sebagian besar hantaran adalah bersifat kimiawi melalui hormon-hormon yang

dibawa oleh aliran darah. Pada saraf, hantaran informasinya dialirkan dengan

aliran listrik dengan cepat melalui serabut-serabut saraf, yang dilanjutkan oleh

hantaran kimia (yang disebut neurotransmitter) antara sel-sel saraf dan antara sel

saraf dengan sel efektor. Kedua sistem ini bekerja sendiri-sendiri (involuntary)

dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh kesadaran atau kehendak. Obat-obat

otonom adalah obat-obat yang bekerja mempengaruhi SSO atau mempengaruhi

reseptor-reseptor otonom pada sel-sel efektor yang dikontrol oleh SSO. Obat-

obat otonom dapat memacu (agonis) atau menghambat (antagonis) fungsi sistem

saraf otonom. Untuk dapat memahami farmakologi obat-obat SSO dan

penggolongannya kita harus mengetahui terlebih dahulu anatomi, fisiologi, dan

biokimia SSO.

Anatomi Sistem Saraf Otonom

Saraf yang mengontrol dan mengkoordinasikan fungsi-fungsi

fisiologis tubuh manusia dibedakan atas 2 divisi utama :

1.             Sistem saraf pusat (SSP) terdapat dalam otak dan Medula spinalis

dan

2.            Sistem saraf perifer yang memperantarai antara SSP dengan

lingkunganr eksternal dan internal. Saraf perifer dibagi lagi

menjadi divisi aferen (pembawa impuls yang naik) dan divisi

eferen (pembawa impuls turun dari SSP ke organ-organ). Divisi

eferen dibagi lagi atas saraf somatik dan saraf otonom (SSO).

4

Page 5: farmakologi

Neuron-neuron eferen SSO mempersarafi otot polos dan otot jantung,

kelenjar, dan organ-organ dalam lain. Tidak seperti  saraf somatik,

SSO dibedakan atas saraf simpatetik (adrenergik) dan saraf

parasimpatetik (cholinergic).

Neuron-neuron saraf simpatetik berasal dari region torakal dan

lumbal (disebut juga divisi torako-lumbal), dan neuron-neuron saraf

parasimpatetik berasal dari daerah batang otak atau dari daerah sacral

(disebut juga divisi kranio-sakral). Serat saraf dari sentral ke ganglion

disebut serat preganglion, dan dari ganglion ke organ-organ disebut serat

posganglion. Serat saraf preganglion simpatetik pendek, dan berakhir di

ganglion yang terletak dekat Medula Spinalis; sedangkan serat

posganglion simpatetik panjang berakhir di organ. Sebaliknya serat saraf

preganglion parasimpatetik panjang dan berakhir di

ganglion yang letaknya dekat atau di dalam organ target; dan serat

posganglionnya pendek.

Impuls dalam parasimpatis ( kranio-sakral) berasal dari batang

otak melalui nervus-nervus III, VII, XI, X dan Nervi erigentes ke sel

intermediolateral segmen II dan IV bagian sacral medulla spinalis.

Impuls simpatis (torakolumbal) berasal dari sel intermediolateral medula

spinalis semua segmen torakal dan segmen lumbal I, II, dan III. Serabut

saraf preganglion langsung mempersarafi Medula adrenal tanpa sinaps di

ganglion, akan menyebabkan rilisnor-epinefrin (NE) dan epinefrin (E)

langsung ke sirkulasi darah. Biasanya kedua simpatis dan

parasimpatis mengirimkan informasi ke tempat target yang sama.

Terdapat pengecualian pada medula adrenal, kelenjar keringat, lien,

dan folikel-folikel rambut, yang hanya dipersarafi oleh saraf simpatetik

saja. Terapi dengan obat kadang-kadang merusak kesimbangan kritik ini,

seperti pada pemblokiran parasimpatis dan aktivitas saraf simpatik tidak

lawan. Pengetahuan tentang efek-efek fisiologik dapat memprediksikan

apa yang terjadi pada pemakaian obat otonom.

