Farmakokinetik Kel.I

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

KELOMPOK ANGGOTA KELOMPOK

KELAS ASISTEN

OLEH: :1 : 1. Kamelia Safitri 2. Mahfuzun Bone 3. M. Andryan Pratama 4. Octaviana Simbolon 5. Siti Rukmana 6. Tin Ersa Febriani :B : NILAM CAHYA PERMATASARI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2010

BAB I PENDAHULUAN1.1 Tujuan a. b. Menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan GERD dan Peptic Ulcer. Mempelajari dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit GERD dan Peptic Ulcer secara farmakologi dan non farmakologi.

1.2 Dasar Teori 1.2.1. Gangguan Pencernaan Saluran cerna berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat-zat penting, garam dan air serta mengekskresi bagian makanan yang tak diserap dan sebagian hasil akhir metaboisme. Penyakit saluran cerna yang paling sering terjadi pada lambung adalah radang mukosa lambung (gastritis) dan tukak lambung (ulkus peptikum). Nyeri perut adalah salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dan organ yang berada di dalam ronga abdomen. a. Mual dan muntah 1). Definisi Mual seringkali diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang dirasakan di tenggorokan dan daerah sekitar lambung, yang menandakan pada seseorang bahwa seseorang akan segera muntah. 2). Terapi Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.

1

3). Terapi Non Farmakologi Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan minuman, dianjurkan menghindari masuknya makanan. 4). Terapi Farmakologi Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk mengobati mual dan muntah. b. Gastritis Peradangan atau inflamasi mukosa lambung, yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut, dan gastritis atrofik kronik (menahun). 1) Etiologi Infeksi H. Pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi H. Pylori pada orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak prevalensi infeksi H. Pylori lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukan pentingnya infeksi pada masa balita. Di negara maju prevalensi infeksi kuman H. Pylori pada anak sangat rendah. Di antara orang dewasa prevalensi infeksi kuman H. Pylori lebih tinggi dari anak-anak tetapi lebih rendah daripada di negara- negara berkembang yakni sekitar 30%. (Ilmu penyakit dalam Jilid I, hal 335) 2) Patofisiologi Obat- obatan, alcohol, garam empedu atau enzim- enzim pancreas dapat merusak mukosa lambung (gastritis erosive) mengganggu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin kedalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat- zat seperti asam dan basa yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif).

2

Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan dengan atropi kalenjar- kalenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak- bercak penebalan berwarna abuabu atau abu kehijauan ( gastritis atopik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan berakibat berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atopik dapat juga merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan gastroyeyunostomi. 3) Epidemiologi Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai diklinik Penyakit Dalam Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri (Patofisiologi Sylvia & Wilson) dan 80 90% yang dirawat di ICU menderita gastritis akut. c. Ulkus Peptikum Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak.(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis tukak peptic. 1) Etiologi Sekitar 90% disebabkan oleh H. pylori, selebihnya disebabkan oleh sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik, dan stress.

3

2) Patofisiologi Patogenesis dari tukak duodenal dan tukak lambung merupakan faktor refleksi dari kombinasi ketidaknormalan patofisiologi dan lingkungan serat faktor genetik. Kebanyakan tukak lambung terjadi disebabkan oleh asam dan pepsin dari H. Pylori NSAID atau kemungkinan faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa normal dan mekanisme penyembuhan. Tingkat minimal dari sekresi asam lambung adalah penting untuk pembentukan tukak. Basal dari sekresi asam pada malam harinya biasanya dapat memperparah pasien dengan penyakit tukak lambung. Kebanyakan pasien dengan penyakit tukak lambung tidak

