Upload
truonghanh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PROGRAM PEMBIAYAAN MIKRO PADA BANK
RAKYAT INDONESIA SYARIAH CABANG SERPONG
Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Magister Ekonomi Syariah (M.Esy)
Disusun Oleh:
MAHARANI NIM 2112043300006
PROGRAM MAGISTER EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
EVALUASI PROGRAM PEMBIAYAAN MIKRO PADA BANK RAKYAT
INDONESIA SYARIAH CABANG SERPONG
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Ekonomi Syariah
Oleh :
MAHARANI
NIM : 2112043300006
Dibawah Bimbingan
PROGRAM MAGISTER EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2015 M
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Maharani
Tempat & Tgl. Lahir : Tangerang, 8 Juni 1989
Alamat : Jl. Bulak 1 No.36 Cempaka Putih Ciputat Timur
Telepon : (021) 74716125 / 087780549210 / 085716073786
PENDIDIKAN
TK : TK Melati Kamp Utan (1995-1996)
SD : SD Negeri Kamp. Utan 1(1996-2001)
SMP : SLTPN 5 Tangerang Selatan (2001-2004)
SMA : SMA Bakti Mulya 400 (2004-2007)
S1 : Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (2007-2011)
PENGALAMAN ORGANISASI
Tahun 2009 - 2010 menjadi anggota dalam PMII di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Tahun 2010 – 2011 menjadi anggota dalam Paguyuban Remaja Kamp Bulak
Ciputat
PENGALAMAN KARIR
2009 menjadi SPG Demo Power Indonesia di Carrefour Lebak Bulus
2011 menjadi Marketing di PT Trust Artha Futures
2012 – 2014 menjadi pelaksana operasional di PT BRI Kantor Cabang
Khusus Jakarta Pusat Sudirman gedung BRI II.
iv
MICRO FINANCING PROGRAM EVALUATION IN
SHARIA BRI BRANCH SERPONG
By: Maharani
Abstract
The aim of this study is to describe and AHP to determine the existing
microfinance in BRI Syariah is to be seen from its implementation and strategy in
micro financing product for micro finance development in BRI Syariah and also
of the feasibility of each customer and how BRI Syariah facing problems in
financing less current than Syariah BRI customers.
The results showed that in the implementation of micro-finance program
in BRI Syariah analysis method ahp seen from the background of the debtor,
Business Conditions, Risk Assurance, Financial Analysis, Risk Analysis and the
result is seen from the comparison between the value of the priority criteria and
priority values per the criteria of candidate customers and customers who already
evaluated by five criteria are then eligible to receive funding from the Syariah BRI
Syariah Branch Serpong. BRI provide to customers who are considered views of
five criteria to be some value given priority for Micro financing as requested by
the prospective customer of BRI Sharia. Strategies undertaken by BRI Syariah to
date is by organizing several events, including seminars grebek market and also
campus-campus office building even held an Islamic banking.
keyword: micro financing, program, evaluation, BRI sharia
v
EVALUASI PROGRAM PEMBIAYAAN MIKRO DI BRI SYARIAH
CABANG SERPONG
Oleh: Maharani
Abstrak
Pelaksanaan program pembiayaan mikro di BRI Syariah dengan metode
analisis AHP dilihat dari latar belakang debitur, kondisi usaha, resiko jaminan,
analisa keuangan, analisa resiko dari nilai perbandingan antara nilai prioritas
kriteria dan nilai prioritas per kriteria dari calon nasabah dan nasabah yang sudah
dievalusi dengan 5 kriteria tersebut maka layak menerima pembiayaan dari BRI
Syariah Cabang Serpong. BRI Syariah memberikan kepada nasabah yang
dianggap dilihat dari 5 kriteria tersebut menjadi nilai prioritas untuk diberikan
pembiayaan mikro sesuai yang diminta oleh calon nasabah tersebut dari BRI
Syariah.
Hasil penelitian dengan metode AHP menunjukkan bahwa berdasarkn
kriteria dan sub kriteria dari proses pengajuan pembiayaan dengan pembobotan
(Weighted Sum Vector) dengan Debitur sebesar 3,693404 ; Usaha 1,123728;
Jaminan 0,405311; Keuangan 0,405311; Resiko 0,39008 kemudian nilai tersebut
dibagi dengan Consistency vector yaitu menghasilkan nilai Debitur sebesar
6,701886; Usaha 6,123718; Jaminan 6,074523; Keuangan 6,074523; Resiko
5,980307. Dapat disimpulkan bahwa kriteria debitur yang lebih mempengaruhi
pelaksanaan pembiayaan memiliki bobot tertinggi yaitu 0,551 dengan
Inconsistency Ratio 0,027674 P,hal ini disebabkan adanya Moral Hazard sehinnga
Kriteria Debitur lebih mempengaruhi pelaksanaan pembiayaan dibanding dengan
yang lainnya.
Strategi yang dilakukan oleh BRI Syariah sampai saat ini adalah dengan
mengadakan beberapa event, diantaranya grebek pasar dan seminar dikampus-
kampus juga dikantor bahkan gedung yang mengadakan acara perbankan syariah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dan menganalisis dari
implementasi pembiayaan mikro yang ada di BRI Syariah yaitu dengan dilihat
dari pelaksanaannya, strategi, kelayakan usaha setiap nasabah dan cara BRI
Syariah mengahadapi problem-problem dalam pembiayaan yang kurang lancar
dari nasabah BRI Syariah.
kata kunci : evaluasi, program, pembiayaan,mikro, BRI Syariah.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kepada Allah SWT pencipta alam semesta yang telah
melimpahkan rahmat,nikmat dan berkah-Nya yang begitu banyak dan tiada henti-
hentinya kepada makhluk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. Sosok teladan yang menjadi panutan bagi
setiap umat manusia.
Tesis ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk
memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar Magister Ekonomi Syariah, dan atas
izin dari Allah Tuhan Semseta alam, penulis telah menyelesaikan Tesis ini. Dalam
realisasinya, penulis sadar sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah banyak
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, syukur
Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan yang telah Allah SWT
anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya, kepada :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Bapak Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA
2. Ketua Program Studi Magister Ekonomi Syariah Ibu Dr. Nurhasanah. M.Ag
dan Sekretaris Bapak A. Chairul Hadi, M.A
3. Pembimbing dalam penulisan tesis ini Ibu Dr.Euis Amalia, M.Ag terima kasih
atas bimbingan serta bantuannya dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Segenap pimpinan dan karyawan Bank Rakyat Indonesia syariah cabang
Serpong.
5. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada saya. Terima kasih
atas setiap ilmu yang diberikan
6. Kedua Orang tuaku tercinta Bapak Safari Ans dan Ibu Nurhayati serta adikku
Mahadewi Sekar Wangi terima kasih untuk semua Doa, harapan, kasih sayang
serta bantuan moral maupun material yang telah diberikan selama ini. Terima
vii
kasih telah menjadi orang tua sekaligus guru yang luar biasa bagi putri-
putrimu
7. Pendamping sekaligus imam bagi keluargaku yang tercinta Lukman Hakim,
SE terima kasih untuk semua curahan cinta, kasih sayang serta doa. Terima
kasih telah menjadi seorang suami, sahabat, partner yang baik dalam hidupku,
dan terima kasih atas bantuannya dalam penyelesaian tesis ini.
8. Untuk Putriku Ayunda Kanza Salsabila terima kasih telah menjadi motivator
dalam kehidupan bunda untuk segera menyelesaikan tesis ini. Semoga kelak
Allah meridhoi kamu menjadi anak yang sholeh, cerdas dan hebat.
9. Kedua mertua yang terhormat dan penulis sayangi, Bapak Alm.Jamhuri serta
Ibu Sauni terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
10. Untuk teman-teman di magister ekonomi syariah angkatan pertama Gina, mba
Ade, Febri, Dilla, Ayu, mba Liza, pak Kadarisman, pak Nurdin, pak Baihaqi,
dan pak Rio, Semoga Allah menjaga persahabatan kita dan memberikan yang
terbaik bagi kita semua. Sukses untuk kita semua. Amin.
11. Untuk mba Rina, mba Vida, bang Mara, bu Iin terima kasih atas bantuan
selama perkuliahan berlangsung. Semoga semakin sukses
12. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran
dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan
manfaat dikemudian hari. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membacanya. Amin..
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN TESIS .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SIDANG TESIS ............................................ ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 14
C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 15
D. Perumusan Masalah ............................................................................ 15
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 15
F. Telaah Pustaka .................................................................................... 16
G. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 20
H. Metode Penelitian ............................................................................... 22
I. Sistematika Penulisan ......................................................................... 25
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 28
A. Definisi Evaluasi Program ................................................................... 28
B. Tujuan Evaluasi Program ..................................................................... 30
C. Model Evaluasi Program ...................................................................... 32
D. Hakikat Evaluasi Program ................................................................... 35
E. Cakupan Evaluasi Program .................................................................. 36
F. Persyaratan Pokok dalam Evaluasi Program........................................ 37
G. Posisi Evaluasi Program ....................................................................... 37
H. Objek Evaluasi Program ...................................................................... 38
I. Tingkatan Implementasi dalam Evaluasi Program .............................. 38
J. Tingkatan dalam Evaluasi Program ..................................................... 39
K. Desain Evaluasi Program ..................................................................... 44
L. Pemahaman Desain Evaluasi Program ................................................ 46
M. Pengumpulan Informasi Evaluasi Program .......................................... 51
N. Alat Pengumpul Informasi ................................................................... 52
O. Cakupan Objek Evaluasi ...................................................................... 53
P. Pengukuran dalam Evaluasi Program .................................................. 54
Q. Mengoleksi Data Evaluasi ................................................................... 56
ix
R. Mengeksplorasi Informasi .................................................................... 57
S. Piranti Keuangan / Perbankan Syariah ................................................. 58
T. Prinsip-prinsip Pembiayaan Mikro (Microfinance) ............................. 63
III. IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MIKRO di BRI SYARIAH ............. 77
A. Deskripsi Objek .................................................................................... 77
B. Perkembangan BRI Syariah ................................................................. 83
C. Pelaksanaan Program Pembiayaan BRI Syariah Cabang Serpong ...... 91
IV. ANALISIS PROGRAM PEMBIAYAAN MIKRO di BRI SYARIAH
CABANG SERPONG ................................................................................ 98
A. Analisis Kelayakan usaha-usaha mikro di BRI Syariah ...................... 98
B. Analisis produk-produk pembiayaan mikro untuk usaha mikro BRI
Syariah.................................................................................................. 99
C. Analisis pengawasan (monitoring) dan evaluasi untuk usaha mikro . 101
D. Analisis Proses Pembiayaan di BRI Syariah ...................................... 102
E. Analisis Sistem Pemberian Pembiayaan Mikro ................................. 109
F. Analisis Penyelesaian dalam problem-problem yang dihadapi dalam
pelaksaan pembiayaan mikro BRI Syariah ........................................ 136
G. Strategi dan solusi terhadap tantangan BRI Syariah dalam
Pelaksanaan Pembiayaan mikro ke depan.......................................... 147
H. Strategi Pengembangan BRI Syariah ................................................. 153
V. PENUTUP ................................................................................................ 159
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
3.1. Matriks berpasangan untuk kriteria calon penerima pembiayaan ............ 118
3.4. Nilai pembagian jumlah kolom kriteria nasabah pembiayaan ................. 119
3.5. Nilai Prioritas Kriteria .............................................................................. 120
3.6. Nilai Masukan matriks kriteria dikali Nilai Prioritas Kriteria .................. 120
3.7. Hasil bagi Nilai Jumlah Baris Tabel 3.6 dengan Nilai Prioritas Kriteria . 121
3.8. Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria .............................................. 123
3.9. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah Tiap Kriteria .......................... 123
3.10. Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ....................................................... 123
3.11. Nilai Masukan Matriks dikali Nilai Priorits Nsabah Tiap Kriteria .......... 124
3.12. Hasil bagi Jumlah Baris Tabel 3.11 dengan Nilai Prioritas Nasabah ....... 125
3.13. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria ............................... 126
3.14. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah Tiap Kriteria .......................... 127
3.15. Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ....................................................... 127
3.16. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria ....... 128
3.17. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.16 dengan Nilai Prioritas Nasabah ...... 129
3.18. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria ............................... 130
3.19. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ........... 131
3.20. Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ....................................................... 131
3.21. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ...... 132
3.22. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.21 dengan Nilai Prioritas Nasabah ...... 133
3.23. Masukkan Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria ............................. 134
3.24. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah Tiap Kriteria .......................... 135
3.25. Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ....................................................... 135
3.26. Nilai Masukkan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria .... 136
3.27. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.26 dengan Nilai Prioritas Nasabah ...... 137
3.28. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria ............................... 138
3.29. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah Tiap Kriteria .......................... 139
3.30. Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ....................................................... 139
3.31. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria ...... 140
3.32. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.31 dengan Nilai Prioritas Nasabah ...... 141
3.33. Nilai Prioritas Masing-masing Nasabah tia Kriteria ................................ 142
3.34. Nilai Prioritas Tujuan Masing-masing Nasabah Pembiayaan .................. 143
3.35. Prioritas Global Masing-maing Calon Nasabah Pembiayaan Mikro ....... 144
4.1. Perangkingan Kriteria .............................................................................. 112
4.2. Matriks yang telah dinormalisasi ............................................................. 113
4.3. Penentuan Weight Sum Vector ................................................................ 114
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1.1. Alur Ilustrasi Penelitian .............................................................................. 24
1.2. Struktur Organisasi Pembiayaan Mikro BRI Syariah ................................ 98
1.3. Alur Proses Pembiayaan Mikro ................................................................ 101
1.4. Skema Kriteria dan Sub Kriteria dari Proses Pengajuan Pembiayaan ..... 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan usaha mikro salah satunya adalah kurangnya permodalan.
Hal ini didukung oleh analisis dari1.
Dalam mendukung usaha mikro dan kecil untuk terus berkembang maka
beberapa pihak seperti pemerintah dan pihak-pihak yang dapat membantu
harus memberikan pemecahan masalah khususnya dari kebutuhan modal.
Semua upaya dari berbagai pihak untuk memecahkan permasalahan dan
kendala usaha mikro dan kecil akan berdampak pada perkembangan usaha
mikro dan kecil sekaligus untuk membuat pelaku usaha mempersiapkan diri
menghadapi mayarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015 sebagai bentuk
integrasi ekonomi ASEAN.