Perangsangan saraf somatik menghasilkan aktivitas tunggal kontraksi

otot, tetapi perangsangan saraf otonom menghasilkan aktivitas yang lebih

5

Page 6: farmakologi

kompleks. Umumnya dapat dikatakan bahwa saraf simpatis dapat berupa

suatu respon-aktivitas, dan saraf parasimpatis sebagai homeostatik-

vegetatif.

Fisiologi Sistem Saraf Otonom

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan

salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau

norepinefrin. Serabut postganglion sistem saraf simpatis

mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter. Neuron- neuron

yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik.

Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin

sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai

tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan

beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai

neurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis

melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal

sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari

serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun

parasimpatis.

Trasmisi di ganglion dan antara ganglion dan sel-sel efektor

diperantarai oleh zat kimia yang disebut neurotransmitter.

Neurotransmitter yang utama adalah: NE, E, dopamine, dan asetilkolin

(Ach). Karena fungsi-fungsi fisiologik ke dua biasanya berlawanan,

sehingga dengan demikian persarafan ganda (simpatis dan parasimpatis)

menyeimbangkan efek-efek fisiologik.

Efek fisiologik utama α dan β adrenergik adalah:

-                 Vasokontriksi,

-                 Vasodilatasi,

-                 Meningkatkan frekuensi denyut jantung,

-                 Peningkatan kekuatan kontraksi jantung,

-                 Peningkatan kecepatan konduksi dalam jantung,

-                 Relaksasi otot polos bronkus,

6

Page 7: farmakologi

-                 Relaksasi otot polos saluran cerna,

-                 Kontraksi sfingter,

-                 Dilatasi pupil dan relaksasi otot ciliare mata,

-                 Peningkatan sekresi kelenjar keringat,

-                 Penurunan sekresi pancreas, dan

-                 Pengentalan sekresi kelenjar ludah.

Termasuk obat-obat yang mempengaruhi fungsi-fungsi ini adalah agonis

adrenergik dan antagonis ganglionic blocking agent.

7

Page 8: farmakologi

2.3    Cara Kerja Obat Otonom

Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara

menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh

obat pada transmisi sistem kolinergik dan adrenergik, yaitu:

1.      Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor

2.      Menyebabkan penglepasan transmitor.

3.      Berikatan dengan reseptor

4.      Menghambat destruksi transmitor.

Gambar sistem saraf simpatik dan parasimpatik

2.4 Penggolongan Obat-Obat Otonom

Penggolongan obat otonom berdasarkan efek utamanya, yaitu

Kolinergik atau Parasimpatomimetik

Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas

susunan saraf parasimpatis. Ada 2 macam reseptor kolinergik yakni

reseptor muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut

8

Page 9: farmakologi

jantung dan   reseptor nikotinik atau neuromuskular yang mempengaruhi otot

rangka.

a. Penggolongan Kolinergik

1.   Ester kolin (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)

2.   Anti kolinestrase (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)

3.   Alkaloid tumbuhan (muskarin, pilokarpin, arekolin)

4.     Obat kolinergik lain (metoklopramid, sisaprid)

b. Farmakodinamik Kolinergik

                     Meningkatkan tekanan darah.

                     Meningkatkan denyut nadi.

                     Meningkatkan kontraksi saluran kemih.

                     Meningkatkan peristaltik.

                     Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus).

                     Konstriksi pupil mata (miosis).

                     Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot.

c. Efek Samping

                     Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)

                     Iskemia jantung, fibrilasi atrium

                     Toksin; antidotum → atropin dan epineprin

d. Indikasi

Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat),

meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic

ileus, intoksikasi atropin atau alkaloid beladona,

faeokromositoma.

Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik),

miotika (setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan

pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap),

penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral).

 Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin).