mengkonsumsi NSAID untuk pengobatan infeksi H. Pylori dan gastritis antral. H. Pylori dapat menyebabkan penyakit ulcer dengan merusak pertahanan mukosa melalui kolaborasi racun dan enzim, dengan mengubah imunitas dan dengan meningkatkan pengeluaran antral gastral yang dapat meningkatkan sekresi asam. Hubungan antara kortikosteroid dengan tukak sendiri memiliki kontroversi. Bagaimanapun yang menerima terapi glukokortikoid dan NSAID secara bersama-sama dapat meningkatkan resiko pada TL. Merokok darat meningkatkan resiko tukak dan besar resikonya adalah sebanyak rokok yang dihisap tiap harinya. Merokok dapat mengganggu proses penyembuhan ulcer dan kemungkinan penyakit tersebut dapat kambuh kembali. Walaupun observasi klinik menyarankan agar pasien penyakit tukak menghindari stres namun saran tersebut sering gagal dijalankan (Iso farmakoterapi, hal 428) 3) Epidemilogi Sekitar 10% dari penduduk Amerika mengembangkan PUD kronis. Kejadian bervariasi dengan jenis maag, usia, jenis kelamin, dan lokasi geografis. Pekerjaan, predisposisi genetik, dan faktor sosial mungkin memainkan peran kecil dalam patogenesis ulkus, tetapi juga disebabkan oleh infeksi H. pylori dan NSAID digunakan. Prevalensi PUD di Amerika Serikat telah bergeser dari dominasi pada pria untuk prevalensi hampir sebanding pada pria dan perempuan. Tren terkini menunjukkan tingkat penurunan untuk 4

pria muda dan tingkat meningkat lebih pada wanta tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi ini termasuk tren penurunan tingkat merokok pada pria muda dan peningkatan penggunaan NSAID pada orang dewasa yang lebih tua. Sejak 1960, kunjungan ke dokter maag-terkait, rawat inap, operasi, dan kematian telah menurun di Amerika Serikat dengan lebih dari 50%, terutama karena tingkat penurunan PUD antara pria. Penurunan rawat inap telah dihasilkan dari penurunan di rumah sakit penerimaan untuk ulkus duodenum tanpa komplikasi. Namun, rawat inap orang dewasa yang lebih tua untuk komplikasi maag-terkait (perdarahan dan perforasi) telah meningkat. Walaupun mortalitas keseluruhan dari PUD mengalami penurunan, tingkat kematian meningkat pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun, kemungkinan besar akibat peningkatan konsumsi NSAID dan populasi yang menua. Pasien dengan ulkus lambung memiliki angka kematian lebih tinggi daripada pasien dengan ulkus duodenum karena tukak lambung yang lebih menonjol pada orang tua. Meskipun tren, PUD tetap salah satu penyakit yang paling umum GI, sehingga gangguan kualitas hidup, kehilangan pekerjaan, dan perawatan medis biaya tinggi (Pharmacotheraphy Dipiro 7th edition) .

1.2.2. Edema Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh, keadaan ini sering dijumpai pada praktik klinik sehari-hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiker yang menyebabkan retensi natrium dan air dari intravaskular ke interitium (Ilmu penyakit dalam Jilid I, hal 335) a. Patofisologi Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan osmotik interstisial, dan penurunan tekanan osmotik plasma. Ginjal memiliki peran sentral dalam mempertahankan homeostasis caitan tubuh dengan kontrol volume cairan ekstraseluler melalui pengeturn ekskresi 5

natrium dan air. Hormon antidiuretik disekresikan sebagai respon terhadap perubahan dalam volume darah, tonisitas dan tekanan darah untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) merupakan hal penting dalam memahami mengapa ginjal menahan natrium dan air. VDAE didefinisikan sebagai volume darah arteri yang adekuat untuk mengisi keseluruhan kapasitas pembuluh darah arteri. VDAE yang normal terjadi pada kondisi di mana rasio curah jantung terhadap resistensi pembuluh darah perifer seimbang. Pada orang normal, pembebanan natrium akan

meningkatkan volume ekstraseluler dan VDAE yang secara cepat merangsang natriuresis untuk memulihkan volume tubuh normal. b. Terapi edema Terapi edema harus mencakup penyebab yang mendasarinya yang reversibel, pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. Tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis; pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresika ginjal) dan menaikkan kaki di atas level dari atrium kiri. Pada kondisi tertentu diuretik harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis (Ilmu penyakit dalam Jilid I, hal 336)

