21
FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA PSIKOLOGI ISLAM SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN ILMU PENGETAHUAN Oleh: SURIANI Mahasiswa STAIDA Semester V 2010

FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA PSIKOLOGI ISLAM SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN ILMU PENGETAHUAN Oleh: SURIANI Mahasiswa STAIDA Semester V

2010

Page 2: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak pertengahan abad XIX, yang didakwahkan sebagai abad kelahiran psikologi

kontemporer di dunia Barat, terdapat banyak pengertian mengenai “psikologi” yang ditawarkan

oleh para psikolog. Masing-masing pengertian memiliki keunikan, seiring dengan

kecenderungan, asumsi dan aliran yang dianut oleh penciptanya. Meskipun demikian, perumusan

pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tiga pengertian.

Pertama, psikologi adalah studi tentang jiwa (psyche), seperti studi yang dilakukan Plato

(427-347 SM.) dan Aristoteles (384-322 SM.) tentang kesadaran dan proses mental yang

berkaitan dengan jiwa. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental,

seperti pikiran, perhatian, persepsi, intelegensi, kemauan, dan ingatan. Definisi ini dipelopori

oleh Wilhelm Wundt. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku organisme,

seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya, dan sebagainya.

Definisi yang terakhir ini dipelopori oleh John Watson.

Pengertian pertama lebih bernuansa filosofis, sebab penekanannya pada konsep jiwa.

Psikolog di sini berperan untuk merumuskan hakekat jiwa yang proses penggaliannya didasarkan

atas pendekatan spekulatif. Kelebihan pengertian pertama ini dapat mencerminkan hakekat

psikologi yang sesungguhnya, sebab ia dapat mengungkap hakekat jiwa yang menjadi objek

utama kajian psikologi. Kelemahannya adalah bahwa pengertian ini belum mampu membedakan

antara disiplin filsafat yang bersifat spekulatif dengan psikologi yang bersifat empiris. Psikologi

seakan-akan masih menjadi bagian dari disiplin filsafat, yang salah satu kajiannya membahas

hakekat jiwa.

Pengertian kedua mencoba memisahkan antara disiplin filsafat dengan psikologi,

sehingga fokus kajiannya pada kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi,

intelegensi, kemauan, dan ingatan. Namun pemisahan ini belum sempurna, sehingga antara

Page 3: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

3

disiplin filsafat dengan psikologi masih berbaur. Pengertian psikologi yang lazim dipakai dalam

wacana Psikologi Kontemporer adalah pengertian ketiga, karena dalam pengertian ketiga ini

mencerminkan psikologi sebagai disiplin ilmu yang mandiri yang terpisah dari disiplin filsafat.

Pada pengertian ketiga ini, fokus kajian psikologi tidak lagi hakekat jiwa, melainkaan gejala-

gejala jiwa yang diketahui melalui penelaahan perilaku organisme. Manusia merupakan mahluk

hidup yang memiliki jiwa, namun secara empirik hakekat jiwa tersebut tidak dapat diketahui,

sehingga psikologi hanya membahas mengenai proses, fungsi-fungsi, dan kondisi kejiwaan. Bagi

psikolog tertentu, khususnya dari kalangan Psiko-behavioristik, tidak begitu tertarik dengan

membicarakan hakekat jiwa. Mereka bahkan tidak memperdulikan perbedaan jiwa manusia

dengan jiwa binatang. Yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana memberi rangsangan atau

stimulus pada jiwa tersebut agar ia mampu meresponsnya dalam bentuk perilaku.1

Barat dalam memberi gambaran tentang gejala kejiwaan cenderung melakukan penelitian

terhadap manusia dan juga binatang, karena dalam pandangan Barat, manusia tak jauh berbeda

dengan manusia yang sama-sama memiliki kebutuhan (baik kebutuhan jasmani maupun naluri)

serta keinginan untuk memenuhinya. Hal ini kemudian dibantah oleh salah seorang pakar

psikologi Islam Dr. Abdul Mujib dalam bukunya Kepribadian Dalam Psikologi Islam yang

mengungkapkan bahwa, perilaku umat Islam tidak sepatutnya dinilai dengan kacamata teori

kepribadian Barat yang sekuler, karena keduanya memiliki frame yang berbeda dalam melihat

realita. Perilaku yang sesuai dengan perintah agama seharusnya dinilai baik, dan apa yang

dilarang oleh agama seharusnya dinilai buruk. Agama memang menghormati tradisi (perilaku

yang ma‟ruf), tetapi lebih mengutamakan tuntunan agama yang baik (khayr).2

Hal di ataslah yang kemudian melahirkan sebuah pemikiran yang cemerlang bahwa

dalam mempelajari gejala kejiwaan yang dialami oleh manusia khususnya umat Islam maka tak

cukup hanya dengan semata mengambil pandangan dari tokoh psikologi Barat, karena dasar dari

pemikiran yang melahirkan sebuah pemahaman dan keilmuan antara Barat dengan kaum

muslimin adalah berbeda. Jika Barat hanya sekedar mengkaji gejala kejiwaan manusia pada

aspek-aspek yang nampak dari tingkah laku manusia saja, maka Islam tak terbatas pada itu saja,

karena dalam pandangan Islam manusia hidup di dunia ini tak semata perbuatannya itu lahir apa

yang diinginkan oleh manusia itu sendiri melainkan ada kejadian-kejadian yang dialami manusia

1 Cecilia G. Samekto, Kamus Istilah Kunci Psikologi, Kanisius: Yogyakarta, 1989, hal. 236-237 2 http://www.ilmupsokologi.com/Jakarta, 17-12-2010/13.35

Page 4: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

4

di mana manusia tidak punya kuasa untuk menolak (baik itu mau menerima ataupun menolak).

Hal ini disebut oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dengan istilah Lingkaran Yang Menguasai

Manusia.3 Dalam konteks ini beliau menjelaskan bahwa perbuatan manusia ada yang terjadi

karena sudah menjadi ketetapan Sang Pencipta (Allah SWT) di mana manusia harus menerima

itu sebagai sebuah Sunnatullah.4

Pada dasarnya, konsep pengamatan tentang kejiwaan bukanlah sesuatu yang baru dalam

Islam, karena telah banyak ilmuan-ilmuan Islam yang memberikan pandangannya tentang

konsep kejiwaan, seperti Imam al-Ghazali yang berbicara tentang An-Nafs, Taqiyuddin yang

membahas tentang Af‟al Al-Insan dan lain sebagainya. Sehingga sejatinya kaum muslimin sudah

selayaknya berbicara tentang psikologi dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran dari kalangan

ilmuan Islam, bukan terfokus pada pemikiran psikologi Barat.