9

Page 10: farmakologi

       Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya

kontras radiologik, mencegah dan mengurangi muntah

(Metoklopramid).

e. Intoksikasi

1.    Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi,

laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat

berlebih

2.    Efek nikotinik: otot rangka lumpuh

3.    Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar

bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas.

Tabel 1. Jenis Obat Kolinergik

Nama-nama obat

kolinergik

Dosis Pemakaian dan pertimbangan

pemakaian

Bekerja langsung

Betanekol

(urecholine)

D: PO: 10-50 mg, b.i.d.-q.i.d Untuk meningkatkan urin, dapat

merangsang motilitas lambung

Karbakol

(carcholine,

miostat)

0,75-3%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan

intraokuler, miosis

Pilokarpin (pilocar) 0,5-4%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan

intraokuler, miosis

Antikolinestrase reversible

Fisostigmin (eserine) 0,25-0,5%, 1 tetes, q.d-q.i.d Untuk menurunkan tekanan

intraokuler, miosis, masa kerja

singkat

Neostigmin

(prostigmin)

D: PO: mula-mula 15 mg, t.i.d

Dosis max: 50 mg, t.i.d

Untuk menambah kekuatan otot pada

miastenia gravis, masa kerja

singkat

Ambenonium

(mytelase)

D: PO: 60-120 mg, t.i.d atau

q.i.d

Untuk menambah kekuatan otot,

masa kerja sedang

Antikolinestrase irreversible

10

Page 11: farmakologi

Demakarium

(humorsol)

0,125-0,25%, 1 tetes, q 12-48

jam

Untuk menurunkan tekanan

intraocular pada glaucoma,

miotikum, masa kerja panjang

Isofluorofat

(floropryl)

Ointment 0,25%, q 8-72 jam Untuk mengobati glaucoma.

Kenakan pada sakus konjungtiva

Simpatomimetik atau Adrenergic

Yakni obat-obat yang merangsang sistem saraf simpatis, karena obat-obat

ini menyerupai neurotransmitter (norepinafrin dan epinephrine). Obat-obat

ini bekerja pada suatu reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot

polos, seperti pada jantung, dinding bronkiolus saluran gastrointestinal,

kandung kemih dan otot siliaris pada mata. Reseptor adrenergik meliputi

alfa1, alfa2, beta1 dan beta2

a. Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis:

Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan

mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.

        Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan

pembuluh darah otot rangka.

         Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung

dan kekuatan kontraksi.

         Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan,

peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor dan pengurangan

nafsu makan.

         Efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan

otot, lipolisis dn pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.

        Efek endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan

hormone hipofisis.

        Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan

penglepasan neurotransmitter NE dan Ach.

b. Penggolongan Adrenergik

11

Page 12: farmakologi

Katekolamin (Endogen: epineprin, norepineprin dan dopamine; Sintetik:

isoprotenol hidroklorida dan dobutamine) dan   Non katekolamin

(fenileprin, meteprotenol dan albuterol)

c. Farmakodinamik Adrenergik

         Bersifat inotropik

         Bronkodilator

         Hipertensi

         Tremor dan gelisah

d. Efek Samping

Efek samping sering kali muncul apabila dosis ditingkatkan atau obat

bekerja non selektif (bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping

yang sering timbul pada obat-obat adrenergik adalah, hipertensi,

takikardi, palpitasi, aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual

dan muntah.

e. Kontra Indikasi

         Tidak boleh di gunakan pada ibu hamil.

         Sesuaikan dosis pada penderita yang mendapat antidepresi trisiklik.

         Tidak boleh digunakan pada penderita Stenorsis subaorta,

anoreksia, insomnia dan estenia.

12

Page 13: farmakologi

Tabel 2. Jenis Obat Adrenergik

Adrenergic Resptor Dosis Pemakaian dalam klinik

Epinefrin (adrenalin) Alfa1, beta1,

beta2

Berbeda-beda

D: IV, IM, SK: 0,2-1

ml dari 1:1000

Syok nonhipovalemik, henti

jantung, anafilaksis akut,

asma akut.