1.2.3. Anemia Anemia adalah kelainan darah yang paling banyak dijumpai, dimana kadar hemoglobin dalam darah mengalami penurunan sampai di bawah kisaran normal menurut usia dan jenis kelamin. Selain penurunan hemoglobin, pada anemia juga terjadi penurunan jumlah sel darah merah eritrosit. Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang bertugas membawa oksigen dari paru- paru ke jaringan tubuh (MIMS, hal 17). a. Etiologi Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun. 6

Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun dapat berasal dari saluran cerna, akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. b. Patogenesis Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang seshingga menimbulkan gangguan bentuk eritrosit. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel (Ilmu penyakit dalam Jilid II, hal 636)

1.2.4. Hipertensi Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : a. Hipertensi esensial atau primer Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, 7

maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial. Pengobatan non obat (non farmakologis): Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah : 1) Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh. 2) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. 3) Ciptakan keadaan rileks 4) Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. 5) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis): Obat-obatan

antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. 1) Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid 2) Penghambat Simpatetik Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin. 3) Betabloker Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. 8

Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. 4) Vasodilator Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing. 5) Penghambat ensim konversi Angiotensin Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

9

BAB II URAIAN KASUSTuan Siwal dengan berat badan 65 kg, tinggi badan 173 cm, umur 65 tahun memiliki keluhan kembung, anoreksia, nausea, sesak napas dan udem di daerah kaki. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit sekarang Riwayat obat Tekanan darah Suhu tubuh RR Data Lab : HB Na K Scr AST ALT Glukosa CK CK-MB Eritrosit Leukosit Hematokrit : Anemia dan hipertensi : Asma dan hipertensi. : Beconit inhaler dan Voltalen. : 140/78. : 38 oC : 20 kali/menit. : 9,5 g/dl : 170 mEq/L : 7,2 mEq/L : 1,9 mg/dL : 36 IU/L : 43 U/L :110 mg/dL : 120 U/L : 9 g/L : 3 x 106 /mm3 : 13.000 /mm3 : 35%

10

BAB III PENYELESAIAN KASUSPenyelesaian Kasus dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. 3.1 S (Subjective) Keluhan kembung, anoreksia, nausea, udem di kaki dan sesak napas

3.2 O (Objective) Tekanan Darah: 140/78 Suhu tubuh : 38o RR : 20 kali/menit HB : 9,5 g/dl Na : 170 mEq/L K : 7,2 mEq/L Scr : 1,9 mg/dL AST : 36 IU/L ALT : 43 U/L Glukosa :110 mg/dL Eritrosit : 3 x 106 /mm3 Leukosit : 13.000 /mm3 Hematokrit : 35% Nilai normal : Tekanan Darah: Suhu tubuh RR HB Na K Scr AST ALT Glukosa Eritrosit Leukosit Hematokrit : 38o :: 14-18 g/dl : 135-147 mg/dl : 3,5-5 mEq/L : : 37 IU/L : 42 IU/L : 70-100 mg/dL : 4,6 juta/ mm3 : 4000-10000/mm3 : 40-48/vol % 11

3.3 A (Assessment): Penyakit yang dialami diperkirakan adalah GERD

(Gastroesophageal reflux disease) dan Peptic Ulcer Disease. Manifestasi klinik yang terlihat adalah keluhan berupa kembung, anoreksia dan nausea dapat disebabkan oleh gangguan pada lambung (ulkus peptik). Hal ini jugalah yang diduga menyebabkan sesak nafas (asma non alergi), dan anemia yang disebabkan pendarahan pada ulkus. Anemia (ditandai dengan hematokrit 35 % (normal : 40-48%) dan Hb 9,5 g/dl (normal : 14-18 g/dl) menyebabkan hemoglobin yang mengikat oksigen kurang sehingga kerja jantung meningkat. Udema pada bagian kaki dapat disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal (Scr 1,9 mg/dL) pada pasien yang juga didukung oleh data lab dimana terdapat jumlah natrium dan kalium yang berlebih. Selain itu, udem ini dapat disebabkan kerja jantung yang meningkat sehingga tekanan darah meningkat (140/78) dan cairan intraseluler keluar dan terjadi udem.

