Upload
phungthu
View
234
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI MANAJEMEN KEPOLISIAN DALAM PENINGKATAN
KESADARAN BERLALULINTAS PADA PENGEMUDI KENDARAAN
BERMOTOR DI POLRES METRO TANGERANG KOTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Ujian Sarjana Strata-1 pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh :
KRISNA KRISTIANNING EFENDI
NIM : 6661111161
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2018
ii
ABSTRAK
Krisna Kristianning Efendi, NIM. 6661111161 Skripsi. Strategi Manajemen
Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalu-lintas di Polres Metro
Tangerang Kota, Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I:
DR. Suwaib Amiruddin, M,Si , Pembimbing II: Yeni Widyastuti, S.sos, M.Si
Strategi Manajemen Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalu-lintas di
Polres Metro Tangerang Kota di buat untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2009 tentang Berlalu-Lintas. Namun pada Strategi Manajemen tersebut
masih terdapat masalah-masalah dalam pelaksanaannya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor – faktor apa yang menyebabkan Strategi
Manajemen Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalu-lintas di Polres
Metro Tangerang Kota belum berjalan dengan optimal. Penelitian ini bertitik tolak
pada teori pendekatan strategi menejemen dari Graffin (2004:228). Teori ini
memiliki 4 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman perusahaan atau organisasi adalah analisis SWOT. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Strategi Manajemen Kepolisian Dalam
Peningkatan Kesadaran Berlalu-lintas di Polres Metro Tangerang Kota belum
berjalan dengan optimal karena masih kurangnya kesadaran masyarakat akan
keselamatan meskipun pihak kepolisian sudah sering melakukan sosialisasi dalam
bentuk apapun dan sudah memberikan sanksi dengan tegas. Saran: Pihak kepolisian
Sat Lantas Kota Tangerang lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada
masyarakat yang melanggar dan masih ngeyel, masyarakat seharusnya lebih
memperhatikan keselamatan dan para orangtua lebih mengajarkan tentang betapa
pentingnya menjaga keselamatan sejak dini.
Kata Kunci : Strategi , Manajemen , Kesadaran Berlalu-lintas di Polres Metro
Tangerang Kota.
iii
ABSTRACT
Krisna Kristianig Efendi. NIM. 6661111161. Thesis.The Strategy Management
Police in to Increase Awareness of Traffic at the Police Station in Metro
Tangerang City. Departement of Public Administration. Faculty of Social
Science and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor,
DR. Suwaib Amiruddin, M,Si and 2nd Advisor, Yeni Widyastuti, S.sos, M.Si .
The Strategy Management Police in to Increase Awareness of Traffic at the Police
Station in Metro Tangerang City be made to the implementation of The Law No 14
Years 2009 on traffic. But in management strategy is still there are problems in it’s
implementation. The purpose of this research is to find out what factors that cause
management strategies of the police in raising awareness of traffic in Metro Police
Tangerang City has not run optimally. This research starts to approach the
management strategies of Grafiin (2004:228). This theory has four variables that
can be used to measure the strenght, weakness, opportunity, thearts the company or
organization is the analysis SWOT. The research method used is descriptive method
with qualitative approach. The result showed that the management strategies of the
police in awareness of traffic on Metro Police are currently the city has not been
running optimum because it is still a lack of public awareness about the safety of
even the police have often outreachbin any form and has given sanctions stricly.
Advice : Police traffic city of Tangerang more assertive in giving a penalty for
breaking and selfish. People should pay more attention to the safety and older
people about how important it is to mantain the safety of the early.
Keywords: Strategy, Management, Awarenwaa of traffic on the Metro
Tangerang city
vii
MOTTO
“EVERYDAY IS RACE,
THE LAST BUT NOT LEAST”
“setiap hari langkah kehidupan begitu cepat, bagaikan pembalap berebut dan
melaju nomot satu tetapi yang terakhir bukanlah yang terburuk”
“SUCCESS IS THE ABILITY TO GO FROM ONE FAILURE TO ANOTHER WITH NO
LOSS OF ENTHUSIASM”
(Sir Winston Churchill, Great Britain Prime Minister on World War II)
“Kesuksesan adalah kemampuan untuk beranjak dari suati kegagalan ke
kegagalan yang lain tanpa kehilangan keinginan untuk berhasil”
Kupersembahkan untuk :
❖ Keuda orang tuaku Papah Toni Efendi dan Mamah Sri Ningsih
❖ Keluarga Tercinta
❖ Dosen Fisip Untirta
❖ Fisip ANE Untirta 2011
viii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الر حمن الر حيم
Syukur Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “STRATEGI MANAJEMEN
KEPOLISIAN DALAM PENINGKATAN KESADARAN BERLALULINTAS
PADA PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DI POLRES METRO
TANGERANG KOTA”. Terimakasih yang teramat dalam juga penulis sampaikan
kepada kedua orang tua atas dukungan, motivasi dan kasih sayang yang tidak
terhingga serta doa-doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
dalam jenjang perkuliahan Strata Satu pada konsentrasi Kebijakan Publik Program
Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam
penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, nasehat, dan kerjasama dari berbagai pihak, segala hambatan
tersebut dapat teratasi dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, dengan rasa
hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Yth. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Yth. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ix
3. Yth. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Yth. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan II Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Yth. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III dan
juga Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Yth. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas,
Sultan Ageng Tirtayasa, Serta Penguji Skripsi.
7. Yth. Ibu DR. Arenawati, M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Yth. Bapak DR. Suwaib Amiruddin, M,Si., Dosen Pembimbing I Skripsi
yang telah meluangkan waktu serta tenaganya untuk membimbing dan
mengarahkan penulisan skripsi ini.
9. Yth. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi yang
telah meluangkan waktu serta tenaganya untuk membimbing dan
mengarahkan penulisan skripsi ini.
10. Keluarga tercinta terutama Mamah, Papah, Mas Andy Ardining Efendi,
Mba Cittra Ayuningsih Efendi, Adik Oktavia Ayuningsih Efendi dan mas
Angga Raharjo yang dengan kasih sayang dan doa restu telah memberikan
x
dorongan dan semangat baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat
menyusun skripsi ini.
11. Orang yang selalu suport, Inne Frianti Putri terimakasih atas bantuan,
dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan. Semoga bahagia selalu
dan mengerti terus.
12. Sahabat Terbaik yang baik hingga saat ini, Muhammad Fahmi Penyok,
Gesti Resti Fitri, Gema Nugraha S.sos, Desy Handayani, Bima Yudha
S.sos dan Abdilah Lutfi S.sos orang terakhir yang mungkin sudah lupa tapi
tetap saya sebut. Terimakasih atas dukungan, doa, dan semangat yang tiada
hentinya diberikan.
13. Teman-teman seperjuangan Desy Hartining S.sos, Firstyana Gusti Ayu
S.sos, Dhani Chairani, Muhamad Adriansyah S.sos, Ariawan Lesmana,
Nita Retnasari S.sos, Ahcmad Hafis Rifai, dan yang tidak bosan-bosannya
mengingatkan dan memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih untuk semua motivasi dan semangat yang telah diberikan
kepada penulis.
14. Teman-teman Ilmu Administrasi Publik khususnya Kelas C Reguler
Angkatan 2011, terimakasih untuk kebersamaannya. Semoga masih dapat
berkumpul di lain kesempatan.
15. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan doa yang telah diberikan
selama penyusunan skripsi ini.
xi
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan baik
aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua
ini didasarkan atas keterbatasan yang dimiliki penulis. Penulis menyadari bahwa
proposal skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan ridho dari Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin.
Serang, Maret 2018
Penulis
Krisna Kristianning Efendi
xii
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ v
LEMBAR ORISINALIRAS ......................................................................... vi
MOTTO ....................................................................................................... vii
KATA PENGHANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................. 15
1.3. Batasan Masalah ...................................................................... 16
1.4. Rumusan Masalah .................................................................... 16
1.5. Tujuan Penelitian ..................................................................... 16
1.6. Manfaat Penelitian ................................................................... 17
BAB II DESKRIPSI TEORI
2.1 Landasan Teori......................................................................... 18
2.1.1 Manajemen Strategi ...................................................... 18
2.1.2 Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalanan ............... 27
xiii
2.1.3 Pengertian Kendaraan Bermotor ................................... 29
2.1.4 Istilah Polisi dan Kepolisian .......................................... 30
2.1.5 Tugas dan Wewenang Kepolisian ................................. 32
2.1.6 Landasan Yuridis Kepolisian NRI ................................. 37
2.1.7 Peraturan Mengemudi ................................................... 41
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................ 42
2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................. 46
2.4 Asumsi Dasar ........................................................................... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ........................................... 50
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 51
3.3 Lokasi Penelitian ...................................................................... 51
3.4 Fenomena Penelitian ................................................................. 53
3.4.1 Definisi Konsep ............................................................ 53
3.4.2 Definisi Operasional ..................................................... 54
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................. 55
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................ 59
3.5.2 Metode Pengumpulan Data ........................................... 60
3.6 Informan Penelitian .................................................................. 60
3.7 Teknik Analisis Data ................................................................ 63
3.8 Uji Keabsahan Data ................................................................. 64
3.9 Jadwal Penelitian ...................................................................... 66
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ....................................................... 67
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Tangerang ................................. 67
4.1.2 Deskripsi Polisi Lalu Lintas ............................................ 69
4.1.3 Strategi Polisi Polres Metro Tangerang ........................... 72
4.2 Deskripsi Data ......................................................................... 74
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ................................................ 74
4.2.2 Strategi Polisi Polres Metro Tangerang .......................... 79
4.2.3 Faktor-Faktor Yang Menjadi Hambatan Dalam
Melaksanakan Strategi Di Wilayah Tangerang ................ 84
4.2.4 Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi Angka
Pelanggaran Lalu-Lintas Di Kota Tangerang .................. 86
4.3 Pembahasan ............................................................................. 89
BAB V PENUTUP
1.7. Kesimpulan .............................................................................. 109
1.8. Saran ........................................................................................ 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Table 1.1 Jumlah Total Kecelakaan Pada tahun 2015 – 2016........................... 4
Table 2.1 Matrix SWOT ................................................................................. 17
Table 3.1 Pedoman Wawancara ...................................................................... 52
Table 3.2 Daftar Informan Penelitian .............................................................. 59
Table 3.3 Waktu Penelitian Tahun 2017 .......................................................... 61
Table 4.1 Usia Pelaku Pelanggaran ................................................................. 70
Table 4.2 Jenis Pelanggaran Kendaraan Bermotor ........................................... 71
Table 4.3 Jumlah Personil Polisi Satlantas Polres Metro Tangerang Kota ........ 73
Table 4.4 Data Informan Penelitian ................................................................. 78
Table 4.5 Matrix SWOT ................................................................................. 85
xvi
DAFTAR GAMBAR
4.1 Peta Administratif Kota Tangerang ........................................................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan di sektor ekonomi memberi dampak terutama dirasakan di
kawasan perkotaan. Hal ini terlihat dari makin menguatnya konsentrasi penduduk
di kota-kota besar dan metropolitan. Dewasa ini, tingkat pertumbuhan penduduk
perkotaan di Indonesia telah mencapai kurang lebih 4 persen per tahun, lebih tinggi
dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional yang hanya mencapai
kurang lebih 1,8 persen. Bahkan menurut proyeksi Badan Pusat Statistik, pada
tahun 2015 sekitar 60 persen penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan
(Draft Pedoman Kriteria Transportasi Berkelanjutan, 2015).
Ditinjau dari aspek pergerakan penduduk, kecenderungan bertambahnya
penduduk perkotaan yang tinggi dan urbanisasi menyebabkan makin banyaknya
jumlah pergerakan baik di dalam kota maupun ke luar kota dan penggunaaan
kendaraan bermotor. Penduduk akan melakukan pergerakan (transportasi) menuju
daerah-daerah seperti pemukiman, daerah industri, kawasan pendidikan, dan
kawasan bisnis (central business district) dengan menggunakan kendaraan pribadi
di kawasan lalu lintas.
Hal ini memicu terjadi pelanggaran karena masih banyak masyarakat yang
belum sadar akan pentingnya keselamatan berlalu lintas dan banyak pelanggaran
yang terjadi saat berlalu lintas seperti . Hal ini dimaksudkan untuk menunjang
mobilitas penduduk dalam melaksanakan aktivitasnya. Seiring dengan
2
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di Indonesia yang terus meningkat
dan selaras dengan meningkatnya kebutuhan dan kemampuan membeli akan alat
transportasi pribadi dan umum. Kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi
menjadi sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2015 menggariskan delapan sasaran pokok sebagai ukuran
tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil. Salah satu sasaran pokok
tersebut adalah terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional yang ditandai antara lain oleh
terbangunnya jaringan sarana dan prasarana transportasi sebagai perekat semua
pulau dan kepulauan Indonesia.
Dalam mencapai tujuan utama pembangunan dan integrasi nasional,
transportasi mempunyai peranan sangat penting dan strategis. Transportasi
merupakan bidang yang penting dalam proses pembangunan sebuah kota dan
berpengaruh besar pada bidang-bidang lainnya. Jika transportasi di kota bagus dan
tertata rapi, maka pembangunan di kota tersebut akan berjalan dengan lancar.
Pentingnya transportasi tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan mobilitas
ke seluruh bidang dan wilayah.
Sarana transportasi darat dengan menggunakan jalan merupakan moda
transportasi yang paling dominan digunakan dibandingkan dengan moda
transportasi lainnya karena transportasi melalui jalan darat dianggap paling efektif
oleh masyarakat. Oleh karena itu keterlambatan dalam penanganan masalah
transportasi darat dibandingkan dengan kecepatan laju pertumbuhan penduduk dan
3
perkembangan kota akan dapat menimbulkan berbagai masalah lalu lintas seperti
kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, dan akan berdampak pula pada
masalah sosial lainnya.
Berkaitan dengan ini, Aparat penegak hukum ( Kepolisian) berkewajiban
bertanggung jawab atas keselamatan dalam penegakan berlalu lintas.Hal ini
sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 3 berisi tentang terwujudnya pelayanan lalu
lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan
moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan
kesejahteraan umum, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa,serta mampu
menjunjung tinggi martabat bangsa, Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya
bangsa., dan Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Dari penjelasan undang-undang tersebut, maka jelas bahwa aparat
penegak hukum ( Kepolisian ) diharuskan untuk bertanggung jawab atas
keselamatan, keamanan, kenyamanan Masyarakat dalam berlalu lintas sehingga
mampu mengakomodir kebutuhan mobilitas warga kota.
Namun pada kenyataannya, pada setiap kota pasti memiliki permasalahan
transportasi terutama dibidang lalu lintas. Demikian juga dengan yang terjadi di
Kota Tangerang. Kota Tangerang adalah salah satu kota yang masuk ke dalam
pemerintahan Provinsi Banten, walau begitu kepolisian Resort Metro Kota
Tangerang masih masuk kedalam Kepolisian Daerah Metro Jaya, tidak tergabung
dalam Kepolisian Daerah Banten merupakan Ibukota Provinsi Banten yang
terletak pada posisi sentral dan strategis karena sebagai salah satu kota jalur
4
penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kota ini terus
mengalami perkembangan, sebagai indikatornya adalah jumlah penduduk.
Tabel 1.1
Jumlah Total Kecelakaan Pada tahun 2015 - 2016
No Tahun Pelanggaran Jumlah Presentase
1 2015 Motor 69.090 82,09%
Mobil 6.776 8,1%
Bus 410 0,48%
Truk 4.292 5,1%
Angkot 3.433 4%
Taksi 150 0,18
Metromini 4 0,05%
Jumlah 84.155 100%
2 2016 Motor 93.617 83,01%
Mobil 10.974 9,73%
Bus 372 0,33%
Truk 4.021 3,57%
Angkot 3.175 2,82%
Taksi 611 0,54%
Jumlah 112.770 100%
Sumber: Polres Metro Tangerang Kota Tahun 2015 – 2016
5
Tabel 1.2
Jumlah Total Korban Kecelakaan Pada tahun 2014 - 2016
Tahun Jumlah
Kecelakaan
Jumlah
Kotban
Korban
Meninggal
Korban
Luka
Berat
Korban
Luka
Ringan
Materi
2014 356 523 21 169 333 Rp715,04 juta
2015 263 371 16 117 238 Rp1,025 miliar
2016 362 488 27 161 300 Rp823,93 juta
Sumber: Polres Metro Tangerang Kota Tahun 2014 - 2016
Ditemukan jumlah pelanggar lalu lintas pada Operasi Zebra 2017 yang
dilakukan Polres Kota Tangerang, tercatat lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Puluhan ribu kendaraan telah terjaring, dalam Operasi Zebra yang telah digelar
Satlantas Polres Kota Tangerang. Kasat Lantas Polres Kota Tangerang Kompol
Eko Bagus Riyadi menyebutkan, sejak dimulainya Operasi Zebra pada 1
November 2017 lalu, sedikitnya 3.500 pelanggar ditilang dan sebanyak 531
pengendara mendapatkan teguran. (Diakses pada November 2016)
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu alternatif pemecahan masalah
keselamatan dan keamanan berlalu-lintas dan angkutan jalan. Salah satu alternatif
adalah peningkatan kesadaran masyarakat dalam berlalulintas melalui penerapan
undang–undang lalu lintas. Melalui penerapan peraturan perundangan lalu lintas
secara efektif, ketertiban lalulintas sebagai suatu sistem hubungan atau komunikasi
antar pemakai atau pengguna jalan dapat berlangsung secara efektif pula.
