Upload
vantuyen
View
246
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS YURIDIS NOVUMSEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA
KEMATUNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
PANDE MADE RISTYA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONASEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS
KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
PANDE MADE RISTYA YUNITYA
NIM. E.1107194
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
IMAM CHAMBALI ALIAS
UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN
SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS
KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN
NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun Oleh : Pande Made Ristya Yunitya
NIM : E.1107194
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing
Bambang Santoso, S.H., M.Hum. NIP.196202091989031
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS
KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN
NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun Oleh :
Pande Made Ristya Yunitya NIM : E. 1107194
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa Tanggal : 29 Maret 2011
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi,S.H,M.Hum ( ...............................) Ketua 2. Muhammad Rustamaji,S.H,M.H ( ..................................)
Sekretaris 3. Bambang Santoso,S.H,M.Hum ( ................................. ) Anggota
Mengetahui Dekan,
(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum)
NIP. 19610930198601100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
PERNYATAAN
Nama :Pande Made Ristya Yunitya
NIM :E1107194
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi)berjudul: ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum(skripsi)ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 21 Maret 2011 Yang membuat pernyataan
Pande Made Ristya Yunitya NIM.E1107194
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRAK
Pande Made Ristya Yunitya,E1107194, ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2011.
Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar pengajuan Peninjauan Kembali.
Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan preskriptif.. Jenis data yang dipergunakan ialah data sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara kasus mengenai Peninjauan Kembali sesuai dengan permasalahan yang diteliti
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa salah satu alasan pengajuan peninjauan kembali menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat beru[a novum.Dan dalam hal kasus ini novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan salah satu dasar pengajuan peninjauan kembali.Serta upaya yang dapar ditempuh oleh terpidana untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi adalah dengan mengajukan gugatan perdata kepengadilan mengajukan
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan baru
bahwa dasar pengajuan PK tidak hanya dapat berupa novum dalam bentuk error persona saja melainkan juga dapat berupa error in persona korban. Kata kunci :novum dalam bentuk error in persona,ganti rugi,rehabilitasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
ABSTRACT Pande Made Ristya Yunitya, E1107194, ANAYLIS ON JURIDICAL NEW EVIDENCES IN THE FORM OF THE VICTIM OF ERROR IN PERSONA AS A BASIS OF PROPOSING A JUDICIAL REVIEW OF A MURDER CASE WITH IMAM CHAMBALI A.K.A. KEMAT AS THE CONVICTED PERSON AND THE LEGAL EFFORT OF THE CONVICTED PERSON IN GETTING REHABILITATION AND COMPENSATION (A CASE STUDY ON VERDICT NUMBER 89 PK/PID/2008). Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2011.
This research aims at identifying whether the new evidence of the victim of error in
persona can be made the basis of proposing a judicial review. According to the type, this research is a doctrinal legal research. The research applied the
perspective approach and used secondary data, which are library materials including books, literatures, laws and regulations, legal documents, research results in the form of reports, and some other sources related to this research. The collected data were analyzed by a case study on judicial reviews in accordance with the problem researched.
Based on the research result and discussion, one of the reasons of proposing a judicial review, according to Article 263 Section (2) Code of Criminal Justice (KUHAP), can be new evidences. In this case, new evidences in the form of the victim of error in persona can be made a basis in proposing a judicial review. An effort which can be taken by the convicted person to get compensation and rehabilitation is proposing a civil complaint to court.
This research is useful in providing new knowledge that a judicial review is not only new evidences in the form of error persona but also can be the victim of error in persona. Keywords: new evidences of error in persona, compensation, rehabilitation, proposing a civil complaint to court.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
MOTTO
Bersyukur adalah hal yang mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dilakukan,Think and thanks
pikirkan sesuatu dari sisi positif dan menguca[ syukurlah.
Ketekunan mahal harganya.Tak banyak orang yang bisa menjalaninya.begitupun dengan kemuliaan dan harga
diri.tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari pa yang kita sandang hari
ini.Ketekunan adalah titian jalan panjang yang licin berliku.
Cintailah dirimu,walaupun seberat apapun masalah yang menimpamu,karena bagaimanapun keadaannya,anda
tetaplah berharga dimata Tuhan dan anda dapat menjadi alat-nya untukn memberikan manfaat bagi sesama.
Mari kita belajar menghargai dan mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara Tuhan mengemasnya untuk
umatnya.Yang penting sikapi anugrah kehidupan dengan baik serta mengisinya dengan hal yang benar dan
positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya;
2. Alm.Ayahanda Pande Putu Cemara.,S.H dan Ibunda Christina Sri Purwaningsing yang telah memberikan kasih
sayang yang tiada duanya kepada penulis.
3. Kakakku serta adik adikku yang selalu menyemangati penulis
4. My bittersweet memories terimakasih atas dukungan selama 4(empat tahun ini) serta semangat kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini;
5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk kekompakan selama ini
(siska,mita,hana,Dimaz ageng,nabila,nora,astri,paulina,);
6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;
7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk
menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penulisan hukum ini dengan
judul “ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA
KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN
KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI
ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH
REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR
89 PK/PID/2008)” , penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat
sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Moh Yamin, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi
izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Edi Herdyanto, S.H,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H,M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi
tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H,M.H selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang
berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.
5. Bapak Harjono,S.H,M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas Hukum UNS.
6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum dan anggota PPH Bapak yang banyak
membantu penulis dalam konsultasi judul skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
8. Ayah disurga yang menjadi penyemangat utama bagi penulis untuk selalu semangat
menjalani kehidupan dan Ibu di rumah yang selalu menyayangi dan membimbing penulis
dalam menjalani hidup.
9. Bapak Sutoto,S.H,motivator dan penyemangat penulis yang selalu memberikan kritik,saran
yang membangun dan energi positif bagi penulis untuk selalu mensyukuri hidup ini.
10. Bapak YB.Irpan,SH.MH dan staff kantor advokat YB.Irpan,SH.MH. yang telah memberikan
ilmu pengetahuan bagi penulis saat menjalani proses magang.
11. Semua cobaan hidup yang selalu datang silih berganti terimakasih engkau membuat penulis
menjadi semakin kuat dan bertambah dewasa dalam berpola fikir dan dalam menyelesaikan
suatu masalah.
12. K.A.S cinta dan benciku terima kasih untuk manis pahitnya selama 4(empat) tahun ini yang
selalu menyemangati.
13. Sahabat-sahabatku Siska,Mita,Hana yang selalu membuat hari hari kuliahku
bewarna,terimakasih atas semangatnya dan solidaritasnya selama ini.
14. Sahabat-sahabatku Dimaz ageng,Abil,Dedi yang selalu ada disaat aku senang dan susah
sekalipun yang masih tetap setia menemani dan menyemangati ku.
15. Sahabat-sahabatku Nora,Astrek,Oneng terimakasi atas waktu yang sudah diluangkan untuk
menghibur penulis disaat jenuh.
16. Teman-teman satu lokasi magang,ninik,Sri,Yuko,Gita,Dewi,Reno terimakasih atas semangat
dan kerjasamanya selama ini.
17. Anak-anak FH angkatan’07 senang bisa mengenal kalian semuanya.
18. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,terima kasih atas bantuannya.
Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta,21 Maret 2011
Penulis
PANDE MADE RISTYA YUNITYA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
E. Metode Penelitian ........................................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ..................................................................................... 15
1. Tinjauan Tentang Peninjauan kembali ................................................. 15
a). Pengertian Peninjauan kembali ...................................................... 15
b). Dasar Peninjauan Kembali ............................................................. 15
c). Pihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali ................... 16
d). Asas asas yang ditentukan dalam upaya hukum peninjauan
Kembali .......................................................................................... 17
e). Tata Cara Peninjauan Kembali ....................................................... 19
f). Tata Cara Pemeriksaan Peninjauan Kembali ................................. 20
g). Putusan Pradilan Peninjauan Kembali ........................................... 21
h). Proses Penyelesaian Perkara .......................................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
2. Tinjauan Tentang Novum ...................................................................... 23
a). Pengertian Novum ............................................................................ 23
b). Jenis-jenis Novum ............................................................................ 24
3. Tinjauan Tentang Error In Persona ..................................................... 25
4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum ......................................................... 26
a) Pengertian Upaya Hukum ............................................................... 26
b) Macam-Macam Upaya Hukum ....................................................... 27
5. Tinjauan Tentang Rehabilitasi ............................................................. 37
a) Pengertian Rehabilitasi ................................................................... 37
b) Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Rehabilitasi ........................ 40
6. Tinjauan Tentang Ganti Rugi ............................................................... 41
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Novum Dalam Bentuk Errror In Persona Korban Dapat
Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan
Terpidana Imam Chambali Alias Kemat. ................................................... 46
B. Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Oleh Terpidana Untuk Memperoleh
Rehabilitasi Dan Ganti Rugi Jika Permohonan Peninjauan Kembalinya
Dikabulkan .................................................................................................. 66
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 70
B. Saran-Saran ................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran .............................................................................. 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia
serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Negara hukum atau “Rule of Law” dalam arti menurut konsepsi dewasa ini
mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti : Pengakuan dan
Perlindungan terhadap hak-hak asasi, legalitas dari tindakan
Negara/pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas.
Adapun mengenai hak-hak asasi itu sendiri, dalam pemberian interprestasi
atau maknanya selalu diletakkan dalam kerangka pandangan hidup dan budaya
serta cita-cita hukum dari bangsa dan Negara yang bersangkutan. Bagi bangsa
Indonesia hak asasi manusia atau yang disebut hak dan kewajiban warga
Negara telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersumber
pada Pancasila.
Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dalam tindak pidana dibuktikan dengan adanya proses peyelidikan,
penyidikan, penahanan, penuntutan, pra peradilan, pemeriksaan sidang,
pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai
pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk
mengadili. Semua proses tersebut dilakukan dengan menjunjung tinggi
keadilan demi tetap tegaknya hukum.
Terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau
penuntut umum, maka dapat diajukan upaya hukum. Upaya hukum adalah hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang
berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan Peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang.
Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi
manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena
hakim adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan juga
kekhilafan.
Jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan dan
pembagian kekuasaan dalam Negara, serta pemerintahan berdasarkan hukum
tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu, konstitusi tersebut
harus pula menjamin kemerdekaan warga Negara untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, dan sebagainya, dengan kata lain harus menjamin kehidupan
berdemokrasi. Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan
konstitusi, demokrasi dan hukum, yaitu :lembaga kekuasaan
kehakiman.Menurut Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman di
Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan
Kehakiman menurut Undang-Undang.
Upaya hukum dapat dilakukan terdakwa maupun penuntut umum terhadap
putusan hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding,
kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa maupun penuntut umum
tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka dapat mengajukan kasasi.
Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, yang diatur
dalam KUHAP Bab XVII. Upaya hukum yang dapat ditempuh terpidana
terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
adalah peninjauan kembali. Upaya hukum Peninjauan kembali merupakan
upaya hukum luar biasa, karena sebenarnya lembaga ini bertentangan dengan
asas kepastian hukum. Prinsip asas kepastian hukum menentukan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (gezag van gewijsde)
tidak bisa diubah lagi. Asas kepastian hukum itu disebut neb is in idem,
artinya tidak boleh terjadi dua kali putusan terhadap satu kasus yang sama
antara 2 pihak yang sama.
Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) disebut sebagai upaya hukum
luar biasa karena UU memberi kesempatan untuk mengajukan Peninjauan
Kembali dengan segala persyaratan yang ketat untuk itu. Ketatnya persyaratan
untuk itu adalah untuk menerapkan asas keadilan terhadap pemberlakuan asas
kepastian hukum, karena itu Peninjauan Kembali berorientasi pada tuntutan
keadilan. Putusan Hakim adalah karya manusia yang tidak luput dari
kekhilafan hakim secara manusiawi.