Namun nampaknya, berbicara tentang hal ini tak sesederhana di atas, karena faktor yang

menjadikan psikologi Islam belum diakui oleh dunia Internasional sebagai sebuah disiplin ilmu

pengetahuan tak hanya karena ilmuan kaum muslimin yang tak menjadikan Islam sebagai acuan

keilmuannya, melainkan ada faktor eksternal yang memicu hal itu terjadi. Dan faktor tersebut

adalah karena tidak dijadikannya Islam sebagai sebuah Ideologi, bahkan kini Ideologi yang

menaungi dunia termasuk dunia Islam adalah Ideologi Kapitalisme yang bersumber dari Barat.

Hal inilah yang menjadikan Barat sebagai kiblat bagi seluruh dunia dalam segala lini kehidupan.

Salah satunya adalah di bidang pendidikan dan keilmuan. Faktor inilah yang menyebabkan Islam

kini tidak lagi dipandang sebagai sebuah Agama yang juga memiliki konsep keilmuan yang bisa

digunakan dalam kanca pendidikan dan keilmuan. Sehingga, untuk menjadikan Islam sebagai

bagian dari keilmuan yang diakui maka faktor ekternal ini pun harus dirubah agar tidak

melahirkan hegemoni yang mendiskreditkan Islam.

3 Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, PTI: Bogor, 1993, hal. 23 4 Ibid, hal. 24

Page 5: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

5

B. RUMUSAN MASALAH

Dari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas

beberapa hal yang dijadikan sebagai rumusan masalah, di antaranya sebagai berikut:

1. Apakah Islam telah membahas masalah Kepribadian?

2. Bagaimana pandangan Islam tentang Kepribadian?

3. Bagaimana pula pandangan Islam tentang Tingkah Laku Manusia?

4. Layakkah Psikologi Kepribadian Islam dijadikan sebagai bagian dari cabang ilmu

psikologi?

5. Faktor-faktor yang meyebabkan Psikologi Kepribadian Islam belum dijadikan sebagai

sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang diakui oleh dunia Internasional?

Page 6: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

6

BAB II

PEMBAHASAN

FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ISLAM

SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN ILMU PENGETAHUAN

A. ISLAM TELAH MEMBAHAS KONSEP KEPRIBADIAN

Konsep atau teori kepribadian Islam harus segera tampil untuk menjadi acuan normatif

bagi umat Islam. Perilaku umat Islam tidak sepatutnya dinilai dengan kacamata teori kepribadian

Barat yang sekuler, karena keduanya memiliki frame yang berbeda dalam melihat realita.

Perilaku yang sesuai dengan perintah agama seharusnya dinilai baik, dan apa yang dilarang oleh

agama seharusnya dinilai buruk. Agama memang menghormati tradisi (perilaku yang ma‟ruf),

tetapi lebih mengutamakan tuntunan agama yang baik (khayr).

Para psikolog dalam melakukan interpretasi test-test psikologi terhadap klien terkadang

memerankan diri sebagai Tuhan (play God), melalui alat yang disebut dengan instrumen atau alat

test tertentu, padahal ia hanya tahu kulit luarnya saja. Ironisnya, hal itu menjadi acuan untuk

diterima-tidaknya seseorang menjadi pegawai atau jabatan tertentu. Bagi calon pegawai yang

mengerti tentang kiat-kiat sukses dalam test kepribadian, ia akan belajar terlebih dahulu

bagaimana caranya agar ia mendapat nilai baik, karena alat testnya diulang-ulang (itu-itu saja).

Test kepribadian dalam konteks ini tidak akan mampu menunjukkan kepribadian yang

sesungguhnya.

Untuk diakui sebagai disiplin ilmu, membangun teori kepribadian berbasis Psikologi

Islam akan menghadapi problem metodologis yang rumit. Hal itu terjadi sebab Psikologi

Kepribadian Islam berada di dua persimpangan jalan yang harus dilalui. Persimpangan pertama

harus melalui prinsip-prinsip ilmiah psikologi modern, sementara persimpangan kedua harus

melalui nilai-nilai doktriner dalam Islam. Pada aspek tertentu kedua persimpangan itu mudah

dilalui secara simultan, namun pada aspek yang lain justru bertabrakan yang salah satunya tidak

mau dikalahkan.

Page 7: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

7

Betapapun sulit dan bahkan akan mengalami proses pendangkalan dan klaim tergesah-

gesah, upaya membangun Psikologi Kepribadian Islam tidak dapat ditundah-tunda lagi.

Fenomena perilaku yang menimpah umat Islam akhir-akhir ini tidak mungkin dapat dianalisis

dengan teori-teori Psikologi Kepribadian Barat. Perilaku radikalisme beragama, bom bunuh diri

yang populer dengan sebutan bom syahid, maraknya jamaah zikir dan muhasabah, senyumnya

Amrozi saat divonis mati adalah sederetan perilaku yang unik dan membutuhkan analisis khusus

dari teori-teori Psikologi Kepribadian Islam. Boleh jadi dalam teori Psikologi Kepribadian Barat

perilaku tersebut merupakan patologis, sementara dalam Psikologi Kepribadian Islam diyakini

sebagai perilaku yang mencerminkan aktualisasi diri atau realisasi diri.

Menghadirkan disiplin kepribadian Islam tidaklah mudah, sebab hal itu mengundang

banyak pertanyaan. Klaim ketidakilmiahan dan kerancuan metodologis menjadi senjata

penyerangan bagi mereka yang antipati terhadap kehadiran disiplin yang berbasis agama.

Bukankah psikologi kepribadian selama ini hanyalah hasil adopsi dari teori-teori Barat? Apakah

hal itu tidak menjadikan bias budaya? Mungkinkah teori yang dihasilkan dari penelitian atau

eksperimen budaya Barat, bahkan ‟budaya‟ binatang (karena eksperimennya menggunakan

binatang), dijadikan pisau analisis dalam melihat perilaku umat Islam?