Pembiayaan formal dan informal merupakan solusi usaha mikro dan kecil
dalam memenuhi kebutuhan modal, salah satuya adalah bank tetapi
masalahnya adalah banyak pelaku usaha mikro yang tidak terbiasa
berhubungan dengan bank dan suku bunga tinggi pada kredit mikro, sehingga
penyaluran kredit tidak optimal. Selain itu menurut Supriyanto persyaratan
1 Ismawan yang menyatakan bahwa kesulitan usaha mikro dan kecil yang utama adalam
permodalan, dengan persentasi antara 36 persen hingga 50 persen dibanding dengan lima jenis
kesulitan lain seperti pengadaan bahan baku, pemasaran, teknik produksi dan manajemen serta
persaingan. Pernyataan ismawan didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik dalam sensus
UMKM yang menyatakan bahwa kendala permodalaman KUMKM yang didalamnya terdapat
usaha kecil dan mikro adalah sebesar 21,62 persen.
2
dalam meminjam modal ke bank sulit dipenuhi oleh usaha mikro dan kecil
seperti agunan dan laporan keuangan.2
Pemerintah telah mengoptimalkan tugas bank yaitu penyaluran dana atau
kredit khususnya untuk UMKM dalam peraturan Bank Indonesia Nomor
14/22/PBI/2012 yaitu mewajibkan bank menyalurkan kredit minimal 20%
yang dihitung berdasarkan rasio kredit atau pembiayaan UMKM terhadap
total kredit atau pembiyaan, hal ini dilakukan pemerintah karena menimbang
bahwa UMKM memiliki peran strategis dalam perekonomian dan
pengendalian inflasi. Di Lapangan, Kebijakan Bank Indonesia belum
membuat perbankan optimal dalam penyaluran kredit ke usaha mikro dan
kecil. 3
Permasalahan masih banyaknya UMKM yang belum menggunakan modal
perbankan sebagai modal kerja didukung oleh data kementrian Koperasi dan
UKM yang menyatakan bahwa baru 21% usaha kecil dan usaha mikro yang
mengakses pinjaman ke perbankan. Masih adanya 79% UMKM yang belum
mengakses pinjaman ke perbankan membuat peluang pasar kredit UMKM
bagi bank, 79% merupakan jumlah yang tinggi jika dilihat dari jumlah unit
usaha mikro dan kecil, kurang lebih masih ada 44.623.619 unit usaha. jumlah
kreditnya yang tidak besar namun jumlah debiturnya besar sehingga volume
total kredit sangat besar. Pada tahun 2014 Suku bunga untuk kredit mikro
rata-rata diatas 20 persen, sementara bila dibandingkan dengan debitur
2Arsyad Lincolin, Lembaga Keuangan Mikro Institusi,Kinerja, dan Sustanabilitas
(Yogyakarta :CV Andi Offset,2008), hal.18. 3Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama,2012),hal.20.
3
korporasi suku bunganya hanya rata-rata 13 persen menurut data Bank
Indonesia.4
BRI Syariah dan BTPN adalah dua bank yang masuk ke dalam pasar
kredit mikro. BRI Syariah mengikuti keberhasilan Bank Rakyat Indonesia
sebagai 99,999967 persen pemegang saham BRI Syariah dalam mengambil
pangsa pasar UMKM, dengan strategi menggunakan fasilitas cabang BRI
yang telah ada dengan menawarkan produk pembiyaan UMKM berbasis
syariah membuat BRI Syariah mempunyai pangsa pasar pembiyaaan UMKM
yang besar dibanding Bank syariah lainnya yang lebih lama berdiri.
Pembiayaan mikro tahun 2013 BRI syariah mencapai Rp 2,5 Triliun
menyumbang 30 persen dari total pembiayaan dan Tahun 2014 menargetkan
pembiyaan mikro tumbuh Rp 1,5 Triliun dengan cara membangun 120 outlet
mikro. Masalah bank syariah adalah mengenai jangkauan yang belum luas
hingga ke kabupaten , namun BRI syariah mampu menangani masalah
tersebut dengan membuat kantor layanan syariah di dalam kantor cabang atau
kantor cabang pembantu BRI yang memang telah memiliki jangkauan yang
sangat luas di pelosok Indonesia. 5
Selama ini pembiayaan usaha mikro dan kecil telah dilakukan baik oleh
perbankan maupun lembaga keuangan mikro. Sumber dana bank merupakan
alternatif sumber pembiayaan eksternal yang sangat diperlukan oleh usaha
mikro dan kecil. Sebaliknya bagi perbankan untuk lebih dapat fokus dalam
4Arsyad Lincolin, Lembaga Keuangan Mikro Institusi,Kinerja, dan Sustanabilitas
(Yogyakarta :CV Andi Offset,2008), hal.20. 5 Ibid.hal.24.
4
membiayai usaha mikro dan kecil, kini telah banyak bank yang membentuk
unit khusus baru atau menambah dengan unit khusus untuk pembiayaan mikro
di dalam struktur organisasinya. Bank yang telah memiliki unit pembiayaan
khusus mikro tersebut antara lain yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan
beberapa Bank Pembangunan Daerah. 6
Ketiga metode yang pertama sebagaimana tersebut di atas yaitu
financial statement lending, asset-based lending, dan credit scoring termasuk
jenis penyaluran kredit yang didasarkan pada transactions-based lending yaitu
keputusan persetujuan kredit yang didasarkan pada penilaian laporan
keuangan debitur, atau diistilahkan dengan hard information karena lebih
bersifat kuantitatif, standar dan informasi tersebut dapat lebih mudah
disampaikan atau ditransfer kepada orang lain di dalam suatu bank/institusi
kreditur secara internal.
Sedangkan relationship lending merupakan keputusan kredit yang
didasarkan atas soft information yaitu informasi mengenai karakter dan
kredibilitas debitur yang mungkin agak sulit untuk dikuantisir atau dilakukan
standarisasi dan untuk dapat ditransfer kepada pihak lain di dalam suatu
bank/kreditur secara internal. Hal lainnya yang masih terkait dengan
pembiayaan mikro dan kecil yaitu seperti dikemukakan oleh Uchida,7.Namun
6Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama,2012),hal.25. 7 Udell dan Watanabe (2007) hasil studinya mengatakan bahwa sejalan dengan kondisi
liberalisasi keuangan, dan perkembangan skala perusahaan serta perkembangan pasar modal di
Jepang mengakibatkan perusahaan besar banyak lari dan mencari sumber pendanaan ke pasar
modal dan bukan ke sektor perbankan lagi, sehingga banyak bank besar yang semula banyak
memberikan kredit kepada perusahaan besar sekarang mulai beralih kepada pembiayaan di sektor
mikro.
5
demikian, peran bank belum berkembang dengan baik masih tetap menjadi
bank utama atau primary bank dalam pembiayaan sektor mikro kecil dan
belum dapat digantikan oleh bank yang sudah berkembang dengan baik untuk
pemberian kredit yang didasarkan pada hubungan kedekatan antara bank
dengan debiturnya atau relationship lending. Oleh karena itu di Jepang
sendiri, peran bank kecil kedepan untuk membiayai sektor mikro dan kecil
masih prospektif. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa bank kecil memiliki
keunggulan komparatif dibandingkan dengan bank besar dalam membiayai
sektor usaha mikro dan kecil. Keunggulan komparatif yang dimaksud yaitu
pemberian kredit yang didasarkan pada strategi kedekatan hubungan antara
bank dengan debitur atau disebut relationship lending. Untuk mengetahui
kekuatan dari relationship lending tersebut dapat digunakan variabel
pengukuran yaitu: (a) Cakupan kedekatan hubungan antara bank dengan
debiturnya atau the scope of relationship, (b) Kedekatan lokasi antara bank
dengan debiturnya atau the distance from the borrower, (c) Frekuensi
pertemuan antara bank dengan debiturnya atau the frequency of contract, dan
(d) Eksklusifitas bank/koperasi sebagai kreditur atau the exclusivity of lenders.
Informasi kualitatif yang mendasari terjadinya relationship lending tersebut
diperoleh dari pengumpulan informasi yang dilakukan oleh petugas lapangan
bank atau koperasi. Disisi lain, bank dengan skala besar dalam memberikan
kredit mikro dan kecil umumnya masih didasarkan pada pendekatan informasi
kuantitatif berdasarkan analisa laporan keuangan calon debitur atau
transactions-based lending.
6
Sementara hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Berger, et al.,
(2005) menyatakan bahwa variabel yang dapat digunakan sebagai proksi
untuk mengukur relationship lending antara bank dengan debiturnya, yaitu:
the distance,the relationship length, and the exclusivity of lender. Lebih lanjut
hasil studi tersebut menyatakan bahwa pada umumnya bank besar cenderung
memberikan kredit kepada perusahaan besar yang telah memiliki laporan
keuangan, seperti laporan neraca, rugi laba, dan hasil pemeringkat kredit
perusahaan. Proses persetujuan kredit bank skala besar juga akan lebih mudah
untuk menerapkan kriteria penilaian standar yang diperoleh dari evaluasi dan
analisis laporan keuangan perusahaan besar, dibandingkan melakukan
penilaian terhadap informasi kualitatif mengenai debitur kecil. Dalam hal ini
keengganan bank besar membiayai debitur kecil atau wirausaha pemula, apa
lagi yang tidak memiliki laporan keuangan, dapat dimaklumi oleh karena
proses pemberian kredit kepada golongan wirausaha mikro dan kecil tersebut
cenderung menggunakan penilaian kualitatif atas karakter debitur yaitu berupa
soft information. Hal serupa dibuktikan pula oleh8 dalam studi risetnya yang
menyatakan bahwa ada perbedaan pendekatan yang digunakan oleh bank
8 Cole, Goldberg, and White (2004) dalam studi risetnya yang menyatakan bahwa ada
perbedaan pendekatan yang digunakan oleh bank besar dan bank kecil dalam proses evaluasi
persetujuan aplikasi kredit mikro dan kecil. Pendekatan yang dilakukan oleh bank besar yaitu
menggunakan kriteria kuantitatif standar yang bersumber dari laporan keuangan debitur, sementara
bank kecil menggunakan kriteria kualitatif yang diperoleh dari informasi di lapangan yang
menggambarkan karakter debitur dan asesmen terhadap aplikasi kredit. Adapun penyaluran kredit
mikro dan kecil dengan menerapkan teknik pendekatan relationship lending memiliki kelebihan
yaitu akan berdampak kepada ketersediaan dana kredit dan biaya (bunga) kredit yang diberikan.
Dengan dasar kedekatan hubungan tersebut, dan semakin lama interaktif pengenalan antara debitur
dan pihak bank akan menurunkan biaya (bunga) kredit menjadi lebih murah dan mempengaruhi
ketersediaan dana kredit menjadi lebih besar. Bahkan lebih dari itu debitur dapat dimungkinkan
memperoleh berbagai jasa keuangan lainnya yang diperlukan debitur dari bank selain perolehan
pinjaman untuk modal usahanya.
7
besar dan bank kecil dalam proses evaluasi persetujuan aplikasi kredit mikro
dan kecil. Pendekatan yang dilakukan oleh bank besar yaitu menggunakan
kriteria kuantitatif standar yang bersumber dari laporan keuangan debitur,
sementara bank kecil menggunakan kriteria kualitatif yang diperoleh dari
informasi di lapangan yang menggambarkan karakter debitur dan asesmen
terhadap aplikasi kredit. Adapun penyaluran kredit mikro dan kecil dengan
menerapkan teknik pendekatan relationship lending memiliki kelebihan yaitu
akan berdampak kepada ketersediaan dana kredit dan biaya (bunga) kredit
yang diberikan. Dengan dasar kedekatan hubungan tersebut, dan semakin
lama interaktif pengenalan antara debitur dan pihak bank akan menurunkan
biaya (bunga) kredit menjadi lebih murah dan mempengaruhi ketersediaan
dana kredit menjadi lebih besar. Bahkan lebih dari itu debitur dapat
dimungkinkan memperoleh berbagai jasa keuangan lainnya yang diperlukan
debitur dari bank selain perolehan pinjaman untuk modal usahanya. Hal ini
sebagaimana disampaikan pula oleh.9Lebih detail lagi Berger dan Udell,
menyatakan bahwa relationship lending secara empiris berhubungan dengan
tingkat bunga yang lebih rendah, mengurangi permintaan akan jaminan atau
collateral, pengurangan terhadap hutang dagang, perlindungan terhadap
pergerakan tingkat bunga, dan penambahan ketersediaan dana kredit. Namun
9 Berger and Udell hasil studinya yang mengatakan: ”Under relationship lending, banks
acquire information over time through contact with the firm, its owner, and its local
community on a variety of dimensions and use this information in their dicisions about the
availability and terms of credit to the firm. Recent empirical evidence provides support for the
importance of a bank relationship to small businesses in terms of both credit availability and
credit terms such as loan interest rates and collateral requirements.”
8
demikian penerapan relationship lending membawa konsekuensi bank harus
mendelegasikan kewenangan kepada petugasnya atau loan officer dalam
proses persetujuan kredit. Berkaitan dengan pemberian pendelegasian
kewenangan tersebutlah dapat timbul permasalahan perbedaan kepentingan
antara manajemen bank dan petugas bank. Sebagai contoh petugas bank lebih
mengejar persetujuan kredit baru karena berkaitan dengan pendapatan komisi
dibandingkan pengawasan/monitoring kredit. Dapat pula terjadi petugas bank
menyembunyikan informasi keburukan debitur dikarenakan hubungan
kedekatan/pertemanan dengan debitur, tawaran pekerjaan lebih baik, dan
kesengajaan tindakan buruk lainnya. Oleh karena itu untuk mengurangi atau
meminimalkan masalah informasi tersebut, pihak bank sebaiknya memiliki
fungsi pengawasan/pemantauan yang baik terhadap kinerja setiap loan officer-
nya. Disisi lain, menyadari adanya potensi dan kelemahan perbankan dalam
hal penyaluran kredit mikro dan kecil, maka perlu upaya bagaimana
meningkatkan penyaluran dan penyerapan kredit dimaksud. 10
Salah satu strategi yang dapat diupayakan yaitu bank melakukan
kerjasama pembiayaan atau linkage program dengan lembaga keuangan mikro
yang selama ini telah dikenal memiliki pengalaman dalam pembiayaan usaha
mikro dan kecil, seperti koperasi, BPR, atau organisasi masyarakat dan
lembaga swadaya masyarakat yang ada. Dengan melakukan pola kerjasama
pembiayaan tersebut, diharapkan bank dapat meningkatkan peran
intermediasinya melalui penyaluran kredit kecil, dan dapat menekan biaya
10
Artikel diakses pada tanggal 18 Januari 2014dari http://danaushaa.net/cara-mendapatkan-
kredit -mikro-bri-syariah.html.