Sebaliknya, pelanggaran terhadap peraturan perundangan lalu lintas selain
menimbulkan ketidak tertiban dalam berlalu-lintas, pada tingkat tertentu dapat
6
menimbulkan kemacetan bahkan kecelakaan yang berdampak terhadap
keselamatan dan kepentingan para pemakai atau pengguna jalan itu sendiri.
Dengan melihat uraian latar belakang di atas mengindikasikan bahwa
jumlah kecelakaan pengendara roda dua (R2) di Kota Tangerang relatif tinggi dan
faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia
karena kurangnya pengetahuan dari pengendara tersebut. Hal lain yang
ditemukan bahwa banyak pelanggar yang terjaring razia penertiban lalu lintas,
hanya mendapatkan sanksi berupa teguran. Oleh karena itu Lantas Polres Metro
Kota Tangerang beserta jajarannya harus melakukan upaya konkrit
berkesinambungan disertai dengan kebijakan-kebijakan yang tepat.
Gambar 1.1 Mekanisme Penerbitan SIM Baru
Sumber: Polres Metro Tangerang Kota
7
Dengan diselenggarakannya lalu lintas jalan dan angkutan jalan sesuai
dengan asas-asas yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan lalu lintas. Yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas
berdasarkan Pasal 1 ayat (24) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yaitu “suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda“. Dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, setiap pengemudi kendaraan
bermotor yang merupakan pemakai jalan wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi
(SIM). Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan. Surat Ijin
Mengemudi diberikan kepada orang yang namanya tertera di dalamnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan
tanda bukti kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan dan dapat pula digunakan sebagai identitas pengemudi.
Penggolongan, persyaratan, masa berlaku, dan tata cara memperoleh ijin
mengemudi, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Untuk mendapatkan
surat ijin mengemudi yang pertama kali pada setiap golongan, calon pengemudi
wajib mengikuti ujian mengemudi setelah memperoleh pendidikan dan latihan
mengemudi. Ujian kemampuan mengemudi di samping meliputi pengetahuan dan
ketrampilan juga meliputi sikap mental calon pengemudi merupakan salah satu
pertimbangan pokok di dalam pemberian surat ijin mengemudi. Kemampuan
8
mengemudi dapat diperoleh melalui pendidikan mengemudi, dengan maksud agar
seseorang calon pengemudi memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut di atas.
Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) harus memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu setiap orang harus
memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Syarat usia
sebagaimana dimaksud ditentukan paling rendah sebagai berikut :
a. Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D.
b. Usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I.
c. Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.
Syarat administratif yaitu :
a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk.
b. Pengisisan formulir permohonan.
c. Rumusan sidik jari.
Syarat kesehatan melalui :
a. Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter.
b. Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.
Syarat lulus ujian meliputi :
a. Ujian Teori.
b. Ujian Praktik.
c. Ujian keterampilan melalui simulator.
9
Untuk prospek jangka panjang keselamatan jalan, tersedianya program
pendidikan sangat diperlukan untuk memberikan pengetahuan dan kecakapan
menyangkut hal keselamatan lalu lintas. Pendidikan berupaya menyiapkan anak-
anak sebagai generasi penerus bangsa untuk menghadapi berbagai permasalahan
dalam menaati peraturan dan menghormati peraturan tersebut, untuk menjaga
keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan yang lainnya, sampai kelak anak
tersebut menjadi orang dewasa. Program kurikulum keselamatan lalu lintas dalam
pendidikan harus ditentukan dengan prinsip pendidikan dan mencerminkan
kebutuhan setempat tentang masalah keselamatan lalu lintas. Peran kepolisian juga
diperlukan untuk datang ke sekolah-sekolah melakukan penyuluhan dan
pendekatan pada siswa maupun tenaga pendidiknya (guru).
Dengan demikian strategi yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan
kesadaran berlalu lintas bagi pelajar adalah sebagai berikut :
1. Melakukan kerja sama antara pihak sekolah dan pihak kepolisian,
antara lain mengadakan seminar/kegiatan yang berhubungan dengan
lalu lintas oleh pihak kepolisian di sekolah. Dengan demikian, pelajar
akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang lalu lintas dan
tata tertib lalu lintas.
2. Diluncurkan bentuk pelayanan pihak kepolisian kepada masyarakat
dalam menciptakan kawasan tertib berlalu lintas dan mendekatkan
komunikasi antara pelajar dengan profesi polisi. Selain itu, sekolah juga
diharapkan untuk menyediakan ruang khusus konsultasi bagi guru dan
10
siswa kepada polantas yang bertugas di sekolah. Guru bimbingan
konseling juga diharapkan menjembatani polisi dengan peserta didik
dalam pelaksanaan program tersebut.
3. Melakukan kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua siswa. Peran
orang tua sangat penting dalam menyadarkan anak tertib dan beretika
saat berkendara. Usia sekolah belum boleh membawa kendaraan, maka
sebaiknya orang tua mengantarkan anak ketika pergi ke sekolah. Atau
bila perlu menyewa mobil antar-jemput untuk keselamatan dan
keamanan anak.
4. Pihak sekolah juga diharapkan mengamankan dan menertibkan
kendaraan siswa/i di sekolah. Seperti, menyediakan tempat parkir
kendaraan motor dan mobil yang berbeda lokasi agar kendaraan aman
dan tertib.
5. Kerja sama antara pihak sekolah dan pihak kepolisian untuk melakukan
razia kendaraan yang tidak memenuhi peraturan dan memberikan
sosialisasi tentang peraturan-peraturan lalu lintas, pelanggaran-
pelangggaran dan sanksi untuk setiap pelanggaran.
6. Sekolah mengikutsertakan guru dalam meningkatkan kesadaran berlalu
lintas dengan cara memberikan contoh berkendara yang baik dan benar
serta memberikan pengetahuan seputar lalu lintas ketika mengajar
ataupun saat jam pelajaran kosong.
Pendidikan Lalu lintas di sekolah memiliki beberapa tujuan, yaitu
sebagaimana berikut :
11
1. Agar generasi muda secara sadar mampu mengimplementasikan
sistem nilai, yaitu etika dan budaya berlalu lintas yang aman, santun
selamat, tertib, dan lancer yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Mengubah perilaku pemakai jalan (Road user behavior).
3. Menurunkan pelanggaran dan kecelakaan berlalu lintas.
4. Memberikan info lalu lintas.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan salah satu moda transportasi
nasional. Dalam menyelenggarkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus
memperhatikan asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipasi,
asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas seimbang, asas terpadu, asas mandiri,
hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Dalam penjelasan Pasal 2 UndangUndang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan ini yang dimaksud dengan :
1. Asas Transparan adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan kepada masyarakat luas dalam memperoleh
informasi yang benar, jelas dan jujur sehingga masyarakat mempunyai
kesempatan berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
2. Asas Akuntabel adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Asas Berkelanjutan adalah penjaminan kualitas fungsi lingkungan
melalui pengaturan persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana
12
umum pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
4. Asas Partisipasi adalah pengaturan peran serta masyarakat dalam proses
penyusunan kebijakan, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
penanganan kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait
dengan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. Asas Bermanfaat adalah semua kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yang dapat memberikan nilai tambah
sebesarbesarnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6. Asas Efisien dan Asas Efektif adalah pelayanan dalam penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina
pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.
7. Asas Seimbang adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang harus dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana
dan prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan
penyelenggara.
8. Asas Terpadu adalah penyelenggaraan pelayanan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan
kesalingbergantungan kewenangan dan tanggung jawab antar instansi
pembina.
9. Asas Mandiri adalah upaya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
13
Adapun tujuan diselenggarakannya lalu lintas jalan dan angkutan jalan
berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan adalah sebagai berikut :
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
menjunjungtingi martabat bangsa.
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Salah satu tujuan diselenggarakannya lalu lintas jalan dan angkutan jalan
adalah untuk terciptanya ketertiban dan keselamatan lalu lintas dan angkutan
jalan. Yang dimaksud dengan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
berdasarkan Pasal 1 ayat (31) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah “suatu keadaan terhindarnya setiap
orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh
manusia, kendaraan, jalan, dan atau lingkungan“. Untuk mendukung adanya
keselamatan dalam berlalu lintas perlu adanya kesadaran para pemakai jalan
untuk menciptakan ketertiban lalu lintas. Berdasarkan Pasal 1 ayat (32)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dimaksud dengan ketertiban lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah
“suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak
dan kewajiban setiap pengguna jalan“. Dalam menyelenggarakan kegiatan
14
untuk mewujudkan dan memelihara keamanan, ketertiban lalu lintas dan
angkutan jalan, salah satunya merupakan tanggung jawab dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 200
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, yaitu :
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggungjawab atas
terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara
keamanan lalu lintas dan angkutan jalan.
2. Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kerja sama antara pembina lalu lintas dan angkutan
jalan.
3. Untuk mewujudkan dan memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan
jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan kegiatan :
a. Penyusunan program nasional keamanan lalu lintas dan angkutan
jalan.
b. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan keamanan
lalu lintas dan angkutan jalan.
c. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, pembimbingan, penyuluhan,
dan penerangan berlalu lintas dalam rangka meningkatkan
kesadaran hukum dan etika masyarakat dalam berlalu lintas.
d. Pengkajian masalah keamanan lalu lintas dan angkutan jalan.
e. Manajemen keamanan lalu lintas.
f. Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan/atau patroli.
15
g. Registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.
h. Penegakan hukum lalu lintas.
Di dalam suatu upaya yang akan dilaksanakan perlu perencanaan strategi
yang dimana nantinya dapat membantu didalam pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Strategi-strategi yang dilaksanakan harus sejalan dan
berkesinambungan sehingga tidak ada ketimpangan antara satu kebijakan dengan
kebijakan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengajukan judul “Manajemen
Strategi Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalulintas Pada
Pengemudi Kendaraan Bermotor Di Polres Metro Tangerang Kota.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut :
1. Masih ada masyarakat yang melakukan pelanggaran di wilayah kota
Tangerang.
2. Adanya sanksi yang tidak tegas diberikan kepada pelanggar lalu lintas
dari petugas.
3. Kurangnya pengawasan dalam penegakkan kesadaran berlalu lintas pada
pengemudi kendaraan bermotor di Kota Tangerang.
16
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah penelitian yang berfokus
pada Manajemen Strategi Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalulintas
Pada Pengemudi Kendaraan Bermotor Di Polres Metro Tangerang Kota dibatasi
hanya tpada masalah-masalah terkait denga pelanggaran kesadaran berlalu lintas
yang ada di kota Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian menghasilkan suatu
perumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Manajemen Strategi Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran
Berlalulintas Pada Pengemudi Kendaraan Bermotor Di Polres Metro
Tangerang Kota”
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui upaya peningkatan kesadaran berlalulintas pada
pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
2. Untuk mengetahui bentuk kegiatan yang dilakukan kepolisian dalam
upaya peningkatan kesadaran berlalulintas pada pengemudi kendaraan
bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
Untuk mengetahui kesadaran berlalulintas pengemudi kendaraan bermotor
sejak dilakukan penertiban di Polres Metro Tangerang Kota
17
1.6 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, disamping sebagai bahan pembanding antara teori dengan
aplikasi dari ilmu pengetahuan yang diteliti khususnya Manajemen
strategi, kegiatan penelitian diharapkan akan dapat memperkuat kebenaran
dari suatu teori dengan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut
sehingga akan menjadi lebih lengkap.
2. Bagi Instansi atau organisasi, diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan bagi pihak manajemen perusahaan sebagai bahan evaluasi
kebijakan-kebijakan tentang strategi kepolisian khususnya Polres Metro
Tangerang Kota dalam upaya peningkatan kesadaran berlalulintas pada
pengemudi kendaraan bermotor.
18
BAB II
DESKRIPSI TEORI, PENELITIAN TERDAHULU,
KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
Pada sub bab ini peneliti memaparkan teori-teori yang dipergunakan untuk
mendukung penelitian ini, baik dalam konteks pembenaran (justifikasi) maupun
penolakan (flasifikasi).
Borg dan Gall dalam Irawan (2004:36) memberi definisi teori sebagai
berikut:
“…theory is a system for explaining a set of phenomena by specifying
constructs an the law that relate these constructs to each other”. (Teori
adalah sistem yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan
cara merinci konstruk-konstruk (yang membentuk fenomena itu), beserta
hokum atau aturan yang mengatur keterkaitan antara satu konstruk dengan
yang lainnya.
Teori sangat dibutuhkan sebagai acuan bagi peneliti untuk menganalisa dan
memahami realitas yang diteliti secara ilmiah. Berikut akan peneliti paparkan teori-
teori yang peneliti gunakan sesuai dengan masalah penelitian yang telah peneliti
identifikasi.
2.1.1 Manajemen Strategi
Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan
oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Kata strategi berasal
dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos
atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau
19
skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi
merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses
penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar
tujuan tersebut dapat dicapai. Strategi diformulasikan dengan baik akan
membantu penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki
perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang
baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan perusahaan,
antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang
dilakukan oleh mata-mata musuh.
Dari kedua pendapat di atas, maka strategi dapat diartikan sebagai
suatu rencana yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Rencana ini meliputi: tujuan, kebijakan, dan tindakan yang
harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam mempertahankan eksistensi dan
menenangkan persaingan, terutama perusahaan atau organisasi harus memilki
keunggulan kompetitif.
Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil baik dengan
meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat
dilaksanakan, Hatten dan hatten dalam Hariadi (2003:45) memberikan
beberapa petunjuknya sebagai berikut:
a) Strategi harus konsiten dengan lingkungan, strategi dibuat
mengikuti arus perkembangan masyarakat, dalam lingkungan yang
memberi peluang untuk bergerak maju.
20
b) Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi, tergantung
pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak strategi yang
dibuat maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan strategi
yang lain. Jangan bertentangan atau bertolak belakang, semua strategi
senantiasa diserasikan satu dengan yang lain.
c) Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan
semua sumberdaya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang
lain. Persaingan tidak sehat antara berbagai unit kerja dalam suatu
organisasi seringkali mengklaim sumberdayanya, membiarkannya
terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang
tidak menyatu itu justru merugikan posisi organisasi.
d) Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang
merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah
kelemahannya. Selain itu hendaknya juga memanfaatkan kelemahan
pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati
posisi kompetitif yang lebih kuat.
e) Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Mengingat strategi adalah
sesuatu yang mungkin, hendaknya dibuat sesuatu yang memang
layak dapat dilaksanakan.
f) Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu
besar. Memang setiap strategi mengandung resiko, tetapi haruslah
berhati-hati, sehingga tidak menjerumuskan organisasi ke lubang
yang lebih besar. Oleh karena itu strategi hendaknya selalu dapat
dikontrol.
g) Strategi hendaknya disusn diatas landasan keberhasilan yang telah
dicapai.
h) Tanda-tanda suksesnya dari suksesnya strategi ditampakkan dengan
adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait dari para eksekutif,
dari semua pimpinan unit dalam organisasi.
Sementara itu menurut Bryson (2001:189-190) menjelaskan bahwa
strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, progam tindakan,
keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimna
organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi melakukannya.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penyusunan
strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu
yang akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi
dengan lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga
21
strategi tersebut tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan
kondisi lingkungan dan melihat kemampuan internal dan eksternal yang
meliputi kekuatan dan kelemahan organisasinya. Oleh karena itu, strategi
merupakan perluasan misi guna menjembatani organisasi dengan
lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya dikembangkan untuk mengatasi
isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan
kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal, pada saat organisasi tidak
memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang di usahakan dan apa
yang dilakukan.
Menurut Griffin (2004:226), manajemen strategi atau strategis
(strategic management) adalah cara untuk menanggapi peluang dan tantangan
bisnis. Manajemen strategis merupakan proses manajemen yang komprehensif
dan berkelanjutan yang ditujukan untuk memformulasikan dan
mengimplementasikan strategi yang efektif. Strategi yang efektif adalah
strategi yang mendorong terciptanya keselarasan yang sempurna antara
organisasi dengan lingkungannya dan dengan pencapaian tujuan strategisnya.
Jadi manajemen strategi atau manajemen strategis merupakan cara
(strategi) yang ditempuh perusahaan atau organisasi dalam mengambil
keputusan dan tindakan untuk menaggapi peluang dan tantangan, agar tetap
eksis dan memenangkan persaingan. Griffin (2004:226) menejelaskan bahwa
komponen strategi meliputi 3 bidang yaitu kompetensi unggulan, ruang
lingkup, dan alokasi sumber daya.
22
Kompetensi unggulan (distinctive competence) adalah suatu yang
dapat dilakukan dengan baik oleh suatu organisasi. Ruang lingkup (scope) dari
suatu strategi merinci tentang pasar dimana suatu perusahaan atau organisasi
akan bersaing. Kemudian alokasi sumber daya (resource deployment)
mencakup bagaimana suatu perusahaan akan mendistribusikan sumber-
sumber dayanya di antara bidang-bidang yang merupakan lahan
persaingannya.
2.1.1.1 Tahapan Perencanaan Strategi
Dalam perencanaan strategis terdapat tiga tahap penting yang tidak
dapat dilewatkan oleh perusahaan ketika akan merencanakan strategi yaitu
perumusan strategi, implementasi/penerapan strategi dan evaluasi strategi.