Uichol Kim, seorang psikolog asal Korea, mengkritisi psikologi Barat yang

menyamaratakan pandangan psikologinya sebagai human universal dengan menawarkan konsep

psikologi pribumi (the indigenous psychology). Menurut Kim, yang dikutip Achmad Mubarok,

manusia tidak cukup dipahami dengan teori psikologi Barat, karena psikologi Barat hanya tepat

untuk mengkaji manusia Barat sesuai dengan kultur sekulernya yang melatarbelakangi lahirnya

ilmu itu. Untuk memahami manusia di belahan bumi lain harus digunakan pula basis kultur

dimana manusia itu hidup.

Ketika psikologi Islam menghadirkan konsep kepribadian, masalah pertama yang perlu

dipahami terlebih dahulu adalah terminologi apakah menggunakan istilah kepribadian Islam (al-

syakhshiyyah al-Islamiyyah) atau kepribadian muslim (syakhshiyyat al-muslim):

Pertama, Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku manusia, baik sebagai

mahluk individu maupun mahluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang

bersumber dari al-Qur‟an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber tersebut, para pakar berusaha

berijtihad untuk mengungkap bentuk-bentuk kepribadian menurut ajaran Islam, agar bentuk-

bentuk itu diterapkan oleh pemeluknya. Rumusan kepribadian Islam di sini bersifat deduktif-

Page 8: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

8

normatif yang menjadi acuan bagi umat Islam untuk berperilaku. Oleh karena sifatnya yang

deduktif-normatif maka kepribadian Islam di sini diyakini sebagai konsep atau teori kepribadian

yang ideal, yang ‟seharusnya‟ dilakukan oleh pemeluk agama Islam.

Kedua, Kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku orang/umat Islam yang

rumusannya digali dari penelitian perilaku kesehariannya. Rumusan kepribadian muslim di sini

bersifat induktif-praktis, karena sumbernya dari hasil penelitian terhadap perilaku keseharian

orang/umat Islam. Boleh jadi dalam penelitian itu ditemukan (1) pola kepribadian yang ideal,

karena kepribadian itu sebagai implementasi dari ajaran agama; (2) pola yang menyimpang

(anomali), karena perilaku yang ditampilkan bertentangan dengan ajaran agamanya, sekalipun

dirinya berpredikat muslim. Dalam konteks ini, keburukan atau kejahatan perilaku orang/umat

Islam tidak dapat digeneralisir bahwa ajaran Islam itu buruk dan jahat. Artinya, kepribadian

muslim belum tentu mencerminkan kepribadian Islam.

Buku ini menggunakan pola kepribadian Islam bukan kepribadian muslim. Artinya, uraian-

uraian yang ditampilkan berdasarkan ajaran normatif Islam yang harus dilakukan oleh muslim.

Karena normatif sifatnya maka buku ini menampilkan kepribadian yang ‟seharusnya‟, bukan

”apa adanya‟ dari perilaku umat Islam.

B. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEPRIBADIAN

Secara terperinci, konsep kepribadian manusia dalam pandangan Islam telah di bahas

oleh beberapa ilmuan Islam. Menurut Taqiyuddin An-Nabhani, kepribadian (syakhshiyah) pada

setiap manusia terbentuk oleh pola pikir („aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah)-nya. Bentuk utbuh,

wajah, keserasian (fisik) dan sebagainya bukan unsur pembentuk syakhshiyah. Sebab semua itu

hanyalah kulit (penampakan lahiriyah) semata. Sangat dangkal jika ada yang beranggapan

bahwa semua itu merupakan salah satu faktor yang membentuk dan mempengaruhi

syakhshiyah.5

„Aqliyah (pola pikir) adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu; yakni cara

mengeluarkan keputusan hukum tentang sesuatu, berdasarkan kaidah tertentu yang diimani dan

diyakini seseorang. Atau dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pola piker merupakan hasil

pemikiran yang dimiliki oleh seseorang setelah melakukan proses pendalaman ilmu tentang

5 Hizbut Tahrir, Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, HTI Press: Jakarta, 2004, hal. 9

Page 9: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

9

sesuatu yang kemudian melahirkan sebuah pemahaman yang akan mempengaruhi segala

pendapat-pendapat yang dianggapnya sesuai dengan pola pikirnya. Sehingga apabila seseorang

mengeluarkan pendapat yang didasarkan pada Akidah Islam maka pola pikirnya bisa disebut

sebagai „Aqliyah Islamiyah (pola pikir yang Islami). Jika pendapatnya itu didasarkan pada selain

dari Aqidah Islam maka pola pikirnya disebut „Aqliyah ghaira Islamiyah (pola pikir selain

Islam).

Sedangkan nafsiyah (pola sikap) adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi

tuntutan gharizah (naluri) dan hajat al-„adhawiyah (kebutuhan jasmani); yakni upaya untuk

memenuhi tuntutan berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakininya. Atau dengan kata lain,

nafsiyah yaitu bentuk tingkah laku seseorang yang dilakukan dalam rangka memenuhi

kebutuhannya berdasarkan apada apa yang diyakininya atau yang dipahaminya. Jika pemenuhan

terhadap kebutuhannya itu berdasarkan Akidah Islam, maka pola sikapnya dinamakan nafsiyah

Islamiyah (pola sikap Islami), sebaliknya jika pola sikapnya tidak didasarkan pada Islam maka

pola sikapnya disebut pola sikap yang tidak Islami (nafsiyah ghaira Islamiyah).