Namun terhadap seorang terpidana yang sedang menjalani masa
hukumannya setelah diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika
tertutup jalan keadilan baginya. Keadilan dalam konteks apapun merupakan
suatu hak bagi siapapun juga yang ingin mendapatkannya sesuai aturan yang
berlaku di Indonesia. Tidak hanya bagi mereka yang merasa dirugikan sebagai
korban atas suatu kejahatan tetapi juga bagi mereka yang diputuskan bersalah
oleh pengadilan atas suatu kejahatan.
Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah
bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah
novum.Pengertian novum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dapat dilihat dalam pasal 263 ayat (2) huruf (a) :
Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang
menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari
pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum
itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu putusan dari pengadilan telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan
paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang
divonis dalam putusan tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun
kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak
hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam
vonis tersebut.
Tujuan dibukanya lembaga Peninjauan Kembali adalah untuk menemukan
kebenaran hukum dan keadilan yang sesungguhnya. Namun demikian, demi
kepastian hukum maka Peninjauan Kembali ini hanya dapat dilakukan satu
kali saja.Permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar :
1. Terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa
jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,
hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau
terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2. Dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan
yang lain.
3. Putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Dari ketiga alasan tersebut diatas, keadaan baru (Novum) mempunyai
peranan yang sangat menentukan, yaitu apabila novum tersebut dapat diterima
oleh Mahkamah Agung, maka dapat menghasilkan putusan diantaranya
:putusan bebas;
1. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
2. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
3. putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Dari putusan yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah Agung seperti yang
telah diuraikan diatas, karena ditemukannya Novum. Maka Novum mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pemeriksaan Peninjauan kembali (PK).
Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu
novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam
sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila
sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat
menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum
adalah apabila terjadi kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban
kejahatan . Kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban kejahatan (
Error In Persona korban) akibatnya akan menyebabkan terjadinya salah
menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum
orangnya.
Permasalahan kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini terkait dengan
novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar pengajuan
peninjauan kembali dan upaya hukum bagi terpidana untuk mendapatkan ganti
rugi dan rehabilitasi.
Dalam kasus ini kesalahan yang dilakukan oleh penyidik Polri bermula
dari proses penyidikan dan penangkapannya. Penyidik melakukan tindakan
penangkapan terhadap Imam Chambali meskipun yang bersangkutan telah
menjelaskan bahwa orang yang hendak ditangkap bukanlah dia namun
penyidik tetap menangkapnya. Penyidik menduga bahwa Imam Chambali
yang telah membunuh korban bernama Moch. Asrori yang dilakukan bersama
dua orang rekannya. Namun setelah proses perkara dilimpahkan ke pengadilan
dan telah diputus oleh hakim, belakangan diketahui bahwa korban
pembunuhan atau mayat yang dinyatakan oleh polisi bernama Moch. Asrori
itu ternyata bukan mayat Asrori melainkan mayat orang lain telah
teridentifikasi bernama Fauzin Suyanto alias Antonius (Fauzin mayat di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
KebunTebu,”<http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-
timur/.html>,9 September 2008).
Dengan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap mayat korban
kemudian berakibat fatal pada kesalahan penangkapannya pula. Bagi terpidana
dengan ditemukanya fakta baru ini dimana bahwa polisi telah melakukan
kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini dapat digunakan sebagai
bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan alasan kuat bagi
terpidana ini untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru tersebut
diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan mengubah isi
dari putusan tersebut secara signifikan.
Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an yang
menimpa Sengkon dan Karta (Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu
Perkara Pidana,” <[email protected]> 13 September 2008).Kedua orang ini
terpaksa harus menjalani pidana penjara bertahun-tahun atas suatu kejahatan
pembunuhan yang tidak pernah mereka kerjakan. Secara kebetulan didalam
sel penjara tempat kedua orang ini dihukum mereka bertemu dengan
pembunuh yang asli. Singkat cerita Saat itu sewaktu Sengkon sedang sekarat
hampir meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, salah seorang
narapidana bernama Gunel merasa kasihan kepada Sengkon. Kemudian
dengan jujur karena merasa berdosa Gunel meminta maaf kepada Sengkon
yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya.
Gunel kemudian mengakui bahwa dirinya bersama teman-temannyalah yang
telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta.
Pengakuan terpidana Gunel yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu
akhirnya diketahui media massa. Waktu itu para petinggi hukum dan para
pelaksana di lapangan sigap menyikapi kasus tersebut. DPR juga ikut campur
tangan, Media masa berpartisipasi aktif,dan akhirnya Kejaksaan Agung lalu
mengajukan penangguhan pelaksanaan menjalani kukuman bagi Sengkon dan
Karta(Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”
<[email protected]> 13 September 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Kisah dari Sengkon dan Karta ini ternyata berdampak besar terhadap
pembangunan Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia karena telah
menghidupkan kembali lembaga peninjauan kembali (Herziening). Dimana
timbul masalah pada waktu itu saat Gunel akhirnya dihukum sebagai
pembunuh yang sebenarnya sedangkan nasib Sengkon dan Karta tidak jelas,
meskipun sudah cukup jelas bahwa mereka tidak bersalah namum ironis
mereka masih tetap harus menjalani pidana penjara. Saat itu dirasakan perlu
ada peraturan tentang lembaga Herziening atau peninjauan pembali yang
sekaligus melengkapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang waktu itu juga sedang masih dibahas(Hakikat Peninjauan
Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”<[email protected]>13 September
2008).
Kasus yang menimpa terpidana Imam Chambali tersebut menimbulkan
konsekuensi hukum bagi para terpidana, selain dia dapat mengajukan
Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani
hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para
terpidana ini juga dapat melakukan upaya hukum untuk memperoleh Ganti
kerugian dan Rehabilitasi jika PK nya dikabulkan.
Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal
tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan
kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang
berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS YURIDIS NOVUM
DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI
DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM
CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA
UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI
KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan
dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan
masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Apakah novum dapat bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar
permohonan pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan
dengan terpidana Imam Chambali ?
2. Upaya hukum apakah yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk
memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan PKnya
dikabulkan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk
pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan
berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari
tujuan Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk
pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan
berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari
tujuan penelitian terbagi menjadi tujuan secara umum dan secara khusus.
1. Tujuan secara umum (obyektif) yaitu :
a. Untuk memperoleh data tentang novum dalam bentuk error in persona
dapat di jadikan dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali
dalam perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali
b. Untuk memperoleh data tentang upaya hukum yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi atas pengajuan PK nya.
2. Tujuan secara khusus (subyektif) antara lain :
a. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
bidang ilmu hukum Fakultas Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman arti
pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya Hukum
Acara
c. Untuk memperkaya pemahaman dan wasasan hukum acara pidana
dalam prakteknya di Indonesia terutama bagi penulis sendiri dan
pembaca pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh
terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum terutama
hukum acara pidana di Indonesia, khususnya terkait permasalahan
dapat tidaknya novum dijadikan dasar dalam permohonan peninjauan
kembali dan upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan oleh para
pencari keadilan untuk memperoleh ganti rugi serta reabilitasi atas
penhajuan PK yang telah dikabulka.
b. Lebih khusus lagi adalah bagi mereka yang telah dilanggar haknya
oleh aparat penegak hukum yang lalai menjalankan tugasnya seperti
korban salah tangkap oleh Polri, salah tuntut oleh jaksa maupun
korban salah vonis oleh hakim di pengadilan padahal mereka tidak
sekalipun melakukan satu kesalahan atau kejahatan.
2. Secara praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diteliti
b. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan ataupun rujukan yang
bisa diterapkan dalam hukum acara atau hukum formil di Indonesia.
c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan
bagi penelitian yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan
termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu
penampilan yang sistematis menyangkut aturan yang mengatur kategori
sah tentang undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan,
serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier
(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32). Dalam hal ini adalah putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No.89 PK/POD/2008 bahan
tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian diatarik
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.
Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 22)
3. Jenis Bahan Hukum
Jenis Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahan hukum sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain
meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan,bahan
hukum internet ,dokumen resmi, dan sumber lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum
normatif, maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder
sedangkan data primer lebih bersifat sebagai penunjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa
pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan
dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus
(case approach)
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian normatif
adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku
laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
2) Kitab Undang- Undang Pidana (KUHP)
3) Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP, Nomor 27
Tahun 1983. LN No.36 Thaun 1983. TLN No. 3258.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan internet.
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitu
pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan
hukum sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
dokumen resmi, serta pengumpulan bahan hukum melalui media internet.
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam
penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari
penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta
dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait,
kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk
menjawab permasalahan yang diteliti. Setelah bahan hukum terkumpul
maka tahap selanjutnya yang digunakan adalah tahap analisis bahan
hukum. Tahap ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian yaitu
untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang diteliti.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47). Di dalam logika
silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah
aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan
menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta,
logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny
Ibrahim, 2008: 249).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum
maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan
menguraikan tinjauan mengenai dasar permohonan peninjauan
kembali,novum dalam bentuk error in persona korban,upaya
hukum,rehabilitasi,dan ganti rugi.Sedangkan dalam kerangka
pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka
pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam hal ini penulis membahas dan menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya: mengenai apakah novum
dapat dijadikan dasar pemeriksaan peninjauan kembali dan
upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
memperoleh rehabilitasi dan ganti kerugian jika PK nya
dikabulkan.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang
kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan
atas permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori
1. Tinjauan tentang peninjauan kembali
a. Pengertian peninjauan kembali
Kata Peninjauan Kembali diterjemahkan dari kata herziening.
Mr.M.H.Tirtaamidjaja menjelaskan herziening, antara lain sebagai
berikut.
Itu adalah suatu jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan Hakim, yang merugikan si terhukum….Kalau perbaikan itu hendak dilakukan, maka ia harus memenuhi beberapa syarat, yakni bahwa ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, tidak diketahui oleh hakim itu……jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan keputusan lain
b. Dasar pengajuan peninjauan kembali
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :
1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat novum, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain.
3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263
ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan
Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan
yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti
oleh suatu pemidanaan.
Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh
terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan
Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku
ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :
1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan bahwa permintaan Peninjauan Kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa: a) Putusan bebas; b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum; d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.
c. Pihak yang dapat mengajukan peninjuan kembali
Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) mengenai orang yang berhak mengajukan
Peninjauan Kembali, maka dibuka kemungkinan bagi terdakwa
atau ahli warisnya untuk mengajukan permohonan Peninjauan
Kembali, terhadap suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
hukum tetap, dengan pengecualian putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum.
Berdasarkan bunyi Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh penasehat hukum tanpa ada kuasa dari terpidana sendiri harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena diajukan oleh orang yang tidak berhak. Demikian juga permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh istri terpidana harus pula dinyatakan tidak dapat diterima, karena sebagai istri belum menjadi ahli waris berhubung terpidana masih hidup dan tidak mendapat surat kuasa dari terpidana sehingga belum berhak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:298 ).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak untuk
mengajukan Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada terpidana
atau ahli warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak memuat
putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, jadi hak ini
tidak diberikan kepada Jaksa Agung.
d. Asas-asas yang ditentukan dalam upaya hukum Peninjauan
Kembali.
Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan
Kembali ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu
peningkatan dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam
proses dan pelaksanaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap,
2002:639 ).
1) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.
Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat (3) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan
Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana
semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( M.Yahya Harahap,
2002:639).
Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka kesempatan kepada terpidana untuk membela kepentingannya agar terlepas dari ketidakbenaran penegakan hukum
2) Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan
pelaksanaan putusan.