9
operasionalnya. Biaya operasional bank dapat menjadi lebih rendah karena
bank tidak perlu harus melakukan perekrutan petugas lapangan yang banyak
dan mahal untuk berhubungan langsung dengan pelaku usaha mikro dan kecil,
karena sudah diperantarai oleh lembaga keuangan mikro yang melakukan
kerjasama pembiayaan dengan bank sebagaimana disebutkan di atas, dan
lembaga keuangan mikro tersebut memiliki akses berhubungan langsung
dengan debiturnya. Disamping itu, manfaat dari pola kerjasama pembiayaan
ini adalah supaya dapat lebih banyak lagi menjaring nasabah usaha kecil
khususnya yang berada di daerah pedesaan atau daerah pinggiran yang
umumnya belum terjangkau oleh pelayanan perbankan. Suatu alternatif pola
pembiayaan perbankan kepada sektor usaha mikro dan kecil juga
dikemukakan oleh11
, dari hasil studinya yang mengatakan bahwa pembiayaan
sektor mikro memerlukan skema pembiayaan khusus, seperti diluar prosedur
kredit bank yang formal, salah satu inovasi sistem pembiayaan tersebut yaitu
dengan memperkenalkan dan menerapkan mekanisme pinjaman kelompok
atau group lending. Manfaat teknik pinjaman kelompok tersebut yaitu:
memperbaiki tingkat pengembalian kembali dari kredit yang diberikan,
11
Morduch, (1999)dari hasil studinya yang mengatakan bahwa pembiayaan sektor mikro
memerlukan skema pembiayaan khusus, seperti diluar prosedur kredit bank yang formal, salah
satu inovasi sistem pembiayaan tersebut yaitu dengan memperkenalkan dan menerapkan
mekanisme pinjaman kelompok atau group lending. Manfaat teknik pinjaman kelompok
tersebut yaitu: memperbaiki tingkat pengembalian kembali dari kredit yang diberikan,
menurunkan biaya bunga pinjaman, meningkatkan kesejahteraan social dan adanya unsur
pembinaan/pelatihan bagi anggota kelompok untuk meningkatkan keterampilan dan skala
usahanya.
10
menurunkan biaya bunga pinjaman, meningkatkan kesejahteraan social dan
adanya unsur pembinaan/pelatihan bagi anggota kelompok untuk
meningkatkan keterampilan dan skala usahanya.
Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu lembaga perbankan
milik pemerintah bertugas sebagai lembaga keuangan yang menghimpun
dana masyarakat dan berfungsi sebagai lembaga penyalur kredit yang
diharapkan sebagai lokomotif penggerak ekonomi masyarakat. Penyaluran
kredit diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat,
menambah lapangan kerja, sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat karena adanya aktivitas perdagangan dan industri yang terkait.
Bagi bank penyaluran kredit merupakan salah satu operasional
perbankan guna menjual dana yang terkumpul sehingga pemasaran kredit
dapat menghasilkan pendapatan bunga pinjaman, yang menjadi sumber
pendapatan untuk operasional perbankan dan selanjutnya dapat
menyumbang pendapatan bagi pemerintah selaku pemilik saham dari Bank
Rakyat Indonesia (BRI). BRI Syariah saat ini mulai banyak penyedia
layanan bank yang memfokuskan layanan pada usaha kecil menengah.
Kredit –kredit mikro banyak dikeluarkan baik oleh bank swasta maupun
BUMN. Alasannya simpel karena usaha kecil menengah terus menerus
menunjukkan eksistensinya. Kredit Mikro BRI Syariah sangat
menguntungkan bagi para penggiat UKM karena selain terhitung murah,
dengan sistem syariah tentu akan lebih memberkahi usaha kecil yang saat
11
ini tengah di rintis BRI Syariah.12
BRI Syariah melalui unit mikronya pada
tahun 2010 gencar menyalurkan pembiayaan bagi usaha mikro. Direktur
Bisnis BRI Syariah, Ari Purwandono mengatakan penyaluran pembiayaan
ke usaha mikro akhir Mei telah mencapai Rp 75 miliar. Hingga akhir tahun
2010 BRI Syariah menargetkan pembiayaan mikro sebesar Rp 400 miliar.
Untuk menggenjot pembiayaan tersebut, BRI Syariah akan menambah unit
mikro nya menjadi 80 buah. Pembiayaan mikro BRI Syariah memiliki
plafon sampai Rp 500 juta. Selain menyalurkan pembiayaan mikro melalui
unit mikro BRI Syariah, bank konversi dari Artha Jasa ini juga menjalin
program kemitraan dengan 10-20 BPRS. Saat ini BRI Syariah telah
menyalurkan total pembiayaan sekitar Rp 3,8 triliun dan memiliki aset Rp
4 triliun.
BRI merupakan bank konvensional milik pemerintah yang secara
tradisi mengemban tugas khusus dari pemerintah Indonesia untuk
menyediakan layanan perbankan di daerah perdesaan, dengan menekankan
pada pemberian kredit pertanian. Bank tersebut menjalankan sebuah
program kredit tersubsidi yang ditujukan bagi para petani sampai tahun
1983. Pada tahun 1984 BRI menciptakan sistem Unit Desa (perbankan
mikro) yang merupakan pusat laba terpisah dalam bank tersebut.
Meskipun sistem ini merupakan bagian yang integral dari BRI,
manajemennya memiliki tingkat otonomi yang tinggi dan akuntabilitas
12
Artikel diakses pada tanggal 20 Maret 2014 dari http://danausaha.net/cara-
mendapatkan-kredit-mikro-bri-syariah.html.
12
penuh untuk kinerja sistem unit desa. Manajemen memiliki kebebasan
dalam menentukan tingkat bunga dan kebijakan operasional lainnya.13
Faktor tersebut adalah lingkungan makro-ekonomi yang stabil,
kepemimpinan yang kuat dalam BRI, otonomi operasional yang penuh
bagi unit desa tanpa „pesan khusus‟ dari pemerintah mengenai „target
pemberian pinjaman‟ atau kelompok penduduk yang harus dicapai dan
pelaporan keuangan dan akuntabilitas yang transparan dan jelas.14
Perbankan di Indonesia dalam berasaskan demokrasi ekonomi dan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi Perbankan tidak hanya sekedar
sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana masyarakat atau perantara
penabung dan investor, tetapi fungsinya akan diarahkan kepada
peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat menjadi lebih
baik dan lebih sejahtera daripada sebelumnya. Dalam perbankan ada
berbagai macam bentuk usaha Bank dan termasuk didalamnya usaha
memberikan kredit. Perkreditan merupakan usaha utama perbankan
(Financial Depening), dimana rata-rata jumlah harta Bank di banyak
negara ekonomi maju dan berkembang yang terikat dalam bentuk kredit.
Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, biasanya disertai pula
dengan meningkatnya kredit yang bermasalah atau kredit macet atas kredit
13
Arsyad Lincolin, Lembaga Keuangan Mikro Institusi,Kinerja, dan Sustanabilitas
(Yogyakarta :CV Andi Offset,2008), hal.40.
14
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama,2012),hal.30.
13
yang diberikan. Bahaya yang timbul dari kredit macet adalah tidak
terbayarnya kembali kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya.15
Masalah kredit macet di Indonesia, yang dalam istilah perbankan
disebut dengan Non-Performing Loan (NPL), menduduki posisi tertinggi,
yakni 55 %. Persentase ini adalah perbandingan antara kredit macet atau
bermasalah dengan total pemberian kredit perbankan. Rasio NPL terhadap
total loans tersebut di Korea Selatan 16%, Malaysia 24% dan Thailand
52%. Tingginya NPL di Indonesia tidak terlepas kurang patuhnya Bank-
Bank Indonesia terhadap prinsip-prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit.16
Kredit bermasalah atau macet memberikan dampak yang kurang
baik bagi negara, masyarakat, dan perbankan Indonesia. Likuiditas,
keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan bank dalam mengelola kredit yang disalurkan. Pemberian
kredit kepada konsumen atau calon nasabah atau calon debitur adalah
dengan melewati proses pengajuan kredit dan melalui proses analisis
pemberian kredit terhadap kredit yang diajukan, setelah menyelesaikan
prosedur administrasi17
.
15
Arsyad Lincolin, Lembaga Keuangan Mikro Institusi,Kinerja, dan Sustanabilitas
(Yogyakarta :CV Andi Offset,2008), hal.30. 16
Saduldyn Pato, “Analisis Pemberian Kredit Mikro Pada Bank Syariah Mandiri
Cabang Manado”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen, Universitas Sam Ratulangi,
Manado, (Desember 2013) : h. 876-885. 17
Bank dapat melakukan analisis permohonan kredit calon debitur apabila persyaratan
yang ditetapkan oleh Bank telah terpenuhi. Terhadap kelengkapan data pendukung permohonan
kredit, Bank juga melakukan penilaian kelengkapan dan kebenaran informasi dari calon debitur
14
Untuk itu kredit yang disalurkan diharapkan dapat menghasilkan
produktivitas yang tinggi berupa pendapatan bunga pinjaman dan
sekaligus diharapkan tingkat resiko yang minimal atau penyaluran kredit
seperti ini tidak terdapat tunggakan terhadap pokok dan bunga pinjaman
atau terdapat kredit macet atau timbul masalah dari penyaluran kredit.
Pemberian kredit yang sehat diharapkan dapat menghasilkan
tingkat pendapatan bunga pinjaman yang menguntungkan guna membiayai
kegiatan operasional perbankan. Karena akhirnya suatu usaha perbankan
dituntut untuk dapat menghasilkan keuntungan dari tingkat kesehatan
portofolio kreditnya, pentingnya hal tersebut menjadi perhatian dalam
pinjaman dalam pemberian kredit mikro menjadi ketertarikan sendiri bagi
penulis untuk mengangkat judul penelitian “Evaluasi Program
Pembiayaan Mikro pada Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang
Serpong ”.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian dengan judul Evaluasi Program Pembiayaan Mikro pada Bank
Rakyat Indonesia Syariah dilihat dari pelaksanaan program evaluasi pada
pembiayaan dan alur proses dalam pelaksanaan pembiayaan, dan analisis
pembiayaan yaitu:
a. Bagaimana analisis dan implementasi pembiayaan mikro di BRI Syariah?
dengan cara petugas Bank melakukan wawancara dan kunjungan (on the spot) ke tempat usaha
debitur. Tujuan dari analisis kredit adalah menilai mutu permintaan kredit baru yang diajukan oleh
calon debitur ataupun permintaan tambahan kredit terhadap kredit yang sudah diberikan yang
diajukan oleh calon debitur lama.
15
b. Bagaimana strategi dan tantangan ke depan BRI Syariah dalam
mengembangkan program pembiayaan mikro sebagai lembaga keuangan
bank syariah?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan yang ada penulis akan
membatasi permasalahan dalam tesis ini sebagai berikut :
a. Penelitian ini dibatasi hanya dengan Program Pembiayaan Mikro di Bank
Rakyat Indonesia Syariah Tahun 2011-2014.
b. Penelitian ini hanya dibatasi pada analisis, kebijakan, manajemen risiko,
dan pengendalian dari evaluasi program pembiayaan Mikro di Bank
Rakyat Indonesia Syariah.
D. Perumusan Masalah
a. Bagaimana implementasi pembiayaan mikro di BRI Syariah Cabang
Serpong ?
b. Bagaimana solusi dari problem – problem yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembiayaan di BRI Syariah Cabang Serpong?
c. Strategi ke depan apa yang dilakukan BRI Syariah dalam tantangan
ke depan sebagai lembaga keuangan mikro syariah ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan implementasi pembiayaan mikro di BRI Syariah.
16
2. Menjelaskan analisis strategi ke depan yang dilakukan BRI Syariah
dalam pembiayaan mikro terhadap persaingan pembiayaan mikro
dilembaga keuangan syariah lainnya dapat diatasi dan dioptimalkan.
3. Menjelaskan solusi dari problem-problem yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembiayaan di BRI Syariah Cabang Serpong.
b. Manfaat Penelitian
1. Untuk akademik : Agar dapat mengetahui program pembiayaan
Mikro di BRI Syariah Cabang Serpong secara konsep syariah
lembaga keuangan syariah tersebut.
2. Untuk praktisi : Mendapatkan informasi cara meningkatkan
program pembiyaan mikro yang ada di dunia perbankan syariah
khususnya di BRI Syariah.
F. Telaah Pustaka
Eka Nur Muhammamah, Program Studi Manajemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tahun 2008. Penelitian nya
menjelaskan masalah penunggakan khususnya terkait dengan debitur
UMKM yang terjadi di BRI unit Cigudeg Cabang Bogor, Besar nya nilai
tunggakan kredit umum pedesaan (kupedes) oleh debitur UMKM yang
terjadi di BRI Unit Cigudeg dirasa sebagai suatu masalah bagi pihak bank
karena hal tersebut juga menjadi tolak ukur penilaian kinerja dari aparat
BRI Unit Cigudeg khususnya yang menangani bidang perkreditan. Tujuan
dari penelitian ini untuk mengidentifikasi karakteristik debitur yang
berstatus lancer dan menunggak dalam pengembalian kupedes dan
17
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan
dengan tingkat pengembalian kupedes serta pengaruh dan keterkaitan
tersebut.18
Persamaan dengan tesis penulis adalah sama – sama membahas
produk dari Bank Rakyat Indonesia dan perbedaannya dengan tesis saya
adalah dalam penelitian dari Eka Nur Muhammamah ini menjelaskan
masalah yang terkait dengan penunggakan khususnya dengan debitur
UMKM yang terjadi di BRI Unit Cigudeg Cabang Bogor sedangkan saya
membahas dalam tesis saya masalah program pembiayaan mikro yang ada
di BRI Syariah Cabang Serpong dilihat dari sisi pelaksanaan,
pengendalian, dan analisis dalam program pembiayaan mikro itu sendiri.
Ruzanna Amanina, dengan judul jurnal “ Evaluasi Terhadap
Sistem Intern Pada Proses Pemberian Kredit Mikro (Studi pada PT. Bank
Mandiri (Persero) tbk Cabang Majapahit Semarang. Jurnal ini
menjelaskan tentang fenomena kemudahan pemberian kredit pada Bank
Mandiri menimbulkan sebuah masalah yaitu apakah Bank Mandiri telah
melaksanakan prinsip kehati-hatian sesuai kebijakan perkreditan kredit
mikro kepada calon debitur pada Bank Mandiri telah sesuai sistem
pengendalian intern yang ada pada Manual Kredit Mikro Bank Mandiri
dan unsur-unsur dalam Commite of Sponsorry Organization of the
Treadway Comminission ( COSO) maka perlu dilakukan evaluasi pada
proses pemberian kredit mikro tersebit. Hasil penelitian checklist adalah
18
Eka Nur Muhammad,“Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengembalian kredit oleh UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk
Unit Cigudeg Cabang Bogor”.(2008).