Dalam konteks ini, disebut apa jenis kepribadian seseorang tergantung pada pembentukan

„aqliyah dan nafsiyah yang dimilikinya. Pembentukan kepribadian seseorang sangat bergantung

pada mafahim (pemahaman) yang dimilikinya akan sesuatu.6 Atau dengan kata lain, dapat

disebutkan bahwa pembentukan pola pikir serta pola sikap seseorang sangat tergantung pada

pemahaman yang dimilikinya sehingga akan melahirkan sebuah persepsi terhadap sesuatu yang

akan mempengaruhi gejolak kejiwaannya. Seseorang akan memenuhi kebutuhan jasmaninya

dengan melakukan aktifitas atau perbuatan seperti makan, dan dia akan makan berdasarkan

makanan apa yang ia pahami dan ia pikirkan dalam pemikirannya. Manakala ia memahami

bahwa Islam mengharuskan memakan makanan yang halal, maka ia akan mencari makanan yang

halal untuk dimakannya, sebaliknya, manakala pemahamannya hanya sebatas pemenuhan

kebutuhan jasmani semata, maka ia akan makan apa saja yang ia kehendaki berdasarkan

dorongan instiknya tanpa bersandar pada sebuah pemahaman yang membuatnya terikat pada

suatu aturan yang jelas dan baku.

Seseorang bisa dikatakan berkepribadian Islam jika menjadikan Aqidah Islam sebagai

asas dalam membentuk „aqliyah dan nafsiyah-nya.7 Artinya bahwa, seseorang haruslah

6 Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyah Islamiyah, PTI: Bogor, 2003, hal. 1 7 Hizbut Tahrir, Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, HTI Press: Jakarta, 2004, hal. 10

Page 10: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

10

menyesuaikan pola pikir dan pola sikapnya pada apa yang diimani dan menjalankannya sesuai

dengan ketentuan yang diimani tersebut. Dan Islam sebagai asas dalam aqidah Islam harus

dijadikan dasar dalam membentuk pola pikir yang mempengaruhi pola sikapnya agar bisa

disebut memiliki kepribadian Islam.

Sebuah kepribadian dapat dikatakan sempurna apabila antara pola pikir dan pola sikap

berjalan seiringan, yakni pemikiran seseorang haruslah sesuai dengan perbuatannya, demikian

pula sebaliknya, perbuatan atau tingkah laku seseorang haruslah sejalan dengan apa yang

dipahami oleh pemikirannya. Seperti, jika seseorang memahami bahwa Allah adalah Tuhan

Yang Esa, maka ia tidak boleh melakukan perbuatan yang membuatnya menyekutukan Allah

sebagai satu-satunya Tuhan yang ia yakini. Apabila pola pikir tidak sejalan dengan pola sikap,

atau berbeda antara yang dipahami dengan yang dilakukan maka orang tersebut dipandang tidak

memiliki kepribadian yang Islami. Hal inilah yang menjadikan konsep kepribadian Islam unik

sehingga berbeda dengan kepribadian yang selama ini dipahami dan dikembangkan oleh dunia

Barat.

Hal ini telah menjadi bukti bahwa Islam telah memiliki konsep psikologi dalam hal

kepribadian sehingga kepribadian Islam pun layak dijadikan sebagai sebuah disiplin ilmu dalam

dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan karena konsep pemikirannya telah sesuai dengan

pembentukan tingkah laku seseorang yang dikaitkan dengan agama yang diyakininya, khususnya

bagi kalangan kaum muslimin. Perbedaan antara pola keribadian Islam yang terikat dengan

aturan Islam inilah yang menjadikan kepribadian Islam berbeda dengan psikologi Barat yang

hanya mengarah pada aspek kebutuhan manusia serta pemenuhannya yang didasarkan pada

dorongan instink, id, ego dan superego semata. Hal ini pula yang menjadikan kepribadian Islam

memiliki konsep akan perbuatan manusia, bahwa tidak semua yang terjadi pada manusia itu

muncul karena sifat naluriah atau naturalisasi, melainkan ada kejadian-kejadian di mana bukan

manusia yang menghendaki itu terjadi bahkan manusia tak kuasa untuk menolaknya, seperti

kelahiran, fitrah wanita yang berbeda dengan pria, kematian, musibah dan lain sebagainya yang

akan dibahas pada poin berikutnya.

Page 11: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

11

C. PANDANGAN ISLAM TENTANG TINGKAH LAKU MANUSIA

Tingkah laku manusia dalam pandangan psikologi Barat merupakan respon dari stimulus

yang ia dapatkan di luar dari dirinya. Misalnya, seseorang akan meraih suatu benda dengan

respon mengulurkan tangannya jika ada stimulus yang membuatnya berbuat itu, dan stimulus itu

adalah adanya orang lain yang mengarahkan benda tersebut kepada dirinya.

Lebih jauh, menurut pandangan ini, manusia akan memenuhi kebutuhannya berdasarkan

dorongan instinknya semata, sehingga manakala seseorang mengalami kematian karena

kelaparan maka itu naturalisme dari ketidakpatuhannya akan dorongan instink. Barat dalam

mengemukakan pendapatnya serta dalam memperkenalkan pendapatnya selalu didasari pada

pembuktian secara empiris bahwa pendapatnya itu telah terbukti kebenarannya. Namun

disayangkan, Barat dalam mempelajari tentang tingkah laku hanya mengamati apa yang nampak

dari luar manusia itu semata, bahkan menyamakan hasil psikologinya antara kejiwaan manusia

dengan binatang.

Meski diakui bahwa manusia memang memiliki kesamaan dengan hewan dalam hal

sama-sama memiliki naluri dan kebutuhan jasmani serta adanya upaya untuk memenuhinya,

namun yang membedakan dari keduanya adalah dalam aspek upaya pemenuhannya tersebut. Jika

hewan memenuhi kebutuhannya sebatas dorongan instink semata, maka berbeda dengan

manusia, manusia dalam memenuhi naluri dan kebutuhan jasmaninya tidak semata karena

adanya dorongan instink yang melahirkan perbuatan sesuai dengan instinknya, melainkan

manusia dalam memenuhi kebutuhannya haruslah terikat dengan aturan-aturan agama yang

mengatur perbuatannya. Hal ini disebabkan karena manusia diberi keunggulan dengan anugerah

akal yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh hewan. Lebih lanjut aspek ini akan dibahas pada

pembahasan berikutnya.

Dalam Islam, ada beberapa hal yang akan dikemukakan saat membahas tentang

perbuatan manusia dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan karena perbuatan yang lahir dari

manusia akan menunjukkan keluhuran manusia sebagai makhluk Allah yang sempurna sekaligus

mematahkan pendapat ilmuan Barat yang menyatakan bahwa manusia itu sama bahkan berasal

dari hewan (baca, teori Darwin).