Asas tersebut tidak mutlak menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali
tidak merupakan alasan yang menghambat apalagi menghapus
pelaksanaan pelaksanaan putusan sehingga proses
permohonan Peninjauan Kembali dapat berjalan namun
pelaksanaan putusan juga tetap berjalan Kembali ( M.Yahya
Harahap, 2002: 640 ) .
Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak secara mutlak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan. Anjuran Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut banyak yang menyalahgunakan sehingga sikap yang seperti itu dapat menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam pelaksanaan penegakan hukum, yang dikehendaki dalam pasal tersebut ialah sikap dan kebijaksanaan yang matang dan beralasan serta mengkaitkan dengan jenis pidana maupun sifat dan kualitas yang menjadi landasan permintaan Peninjauan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu
kali.
Pasal 283 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) membenarkan atau memperkenankan
Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja.
Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang
dikemukakan dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), sedang dalam perkara perdata diatur dalam
Pasal 1918 BW( M.Yahya Harahap, 2002:640 ).
Asas ini juga berlaku terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani mengorbankan keadilan dan kebenaran demi tegaknya kepastian hukum.
e. Tata Cara Peninjauan Kembali.
Tata cara pengajuan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal
264 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Permintaan Peninjauan Kembali diajukan kepada panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama.
2) Permintaan Peninjauan Kembali disertai alasan-alasannya.
Alasan-alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan yang
dicatat oleh panitera yang menerima Peninjauan Kembali
tersebut.
3) Permintaan Peninjauan Kembali oleh panitera ditulis dalam
surat keterangan yang ditandatangani panitera serta pemohon,
dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara.
4) Ketua Pengadilan Negari menunjuk hakim yang tidak
memeriksa perkara semula yang dimintakan Peninjauan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan
kembali itu memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
5) Dalam pemeriksaan itu pemohon dan penuntut umum ikut
hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
6) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan
yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, pemohon
dan panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat
berita acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera.
7) Ketua pengadilan melanjutkan permintaan Peninjauan
Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara
pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah
Agung yang tembusan kata pengantarnya sampai kepada
pemohon dan penuntut umum.
f. Tata cara pemeriksaan peninjauan kembali
1) Setelah perkara PK diterima Direktorat Perdata MA, maka
berkas PK tersebut diteliti dan ditelaah oleh Hakim Tinggi
Raportir pada MA untuk mengetahui kelengkapan formalnya.
2) Apabila kelengkapan formal ini tidak terpenuhi, seperti
terlambat mengajukan, atau tanpa surat kuasa/surat kuasa
tidak khusus, maka akan menyebabkan permohonan PK
tersebut tidak dapat diterima.
3) Kemudian setelah Hakim Tinggi Raportir menerima berkas
perkara perdata PK lalu dikembalikan kepada Direktorat
Perdata dengan model B.B. kemudian dicatat dalam buku
penerima berkas Hakim Tinggi Raportir. Setelah itu dibuat
resume perkara, usul pendapat Hakim Tinggi Raportir dan Net
konsep putusan.
4) Kemudian berkas perkara PK tersebut diteruskan oleh
Direktur Perdata kepada Ketua MA atau Ketua Muda MA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
yang mendapat wewenang, untuk ditetapkan team yang akan
memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan dalam waktu 1
bulan Direktur Perdata sudah mengirim kembali berkas
perkara PK kepada Hakim Tinggi Raportoir.
5) Kemudian Hakim Tinggi Raportoir segera menyerahkan
berkas perkara PK kepada Ketua Tim, yang dilengkapi dengan
resume dan Pendapat Hakim Tinggi Raportir serta penetapan
Majelis Hakim untuk mengadili perkara itu, dan setelah ketua
Tim menunjuk Majelis Hakim maka Hakim Tinggi Raportir
menghubungi ketua Majelis untuk menetapkan hari sidang
perkara tersebut.
6) Apabila diperlukan, maka MA berwenang memerintahkan
Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat
pertama atau tingkat banding mengadakan pemeriksaan
tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan
dari Pengadilan tersebut dan kemudian setelah melaksanakan
perintah MA maka PN/PT segera mengirimkan berita acara
pemeriksaan tambahan serta pertimbangan kepada MA.
g. Putusan peradilan peninjauan kembali
1) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK tidak dapat
diterima.
2) Dapat Terjadi karena Pengajuan PK tidak memenuhi syarat
formal seperti:
a) Pemohon terlambat mengajukan PK;
b) permohonan PK tanpa adanya surat kuasa/surat kuasa tidak
khusus dibuat untuk PK;
c) Dikarenakan PK diajukan untuk kedua kalinya; serta
d) PK dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan kekuatan hukum tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK ditolak.
Terjadi apabila MA berpendapat bahwa permohonan PK yang
diajukan tidak beralasan. Alasan ini dapat dikarenakan
permohonan PK tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang
merupakan alasan dan menjadi dasar permohonan PK, atau
dapat pula dikarenakan alasan-alasan permohonan PK tidak
sesuai dengan alasan-alasan yang ditetapkan secara limitatif
oleh UU.
4) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK dikabulkan.
Terjadi apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan-
alasan permohonan PK karena sesuai dengan ketentuan Pasal
67 UU MA. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK
maka MA akan membatalkan putusan yang dimohonkan PK
tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri
perkaranya.
h. Proses penyelesaian perkara.
1) Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh
Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan di beri nomor
register PK
2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan
Termohon PK bahwa perkaranya telah di registerasi
3) Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya
Ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan
memeriksa perkara PK
4) Menyerahkan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor)
kepada Penitera Pengganti yang membantu menangani perkara
tersebut
5) Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke
Majelis Hakim Agung masingmasing (Pembaca 1,2 dan 3)
untuk di beri pendapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
6) Majelis Hakim Agung memutus perkara
7) Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para
pihak melalui Pengadilan tingkat pertama yang menerima
permohonan PK.
2. Tinjauan tentang novum
a. Pengertian Novum
Menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Novum didefinisikan sebagai berikut :
keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Menurut Yusril Ihza Mahendra novum menurut hukum acara
pidana adalah fakta baru yang tidak terungkap di persidangan, tapi
hakim telah memutuskan lain. Kalau hukum berubah sebenarnya
bukan novum.
Pengajar hukum acara pidana dari Fakultas Hukum UI, T.
Nasrullah, berpendapat bahwa apapun yang terkait dengan keadaan
baru itu bisa diajukan sebagai novum. Karena itu, menurut
Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan
novum.
Sebagai contoh adalah orang dulu dipidana karena perbuatan
kriminal, kemudian berubah menjadi dekriminalisasi, perbuatan
pidana itu bukan lagi perbuatan pidana. Ia bisa ajukan PK dengan
alasan dekriminalisasi perbuatannya. Hukum harus selalu
memberikan yang menguntungkan bagi seorang pelaku kejahatan,
tidak boleh membuat ia semakin sulit keadaannya (Nasrullah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Luhut MP Pangaribuan (pengamat dan praktisi hukum
pidana) membenarkan bahwa putusan MK dapat dijadikan sebagai
novum untuk mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut
dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
b. Jenis-Jenis Novum
Mengenai jenis-jenis novum ada 3 macam, yaitu Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK), Saksi fakta, Putusan bebas terdakwa
lainnya dalam kasus yang sama.
1) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan sebagai
novum karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut
dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2) Saksi fakta
Suatu keadaan baru, yang berupa keterangan saksi yang
belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat
pertama, banding dan kasasi.
3) Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama
Hal ini berdasarkan pada teori Von Buri yaitu Teori
CONDITIO SINE QUANON, yang menyatakan bahwa semua
syarat, semua factor yang turut serta atau bersama-sama
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dihilangkan dari
rangkaian factor-faktor yang bersangkutan, adalah cause
(sebab), akibat itu. Tiap faktor yang dapat dihilangkan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
rangkaian factor-faktor yang adanya tidak perlu untuk
terjadinya akibat, tidak diberi nilai. Sebaliknya tiap-tiap factor
yang umpamanya tidak dapat dihilangkan dari rangkaian
factor-faktor tersebut yaitu yang adanya perlu untuk
terwujudnya akibat, harus diberi nilai yang sama. Semua
faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja
factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada
atau lain dari apa yang terjadi.
Menurut Van Hamel, salah seorang penganut teori Van
Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya
teori yang secara logis dapat dipertahankan (.Andi Abidin,
301-302).
3. Tinjauan tentang error in persona
Pengertian mengenai istilah error in persona tidak terdapat dalam
KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Namun
secara teori pengertian error in persona ini bisa ditemukan dalam
doktrin pendapat ahli-ahli hukum. Secara harfiah arti dari error in
persona adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan
mengenai orangnya. Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan
penangkapan, atau penahanan, atau penuntutan, atau pada saat
pemeriksaan oleh hakim di pengadilan sampai perkaranya diputus serta
kesalahan dalam mengidentifikasikan korbannya. Pengertian ini
tersirat dalam pasal 95 KUHAP yang membahas tentang ganti rugi
terhadap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
orangnya. Selain dalam KUHAP pengertian tersebut juga tersirat
dalam pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hal yang sama.
Menurut M.Yahya Harahap kekeliruan dalam penangkapan
mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person
yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan,
sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa
bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap/ditahan (Yahya
Harahap : 45).Sedangkan menurut yurisprudensi dari Mahkamah
Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah
lain tentang menangkap orang dan salah mendakwa orang yang disebut
sebagai error in subjectif (Putusan MA No. 89 PK/PID/2008, tanggal 3
Desember tahun 2008)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai
macam istilah atau penyebutan terhadap kondisi atau keadaan dimana
penegak hukum melakukan kesalahan atau kekeliruan pada saat
melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan.
4. Tinjauan tentang upaya hukum
a. Pengertian Upaya Hukum.
Menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa
atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b. Macam-macam Upaya Hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa
dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab
XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab
XVIII.
1) Upaya Hukum Biasa.
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan
yamg belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum
ini dapat menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum
biasa terdiri dari dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding
dan pemeriksaan Kasasi.
a) Pemeriksaan Tingkat Banding.
Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum
untuk diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi
karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67
jo 233 KUHAP ). Jika Pasal 233 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditelaah dan
dihubungkan dengan Pasal 67 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dapat disimpulkan
bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (
Pengadilan Negeri ) dapat dimintakan Banding ke
Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus
dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa
perkecualiaan. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang nomor 4
Tahun 2004 mengatakan bahwa terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan
pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum dapat dimintakan Banding kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali apabila undang-undang menentukan lain.
Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut
Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adalah :
(1) Putusan bebas.
(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
kurang tepatnya penerapan hukum.
(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam
hal perampasan kemerdekaan ( pasal 205 ayat (3)
KUHAP ).
Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)terlihat sangat memperhatikan hak asasi terdakwa
karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu apabila
putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut
kurang tepatnya penerapan hukum.
Tujuan Banding ada dua yaitu untuk menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya dan pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu, oleh sebab itu maka Banding sering disebut juga Revisi. Pemeriksaan tingkat Banding merupakan suatu penilaian baru (judicial novum), jadi dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang hal demikian, khususnya jika melihat dalam Pasal 238 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( Andi Hamzah, 1996:301 ).
Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
sampai Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Acara Banding ini awalnya diatur dalam Pasal 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt
Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-354
), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal
243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
ada beberapa hal yang sama seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951, misalnya :
(1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari
sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada
terdakwa ( Pasal 233 KUHAP ).
(2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan
dalam hal demikian tidak boleh mengajukan
permohonan lagi ( Pasal 235 KUHAP ).
(3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh
sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara
yang diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari
berita acara pemeriksaan penyidik, berita acara
pemeriksaan disidang Pengadilan Negeri, beserta surat
yang timbul disidang yang berhubungan dengan
perkara itu dan putusan Pengadilan Negeri ( Pasal 238
KUHAP ).