Penjelasan tahapan perencanaan strategi:
a. Formulasi strategi, adalah tahap awal dimana perusahaan
menetapkan visi dan misi disertai analisa mendalam terkait
faktor internal dan eksternal perusahaan dan penetapan tujuan
jangka panjang yang kemudian digunakan sebagai acuan untuk
menciptakan alternatif strategi-strategi bisnis dimana akan
dipilih salah satunya untuk ditetapkan sesuai dengan kondisi
perusahaan.
b. Implementasi strategi, merupakan langkah dimana strategi yang
telah melalui identifikasi ketat terkait faktor lingkungan
eksternal dan internal serta penyesuaian tujuan perusahaan mulai
23
diterapkan atau diimplementasikan dalam kebijakan-kebijakan
intensif dimana setiap divisi dan fungsional perusahaan
berkolaborasi dan bekerja sesuai dengan tugas dan kebijakannya
masing-masing.
c. Evaluasi strategi, adalah tahap akhir setelah strategi diterapkan
dalam praktek nyata dinilai efektifitasnya terhadap ekspektasi
dan pencapaian tujuan perusahaan. Penilaian dilakukan dengan
mengukur faktor-faktor atau indikator sukses yang dicapai dan
mengevaluasi keberhasilan kinerja dari strategi guna perumusan
dan penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar lebih baik
dan efektif.
Agar strategi perusahaan atau organisasi disusun secara efektif,
maka diperlukan adanya dapat informasi tentang kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang berkaitan dengan kondisi dan situasi
perusahaan atau organisasi tersebut.
2.1.1.2 Analisis SWOT
Salah satu metode untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman perusahaan atau organisasi adalah analisis SWOT. Menurut
Graffin (2004:228), analisis SWOT adalah evaluasi atas kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weakness) internal suatu organisasi yang
dilakukan secara berhati-hati, dan juga evaluasi atas peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) dari lingkungan. Dalam analisis
24
SWOT, strategi terbaik untuk mencapai misi suatu organisasi adalah
dengan (1) mengeksploitasi peluang dan kekuatan suatu organisasi, dan
pada saat yang sama (2) menetralisasikan ancamannya, dan (3)
menghindari atau memperbaiki kelemahannya.
Griffin (2004:268) memberi definisi faktor-faktor lingkungan
sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan) adalah suatu keunggulan sumber daya yang
belum tergali dengan optimal sehingga memberikan
kemungkinan organisasi untuk lebih meningkatkan kinerjanya.
Kekuatan merupakan sumber daya, keunggulan relatif terhadap
pesaing dan kebutuhan pasar yang ingin dilayani oleh
organisasi, kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan
keunggulan komparatif dari pasar.
2. Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan dan kekurangan
sumber daya, ketrampilan yang dibutuhkan organisasi sehingga
menghambat kinerja efektif dari organisasi dalam
pengembangan usahanya.
3. Opportunities (peluang) adalah unsur-unsur lingkungan luar
(politik, ekonomi, sosial dan IPTEK) positif yang memberikan
kesempatan dan mendukung keberadaan organisasi. Peluang
merupakan situasi penting yang menguntungkan. Identifikasi
segmen pasar yang terabaikan, perubahan teknologi serta
membaiknya hubungan dengan investor dapat memberikan
peluang untuk pengembangan usaha.
4. Threats (ancaman) adalah unsur-unsur lingkungan luar (politik,
ekonomi, sosial dan IPTEK) negatif yang menghambat kegiatan
pelayanan transportasi. Ancaman merupakan situasi yang
paling tidak menguntungkan dan merupakan pengganggu
utama dalam pengembangan pelayanan, masuknya pesaing baru
dan lambatnya kegiatan pelayanan merupakan ancaman bagi
peningkatan kualitas pelayanan.
Membuat daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman saja
tentu tidak cukup. Daftar tersebut harus dibahas, dianalisis, dibandingkan
dan dipertentangkan secara cermat. Dengan kata lain analisis SWOT ini
25
harus dikerjakan. Seperti yang dijelaskan dalam matrik yang dibuat oleh
Rangkuti, oleh karenanya analisis terhadap strategi peningkatan kesadaran
pengemudi dalam berkendara upaya penentuan strategi peningkatan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1
Matrik SWOT
internal
eksternal
Strenght/Kekuatan:
Dituliskan beberapa
kekuatan yang dimiliki
Weakness/Kelemahan:
Dituliskan beberapa
kelemahan yang
dimiliki
Opportunity/Peluang:
Dituliskan beberapa
peluang yang
mungkin dihadapi
Strategi SO:
Strategi yang
menggunakan
kekuatan untuk
memanfaatkan
peluang
Strategi WO:
Strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan
peluang
Threat/Ancaman:
Dituliskan beberapa
ancaman yang
mungkin dihadapi
Strategi ST:
Strategi yang
menggunakan
kekuatan untuk
menghindari ancaman
Strategi WT:
Strategi yang
meminimalkan
kelemahan serta
menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti (2007:31)
Beberapa alternatif strategi yang dapat digunakan, antara lain:
a) Strategi SO: Strategi yang akan digunakan dengan cara
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Penyusunan strategi peningkatan kualitas pelayanan transportasi
akan dibuat dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi SO dipakai untuk
26
menarik keuntungan dan peluang yang tersedia di lingkungan
eksternal.
b) Strategi ST: Strategi yang akan digunakan dengan cara
menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman. Strategi
peningkatan kesadaran pengemudi dalam kerkendara akan dibuat
berdasarkan penggunaan kekuatan yang dimiliki kepolisian untuk
mengatasi ancaman. Oleh karena itu, strategi ini dapat digunakan
untuk menghindari, atau paling tidak untuk memperkecil dampak
dari ancaman yang datang dari luar dengan menggunkan
kekuatan yang dimiliki.
c) Strategi WO: Strategi yang akan digunakan dengan cara
meminimalkan kelemahan yang dimiliki agar tetap dapat
memanfaatkan peluang. Strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang internal yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada. Analisis peluang internal
diharapkan dapat menghasilkan strategi dalam penyusunan
strategi meningkatkan kesadaran pengemudi dalam berkendara
dengan peminimalan kelemahan secara tepat.
d) Strategi WT: Strategi yang digunakan dengan cara
meminimalkan kelemahan sekaligus menghindari ancaman agar
tetap bertahan. Strategi ini didasarkan pada usaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
27
Dengan demikian, analisis SWOT merupakan salah satu langkah
yang paling penting dalam memformulasikan strategi. Dengan
menggunakan misi organisasi sebagai konteks, manajer mengukur
kekuatan dan kelemahan internal (kompetensi unggulan), demikian juga
kesempatan dan ancaman eksternal. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan strategi yang baik yang mengeksploitasi kesempatan
dan kekuatan, menetralisir ancaman, dan menghindari kelemahan
2.1.2 Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta
pengelolaannya, yang mana pengertian lalu lintas itu sendiri di atur di
dalam UU lalu lintas dan angkutan jalan khusunya Pasal 1 ayat (1).
Untuk lalu lintas itu sendiri terbagi atas Laut, darat dan udara. Lalu lintas
sendiri merupakan suatu sarana transportasi yang di lalui bermacam-macam
jenis kendaraan, baik itu kendaraan bermesin roda dua atau beroda
empat pada umumnya dan kendaraan yang tidak bermesin contohnya sepeda,
becak dan lain-lain.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu
28
lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi
dan pengembangan wilayah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah merupakan suatu dasar
hukum terhadap pemberlakuan Kegiatan lalu lintas ini, dimana makin lama
makin berkembang dan meningkat sejalan dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Kalau ditinjau lebih lanjut
tingkah laku lalu lintas ini ternyata merupakan suatu hasil kerja
gabungan antara manusia, kendaraan dan jaringan jalan.
Menurut buku Paduan Praktis Berlalu Lintas yang diterbitkan oleh
Direktorat Lalu Lintas Polri, Ditlantas Polri. Pengertian Lalu Lintas adalah
gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan. (2009:12)
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a) Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan
umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
menjunjung tinggi martabat bangsa.
b) Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
c) Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Lalu lintas adalah pergerakkan kendaraan, orang
dan hewan di jalan.
Pergerakkan tersebut dikendalikan oleh seseorang menggunakan akal
sehat. Orang yang kurang akal sehatnya mengemudikan kenderaan dijalan,
akan mengakibatkan bahaya bagi pemakai jalan yang lain. Demikian juga
hewan dijalan tanpa dikendalikan oleh seseorang yang sehat akalnya
akan membahayakan pemakai jalan yang lain.
29
2.1.3 Pengertian Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang di gerakkan oleh
peralatan teknik untuk pengereakkannya, dan digunakan untuk transportasi
darat. Menurut Hoetomo dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pengertian
kendaraan adalah suatu yang digunakan untuk untuk di kendarai atau
dinaiki seperti kuda, kereta, mobil dan lain-lain. Sedangkan bermotor adalah
alat untuk mengadakan kekuatan penggerak dengan jalan dan sebagainya
seperti sepeda motor dijalankan dengan mesin atau mobil dan sebagainya
(2005 : 254).
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 kendaraan adalah Suatu
sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Kendaraan Bermotor
adalah Setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa kendaraan Bermotor
Umum adalah Setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang
dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
30
2.1.4 Istilah Polisi Dan Kepolisian
Menurut Yesmil (2009:154) bahwa agar kehidupan masyarakat di kota
dapat tertata maka dibuatlah norma-norma. Norma-norma tersebut ditegakkan
melalui suatu kekuatan, kekuatan inilah yang dinamakan kepolisian. Dilihat
dari sisi historis, istilah “polisi” di Indonesia tampaknya mengikuti dan
menggunakan istilah “politie” di Belanda. Hal ini sebagai akibat dan
pengaruh dari bangunan sistem hukum Belanda yang banyak dianut di negara
Indonesia. Istilah Polisi menurut Raymond B. Fosdick adalah sebagai
kekuatan utama untuk melindungi individu-individu dalam hak-hak hukum
mereka.
Menurut Steinmetz bahwa untuk mengatur keamanan, pemerintah
mengeluarkan beberapa peraturan. Bagi mereka yang tidak menurutinya akan
dihukum dan diberi nasehat. Untuk melaksanakan peraturan tersebut,
pemerintah mengangkat beberapa pegawai untuk menjaga keamanan dan
ketertiban umun, untuk melindungi penduduk dan harta bendanya serta intuk
menjalankan peraturan-peraturan yang diadakan oleh pemerintah.
Mereka yang diberi tugas tersebut disebut pegawai Polisi. Dari arti
istilah Polisi tersebut di atas, bila diinterpretasikan maka pengertian Polisi
sebagai organ dalam melaksanakan tugas organ Polisi serta dilaksanakan oleh
pejabat Polisi sebagai manusia dalam melaksanakan peraturan hukum baik
sebagai hukum formal maupun sebagai hukum materil untuk mewujudkan
tujuan organ Polisi yang melaksanakan fungsi pemerintahan.
31
Istilah Hukum Kepolisian terdiri dari dua suku kata “hukum” dan
“kepolisian” yang masing-masing kata dapat diberi makna secara terpisah.
Jika berpijak pada istilah hukum adalah suatu norma atau kaidah yang berisi
larangan dan perintah yang mengatur kehidupan manusia, dan kepolisian
adalah suatu lembaga dan fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat maka dapat ditarik pemahaman,
bahwa hukum kepolisian adalah kaidah atau norma yang mengatur tentang
lembaga dan fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Negara Republik Indonesia adalah Negara bekas jajahan Belanda
termaksuk peraturan-peraturan khusus yang mengatur tentang masalah polisi
banyak diciptakan oleh Belanda. Hukum Kepolisian di Indonesia
mengikuti paham Belanda, yaitu “Politea Recht”, yang berarti sejumlah
peraturan hukum yang mengatur hal polisi, baik segala tugas, fungsi maupun
organ. Di dalam hukum Kepolisian terdapat dua arti, yaitu hukum Kepolisian
dalam arti Materil adalah hukum yang mengatur polisi sebagai fungsi dan
hukum Kepolisian dalam dalam arti Formal adalah hukum yang mengatur
polisi sebagai organ.
Istilah hukum Kepolisian di Indonesia istilah hukum
Kepolisian adalah istilah majemuk yang terdiri atas kata Hukum dan
Kepolisian. Menurut kamus WJS POERWADINATA kata Kepolisian berarti
urusan polisi atau segala sesuatu yang bertalian dengan polisi. Jadi menurut
arti bahasa hukum Kepolisian adalah hukum yang mengatur segala sesuatu
yang berkaitan dengan polisi.
32
Polisi dan Kepolisian sudah sangat dikenal pada abad ke-6 sebagai
aparat Negara dengan kewenangannya yang mencerminkan suatu kekuasaan
yang luas menjadi penjaga tiranialisme sehingga mempunyai citra simbol
penguasa tirani. Sedemikian rupa citra polisi dan kepolisian pada masa itu
maka Negara yang bersangkutan dinamakan juga “Negara Polisi” dan dalam
sejarah ketatanegaraan pernah dikenal suatu bentuk negara “Politea”,
pemisahan Polri dari ABRI pada Tanggal 1 April 1999 belum menjadi
jaminan untuk terwujudnya Negara berdasarkan kedaulatan rakyat, apabila
proses perubahannya akan tersesat pada pola Negara kepolisian seperti pada
masa lampau yang diidentikan dengan kekuasaan tirani.
2.1.5 Tugas Dan Wewenang Kepolisian NRI
Sebelum memaparkan tugas dan wewenang Kepolisian NRI, terlebih
dahulu harus disebutkan fungsi dan tujuan dari Kepolisian NRI. Menurut
Pasal 2 UU Kepolisian fungsi dari Kepolisian NRI adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat. Kepolisian NRI merupakan suatu bagian integral dari
pemerintah yang berfungsi memelihara keamanan dan ketertiban di dalam
masyarakat. Jika tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban di dalam
interaksi antar anggota masyarakat, maka Kepolisian NRI merupakan alat
yang berfungsi untuk mencapai tujuan hukum tersebut.
33
Selanjutnya Pasal 4 UU Kepolisian merumuskan tujuan dari
Kepolisian NRI, yaitu:
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta
terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.”
Mengenai tugas Kepolisian NRI diatur pada Pasal 13 dan 14 dan
wewenangnya pada Pasal 15, 16, 17, 18, dan 19 UU Kepolisian, sebagai
berikut :
Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Pasal 14
1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga
masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin kemanan umum;
34
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
berwenang:
a. menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian
f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret;
i. mencari keterangan dan barang bukti;
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
35
k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan
dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan
masyarakat;
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang:
a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan
peledak, dan senjata tajam;
f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap
badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik
dan memberantas kejahatan internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing
yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
kepolisian internasional;
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian.
3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk :
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
36
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang
disangka melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah
tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
dan
e. menghormati hak asasi manusia.
Pasal 17
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan
wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya
di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Pasal 18
37
1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan
peraturan perundangundangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pasal 19
1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan
tindakan pencegahan.
2.1.6 Landasan Yuridis Kepolisian NRI
Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Bab XII tentang Pertahanan dan
Keamanan Negara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan
MPR RI No. VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi
perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian NRI
serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian NRI sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Salah satu
tuntutan reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya
demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia. Adanya kebijakan dalam bidang pertahanan/
keamanan telah dilakukan penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
38
Sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan
tumpang tindih antara peran dan fungsi TNI sebagai kekuatan pertahanan
negara dengan peran dan tugas Kepolisian NRI sebagai kekuatan keamanan
dan ketertiban masyarakat. Peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan
peran dan fungsi TNI dan Kepolisian NRI yang berakibat tidak
berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat. Menimbang realitas tersebut, maka Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) kemudian memutuskan TNI dan Kepolisian
NRI secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi
masing•masing. Ketika terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan
kegiatan keamanan TNI dan Kepolisian NRI harus bekerjasama dan saling
membantu.
Berdasarkan perubahan secara konstitusional, maka keamanan dalam
negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian NRI dan secara konsisten
dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi,
dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian,
Kepolisian NRI secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik
pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa melalui
pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.
Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, Ketetapan
39
MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 telah
melahirkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) yang kini juga menjadi landasan
yuridis normatif dari eksistensi Kepolisian NRI. Asas legalitas sebagai
aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam UU Kepolisian secara tegas
dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian NRI, yaitu melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Namun,
tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif
dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian NRI memiliki
kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan
umum berdasarkan penilaian sendiri. Oleh karena itu, UU Kepolisian
mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat
Kepolisian NRI dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral,
maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.
Begitu pentingnya perlindungan dan kemajuan hak asasi manusia
karena menyangkut harkat dan martabat manusia, Indonesia telah membentuk
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota
40
Kepolisian NRI wajib mempedomani dan menaati ketentuan Undang-Undang
di atas.
Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap
melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian NRI wajib
pula memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan
wewenangnya, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHPidana), ketentuan perundang- undangan yang
mengatur otonomi khusus, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Provinsi Papua serta peraturan perundang- undangan lainnya yang
menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian NRI.
Kepolisian kemudian didefinisikan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(UU Kepolisian) sebagai, “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”. Salah satu peran Kepolisian NRI adalah memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat. Pada Pasal 1 angka 5 UU Kepolisian dirumuskan,
“Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
41
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-
bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat”.
2.1.7 Peraturan Mengemudi
2.1.7.1 Tata Cara Berlalu Lintas Bagi Pengemudi Kendaraan
Bermotor Umum
Sesuai Pasal 106 ayat (4) huruf a dan e Berbunyi “Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. marka Jalan;
c. alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. gerakan lalu lintas;
e. berhenti dan parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Berlalu lintas sebagai suatu wujud pengaturan bagi pengendara
kendaraan, maka harus mentaati aturan Undang-Undang tentang berlalu lintas
dengan memperhatikan pasal-pasal, antara lain:
Pasal 169 “Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang
wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya
angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan”.
Pasal 281 “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
42
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.
Pasal 287 “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan
dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
(dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah)”.