Page 12: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

12

Dalam Al-Quran, Allah SWT brfirman:

Artinya: Katakanlah; “Tidak ada bahaya yang akan menimpa kami kecuali apa yang telah

ditetapkan Allah atas kami…” (QS. At-Taubah [9]: 51)

Di ayat lain, Allah pun berfirman:

Artinya: Tidak tersembunyi sebesar zarrah (atom) pun yang ada di ruang angkasa dan bumi.

Tidak ada yang lebih kecil dari itu dan tidak pula yang lebih besar melainkan semuanya sudah

ada dalam Kitab yang jelas (pada ilmu Allah). (QS. Saba‟ [34]: 3)

Ayat-ayat di atas, juga ayat-ayat yang semisalnya sering dipakai oleh kebanyakan orang

(ahli kalam) pada saat membahas perbuatan manusia untuk dijadikan dalil seolah-olah manusia

“dipaksa” untuk melakukan perbuatannya. Dan bahwasanya semua perbuatan itu dilakukan

karena “dipaksa” oleh adanya Iradah (kehendak). Dikesankan pula bahwa Allah telah

menciptakan manusia sekaligus perbuatannya. Mereka berusaha menguatkan pendapat mereka

dengan dalil:

Artinya: Padahal Allah yang menciptakanmu termasuk apa yang kamu kerjakan. (QS. Ash-

Shaffaat [37]: 96)

Page 13: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

13

Terdapat beberapa kalangan ilmu Kalam yang membahas tentang perbuatan manusia, di

antaranya: dari kalangan Ahli Sunnah memiliki pendapat bahwa manusia itu memiliki apa yang

disebut kasb ikhtiari di dalam perbuatan-perbuatannya (tatkala manusia hendak berbuat sesuatu

maka Allah menentukan/menciptakan amal perbuatan tersebut), sehingga manusia akan dihisab

(dimintai pertanggungjawaban) atas perbuatannya tersebut. Kalangan Mu‟tazilah berpendapat

bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya dan manusia akan dimintai

pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut karena ia sendirilah yang

menciptakan/menghendaki perbuatannya itu. Sedangkan kalangan Jabariyah berpendapat bahwa

Allah menciptakan hamba beserta perbuatannya. Ia “dipaksa” melakukan perbuatannya dan tidak

bebas memilih, ibarat bulu yang terbang sesuai dengan arah angin menerbangkannya.8

Ketika mengamati tentang hakekat perbuatan manusia maka akan kita jumpai bahwa

manusia itu hidup di dalam dua area, yakni area yang dikuasai oleh manusia dan area yang

menguasai manusia. Arean pertama, yakni area yang dikuasai oleh manusia merupakan area

yang berada di bawah kekuasaan manusia di mana semua perbuatan yang terjadi pada dirinya

ditentukan berdasarkan pilihannya sendiri. Dalam area ini manusia bebas untuk memilih apakah

akan melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya, seperti keinginan manusia untuk

memenuhi kebutuhan jasmaninya (makan) apakah memakan makanan yang halal (sesuai dengan

perintah Allah) ataukah yang haram (yang bertentangan dengan perintah Allah) ini berada pada

kekuasaan dan kebebasan manusia untuk memilih. Dalam inilah maka dikatakan bahwa manusia

akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di hari kiamat kelak karena dialah yang

menentukan perbuatannya sendiri dan tidak berkaitan dengan Sunnatullah.

Adapun area yang kedua, yakni area yang menguasai manusia merupakan area di mana

kejadian yang terjadi terhadap diri manusia adalah di luar dari pilihan manusia itu sendiri, tanpa

memiliki andil sedikitpun untuk memilih atau meninggalkannya, baik itu kejadian yang berasal

dari dirinya sendiri ataukah yang menimpa dirinya.

Kejadian-kejadian pada area ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama, kejadian yang

ditentukan oleh nidzamul wujud (Sunnatullah).9 Dalam hal ini, manusia dipaksa untuk tunduk

kepadanya. Manusia harus berjalan sesuai ketentuan Sunnatullah, sebab ada kejadian di mana

manusia harus menjalaninya sesuai dengan mekanisme tententu yang tidak kuasa untuk

8 Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, PTI: Bogor, 1993, hal. 22 9 Ibid, hal. 24

Page 14: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

14

dilanggarnya. Misalnya, manusia datang (lahir) dan meninggalkan (mati) dunia ini tanpa sesuai

dengan kemauannya. Ia tidak dapat terbang ke udara, berjalan di atas air, tidak dapat

menciptakan sendiri warna biji matanya, bentuk kepala dan tubuhnya, dan lain sebagainya. Akan

tetapi Allah SWT lah yang menciptakan semua itu tanpa ada pengaruh atau tanpa ada

hubungannya sedikitpun dengan hamba (makhluk)-Nya. Inilah ketetapan yang tak kuasa manusia

untuk melanggarnya, menolaknya bahkan mengubahnya. Sehingga atas kejadian-kejadian yang

telah ditetapkan oleh Sunnatullah ini manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban, karena

di luar dari kekuasaannya.

Kedua, yakni kejadian yang tidak ditentukan oleh Sunnatullah namun berada di luar

kekuasaan manusia, yaitu perbuatan yang berasal dari manusia atau yang menimpanya yang

sama sekali tidak mampu untuk ditolaknya.10

Misalnya, seseorang yang terjatuh dari atas tembok

lalu menimpa orang lain hingga mati, atau orang yang menembak burung tetapi tidak sengaja

mengenai orang lain hingga mati. Menembak burung kemudian tembakan itu menimpa orang

lain hingga mati bukanlah sebuah Sunnatullah. Artinya, saat menembak buruk tidak akan selalu

tertimpa kepada orang lain kemudian menyebabkan orang tersebut meninggal. Ini adalah

kejadian yang tidak disangka oleh manusia, sehingga manusia juga tidak kuasa untuk menolak

kejadian ini karena terjadi di luar kekuasaannya meski tidak terikat dengan Sunnatullah. Dalam

kejadian ini maka manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban karena kejadian yang

menimpa dirinya bukanlah sesuai dengan kehendaknya, dan ia tidak kuasa untuk menolaknya.