(4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada
pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian
dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada
yang kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan
keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Negeri
untuk memperbaiki. Jika perlu Pengadilan dapat
membatalkan penetapan dari Pengadilan Negeri
sebelum putusan pengadilan dijatuhkan ( Pasal 240
KUHAP ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian
Kasasi adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh
Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan
itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan undang-
undang, hak Kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung(
Leden Marpaung, 2000:3 ).
Pada kenyataaannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung ( dalam perkara pidana ) yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak sah kata ”pembatalan” telah tepat, tetapi yang dibatalkan bukan putusan hakim tetapi putusan pengadilan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Dengan demikian, yang mungkin dibatalkan bukan putusan saja tetapi dapat juga terhadap penetapan. Selain itu, pemuatan hak Kasasi yang dicantumkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merupakan kekeliruan karena Kasasi bukan hak melainkan kewenangan Mahkamah Agung
Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa,
Kasasi dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut
umum untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan
Negeri atau Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau
melampaui batas kewenangan, misalnya :
(1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
(2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Kasasi, antara lain diatur dalam :
(1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHAP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)berbunyi bahwa terhadap putusan bebas
pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,
terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah
Agung kecuali terhadap putusan bebas.
(2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan
pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan
Kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang
berkepentingan kecuali undang-undang menentukan
lain.
Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus
memiliki alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki
alasan yang kuat maka dapat dipastikan akan kalah
dipersidangan. Alasan untuk permohonan Kasasi dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
diatur dalam Pasal 253. Adapun alasan Kasasi adalah
sebagai berikut :
(1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang.
(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan
wewenangnya.
Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dapat
dibatalkan karena :
(1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, maka Mahkamah Agung
mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai
petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang
bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah
Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa
oleh pengadilan setingkat yang lain.
(3) Pengadilan atau hakim yang besangkutan tidak
berwenang mengadili perkara tersebut. Mahkamah
Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain
mengadili perkara tersebut.
2) Upaya Hukum Luar Biasa.
Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan
dari upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi
Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi
Demi Kepentingan Hukum maupun Peninjauan Kembali,
kedua-duanya tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. Dengan demikian
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan
atau terdakwa atau terpidana.
a) Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Kasasi Demi Kepentingan Hukum pada umumnya
sama saja dengan Kasasi biasa, kecuali dalam Kasasi Demi
Kepentingan Hukum ini penasehat hukum tidak lagi
dilibatkan ( Andi Hamzah, 2001:297 ). Kasasi Demi
Kepentingan Hukum diatur dalam Pasal 259-262 Kitab
Undang-Undang Hukum Aacra Pidana (KUHAP), yang
antara lain berisi sebagai berikut :
1) Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) ayat :
(1) Demi kepentingan hukum tehadap semua putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,
dapat diajukan satu kali permohonan Kasasi oleh
Jaksa Agung.
(2) Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak
boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan Pasal 259 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut menurut Hari
Sasangka dan Lily Rosita ( 2003:294-295 ), maka dapat
diperoleh perbedaan antara pemeriksaan tingkat Kasasi
dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, yaitu :
(a) Yang Mengajukan.
(i.) Untuk Kasasi adalah para pihak baik
terdakwa atau penuntut umum atau dapat
juga kedua-duanya dalam waktu yang sama.
(ii.) Untuk Kasasi Demi Kepentingan Hukum
adalah Jaksa Agung.
(b) Waktunya.
(i.) Kasasi waktunya sebelum putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
(ii.) Kasasi Demi Kepentingan Hukum setelah
putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(c) Akibat.
(i.) Kasasi bisa meringankan atau memberatkan
atau membebaskan atau melepaskan
terdakwa dari segala tuntutan hukum.
(ii.) Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak
boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
2) Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), ayat :
(1) Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung
kepada Mahkamah Agung melalui panitera
pengadilan yang telah memutus perkara dalam
tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan
permintaan itu.
(2) Selain risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) oleh panitera disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan.
(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera
meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah
Agung.
3) Pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), ayat :
(1) Salinan putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada
pengadilan yang bersangkutan dengan disertai
berkas perkara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4) Pasal 262 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), berbunyi :
”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259,
Pasal 260 dan Pasal 261 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) berlaku bagi cara
Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
terhadap putusan pengadilan dalam lingkup
Peradilan Militer”.
Demi tegaknya hukum dan kepastian hukum, maka pengajuan Kasasi Demi Kepentingan Hukum hanya boleh diajukan satu kali saja. Seandainya boleh diajukan tanpa batas, jaksa dapat mengajukan berulang kali, hal ini merupakan anarki sekaligus merobek prinsip kepastian hukum dan dapat menyebabkan siksaan bagi terdakwa. Jadi dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja ( M.Yahya Harahap, 2002:611 ).
b) Peninjauan Kembali Putusan.
Disamping pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) juga diatur tentang Peninjauan Kembali putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Peninjauan
Kembali pertama kali diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1969 tanggal 19
Juli 1969 baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana tetapi belum dapat dijalankan karena masih
diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai beberapa
persoalan.
Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa
untuk memperbaiki putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Tujuannya agar pengadilan benar-benar menjalankan
keadilan, agar sendi-sendi hukum yang asasi di masyarakat
terlindungi (Usman Hamid, http://www.hukumonline.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :
(1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan
dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui
pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan.
(2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan
bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau
keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan
satu sama lain.
(3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal
263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
diajukan permohonan Peninjauan Kembali apabila dalam
putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu
pemidanaan.
Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
dapat diajukan oleh terdakwa atau ahli warisnya sesuai
dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima untuk
diperiksa, berlaku ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai
berikut :
1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan
bahwa permintaan Peninjauan Kembali dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan
Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar
pertimbangannya.
2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan
pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan
yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan
menyatakan putusan yang dapat berupa :
a) Putusan bebas.
b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut
umum.
d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan.
5. Tinjauan tentang rehabilitasi
a. Pengertian rehabilitasi
Definisi tentang Rehabilitasi yang diatur dalam KUHAP
Pasal 1 butir 23 disebutkan sebagai berikut:
Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Sedangkan pengertian rehabilitasi menurut kamus besar
bahasa Indonesia adalah pemulihan kepada kedudukan atau
keadaan yang dahulu atau semula. Pasal 9 UU No.14 tahun 1970
itu tentang kekuasaan kehakiman mengatakan bahwa seseorang
yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan
berdasarkan UU, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan
rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi dalam UU ini adalah pemulihan
hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang
diberikan oleh pengadilan. Kemudian menurut Pasal 1 butir 22
KUHAP rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan
atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa
alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU
ini. Rehabilitasi mengikuti ganti kerugian. Artinya praperadilan
dilakukan karena permohonan ganti kerugian, karena aparat salah
melakukan penangkapan, atau tidak sesuai dengan hukum dan
sebagainya dan setelah itu (setelah praperadilannya dikabulkan
oleh hakim) maka yang bersangkutan bisa meminta rehabilitasi
agar nama baiknya dipulihkan kembali.
Berdasarkan pada pengertian rehabilitasi diatas dapat
disimpulkan bahwa alasan bagi seseorang untuk mengajukan
permohonan Rehabilitasi ini pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan alasan atau dasar untuk pengajuan ganti kerugian
sebagaimana yang terdapat dalam pasal 95 KUHAP. Persamaan
lain adalah rehabilitasi sebagaimana halnya dengan ganti kerugian
dibedakan menjadi dua yaitu antara perkara yang diajukan ke
pengadilan dan yang diajukan melalui praperadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Perbedaannya adalah pada tujuan dari permintaan yang
dimaksud. Dari pengertian ganti kerugian pada pasal 1 butir 22
KUHAP tujuan dari ganti kerugian tuntutannya adalah sesuatu
yang bersifat materi yaitu uang, sedangkan tujuan pada rehabilitasi
menurut pasal 1 butir 23 KUHAP tuntutannya adalah bersifat
immateri yaitu kedudukan, harkat dan martabatnya kembali.
Berbeda dengan ganti kerugian yang sifatnya fakultatif yang
artinya putusan ganti kerugian tidak dicantumkan bersamaan
dengan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
sedangkan pada rehabilitasi ini khususnya yang diajukan ke
pengadilan bersifat imperatif yang artinya dicantumkan bersamaan
dengan putusan pengadilan tersebut (Pasal 97 ayat (2) Kitab
Undang-Undang HUkum Acara Pidana (KUHAP).Akan tetapi
rehabilitasi yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan diputus
oleh hakim praperadilan maka harus diajukan permohonan
rehabilitasi dalam jangka waktu 14 (Empat Belas) hari semenjak
putusan mengenai sah tidaknya penangkapan dan penahanan
tersebut diberitahukan kepada pemohon rehabilitasi.
Ketentuan mengenai Rehabilitasi di dalam KUHAP hanya
terdapat dalam satu pasal saja yaitu pasal 97 yang disebutkan
bahwa:
Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selanjutnya pengaturan tentang rehabilitasi dapat
ditemukan dalam PP No.27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan
KUHAP di dalam pasal 12 sampai dengan pasal 15. Seperti yang
telah diuraikan sebelumnya bahwa rehabilitasi ini dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu yang diajukan perkaranya ke pengadilan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
yang tidak diajukan perkaranya ke pengadilan tetapi melalui
praperadilan. Pembedaan ini juga menimbulkan perbedaan dalam
beberapa hal misalnya terkait dengan bunyi amar putusannya
putusannya. Amar putusan pengadilan mengenai rehabilitasi
berbunyi “Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, dan harkat serta martabatnya”, sedangkan amar
putusan dalam praperadilan mengenai rehabilitasi bunyinya mirip
dengan sebelumnya namun kata terdakwa diubah dengan kata
pemohon.
b. Pihak-pihak yang berhak mengajukan rehabilitasi
Itu adalah pihak yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Misalnya seseorang diadili, kemudian diputuskan bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum, maka dia itu berhak memperoleh
rehabilitasi atas pemulihan nama baiknya.Perbedaan antara
rehabilitasi dengan pencemaran nama baik adalah bahwa
rehabilitasi dilakukan karena perbuatan aparat penegak hukum.
Artinya si pemohon rehabilitasi adalah tersangka, terdakwa,
terpidana yang permohonan praperadilannya dikabulkan (ada
campur tangan aparat) karena rehablitasi itu adalah hak yang
diberikan oleh KUHAP kepada tersangka atau terdakwa.
Rehabilitasi lebih kepada hal yang tidak berhubungan dengan
materi melainkan hanya menyangkut nama baik saja karena
rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang hak atau kemampuan
seseorang dalam posisi semula. Sementara pencemaran nama baik
diatur dalam KUHP (mengenai pencemaran nama baik) adalah
gugatan dari seseorang kepada orang lain yang dianggap telah
mencemarkan nama baiknya. Jadi tidak ada campur tangan aparat
dalam hal upaya paksa. Permintaan rehabilitasi bisa diajukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tersangka, keluarga atau kuasanya. Jadi ahli waris juga bisa
mengajukan rehabilitasi. Begitu juga halnya dengan ganti kerugian.
6. Tinjauan tentang ganti rugi
a. Pengertian Ganti Rugi
Pada saat sebelum Undang-Undang Nomor 81 Tahun 1981
Tentang KUHAP diundangkan, hukum acara pidana di Indonesia
pada waktu itu telah mengatur perihal tentang ganti kerugian
didalam pasal 9 Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970 Tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, dimana disebutkan:
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa
alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya
atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian
dan rehabilitasi.