18
bahwa Manual Produk Kredit Mikro Bank Mandiri telah memenuhi
pokok-pokok kebijakan perkreditan Bank Indonesia. Sistem yang
memudahkan proses aplikasi perkreditan yang dimiliki oleh Bank Mandiri
Cabang Majapahit Semarang yaitu Loan Origination System (LOS).19
Persamaan jurnal ini dengan tesis penulis adalah sama-sama membahas
tentang evaluasi dalam mikro di bank, perbedaannya adalah terletak dalam
pembahasan yang terkait dalam jurnal ini membahas tentang evaluasi
dalam sistem pengendalian intern di Bank Mandiri sedangkan saya
membahas tentang evaluasi dalam program pembiayaan mikro di BRI
Syariah.
Saduldyn Pato, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen
Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2013 dengan judul “Analisis
Pemberian Kredit Mikro Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Manado. Jurnal ini
menunjukkan bahwa hasil penelitian Usaha Kecil Mikro dan Menengah
(UMKM) merupakan faktor penting penunjang perekonomian negara. Bank
sebagai penyalur kredit untuk permodalan usaha berperan penting menunjang
berjalannya UMKM. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu lembaga yang
memberikan permodalan kepada UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan pemberian kredit secara syariah. Dengan menggunakan
metode analisis deskriptif penulis memaparkan sistematis pemberian kredit secara
syariah oleh Bank Syariah Mandiri. Dari hasil penelitian ini penulis memaparkan
prosedur pelaksanaan pemberian kredit secara syariah serta cara mencegah
terjadinya kredit macet. Berdasarkan penelitian ini penulis menyarankan agar
19
Ruzanna Amanina, “Evaluasi Terhadap Sistem Intern Pada Proses Pemberian Kredit
Mikro (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) tbk Cabang Majapahit Semarang”, (2010).
19
pengawasan terhadap kinerja karyawan dalam melayani nasabah serta
pengawasan kepada penerima kredit lebih aktif agar dapat mengetahui
perkembangan usaha nasabah sehingga bisa mencegah terjadinya kredit macet. 20
Jurnal ini dengan tesis penulis persamaan adalah terletak pada
pembahasan dalam ruang lin analisis dalam mikro dan perbedaan terletak
pada pembahasan yaitu saya dalam pembiayaan mikro analisisnya kalau
dalam jurnal ini pemberian kredit mikro pada Bank Syariah Mandiri.
Rahadi Kristiyanto, SH, Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro Semarang tahun 2008 dengan judul “Konsep Pembiayaan dengan
Prinsip Syariah dan Aspek Hukum dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT. BRI
(Persero) Tbk Kantor Cabang Syariah Semarang. Tesis ini menunjukkan bahwa
hasil penelitian pembiayaan syariah dapat dipahami sebagai penyediaan
barang, uang atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan kontrak
transaksi syariah yang berupa transaksi jual beli, sewa, atau bagi hasil
(dengan menghindari transaksi yang ribawi dan yang dilarang oleh syariah
Islam) dimana bank sebagai pemilik barang atau sebagai pemilik dana
(shahibul maal) dan nasabah sebagai pembeli barang, penyewa atau
sebagai pengelola dana (mudharib), dimana bank mewajibkan nasabah
tersebut membayar harga barang secara angsuran, atau membayar sewa
atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu sebagai bentuk keuntungan dari transaksi jual beli, sewa atau bagi
hasil dari dana yang telah dikelola oleh nasabah.
20
Saduldyn Pato, “Analisis Pemberian Kredit Mikro Pada Bank Syariah Mandiri Cabang
Manado”, (Desember 2013):h.20.
20
Sedangkan kredit dapat diartikan sebagai penyediaan sejumlah
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
perjanjian utang-piutang antara bank dengan nasabah, yang mewajibkan
nasabah tersebut untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan sejumlah bunga yang besaran bunganya telah
diperjanjikan pada saat perjanjian dibuat. Dari sisi hukum, dalam
pemberian pembiayaan syariah harus dilakukan suatu proses perikatan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga pembiayaan tersebut
aman.21
Persamaan tesis ini dengan tesis penulis adalah dalam pembahasan
pembiayaan dalam bank syariah yaitu di BRI Syariah dan hanya berbeda
cabang tempat penelitian, perbedaan adalah dalam tesis penulis
menjelaskan tentang evaluasi dalam program pembiayaan mikro di BRI
Syariah sedangkan dalam tesis ini menjelaskan konsep pembiayaan dengan
prinsip syariah dan aspek hukum nya dalam syariah sedangkan dalam tesis
saya saya melihat dari aspek analisisnya, pelaksanaan, dan pengendalian
dalam program pembiayaan mikro.
G. Kerangka Konsep Penelitian
Perbankan syariah telah memberikan pengaruh yang signifikan
pada praktik keuangan syariah lainnya, seperti asuransi syariah, obligasi
dan reksadana syariah, perusahaan pembiayaan dan pasar modal syariah.
21 Rahadi Kristiyanto SH, “Konsep Pembiayaan dengan Prinsip Syariah dan Aspek
Hukum dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT. BRI (Persero) Tbk Kantor Cabang Syariah
Semarang”, (Tesis Universitas Diponegoro, Semarang, 2010),h.50.
21
Kenyataannya dalam perbankan syariah terdapat pembiayaan
bermasalah (non performing financing) dan kendala-kendala yang
dikahwatirkan dapat menghambat laju perkembangan bank syariah di
Indonesia. Kendala-kendala tersebut meliputi antara lain dalam bidang
sarana ( fianancial infrastructure), sumber saya manusia, sosialisasi dan
edukasi, permodalan, serta regulasi.
Khususnya dalam program pembiayaan dibutuhkan pengembangan
dan strategi agar dapat berkembang dengan baik.Yang menjadi persoalan
bagaimana strategi bri syariah dalam pembiayaan nya agar berkembang
dengan baik? Dan bagaimana cara evaluasi pembiayaan agar berjalan
optimal dengan kendala dan hambatan yang ada di bri syariah?.
Persoalannya diatas merupakan kerangka pemikiran yang harsu
dicarikan dalam penelitian ini. Oleh karena itu berdasarkan kerangka
pemikiran yang konseptual maka arah dan mekanisme penelitian ini harus
diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Alur Ilustrasi Penelitian
Bri Syariah Cabang Serpong
- Visi dan Misi BRI Syariah
- Program Pembiayaan
- Produk Pembiayaan
Strategi BRI Syariah dalam
pembiayaan
- Gerebek Pasar
- Pameran Produk
Pembiayaan
Evaluasi Program pembiayaan
- Kebijakan Pihak Bank
- Manajemen Risiko
pembiayaan
- Pengendalian pelaksanaan
pembiayaan
Strategi ke depan BRI Syariah
sebagai LKM Syariah
- Perkembangan Pembiayaan
- Alur & mekanisme
Pembiayaan secara optimal
- Mengurangi Risiko
Pembiayaan Bermasalah
22
Jika diuraikan sebagai berikut :
1. Bri Syariah Cabang Serpong memiliki visi dan misi yang baik antara
lain layanan terkemuka financial di perbankan syariah dan memiliki
progam pembiayaan yang cukup berjalan dengan baik, dan produk
pembiayaan juga ada Unit Mikro 50, 75, dan 100 BRI Syariah Ib.
2. Strategi Bri Syariah dalam pembiayaan yaitu dengan mengadakan
grebek pasar setiap bulan pada saat awal bulan dan mengadakan
pameran produk pembiayaan.
3. Evaluasi pembiayaan dilihat dari kebijakan pihak bank, manajeen
risiko setiap produk pembiayaan seperti apa dan pengendalian dalam
pelaksanaan pembiayaan kepada nasabah di bank.
4. Strategi ke depan BRI Syariah sebagai LKM Syariah yaitu dengan
meningkatkan perkembangan BRI Syariah dalam pembiayaannya, alur
dan mekanisme pembiayaan dilakukan dengan optimal agar tidak
terjadi kesalahan antara pihak bank dan nasabah agar mengurangi
risiko pembiayaan bermasalah.
H. Metode Penelitian
a. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis dimana
akan dilakukan suatu penelitian yang meninjau pada data-data
sekunder yang berupa dokumen, arsip dan data-data lain yang akan
diperoleh dari lokasi penelitian, serta data sekunder di bidang hukum
23
yang berupa peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan
yang terkait.
b. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah :22
1. studi kepustakaan
2. wawancara
3. kuisioner
Teknik pengumpulan data yang mana yang sebaiknya
dipergunakan tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian
hukum yang akan dilakukan, yaitu khususnya mengenai tipe data yang
akan diteliti. Meskipun demikian tipe data manapun yang ingin
diperoleh, selalu terlebih dahulu harus dilakukan studi kepustakaan.
Dalam tesis ini teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dari data skunder dan data primer serta teknik
wawancara. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian berupa data sekunder.
Data sekunder ini diperoleh dengan melihat pada laporan- laporan
pengelola yang terekomendasikan dan literatur- literatur yang relevan
dengan penelitian ini.
Data- data yang digunakan antara lain:
a. Bahan Hukum Primer: Hasil Survey dan wawancara dengan pihak
Bank BRI dan BRI Syariah Cabang Serpong.
22
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1990) h. 51-52.
24
b. Bahan Hukum Sekunder: buku-buku, hasil- hasil penelitian, tulisan,
jurnal- jurnal yang berkaitan dengan kredit bank khususnya buku
yang membahas tentang risiko kredit, dan laporan keuangan bank.
c. Bahan Hukum Tersier: kamus istilah kredit mikro perbankan
indonesia.
Oleh karena penelitian ini lebih menitiberatkan pada pendekatan
yuridis normatif dimana sumber datanya adalah data primer, sekunder,
dan tersier, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
Studi Kasus atau penelitian kasus yaitu penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas
dari keseluruhan personalitas, dengan mengkaji dan memahami
berbagai sumber bahan primer dan sekunder yang bersifat publik.
c. Analisis Data
Metode AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisa kualitatif, Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode
untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur
kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan
memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara
relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling
tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu
alternatif yang terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan,
penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk
25
variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu,
dan spesifikasi atas resiko.Betapapun melebarnya alternatif yang dapat
ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan,
keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar pembandingan
berbentuk suatu kriteria yang tunggal.
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah
memiliki sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi
manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak
terstruktur dipecahkan ke dalam kelomok-kelompoknya dan diatur
menjadi suatu bentuk hirarki.
Dalam proses menganalisis data menunjuk pada kegiatan
mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam
rangka pengintepretasian data sesuai dengan susunan sajian data yang
dibutuhkan untuk menjawab masing-masing masalah yang pada
akhirnya dapat disimpulkan baik untuk masing-masing masalah
maupun untuk keseluruhan masalah yang diteliti.
I. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan hasil penelitian tesis ini, akan disajikan dan
diuraikan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I
26
Merupakan Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang
Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II
Merupakan Bab Tinjauan Pustaka yang berisi tentang teori-teori mengenai
evaluasi dalam perbankan syariah, dan operasional perbankan syariah,
serta pembiayaan mikro yang berkaitan perbankan syariah. Teori-teori dan
konsepsi-konsepsi yang diuraikan pada bab ini, mendasari pembahasan
hasil penelitian yang diperoleh dari riset di lapangan yang mengacu pada
pokok permasalahan yang diuraikan dalam Bab I. Teori-teori dan
konsepsi-konsepsi tersebut diperoleh dari buku-buku dan literatur hukum
serta buku atau literatur lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan
tesis ini.
Bab III
Merupakan Bab tentang Implementasi Pembiayaan Mikro Syariah di BRI
Syariah dengan dilihat dari deskripsi objek, perkembangan BRI Syariah,
dan tantangan yang dihadapi dalam persaingan program pembiayaan di
dunia perbankan syariah sebagai lembaga keuangan syariah.
Bab IV
Merupakan Bab Hasil Penelitian dan Analisis. Bab ini berisi hasil
penelitian yang
berhubungan dengan permasalahan yaitu:
1. Analisis dalam pelaksanaan program pembiayaan mikro di BRI Syariah.
27
2. Solusi dan Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan program
pembiayaan mikro di BRI Syariah dan pengendalian dalam persaingan
dengan lembaga keuangan syariah lainnya yang melaksanakan program
pembiayaan mikro agar optimal.
BAB V
Merupakan Bab Penutup dari tesis ini, berisi kesimpulan dan saran-saran.
kesimpulan
merupakan tujuan akhir dari penelitian tesis ini dan kesimpulan merupakan
landasan untuk mengembangkan saran-saran.
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program.Ada beberapa
pengertiantentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b)
program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi
program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi
tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan 23
. Menurut Tyler (1950)
yang dikutip oleh Suharsimi, evaluasi program adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach
(1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh24
, evaluasi program adalah
upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang
hasilnyadapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan
dalam menentukan alternatif kebijakan.
Evaluasi memiliki arti dan makna yang luas. Evaluasi diartikan khusus
berkaitan dengan evaluasi pendidikan yang di dalamnya juga mencakup evaluasi
23
Suharsimi & Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,1993),
hal.297. 24
Cepi Safrudin & Abdul Jabar, Tujuan Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi
Offset,2009), hal.5.
29
program yang digunakan untuk melakukan penilaian baik bagi seorang pengelola
program atau proyek maupun instruktur yang mengelola materi pembelajaran atau
bahan ajar yang sudah diberikan kepada peserta didik atau trainer dalam suatu
lembaga pendidikan dan latihan.
Evaluasi program pada prinsipnya merupakan satu bagian integral dari
evaluasi pendidikan pada umumnya. Evaluasi program bukan saja ada di dalam
proses belajar mengajar, tetapi evaluasi program memiliki penggunaan yang lebih
luas, yaitu dilakukan pada program yang merupakan hasil keputusan pemegang
kebijakan untuk diprioritaskan pelaksanaannya. Evaluasi program merupakan
kombinasi antara teori yang digunakan untuk mengakomodasi
pertanggungjawaban pengambil kebijakan dan praksis penilaian yang di dalam
nya para evaluator mengumpulkan data sebagai informasi pendukungnya.25
Evaluasi program juga dimanfaatkan sebagai media pertanggung jawaban
seorang pimpinan kepada para pelanggan yang relevan.Bahkan evaluasi program
juga penting bagi para pengguna dalam memperoleh informasi yang tepat,
objektif, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Beberapa batas mengenai evaluasi program di antaranya diuraikan seperti
berikut.Evaluasi program menurut Sukardi (2009) merupakan evaluasi yang
berkaitan erat dengan suatu program atau kegiatan pendidikan.Evaluasi program
pada umumnya sangat memperhatikan semua elemen diklat yang berperan
mendukung tercapainya tujuan lembaga.Program juga dapat dimaknai sebagai
suatu kegiatan yang direncanakan dengan saksama, tujuan penting pengambilan
25
Sukardi.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,2014)
h.26.