Efadrin Alfa1, beta1,

beta2

D: PO: 25-50 mg, t.i.d

atau q.i.d

D: SK

Keadaan hipotensi,

bronkospasme, kongesti

hidung, hipotensi

ortoristik.

Norepinefrin

(lavarterenol,

levophed)

Alfa1, beta1 D: IV: 4 mg, dekstrose

5% dalam 250-

500 ml

Syok, merupakan

vasokontriktor kuat,

meningkatkan tekanan

darah dan curah jantung

Dopamine (intropin) Beta1 D: IV: mula-mula 1-5

µg/kg/menit,

naikkan secara

bertahap; ≤ 50

µg/kg/menit

Hipotensi (tidak menurunkan

fungsi ginjal dalam dosis

<5 µg/kg/menit)

Fenilefrin (neo-

synephrine)

Alfa1 Larutan 0,123-1% Kongesti hidung (dekongestan)

Pseudoefedrin

(Sudafed,

Actifed)

Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan

Fenilpropanolamin

(Dimetapp,

contac,

triaminicol,

dexatrim)

Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan

Dobutamin

(dobutrek)

Beta1 D: IV: mula-mula 2,5-

10 µg/kg, dapat

dinaikkan secara

bertahap; ≤ 40

µg/kg/menit

Obesitas

Isoprotenol (isoprel) Beta1, beta2 Inhal: 1-2 semprotan,

IV: 5-20 µ/menit

Dekompensasi jantung, payah

jantung kongestif

13

Page 14: farmakologi

(meningkatkan aliran

darah miokardium dan

curah jantung)

Metaprotenol

(alupent,

metaprel)

Beta1

(beberapa),

beta2

Inhal: 2-3 semprotan ≤

12 semprotan/hari

D: PO: 10-20 mg, t.i.d

atau q.i.d

Bronkospasme, blok jantung

akut (hanya dipakai pada

bradikardi yang refrakter

terhadap atropine)

Albuterol (proventil) Beta2 Inhal: 1-2 semprotan,

q 4-6 h D: PO: 2-

4 mg, t.i.d atau

q.i.d

Bronkospasme

Ritodrin (yutopar) Beta1

(beberapa),

beta2

D: PO: 10-20 mg, q 4-

6 h, ≤ 120

mg/hari

IV: 50-300 µ/menit

Relaksasi usus

Parasimpatolitik atau Antikolinergik

Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-

reseptor asetilkolin disebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik.

Obat ini mempengaruhi organ jantung, saluran pernapasan, saluran

gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin dengan

menghambat saraf parasimpatis, sehingga sistem saraf simpatis (adrenergik)

menjadi dominan.

a. Penggolongan Obat Antikolinergik

Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan

skopolamin).

Antikolinergik sintetik (Propantelin).

    Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida,

prosiklidin, biperiden dan benztropin).

b. Farmakodinamik Antikolinergik

14

Page 15: farmakologi

Menghambat efek muskarinik ,  penurunan salivasi dan sekresi lambung

(konstipasi), mengurangi kontraksi tonus kandung kemih,  dapat bekerja

sebagai antidot terhadap toksin, sebagai obat antispasmodik,

meningkatkan tekanan darah, mengurangi rigriditas dan tremor

berhubungan dengan ekstensi neuromuscular.

c. Efek Samping

Mulut kering, gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat

midriasis), konstipasi sekunder, retensi urine, takikardia (akibat dosis

tinggi).

Tabel 3. Obat-obat Antikolinergik

Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan

Atropine D: IM: 0,4 mg

IV: 0,5-2 mg

Pembedahan untuk mengurangi salvias

dan sekresi bronchial.

Meningkatkan denyut jantung

dengan dosis ≥ 0,5 mg

Propantelin (bentyl) D: PO: 7,5-15 mg, t.i.d

atau q.i.d

Sebagai antispasmodic untuk tukak

peptic dan irritable bowel

syndrome

Skopolamin

(hyoscine)

D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d

atau q.i.d;

IM: 0,3-0,6 mg

Obat preanestesi, irritable bowel

syndrome dan mabuk perjalanan.