3.4 P (Plan) 1. Terapi Farmakologi a. Drug of Choice Omeprazole sebagai obat untuk peptic ulcer dan GERD Ferrofumarat sebagai anti anemia Furosemid sebagai diuretik

b. Golongan Obat Omeprazole : golongan pompa proton inhibitor (PPI)

Ferrofumarat : golongan obat Mineral (Zat Besi) Furosemid Kuat : golongan High Ceiling Diuretic/ Diuretik

c. Mekanisme Kerja Omeprazole :

12

Mengikat sistem enzim H+/K+ - ATP ase (pompa proton) dari sel parietal, menekan sekresi ion hydrogen ke dalam lumen lambung. Pompa proton yang terikat pada membrane merupakan langkah terakhir dari sekresi asam lambung. Dengan demikian, efek dari omeprazole adalah menghmbat sekresi asam lambung (Farmakologi Ulasan Bergambar, hal 243) Ferrofumarat : Fe sebagai bahan dasar untuk memproduksi hemoglobin (Hb) (Farmakologi dan Terapi Edisi 5, hal. 796) Furosemid : Menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membrane lumen pada pars asendes ansa Henle. Karena itu, reabsorbsi Na+/K+/Cl- menurun (Farmakologi Bergambar, hal 230) d. Contoh Obat Omeprazole : Losecc (AstraZeneca)

Ferrofumarat : Fersadayc (Goldshield) Furosemid : Lasixc (Sanofi-Aventis)

2. Terapi Non Farmakologi Mengurangi atau menghilangkan stress, berhenti merokok dan menggunakan obat NSAID, menghindari makanan pencetus tukak seperti makanan pedas, kafein, dan alkohol.

3. Evaluasi Obat Terpilih 1. Alasan Pemilihan Obat a) Omeprazole Omeprazole adalah golongan PPI yang digunakan dalam pengobatan peptic ulcer dan GERD yang ditandai dengan nausea dan anorexia (BNF, hal 49). Obat ini dipilih karena tidak memiliki interaksi obat dengan furosemid dan 13

ferrofumarat dan tidak meningkatkan kerja ginjal. Seperti diketahui, bahwa pasien mengalami gangguan pada ginjal. b) Furosemid Furosemid digunakan untuk menangani gangguan pada ginjal, furosemid merupakan obat diuretik kuat yang dapat menangani edema pada kaki pasien, tanpa menghambat ekskresi kalium seperti diuretik golongan hemat kalium. c) Ferrofumarat Ferrofumarat digunakan karena pasien mengalami anemia (dapat dilihat dari nilai Hb darah yang menurun) yang disebabkan pendarahan lambung. Dipilih sediaan ini karena merupakan sediaan besi (garam besi) yang paling banyak mengandung zat besi (33%) di antara sediaan lain, selain itu besi dalam bentuk fero paling mudah diabsorbsi. Sifat merangsangnya juga lebih ringan dan tidak

menimbulkan rasa logam. Dianggap sebagai pilihan utama pada terapi oral berhubung dengan efek sampingnya yang ringan. Selain itu sediaan ini cukup efektif dan tidak murah.

2. Efek Samping dan Interaksi Obat Efek Samping a) Omeprazole Paraesthesia, vertigo, alopecia, ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang berat, hiponatremia, kebingungan reversibel, agitasi, dan

halusinasi dalam sakit parah b) Furosemid Hiponatriemia akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretik, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi, juga kolaps. 14

Hipokalemia

akibat

pemberian

furosemid

dapat

meningkatkan resiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat anti aritmia. c) Ferrofumarat Efek samping yang paling sering timbul adalah intoleransi terhadap sediaan oral. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung, konstipasi, diare dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Interaksi Obat a) Omeprazole Ciclosporin, Coumarins, Cilostazol, Diazepam, Clarithromycin, Escitalopram, Clozapine, Methotrexate, dan