30
keputusan. Hal imi sesuai dengan anjuran26
yang mengatakan : “Program
evaluation is conducted for decision making purpose”. Artinya, evaluasi program
dilakukan untuk tujuan pengambilan keputusan. Sementara itu, menurut David
dan Hawthorn (2006), evaluasi bisa dipandang: “… as a structured process that
creates and synthesizes information intended to reduce for stakeholders about a
given program or policy”. Artinya, evaluasi program sebagai proses terstruktur
yang menciptakan dan menyatukan informasi bertujuan untuk mengurangi
ketidakpastian para pemangku kepentingan tentang program dan kebijakan yang
ditentukan.
Program merupakan salah satu hasil kebijakan yang penetapannya melalui
proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk dilaksanakan baik
oleh sivitas akademika maupun tenaga administrasi lembaga diklat. Seperti
batasan evaluasi secara umum, evaluasi program adalah suatu proses
mengumpulkan dan menganalisis data sehingga menjadi satu kegiatan luas dan
komprehensif yang digunakan untuk mengambil keputusan penting terkait dengan
program atau proyek yang dinilai.
B. Tujuan Evaluasi Program
Menurut27
, evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk:
a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama
ditempat lain.
26
Sukardi.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,2014)
h.35. 27
Endang Mulyatiningsih.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT
Bumi Aksara,2011) h.114-115.
31
b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah
program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan. Dilihat dari tujuannya,
yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat
dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif.Oleh karena itu,
dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah
bagaimana melaksanakan penelitian. Menurut28
, terdapat perbedaan yang
mencolok antara penelitian dan evaluasi program adalah sebagai berikut:
a) Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang
sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi
program pelaksanan ingin menetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi
sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul
dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.
b) Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah
karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam
evaluasi program pelaksanaan ingin mengetahui tingkat ketercapaian
tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana
ditentukan, pelaksanaan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa
sebabnya.
Dengan adanya uraian diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program
merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif dimaksudkan
untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan
28
Suharsimi Arikuntodo & Cepi Safruddin Abdul Jabar.,Evaluasi Program Pendidikan
dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,2009) h.7.
32
rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk
menentukan kebijakan selanjutnya.
C. Model Evaluasi Program
Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak
bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan
pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang
dievaluasi.Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada
pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang
program yang sudah dievaluasi.
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip29
, membedakan model evaluasi
menjadi
delapan, yaitu:
a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
c. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven.
d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
f. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.
g. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam.
h. Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada
tujuanevaluasi. Dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran
29
Suharsimi & Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,2009),
hal.40.
33
keterampilanmemasak digunakan pendekatan system. Pendekatan sistem adalah
pendekatan yang dilaksanakan dalam mencakup seluruh proses pendidikan yang
dilaksanakan.
a. Evaluasi Program CIPP
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP
Evaluation Model.CIPP merupakan singkatan dari Context, Input, Process and
Product.Dalam buku Riset Terapan30
,mengemukakan bahwa evaluasi CIPP
dikenal dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan untuk mengambil keputusan
dan perbaikan program.
1. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi meliputi:
a. Context
Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah mengidentifikasi latarbelakang
perlunya mengadakan perubahan atau munculnya program dari beberapasubjek
yang terlibat dalam pengambilan keputusan31
.Komponen context dalam
penelitian ini, yang akan dilakukan evaluasi adalah kesesuaian materi
pembelajaran.
30
Endang Mulyatiningsih, Riset Terapan Evaluasi Program (Jakarta :CV Andi
Offset,2011), hal.126. 31
Ibid, hal.127.
34
b. Input
Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai kapabilitas
sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk melaksanakan program
yangtelah dipilih32
.
c. Process
Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi
hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau implementasi program.
Evaluasi dilakukan dengan mencatat atau mendokumentasikan setiap kejadian
dalam pelaksanaan kegiatan, memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi
menghambat dan menimbulkan kesulitan yang tidak diharapkan, menemukan
informasi khusus yang berada diluar rencana;menilai dan menjelaskan proses
secara aktual. Selama proses evaluasi,evaluator dituntut berinteraksi dengan staf
pelaksana program secara terus menerus33
.
d. Product
Pengertian produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang
dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk adalah
pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan
kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya
beli pasar.
32
Endang Mulyatiningsih, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,2011),
hal.129. 33
Ibid, hal.130-131.
35
Produk merupakan titik pusat dari kegiatan pemasaran karena produk
merupakan hasil dari suatu perusahaan yang dapat ditawarkan ke pasar untuk di
konsumsi dan merupakan alat dari suatu perusahaan untuk mencapai tujuan dari
perusahaannya. Suatu produk harus memiliki keunggulan dari produk-produk
yang lain baik dari segi kualitas, desain, bentuk, ukuran, kemasan, pelayanan,
garansi, dan rasa agar dapat menarik minat konsumen untuk mencoba dan
membeli produk tersebut.
D. Hakikat Evaluasi Program
Agar evaluasi program tetap memiliki kebermaknaan dalam fungsinya,
perlu memiliki beberapa prinsip penting, yaitu sebagai berikut.
1. Jujur merupakan prinsip pertama di mana pihak terlibat perlu memberikan
data, keterangan atau informasi sesuai dengan kenyataan dan didukung dengan
bukti fisik yang mendukung.
2. Objektif, yaitu para pihak yang terlibat perlu mendasarkan penilaian atas dasar
informasi dan kriteria yang ada dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
diluar informasi dan kriteria yang ada.
3. Tanggung jawab, yaitu para pihak yang terlibat memberikan data dan informasi
yang benar dan nyata serta bisa diberikan alasannya secara rasional.
4. Transparansi, yaitu hasil evaluasi dapat dikomunikasikan untuk memperoleh
hasil yang lebih baik dan bisa dipertanggunggugatkan.
Evaluasi program dikembangkan dari evaluasi secara umum , yaitu proses
pengumpulan data, analisis, dan digunakannya untuk pengambilan keputusan
terhadap objek atau subjek yang dievaluasi. Evaluasi program digunakan sebagai
36
rasa tanggung jawab pengelola lembaga diklat atas kepercayaan yang
dipercayakan kepadanya untuk mengelola lembaga diklat.
Evaluasi program juga dikembangkan dari beberapa pilat manajemen atau
pengelolaan yang lebih spesifik, yaitu pilar monitoring, evaluasi, dan control.34
E. Cakupan Evaluasi Program
Evalusi program mencakup pembahasan sebagai bagian dari lima pilar
manajemen, yaitu pilar pengawasan (monitoring), evaluasi (evaluation), dan
pengendalian (controlling).
Evaluasi program juga bermanfaat secara efektif manakal dilengkapi fungi
monitor, yaitu melihat secara kontinu dan terus-menerus suatu program atau
proyek. Evaluasi juga menjadi berdaya guna jika dalam evaluasi pimpinan
melengkapinya dengan fungsi lainnya, yaitu mengontrol agar program tetap
berada dalam koridor mutu dan memiliki kewenangan untuk mengendalikan
dalam tingkat penjaminan layanan atau servis baik pada para penggunanya
maupun pemangku kepentingan. Fungsi evaluasi juga adalah sebagai umpan balik
terhadap proses penyelenggaraan lembaga, tetapi yang lebih penting lagi adalah di
dalam umpan balik terhadap fungsi pemberdayaan yang mengevaluasi semua
komponen dalam kinerja program sehingga program memiliki nilai tambah dan
dalam kerangka kerja yang wajar dan bisa dipertanggungjawabkan.
34
Endang Mulyatiningsih, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,2011), hal.150.
37
F. Persyaratan Pokok dalam Evaluasi Program
Hasil evaluasi program tidak datang dengan sendirinya. Untuk mencapai
hasil valid dan reliable, proses evaluasi perlu direncanakan dengan cermat dan
mengikuti prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya.35
Proses evaluasi program agar mencapai hasil yang baik, perlu mengikuti
beberapa persyaratan pokok seperti jujur, sistematis, dan terstruktur. Pertama,
jujur merupakan syarat dengan benar dan didukung dengan data yang perlu
diperhatikan oleh siapa pun yang terlibat dalam proses penilaian. Kedua, prosedur
evaluasi program dilakukan secara sistematis berurutan dengan menyesuaikan
sistem yang ada sehingga tidak mempengaruhi kinerja orang-orang yang terlibat
dalam program atau proyek yang dinilai.
Evaluasi program yang dilakukan dengan menggunakan Context, Input, Process,
dan Product (CIPP) akan memerlukan teknik yang berbeda ketika evaluator
menggunakan model evaluasi goal free atau bebas tujuan.
G. Posisi Evaluasi Program
Posisi evaluasi program berada di antara evaluasi pembelajaran dan evaluasi
sistem.Evaluasi program merupakan ranah evaluasi yang cakupannya lebih luas
jika dibandingkan dengan evaluasi pembelajaran.Evaluasi program, sesuai dengan
namanya, merupakan bagian evaluasi yang objek satu program atau lebih yang
menjadi prioritas suatu lembaga pendidikan atau diklat.Program dapat diartikan
35
Endang Mulyatiningsih, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,2011), hal.152.
38
sebagai rencana kegiatan yang mempunyai sifat kontinu dan diimplementasikan
secara intensif dan komprehensif.36
H. Objek Evaluasi Program
Objek evaluasi program bervariasi tergantung dari program dan kegiatan
yang menjadi prioritas lembaga dan yang ingin dinilaikan.Objek evaluasi program
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu objek yang memiliki karakteristik statis
dan dinamis.Objek evaluasi dikatakan statis jika komponen tersebut ketika dinilai,
posisinya tetap tidak berubah, sedangkan objek evaluasi dikatakan dinamik jika
objek tersebut mempunyai kemungkinan berubah baik jumlah maupun kualitasnya
ketika dinilai oleh para evaluator.
I. Tingkatan Implementasi dalam Evaluasi Program
Tahap implementasi ini dapat dimulai dari gerakan simultan para pihak
yang berkaitan.Para pihak yang dimaksud, yaitu pihak penyelenggara lembaga
diklat, evaluator, dan para responden yang dievaluasi.Pertama, pihak yang sangat
menentukan peranannya dalam evaluasi program adalah pihak penyelenggara
evaluasi program.
Kedua, tim evaluasi yang terdiri dari para evaluator dapat menentukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan evaluasi program.
Setelah memperoleh mandat dari pimpinan lembaga untuk melakukan evaluasi,
mereka dapat menyusun rencana pelaksanaan penilaian dengan membuat proposal
evaluasi program dan kelengkapan proses evaluasi yang diperlukan.37
36
Suharsimi & Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta :CV Andi Offset,2009), hal.62. 37
Ibid, hal.70.
39
Ketiga, responden yang hendak dilibatkan sebagai sumber informasi yang
terkait dengan program atau proyek yang dievaluasi. Keberadaan responden
sebagai sumber informasi evaluasi ini bisa muncul baik dari tim evaluasi maupun
pimpinan lembaga diklat. Tim evaluasi biasanya menanyakan jumlah atau
besarnya responden dengan mengaitkan pada keluasan informasi yang diinginkan
dan hal ini pada umumnya juga terkait dengan dana evaluasi yang dialokasikan.
Semakin besar jumlah responden, akan bertambah besar lembaga pada umumnya
hamper sama. Selain itu, perlu ditambah tentang isu visibilitas dan kewajaran dari
besar dana dengan kemanfaatan hasil evaluasi. Mengenai besarnya jumlah
responden yang dilibatkan biasanya berhubungan dengan banyak dan besarnya
data evaluasi yang diperlukan.Masalah yang berkait dengan responden juga
menjadi perhatian para evaluator ketika mereka memperhitungkan keluasan dan
kedalam informasi yang diinginkan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik.
Dalam tahap evaluasi ini akan lebih baik jika ada koordinasi antara pimpinan
lembaga diklat dengan tim evaluator guna menentukan besar dan dalamnya
informasi yang diperlukan dalam implementasi evaluasi.
J. Tingkatan dalam Evaluasi Program
Pelaksanaan evaluasi program dapat dilakukan dengan tindakan cermat dan
mendalam pada setiap komponen dan pertimbangan yang diambil, tetapi evaluasi
program juga dapat dilakukan dengan cara biasa seperti “air mengalir”. Asumsi
evaluasi tidak dilakukan dengan cermat ini adalah dengan menekankan pada
keterlaksanaan program atau proyek yang dievaluasi dengan sedikit mengabaikan
kegiatan evaluasi yang hanya mencari informasi sebagai pelengkap
40
kegiatan.Implementasi evaluasi sebaiknya direncanakan dengan kegiatan
sedemikian alami sehingga diperoleh informasi atau data dengan tidak
mengganggu kegiatan program atau proyek yang dievaluasi.Hasil evaluasi
haruslah cermat, tepat dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya.38
Evaluasi program juga harus memberikan hasil informasi yang cukup untuk
objek yang dievaluasi. Agar kesalahan dalam proses evaluasi program dapat
diminimalkan, evaluasi program perlu direncanakan. Awal proses evaluasi
program disebut sebagai langkah perencanaan. Dalam perencanaan ini, pengelola
diklat memutuskan perlu adanya perencanaan diklat. Porsesi evaluasi program
bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi tiga bgaian pokok, yaitu penentuan
tujuan, penetapan sarana, dan pengukuran39
.
Menentukan tujuan (objectives) evaluasi merupakan bagian penting evaluasi
program. Pada langkah ini pengelola diklat menentukan tujuan yang hendak
dicapai terhadap objek atau subjek, kemudian mengomunikasikan kepadatim
evaluator untuk dijabarkan secara teliti dan terukur pada setiap pernyataan tujuan
sejak awal penelitian. Dalam penelitian, permasalahan merupakan awal dari
penelitian.Sementara itu, dalam evaluasi program awal kegiatan evaluasi adalah
adanya tujuan program yang telah ditetapkan lebih dahulu. Perencanaan sarana
(means) berarti merencanakan bermacam-macam sarana, termasuk strategi,
program, dan kegiatan yang diimplementasikan untuk mencapai tujuan. Strategi,
program, dan kegiatan tersebut dicermati kembali oleh tim evaluator untuk
38
Sukardi.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,2014)
h.42. 39
Issac & Michael.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi
Aksara,1983) h.105-110.
41
menentukan alat ukur yang digunakan. Kegiatan memilih alat ukur untuk
mengukur elemen-elemen program merupakan kegiatan ketiga dalam evaluasi
program.