Pasal 307 “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan bermotor
angkutan umum barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai
tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah)”.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dan bahan masukan bagi peneliti dalam melakukan
penelitian, maka peneliti menelusuri beberapa jurnal penelitian yang kurang lebih
membahas topik yang relevan dengan peneliti yaitu tentang strategi kepolisian
dalam meningkatkan kesadaran pengemudi dalam berlalulintas. Penelitian
43
terdahulu ini dapat berfungsi sebagai data pendukung yang relevan dengan fokus
peneitian peneliti. Jurnal penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Jurnal penelitian yang ditulis oleh Faisol Rachmat dan Pudji Astuti,
tahun 2014 yang berjudul “Strategi Penanganan Pelanggaran Lalu
Lintas Di Wilayah Jembatan Suramadu Surabaya Oleh Polsek
Nambangan” dari Fakultas ilmu Sosial, Jurusan Hukum, Universitas
Negeri Surabaya ini menjelaskan dalam penelitiannya bahwa
perkembangan teknologi di bidang transportasi cukup cepat, terutama
kendaraan bermotor, namun seiring berkembangnya alat tarnsportasi
kendaraan bermotor ini tidak di temani dengan kesadaran hukum oleh
masyarakat, sehingga terjadi pelanggaran khususnya di sekitar
Jembatan Suramadu Surabaya. Dari hal inilah dibutuhkan strategi
penanganan pelanggaran Lalu Lintas oleh Polsek Nambangan
Surabaya, sehingga mengurangi terjadinya pelanggaran dan
kecelakaan Lalu Lintas. Permasalahan pokok pada penelitian ini
adalah strategi penanganan pelanggaran Lalu Lintas oleh Polsek
Nambangan Surabaya. Penelitian yang digunakan penelitian deskriptif
kualitatif. Yaitu menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana
strategi penanganan pelanggaran Lalu Lintas oleh Polsek
Nambangan Surabaya. Tempat penelitian yang di gunakan di sekitar
Jembatan Suramadu Surabaya, jenis data ada dua yaitu: data primer,
dan data sekunder, teknik pengumpulan data meliputi wawancara, dan
dokumen. Hasil penelitian, diketahui bahwa strategi penanganan
44
pelanggaran Lalu Lintas oleh Polsek Nambangan Surabaya cukup
maksimal. Strategi penanganan yang dilakukan oleh Polsek
Nambangan ada 2 macam yaitu: secara preventif, dan secara represif,
dengan strategi ini maka terjadi penurunan angka kecelakaan di area
Jembatan Suramadu Surabaya pada tahun 2014 dibandingkan pada
tahun 2013. Disarankan hendaknya polsek Nambangan Surabaya rajin
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan ikut serta berpartisipasi
dalam mengurangi kecelakaan Lalu Lintas di sekitar Jembatan
Suramadu Surabaya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah dari metode penelitian yang akan
digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara dan dokumen. Sedangkan yang
membedakan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan adalah variable penelitian yang digunakan.
2. Jurnal penelitian yang ditulis oleh Drs. Bima Anggarasena, tahun 2010
yang berjudul “Strategi Penegakan Hukum Dalam Rangka
Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas Dan Mewujudkan Masyarakat
Patuh Hukum”. Program Magister Ilmu Hokum Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Data
kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang dihimpun oleh Ditlantas
Babinkum Polri serta dari pengamatan kita sehari-hari memberikan
gambaran bahwa tingkat keselamatan lalu lintas dan tingkat
45
kepatuhan masyarakat terhadap hukum / perundang-undangan lalu
lintas sangat memprihatinkan, hal ini apabila tidak dilakukan
langkah-langkah strategis guna meningkatkan tingkat keselamatan
dan peningkatan kepatuhan hukum masyarakat maka akan
menimbulkan kerugian bukan saja korban jiwa dan harta serta
kejiwaan namun juga akan menimbulkan kerugian dibidang ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi
keselamatan lalu lintas dan tingkat kepatuhan hukum masyarakat
saat ini, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kondisi keselamatan lalu lintas dan tingkat kepatuhan
hukum masyarakat dan untuk mengetahui bagaimana konsepsi
strategis penegakan hukum yang mampu meningkatkan
keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum masyarakat.Penelitian
ini bersifat deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk
penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa
Satlantas kota Indonesia, dan masyarakat pengguna jalan atau
pengendara. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan
penelitian kepustakaan baik buku-buku, peraturan perundang-
undangan, makalah-makalah, hasil penelitian terdahulu, dokumen-
dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis
kualitatif. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa
kecelakaan lalu lintas di Indonesia dapat digambarkan dari data dalam
46
kurun waktu 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa kecelakaan lalu
lintas yang terjadi di Indonesia telah merenggut korban jiwa rata-rata
10.000 per tahun. Penyebab kecelakaan yang terjadi didominasi oleh
faktor manusia, kendaraan, faktor jalan, dan faktor lingkungan.
Maka untuk tujuan menciptakan masyarakat patuh hukum
guna mewujudkan Kamseltibcar Lantas dibutuhkan suatu strategi
yaitu salah satunya adalah melaksanakan manajemen dan rekayasa
lalu lintas yang disesuaikan dengan pendanaan yang ada dan
menciptakan penegakan hukum yang lebih berorientasi pada upaya
merubah situasi lalu lintas dalam mewujudkan situasi keamanan
ketertiban dan kelancaran lalu lintas baik dari aspek pengemudi,
kendaraan, jalan dan lingkungan. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah dari metode penelitian
yang akan digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumen.
Sedangkan yang membedakan dari penelitian terdahulu dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah variable penelitian yang
digunakan.
2.3 Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir dalam Manajemen Strategi Kepolisian Dalam
Peningkatan Kesadaran Berlalu-lintas Pada Pengemudi Kendaraan Bermotor Di
Polres Metro Tangerang Kota adalah sebagai berikut :
47
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Input:
1. Masih ada masyarakat yang melakukan pelanggaran di wilayah
Kota tangerang
2. Adanya sanksi yang tidak tegas di berikan kepada pelanggar
lalu-lintas dari petugas
3. Kurangnya pengawasan dalam penegakan kesadaran berlalu-
lintas pada pengemudi kendaraan bermotor di Kota tangerang
3.
Output:
Diperoleh Gambaran Umum dan pilihan strategi yang
tepat dalam peningkatan kesadaran berlalu-lintas pada
pengemudi kendaraan bermotor di POLRES METRO
TANGERANG KOTA
Feedback:
Meningkatan kesadaran berlalu-lintas pada pengemudi
kendaraan bermotor dan mengurangi jumlah kecelakaan lalu
lintas di Kota Tangerang.
Proses
Analisis SWOT :
1. Strengths
2. Weaknesses
3. Opportunities
4. Threats
48
a. Preventif adalah tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian
sebelum pelanggaran terjadi, agar suatu tindakan pelanggaran dapat di
cegah. Untuk itu Polantas yang bertugas di sekitar area Kota Tangerang
berinisiatif untuk melakukan strategi penanganan pelanggaran, dengan
cara memberikan himbauan kepada masyarakat, memasang spanduk dan
banner di setiap simpul–simpul jalan, dan melakukan Pendidikan
Masyarakat (Dikmas), atau pendidikan Lalu Lintas. Sehingga masyarakat
lebih tertib dalam berlalu lintas, dan diharapkan masyarakat dapat
mematuhi peraturan yang berlaku sesuai dengan Undang – undang Nomer
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 256 ayat
(1), (2), dan (3), yang berbunyi: (1). Masyarakat berhak untuk berperan
serta dalam penyelenggaraan lalu lintas dan Angkutan Jalan. (2). Peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: (a).
Pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; (b). Masukan kepada instansi
pembina dan penyelenggara Lalu Lintas dan angkutan Jalan di tingkat
pusat dan daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar
teknis di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; (c). Pendapat dan
pertimbangan kepada instansi pembina dan penyelenggara Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan di tingkat pusat dan daerah terhadap kegiatan
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menimbulkan
dampak lingkungan; dan (d). Dukungan terhadap penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan, pendapat, dan/atau
dukungan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2). Dengan strategi penanganan pelanggaran secara preventif
dilakukan sebagai upaya pencegahan atau penyadaran terhadap pelaku agar
tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi, sehingga diharapkan adanya
kesadaran hukum di dalam masyarakat supaya tidak melanggar rambu-
rambu Lalu Lintas dan meminimalisir terjadinya pelanggaran.
b. Represif adalah penindakan setelah terjadinya pelanggaran dan penyidikan
di atur dalam Pasal 260 ayat 1 yaitu: (1). Memberhentikan, melarang, atau
menunda pengoperasian dan menyita sementara kendaraan bermotor yang
patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat
dan/atau hasil kejahatan; (2). Melakukan pemeriksaan atas kebenaran
keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; (3). Meminta keterangan dari Pengemudi,
pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum; (4).
Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan
Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda
Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
(5). Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau
kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
(6). Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; (7).
Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti; (8). Melakukan
penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas;
49
dan/atau. (9). Melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung
jawab.pelanggaran. Pelaksanaan penindakan. Dengan cara represif di
harapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku pengendara
kendaraan bermotor yang melanggar rambu–rambu Lalu Lintas sehingga
tidak akan mengulangi pelanggaran lagi di kemudian hari.
2.4 Asumsi Dasar
Setelah peneliti menjelaskan permasalahan penelitian pada bab
sebelumnya, maka selanjutnya peneliti perlu memberikan asumsi yang kuat
tentang kedudukan permalahannya. Asumsi yang merupakan dugaan dapat
diterima sebagai dasar atau landasan berpikir karena dianggap benar. Asumsi juga
dapat diartikan menduga, memperkirakan, memperhitungkan, atau meramalkan.
Maka pada penelitian mengenai Manejemen Strategi Kepolisian Dalam
Peningkatan Kesadaran Berlalu Lintas Pada Pengemudi Kendaraan Bermotor Di
Polres Metro Tangerang Kota, peneliti memiliki asumsi bahwa pelaksanaan
strategi Kepolisian dalam meningkatkan kesadaran berlalu lintas pada pengemudi
kendaraan bermotor masih belum optimal. Hal ini terlihat dari munculnya
permasalahan-permasalahan seperti yang telah dijelaskan peneliti pada bab
sebelumnya.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha yang digunakan untuk mengetahui
metode ilmiah (Hadi, 1984:4). Metode penelitian berguna sebagai pedoman bagi
peneliti untuk mempermudah proses penelitian mulai dari tahapan perumusan
masalah, pencarian data yang relevan dengan masalah, sehingga proses analisis data
sehingga dapat menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dikaji.
Sudjana dan Ibrahim dalam Satori & Komariah (2010: 21) menjelaskan:
“Penelitian adalah sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematik
untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data dengan
menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban
atas permasalahan yang dihadapi.”
Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang hendak peneliti gunakan
adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif melakukan penelitian
pada latar alamiah atau pada konteks suatu keutuhan. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama (Moleong, 2009:9).
Richie dalam Moleong (2013:6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perpektifnya di dalam dunia, dari
segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang
diteliti.Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang megungkap
situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk
51
oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisa data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah. Sedangkan, metode yang dipergunakan adalah
metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya
(Irawan, 2006:4).
Dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana strategi
kepolisian dalam peningkatan perilaku kesadaran berlalulintas pada pengemudi
kendaraan bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai objek penelitian penulis
adalah penerapan strategi Kepolisian Resort Metro Tangerang Kota dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berkendara dan sejauhmana strategi
yang telah dilakukan tersebut berpengaruh dalam perubahan perilaku masyarakat.
Sesuai dengan objek yang di teliti maka penulis melakukan penelitian pada Polres
Metro Tangerang Kota.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi/tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Kota Tangerang. Kota
Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Tatar Pasundan Provinsi Banten,
Indonesiadengan luas sekitar 1.500 km², dihuni oleh lebih dari 2 juta penduduk.
Kota ini terletak tepat di sebelah barat ibu kota negara Indonesia, Jakarta. Kota
Tangerang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang di sebelah utara dan barat,
52
Kota Tangerang Selatan di sebelah selatan, serta Daerah Khusus Ibukota Jakarta di
sebelah timur.
Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar
di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta dan Bekasi di provinsi Jawa Barat. Kota
Tangerang terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 104 kelurahan.
Dahulu Tangerang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang,
kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan akhirnya
ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 28 Februari 1993. Sebutan kotamadya
diganti dengan kota pada tahun 2001. Pada tahun 2001, saat penyebutannya diganti
dari Kotamadya menjadi Kota, dibentuk 7 kecamatan baru dan beberapa kelurahan
baru yang merupakan pemekaran dari kecamatan induknya.
Kecamatan-kecamatan baru tersebut, yakni Kecamatan Benda, Kecamatan
Cibodas, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Larangan, Kecamatan Neglasari,
Kecamatan Periuk, Kecamatan Pinang dan adapun kelurahan baru yang dibentuk
tetapi masih menjadi bagian dari kecamatan induknya, yakni Kecamatan Batuceper,
Kecamatan Ciledug, Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Jatiuwung, Kecamatan
Karawaci, Kecamatan Tangerang.
Penelitian ini dilakukan atas dasar pengalaman yang dialami oleh peneliti
selama bertempat tinggal di Kota Tangerang. Peneliti melihat bahwa dari aspek
pergerakan penduduk, kecenderungan bertambahnya penduduk perkotaan yang
tinggi dan urbanisasi menyebabkan makin banyaknya jumlah pergerakan baik di
dalam kota maupun ke luar kota dan penggunaaan kendaraan bermotor. Penduduk
akan melakukan pergerakan (transportasi) menuju daerah-daerah seperti
53
pemukiman, daerah industri, kawasan pendidikan, dan kawasan bisnis (central
business district) dengan menggunakan kendaraan pribadi di kawasan lalu lintas.
Hal ini memicu terjadi pelanggaran yang di kawasan lalu lintas kota karena
masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya keselamatan berlalu
lintas dan banyak pelanggaran yang terjadi saat berlalu lintas seperti tidak
lengkapnya kelengkapan mengemudi mengakibatkan kecelakaan di jalan lalu lintas
yang merugikan banyak pihak terutama masyarakat umum dan pejalan kaki yang
menjadi korban atas kecelakaan tersebut.
3.4 Fenomena Penelitian
Kerlinger dalam Sugiyono (2012:61) menyatakan bahwa variabel adalah
konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa variabel penelitian atau fenomena yang
diamati dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang
akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang
digunakan. Variabel atau fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mengenai Strategi Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalu Lintas Pada
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
54
Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin
puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan
suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan
pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang
unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan
internal dan kelemahan perusahaan, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta
kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian
dalam bentuk rincian (indikator penelitian). Definisi operasional dimaksudkan
untuk menghindari kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran yang
berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul penelitian.
nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan, meliputi
perubahan atau perbaikan, peningkatan, dan dampak positif terhadap implementor
dan masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Agar strategi perusahaan atau organisasi disusun secara efektif, maka
diperlukan adanya dapat informasi tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang berkaitan dengan kondisi dan situasi perusahaan atau organisasi
tersebut.
Salah satu metode untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman perusahaan atau organisasi adalah analisis SWOT. Menurut Graffin
55
(2004:228), analisis SWOT adalah evaluasi atas kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weakness) internal suatu organisasi yang dilakukan secara berhati-
hati, dan juga evaluasi atas peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari
lingkungan. Dalam analisis SWOT, strategi terbaik untuk mencapai misi suatu
organisasi adalah dengan (1) mengeksploitasi peluang dan kekuatan suatu
organisasi, dan pada saat yang sama (2) menetralisasikan ancamannya, dan (3)
menghindari atau memperbaiki kelemahannya
Griffin (2004: 268) memberi definisi faktor-faktor lingkungan sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan) adalah suatu keunggulan sumber daya yang belum
tergali dengan optimal sehingga memberikan kemungkinan organisasi untuk lebih
meningkatkan kinerjanya. Kekuatan merupakan sumber daya, keunggulan relatif
terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang ingin dilayani oleh organisasi,
kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan komparatif dari
pasar.
2. Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan dan kekurangan sumber daya,
ketrampilan yang dibutuhkan organisasi sehingga menghambat kinerja efektif dari
organisasi dalam pengembangan usahanya.
3. Opportunities (peluang) adalah unsur-unsur lingkungan luar (politik,
ekonomi, sosial dan IPTEK) positif yang memberikan kesempatan dan
mendukung keberadaan organisasi. Peluang merupakan situasi penting yang
menguntungkan. Identifikasi segmen pasar yang terabaikan, perubahan teknologi
serta membaiknya hubungan dengan investor dapat memberikan peluang untuk
pengembangan usaha.
4. Threats (ancaman) adalah unsur-unsur lingkungan luar (politik, ekonomi,
sosial dan IPTEK) negatif yang menghambat kegiatan pelayanan transportasi.
Ancaman merupakan situasi yang paling tidak menguntungkan dan merupakan
pengganggu utama dalam pengembangan pelayanan, masuknya pesaing baru dan
lambatnya kegiatan pelayanan merupakan ancaman bagi peningkatan kualitas
pelayanan.
3.5 Instrumen Penelitian
Nilai kepercayaan suatu penelitian terletak pada hasil penelitian yang
diperoleh secara valid dan realibel dan ini sangat tergantung pada kualitas dating
yang diperoleh dari sumber data yang tepat melalui pengungkapan (instrumen)
56
yang berkualitas. Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah yang melakukan
penelitian itu sendiri, yaitu peneliti. Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan
orang yang membuka kunci, menelaah, dan mengeksplorasi seluruh ruang secara
cermat, tertib dan leluasa, dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai key
instrument (Satori dan Komariah, 2010:61).