Sedangkan dalam berbagai literatur dan perundang-
undangan di berbagai Negara terdapat 3 (tiga) macam ganti
kerugian, ketiga macam ganti kerugian tersebut (Andi Hamzah :
203) adalah :
a. Ganti kerugian karena seorang ditangkap, ditahan. Dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau salah dalam menerapkan hukum. Hal ini sama dengan yang dimaksud dalam definisi dalam pasal 1 butir 22 KUHAP yang pengaturannya dijelaskan dalam pasal 95 dan pasal 96 KUHAP.
b. Ganti kerugian kepada pihak ketiga atau korban tindak pidana. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam KUHAP bab VIII tentang penggabungan perkara gugatan ganti kerugian.
c. Ganti kerugian kepada bekas terpidana sesudah peninjauan kembali (herziening). Dalam KUHAP bab XVIII tentang peninjauan kembali ini tidak menyebutkan tentang ganti kerugian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Dari ketiga macam jenis ganti kerugian yang telah
diuraikan sebelumnya hanya ganti kerugian yang disebut terakhir
yang masih belum jelas pembahasannya dalam KUHAP di
Indonesia. Ganti kerugian itu adalah ganti kerugian yang
dimohonkan oleh mantan atau bekas terpidana yang diputus bebas
melalui putusan Peninjauan Kembali (herzeining). KUHAP dalam
bab XVIII yang mengatur tentang peninjauan kembali tidak
menyebutkan atau menjelaskan tentang ganti kerugian dan tata cara
bagaimana menuntut ganti kerugian. Oleh karena itu dalam
pandangan banyak ahli hukum acara pidana seperti pendapat Andi
Hamzah hal ini merupakan salah satu kelemahan dari KUHAP
Indonesia. Ia berpendapat bahwa sistem ganti kerugian yang dianut
oleh KUHAP Indonesia seperti yang terdapat dalam pasal 81 dan
pasal 95 adalah bersifat fakultatif. Berbeda dengan sistem ganti
kerugian yang dianut Negara lain seperti di Belanda yang bersifat
imperatif dimana ganti kerugian mengikuti putusan dari
Mahkamah Agung dalam suatu putusan peninjauan kembali yang
membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu
(Andi Hamzah : 301).Di Indonesia tidak demikan sebab tidak serta
merta seorang mantan terpidana yang diputus bebas oleh
Mahkamah Agung melalui putusan Penijauan Kembali akan
mendapatkan ganti kerugian. Untuk mendapatkan ganti kerugian
tersebut mantan terpidana tersebut harus mengajukan tuntutan ganti
kerugian melalui pengadilan.
Ganti kerugian pada dasarnya sudah menjadi hak dari
tersangka, terdakwa, maupun terpidana dikarenakan berbagai hal
atau alasan misalnya karena terjadi kekeliruan dalam menangkap,
menahan atau mengadili tersangka, terdakwa maupun terpidana
tersebut. Kekeliruan yang dimaksud tersebut bisa kekeliruan
mengenai orangnya atau keliru dalam menerapkan hukumnya.
Kekeliruan mengenai orangnya dalam pandangan doktrin hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
acara pidana lazim diistilahkan sebagai error in persona.
Berdasarkan pada macam dari ganti kerugian yang telah
diuraikan sebelumnya berikut ini akan dikemukakan beberapa
alasan yang dapat dijadikan dasar tuntutan ganti kerugian yang
pengaturannya terdapat dalam pasal 81 dan 95 antara lain (Yahya
Harahap : 45) yaitu :
a. Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum b. Penangkapan atau penahanan dilakukan tidak
berdasarkan undang-undang. c. Penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan
kepentingan yang tidak dapat dipertanggung j awabkan meneurut hukum.
d. Penangkapan atau penahanan dilakukan tidak mengenai orangnnya (disqualification in person)
Permohonan ganti kerugian tersebut diajukan ke sidang
praperadilan apabila perkaranya belum diajukan atau tidak
diajukan ke pengadilan. Namun jika perkaranya telah sampai ke
pengadilan maka tuntutan ganti kerugian tersebut dapat
dimohonkan ke pengadilan negeri seperti biasa bukan dengan
sidang praperadilan (Yahya Harahap : 45) .Hal penting lain yang
harus diperhatikan oleh pemohon ganti kerugian adalah tentang j
angka waktu pengajuan permohonan ganti rugi tersebut yaitu 3
(tiga) bulan semenjak putusan tersebut mempunyai kekuatan
hukum tetap (Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP,
Nomor 27 Tahun 1983, psl. 3).Jika melewati tenggang waktu
permohonan ganti kerugian tersebut maka pemohon ganti rugi
sudah tidak mendapatkan kesempatan untuk mengajukan
permohonan ganti rugi. Kondisi semacam ini pada dasarnya kurang
adil dan tidak menguntungkan bagi korban yang dirugikan dalam
error in persona yang mungkin saja tidak semuanya memahami
hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
B. Kerangka Pemikiran
Putusan Pengadilan Negeri (Tingkat Pertama)
Upaya hukum yang dilakukan
Upaya hukum biasa Upaya hukum luar biasa
Banding Kasasi Peninjauan Kembali
Salah satu dasar pengajuan PK
terdapat keadaan baru (Novum)
novum dalam bentuk error in persona
Pelanggaran Hukum Pidana
Upaya hukum yang diperoleh untuk mendapatkan
rehabilitasi dan ganti rugi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
PENJELASAN KERANGKA PEMIKIRAN
Penegakan hukum dilakukan untuk mamperoleh kebenaran materiil dari
suatu perkara yang sedang dihadapi. Proses penegakan hukum dimulai dari
penyelidikan dan penyidikan oleh pihak yang berwenang dengan mengumpulkan
data-data dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mengolahnya sehingga dapat
mengungkap terjadinya suatu peristiwa. Penuntutan yang merupakan kewenangan
dari penuntut umum dilakukan setelah semua bukti-bukti terkumpul dengan
membuat surat dakwaan yang dilanjutkan dengan proses persidangan di
pengadilan yang berakhir dengan putusan halim. Pihak yang bersengketa diberi
kebebasan untuk mengajukan upaya hukum apabila tidak puas dengan putusan
hakim di tingkat Pengadilan Negeri mulai dari banding, kasasi sampai peninjauan
kembali yang merupakan hak terpidana atau ahli waris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Novum Dalam Bentuk Error In Persona Korban Dapat
Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan
Terpidana Imam Chambali Alias Kemat
1. Kasus Posisi
a. Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Negri Jombang
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Nomor : 48/Pid.B/2008-
PN.JMB tanggal 8 mei 2008 atas nama Imam Chambali als Kemat
b. Bahwa Imam Chambali als Kemat didakwakan sebagai orang yang
melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan itu
bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain / displitz) baik
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama pada hari Sabtu
tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007 atau setidak-
tidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong (yang belum
selesai dibangun) di Dsn. Kalangan, Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak,
Kab. Jombang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang, dengan
sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain yaitu korban Moch. Asrori,dengan cara membunuh dan
meninggalkan mayat korban di kebun tebu.
c. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda
motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan
di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang,
pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto
mendengar jasad korban ditemukan warga setempat, untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa
dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds.
Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik
korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada
keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan
aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe
tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh
“ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak
bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang
sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh).
2. Dakwaan
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jombang mendakwa
terdakwa dengan dakwaan sebagai berikut :
PRIMER
Bahwa ia Terdakwa Imam Chambali alias Kemat sebagai orang
yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan
perbuatan itu bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain
/ displitz) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
pada hari Sabtu tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau
setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007
atau setidak-tidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong
(yang belum selesai dibangun) di Dsn. Kalangan, Ds.
Kalangsemanding, Kec. Perak, Kab. Jombang atau setidak-tidaknya
pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Jombang, dengan sengaja dan dengan direncanakan
lebih dahulumenghilangkan jiwa orang lain yaitu korban Moch. Asrori,
perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Mula-mula Terdakwa mengetahui saksi korban Moch. Asrori mempunyai
pacar seorang laki-laki yang menurut Terdakwa lebih tampan dari pada
pacar / cowok Terdakwa dan Terdakwa juga menyukai laki-laki pacar
saksi korban tersebut, sehingga Terdakwa merasa sakit hati dan cemburu
terhadap saksi korban, selanjutnya pada hari dan tanggal yang tidak
diingat lagi dengan pasti kira-kira 3 hari sebelum kejadian ketika Devid
Eko Priyanto berada di Salon Ayu Terdakwa menyampaikan niatnya
untuk menghabisi korban Moch. Asrori karena Terdakwa merasa sakit
hati / cemburu dengan korban yang mempunyai cowok lebih ganteng,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
niat Terdakwa tersebut disetujui oleh Devid Eko Priyanto kemudian
mereka berdua menentukan hari pelaksanaannya yaitu hari Sabtu malam
Minggu tanggal 22 September 2007 ;
b. Pada hari dan tanggal yang telah ditentukan sekitar pukul 21.30 WIB
Terdakwa bersama-sama dengan Devid Eko Priyanto mencari korban
dengan mengendarai mobil Carry warna biru No. Pol. LP 1057 KD milik
Terdakwa, Devid duduk dibangku depan kiri sedangkan Terdakwa yang
mengemudikan kendaraan, akhirnya mereka bertemu dengan korban di
depan Mitra Swalayan Jalan Wachid Hasyim depan Kebonrojo Jombang
setelah bertemu korban diajak Terdakwa pulang kemudian korban pulang
dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Yupiter No. Pol S 4088 WJ
yang diikuti Terdakwa dan Devid Eko Priyanto dari belakang dengan
mengendarai mobil Carry menuju Salon Ayu ;
c. Sesampai di Salon Ayu Devid Eko Priyanto memasukkan sepeda motor
milik korban ke dalam Salon Ayu setelah itu korban masuk ke dalam
mobil Carry duduk dibangku tengah, Devid Eko Priyanto duduk
dibangku depan dan Terdakwa yang mengemudikan kendaraan Carry
menuju rumah kosong yang telah ditentukan yaitu di Dusun Kalangan,
Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak, Jombang, sesampai di tempat tujuan
sekitar pukul 22.30 WIB Terdakwa menghentikan mobilnya lalu
memaksa korban untuk turun mobil lalu disuruh masuk ke rumah kosong
kemudian Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto juga masuk ke dalam
rumah kosong, setelah berada di dalam dengan menggunakan penerangan
sinar bulan yang masuk melalu jendela Devid Eko Priyanto mendekap
tubuh dan menyumbat mulut saksi korban dengan menggunakan tangan
supaya korban tidak berteriak kemudian Terdakwa dari samping kiri
memukul korban dengan menggunakan kayu balok bekas bangunan
kebagian belakang leher korban dengan keras sebanyak satu kali
mengakibatkan korban jatuh ke tanah dan tidak berdaya / tidak sadarkan
diri setelah itu Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto mengangkat tubuh
korban ke luar rumah lalu dimasukkan ke dalam mobil Carry dibangku
tengah lalu dibawa menuju ke Desa Bandar Kedungmulyo, sesampai di
Dusun Braan Terdakwa menemukan tempat yang dianggap aman yaitu di
tengah sawah bekas tanaman tebu yang telah ditebang, kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menurunkan korban yang dalam
keadaan tidak berdaya ke tempat bekas tebangan tebu lalu Terdakwa
melepas celana dan celana dalam yang dipakai korban setelah itu
Terdakwa mengambil pisau yang ada di dalam mobil lalu Terdakwa
menusuk dan merobek perut korban hingga ususnya ke luar dan untuk
memastikan korban sudah meninggar dunia Devid mengambil oli bekas
yang ada di dalam mobil kemudian oli tersebut oleh Terdakwa
disiramkan ke muka korban dengan tujuan untuk menghilangkan
identitas korban, setelah itu Terdakwa melepas jaket switer yang
dipakainya dan Devid Eko Priyanto melepas jaket parasit warna biru
yang dipakainya kemudian diletakkan disamping korban sedangkan
celana dalam, 2 HP, dompet yang berisi uang dibawa Terdakwa untuk
disimpan setelah itu Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menutupi tubuh
korban dengan daun tebu kering hingga tidak kelihatan. Akibat perbuatan
Terdakwa korban Moch. Asrori meninggal dunia sebagaimana Visum Et
Repertum Jenazah No. 371/04/415.39/X/2007 tanggal 25 Oktober 2007
yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rudy Prayudiya Ariyanto dokter
pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang, dengan hasil
pemeriksaan :
1) Pemeriksaan Luar :
a) Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ;
b) Tinggi badan : 160 Cm ;
c) Kepala : Rambut hitam, gigi tongos ;
d) Leher : Tak ada kelainan ;
e) Perut : Ada robekan 5 Cm di atas pusar, 1 Cm dari garis tengah
tubuh berbentuk elips dengan sudut tajam dikedua sudutnya
dengan ukuran 2 Cm x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan
jaringan, didapatkan usus yang terburai dari lubang robekan ;
f) Lain-lain : Terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ;
2) Pemeriksaan dalam :
Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat luban
(robekan) yang terdapat pada dinding perut dan sebagian besar
organ dalammengalami pembusukan ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3) Kesimpulan :
Tidak dapat disangkal, bahwa korban meninggal dunia karena
pendarahan rongga perut karena robekan diding perut sebagai
akibat persentuhan dengan benda tajam ;
d. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda
motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan
di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang,
pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto
mendengar jasad korban ditemukan warga setempat, untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa
dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds.
Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik
korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada
keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57
WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan
aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe
tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh
“ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak
bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang
sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh) ;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 340 KUHP jo. 55 (1) ke-1e KUHP ;
SUBSIDAIR :
Bahwa ia Terdakwa Imam Chambali alias Kemat sebagai orang
yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan
perbuatan itu bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain
/ displitz) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
pada hari Sabtu tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau
setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007
atau setidak-tidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong
(yang belum selesai dibangun) di Dsn. Kalangan, Ds.
Kalangsemanding, Kec. Perak, Kab. Jombang atau setidak-tidaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Jombang, dengan sengaja menghilangkan jiwa
orang lain yaitu saksi korban Moch. Asrori. Perbuatan tersebut
dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
a. Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto menjemput saksi korban Moch.
Asrori selanjutnya mereka bertiga naik mobil Carry saksi korban duduk
dibangku tengah, Devid Eko Priyanto duduk dibangku depan dan
Terdakwa yang mengemudikan kendaraan Carry menuju rumah kosong
yang terletak di Dusun kalangan, Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak
Jombang, sesampai di tempat tujuan sekitar pukul 22.30 WIB Terdakwa
menghentikan mobilnya lalu memaksa korban untuk turun mobil lalu
disuruh masuk ke rumah kosong kemudian Terdakwa bersama Devid
Eko Priyanto juga masuk ke dalam rumah kosong, setelah berada di
dalam dengan menggunakan penerangan sinar bulan yang masuk melalu
jendela Devid Eko Priyanto mendekap tubuh dan menyumbat mulut saksi
korban dengan menggunakan tangan supaya korban tidak berteriak
kemudian Terdakwa dari samping kiri memukul korban dengan
menggunakan kayu balok bekas bangunan kebagian belakang leher
korban dengan keras sebanyak satu kali mengakibatkan korban jatuh ke
tanah dan tidak berdaya / tidak sadarkan diri setelah itu Terdakwa
bersama Devid Eko Priyanto mengangkat tubuh korban ke luar rumah
lalu dimasukkan ke dalam mobil Carry dibangku tengah lalu dibawa
menuju ke Desa. Bandar Kedungmulyo sesampai di Dusun Braan
Terdakwa menemukan tempat yang dianggap aman yaitu di tengah
sawah bekas tanaman tebu yang telah ditebang, kemudian Terdakwa dan
Devid Eko Priyanto menurunkan korban yang dalam keadaan tidak
berdaya ke tempat bekas tebangan tebu lalu Terdakwa melepas celana
dan celana dalam yang dipakai korban setelah itu Terdakwa mengambil
pisau yang ada di dalam mobil lalu Terdakwa menusuk dan merobek
perut korban hingga ususnya ke luar dan untuk memastikan korban sudah
meninggal dunia Devid mengambil oli bekas yang ada di dalam mobil
kemudian oli tersebut oleh Terdakwa disiramkan kemuka korban dengan
tujuan untuk menghilangkan identitas korban, setelah itu Terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
melepas jaket switer yang dipakainya dan Devid Eko Priyanto melepas
jaket parasit warna biru yang dipakainya kemudian diletakkan disamping
korban sedangkan celana dalam, 2 HP, dompet yang berisi uang dibawa
Terdakwa untuk disimpan setelah itu Terdakwa dan Devid Eko Priyanto
menutupi tubuh korban dengan daun tebu kering hingga tidak kelihatan.
Akibat perbuatan Terdakwa korban Moch. Asrori meninggal dunia
sebagaimana Visum Et Repertum Jenazah No. 371/04/415.39/X/2007
tanggal 25 Oktober 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rudy
Prayudiya Ariyanto dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Jombang, dengan hasil pemeriksaan :
1) Pemeriksaan Luar :
a) Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ;
b) Tinggi badan : 160 Cm ;
c) Kepala : Rambut hitam, gigi tongos ;
d) Leher : Tak ada kelainan ;
e) Perut : Ada robekan 5 Cm di atas pusar, 1 Cm dari garis tengah
tubuh berbentuk elips dengan sudut tajam dikedua sudutnya
dengan ukuran 2 Cm x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan
jaringan, didapatkan usus yang terburai dari lubang robekan ;
f) Lain-lain : Terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ;
2) Pemeriksaan dalam :
Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat lubang (robekan)
yang terdapat pada dinding perut dan sebagian besar organ dalam
mengalami pembusukan ;
3) Kesimpulan :
Tidak dapat disangkal, bahwa korban meninggal dunia karena
pendarahan rongga perut karena robekan diding perut sebagai akibat
persentuhan dengan benda tajam ;
b. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda
motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan
di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang,
pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto
mendengar jasad korban ditemukan warga setempat, untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds.
Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik
korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada
keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57
WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan
aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe
tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh
“ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak
bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang
sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh) ;
3. Tuntutan Pidana
Tuntutan Jaksa / Penuntut Umum tanggal 17 April 2008 isinya
adalah sebagai berikut :
a. Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat bersalah telah
melakukan tindak pidana “ Pembunuhan direncanakan yang dilakukan
bersama-sama “ sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 340
KUHP jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Primair ;
b. 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Imam Chambali als. Kemat
dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap
ditahan:
c. Barang bukti :
1) (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1
(satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S
4088 WJ, 1 (satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer
hitam bergaris putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu)
buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang
kayu panjang 32 Cm, 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu)
buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang
kayu bekas bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben,
untuk pembuktian perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
d. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah) ;
Membaca putusan Pengadilan Negeri Jombang No.
48/Pid.B/2008/-PN.JMB. tanggal 8 Mei 2008 yang amar
lengkapnya sebagai berikut :
1) Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat, tersebut di atas
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “ Pembunuhan berencana “ ;
2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana
penjara selama 17 (tujuh belas) tahun ;
3) Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
4) Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
5) Menetapkan barang bukti berupa :
6) 1 (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1
(satu unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S
4088 WJ, 1(satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer
hitam bergaris putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu)
buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang
kayu panjang 32 Cm, 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu)
buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang
kayu bekas bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben, ;
Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam
perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ;
7) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.
2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
4. Amar Putusan Pengadilan Negeri
M E N G A D I L I :
a. Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat, tersebut di atas telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana“
Pembunuhan berencana “ ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara
selama 17 (tujuh belas) tahun ;
c. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
e. Menetapkan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1
(satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S
4088 WJ, 1 Hal. 8 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 (satu) buah
jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih, 1
(satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu) buah ikat pinggang
warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm,
1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah sandal jepit
sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang kayu bekas
bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben, ;
Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam
perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ;
f. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.
2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
5. Bentuk Novum
a. Novum I Pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang
mengaku telah membunuh Moh. Asrori :
1) Bahwa keadaan baru yang pertama yang dijadikan dasar permohonan
peninjauan kembali ini adalah pengakuan Very ldham Heryansyah
alias Ryan pada tanggal 17 Agustus 2008 yang menyatakan bahwa
mayat / korban ke 11(sebelas) (yang saat itu belum diketahui
identitasnya (disebut Mr. X) yang dikubur di pekarangan belakang
rumah orang tuanya di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan
Tembeleng, Kabupaten Jombang adalah bernama Asrori dan dibunuh
sekitar bulan Oktober 2007 atau setidaktidaknya dalam tahun 2007.
Jadi Novum I yang dimaksud adalah Pengakuan dari Very ldham
Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah membunuh Asrori ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Bahwa Novum tersebut sangat bertentangan dengan kesimpulan
Penyidik dan Penuntut Umum yang menyatakan pada tanggal 29
September 2007 telah ditemukan sesosok mayat / korban
pembunuhan di kebun tebu di Desa Braan, Kecamatan Bandar
Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, yang berdasarkan hasil
penyelidikan aparat Kepolisian Polsek Bandar Kedungmulyo
terhadap mayat tersebut diidentifikasi sebagai Moh. Asrori warga
Desa Kalangsemanding, Kecamatan Perak Kabupaten Jombang,
kesimpulan aparat kepolisian ini diambil karena adanya laporan
orang hilang dengan Laporan Polisi No. Pol. :
K/LP/26/IX/2007/Reskrim tanggal 27 September 2007 atas nama
Moh. Asrori alias Aldo, berusia 21 tahun, alamat Desa
Kalangsemanding, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang ; Dengan
adanya laporan orang hilang tersebut maka pada tanggal 29
September 2008 petugas dari Polsek Bandar Kedungmulyo bersama-
sama dengan kakak kandung Moh. Asrori yang bernama Agung
Wibowo berangkat ke RSU Hal. 10 dari 24 hal. Put. No. 89
PK/PID/2008 Jombang untuk melihat korban dan kakak korban
meyakini bahwa mayat tersebut adalah Moh. Asrori hanya
berdasarkan ciri-ciri fisik antara lain : kaki kanan dibagian betisnya
ada luka bekas kena knalpot, kukunya panjang terawat, gigi tulang
sebelah kiri agak ke luar, potongan rambut bagian samping kiri dan
kanan tipis dan bagian belakang tebal, sedangkan disekujur badan
ada bekas oli, hidung ada luka bengkak, rahang gigi sudah lepas,
tengkuk mengalami luka memar, perut luka terbuka dan usus terburai
ke luar dan wajah korban sudah mengalami kerusakan dan sulit
dikenali ; Setelah adanya pernyataan dari keluarga atas mayat
tersebut Penyidik tanpa melakukan Tes DNA guna dicocokkan
dengan DNA keluarga Moh. Asrori dalam hal ini M. Jalal dan Dewi
Muntari Penyidik mengambil kesimpulan bahwa mayat di kebun tebu
tersebut adalah Moh. Asrori ; Bahwa Penyidik dari Kepolisian Resort
Jombang menetapkan 3 (tiga) orang tersangka dalam perkara
pembunuhan atas mayat di kebun tebu yang di yakini Kepolisian
sebagai mayat Moh. Asrori antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
a) . Pemohon PK yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007
oleh Penyidik pada Polres Jombang, selanjutnya dilakukan
penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007 ;
b) Devid Eko Priyanto yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober
2007 oleh Penyidik pada Polres Jombang, selanjutnya dilakukan
penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007 ;
c) Maman Sugianto alias Sugik yang ditangkap pada tanggal 20
Oktober 2007 oleh Penyidik pada Polres Jombang selanjutnya
dilakukan penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007, Maman
Sugianto alias Sugik sempat dibebaskan dan dipulangkan sesuai
dengan Berita Acara Pemulangan tanggal 23 Oktober 2007 dan
kemudian kembali ditangkap pada tanggal 7 Mei 2008 dan
ditahan pada 8 Mei 2008 ; Hal. 11 dari 24 hal. Put. No. 89
PK/PID/2008 Ketiga orang tersebut diduga telah melakukan
tindak pidana pembunuhan berencana yang terjadi pada bulan
September 2007 di Dusun Braan Desa / Kec. Bandar
Kedungmulyo dengan korban Moh. Asrori alias Aldo, ketiga
orang tersebut disangka dengan Pasal 340 KUHP Sub. Pasal 338
KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ; Bahwa berdasarkan
pernyataan yang dibuat Pemohon Peninjauan Kembali tertanggal
10 Juni 2008, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa
dirinya dan Maman Sugianto tidak pernah membunuh Asrori,
pengakuan yang dibuat dalam BAP dihadapan Penyidik POLRI
bahwa dirinya dan Maman Sugianto telah membunuh Asrori
dibuat semata-mata karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak
tahan disiksa dan dipukuli oleh oknum anggota Polsek Bandar
Kedungmulyo di pinggir sungai (foto copy bukti PK-1) demikian
juga dengan Devid Eko Priyanto dalam pernyataannya yang
dibuat pada tanggal 10 Juni 2008 menyatakan tidak tahu tentang
pembunuhan Asrori dan benar-benar tidak melakukan
pembunuhan tetapi karena dipukuli oleh oknum aparat Polsek
Bandar Kedungmulyo akhirnya mengakui turut serta membunuh
Asrori (foto copy Bukti PK-2) ; Bahwa dalam proses persidangan
di Pengadilan Negeri Jombang, Pemohon Peninjauan Kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dan Devid Eko Priyanto menerangkan Maman Sugianto alias
Sugik terlibat dalam perbuatan pembunuhan berencana atas Moh.