Isopropamid (darbid) D: PO: 5 mg, b.i.d Tukak peptic dan irritable bowel

syndrome

Hematropin (isopto

hematropin)

Larutan 2-5%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia (paralisis otot

siliaris sehingga akomodasi hilang)

untuk pemeriksaan mata

Siklopentolat

(cyclogyl)

Larutan 0,5-2%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia untuk

pemeriksaan mata

Benztropin (cogentin) D; PO: 0.5-6 mg/hari

dalam dosis terbagi

Penyakit parkison. Untuk mengobati

efek samping fenotiazin dan agen

antipsikotik lainnya

Biperiden (akineton) D: PO: 2 mg, b.i.d - q.i.d Penyakit parkison. Untuk mengobati

15

Page 16: farmakologi

efek samping fenotiazin dan agen

antipsikotik lainnya

Trihesifinidil (artane) D: PO: 1 mg/hari, dapat

dinaikkan sampai 5-

15 mg/hari dalam

dosis terbagi

Penyakit parkison. Untuk mengobati

efek samping fenotiazin dan agen

antipsikotik lainnya

Simpatolitik atau Antiadrenergik

Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek

neurotransmitter adrenergik dengan menempati reseptor alfa dan beta baik

secara langsung maupun tidak langsung. Berdasar tempat kerjanya,

golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoreseptor (adrenoreseptor

bloker) dan penghambat saraf adrenergik.

Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialah obat yang

menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi

dengan obat adrenergik, dengan demikian menghalangi kerja obat

adrenergic pada sel efektornya. Untuk masing-masing adrenoreseptor α dan

β memiliki penghambat yang efektif yakni α-blocker dan β-blocker.

Penghambat saraf adrenergik adalah obat yang mengurangi respon

sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergik, tetapi tidak terhadap

obat adrenergik eksogen.

1.      α - Blocker

Penggolongan dan Indikasi Obat α - Blocker

a.       α – Blocker Nonselektif :

       Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) :

untuk pengobatan feokromositoma, pengobatan

simtomatik hipertofi prostat benigna dan untuk persiapan

operasi.

        Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi

hipertensi, pseudo-obstruksi usus dan impotensi.

        Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) :

meningkatkan tekanan darah, untuk stimulasi kontraksi

16

Page 17: farmakologi

uterus setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk

pengobatan demensia senelis.

b.      α1 – Blocker Selektif :

        Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin,

trimazosin danbunazosin) : untuk pengobatan hipertensi,

gagal jantung kongesif, penyakit vaskuler perifer,

penyakit raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH).

c.       α2 – Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan

impotensi, meningkatkan TD,

Farmakodinamik

Menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi, menghambat reseptor

serotonin, merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan

keringat, dan kontriksi pupil.

Efek Samping

         Hipotensi postural

         Iskemia miokard dan infark miokard

         Takikardi dan aritmia

         Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible

         Kongesti nasal

        Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dannausea.

         Tekanan darah menurun

2.      β - Blocker

Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.

Sehingga sampai sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan

dengan propanolol.

Farmakodinamik

         Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.

         Menurunkan tekanan darah dan resistensi perifer.

         Sebagai antiaritmia.

         Bronkokontriksi.

         Mengurangi efek glikemia.

17

Page 18: farmakologi

         Peningkatan asam lemak dalam darah.

         Menghambat tremor dan sekresi rennin.

Efek Samping

         Gagal jantung dan Bradiaritmia.

         Bronkospasme.

         Gangguan sirkulasi perifer.

         Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia

ventrikuler bahkan kematian).

         Hipoglikemia dan hipotensi.

         Efek sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi).

         Gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare atau

konstipasi).

         Gangguan fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi).

         Alopesia, retensi urine, miopati dan atropati.