Konsep human instrument dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap
fakta-fakta lapangan dan tidak ada alat yang paling elastis dan tepat untuk
mengungkap data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Lincoln dan Guba dalam
Satori dan Komariah (2010:62) menjelaskan bahwa manusia sebagai instrument
pengumpulan data memberikan keuntungan, dimana ia dapat bersifat fleksibel dan
adaptif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk
memahami sesuatu.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, melainkan
situasi sosial atau dinamakan juga “social situation” yang terdiri atas tiga elemen,
yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan dengan
responden, tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan (Sugiono, 2008:49-
50).
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yaitu alat
pengumpul data utama baik dalam mengindentifikasikan sumber data maupun
mengeksplorasi data yang belum terdefinisikan secara jelas terkait dengan kajian
yang hendak diteliti yaitu strategi kepolisian dalam peningkatan perilaku kesadaran
berlalulintas pada pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
57
Tabel 3.1
Kisi – Kisi Pedoman Wawancara
No Variabel Pertanyaan Informan
1. Sumber Daya
Manusia
1. SDM yang tersedia untuk
melaksanakan kebijakan.
2. SDM yang tersedia saat ini
dapat dikatakan cukup.
3. Pendidikan dan pelatihan
secara khusus
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
2. Sarana dan
Prasarana
1. Sarana dan prasarana untuk
melaksanakan kebijakan
2. Sarana dan Prasarana yang ada
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
3. Sosialisai
Kebijakan
1. Kebijakan yang ada telah
disosialisakan
2. Jadwal sosialisasi
3. Mekanisme sosialisasi
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
dan
masyarakat
pelanggar
lalu lintas
4. Kejelasan
Mekanisme
1. Standar dalam pelaksanaan
penertiban pelanggaran
2. Sasaran kebijakan mengetahui
tentang mekanisme
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
dan Pelsku
pelanggaran
58
5. Kepastian 1. Jadwal tetap dalam pelaksaan
penertiban pelanggaran
2. Kepastian sanksi yang
diberikan
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
6. Efektifitas dan
efisiensi
1. Pelaksanaan kebijakan sudah
bisa dikatakan efektif dan
efisiensi
2. Anggaran yang dikeluarkan
sudah sesuai dengan hasil yang
diharapkan
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
7. Kesesuaian
pelaksanan
dengan tujuan
1. Pelaksanaan kebijakan sudah
sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
8. Ketetapan
sasaran yang
dituju
1. Kebijakan sudah ditetapkan
sesuai dengan sasaran
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
dan pelaku
pelanggaran
9. Penyimpangan
yang Terjadi
1. Penghambat pelaksanaan
kebijakan
2. Sikap pelaksana dalam
menyelesaikan hambatan-
hambatan tersebut
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
dan Pelaku
pelanggaran
59
10. Perubahan
terhadap
kelompok
sasaran yang
dituju
1. Perubahan yang diharapkan
terhadap kelompok sasaran
kebijakan ( masyarakat)
2. Perubahan yang diharapkan
sudah mulai terlitas
Kasatlantas
Polres Kota
Tangerang
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik
dari individu atau perseorangan atau informasi yang langsung
dikumpulkan sendiri yang langsung berkaitan dengan penelitian
seperti hasil dari wawancara. Sumber data primer adalah sumber
data asli melalui wawancara.
2. Data sekunder adalah data primer yang diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pihak pengumpul data primer misal dalam bentuk
tabel dan diagram atau informasi yang telah dikumpulkan untuk
beberapa tujuan, bukan semata-mata untuk tujuan penelitian ini
saja. Sumber data sekunder mencakup informasi dan laporan yang
telah ada di Dirlantas Metro Jaya Resort Metro Tangerang Kota.
60
3.5.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu:
1. Studi Dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data
berdasarkan atas literatur-literatur yang berhubungan dengan objek
penelitian.
2. Penelitian lapangan, yaitu suatu teknik pengumpulan data langsung
kepada objek penelitian yaitu dengan:
a. Interview, pelaksanaanya dilakukan secara lisan dan langsung
berhadapan dengan key informant dan second informant.
b. Observasi, teknik pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi
disebut sebagai narasumber, partisipan, atau informan. Menurut
Moleong (2013:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
Orang yang telah dipilih untuk menjadi informan penelitian harus
mempunyai banyak pengalaman/informasi tentang latar penelitian.
Kegunaan informan bagi peneliti adalah agar dalam waktu yang relatif
singkat banyak informasi yang terjaring, jadi sebagai sampling internal,
karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau
61
membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya
(Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2013:132).
Penentuan informan adalah responden peneliti, yang berfungsi untuk
menjaring sebanyak-banyaknya informasi yang akan bermanfaat untuk
bahan analisis penelitian dan konsep serta proposi sebagai temuan
peneliti.
Dalam hal ini, peneliti menentukan kelompok responden yang akan
dijadikan subjek dan informan kunci (key informan), dan individu-
individu subjek dan informan peneliti tentukan. Hal ini dimaksudkan
apabila ada individu berasal dari luar kelompok responden, maka data
dan informasi yang diberikan selalu terbuka untuk diterima oleh peneliti.
Dalam penentuan informan dilakukan dengan metode nonprobability
yaitu cara pengambilan sampel tidak berdasarkan peluang. Dalam teknik
ini, peneliti bermaksud, yang akan diambil sebagai anggota sampel
diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian. Dalam penentuan key informant ini
digunakan sebagai uji validitas data tringulasi sumber. Dimana informasi
yang didapat dari key informant dilakukan kroscek data dengan beberapa
sumber yang berbeda. Sedangkan key informant dari penelitian ini
adalah Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Resort
Metro Tangerang Kota, AKBP Ojo Ruslani, S.Sos., M.Si, Wakil Kepala
Satuan Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Resort Tangerang
Kota, Kompol L. Gunanto, dan untuk second informant, peneliti memilih
62
untuk melakukan purposive interview dengan Kepala Unit Laka
Satditlantas Metro Jaya Resort Metro Tangerang Kota, Ajun Komisaris
Afrizal, dan Kaur Bin Ops Satditlantas Metro Jaya Resort Metro
Tangerang Kota, Ajun Komisaris Agus Pribadi, SH.
Alasan pemilihan key informant ini sendiri didasari oleh pertimbangan
pengumpulan data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui strategi Kepolisian Dalam Peningkatan
Kesadaran Perilaku Berlalulintas Pada Pengemudi Kendaraan Bermotor
Di Polres Metro Tangerang Kota.
Tabel 3.2
Daftar Informan Penelitian
No Informan Spesifikasi Informan Kategori Informan
1. Polres
Metro Kota
Tangerang
Kepala Satuan Lalu Lintas
Kepolisian Polres Metro
Tangerang Kota dan Kepala
Unit Laka Satditlantas Polres
Metro Tangerang
Key Informant
Warga Pengemudi Kendaraan
bermotor yang melanggar
Key Informant
Pelaku
pembuat
SIM
Perantara Pembuat SIM tanpa
mengikuti sistem (curang)
Key Informant
63
Polres
Metro Kota
Tangerang
Wakil Kepala Satuan Lalu
Lintas Kepolisian Daerah
Metro
Secondary Informant
(Sumber: Peneliti, 2018)
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Moleong
(2013: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis data yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Nugroho, 2013: 121). Teknik analisis
data ini mencangkup empat kegiatan yang bersamaan, yaitu:
1. Pengumpulan data, yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan
melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang
harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi
mengenai masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
2. Reduksi Data, merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses
ini berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir
penelitian. Dalam proses reduksi ini, peneliti benar-benar mencari data
yang benar-benar valid.
3. Penyajian Data, adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dalam tahap ini peneliti juga melakukan display (penyajian) data secara
sistematik, agar lebih mudah untuk dipahami interaksi antara bagian-
bagiannya dalam konteks yang utuh bukan segmental atau fragmental
terlepas satu dengan lainnya. Dalam proses ini, data diklasifikasikan
berdasarkan tema-tema inti.
4. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi. Dalam tahap ini, peneliti membuat
rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya
sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara
64
berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokkan data yang telah
terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya
yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap, dengan ‘temuan baru’ yang
berbeda dari temuan yang sudah ada.
3.8 Uji Keabsahan Data
Dalam uji keabsahan data bahwa setiap keadaan harus memenuhi 3
hal, yaitu: (1) mendemonstrasikan nilai yang benar, (2) menyediakan dasar
agar hal itu dapat diterapkan, dan (3) memperbolehkan keputusan yang
dapat dibuat tenang konsistensinya dari prosedurnya dan kenetralan dari
temuan dan keputusan-keputusannya (Moleong, 2006:320). Untuk menguji
keabsahan data, dapat dilakukan dengan tujuh teknik, yaitu perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat,
kecukupan referensial, kajian kasus negatif, pengecekan anggota (member
check). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik triangulasi dan pengecekan anggota (member check).
1. Triangulasi
Moleong (2006:330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Denzin (Prastowo, 2011:269) membedakan teknik ini
menjadi 5 macam yaitu :
1. Triangulasi sumber yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas data
yang dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan melalui
beberapa sumber. Triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau
65
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif.
2. Triangulasi teknik yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi waktu yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
4. Triangulasi penyidik, suatu teknik pengecekan kredibilitas
dilakukan dengan cara memanfaatkan pengamat lain untuk
pengecekan derajat kepercayaan data.
5. Triangulasi teori, suatu teknik pengecekan kredibilitas dilakukan
dengan cara menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa
data temuan penelitian.
2. Member Check
Member Check adalah proses pengecekan data yang kita peroleh
kepada pemberi data. Tujuannya untu mengetahui seberapa jauh data yang
kita peroleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jika data
yang kita temukan itu disepakati oleh pemberi data, sehingga tersebut valid
maka semakin kredibel (dapat dipercaya). Namun sebaliknya, jika pemberi
data tidak menyepakatinya, kita harus mengubah temuannya dan
menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Setelah
disepakati, pemberi data kita minta untuk menandatangai supaya lebih
autentik.Selain itu langkah tersebut juga dapat menjadi bukti bahwa kita
telah melakukan member check.
Dalam menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi sumber dan member check. Untuk triangulasi sumber, peneliti
melakukan eksplorasi untuk mengecek kebenaran data dari beragam sumber
yang masih terkait satu sama lain.
66
3.9 Jadwal Penelitian
Adapun waktu penelitian dimulai dari Bulan Maret 2017 sampai dengan
Bulan Juli 2017.
Tabel 3.3
Waktu Penelitian Tahun 2017
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuanjudul
Penulisan Bab 1
Bimbingan
Penulisan Bab II
Bimbingan
Penulisan Bab III
Bimbingan
Pengumpulan data
Pengolahan Data
Penulisan Bab IV
Bimbingan
Penulisan Bab V
Bimbingan
PenyusunanSkripsi
Sidang kelulusan
(Sumber: Peneliti, 2018)
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
mengenai Kota Tangerang, gambaran umum mengenai Strategi Manajemen
Kepolisian Dalam Kesadaran Berlalu-Lintas Di Polres Metro Tangerang Kota
serta gambaran umum mengenai Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Hal
tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Tangerang
Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993
berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis terletak pada
posisi 106036’ – 106O42’ Bujur Timur (BT) dan 6O6’ – 6O13’ Lintang Selatan
(LS), dengan luas wilayah 184,24 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta
sebesar 19,69 km2). Secara administrasi Kota Tangerang terbagi menjadi 13
Kecamatan dan 104 Kelurahan. Luas wilayah Kota Tangerang sebesar 1,59% dari
luas Provinsi Banten yang merupakan wilayah terkecil kedua setelah Kota
Tangerang Selatan.
68
Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30 meter di atas permukaan
laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-rata ketinggian 10 meter dpl seperti
Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batuceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan
bagian selatan memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan
Kecamatan Larangan. Adapun batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara: Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang.
Sebelah Selatan: Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, Kecamatan Serpong
Utara dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.
Sebelah Timur: DKI Jakarta.
Sebelah Barat: Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Gambar 4.1 Peta Kota Tangerang
(Sumber: SLHD Kota Tangerang)
69
Letak Kota Tangerang yang berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang
Selatan, dan Kabupaten Tangerang menjadikannya kota yang sangat strategis.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan
Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah
satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Posisi strategis tersebut
menjadikan perkembangan Kota Tangerang berjalan dengan pesat. Pada satu sisi,
menjadi daerah limpahan dari berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya
Kota Tangerang menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten
Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.
Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari tersedianya
sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek, serta
aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional dan internasional yang baik
sebagaimana tercermin dari keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta,
Pelabuhan Internasional Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara sebagai
gerbang maupun outlet nasional. Kedudukan geostrategis Kota Tangerang
tersebut telah mendorong bertumbuhkembangnya aktivitas industri, perdagangan
dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini.
4.1.2 Deskripsi Polisi Lalu Lintas
Visi Polantas
Polantas yang mampu menjadi pelindung, pengayom pelayanan
masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama dengan masyarakat serta sebagai
70
aparat penegak hukum yang professional dan proporsional yang selalu
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia memelihara
keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Misi Polantas
1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan para
pemakai jalan sehingga para pemakai jalan aman selama dalam
perjalanan dan selamat sampai tujuan.
2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat lalu lintas melalui upaya
preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan ketaatan serta
kepatuhan kepada ketentuan peraturan lalu lintas.
3. Menegakan peraturan lalu lintas secara profesional dan proporsional
dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan ham.
4. Memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dengan
memperhatikan norma-norma dan nilai hukum yang berlaku.
5. Meningkatkan upaya konsolidasi ke dalam sebagai upaya menyamakan
misi polisi lalu lintas.
Deskripsi Tugas Kepala Satuan Lalu Lintas
1. Kasat Lantas Polres Metro Tangerang Kota adalah unsur pelaksanaan
pada tingkat mapolres yang bertugas menyelenggarakan dan
melaksanakan fungsi tehnis dalam seluruh wilayah hukum Polres Metro
Tangerang Kota.
71
2. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut di atas dengan memperhatikan
pengarahan Kapolres Metro Tangerang Kota dan petunjuk tehnis bina
fungsi Sat Lantas Polres Metro Tangerang Kota.
a. Menyelenggarakan fungsi lantas meliputi:
1) Gakum
2) Dikmas
3) Engineering
4) Reg ident pengemudi / ranmor
b. Membantu menyelenggarakan dan melaksanakan operasi kepolisian
yang di tentukan.
c. Melaksanakan administrasi opsnal termasuk pulahta/informasi yang
berkenaan dengan aspek pembinaan maupun pelaksanaan fungsinya
3. Sat Lantas Polres Metro Tangerang Kota dipimpin oleh kepala satuan
lalu lintas disingkat kasat lantas bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugas dan kewajibannya kepada Kapolres Metro Tangerang Kota.
72
STRUKTUR ORGANISASI SAT LANTAS POLRES METRO
TANGERANG KOTA
(Sumber: Sat Lantas KAUR BIN OPS, 2018)
4.1.3 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian ini, mengenai Manajemen Strategi Kepolisian dalam
Peningkatan Kesadaran berLalu Lintas pada Kendaraan Bermotor di Polres Metro
Tangerang Kota, dalam pemilihan informan penelitian ini peneliti menggunakan
cara teknik pengambilan sumber data yang sering digunakan pada penelitian
kualitatif adalah Puposive. Puposive adalah teknik pengambilan sumber data
dengan pertimbangan tertentu.Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut
dianggap paling tahu atau paling menguasai obyek/situasi sosial yang
73
diteliti.Dengan demikian key person ini adalah tokoh formal dan tokoh informal
di penelitian Manajemen Strategi Kepolisian dalam Peningkatan Kesadaran
Berlalu-Lintas pada Kendaraan Bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
Informan penelitian ini antara lain yaitu pihak dari Kepala Satuan Lalu
Lintas Kepolisian Metro Tangerang Kota, Polisi Sat Lalu Lintas Kepolisian Metro
Tangerang Kota, Masyarakat, Pelaku Sim Palsu (Calo).
Tabel 4.4
Daftar Informan Penelitian
No. Informan Spesifikasi Informan Kategori Informan
1. Polres
Metro Kota
Tangerang
Kepala Satuan Lalu Lintas
Kepolisian Metro Tangerang
Kota
Key Informant
Warga Pengemudi Kendaraan
bermotor yang melanggar
Key Informant
Pelaku
pembuat
SIM
Perantara Pembuat SIM tanpa
mengikuti sistem (curang)
Key Informant
Polres
Metro Kota
Tangerang
Polisi Sat Lalu Lintas
Kepolisian Metro Tangerang
Kota
Secondary Informant
(Sumber: Peneliti, 2018)
74
Informan di atas merupakan informan utama (Key Informan) dalam
penelitian ini.Adapun data-data lain yang merupakan sebagai informasi-informasi
pelengkap dari informasi yang telah diberikan oleh informan utama.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari
hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik
analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai Peneliti menggunakan teori
Analisis SWOT menurut Griffin (2004:228). Teori tersebut memberikan
gambaran atas mekanisme Manajemen Strategi, yaitu Strength (Kekuatan),
Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang), Threats (Kendala). Kemudian
data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan yang
peneliti peroleh melalui proses wawancara dan observasi. Kata-kata dan tindakan
orang yang diwawancara merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data
ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis atau
melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian.
Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan
adalah catatan berupa catatan lapangan peneliti, seperti dokumen-dokumen yang
peneliti dapatkan baik dari Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Metro
Tangerang Kota, Polisi Sat Lalu Lintas Kepolisian Metro Tangerang Kota dan
75
Masyarakat di mana data tersebut merupakan data mentah yang harus diolah dan
dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain itu bentuk
data lainnya berupa foto-foto kegiatan yang berhubungan dengan Manajemen
Strategi Kepolisian dalam Peningkatan Kesadaran ber Lalu Lintas pada
Kendaraan Bermotor di Polres Metro Tangerang Kota.
Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka
dalam proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisis secara
bersamaan. Dalam proses analisisnya dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles and
Huberman, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan suatu data dan
fakta yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan
teori yang peneliti gunakan yaitu menggunakan teori Analisis SWOT menurut
Griffin (2004) Analisis SWOT dilakukan untuk menghasilkan faktor-faktor
internal (Kekuatan/ Strengths dan Kelemahan/ Weaknesses) dan eksternal
(Peluang/Opportunities dan Ancaman/Threats), maka berdasarkan hasil tersebut
dapat digunakan untuk menentukan grand strategi. Adapun strategi-strategi
tersebut adalah, yaitu:
1. Strategi (SO) dengan mengembangkan suatu strategi dalam
memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O)
yang ada;
76
2. Strategi (WO) yaitu pengembangan suatu strategi dalam memanfaatkan
peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada;
3. Strategi (ST) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam
memanfaatkan kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T);
4. Strategi (WT) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam
mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).
Untuk dapat menentukan strategi yang tepat pada proses penegakan hukum
dalam rangka meningkatkan keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum
masyarakat perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang telah diuraikan pada bab
terdahulu yang mencakup: Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang
(Opportunities) dan Ancaman (Threats) yang dapat diformulasikan untuk
menentukan alternatif strategi kepolisian dalam peningkatan kesadaran berlalu
lintas pada pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro Tangerang Kota dalam
bentuk gambaran sebagai berikut:
77
Gambar 4.2
Alternatif strategi kepolisian dalam peningkatan kesadaran berlalu lintas pada
pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro Tangerang Kota
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil observasi penelitian. Penelitian mengenai Strategi
Pengembangan Destinasi Pariwisata Kawasan Pecinan di Kota Tangerang,
peneliti menggunakan teori analisis SWOT. Teori tersebut memberikan gambaran
yang berguna atas komponen- komponen penting yang harus dipertimbangkan
oleh pimpinan untuk menjamin bahwa strategi dapat berjalan dengan kehidupan
organisasi. Strategi yang efektif mencakup hubungan yang konsisten dari satu
faktor yaitu strengths, weaknessess, opportunities, threats. Peneliti
mengelompokan faktor-faktor yang berasal dari faktor ekstern dan faktor intern
yang akan memberikan gambaran yang jelas tentang keberhasilan strategi
tersebut.
78
Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka data yang
diperoleh bersifat deskriptif berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara,
observasi, serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Dalam penelitian ini kata-
kata dan tindakan orang yang diwawancara merupakan sumber utama dalam
penelitian. Berdasarkan teknik analisa data kualitatif, data-data tersebut dianalisa
selama penelitian berlangsung, dimana data-data tersebut merupakan data-data
yang berkaitan dengan Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata Kawasan
Pecinan di Kota Tangerang. Data-data yang telah didapatkan kemudian dianalisa
sehingga dapat menghasilkan suatu pemahaman baru dari data yang didapatkan.
Data yang didapatkan harus dikonfirmasi ulang tidak hanya dari satu
sumber data atau informan tetapi dari sumber lain yang memang masih memiliki
informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Data yang sudah didapatkan
kemudian diuji kembali dengan metode triangulasi. Kemudian data yang
diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka tersebut,
dilakukan ke dalam bentuk tertulis untuk mendapatkan polanya serta diberi kode-
kode pada aspek- aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan
berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan
kategorisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga dalam menganalisis
data dilakukan secara bersamaan selama proses pengumpulan data berlangsung.
Oleh karena itu proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model
Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan
79
kesimpulan. Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan kegiatan reduksi
data, maka peneliti memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Kode-kode
tersebut ditentukan berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Adapun kode-kode tersebut yaitu :
a. Kode Q menunjukan daftar urutan pertanyaan
b. Kode A, B, C dan seterusnya menunjukan item pertanyaan
c. I1, I2, I3, dan seterusnya menunjukan daftar informan
Untuk penyajian data (data display) dalam penelitian ini, peneliti
melakukan penyajian data dalam bentuk teks narasi, tabel, dan gambar.
Selanjutnya menarik kesimpulan atau mencari makna-makna baru dari hasil yang
sudah diperoleh.
4.2.2 Strategi Polisi Polres Metro Tangerang
Sesuai dengan tugas pokok Polri yang tercantum didalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13
yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan
memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan
tugas polri dalam pasal 14 ayat (1) huruf a dan b yaitu melaksanakan pengaturan,
penjagaan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
dengan kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dan menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan, maka Polri dianggap wajib
melakukan patroli untuk menanggulangi atau menindak para pelanggar peraturan
lalu lintas.
80
Penulis melakukan wawancara kepada anggota Satlantas Polres Metro
Tangerang Ibu Kompol Triyani selaku Wakasat Polres Metro Tangerang, penulis
bertanya tentang bagaimana pelaksanaan patroli lalu lintas di Polres Metro
Tangerang Kota dan beliau menjawab :
“kami rutin mengadakan patroli disetiap hari kerja (senin sampai
jumat) dibeberapa tempat atau jalan yang rawan terjadi pelanggaran,
kecelakaan dan macet. Daerah atau jalan yang rawan terjadi
pelanggaran yaitu sepanjang jalan Daan Mogot , Kota Tangerang.”
Peneliti kemudian menanyakan bagaimana anggota Satlantas Polres Metro
Tangerang, beliau kemudian lanjut menjawab I1-1:
“setiap akan kami melakukan patroli, selalu diadakan apel pagi untuk
pengarahan dan pengawasan Pomjalur (hal-hal seputar patroli) yang
dipimpin oleh Kasat/Kanit lalu-lintas Polres Metro Tangerang, barulah
kemudian kami jalan dengan mengantongi surat perintah patroli yang
diketahui oleh Kasat Lantas atas nama Kapolres. Biasanya kami jalan
(patroli) sekitar pukul 09.00-12.00 WIB dan dilanjutkan lagi sekitar
pukul 14.00-15.00 WIB”. Setiap minggu dilakukan analisa dan
evaluasi kemudian dibuatlah laporan hasil ditiap bulannya”, ungkap
Ibu Kompol Triyani.
Adapun beberapa bentuk patroli polisi yang sesuai dengan Standard Operating
Procedures (SOP), yaitu:
1. Patroli Jalan Kaki Patroli jalan kaki dimulai dari markas dilakukan
minimal
2 orang anggota Polri berjalan dan berada ditempat yang lenggang agar
dapat bergerak dengan leluasa, mengadakan observasi serta pengawasan
81
dengan baik untuk melaporkan bila ada keadaan yang ganjil atau tidak
seperti biasanya.
2. Patroli Dengan Kendaraan Sepeda (Patroli Sepeda) Patroli sepeda
dilakukan untuk menempuh jarak (menjelajah) daerah yang lebih luas
sama halnya dengan patroli jalan kaki, patroli sepeda juga mengadakan
observasi serta pengewasan dengan baik untuk melaporkan dan memeriksa
bila ada keadaan yang ganjil atau tidak seperti biasanya.
3. Patroli Dengan Kendaraan Sepeda Motor (Patroli Motor) Patroli sepeda
motor dilakukan untuk membantu patroli jalan kaki dan patroli sepeda
dimana mereka biasanya dengan segera memberikan bantuan bilamana
patroli jalan kaki maupun patroli sepeda membutuhkan bantuan, patroli
sepeda motor juga bisa lebih cepat memberikan pelayanan kepada
masyarakat karena lebih efektif untuk kecepatan/ketepatan dalam
melakukan tugas.
4. Patroli Dengan Kendaraan Mobil (Patroli Bermobil) Patroli bermobil
dilakukan untuk membantu dan mengawasi patroli jalan kaki, patroli
bersepeda, dan patroli motor pada titik kontrol dan persilangan tertentu
untuk mengawasi dimana para petugas patroli lainnya berada termasuk
rute perjalanannya, tukar menukar informasi/keterangan, penghubung
dengan pos komando. Patroli bermobil melakukan patroli di sekitar
pemukiman pejabat (VIP), mall, bank, pasar, dan tempat-tempat yang
dianggap rawan kejahatan.
82
Peneliti lanjut bertanya, dari bentuk patroli yang sesuai SOP, bentuk patrol
seperti apa yang dilakukan oleh Satlantas Polres Metro Tangerang, Kompol
Triyani kembali menjawab I1-1 :
“Satlantas Polres Metro Tangerang hanya melakukan 2 bentuk patroli
yaitu patroli motor dan patroli mobil, kalau patroli jalan kaki itu sering
dilakukan oleh Satsabhara. Berikut adalah data mengenai pelanggaran
lalu lintas yang terjadi di Kabupaten Majene dari bulan januari hingga
bulan juni tahun 2017”
Tabel 4.1
Usia Pelaku Pelanggaran
No Bulan Jumlah
GAR
Usia Pelanggar Ket.
0-16 17-27 28-50 51-70 71 keatas
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Jan 176 15 105 55 1 -
2. Feb 333 23 179 110 21 -
3. Mar 353 29 179 110 21 -
4. Apr 156 7 60 81 8 -
5. Mei 345 20 196 113 16 -
6. Jun 373 15 166 175 14 3
Jumlah 1.736 121 872 641 99 3
Sumber : Polres Metro Tangerang Kota
Usia pelaku pelanggaran mayoritas dari jenjang usia 17-27 tahun seperti
yang digambarkan pada tabel I sebanyak 872 pelanggar kemudian di usia
28-50 tahun sebanyak 641 pelanggar, selebihnya dari usia 0-16 tahun,
83
51-70 tahun, dan diatas 71 tahun masing-masing sebanyak 121, 99, dan 3
pelanggar.
Tabel 4.2 Jenis Pelanggaran Kendaraan Bermotor
No Bulan
Jumlah Jenis Pelanggaran Yang Dilakukan
Muata
n
Lawan
Arus
Marka
Rambu
Surat
-surat
Kelengkapa
n
Sabuk
keselamatan
Berlebihan
Penumpan
g
helm
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Jan 176 5 17 2 68 60 3 - 31
2 Feb 333 2 34 4 132 101 2 - 58
3 Mar 353 19 - 24 132 97 7 2 72
4 Apr 156 5 - 28 50 19 3 1 41
5 Mei 145 8 6 27 193 34 5 - 72
6 Jun 373 6 - 82 195 - 9 1 53
Jumlah 1736 46 57 167 779 301 29 4 327
Sumber : Polres Merto Tangerang Kota
Jenis pelanggaran yang banyak terjadi sepanjang bulan januari
hingga juni 2016 didominasi oleh surat-surat kendaraan yang tidak bisa
ditunjukkan oleh pelanggar pada saat dilakukan patroli, baik itu Surat Izin
Mengemudi (SIM) maupun Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
sebanyak 779 pelanggaran.
84
4.2.3 Faktor-Faktor Yang Menjadi Hambatan Dalam
Melaksanakan Strategi Di Wilayah Tangerang
Beberapa faktor yang menghambat untuk melaksanakan Strategi
Di wilayah Tangerang yaitu :
1. Kurangnya Personil
Salah satu faktor yang dianggap sebagai hambatan dalam
menjalankan patroli ialah kurangnya personil dalam menjalankan tugas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakasat Polres Metro Tangerang
Kompol Triyani, Peneliti menanyakan keadaan atau jumlah personil
Satlantas yang ada di Polres Metro Tangerang kemudian beliau menjawab
I1-1:
“untuk ukuran wilayah hukum Polres Majene yang cukup luas ini,
kami sangat kekurangan personil (Satlantas). Keadaan ini diperburuk
lagi dengan dipindahtugaskannya beberapa personil kami ke satuan
lain seperti ke Satsabhara dan Satreskrim”.
Tabel 4.3
Jumlah Personil Polisi Satlantas Polres Metro Tangerang Kota
No Polisi Jumlah
1 Perwira Polisi 5
2 Polisi Laki-laki 39
3 Polisi Wanita 5
Total 49
Sumber : Polres Metro Tangerang Kota
85
Menurut PBB rasio ideal polisi dan penduduk yakni 1 banding 400.
Besar kecilnya rasio polisi menentukan efektifitas pelayanan kepolisian
kepada masyarakat. Sebaliknya semakin besar rasio polisi akan
menyebabkan pengaduan masyarakat tidak tertangani dengan baik,
penyidikan berlarut-larut, intensitas polisi rendah, atau kehadiran polisi di
tempat kejadian perkara (quick response) tidak tepat waktu.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Tangerang yaitu
sebanyak 1,7 juta jiwa dengan jumlah personil Polres Metro Tangerang
Kota yakni 280 maka perbandingan yang didapatkan dari jumlah tersebut
adalah 87 polisi: 51.037 penduduk atau 1 : ±587. Angka tersebut dianggap
masih kurang untuk ukuran perbandingan rasio personil polisi terhadap
jumlah masyarakat sehingga mempengaruhi efektifitas dari pelaksanaan
patrol itu sendiri. Semakin banyak jumlah personil yang berpatroli maka
akan semakin luas pula wilayah yang dapat disisir oleh polisi.
2. Minimnya sarana dan prasarana
Berdasarkan data yang Peneliti peroleh dari Polres Metro
Tangerang Kota, angka sarana yang dimiliki Satlantas masih sangat
kurang jika dibandingkan dengan jumlah personil dan jumlah masyarakat
yang harus diayomi. Ibu Wakasat Lantas mengatakan:
“untuk bisa menutupi permasalahan tersebut kita perlu
memberdayakan fasilitas yang ada meski itu milik pribadi. Misalnya
saja motor pribadi dari personil polantas, itu dapat digunakan untuk
86
menunjang keefektifan patroli yang dilakukan oleh Polres Metro
Tangerang Kota. Sama halnya dengan prasarananya”.
4.2.4 Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi Angka
Pelanggaran Lalu-Lintas Di Kota Tangerang
Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Polres Metro Tangerang
Kota untuk mengurangi angka pelanggaran lalu lintas :
1. Sosilalisasi Undang-undang Lalu Lintas
Sosialisasi ini dianggap efektif untuk mengurangi angka
pelanggaran lalu lintas. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sangatlah perlu disosialisasikan agar
masyarakat sebagai objek undang-undang tersebut mempunyai
pengetahuan tentang cara-cara berkendara yang baik sesuai dengan
peraturan yang ada agar pengaturan lalu lintas dapat berjalan lancar.
Sosialisasi seperti ini kadang dilakukan disekolah-sekolah di Kota
Tangerang maupun di masyarakat umum yang biasanya digelar di aula
kantor kecamatan/kelurahan setempat.
Penulis juga sempat melakukan wawancara kepada masyarakat
bernama Muhammad Nur Taufik Siddik, beliau berkata :
“sosialisasi (undang-undang lalu lintas) akan sangat diperlukan oleh
masyarakat karena menurut saya masih banyak masyarakat yang
belum mengetahui peraturan-peraturan lalu lintas yang ada dan
apalagi jika ada peraturan yang baru, harusnya Satlantas rutin
mengadakan sosialisasi ke tiap kecamatan yang ada di kabupaten
87
Majene ini. Wajar rasanya jika pelanggaran masih banyak terjadi
didaerah-daerah pelosok karena itu tadi, masih kurangnya sosialisasi
untuk masyarakat di pelosok-pelosok”.
2. Pengadaan Bhabinkamtibmas Oleh Satuan Pembinaan Masyarakat
Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas) adalah unsur pelaksana tugas
pokok polres. Yang berada dibawah kapolres. Sat Binmas bertugas
menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang meliputi pembinaan teknis
polisi masyarakat (polmas) dan kerja sama dengan instansi pemerintahan/
lembaga/ organisasi masyarakat, pembinaan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa serta pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam
rangka memberdayakan upaya pencegahan masyarakat terhadap kejahatan
serta meningkatkan hubungan sinergitas Polri-masyarakat. Pengadaan
Bhabinkamtibmas dianggap sebagai salah satu solusi untuk penanganan
pencegahan tidak pelanggaran lalu lintas. Lingkup tugas dari
bhabinkamtibmas itu sendiri meliputi :
a. Melakukan pembinaan terhadap warga masyarakat yang menjadi
tanggung jawabnya untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Melakukan upaya kegiatan kerjasama yang baik dan harmonis dengan
aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan
tokoh adat, dan para sesepuh yang ada didesa atau kelurahan.
c. Melakukan pendekatan dan pembangunan kepercayaan terhadap
masyarakat.
88
d. Melakukan upaya pencegahan tumbuhnya penyakit masyarakat dan
membantu penanganan rehabilitas yang terganggu.
e. Melakukan upaya peningkatan daya tangkal dan daya cegah
masyarakat terhadap timbulnya gangguan kamtibmas.
f. Membimbing masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam rangka
pembinaan kamtibmas secara swakarsa di desa/kelurahan.
g. Melakukan kerjasama dan kemitraan dengan potensi masyarakat dan
kelompok atau forum kamtibmas dan dapat mencari solusi dalam
penanganan permasalahan atau potensi gangguan dan ambang
gangguan yang terjadi di masyarakat agar tidak berkembang menjadi
gangguan nyata kamtibmas.
h. Menumbuhkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum perundang-
undangan.
i. Memberikan bantuan dalam rangka penyelesaian perselisihan warga
yang dapat mengganggu ketertiban umum.
j. Memberikan petunjuk dan melatih masyarakat dalam rangka
pengamanan lingkungan.
k. Memberikan pelayanan terhadap kepentingan warga masyarakat untuk
sementara waktu sebelum ditangani oleh pihak yang berwenang.
l. Menghimpun informasi dan pendapat dari masyarakat untuk
memperoleh masukan atas berbagai isu atau kisaran suara yang
tentang penyelenggaraan fungsi dan tugas pelayanan kepolisian serta
permasalahan yang berkembang dalam masyarakat.