Perencanaan yang dilakukan dengan baik akan memperoleh hasilkan
rancangan termasuk seperti misalnya, tindakan operasional yang efisien dan
sasaran diklat yang efektif sehingga diharapkan peserta diklat mendapatka
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Perencanaan lembaga diklat mencakup perencanaan kurikulum, silabus, sumber
daya organisasi, sarana prasarana, dan evaluasi program.Tingkatan evaluasi
program40
mencakup tiga tingkat dalam setiap siklus, yaitu tingkat perencanaan,
proses, dan hasil evaluasi.
1. Perencanaan Evaluasi
Tingkatan yang paling awal dalam evaluasi program adalah tingkatan
perencanaan.Pada tingkat ini, pengelola lembaga menentukan perlunya evaluasi
dan mulai menunjuk evaluator.Fase perencanaan ini merupakan awal prosesi
evaluasi dan terjadi sebelum evaluasi program yang sebenarnya dilakukan.Fase
perencanaan bertujuan diantaranya adalah untuk meyakinkan bahwa perencanaan
evaluasi memenuhi kebutuhan lembaga dan masyarakat pengguna. Perencanaan
evaluasi sebaiknya mengacu pada empat prinsip perencanaan,yaitu:41
a. Memahami, menghormati, dan bertanggung jawab sebagai pemangku
kepentingan;
40
Gay.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1983) h.120. 41
Holden & Zimmerman.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi
Aksara,1983) h.80-83.
42
b. Mencakup perspektif yang relevan dan perhatian penuh sebagai pemangku
kepentingan;
c. Mengizinkan pemangku kepentingan untuk mengakses dan secara aktif
menyebarkan informasi hasil evaluasi;
d. Memelihara keseimbangan antara sponsor evaluasi dan kebutuhan, serta
perhatian lain dari pemangku kepentingan.
Dilihat dari struktur organisasinya, tingkat perencanaan evaluasi mencakup
beberapa kegiatan, di antaranya adalah melakukan analisis situasi, menentukan
tujuan, mengembangkan instrumen, dan merancang kegiatan secara strategis.
Tingkat perencanaan ini terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a. Analisis Situasi
Pada subperencanaan ini, tim yang ditunjuk pengelola diklat melakukan
analisis situasi atau uraian yang terakit dengan keberadaan lembaga secara
keseluruhan dalam beberapa aspek yang lebih kecil di antara informasi tentang
faktor-faktor di sekirar lembaga diklat, yang mungkin berpengaruh signifikan
terhadap gerak dinamika lembaga diklat secara harian, mingguan atau bahkan
dalam hitungan bulanan. Analisis situasi itu juga bisa mencakup rekam jejak atau
catatan prestasi yang telah dicapai, peran lembaga di masa sekarang, juga prospek
lembaga diklat yang akan datang, serta informasi yang berkaitan dengan
perkembangan selama lima tahun terakhir mengenai program di lembaga diklat.
Informasi analisis situasi tersebut pada umumnya digunakan untuk menyusun
43
latar belakang lembaga diklat yang juga menjadi sejenis latar belakang evaluasi
program.42
b. Tujuan Evaluasi Program
Pada subperencanaan ini, tujuan evaluasi program dinyatakan secara
eksplisit. Ada beberapa macam tingkat tujuan yang dapat diaplikasikan dalam
evaluasi program. Beberapa tujuan ini termasuk di antaranya adalah tujuan
nasional, tujuan instusional, tujuan umum, atau goal dan tujuan khusus atau
objectives.Goals merupakan tujuan umum yang tidak perlu diukur, sedangkan
objectives merupakan tujuan yang lebih spesifik atau khusus dan dilengkapi
dengan indicator pencapaian evaluasi program. Tujuan yang berkaitan dengan
evaluasi program biasanya tujuan institusional, tujuan umum dan tujuan
khusus.Tujuan umum merupakan pernyataan usaha yang hendak dicapai. Tujuan
umum dijabarkan lebih spesifik ke dalam tujuan khusus yang diukur tingkat
pemahaman guna tentang kurikulum berbasis kompetensi.
Tujuan pada umumnya menjadi acuan dalam penilaian program.Tujuan juga
dapat menjadikan para evaluator memperhitungkan arah pengambilan keputusan
terhadap objek yang dievaluasi. Dengan tujuan para evaluator dapat
mengidentifikasi model yang digunakan, kemudian menetapkan proses evaluasi
dan instrument evaluasi dan desain evaluasi.43
c. Strategi Pelaksanaan Evaluasi
Strategi, yaitu satu tindakan atau lebih yang dilaksanakan untuk mengatasi
beberapa kemungkinan problem agar tujuan dapat dicapai. Dalam jangka pendek,
42
Sukardi.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1983) h.75. 43
Gay.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1983) h.90.
44
strategi sama dengan taktik. Strategi kegiatan ini dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu strategi kegiatan gemuk, normal, dan kurus.Strategi kegiatan
dikatakan gemuk ketika dari hal yang kita rencanakan, ternyata hasilnya sesuai
atau bahkan lebih baik.Strategi kegiatan normal dilakukan dengan perhitungan
banyak hambatan yang muncul, tetapi hasil evaluasi masih memenuhi syarat
normatif.Strategi kegiatan kurus diterapkan ketika penyelenggara diklat
menyadari hambatan sangat besar sehingga hasil yang ditetapkan minimal dan
perlu menyiapkan tambahan bukti fisik pendukung.
K. Desain Evaluasi Program
Untuk suatu kegiatan evaluasi program, penentuan hasil penelitian sampai
pengungkapan hasil evaluasi sebab-akibat terlalu mahal, di samping juga
terlampau memerlukan banyak tenaga.Dalam kenyataannya evaluasi program
lebih menghasilkan rekomendasi apakah program atau proyek yang dievaluasi
telah bisa mencapai tujuan, sedangkan rekomendasi yang dinantikan biasanya
juga berisi tiga kemungkinan, yaitu: (1) program berhasil dan perlu diteruskan; (2)
program diteruskan dengan modifikasi sebagian atau sebagian besar; dan (3)
program berikutnya diberhentikan karena tujuan tidak tercapai.44
Desain evaluasi bermanfaat terutama bagi para evaluator dalam melakukan
proses evaluasi.Dengan adanya desain, para evaluator memiliki pedoman
mengenai hal yang hendak dilakukan di lapangan dengan melihat tahapan-tahapan
yang telah dibuat lebih dahulu. Selain itu, para evaluator juga bisa menentukan
waktunya sponsor diundang untuk hadir agar pihak sponsor dapat mengetahui
44
Sukardi.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1983) h.95.
45
perkembangan proses evaluasi. Dengan desain, tim evaluator dapat mengetahui
waktunya untuk melakukan kunjungan ke responden atau mengundang responden
untuk memperoleh informasi evaluasi. Dengan kata lain, melalui pencermatan
desain, para evaluator dapat menyinergikan tindakan mereka di lapangan secara
efisiensi.
Desain secara umum merupakan komponen evaluasi program yang
mendeskripsikan rencana evaluasi baik dalam kegiatan evaluasi maupun
penelitian.Oleh karena itu, tidak aneh jika sebelum kegiatan evaluasi yang
sebenarnya dilakukan, para peneliti atau evaluator dianjurkan untuk melakukan
seminar desain dan instrumen. Seminar ini biasanya dilakukan ketika evaluasi
program atau proposal penelitian disetujui oleh sponsor dan memperoleh termin
pertama. Tujuan seminar desain dan instrumen di antaranya adalah:45
1. Memberikan masukan terhadap kelemahan yang terjadi dalam penyusunan
desain dan instrument;
2. Menyinkronkan antara tujuan program atau proyek, masalah yang timbul dan
pertanyaan evaluasi sehingga para evaluator dapat melakukan kembali refleksi
terhadap desain pilihannya;
3. Menajamkan kembali teknik pengumpulan informasi, instrumen, dan pilihan
metode sehingga para evaluator memperoleh informasi yang diinginkan. Hasil
seminar desain dan instrumen ini kemudian digunakan sebagau acuan dalam
pengambilan informasi.
45
Issac & Michael.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi
Aksara,1983) h.68-70.
46
L. Pemahaman Desain Evaluasi Program
Secara ontologi, desain evaluasi program dapat diartikan menjadi dua
macam, yaitu arti secara umum dan spesifik atau sempit. Desain evaluasi program
secara umum adalah semua proses, termasuk di dalamnya persiapan, pelaksanaa,
dan penulisan laporan yang diperlukan oleh peneliti untuk memecahkan
permasalahan dalam penelitian. Desain evaluasi secara spesifik dapat diartikan
sebagai penggambaran secara jelas tentang pemaparan permasalahan evaluasi,
hubungan antarubahan, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang
digunakan sehingga para evaluator ataupun oranglain yang berkepentingan
mempunyai gambaran tentang keterkaitan permasalahn pencapaian tujuan dengan
ubahan yang ada dalam konteks evaluasi program, hal yang hendak dilakukan
evaluasi dalam melakukan evaluasi.
Kata “desain” bersinonim dengan kata “rancangan”.Pada kegiatan
merancang juga melakukan spesifikasi organisasi atau struktur pengumpulan data
atau informasi evaluatif.Desain yang dipilih umumnya mempunyai implikasi pada
sumber informasi dan metode pengumpulan data.Oleh karena itu, evaluator perlu
mempertimbangkan jenis desain yang tepat untuk setiap pertanyaan evaluasi dan
diskusikan isu terkait dengan pemangku kepentingan.
Dalam evaluasi program, desain dikaitkan dengan kegiatan mengontrol
ubahan luar yang tidak diperlukan agar bisa ditentukan bahwa hanya ubahan yang
direncanakan yang berpengaruh pada subjek atau objek yang dinilai (Gay,
47
1979)46
.Desain dikatakan baik apabila mengontrol extraneous variable atau
ubahan luar.Desain evaluasi program dikatakan jelek jika evaluator dengan desain
pilihannya lemah dalam mengontrol variabel extra.
Desain eksperimen mempunyai beberapa karakteristik penting di
antaranya,yaitu sebagai berikut.
1. Ubahan bebas atau independent variables dan ubahan terikat atau dependent
variables sudah ditentukan.
2. Proses eksperimen dilakukan dengan mengisolasi dari ubahan yang tidak
diperlukan.
3. Hubungan causal effect atau hukum sebab akibat menjadi perhatian peneliti
atau evaluator.
1. Desain Deskriptif (DD)
Desain deskriptif dalam evaluasi program merupakan rancangan yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan evaluasi atas dasar informasi atau data
evaluatif yang secara sistematis diambil oleh para evaluator.Desain deskriptif ini
bertujuan mencari dan menganalisis informasi untuk menentukan gambaran
ketercapaian tujuan program atau proyek yang dievaluasi. Desain deskriptif ini,
termasuk one shot design, evaluator dalam melakukan evaluasi suatu proyek atau
program datang ke program atau proyek sekaligus mengambil informasi dan
menentukan hasil evaluasi atas dasar informasi yang diperolehnya.
46
Gay.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan (Jakarta : PT Bumi Aksara,1979)
h.100.
48
2. Cross-Sectional Design (CSD)
Desain cross-sectional atau sejuring waktu merupakan rancangan evaluasi
program yang juga banyak digunakan oleh para evaluator.Para evaluator pada
situasi ini melakukan evaluasi dengan keadaan waktu terbatas dan cakupan
program atau proyek penilaian luas. Rancangan cross sectional ini banyak
diterapkan untuk menunjukkan suatu saat tertentu pada suatu program atau proyek
yang belum terjadi dan pilihan masyarakat masih mungkin berubah.
3. Desain Waktu Berseri DWS (Time-Series Design)
Rancangan waktu berseri merupakan bentuk lain dari desain yang
menunjukkan kecenderungan perubahan dalam program atau proyek yang
dievaluasi dalam periode waktu tertentu, misalnya satu semester, satu kuartal atau
satu tahun. Desain waktu berseri ini seperti juga desain sejuring waktu sama-sama
menjawab pertanyaan evaluasi dengan mengekplorasi data lebih dari satu
kali.Desain waktu berseri ini memerlukan pengamatan yang intensif dari para
evaluator.
4. Desain Ekperimen Semu (Quasi Experimen)
Desain untuk tujuan memperoleh hubungan causal effect paling tepat
menggunakan evaluasi eksperimen observasi secara intensif. Dalam proses
eksperimen evaluator mengisolasi medium atau tempat eksperimen dengan cara
mengisolasi objek dari pengaruh variabel yang tidak direncanakan. Eksperimen
juga diamati secara intensif agar peristiwa perubahan dapat diikuti secara intensif
dan dicatat dengan teliti.Selain dibatasi dan diamati, proses eksperimen juga
dimanipulasi ubahan penyebab agar memperoleh hasil yan paling baik.
49
Desain kausal menggunakan model eksperimen tidak selalu tepat ketika
diterapkan pada manusia karena manusia bisa bereaksi dalam usahanya mengatasi
permasalahn dengan secara tidak terduga.
Untuk mengatasi desain eksperimen dengan subjek penelitian manusia,
dianjurkan para evaluator menggunakan desain eksperimen semu atau quasi
experiment. Implementasi dan proses eksperimen semu dengan real experiment
hamper sama. Quasi experiment tidak menggunakan pilihan secara random atau
acak, tetapi menggunakan matching assignment, yaitu memilih responden atas
dasar homogenitas.
5. Mix Design (Desain Campuran)
Desain mix atau desain campuran merupakan perkembangan baru dalam
evaluasi program. Seperti halnya perkembangan desain penelitian, evaluasi
program juga telah beradaptasi dengan teknologi, terutama dengan teknologi
informasi dan ilmu pengetahuan.Dalam usahanya untuk memperoleh desain yang
memenuhi kebutuhan masyarakat, para evaluator berusaha memperoleh desain
yang baik.Menurut Fitzpatrick dkk.(2011), desain atau lebih yang digunakan
evaluator guna memperoleh hasil evaluasi yang komprehensif dan mendalam. Dua
desain ini bisa dipilih dari bermacam-macam metode atau dua filosofis dasar yang
sebaiknya saling melengkapi sehingga kelemahan satu desain dapat ditutup
dengan kelebihan desain yang lain. Dalam desain penelitian yang ditulis oleh
Creswell (2009), sebaiknya seorang evaluator menggunakan desain campur sejak
tahap awal termasuk misalnya dalam perencanaan, implementasi, sampai analisis
hasil bahkan jika perlu menentukan filosofis dasar evaluasi program.