Indikasi

Pada umumnya obat-obat antiadrenergik digunakan untuk

pengobatan Angina pectoris, Aritmia, Hipertensi, Infark miokard,

Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, Feokromositoma,

Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan Ansietas

Kontraindikasi

         Hati-hati penggunaan β-blocker pada penderita  dengan

pembesaran jantung dan gagal jantung.

         Hati-hati penggunaan pada penderita asma, syok kardiogenik,

penyakit hati dan ginjal.

         Tidak boleh digunakan pada penyakit vascular perifer dan

penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

3.    Penghambat Saraf Adrenergik

18

Page 19: farmakologi

Penghambat saraf adrenergik mengambat aktivitas saraf adrenergik

berdasarkan gangguan sintesis atau penyimpanan dan penglepasan

neurotransmitor di ujung saraf adrenergik.

Penggolongan dan Indikasi Obat Penghambat Saraf Adrenergik

a.       Guanetidin dan Guanadrel (ismelin dan hylorel) : sebagai

antihipertensi.

b.      Reserpin : sebagai antihipertensi (lebih efektif bila

dikombinasikan dengan obat diuretik).

c.       Metirosin : menghambat enzim tirosin hidroksilase, sebagai

adjuvant dari fenoksibenzamin pada pengobatan feokrositoma

maligna.

Farmakodinamik

         Menyebabkan respon trifasik terhadap tekanan.

         Menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi dan penurunan curah

jantung.

         Retensi air dan garam.

         Meningkatkan motilitas saluran cerna.

Efek Samping

         Hipotensi ortostatik dan hipotensi postural.

         Diare.

         Hambatan ejakulasi.

         Retensi urine.

         Sedasi, ansietas dan tidak mampu berkonsentrasi.

         Depresi psikotik atau gangguan psikis lainnya.

         Hidung tersumbat.

         Odema.

Kontraindikasi

19

Page 20: farmakologi

         Tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat depresi.

         Tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.

Tabel 4. Jenis Obat Antiadrenergik

Antiadrenergik Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinis

Tolazolin

(proscoline)

alfa D:IM: IV: 25mg,

q.i.d. bayi baru

lahir: IV: 1-

2mg/kg selama

10 menit

Gangguan pembuluh darah

tepi (raynaud),

hipertensi

Fentolamin

(regitine)

alfa D: IM: IV: 5 mg      

A: IM: IV: 1 mg

Gangguan pembuluh darah

perifer, hipertensi.

Prazosin (minipress) alfa D: PO: 1-5 mg, t.i.d;

≤ 20 mg/hari

Hipertensi

Propanolol (inderal) Beta1, beta2 D: PO: 10-20 mg, t.i.d

atau q.i.d; dosis

dapat disesuaikan

IV: 1-3 mg, dapat

diulang bila perlu

Hipertensi, aritmia, angina

pectoris, pasca infark

miokardium

Nadolol (corgard) Beta1, beta2 D: PO:40-80 mg/hari,

≤ 240 mg/hari

Hipertensi, angina pektoris

Timolol (blocarden) Beta1, beta2 D: PO:10-20 mg, b.i.d

≤ 60 mg/hari

Hipertensi pasca infark

miokardium

Meetoprolol

(lopressor)

Beta1 D: PO: 100-450 mg,

q.i.d; q rata-rata

50 mg b.i.d

Hipertensi, angina, pasca

infark miokardium

Atenolol (temormin) Beta1 D: PO:50-100 mg/hari Hipertensi, angina

Asebutolol (spectral) Beta1 D: PO: 200 mg, b.i.d Hipertensi, aritmia ventrikel

Obat Ganglion

20

Page 21: farmakologi

Reseptornya dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive

terhadap peghambatan oleh heksametonium. Atas dasar fakta yang

ditemukan diduga bahwa Ach yang dilepaskan saraf preganglion

berinteraksi dengan suatu neuron perantara yang di lepaskan katekolamin.