Dalam perbuatannya manusia melakukannya dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya sebagai fitrah atasnya, yakni gharizah (naluri) dan hajatul „adhawiyah (kebutuhan

jasmani). Dalam gharizah nau‟ (naluri melestarikan keturunan) telah diciptakan khasiat

dorongan seksual, sedang pada hajatul „adhawiyah diciptakan khasiat seperti rasa lapar, haus dan

sebagainya. Semua khasiat ini dijadikan oleh Allah bersifat baku sesuai dengan Sunnatul Wujud

(peraturan alam yang ditetapkan Allah).11

Khasiat-khasiat yang telah ditetapkan atas manusia di atas memiliki qabiliyah (potensi)

yang dapat digunakan oleh manusia dalam bentuk amal kebaikan apabila sesuai dengan perintah

Allah dan akan menjadi amal kejahatan apabila melanggar perintah Allah. Khasiat-khasiat yang

dimiliki oleh naluri dan kebutuhan jasmani dalam diri manusia ditakdirkan oleh Allah dan

10 Ibid, hal. 25 11 Ibid, hal. 26

Page 15: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

15

dijadikannya bersifat baku, mempunyai pengaruh/efek yang menghasilkan suatu perbuatan.

Akan tetapi, bukanlah khasiat-khasiat tersebut yang melakukan perbuatan, melainkan manusialah

yang melakukan perbuatan saat ia menggunakan khasiat-khasiat tersebut. Sebagai contoh,

dorongan seksual yang ada pada gharizah nau‟ memang memiliki potensi kebaikan atau

keburukan. Namun perbuatan itu bukanlah dihasilkan oleh naluri tersebut, melainkan dihasilkan

oleh manusia itu sendiri. Sebab Allah telah menciptakan akal bagi manusia. Dan di dalam tabiat

akal diciptakan kemampuan memahami serta mempertimbangkan. Akal inilah yang akan

digunakan oleh manusia dalam menciptakan perbuatannya untuk memenuhi kebutuhannya.

Apakah ia akan memenuhi dorongan seksualnya sesuai dengan perintah Allah hingga

menghasilkan kebaikan ataukah memenuhinya dengan melanggar aturan Allah sehingga

menghasilkan keburukan dan kejahatan.12

Allah SWT berfirman:

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan

siang, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al-Imran:

190)

Akal inilah yang akan menjadi keunggulan bagi manusia yang tidak dimiliki oleh hewan,

sehingga manusia dalam melakukan perbuatannya berdasarkan pada kemampuan akalnya. Akal

ini pulalah yang akan menghantarkan manusia untuk memilih perbuatannya sehingga akan

dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dipilihnya tersebut.

Hal ini dapat dijadikan hujjah untuk membantah anggapan beberapa kalangan psikologi

Barat yang maengatakan bahwa manusia berjalan berdasarkan dorongan instinknya semata.

Pendapat ini wajar muncul di dunia Barat karena penelitian tentang perilaku dilakukan terhadap

manusia dan hewan kemudian disimpulkan sama antara perilaku yang muncul baik dari manusia

maupun oleh hewan.

Inilah keunikan Islam dalam mengungkapkan keilmuannya, yang berbeda dengan sudut

pandang Barat. Islam mengkaji ilmu secara mendalam kemudian dikaitkan dengan Agama yang

12 Ibid, hal. 28

Page 16: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

16

memang memiliki peranan dalam terciptanya perbuatan atas manusia. Hal ini menjadikan Islam

layak dijadikan sebagai rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan yang sejatinya memiliki konsep

yang terperinci.

D. FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

ISLAM SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN ILMU

Meskipun telah diungkapkan bahwa psikologi kepribadian Islam layak dijadika sebagai

sebuah disiplin ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu-ilmu psikologi lainnya, namun

kenyataannya amat sulit untuk mewujudkannya. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang

menjadi penghambat tercapainya hal tersebut. Ada dua faktor yang bisa dikemukakan untuk

membahas permasalahan ini, yakni:

1. Faktor internal, kemampuan para ilmuan Islam

Pada faktor pertama ini, akan dikemukakan bahwa belum dijadikannya kepribadian Islam

sebagai sebuah disiplin ilmu disebabkan karena kemampuan dari kalangan ilmuan Islam. Hal ini

bukan berarti dikatakan bahwa tidak ada dari kalangan umat Islam yang mampu membahas

masalah kepribadian Islam, justru banyak namun mereka dalam memberi pandangan tentang

psikologi lebih cenderung mengadopsi pendapat dari kalangan Barat sehingga yang terjadi hanya

penjelasan kembali terhadap pendapat ilmuan Barat. Hal ini kemudian memicu ketidakmandirian

dari kaum muslimin untuk mau menggali sendiri dengan kemampaunnya dan merujuk pada

sumber-sumber yang berasal dari Islam sendiri. Kalaupun ada yang memberi kata “Islam” pada

topik pembahasan psikologinya maka ini hanyalah upaya memberi pandangan menurut Islam

tentang ilmu psikologi Barat.

Hal ini tak semestinya terjadi, karena pada faktanya, kaum muslimin pun sebenarnya

mampu untuk menggali dan mengembangkan keilmuan Islamnya dengan sumber yang juga telah

ada, tanpa harus merujuk pada Barat yang sejatinya kebenaran terhadap pendapat mereka pun

masih harus dipertanyakan. Bahkan dunia Barat pun dalam mengembangkan ilmu

pengetahuannya sering menjadikan Alquran sebagai rujukan, karena dipandang Alquran

memiliki sumber keilmuan yang dibutuhkan oleh dunia ilmu pengetahuan. Hanya saja, tentu

hasil pengkajian mereka terhadap isi Alquran akan berbeda dengan yang dipahami oleh kaum

muslimin karena mereka sendiri tidak mengimani Alquran juga tidak mengimani Allah sebagai

pencipta dari kitab tersebut. Sehingga apabila kaum muslimin mengadopsi pemikiran Barat

Page 17: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

17

dalam memahami Alquran maka bisa dipastikan kaum muslimin akan mengalami kesalahan

dalam menafsirkan juga dalam merealisasikannya.