50
Dalam kaitannya dengan desain campuran,47
menggunakan dengan batasan
agak berbeda, yaitu mix methods. Dalam mix methods, pada satu kegiatan
penelitian dia menggunakan dua metode, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan mengombinasikan dua metode atau lebih, yaitu untuk mendapatkan
informasi yang lebih luas dan mendalam terhadap objek yang dievaluasi.Dalam
evaluasi program, penggunaan dengan mix methods diperkirakan terus
berkembang dengan harapan para evaluator lebih dapat memenuhi kebutuhan
memperoleh informasi yang komprehensif dan mendalam.
Hal yang tidak boleh dilakukan dalam mix methods di antaranya adalah seperti
berikut.
1. Tidak menguasai teknik analisis kuantitatif atau lebih spesifiknya adalah
menghindari perhitungan statistic yang relatif rumit.
2. Terjebak dalam data kuantitatif. Ini terjadi karena para evaluator atau
peneliti mengambil cara yang paling mudah.
3. Karena ingin cepat selesai dan mendapatkan hasil evaluasi yang ringkas,
banyak evaluator atau peneliti muda yang kurang menguasai teknik analisis
data secara benar sehingga justru melanggar rambu-rambu metodologi
evaluasi atau metodologi penelitian.
Untuk mengatasi hal tersebut, para evaluator perlu secara kontinu
mendalami metodologi evaluasi atau penelitian dengan memahami sumber-
sumber pengetahuan filosofinya.
47
Creswell.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1983) h.45-
50.
51
M. Pengumpulan Informasi Evaluasi Program
Antara evaluasi program dan kegiatan penelitian terdapat banyak persamaan
dan juga perbedaan.Persamaan antara evaluasi program dengan penelitian di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Keduanya memiliki subjek atau objek. Dalam evaluasi program subjek atau
objeknya adalah program, proyek, atau peserta didik yang diprioritaskan
pelaksanaannya.
2. Keduanya memiliki teknik pengumpulan data yang diperlukan untuk
mendapatkan data atau informasi yang diperlukan.
3. Evaluasi program dan proyek penelitian memerlukan data atau informasi
evaluatif sebagai dasar mengambil keputusan. Baik evaluasi maupun
penelitian memerlukan data yang komprehensif dan mencukupi untuk
menuju suatu kesimpulan. Jika pengambilan data dilakukan dengan buruk,
akan berdampak pada buruknya pengambilan keputusan evaluasi. Keduanya
sama-sama memerlukan biaya untuk mendapatkan hasil penelitian ataupun
evaluasi.
Seperti dalam kaitannya dengan kegiatan proyek penelitian, kegiatan
evaluasi program juga memiliki satu komponen yang pasti dilewati oleh evaluator
untuk sampai pada tujuan evaluasi program.Satu komponen yang dimaksud, yaitu
komponen pengumpulan data atau informasi evaluasi.Informasi evaluatif, yaitu
data yang dikumpulkan oleh seorang evaluator secara terencana dan intensif serta
diadministrasi secara sistematis untuk keperluan pengambilan keputusan tentang
program yang dievaluasi.Informasi evaluatif ini juga disebut datum atau data
52
dalam metode penelitian pendidikan.Data tersebut perlu dicari dengan
menggunakan kaidah-kaidah metodologi yang benar agar memperoleh informasi
yang sesuai dengan kebutuhan para evaluator.Mustahil apabila seorang evaluator
dapat menyimpulkan hasil evaluasi program tanpa melalui pengumpulan
informasi evaluatif.
N. Alat Pengumpul Informasi
Untuk mencapai tujuan memperoleh informasi evaluatif yang diperlukan,
para evaluator biasanya menggunakan teknik pengumpulan informasi, yaitu
dengan menggunakan empat macam alat pengumpulan informasi. Keempat teknik
pengumpulan informasi evaluatif yang dimaksud, yaitu angket, wawancara,
observasi, dan dokumentasi yang akan dijelaskan berikut ini.
1. Angket atau kuisioner. Angket atau kuisioner merupakan alat pengumpul data
yang paling popular dan banyak digunakan oleh para evaluator untuk
mendapatkan informasi evaluatif.
2. Wawancara atau interview. Teknik pengumpul data yang juga sering ditemui
dalam kegiatan evaluasi program adalah wawancara.
3. Observasi. Observasi digunakan oleh para evaluator dengan cara melihat dan
merasakan sendiri terhadap hal yang telah dilakukan subjek atau objek yang
dievaluasi.
4. Dokumentasi. Para evaluator pada umumnya datang ke program atau proyek
yang dinilai.
Keempat teknik pengumpul data ini dalam evaluasi program dimaksudkan
sebagai proses awal sebelum langkah penting lainnya, yaitu penyusunan atau
53
pengembangan instrumen evaluasi yang perlu dilakukan sebelum mereka terjun
ke lapangan.
Evaluasi, yaitu proses pengumpulan data atau informasi dari subjek atau objek
yang dinilai untuk mengambil keputusan apakah subjek atau objek tersebut sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
O. Cakupan Objek Evaluasi
Pertimbangan lain setelah membahas teknik pengambilan teknik
pengambilan informasi yang digunakan dalam evaluasi adalah para evaluator juga
perlu memperhitungkan cakupan objek dievaluasi. Idealnya adalah dalam evaluasi
program atau proyek, semua aspek dan responden yang terlibat diambil sebagai
sumber informasi.Pengambilan semua responden yang terlibat dalam kegiatan
program atau proyek disebut sebagai populasi. Populasi evaluasi adalah semua
subjek atau objek yang terlibat dalam program atau proyek dan menjadi target
pengambilan keputusan. Kondisi yang demikian, terutama di Indonesia yang luas
wilayahnya sangat besar atau evaluasi program atau proyek yang dinilai terlalu
luas, menuntut evaluator untuk menggunakan sampel, yaitu bagian dari
populasi.Sampling is the method the evaluators will select the units (people,
classroom, schools, countries, etc) to study48
. Pemilihan responden dalam evaluasi
secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok teknik, yaitu sebagai
beirikut.
a. Random sampling, yaitu memilih sejumlah responden dari kelompoknya
dengan cara random atau cacak.
48
Fitzpatrick.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi
Aksara,2011) h.80.
54
b. Stratified sampling, yaitu memilih sejumlah responden dengan memperhatikan
lapis yang ada dalam kelompok.
c. Cluster sampling, yaitu memilih responden atas dasar kelompok dan bukan
individual.
d. Systematic sampling, yaitu teknik sampling yang dilakukan jika peneliti
dihadapkan pada ukuran populasi yang sangat besar.
Keempat macam teknik sampling yang termasuk probability sampling
ini, menurut Kerlinger, digunakan ketika evaluator bertujuan bahwa keputusan
hasil evaluasi digunakan untuk tujuan.
2. Non-probability sampling, yaitu memilih responden dari kelompok besarnya
dengan menggunakan pemilihan dengan cara tidak menggunakan teori
kemungkinan atau nonprobabilitas. Teknik sampling nonprobabilitas mencakup
empat macam teknik sampling. Berikut adalah keempat teknik sampling tersebut.
a. Accidental sampling atau pemilihan responden dari komunitasnya dengan cara
tidak terduga (by accident atau by chance).
b. Purpose sampling atau pemilihan responden untuk menjadi sampel yang
dilakukan dengan cara bertujuan.
c. Quota sampling atau pemilihan sampel secara kuota, yaitu sesuai dengan jatah
yang ditentukan lebih dahulu oleh evaluator.
P. Pengukuran dalam Evaluasi Program
Dalam langkah pengambilan data atau informasi penilaian, ada bagian
penting lainnya, yaitu pengukuran atau measurement.Pengukuran atau
measurement, yaitu bagian evaluasi yang memiliki tujuan untuk menghasilkan
55
data atau informasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.Pada pengukuran
secara kuantitatif, fenomena ditetapkan dalam empat macam skala ukur, yaitu
sebagai berikut.
1. Skala ukur nominal. Skala ini merupakan skala ukur yang paling sederhana.
Alat ukur ini hanya mempunyai satu fungsi, yaitu membedakan.
2. Skala ukur ordinal. Skala ukur ini merupakan skala ukur yang memiliki fungsi
lebih baik dibandingkan dengan skala ukur nominal. Skala ukur nominal
mempunyai dua fungsi, yaitu membedakan dan mengurutkan atau peringkat.
3. Skala ukur interval. Skala ukur ini memiliki fungsi yang dimiliki oleh skala
nominal dan ordinal, yaitu membedakan, memberi peringkat, dan jarak skala
yang sama. Alat ukur yang memiliki skala ukur interval di antaranya, yaitu alat
ukur thermometer dan alat ukur intelegasi manusia atau intelligence quotient
(IQ). Alat ukur interval lebih tepat dan presisi dibandingkan dua alat ukur di
atas. Alat ukur interval ini sudah banyak digunakan para peneliti dan evaluator
untuk menyusun item dalam tes. Alat ukur interval tidak memiliki titik awal
atau nol.
4. Skala ukur rasio. Skala ukur ini merupakan skala ukur yang paling tepat dan
presisi baik dalam kegiatan penelitian maupun dalam evaluasi program. Alat
ukur ini memiliki fungsi membedakan, memberi peringkat, berjarak sama,
mempunyai titik awal (nol). Alat ukur dengan skala rasio ini bisa digunakan
untuk pipolondo atau pengalian, pembagian, penambahan, dan pengurangan.
Alat ukur yang ada dilaboratorium fisika mekanika dan teknik pada umumnya
adalah skala ukur rasio.
56
Q. Mengoleksi Data Evaluasi
Proses pengumpulan data evaluatif dilaksanakan setelah evaluator
memperoleh instrumen evaluasi yang memenuhi persyaratan berikut.
1. Valid. Instrumen evaluasi program dikatakan valid jika instrument tersebut
mengukur apa yang hendak diukur.
2. Reliabel. Instrumen evaluasi dikatakan reliabel jika instrument memiliki hasil
yang sama dengan yang diterapkan pada subjek atau objek yang sejenis.
3. Instrumen dikatakan applicable apabils instrumen tersebut dapat diterapkan
pada kondisi subjek atau objek yang dievaluasi sesuai dengan lingkungan yang
ada.
Ada tuga cara koleksi data evaluatif dilakukan oleh para evaluator49
,Ketiga cara
adalah sebagai berikut.
1. Mengadministrasi instrumen standar, yaitu instrument yang sudah dinyatakan
baku oleh badan usaha atau koroporasi pembuat instrumen. Instrumen baku
ini biasanya telah dilakukan uji persyaratan dan telah melalui beberapa kali uji
coba. Instrumen ini biasanya dihasilkan oleh perusahaan yang khusus membuat
macam-macam instrumen untuk keperluan penelitian ataupun untuk
kepentingan evaluasi.
2. Mengadministrasi instrument lokal atau buatan evaluator sendiri. Instrumen
evaluasi buatan tim evaluator juga dilakukan uji coba dengan responden
terbatas untuk mendapatkan syarat instrument, yaitu valid, reliable, dan
applicable. Instrumen evaluasi yang dibuat oleh evaluator sendiri pada
49
Gay L.R.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,1979) h.42-
45.
57
umumnya memiliki kelebihan tertentu karena dibuat oleh tim dan diuji
persyaratannya dengan menyesuaikan tujuan evaluasi program, kegiatan atau
proyek yang dievaluasi. Disamping itu, dari aspek biaya, instrument evaluasi
buatan sendiri lebih hemat biayanya.50
3. Mencatat data secara natural atau informasi atas dasar fenomena yang
muncul dari subjek atau objek yang dievaluasi. Pada cara ketiga ini, tim
evaluator mengevaluasi dengan terjun langsung atau berinteraksi dengan subjek
atau objek yang dievaluasi.
Evaluator dalam proses pengambilan informasi evaluasi dapat menggunakan satu
cara yang dipandang tepat, di samping juga gabungan dari ketiga cara diatas guna
memperoleh informasi yang maksimal.
R. Mengeksplorasi Informasi
Dalam rangka memperoleh data atau informasi evaluasi yang relevan
dengan tujuan, para evaluator melakukan beberapa kemungkinan berikut.
1. Menemui repsonden dalam proses pengumpulan data evaluasi. Pada
pengumpulan informasi evaluasi ini, tim evaluator datang ke tempat responden
berada atau bekerja. Para evaluator memberikan angket atau bertemu dengan
responden dan mengambil informasi evaluasi secara komprehensif. Setelah
bertemu dan memperoleh data evaluasi, para evaluator kemudian
mengadministrasi untuk melakukan analisis data dan mengintrepetasi dengan
cermat dan teliti. Hasil analisis data dan interpretasi informasi ini digunakan
50
Sukarni.,Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan(Jakarta : PT Bumi Aksara,2011) h.67-
70.
58
sebagai materi untuk mengambil keputusan, rekomendasi, dan materi
pembuatan laporan evaluasi.
2. Mengundang responden. Cara ini dianjurkan untuk dilakukan ketika tempat
responden menyebar pada suatu wilayah atau daerah.
3. Menggunakan gabungan antara keduanya, yaitu mendatangi dan mengundang
responden. Jika jenis informasi yang diperlukan mencakup informasi
kuantitatif dan kualitatif dan/atau responden berdomisili jauh dari tempat para
evaluator, cara ketiga dapat dilakukan dengan perencanaan yang teliti.
S. Piranti Keuangan / Perbankan Syariah
Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi
kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri,
melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan
dalam rangka pemenuhan permodalan ( equity financing ) maupun dengan prinsip
pinjaman dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan ( debt financing ).
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu
melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing ), sebagai metode
pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing ), dan akad-akad jual-beli (al
ba’i) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing). Bank Islam tidak
menggunakan metode pinjam-meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial,
karena setiap pinjam-meminjam uang yang dilakukan dengan persyaratan atau
janji pemberian imbalan adalah termasuk riba. Oleh karena itu mekanisme
59
operasional perbankan Syariah dijalankan dengan menggunakan piranti-piranti
keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut:51
a. Prinsip Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu: musyarakah (joint venture
profit sharing) dan mudharabah (trustee profit sharing).
-Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga
keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk
membentuk sebuah perusahaan (syirkah al inan) sebagai sebuah badan hukum
(legal entity).Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan
pada usaha atau proyek di mana bank membiayai sebagian saja dari jumlah
kebutuhan investasi atau modal kerjanya.Selebihnya dibiayai sendiri oleh
nasabah.Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembaga
keuangan.
Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak
lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang
disebut Musyarakah al Mutanaqishah.Aplikasinya dalam perbankan adalah pada
pembiayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga
keuangan lainnya, di mana bagian dari bank atau lembaga keuangan diambil alih
oleh pihak lainnya dengan cara mengangsur. Akad ini juga dapat dilaksanakan
51
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet Anggota
IKAPI), h.42.