Zat yang menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2

golongan. Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin. Golongan

kedua adalah muskarin, metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan

zat penghambat ganglion juga ada 2 golongan, yaitu golongan yang

merangsang lalu menghambat seperti nikotin dan yang langsung mengambat

contohnya heksametonium dan trimetafan.

1.      Obat Yang Merangsang Ganglion.

Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat

kerjanya di ganglion yang dapat menimbulkan ketergantungan dan

bersifat toksik.

Farmakodinamik

         Takikardi

         Merangsang efek bifasik pada medulla adrenalin.

         Merangsang efek sentral pada SSP.

         Vasokontriksi.

         Tonus usus dan peristaltic meningkat.

         Perangsangan sekresi air dan secret bronkus.

Efek Samping

         Muntah dan Salivasi

         Hipertensi

         Efek sentral (Tremor dan insomnia)

         Efek nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka)

Intoksikasi

Intoksikasi akut : mual, slivasi, kolik usus, muntah, diare, keringat

dingin, sakit kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan

terganggu, otot-otot menjadi lemah, frekuensi napas meninggi,

tekanan naik. Pengobatan: larutan kalium permanganate 1:10.000

21

Page 22: farmakologi

Intoksikasi kronik : kejadian ini biasanya terjadi pada perokok

berat antara lain faringitis, sindrom pernapasann perokok,

ekstrasistol, takikardi atrium paroksismal, nyeri jantung, penyakit

buerger, tremor dan insomnia.

2.      Obat Penghambat Ganglion

Dalam golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5),

tetraetiamonium (TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.

Farmakodinamik

         Vasodilatasi

         Pengurangan alir balik vena

         Temperature kulit meningkat

         Penurunan laju filtrasi glomerulus

         Sekresi lambung, air liur dan pancreas berkurang

         Kelenjar keringat dihambat.

Efek Samping

         Midriasis

         Hipotensi ortostatik

         Sembelit dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan retensi

urin

         Mulut kering

         Impotensi

         Konstipasi

         Obstipasi diseling dengan diare, mual, anoreksia dan sinkop.

Kontraindikasi

         Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergi

         Jangan di gunakan pada penderita insufisiensi koroner dan

ginjal.

BAB III

PENUTUP

22

Page 23: farmakologi

3.1 Kesimpulan

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf

simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.

Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan

efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun

parasimpatis. Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara

menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan

pengaruh obat pada transmit si sistem kolinergik dan adrenergik, yaitu: 

menghambat sintesis atau pelepasan transmitor, menyebabkan penglepasan

transmitor, berikatan dengan reseptor, menghambat destruksi transmitor.

Penggolongan obat otonom berdasarkan efeknya : kolinergik atau

parasimpatomimetik, simpatomimetik atau adrenergic,   parasimpatolitik atau

antikolinergik,   simpatolitik atau antiadrenergik, obat ganglion.

3.2 Saran

Hati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf

otonom karena obat-obatan ini akan mempengaruhi sistem saraf oleh karena itu

penggunaan obat-obatan ini harus menggunakan resep dokter.

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: farmakologi

Adrenolitik (simpatolitik) dan Kolinergik (parasimpatomimetik) _ lisa

Ariani.htm (diakses 26 Mei 2014)

dr. Suparyanto, M.Kes OBAT OTONOMIK.htm (diakses 26 Mei

2014)

gspot.com/2014/04/obat-otonomik.html (diakses 26 Mei 2014)

Farmakologi Penggolongan Obat Otonom.htm (diakses 27 Mei 2014)

I' m a Dreamer ANTAGONIS KOLINERGIK.htm (diakses 27 Mei

2014)

OBAT UNTUK SISTEM SARAF OTONOM - Materi Stikes.htm

(diakses 27 Mei 2014)

OBAT-OBATAN PADA SUSUNAN SYARAF PUSAT - Rizal Suhardi

Eksakta.htm (diakses 28 Mei 2014)

Valfly World Farmakologi Obat.htm (diakses 1 Juni 2014)

RYODENTAL OBAT OTONOMIK.htm (diakses 1 Juni 2014)

24