Badri (1981), seorang psikolog berkebangsaan Sudan, mengingatkan agar umat Islam

berhati-hati dalam menyerap psikologi Barat. Menurut Badri, pengulangan yang tanpa dipikir

lagi atas teori-teori dan praktek-praktek Barat dalam disiplin psikologi merupakan sebuah

ancaman yang serius terhadap status ideologi Islam, terutama diantara kaum pemikir dan kaum

awam Islam. Secara khusus Badri (sebagaimana yang dikutip oleh Bastaman, 1997) mengecam

keras aliran Psikoanalisis dan Behaviorism yang cukup dominan dewasa ini. Badri mengecam

corak reduksionistis oleh penganut Behaviorism yang menganggap tingkah laku manusia

(termasuk penghayatan etis religius) semata-mata bersumber dari pengalaman menerima faktor-

faktor penguat berupa reward and punishment.

Lebih keras Badri mengecam Psikoanalisis, antara lain terhadap konsep Id, Ego, dan

Superego, serta Oedipus Complex yang menurut Badri tidak lebih sekedar mitos belaka, bukan

hasil penelitian ilmiah. Begitu pula pandangan Sigmund Freud bahwa agama hanyalah sebuah

ilusi, penyakit jiwa yang dapat menghambat perkembangan kecerdasan, dan banyak lagi

pandangan lainnya. Teori-teori demikian sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam,

namun karena dilapisi dengan “gula”, kemudian dibungkus dan diberi label “ilmu pengetahuan”,

maka banyak umat Islam yang tergoda dan tentu sangat berbahaya bila diserap begitu saja .13

Sejatinya kaum muslimin harus lebih berhati-hati dalam upayanya mengembangkan

illmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan akan mempengaruhi tingkah laku sebagaimana

yang telah dibahas sebelumnya. Kaum muslimin pun harusnya beruapaya untuk

mengembangkan keilmuan Islam dengan kemandirian tanpa merujuk pada dunia Barat.

Meskipun dalam Islam pun dibolehkan untuk mengadopsi pemikiran Barat selama tidak

bertentangan dengan Aqidah Islam, namun selama kaum muslimin bisa melakukannya sendiri

maka itu tentu jauh lebih baik.

Tokoh-tokoh ilmuan Islam haruslah menyumbangkan kemampuan yang dimilikinya

sehingga dapat menjadi acuan/referensi bagi generasi-generasi berikutnya sehingga tidak ada

kekeliruan di dalam memahami ilmu pengetahuan. Saat mengambil pendapat Barat pun

hendaknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum disajikan sebagai sebuah ilmu

ppengetahuan yang dibahas dalam kontek ilmu pengetahuan Islam.

13 http://www.ilmupsikologi.com/15-12-2010/14.05

Page 18: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

18

2. Faktor eksternal, tidak dijadikannya Islam sebagai sebuah Ideologi

Pada faktor yang pertama, tak dapat dipungkiri bahwa kaum muslimin mengalami

kemunduran dalam ilmu pengetahuan dan upaya mengembangkannya. Keadaan kaum muslimin

kini jauh berbeda dengan masa di masa Islam mengalami kemajuan dalam peradaban, termasuk

pada aspek pendidikan dan ilmu pengetahuannya. Namun, ketika diamati, kemunduran ini tidak

hanya disebabkan oleh faktor internal atau berasal dalam diri kaum muslimin itu sendiri,

melainkan ada faktor eksternal yang juga turut andil dalam menciptakan kemunduran tersebut.

Adapun faktor tersebut yakni karena tidak dijadikannya Islam sebagai sebuah Ideologi

(pandangan hidup). Dunia kini telah mengemban ideologi kapitalisme sebagai sebuah pandangan

hidup juga sebagai ideologi dalam membangun Negara. Termasuk ideologi ini pulalah yang

menjadi asas bagi tegaknya kebijakan dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Ideologi merupakan pandangan hidup yang melahirkan aturan-aturan di atasnya. Adapun

ideologi kapitalisme adalah ideologi yang berasal dari Barat, dalam hal ini adalah Amerika yang

memiliki asas berfikir, fash al-diin an al-hayat (memisahkan agama dari kehidupan).14

Di

Indonesia sendiri, ideologi yang diemban pun adalah ideologi kapitalisme. Ideology ini pula

memiliki asas, fash al-diin an ad-daulah (memisahkan agama dari Negara). Sehingga dalam

pandangan ideologi ini agama tidak boleh mengambil peranan dalam urusan dunia dan Negara.

Agama hanya boleh ada dalam aspek ibadah mahdha (prinsip dasar agama) saja, sedang untuk

urusan kehidupan maka manusialah yang berhak untuk membuat aturan atau ketetapan.

Sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah pada tahun 1924, dunia tidak lagi dipimpin oleh

ideologi Islam, melainkan ideologi yang bersumber dari Barat yang tegak atas asas aqidah kufur.

Keruntuhan Khilafah ini kemudian diikuti keruntuhan peradaban Islam, termasuk dalam dunia

ilmu pengetahuan. Hegemoni yang ditancapkan oleh kaum Barat dengan kekuatan ideologinya

ini menjadikan dunia berkiblat pada Barat, termasuk bagi kaum muslimin.

Kemunduran yang dialami oleh kaum muslimin dalam dunia pendidikan adalah upayya

yang sengaja diciptakan oleh Barat agar kaum muslimin jauh dari khasanah keilmuan Islamnya

kemudian menjadikan Barat sebagai pijakan kaum muslimi dalam melahirkan pemahaman dan

perbuatan. Hal ini tentu menyebabkan kaum muslimin akhirnya menjadi pemikir-pemikir Islam

14 Syamsuddin Ramadhan, Kritik Total Sosialisme-Komunisme, Al-Azhar Press: Bogor, 2001, hal. 155

Page 19: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

19

namun dengan bentukan pemahaman yang dikehendaki oleh Barat. Inilah salah satu upaya Barat

untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Hal ini pun telah terjadi sejak Khilafah masih ada namun telah mengalami keguncangan.