89
Menurut Kompol Triyan mengatakan I1-1 :
“program yang tengah dijalankan oleh Polres Metro Tangerang Kota
dibawah koordinasi sat Binmas yang juga sebagai upaya preventif
untuk pencegahan tindak pelanggaran maupun kejahatan ialah 1 desa
1 polisi. Program ini dinilai akan sangat bermanfaat terutama bagi
masyarakat pedesaan karena dengan program siituasi masyarakat akan
lebih kondusif. Minimnya tingkat pengaman yang dilakukan swadaya
masyarakat memicu tingginya tingkat kriminalitas. Disini juga
dibutuhkan peran penting masyarakat, kalau hanya polisi yang
menjaga keamanan mungkin situasi kondusif akan sulit tercipta. Di
Kota Tangerang sendiri belum bisa memenuhi 1 polisi disetiap desa
karena kami masih kekurangan personil, kami baru sanggup
memenuhi 1 polisi di setiap 3 desa, tuturnya”.
4.3 Pembahasan
Pembahasan dan analisa dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunkaan yaitu analisis SWOT. Dimana dalam analisis SWOT dapat
menentukan strategi apa yang sebaiknya dilakukan dalam menciptakan kesadaran
pengendara motor terhadap berlalu – lintas di Kota Tangerang. Analisis SWOT
membantu memilih strategi alternatif untuk mengembangkan Pariwisata di Kota
Tangerang.
1. Strengths (Kekuatan)
Stengths merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam
organisasi, proyek, atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis
merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi yaitu hal–hal
90
positif yang menjadi kekuatan dalam mencapai tujuan. Strengths bersifat
internal bukan hal-hal yang datang dari luar, strengths biasanya berisi
Potensi, manfaat, anggaran, sumber daya manusia (SDM) atau alam
(SDA), kemampuan teknologi, dll. Tujuan dari penilaian kekuatan ialah
untuk melihat keunggulan dari suatu hal agar dapat mengurangi
kelemahan dan menutupi ancaman agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
Dalam menciptakan dan memelihara Keamanan, Keselamatan,
Ketertiban serta Kelancaran Lalu lintas, telah dilakukan pengaturan yang
disesuaikan dengan perkembangan situasi lalu lintas yang ada dengan
mempertimbangkan perkembangan teknologi di bidang transportasi
baik yang berhubungan dengan kendaraan, sumber daya manusia, sarana
dan prasarana jalan serta dampak lingkungan lainnya dalam bentuk
suatu aturan yang tegas dan jelas serta telah melalui proses sosialisai
secara bertahap sehingga dapat dijadikan pedoman dalam berinteraksi di
jalan raya.
Setiap pengguna jalan wajib memahami setiap aturan yang telah
dibakukan secara formal baik dalam bentuk Undang-Undang, Perpu,
Peraturan Pemerintah, Perda dan aturan lainnya sehingga terdapat satu
persepsi dalam pola tindak dan pola pikir dalam berinteraksi di jalan
raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau pemahaman terhadap
aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang berpotensi
91
memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna
jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang
bertugas untuk melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya.
Selain pemahaman terhadap pengetahuan tentang peraturan
perundang- undangan yang berlaku, pengetahuan tentang karakteristik
kendaraan merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan, setiap
kendaraan memiliki karakteristik yang berbeda dalam penanganannya,
pengetahuan terhadap karakteristik kendaraan sangat berpengaruh
terhadap operasional kendaraan di jalan raya yang secara otomatis akan
berpengaruh pula terhadap situasi lalu lintas jalan raya,
pengetahuan tentang karakteristik kendaraan bisa didapat dengan
mempelajari buku manual kendaraan tersebut serta dengan
mempelajari karakter kendaraan secara langsung (fisik).
1.1 Sumber Daya Manusia (SDM)
Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini adalah
pelaksana/implementor yang melaksanakan strategi manajemen
kepolisian dalam meningkatkan kesadaran berlalu lintas pada kendaraan
bermotor, berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia yang ada saat
ini belum sesuai dengan kebutuhan dan bekerja sesuai dengan
kompetensinya atau belum, berikut keterangan yang disampaikanoleh
bapak Kompol Triyani selaku Wakasat Lalu Lintas di Polres Kota
Tangerang I1-1 pada saat wawancara:
92
“SDM disini menurut saya belum cukup ya karena sebenernya begini
kesadaran dalam berlalu lintas itu tidak di ukur SDM dari kepolisian,
tapi dari kesadaran masyarakat Cuma masyarakat kita itu kan
sepertinya memang harus diawasi. Nah polisi itu tugasnya
mengawasi... gitu...memang. nah masyarakat tuh kalo diawasi baru
tertib gitu jadi kalo kesadaran murni yang 100 persen tertib itu belum
bisa, ya minimal 70 lah gitu. 30% itu masih ada. Masih ada yang
perlu.. anu..apa itu... pengawasan. Dia jadi tidak sadar sendiri, tidak
ada yang mencuri curi lawan arah jadi ga akan cukup SDM yang
kami sediakan kalau masyarakat juga masih susah di atur.”
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Aiptu Tony Efendi
selaku Polisi Lalu Lintas POLRESTA Kota Tangerang I1-3 sebagai
berikut:
“Sumber daya sudah mencukupi tetapi masih perlu dievaluasi karena
mengawasi sebegitu banyak nya masyarakat itu gak mudah jadi
kadang kita masih perlu bantuan ke pusat.”
Dari hasil wawancara di atas bisa dapat diketahui bahwa Sumber
Daya Manusia di Polres Tangerang belum cukup karena keterbatasan
penegak mengakibatkan banyak yang lalai. Sumber daya manusia di Polres
Metro Tangerang belum bisa di katakan cukup, karna dalam kesadaran
berlalu-lintas harus adanya kerja sama antara aparat dengan masyarakat
karna pada dasarnya fungsi dari aparat bertugas sebagai pengawas .
Apabila masyarakat yang di awasi belum mampu menyadari kesalahannya
maka sumberdaya manusia yang adapun tidak dapat melaksanakan strategi
manajemen kepolisian dengan baik.
93
1.2 Sarana dan Prasarana
Aspek sarana dan prasarana penunjang merupakan aspek yang
dibutuhkan dalam strategi manajemen lalu lintas yang baik dan Jalan
yang dioperasional harus dilengkapi dengan prasarana jalan
sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 menyatakan
bahwa “Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib
dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa Rambu-rambu, Marka jalan,
Alat pemberi isyarat lalu lintas, Alat penerangan jalan, Alat pengendali
dan pengamanan pengguna jalan, Alat pengawasan dan pengamanan Jalan
berada di Jalan dan di luar badan Jalan. dan fasilitas pendukung yang
layak didalamnya apakah sudah tersedia atau belum. Fasilitas dalam
pelaksanaan kebijakam berupa segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
proses pelaksanaan kebijakan lalu lintas. Berikut adalah data hasil
wawancara peneliti bersama I1-1:
“Untuk saat ini sarana dan prasana ada akan tetapi masih belum
mencukupi karna kurangnya perawatan kendaraan untuk oprasi
lagipula memang sebenarnya agak sulit juga mengawasi tanpa sarana
yang kurang memadai ya.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak Aiptu Tony Efendi
selaku Polisi Lalu Lintas Polres Metro Kota Tangerang I1-3 sebagai
berikut:
“Menurut saya sih belum memadai ya soalnya saya agak kesulitan sih
pake sarana yang ada banyak banget nih kendaraan buat pengawasan
lalu lintas di jalan yang rusak karena kurangnya anggaran buat
perawatan rutin terus rambu rambu yang dipasang juga banyak yang
94
rusak karena cuaca dan banyak juga tuh anak-anak rese yang coret
coret.”
Berdasrkan hasil dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa
sarana dan prasarana yang ada belum cukup optimal dalam pelaksanaanya
yang membuat kesulitan ketika ada operasi razia dan banyak kelengkapan
kebijakan pun dirusak masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini sarana yang
ada tidak hanya sebatas pada rambu-rambu yang tersedia saja, namun
kendaraan operasional yang tersedia ternyata mengalami beberapa
kerusakan karenan diketahui bahwa minimnya anggaran guna perawatan
bagi armada yang dimiliki. Selain itu kesadaran masyarakat mengenaik
pemeliharaan fasilitas rambu-rambu yang ada membuat fasilitas yang ada
tidak lagi berfungsi secara optimal, hal ini dapat terlihat dari adanya
beberapa rambu-rambu tang dirusak oleh masyarakat.
1.3 Sosialisasi
Aspek sosialisasi merupakan proses penyampaian informasi
kepada sasaran kebijakan mengenai Strategi manajemen Kepolisian
dalam kesadaran berlalu lintas, berikut adalah wawancara dengan I1-1:
“Sudah sering kami lakukan ya sosialisasinya dalam berbagai bentuk
contoh nya seperti sosialisasi ke sekolah, di event tertentu, ada juga
reklame, di iklan , di radio, dan ini kan sebenernya kebijakannya
sudah lama sekali dan memang pasti masyarakat juga tau tanpa
sosialisasi lanjutan terus menerus gituRazia itu ada jadwalnya, ada
yang namanya itu operasi. Operasi kepolisian itu ada namanya
operasi rutin. Operasi rutin itu ya tiap hari. Kemudian ada operasi
95
kepolisian terpusat. Terpusat itu pusat yang ini, kaya operasi ini kan
terpusat. Nah operasi kan macem-macem. Operasi kemanusiaan itu
ada yang preventif saja, ada yang preentif saja, ada yang represif gitu.
Jadi skala yang mana mau dipake. Jadi namanya operasi bukan razia,
operasi kepolisian namanya. Ada yang preventif ada yang represif itu
gitu, lihat kebutuhannya aja. Ini operasi kemanusiaan mau lebaran
nih. Coba kalian kalo, ada kan yang namanya operasi zebra, operasi
patuh, operasi simpatik, nah gitu, berarti operasi simpatik itu bukan
sekedar operasi simpatik, dia juga ada penindakan. Tetapi ada yang
dikedepankan umpama masalah peneguran gitu, peneguran/sosialiasi
lagi pake brosur, pake pamflet, pake siaran radio, mau pake medsos,
mau pake apa, itu banyak alat.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak Aiptu Tony Efendi
selaku Polisi Lalu Lintas Polres Kota Tangerang I1-3 sebagai berikut:
“Wah ya itu sering kami lakukan di jalanan ketika kami tilang pun
kami beritahu bagaimana kebijakannya sampai sanksinya malahan
kami menjelaskan ke masyarakat bagaimana cara mereka ke
pengadilan untuk menyelesaikan sanksi lanjutan.”
Melihat dari hasil wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa
para aparat telah melakukan berbagai upaya guna mensosialisasikan setiap
operasi-operasi yang sedang dilakukan. selain menginformasikan secara
langsung saat para aparat bertemu langsung dengan masyarakat di jalan,
proses sosialisasi juga dilakukan melalui beberapa metode seperti melalui
pmaflet, brosur-brosur, maupun melalui sosial media miliki kepolisian.
2. Weakness (Kelemahan)
Kelemahan merupakan kondisi kekurangan yang terdapat di dalam
organisasi. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat
dalam tubuh organisasi. Kelemahan faktor korelatif yang dapat
mempengaruhi stabilitas keamanan, keselamatan, ketertiban dan
96
kelancaran lalu lintas di jalan raya merupakan interaksi serta kombinasi
dua atau lebih faktor yang saling mempengaruhi situasi lalu lintas
meliputi faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan, dan faktor
lingkungan dan masalah-masalah yang terjadi dalam proses strategi
manajemen lalu lintas berikut keterangan yang disampaikan oleh bapak
Kompol Triyani selaku Wakasat Lalu Lintas di Polres Kota Tangerang I1-1
pada saat wawancara:
“Oh ada, ada SOP kan ada struktur organisasi itu kan ada ininya, ada
sopnya, kemudian ada standar, ada ren-giatnya. Nah itu namanya ren-
giat kita ya, rencana kegiatan. Standar operasionalnya, namanya
standar operasional kepolisian itu, kan SOP itu maksudnya kan. Jadi
ada, itu SOP nya kan ada tingkatan tingkatannya. Oh ini sosialiasi
dulu, lewat spanduk kemudian lewat siaran radio, lewat koran, baru
nanti teguran, baru nanti penindakan gitu tapi masih aja gitu
masyarakat ga mengerti.”
Melihat dari hasil wawancara tersebut diketahui meskipun aparat
telah bekerja sesuai dengan SOP yang dimiliki namun pada kenyataannya
masyarakat masih belum mampu untuk memahami bentuk teguran serta
sanksi yang diberlakukan atas setiap pelanggaran yang dilakukan.
3. Opportunities (Kesempatan)
Opportunities merupakan kondisi peluang berkembang dimasa
yang akan datang. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar
organisasi itu sendiri. Terkait hal tersebut, I1-2 menyampaikan
pendapatnya sebagai berikut:
97
“Kalau berbicara kesempatan, mungkin masyarakat yang berprofesi
jadi calo ya yang punya kesempatan mendapatkan keuntungan. Jadi
karena prosedur pembuatan sim kendaraan bermotor cukup panjang,
banyak masyarakat yang akhirnya mencari oknum-oknum yang bisa
membantu mempercepat pembuatan sim.”
Hal tersebut pun dibenarkan oleh I2-1 yang berprofesi sebagai
calo. Berikut pernyataannya:
“Pembuatan SIM ini memang menjadi kesempatan kita. Karena
prosesnya panjang, seringnya tidak bisa selesai dalam 1 hari, dan
kadang harus berulang kali tes jadi kita bantu jika ada yang ingin
selesai cepat. Lumayan hasilnya. Walaupun capek karena
menggantikan orang untuk mengurus SIMnya tapi ya tidak apa-apa.”
Dalam proses pembuatan SIM ternyata diketahui membuka kesempatan
bagi masyarakan untuk menjadi calo dalam proses pembuatannya. Hal ini
terjadi melihat dari SOP pembuatan SIM yang membutuhkan waktu cukup
lama sehingga penawaran-penawaran pembuatan SIM dengan cepat jauh
lebih menggiurkan bagi masyarakat yang sangat membutuhkannya.
4. Threats (Ancaman)
Threats merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman
ini dapat mengganggu organisasi itu sendiri. Kondisi yang terjadi
merupakan ancaman dari luar organisasi itu sendiri. Mengenai ancaman
pada proses peningkatan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas.
Berikut pernyataan yang disampaikan oleh I1-2:
“Terkait ancaman dari luar sebetulnya sudah jelas sekali ya, adanya
calo itu menjadi penghambat kita untuk mengajak masyarakat untuk
tertib. Dalam hal pembuatan SIM saja tidak bisa tertib bagaimana
98
nanti dijalan. Kan jadi tidak terjamin ya kualitas berkendara
masyarakat seperti apa kalau semakin banyak calo yang membantu
pembuatan SIM.”
Hal serupa disampaikan oleh I1-1, berikut pernyataannya:
“Iya memang benar adanya calo ini cukup mengkhawatirkan karena
membuat masyarakat tidak tertib dan kita sulit untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas.”
Namun pendapat berbeda disampaikan oleh I2-2 selaku masyarakat
yang justru merasa terbantu dengan adanya calo. Berikut pernyataannya:
“Saya pribadi selaku pekerja sangat terbantu dengan adanya calo.
Untuk urus perpanjang SIM itu kan butuh waktu, tidak bisa 5 menit
selesai. Jadi mau tidak mau saya harus ijin dari kantor dan kadang
membuat pekerjaan saya tertunda.”
Melihat dari pendapat yang telah dikemukakan diketahui ancaman terbesar
berasal dari keberadaan calo dalam proses pembuatan SIM. Namun disisi lain
terdapat beberapa masyarakat yang merasa terbantu dengan keberadaan calo-calo
tersebut. Melihat fenomena ini perlu lagi dikaji mengapa masyarakat masih saja
memiliki ketertarikan terhadap keberadaan calo-calo tersebut.
A. Internal
1. Kekuatan
a) Komitmen Pimpinan Polri untuk melakukan perubahan pelaksanaan
fungsi Lantas ke arah yang lebih baik melalui pembinaan SDM dan
peningkatan kualitas pelayanan.
99
b) Penambahan dan peningkatan personil lalu lintas secara kuantitatif
dan kualitatif dalam mengimbangi tantangan tugas yang dilakukan
secara bertahap.
c) Peningkatan kualitas penegakan hukum dibidang lalu lintas dengan
perbaikan pola penindakan.
d) Motivasi anggota dalam pelaksanaan tugas di bidang lalu lintas cukup
tinggi.
e) Penambahan sarana dan prasarana baik mobilitas maupun peralatan
pendukung lainnya dalam rangka upaya penegakan hukum dan
peningkatan disiplin pemakai jalan
f) Adanya keinginan pihak Polri untuk memperbaiki sistem penindakan
dengan tilang yang lebih sederhana dan efektif.
2. Kelemahan
a) Kualitas intelektual dan profesional individu anggota Polantas belum
ideal untuk mendukung reformasi Polri.
b) Kualitas Sumber Daya Polantas yang belum sepenuhnya dapat
memberikan keteladanan kepada pengguna jalan.
c) Masih adanya personil Polantas yang melakukan praktek pungutan
liar maupun pungutan di luar ketentuan yang dapat menurunkan citra
Polantas.
d) Perlakuan petugas terhadap pelanggar lalu lintas masih terkesan
pilih kasih, atau sengaja membiarkan pelanggaran yang terjadi.