Asrori yang mayatnya ditemukan di kebun tebu Desa Braan,
keterangan tersebut diberikan oleh kedua orang Terdakwa dalam
kondisi tertekan baik fisik maupun psikis. Berdasarkan
keterangan yang diberikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
dan Devid Eko Priyanto maka pada tanggal 7 Mei 2008
dilakukan penangkapan atas diri Maman Sugianto alias Sugik
oleh Penyidik dari Kepolisian Resor Jombang dan pada tanggal 8
Mei 2008 dilakukan penahanan dan saat ini sedang disidangkan
di Pengadilan Negeri Jombang ; Hal. 12 dari 24 hal. Put. No. 89
PK/PID/2008 Bahwa pada saat perkara dengan tersangka Maman
Sugianto Alias Sugik dinyatakan lengkap dan segera
dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jombang, pada tanggal 17
Agustus 2008 muncul pengakuan dari Very ldham Heryansyah
alias Ryan yang mengaku membunuh Moh. Asrori alias Aldo
pengakuan mana bertentangan dengan fakta dan putusan
Pengadilan atas nama Pemohon Peninjauan Kembali yang telah
menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jombang
atas tuduhan
pembunuhan berencana terhadap korban Moh. Asrori
dengan vonis pidana penjara selama 17 tahun, Devid Eko
Priyanto yang telah menjadi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Jombang atas tuduhan turut serta
melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Moh.
Asrori dengan vonis pidana penjara selama 12 Tahun ;
Bahwa terhadap pengakuan Very ldham Heryansyah alias
Ryan yang merupakan Novum yang pertama, karena
Pemohon Peninjauan Kembali belum mendapatkan BAP
tersangka Very ldham Heryansyah alias Ryan, maka
Pemohon Peninjauan Kembali ajukan bukti surat berupa
berita dan pernyataan yang termuat di media massa antara
lain : Koran Harian SURYA, Rabu tanggal 20 Agustus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2008 dengan Judul " Ryan Pelaku, Orang lain Dibui " (foto
copy Kliping koran terlampir bukti PK-3) dan Koran
Harian SURYA, Kamis tanggal 21 Agustus 2008 dengan
Judul " Ryan : Polisi Salah Tangkap " (foto copy Kliping
Koran terlampir, bukti PK- 4)
b. Novum II DNA Mr..X yang dikubur di belakang rumah orang tua Very
ldham Heryansyah alias Ryan identik dengan dengan DNA M. Jalal
(ayah kandung Moh. Asrori) dan Dewi Muntari (ibu kandung Moh.
Asrori):
Bahwa setelah munculnya pengakuan Very ldham Heryansyah,
pada tanggal 21 Agustus 2008 pihak Kepolisian langsung bertindak
mengambilnya sample / contoh darah dari orang tua Asrori (M. Jalal dan
Dewi Muntari) yang dilakukan oleh Kedokteran dan Kesehatan Polda
Jatim yang kemudian dikirim tanggal 22 Agustus Hal. 13 dari 24 hal. Put.
No. 89 PK/PID/2008 2008 ke Mabes Polri untuk digunakan dalam Uji
DNA atau tes atas asal-usul seseorang secara genetika dan hasilnya
dicocokkan dengan DNA Mr..X yang diketemukan di halaman belakang
rumah Ryan ; Berdasarkan surat hasil test Laboratorium DNA No. Pol. :
R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol tanggal 27 Agustus 2008 oleh tim
yang diketuai Drs. Putut T. Wibowo, DFM, Msi., perihal hasil
pemeriksaan DNA salah satu korban pembunuhan yang dilakukan oleh
Very Idham Heryansyah alias Ryan yang dikenal dengan Mr. X,
disimpulkan bahwa dengan nilai kebenaran pemeriksaan DNA lebih dari
99,999 % bahwa Mr. X yang dibunuh oleh Ryan teridentifikasi sebagai
Moh. Asrori alias Aldo ; Bahwa dengan demikian terbukti mayat yang
ditemukan di kebun tebu di Desa Braan, Desa / Kec. Bandar
Kedungmulyo, Kab. Jombang pada tanggal 29 September 2007 bukanlah
Moh. Asrori alias Aldo, dan oleh pihak Kepolisian mayat ini diberi nama
Mr. XX (belakangan baru diketahui bahwa mayat yang ditemukan di
kebun tebu Desa Braan adalah Fauzin Suyanto alias Antonius) ; Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan surat permohonan untuk
mendapatkan copy hasilpemeriksaan DNA dari pihak Mabes POLRI atas
nama jenazah Moh. Asrori dan Mr. XX (yang belakangan diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
bernama Fauzin Suyanto alias Antonius) dan telah ditindak lanjuti oleh
pihak Mabes POLRI melalui surat kepada Pusdokkes POLRI (Bukti PK-
5), akan tetapi karena sampai dengan memori Peninjauan Kembali ini
Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan copy hasil DNA tersebut belum
Pemohon Peninjauan Kembali dapatkan, maka Pemohon Peninjauan
Kembali mengacu pada keterangan Kasatpidum Polda Jatim AKBP
Susanto yang dimuat dalam media massa yaitu Koran Harian Pagi JAWA
POS terbit tanggal 28 Agustus 2008 dengan judul "Asrori Korban ke-11
Ryan " (foto copy Kliping Koran Bukti PK-6) dan Koran Harian Pagi
SURYA terbit Kamis tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " Tragedi
Sengkon Karta Terulang “ (foto Hal. 14 dari 24 hal. Put. No. 89
PK/PID/2008 copy Kliping Koran Bukti PK-7) dan Koran Harian Pagi
SURYA terbit Kamis tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " 3 Orang
Tak Bersalah Dibui" (foto copy Kliping Koran Bukti PK-8), yang pada
intinya menegaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan DNA terhadap
Mr. X menunjukkan bahwa Mr. X adalah Moh. Asrori ; Dengan
demikian, jelas bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah dibebani
pertanggungjawaban hukum atas perbuatan yang tidak pernah
dilakukannya, oleh karena itu sudah sepantasnya apabila Pemohon
Peninjauan Kembali dibebaskan dari segala bentuk pemidanaan terhadap
dirinya
c. Novum 3 : DNA Mr. XX yang ditemukan di Kebun tebu Desa Braan,
Kabupaten Jombang identik dengan Ny. Suyati selaku ibu kandung
Fauzin Suyanto alias Antonius :
Bahwa setelah hasil test Laboratorium DNA No. Pol. :
R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol tanggal 27 Agustus 2008
menyimpulkan dengan nilai kebenaran pemeriksaan DNA lebih dari
99,999 % bahwa Mr. X yang dibunuh oleh Ryan teridentifikasi sebagai
Moh. Asrori alias Aldo, maka pihak Kepolisian menindaklanjuti dengan
melakukan pembongkaran makam Mr. XX yang sebelumnya diyakini
sebagai mayat Moh. Asrori di Dusun Kalangan, Desa Kalang Semanding,
Kec. Perak, Kab. Jombang yang dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2008
; Bahwa kemudian terhadap mayat Mr. XX yang semula diyakini sebagai
Moh. Asrori tersebut telah dilakukan tes DNA dengan pembanding DNA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
keluarga / orang tua Fauzin Suyanto yang mengakui telah kehilangan
anak laki-laki yang bernama Fauzin Suyanto sejak tahun 2007. Hasilnya
padas tanggal 17 September 2008 Mabes POLRI melalui Kadiv Humas
Polda Brigjen Pol. R. Abubakar Nataprawira, Direktur I Keamanan dan
Trans Nasional Bareskrim Polda Brigjen Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid
Dokpol Pusdokkes Polri Kombes Pol Mussadeq Ishaq di Mabes Polda
berdasarkan Surat Pemeriksaan DNA
No.R/08012.E/DNA/IX/2008/Biddokpol, tanggal 16 September Hal. 15
dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 2008 menyatakan bahwa hasil tes
DNA mayat di kebun tebu (Mr. XX) di Desa Braan, Kecamatan Bandar
Kedungmulyo, Kab. Jombang adalah identik dengan keluarna Fauzin
Suyanto alias Antonius artinva Mr. XX adalah anak Biologis Ny. Suyati
orang tua Fauzin Suyanto alias Antonius ; Bahwa terhadap hasil tes DNA
yang menyatakan DNA Mr. XX (mayat di kebun tebu) identik dengan
DNA keluarga / orang tua Fauzin Suyanto yang dilakukan oleh Mabes
Polri tersebut di atas Kuasa Hukum Pemohon Peninjauan Kembali sudah
melayangkan surat kepada Mabes POLRI pada tanggal 9 September
2008, untuk mendapatkan salinan resmi hasil pemeriksaan DNA Mr. XX
/ Fauzin Suyanto dari Mabes POLRI dan telah ditindaklanjuti oleh Mabes
POLRI (Vide bukti PK-5) akan tetapi sampai dengan memori PK ini
Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan surat tersebut belum Pemohon
Peninjauan Kembali terima ; Bukti lain yang menguatkan fakta bahwa
Mr. XX adalah Fauzin Suyanto, adalah bukti baru / Novum berupa :
1) Berita Acara Penyerahan / Pengembalian Mayat (Jenazah) Fauzin
Suyanto als. Antonius tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-9)
dengan uraian singkat jalannya penyerahan / pengembalian (mayat)
sebagai berikut : " Pada hari Kamis tanggal 28 Agustus 2008
Penyidik Ditreskrim Polda Jatim telah melakukan penggalian di
makam Islam Desa Kalang semanding, Kecamatan Perak, Kabupaten
Jombang yang sebelumnya ditemukan di TKP Kebun Tebu Dusun
Braan, Desa / Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten
Jombang pada tanggal 29 September 2007 yang diduga merupakan
korban pembunuhan. Kemudian setelah dilakukan identifikasi, otopsi
atau pemeriksaan forensik guna kepentingan penyidikan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Penyidik Polda Jatim, maka diketahui identitas atau jati diri
jenazah tersebut dan selanjutnya dimasukkan ke dalam peti dan
diserahkan / dikembalikan kepada pihak
keluarga " ; Hal. 16 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008
2) Berita Acara Pemakaman Mayat (Jenazah) a.n. Fauzin Suyanto als.