Negara Imperialis yang saat itu adalah Inggris mengirim ilmuan-ilmuannya ke dunia Islam

dengan mengemban misi merusak aqidah umat Islam dengan menyebarkan pemahaman filsafat

yang menyesatkan. Kaum muslimin dengan dorongan semangat menuntut ilmu menerima

dengan terbuka kedatangan misionaris tersebut dan mengadopsi pemahaman mereka. Akhirnya,

karena pengaruh filsafat tersebut kaum muslimin mengalami kemunduran dalam berfikirnya

disebabkan karena mereka berusaha memahami ayat-ayat Alquran sesuai dengan kemauan akal

mereka dan asas manfaat hingga akhirnya mengalami keguncangan Aqidah. Hingga pada

akhirnya banyak kaum muslimin yang merasa ragu akan kebenaran firman Allah di dalam

Alquran.

Hal itu hingga kini pun masih dikembangkan oleh Barat dengan upaya agar kaum

muslimi semakin mengalami kelemahan Aqidah hingga akhirnya mengalami keruntuhan dan

ketidakberdayaan. Dalam konteks psikologi kepribadian Islam, meski secara teori dan fakta telah

layak dijadikan sebagai sebuah bagian dari disiplin ilmu, namun terhalang oleh hegemoni

ideologi kapitalisme tersebut. Sehingga meski layak namun jika bagi Barat itu tidak sesuai

dengan keinginannya maka akan ditolak dengan alasan standart Internasional. Hal ini pulalah

yang menyebabkan kaum muslimin sulit untuk menemukan buku-buku atau sumber-sumber ilmu

yang sesuai dengan Islam, sehingga kebanyakan dari mereka akhirnya mengadopsi pendapat-

pendapat dari ilmuan Barat.

Faktor inilah yang memiliki dominasi yang besar terhadap perkembangan dunia ilmu

pengetahuan, karena untuk mengatasi faktor pertama pun harus didukung oleh faktor kedua

tersebut. Sehingga jalan untuk bisa menjadikan kepribadian Islam serta ilmu-ilmu Islam lainnya

sebagai sebuah disiplin ilmu yang diakui oleh dunia Internasional maka harus merubah hegemoni

serta standart Internasional yang dipakai. Hal ini hanya bisa terwujud manakala Islam yang

dijadikan sebagai sebuah Ideologi yang melahirkan hegemoni mendasar dan menyeluruh serta

menjadi standart keilmuan dunia Internasional.

Manakala Islam dijadikan Ideologi maka hal ini tidaklah akan menjadi ancaman bagi

keilmuan dan pemikir-pemikir Barat. Islam membolehkan mengadopsi pemikiran-pemikiran

mereka selama tidak bertentangan dengan Islam dan tidak mengamcam kegoncangan Aqidah

Page 20: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

20

kaum muslimin.15

Islam pun membolehkan kaum muslimin mengambil ilmu Barat dalam bidang

teknologi jika dianggap itu dibutuhkan dan tidak berkaitan dengan prinsip sebuah Aqidah

tertentu. Hal ini semata dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan keilmuan bagi kaum

muslimin hingga mengalami kemajuandalam peradabannya.

Hegemoni ini memiliki peranan yang besar, termasuk di dalam menetapkan kebijakan

Negara dalam segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Sehingga apabila hegemoni

tersebut didasarkan pada ideologi yang keliru maka akan menghasilkan kebijakan yang juga

keliru, sedangkana akan menghasilkan kebijakan yang benar apabila didasarkan pada ideologi

yang juga benar. Dan dalam pandangan Islam, kebenaran itu hanyalah jika bersumber dari Allah

SWT. Dan karena Islam adalah agama yang sempurna maka Islam pun mengatur masalah

kebijakan dan hegemoni yang ditanamkan atas dunia. Islam pun merupakan sebuah ideologi

yang di atasnya terpancar aturan-aturan yang akan mengatur segala perbuatan manusia dalam

kehidupannya dan manusia wajib terikat dengan aturan tersebut agar mampu berjalan sesuai

dengan fitrahnya sebagai hamba Allah SWT.

15 Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, PTI: Bogor, 1993, hal. 94

Page 21: FAKTOR PENYEBAB BELUM DIJADIKANNYA · PDF fileDari pemaparan singkat di atas, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas beberapa hal ... konsep kepribadian manusia dalam pandangan

21

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pemaparan dalam bab pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

Islam memiliki konsep dalam membahas psikologi kepribadian Islam sehingga layak dijadikan

sebagai sebuah disiplin ilmu dan dipergunakan dalam bidang keilmuan. Islam telah membahas

tentang masalah kepribadian manusia dan juga perbuatan/tingkah laku manusia beserta faktor-

faktor yang mempengaruhi terciptanya perbuatan itu. Islam pula telah memberikan gambaran

terhadap keunikan manusia yang tidaklah lama dengan hewan sebagaimana yang dipahami oleh

psikologi Barat.

Dalam kendalanya yang hingga kini belum diakui sebagai sebuah disiplin ilmu

pengetahuan, maka ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yakni faktor yang berasal dari

kalangan kaum muslimiin sendiri serta faktor yang bersumber dari ideologi yang mempengaruhi

lahirnya sebuah hegemoni dalam dunia pendidikan. Kedua faktor ini bisa terselesaikan manakala

Islam dijadikan sebagai sebuah ideologi yang menjadikan Islam sebagai asas dalam menentukan

dan menetapkan kebijakan ilmu pengetahuan.

Ideologi kapitalisme yang diemban oleh dunia kinilah yang menjadi penyebab belum

diakuinya beberapa cabang keilmuan Islam sebagai bagian dari disiplin ilmu. Lebih tepatnya

dapat dikatakan bahwa Barat berupaya dengan hegemoninya menutup kelayakan Islam menjadi

bagian dari ilmu pengetahuan agar kaum muslimin semakin jauh dari Islam. Mengupayakan agar

kaum muslimin tidak memahami agamanya secara benar, namun tersamar sehingga melahirkan

pemahaman yang samar bahkan bertentangan dengan Islam.

Inilah realita yang harus dipahami oleh kaum muslimin, bahwa perang pemikiran telah

dilakukan oleh Barat atas diri dan Agama mereka. Sehingga upaya yang harus dilakukan adalah

kembali kepada keilmuan Islam dan menjadikan Islam serta tokoh-tokohnya sebagai sumber

rujukan dan menjauhkan diri dari ketergantungan terhadap dunia Barat yang hanya akan

menyebabkannya semakin jauh dari Islam.