100
e) Sikap arogansi/sok kuasa yang masih sering ditampilkan oleh petugas di
lapangan.
f) Sistem pendataan di bidang lalu lintas yang kurang baik sehingga
menyulitkan pihak Polri dalam rangka mengambil kebijakan yang
akurat.
g) Perolehan Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang diterbitkan oleh Polri
belum memberi jaminan akan kualitas pemegang SIM.
h) Terbatasnya dukungan anggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat.
i) Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas belum memadai,
terutama pada daerah-daerah yang tingkat kerawanan lalu lintasnya
tinggi.
B. Eksternal
1. Peluang
a) Adanya kesepakatan bersama antar kementerian terkait dan Polri
untuk mengupayakan peningkatan keselamatan dijalan.
b) Dukungan partisipasi masyarakat yang bersifat positif dalam
pengawasan konstruktif terhadap kinerja Polisi lalu lintas yang makin
meningkat.
c) Partisipasi masyarakat untuk ikut serta melakukan giat Kampanye tertib
lalu lintas dan giat lain dalam rangka peningkatan keselamatan lalu
lintas dan kepatuhan hukum.
101
d) Keinginan masyarakat yang menghendaki agar Polantas lebih
professional dalam mewujudkan keamanan, ketertiban, pelanggaran lalu
lintas.
e) Penambahan sarana dan prasarana lalu lintas yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
f) Adanya peraturan-peraturan daerah yang menginginkan terwujudnya
kondisi lalu lintas daerah menjadi lebih baik.
g) Adanya political will dari beberapa daerah tertentu yang membuat
kebijakan untuk peningkatan pelayanan angkutan publik.
2. Kendala
a) Ketidaktertiban berlalu lintas sebagai fenomena sehari-hari telah
dipandang sebagai suatu budaya sehingga kondisi yang ada dianggap
sebagai suatu yang wajar.
b) Sarana dan prasarana jalan belum mencerminkan dan belum
memperhatikan aspek keselamatan.
c) Manajemen angkutan umum baik tingkat pusat maupun daerah masih
mencerminkan manajemen yang kurang sehat (lebih mengutamakan
sistem setoran daripada mengutamakan aspek keselamatan).
d) Ketidaktertiban penataan lalu lintas sebagai dampak dari kebijakan
pemerintah dalam pemberian ijin membangun pada tempat-tempat yang
intensitas lalu lintasnya tinggi justru menimbulkan permasalahan baru
dibidang lalu lintas.
102
e) Perhatian pemerintah dan komponen masyarakat terhadap
keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum masyarakat belum
menjadi keprihatinan bersama bahkan dianggap sebagai suatu accident.
f) Tidak adanya kejelasan kebijakan pemerintah dalam membatasi
pertumbuhan jumlah kendaraan maupun manajemen pengoperasian
kendaraan bermotor.
g) Langkah sosialisasi terhadap aturan-aturan hukum tidak secara efektif
dilaksanakan dan tidak adanya kejelasan tanggung jawab instansi
tertentu.
h) Belum diakuinya peralatan milik Polri sebagai alat bantu penegakan
hukum (Speed Gun / alat pemantau kecepatan) oleh aparat CJS.
i) Lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum dan instansi
terkait yang bertanggung jawab dalam mewujudkan keselamatan lalu
lintas dan kepatuhan hukum masyarakat.
j) Belum adanya sekolah-sekolah mengemudi yang memenuhi standar
pendidikan keterampilan mengemudi.
103
Tabel 4.5
MATRIX SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses(W)
a. Banyaknya
sumberdaya yang
tersedia.
b. Sering nya
dilakukan
pelatihan
sehingga
sumberdaya yang
ada sangat
professional.
c. Disediakan sarana
dan prasarana
yang memadai.
d. Seringnya
dilakukan
sosialisasi dalam
bentuk iklam,
baliho, siaran
radio maupun
koran.
a. Kurangnya
perawatan terhadap
sarana dan prasarana
sehingga terdapat
berapa sarana dan
prasarana yang
rusak.
b. Ketidak takutan
masyarakat terhadap
sanksi yang
diberikan membuat
masih tingginya
tingkat kesalahan
yang dilakukan
masyarakat.
c. Masyarakat seolah
acuh terdahap
sosialisasi yang
dilakukan.
Opportunieties (O) Strategi SO Strategi WO
a. Semakin sadar
masyarakat
akan
keselamatan
angka
kecelakaan pun
akan
berkurang.
b. Semakin patuh
masyarakat
Berlalu-Lintas
mengurangi
kecametan
c. Apabila
masyarakat
mengikuti
pembuatan
Peraturan SIM
yang ada akan
mengurangi
a. Melakukan
sosialisasi antar
kampung polantas
bekerjasama
dengan babinsa
agar masyarakat
lebih dekat
dengan pihak
Kepolisian.
b. Meningkatkan
pengawasan agar
tidak ada lagi
polisi yang
menerima suap
saat sedang
melakukan tilang
c. Meningkatkan
teknologi berbasis
elektronik misal
pembuatan SIM
a. Membuat slogan
atau pamphlet yang
lebih kreatif agar
masyarakat lebih
tertarik untuk
melihat dan
membaca.
b. Menguatkan
kelembagaan
Kepolisian Sat
lantas untuk lebih
meningkatkan
kesadaran
masyarakat dalam
berkendara.
c. Mendorong angka
kemacetan dengan
mengurangi
perkendara yang
masih dibawah
104
calo atau
peluang sim
palsu.
online sehingga
para pekerja bias
lebih mudah
membuat SIM
tanpa bantuan
calo SIM.
umur.
d. Meningkatkan
pengawasan
orangtua untuk tidak
mengijinkan anak –
anak untuk
membawa
kendaraan sendiri.
Threats (
Ancaman )
Strategi ST Strategi WT
a. Adanya calo
membuat para
perkendara
semakin tidak
tertib.
b. Kurangnya
respect
masyarakat
terhadap polisi
mengakibatkan
sulitnya terjalin
komunikasi
yang baik
antara pihak
Kepolisian dan
Masyarakat.
c. Banyaknya
Polisi yang
mau di suap
membuat
masyarakat
menggampangk
an saat
melakukan
kesalahan.
a. Pihak kepolisian
harus extra
pengawasan
terhadap para
pembuat SIM
sehingga tidak ada
lagi calo yang
berkeliaran.
b. Pihak kepolisian
harus lebih
merangkul
masyarakat sesuai
dengan slogan
Kepolisian yaitu
Polisi sebagai
pelindung,
pelayan dan
pengayom
masyarakat.
c. Diadakannya
sosialisasi rutin ke
sekolah sekolah
SMP dan SMA
untuk
menghindari para
pelajar membawa
kendaraan sendiri.
a. Meningkatkan
keharmonisan
Kepolisian dengan
Masyarakat agar
terjalin komunikasi
yang baik.
b. Mengoptimalkan
pembinaan dan
pelatihan terhadap
Polisi dat lantas
metro tanggerang
kota.
c. Memaksimalkan
sarana dan prasarana
pendukung.
105
A. Internal
1. Kekuatan
a) Komitmen Pimpinan Polri untuk melakukan perubahan pelaksanaan
fungsi Lantas ke arah yang lebih baik melalui pembinaan SDM dan
peningkatan kualitas pelayanan.
b) Penambahan dan peningkatan personil lalu lintas secara kuantitatif
dan kualitatif dalam mengimbangi tantangan tugas yang dilakukan
secara bertahap.
c) Peningkatan kualitas penegakan hukum dibidang lalu lintas dengan
perbaikan pola penindakan.
d) Motivasi anggota dalam pelaksanaan tugas di bidang lalu lintas cukup
tinggi.
e) Penambahan sarana dan prasarana baik mobilitas maupun peralatan
pendukung lainnya dalam rangka upaya penegakan hukum dan
peningkatan disiplin pemakai jalan
f) Adanya keinginan pihak Polri untuk memperbaiki sistem penindakan
dengan tilang yang lebih sederhana dan efektif.
2. Kelemahan
a) Kualitas Sumber Daya Polantas yang belum sepenuhnya dapat
memberikan keteladanan kepada pengguna jalan.
b) Masih adanya personil Polantas yang melakukan praktek pungutan
liar maupun pungutan di luar ketentuan yang dapat menurunkan citra
Polantas.
106
c) Perlakuan petugas terhadap pelanggar lalu lintas masih terkesan
pilih kasih, atau sengaja membiarkan pelanggaran yang terjadi.
d) Masih banyaknya Calo SIM menyebabkan kurangnya jaminan akan
kualitas pemegang SIM.
e) Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas belum memadai,
terutama pada daerah-daerah yang tingkat kerawanan lalu lintasnya
tinggi.
B. Eksternal
1. Peluang
a) Dukungan partisipasi masyarakat yang bersifat positif dalam
pengawasan konstruktif terhadap kinerja Polisi lalu lintas yang makin
meningkat.
b) Partisipasi masyarakat untuk ikut serta melakukan giat Kampanye
tertib lalu lintas dan giat lain dalam rangka peningkatan
keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum.
c) Keinginan masyarakat yang menghendaki agar Polantas lebih
professional dalam mewujudkan keamanan, ketertiban, pelanggaran
lalu lintas.
d) Penambahan sarana dan prasarana lalu lintas yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
107
2. Kendala
a) Ketidaktertiban berlalu lintas sebagai fenomena sehari-hari telah
dipandang sebagai suatu budaya sehingga kondisi yang ada dianggap
sebagai suatu yang wajar.
b) Sarana dan prasarana jalan belum mencerminkan dan belum
memperhatikan aspek keselamatan.
c) Perhatian pemerintah dan komponen masyarakat terhadap
keselamatan lalu lintas dan kepatuhan hukum masyarakat belum
menjadi keprihatinan bersama bahkan dianggap sebagai suatu accident.
d) Langkah sosialisasi terhadap aturan-aturan hukum tidak secara efektif
dilaksanakan dan tidak adanya kejelasan tanggung jawab instansi
tertentu.
e) Masih banyaknya Calo SIM menyebabkan kurangnya jaminan akan
kualitas pemegang SIM.
Dari beberapa alternatif strategi yang tergambarkan diatas :
1) Kuadran I, Situasi yang menguntungkan bagi aparat penegak hukum dan
instansi terkait untuk melakukan kreatifitas dan inovasi. Strategi ini
cenderung untuk melakukan agresi.
2) Kuadran II, meskipun dihadapkan pada kendala-kendala aparat
penegak hukum memiliki kekuatan secara internal, strategi ini dapat
dimanfaatkan untuk jangka panjang.
108
3) Kuadran III, Pada kondisi yang dihadapkan adanya peluang besar dan
kelemahan secara internal, maka strategi yang diambil adalah
meminimalkan masalah-masalah internal guna merebut peluang yang ada.
4) Kuadran IV, pada kondisi yang penuh dengan kendala dan kelemahan
maka kondisi ini cenderung untuk mempertahankan keadaan yang ada
(rutinitas).
Dengan upaya pemberdayaan kekuatan yang telah terbangun dan
terus dibangun serta memanfaatkan peluang yang ada, Penulis berpendapat
bahwa “strategi terpilih” adalah “strategi aparat penegak hukum dengan
kreativitas dan inovasi untuk memantapkan penegakan hukum dalam rangka
meningkatkan keselamatan lalu lintas dan kepatuhan masyarakat”.
109
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan lapangan yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, sehingga penyimpulan akhir mengenai Startegi
Manajemen Kepolisian Dalam Peningkatan Kesadaran Berlalulintas Pada
Pengemudi Kendaraan Bermotor Di Polres Metro Tangerang Kota adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Kekuatan, yaitu (1) Komitmen Pimpinan Polri untuk melakukan
perubahan pelaksanaan fungsi Lantas ke arah yang lebih baik melalui
pembinaan SDM dan peningkatan kualitas pelayanan. (2) Penambahan dan
peningkatan personil lalu lintas secara kuantitatif dan kualitatif dalam
mengimbangi tantangan tugas yang dilakukan secara bertahap.
2. Faktor Kelemahan, yaitu (1) Masih adanya personil Polantas yang
melakukan praktek pungutan liar maupun pungutan di luar ketentuan yang
dapat menurunkan citra Polantas. (2) Masih banyaknya Calo SIM
menyebabkan kurangnya jaminan akan kualitas pemegang SIM.
3. Faktor Peluang, yaitu (1) Dukungan partisipasi masyarakat yang bersifat
positif dalam pengawasan konstruktif terhadap kinerja Polisi lalu lintas yang
makin meningkat. (2) Keinginan masyarakat yang menghendaki agar
Polantas lebih professional dalam mewujudkan keamanan, ketertiban,
pelanggaran lalu lintas.
110
4. Faktor Ancaman, yaitu (1) Masih banyaknya perantara pembuat SIM
menyebabkan kurangnya jaminan akan kualitas pemegang SIM. (2)
Perhatian Pemerintah dan komponen masyarakat terhadap keselamatan
lalu lintas dan kepatuhan hukum masyarakat belum menjadi keprihatinan
bersama bahkan dianggap sebagai suatu accident.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil Penenitian tentang strategi Kepolisian dalam peningkatan
kesadaran berlalu lintas pada pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro
Tangerang Kota., maka peneliti mencoba memberikan saran dalam peningkatan
kesadaran berlalu lintas pada pengemudi kendaraan bermotor di Polres Metro
Tangerang Kota sebagai berikut :
1. Peningkatan kualitas penegakan hukum dibidang lalu lintas agar
penertiban berjalan dengan baik lagi dengan cara Pembinaan SDM di
Polres Metro Tangerang Kota dan juga meningkatan kualitas sistem
pelayanan untuk lebih mudahnya penanganan proses pelayanan kepada
masyarakat.
2. Meningkatkan teknologi berbasis elektronik dalam pelayanaan
pembuatan SIM secara online agar mengurangi melakukan praktek
pungutan liar maupun pungutan di luar ketentuan yang dapat
menurunkan citra Polisi.
3. Meningkatkan keharmonisan Kepolisian dan masyarakat agar terjalin
komunikasi yang baik sehingga masyarakat lebih dekat dengan pihak
111
Kepolisian dengan cara penyuluhan langsung ke tempat atau event
tertentu agar masyarakat lebih mengenal peraturan dan menciptakan
kerjasama antar masyarakat dan Aparat
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung.
Budiarto,Arif dan Mahmudah, 2007, Rekayasa Lalu Lintas,UNS Press, Surakarta
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada
University Press:Yogyakarta. Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Analiysis.
Gava Media: Yogyakarta.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Bumi Aksara: Jakarta.
Keban, Yeremias. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep
dan Teori. Gava Media: Yogyakarta.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan
Publik. Gava Media: Yogyakarta. Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Nurcholis, Hanif. 2009. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah (Pedoman
Pengembangan Perencanaan Pembangunan Partisipatif Pemerintah Daerah).
Grasindo: Jakarta. Nugroho, Eko. 2008. Partisipasi Masyarakat Desa. Andi: Yogyakarta. Nugroho,
Riant. 2008. Public Policy. PT Elex Media Komputindo: Jakarta.
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Negara. Alfabeta: Bandung.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Prenada Media: Jakarta. Santoso, Pandji. 2009. Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good
Governance. PT. Refika Aditama: Bandung.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta:
Bandung. Tjahjono, T., 2008, Rancangan Buku Pengantar Analisis dan Prevensi
Kecelakaan Lalu LintasJalan, Depok, Laboratorium Transportasi Departemen
Teknik Sipil, FTUI, Jakarta Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implemen- tasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus). Buku
Seru: Yogyakarta. Wiyoto, Budi. 2005. Riset Evaluasi Kebijakan: Mitos Ketakutan Birokrasi,
Instrumen,Strategik, Good Governanace. Bucetid Malang: Malang.
B. PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Keputusan Kapolri No.Pol.:KEP/54/X/2002 Tanggal 17Oktober 2002 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi Polri pada Tingkat
Kewilayahan.
KeputusanKapolriNo.Pol.:KEP/53/X/2002tanggal17 Oktober 2002 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi Pada Tingkat Mabes Polri,
dan Peraturan- Peraturan Pelaksanaan lainnya. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol:7 Tahun2006
Tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Surat Keputusan Kapolri No.Pol:Skep/20/IX/2005 tanggal 7 September 2005
Tentang Grand Strategi Polri 2005–2025,Jakarta,2005.
Surat Keputusan Direktur Lalu Lintas Polri No.Pol.:Skep/22/IX/1999 Tentang
Vademikum Polisi Lalu Lintas.
LAMPIRAN
Foto penyuluhan kepada anak sekolah sumber dari instagram
Foto penyuluhan kepada anak sekolah sumber dari polres metro tangerang
Foto wawan cara dengan ibu Kompol Triyani selaku Wasat Polres Merto Tangerang
Foto anggota Sat Lantas ketika sedang di adakannya rapat
Foto baliho yang berada di jalan Daan Mogot Tangerang
Foto baliho yang berada di jalan Jatiuwung Tangerang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI
Nama : KRISNA KRISTIANNING EFENDI
Tempat,Tanggal Lahir : Tangerang, 24 Nopember 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Email : [email protected] / [email protected]
Alamat : Jln. Bouraq Gg kav 3 RT 02 RW 01 No 09/08 Batusari Barat Batu Ceper
Tangerang / 15121
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN 6 Tangerang (1999-2005)
SMPN 1 Tangerang (2005-2008)
SMAN 2 Tangerang (2008-2011)
S1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Kota Serang Banten (2011-2018)