Nelfinavir, Phenytoin, Tacrolimus , Tipranavir Voriconazole b) Ferrofumarat

Tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat-obat lain yang dianjurkan. c) Misoprostol Tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat-obat lain yang diresepkan

3. Peringatan a) Omeprazole Peringatan pada penyakit hati, kehamilan dan menyusui b) Furosemid Elektrolit harus selalu dimonitor, hipotensi, gout, diabetes, administrasi secara IV tidak boleh melebihi 4 mg/menit, tidak boleh diberikan pada wanita hamil, kecuali mutlak diperlukan. 15 Infus dengan kecepatan rendah

disarankan untuk gangguan ginjal, gangguan hati, kehamilan dan menyusui (BNF) c) Ferrofumarat Jangan mengkonsumsi obat ini melebihi dosis yang dianjurkan. Dapat menyebabkan peningkatan zat besi berlebih.

4.

Dosis a) Omeprazole 20 mg satu kali sehari selama 4 minggu, dilanjutkan 4-8 minggu jika tidak sembuh menjadi 40 mg satu kali sehari yang diberi selama 8 minggu. Dosis perawatan 20 mg satu kali sehari (BNF, hal 49) b) Furosemid Dimulai dengan 40 mg pada pagi hari. Untuk udema 20-40 mg sehari dengan dosis perawatan yang sama pula (BNF, hal 76) c) Ferrofumarat 2 kali sehari 200 mg (=65 mg Fe). Sebagai pencegah tukak 2 dd 200-400 mcg.

5.

Harga a) Omeprazole Harga Rp.6.350/kemasan. 1 Kemasan : Kapsul 20 mg 7 biji b) Furosemid Harga Rp.19.325 (1 x 10 tablet) 3) Ferrofumarat

16

2 kali sehari 200 mg (=65 mg Fe). Harga Rp. 6.000 (1x10 tablet). Sebagai pencegah tukak 2 dd 200-400 mcg. Harga Rp.11.000

4. Monitoring dan Follow Up a) Monitoring juga data Hb pasien, apakah sudah mengalami peningkatan (kembali normal) atau belum. Selain itu juga monitoring elektrolit pasien (Na+, K+, Ca++) b) Monitoring keluhan lambung pasien, data tekanan darah pasien, dan udem apakah sudah mengalami penurunan atau belum.

17

BAB IV KIE (KOMUNIKASI, INFORMASI dan EDUKASI)1. Komunikasikan dan informasikan masing-masing obat yaitu a) Deskripsi dan kekuatan obat: - Bentuk sediaan dan cara pemakaiannya - Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya - Kekuatan obat (mg/g) - Harga obat dengan persetujuan pasien. b) Jadwal dan cara penggunaan c) Mekanisme Kerja obat. Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya efek secara sederhana. Indikasi dari masingmasing obat kepada pasien yakni Furosemid sebagai terapi gangguan fungsi ginjal, Omeprazole sebagai obat lambung, dan Ferro fumarat sebagai terapi anemia. d) Penyimpanan. Ingatkan pasien untuk tidak menaruh obat di lemari pendingin, dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering, dan terlindung dari cahaya matahari langsung. e) Efek samping yang mungkin terjadi. Informasikan efek samping yang mungkin timbul dari pengguanaan obat-obat yang diberikan, dan instruksikan pasien untuk datang kembali (konsultasi) bila terjadi kejala keracunan atau ketidaktepatan pengobatan, agar dapat segera ditangani. Seperti penggunaan ferro fumarat dapat terjadi

kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam. 2. Edukasikan terapi non farmakologi berupa perubahan gaya hidup. Perubahan tersebut antara lain mengurangi atau menghilangkan stress, berhenti merokok dan menggunakan obat NSAID seperti Voltaren, menghindari makanan pencetus tukak seperti makanan pedas, kafein, dan alkohol. 3. Jadwalkan konsultasi selanjutnya dengan pasien.

18