Antonius tertanggal 19 September 2008 (IFRS 08.030) (Bukti PK-
10)
3) Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. B) atas nama
Jenazah Fauzin Suyanto tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-
11)
4) Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. A) atas nama
Jenazah Fauzin Suyanto tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-
12)
Bahwa sehari sebelumnya, Kadiv Humas POLRI R. Abubakar
Nataprawira bersama-sama dengan Direktur I Keamanan dan Trans
Nasional Bareskrim POLRI Brigjen Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid
Dokpol Pusdokkes POLRI
Kombes Pol. Mussadeq Ishaq di Mabes POLRI melalui media
massa juga mengumumkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan
forensik terhadap Mr. XX diketahui bahwa Mr. XX adalah Fauzin
Suyanto, yang antara lain dikutip oleh Koran Harian Pagi JAWA
POS terbit Kamis tanggal 18 September 2008 dengan judul " Tes
DNA Pastikan Mr.XX Fauzin " (foto copy Kliping Koran Bukti
PK- 13) dan Koran Harian Pagi SURYA, terbit Kamis tanggal 18
September 2008 dengan Judul " Mayat Kebun Tebu 100 % Fauzin
" (foto copy Kliping Koran Bukti PK-14) ; Bahwa dengan
demikian jelas bahwa mayat yang diketemukan di Desa Braan,
Desa / Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang
bukanlah mayat Moh. Asrori melainkan mayat Fauzin Suyanto,
sehingga dengan adanya Novum ini sudah sewajarnya Pemohon
Peninjauan Kembali dapat dibebaskan dari penjara, karena selama
ini Pemohon Peninjauan Kembali telah dizalimi melalui suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
perangkap sistem peradilan yang sesat, tidak fair dan tidak
berdasarkan huum
6. Pembahasan
Sebelum Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP)
diberlakukan di Indonesia belum ada ketentuan perundang-undangan
yang mengatur mengenai pelaksanaan peninjauan kembali terhadap
putusan dalam perkara pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap. Pada awal mulanya dikeluarkan suatu peraturan Mahkamah
Agung Nomor. 1 Tahun 1969 tertanggal 19 juli 1969, dimana dengan
peraturan tersebut memungkinkan diajukan permohonan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Sayangnya dengan munculnya Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 18 Tahun 2969 tertanggal 23 juli 1969 maka peraturan MA No.
1 tahun 1969 tersebut menjadi tertunda dengan alasan masih
diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai biaya perkara yang
memerlukan persetujuan menteri keuangan. Sampai akhirnya
dikeluarkan kembali Peraturan MA No. 1 Tahun 1971 yang isinya
mencabut Peraturan MA No. 1 Tahun 1969 hal itu akhirnya
melenyapkan harapan akan adanya upaya hukum peninjauan kembali
itu sendiri. Akibatnya terjadi kekosongan hukum tentang masalah
peninjauan kembali terhadap putusan perkara pidana yang sudah in
krach
Untuk pertama kalinya upaya hukum peninjauan kembali diatur
dalam peraturan perundang-undangan adalah pada UU No. 19 Tahun
1964 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, kemudian pada
UU No.14 Tahun 1970 jo UU No.5 Tahun 2005, dan selanjutnya
sekarang diatur dalam UU No.81 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang lebih sering disingkat dengan
KUHAP.
Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP) memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
landasan hukum terhadap upaya hukum peninjauan kembali yang
terdapat dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 Kitab Undang
Undang Acara Pidana (KUHAP). Di dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab
Undang Undang Pidana KUHAP disebutkan sebagai berikut :
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari tututan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Dasar hukum peninjauan kembali juga terdapat dalam Pasal 21 UU
No. 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman jo
Pasal 23 UU No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada
Pasal 21 UU No. 14 Tahun 1970 disebutkan sebagai berikut :
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan pada Pasal 23 UU No. 4 Tahun 2004 dengan redaksi
bunyi Pasal yang berbeda disebutkan:
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
Dari uraian mengenai dasar-dasar hukum peninjauan kembali
tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat agar seorang terpidana
atau pihak-pihak yang berkepentingan yang dibolehkan menurut
undang-undang dapat melakukan upaya hukum peninjauan kembali
adalah:
a. Putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (In
krach van gewijsde).
b. Bukan putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan
hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
c. Apabila terdapat keadaan-keadaan tertentu yang ditetapkan
dalam undang-undang.
Kemudian dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Acara
Pidana (KUHAP) juga telah diatur hal-hal yang dapat menjadi dasar
permintaan peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar atau alasan putusan yang telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama yang lain.
c. Apabila putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya
istilah bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan
istilah novum. Pengertian novum berdasarkan Undang-undang dalam
Pasal 263 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang Undang Acara Pidana
(KUHAP) berbunyi sebagai berikut :
Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang
sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum
tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat
disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu
putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan
Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan
bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan
tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak
hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi
dalam vonis tersebut.
Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani
hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila
dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat.
Bukti baru ini bisa bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan
baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika
persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan
putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah
apabila terjadi kesasalahan dalam mengindentifikasikan
korban.Kesalahan dalam mengidentifikasikan korban tersebut ( Error
In Persona Korban ) akibatnya akan menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam melakukan penuntutan orang yang pada akhirnya
berujung pada kesalahan dalam penjatuhan hukuman kepada orang
yang tidak bersalah.
Saat itu dirasakan perlu ada peraturan tentang lembaga Herziening
atau peninjauan pembali yang sekaligus melengkapi Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang waktu itu juga
sedang masih dibahas.
B. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh
rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan Peninjauan Kembalinya
dikabulkan
Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana
yang ternyata merupakan korban terjadinya error in persona korban dalam
kesalahan mengidentifikaikan korban kejahatan , adalah ia dapat
mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali.
Alasannya adalah dengan status sebagai terpidana maka cukup diketahui
bahwa perkara yang menimpanya itu telah mendapatkan putusan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
mengadilan. Dan karena terpidana tersebut tidak menggunakan haknya
untuk melakukan upaya hukum banding maupun kasasi namun menerima
dan melaksanakan putusan tersebut maka secara otomatis putusan
pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde).
Walaupun terpidana tersebut telah atau sedang menjalankan hukuman
pidana yang dijatuhkan terhadapnya tidak berarti pintu keadilan sudah
tertutup rapat untuknya. Upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimungkinkan oleh Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang memenuhi dasar-dasar
atau alasan-alasan yang dipersyaratkan oleh Kitab Undang Undang
Hukum Aacara Pidana (KUHAP) serta dengan memperhatikan tata cara
yang telah ditentukan.
Keadaan baru atau fakta baru misalnya baru diketahui terjadi error in
persona korban dapat dijadikan alasan yang kuat bagi seorang yang telah
diputus bersalah oleh pengadilan untuk mengajukan peninjauan kembali.
Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah
bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah
novum. Pengertian novum berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dalam
Pasal 263 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP) adalah sebagai berikut :
Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang
sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum
tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat
disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu
putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan
Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat
mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali menjalakan putusan
pengadilan tersebut dan jika menolak penegak hukum memiliki wewenang
untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam vonis tersebut.
Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani
hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian
hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa
bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut
menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan
perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang
berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila terjadi
kesalahan dalam mengidentifikasikan korban yang diduga menjadi korban
kejahatan.
Kesalahan dalam mengidentifikasikan korban tersebut mengakibatkan
terjadinya salah menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah
menghukum orang yang tidak bersalah atas kejahatan yang tidak
dilakukannya seperti selama ini yang di alami oleh terpidana Imam
Chambali alias kemat.Dan hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum
bagi para terpidana,selain dia dapat mengajukan Peninjauan kembali dan
menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani hukuman atas
tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para terpidana ini
juga dapat menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Sebab Putusan PK
yang diajukan oleh terpidana ini membuktikan secara nyata adanya
kekeliruan dalam menghukum seseorang dan dengan adanya temuan baru
(novum)berupa error in persona korban. Sehingga upaya hukum
berikutnya yang dapat di tempuh oleh terpidana adalah pemulihan nama
baik(rehabilitasi) dan ganti kerugian .Hal Itu diatur dalam KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Dalam kasus ini terpidana dapat di mengajukan upaya hukum untuk
mendapatkan rehabilitasi dan ganti kerugian dengan cara mengajukan
gugatan ke pengadilan namun untuk permintaan rehabilitasi diajukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dalam tahap praperadilan
Selanjutnya tentang Rehabilitasi dijelaskan dalan Pasal 97 ayat (1)
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP )sebagai berikut :
seorang berhak memperoleh Rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sesuai bunyi Pasal 12 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHAP) sebagai berikut:
Permintaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang berwenang, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada pemohon.
Opsi lain yang bisa dilakukan sebagaimana diatur Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) adalah tuntutan ganti kerugian
Pasal 95 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dijelaskan mengenai ganti kerugian sebagai berikut:
Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
Dan Pasal 7 ayat (1) PP berbunyi:
Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB IV
P E N U T U P
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar permohonan
pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan dengan terpidana
Imam Chambali adalah pengakuan Very ldham Heryansyah alias Ryan
pada tanggal 17 Agustus 2008 yang menyatakan bahwa mayat / korban ke
11(sebelas) (yang saat itu belum diketahui identitasnya (disebut Mr. X)
yang dikubur di pekarangan belakang rumah orang tuanya di Dusun Maijo,
Desa Jatiwates, Kecamatan Tembeleng, Kabupaten Jombang adalah
bernama Asrori dan dibunuh sekitar bulan Oktober 2007 atau
setidaktidaknya dalam tahun 2007. Jadi Novum I yang dimaksud adalah
Pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah
membunuh Asrori.
2. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh
rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan Peninjauan Kembalinya
dikabulkan adalah dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Opsi ini yang bisa dilakukan oleh terpidana mengingat kasusnya sudah
diperiksa dan diputusan oleh pengadilan.
B. Saran-Saran
Dengan demikian berdasarkan dari uraian simpulan yang disebutkan
sebelumnya, maka ada beberapa saran yang hendak penulis kemukakan
terkait penelitian ini.
1. Perlu adanya perubahan PP No. 27 Tahun 1983 khususnya yang mengatur
tentang jumlah nominal untuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dalam Pasal 95 KUHAP. Sebab jumlah nominal ganti kerugian tersebut
untuk saat ini dirasakan sangat minim dan sangat tidak layak apabila
dibandingkan dengan besarnya kerugian sebenarnya yang dialami korban
baik secara materiil maupun secara immaterial.
2. Penulis berpandangan seharusnya dilakukan suatu terobosan baru
mengenai besarnya atau jumlah nilai ganti kerugian yang berhak diterima
korban berdasarkan Pasal 9 PP No.27 Tahun 1983 tersebut.
3. Dalam membuat peraturan perundang-undangan khususnya mengenai
Peninjauan Kembali harus dibuat dengan jelas termasuk mengenai pihak-
pihak yang berhak untuk mengajukan Peninjaun Kembali sehingga tidak
menimbulkan penfsiran yang berbeda di berbagai kalangan.
4. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disesuaikan dengan fakta-fakta
yang terungkap di persidangan sehingga tidak menimbulkan kekhilafan
dan kekeliruan dalam menjatuhkan putusan yang merugikan para pihak
yang berkepentingan.