60
pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya berjalan
terus dengan modal yang tetap.52
Ada dua tipe mudharabah, yaitu Mutlaqah (tidak terikat) dan Muqayyadah
(terikat).
Mudharabah Mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik
dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai
dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
Mudharabah Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan
kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat,
jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan
tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan keuntungan.
b. Prinsip Jual Beli
Jual beli hukumnya jaiz (boleh). Beberapa ayat Al Qur‟an yang berkaitan
dengan jual beli dapat disebutkan antara lain:
“ Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS 2:275).
“…dan tidak dosa bagimu mencari karunia (dari hasil perniagaan) dari
Tuhamnu..” (QS 2:198).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka” (QS 4:29).
52
A. Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta:. PT
RajaGrafindo Persada, 2004),h.56.
61
Pengertian jual-beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange contract)
antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya.
Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan
segera (cash and carry) ataupun secara tangguh (deferred). Oleh karenanya untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing) syarat-syarat al bai‟
menyangkut berbagai tipe kontrak jual-beli tangguh (deferred contract of
exchange).
Di antara jenis-jenis jual-beli tersebut, yang lazim digunakan sebagai model
pembiayaan Syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bai’ al murabahah,
bai’ as salam dan bai’ al istishna’.
- Al Murabahah
Murabahah adalah salah satu bentuk jual-beli yang bersifat amanah. Bentuk jual-
beli ini berlandaskan pada sabda Rasulullah SAW dari Syuaib ar Rumy r.a:
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: pertama, menjual dengan
pembayaran tangguh (murabahah), kedua, muqarradhah (nama lain dari
mudharabah) dan ketiga, mencampuri tepung dengan gandum untuk kepentingan
rumah, bukan untuk diperjualbelikan”.
Al Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang tertentu.Dalam
transaksi jual-beli tersebut penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga harga
pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus
disebutkan dengan jelas.
62
Prinsip Sewa dan Sewa-Beli
Sewa (ijarah) dan sewa-beli (ijarah wa iqtina‟ atau disebut juga ijarah
muntahiyah bi tamlik) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan yang
dibenarkan oleh Syariah Islam.Model ini secara konvensional dikenal sebagai
operating lease dan financing lease.Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang
melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang
lainnya.Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang disewakan
tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut al ijarah wa iqtina‟ atau
ijarah muntahiya bi tamlik, dimana akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai
pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah
termasuk cicilan pokok harga barang.
c. Prinsip Qard
Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap akad
imbalan. Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai aqd tathawwu‟, yaitu
akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Prinsip Al Wadi’ah (Titipan)
Wadi‟ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan
pemiliknya untuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut „ida, yang menitipkan
disebut mudi‟ dan menerima titipan disebut wadi‟. Dengan demikian maka
pengertian istilah wadi‟ah adalah akad antara pemilik barang (mudi‟) dengan
penerima titipan (wadi‟) untuk menjaga harta/ modal (ida‟) dari kerusakan atau
kerugian dan untuk keamanan harta.
Ada dua tipe wadi’ah, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.
63
d. Prinsip Lainnya
e. Prinsip Rahn
Rahn adalah satu jenis transaksi tabaru‟ karena apa yang diberikan
Rahin pemilik barang) untuk murtahin (pemegang barang) buka atas imbalan
akan sesuatu, ia termasuk transaksi (uqud) „ ainiyah di mana tidak dianggap
sempurna kecuali bila sudah diterima „ain al ma‟qud. Dan akad (transaksi) jenis
ini ada lima, yaitu hibah, I‟arah, ida‟, qard dan rahn.Tabaru‟ itu tidak sempurna
kecuali dengan qard.
T. Prinsip-prinsip Pembiayaan Mikro (Microfinance)
Berdasarkan publikasi yang diterbitkan oleh Consultative Group to Assistthe
Poor (CGAP) yaitu suatu forum komunikasi yang berada di bawah naunganWorld
Bank, dikatakan bahwa pembiayaan mikro secara umum memilikibeberapa
prinsip dalam sistem pembiayaannya, yaitu:
1. Berbagai jenis pembiayaan mikro yang diperlukan.
Wirausaha mikro pada umumnya memerlukan juga berbagai layanan jasa
keuangan seperti: pinjaman,tabungan, transfer uang, dan asuransi. Namun
demikian, karakteristik layananjasa keuangan tersebut memerlukan hal khusus
seperti fleksibelitas,kemudahan, harga yang terjangkau, dan dapat sesuai dengan
kebutuhan.
2. Pembiayaan mikro merupakan alat ampuh memerangi kemiskinan.
Kemampuan sektor mikro untuk dapat mengakses sistem pembiayaan akan
berdampak kepada peningkatan pendapatan, membangun aset,
64
danmengurangi/mencegah kerentanan kaum miskin terhadap dampak
eksternalshocks. Pembiayaan mikro juga bertujuan meningkatkan taraf hidup,
perbaikan nutrisi, kesehatan, pendidikan masyarakat.
3. Pembiayaan mikro berarti membangun sistem keuangan yang
melayani masyarakat miskin.
Masyarakat miskin merupakan populasi mayoritas dinegara-negara
berkembang.Namun demikian mereka masih sulit mengakses pembiayaan
bank.Di beberapa negara, pembiayaan mikro masih dipandang sebagai sektor
marginal dan menjadi perhatian utama dari para donatur, pihak pemerintah dan
investor.Dalam rangka pemberdayaan sektor mikro kebawah,diharapkan
pembiayaan mikro menjadi bagian penting dalam sistem sektor keuangan.
4. Kesinambungan/keberlanjutan layanan keuangan sangat perlu untuk
menjangkau masyarakat miskin.
Kebanyakan masyarakat miskin sulitmengakses layanan jasa keuangan
dikarenakan kurang tersedianya layanan keuangan retail pada institusi
intermediari keuangan tersebut.Pengertian keberlanjutan disini yaitu kemampuan
penyedia jasa pembiayaan mikro untuk menutup seluruh biaya operasionalnya.
Demikian juga bagaimana mengurangi biaya transaksinya, melakukan penawaran
jasa dan produk lebih baik,memenuhi kebutuhan kliennya, dan bagaimana
melakukan terobosan untuk menjangkau masyarakat miskin yang selama ini tidak
terlayani olehperbankan.
4. Pembiayaan mikro berarti adanya institusi keuangan lokal
yangpermanen.
65
Pembangunan sistem keuangan bagi masyarakat miskin dimaksudkan untuk
membangun institusi intermediari yang dapat menyediakan layanan jasa
keuangan bagi masyarakat miskin secara berkesinambungan
/permanen.Diharapkan institusi intermediari tersebut dapat memobilisasi
keuangan domestik. Dapat pula mengelola pendanaan daripemerintah dan
kaum donor dana.
5. Sistem pendampingan pembiayaan mikro.
Kredit pembiayaan mikrosupaya efektif dan tidak menjadi tunggakan
seharusnya dilakukan dengan sistem pendampingan kepada klien untuk
memberikan pembimbingan dan pelatihan bagaimana menggunakan dana
pinjamannya, serta carapengumpulan tabungan.
6. Pembatasan suku bunga (ceilings) dapat mempengaruhi akses
masyarakat miskin terhadap layanan jasa keuangan.
Pemberian kredit dalam jumlah kecil yang banyak akan lebih mahal
daripada sejumlah pinjaman besar. Ketika pemerintah mengatur tingkat suku
bunga untuk membuat suku bunga menjadi rendah sehingga kredit mikro
berjalan, hal ituakan memerangi praktek para pelepas uang yang umumnya
membiayaimasyarakat miskin dan usaha mikro.
7. Peranan pemerintah.
Peran pemerintah sangat penting sebagai pembuat kebijakan yang bertujuan
menstimulasi dan mendukung perkembangan sistem jasa keuangan dan
sekaligus dapat melindungi dana masyarakat miskin.Peranan penting lainnya
yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendukung pembiayaan sektor mikro
66
atau microfinance yaitu memelihara stabilitas makroekonomi, menghindari
adanya pembatasan suku bunga atau interestratecaps, dan kredit program yang
menimbulkan tunggakan besar,pemberantasan korupsi, distribusi pasar dan
infrastruktur.
8. Kendala kapasitas institusi dan sumber daya manusia.
Pembiayaan mikromerupakan layanan keuangan khusus yang
mengkombinasikan layanan perbankan dengan tujuan sosial. Oleh karena itu
pembangunan kapasitas dankompetensi diperlukan disemua tingkatan, baik
dari institusi keuangan,regulator, departemen teknis terkait, sistem informasi,
dan stakeholders lainnya.
9. Transparansi keuangan dan jangkauan layanan.
Keterbukaan informasiyang akurat dan standar mengenai kinerja keuangan,
manajemen dan sosial institusi jasa keuangan yang melayani masyarakat
miskin sangat penting dan diperlukan yaitu oleh para pengawas bank, pembuat
kebijakan, donor,investor, dan terutama masyarakat miskin yang menjadi klien
pembiayaan mikro tersebut untuk mengetahui resiko dan hasil dananya.
Pembiayaan usaha mikro dan kecil diberikan pula oleh Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), dan bank umum lainnya termasuk pembiayaan dari bank
asing/campuran. Sedangkan pembiayaan dari lembaga keuangan mikro selama
ini dilakukan oleh koperasi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan
institusi informal lainnya seperti Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani),
organisasi masyarakat yang dibentuk, dan kelompok usaha informal seperti
rentenir, pengijon dan pelepas uang lainnya. Menurut studi yang dilakukan
67
oleh Berger dan Udell, (2002) dikatakan bahwa dalam penyaluran kredit usaha
kecil oleh lembaga keuangan setidaknya dikenal ada empat strategi berbeda
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:53
(a) Financial statement lending, yaitu: keputusan pemberian pinjaman dan
persyaratan pinjaman yang dilakukan berdasarkan penilaian atas informasi
keuangan/rasio keuangan dari laporan keuangan debitur seperti dari neraca
dan laporan rugi-laba. Metode ini cocok sekali digunakan untuk perusahaan
debitur yang memiliki laporan keuangan yang baik, telah dilakukan audit dan
transparan. Tetapi laporan keuangan demikian pada umumnya dimiliki oleh
perusahaan besar,
(b) Asset-based lending, yaitu: keputusan pemberian pinjaman yang
didasarkan pada penilaian atas kualitas jaminan atau collateral kredit yang
tersedia. Jenis penyaluran kredit ini memerlukan pengawasan kredit yang
sangat intensif dan relatif memerlukan biaya mahal. Pada umumnya aset yang
menjadi jaminan yaitu penerimaan pendapatan dan persediaan barang; (c)
Credit scoring, yaitu: keputusan pemberian pinjaman yang didasarkan pada
informasi dari laporan keuangan dengan menambahkan perhitungan
pembobotan pada kondisi keuangan usaha/perusahaan debitur dan modal
pemilik. Penggunaan metode penyaluran kredit ini masih jarang atau tidak
banyak digunakan untuk wirausaha kecil karena kebanyakan pada usaha kecil
kondisi keuangan usaha/perusahaan dan keuangan pemilik umumnya agak
sulit dibedakan;
53
Arsyad Lincolin, Lembaga Keuangan Mikro Institusi,Kinerja, dan Sustanabilitas
(Yogyakarta :CV Andi Offset,2008), hal.24.
68
(d) Relationship lending, yaitu:keputusan pemberian pinjaman dan persyaratan
pinjaman yang didasarkan pada informasi atas usaha debitur, karakter dan
kredibilitas debitur sebagai pemilik, serta informasi lingkungan usaha debitur.
Informasi ini dikumpulkan oleh petugas bank dari berbagai hasil pertemuan
dengan debitur dalam jangka waktu tertentu baik yang diperoleh dari orang-
orang dilingkungan sekitar maupun yang mengenal debitur.
a. Pengertian Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk
memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa
komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif
tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel
mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada
situasi tersebut.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih
suatu alternatif yang terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan,
penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk
variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu, dan
spesifikasi atas resiko.Betapapun melebarnya alternatif yang dapat
ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan,
keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk
suatu kriteria yang tunggal.
69
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki
sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan
hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam
kelomok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
b. Kelebihan Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya adalah :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada subkriteria yang paling dalam
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi
obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari
setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan
keputusan yang komprehensif.
1) Prinsip Dasar Pemikiran AHP
Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga
prinsip yang mendasari pemikiran AHP, yakni : prinsip menyusun hirarki, prinsip
menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.
70
a) Prinsip Menyusun Hirarki
Prinsip menyusun hirarki adalah dengan menggambarkan dan menguraikan
secara hirarki, dengan cara memecahakan persoalan menjadi unsur-unsur yang
terpisah-pisah. Caranya dengan memperincikan pengetahuan, pikiran kita yang
kompleks ke dalam bagian elemen pokoknya, lalu bagian ini ke dalam bagian-
bagiannya, dan seterusnya secara hirarkis.
Penjabaran tujuan hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar
memperolah kriteria yang dapat diukur.Walaupun sebenarnya tidaklah selalu
demikian keadaannya. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih
menguntungkan bila menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi dalam
proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan, semakin mudah
pula penentuan ukuran obyektif dan kriteria-kriterianya. Akan tetapi, ada kalanya
dalam proses analisis pangambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang
terlalu terperinci. Maka salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya
adalah menggunakan skala subyektif
b) Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan
Bagaimana peranan matriks dalam menentukan prioritas dan bagaimana
menetapkan konsistensi.
Menetapkan prioritas elemen dengan membuat perbandingan
berpasangan, dengan skala banding telah ditetapkan oleh Saaty ( Yan O.,
1995).
71
Table 2.9 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan
Keterangan Penjelasan
1
Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit
lebih penting dari pada
elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit
menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih
penting dari pada elemen
yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat
menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih
penting dari pada elemen
lainnya
Satu elemen yang kuat dikosong san
dominan terlihat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak
penting dari pada elemen
lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang
satu terhadap elemen lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua
nilai pertimbangan yang
berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua
kompromi diantara dua pilihan
72
Kebalikan
Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka disbanding
dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
dibanding dengan i
Perbandingan ini dilakukan dengan matriks. Misalkan untuk memilih manajer,
hasil pendapat para pakar atau sudah menjadi aturan yang dasar (generic),
managerial skill sedikit lebih penting daripada pendidikan, teknikal skill sama
pentingnya dengan pendidikan serta personal skill berada diantara managerial dan
pendidikan.
c) Peta Matriks AHP
73
d) Prinsip Konsistensi Logika
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan
tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai
berikut:
74
Hubungan kardinal : aij . ajk = ajk
Hubungan ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika apel lebih enak 4
kali dari jeruk dan jeruk lebih enak 2 kali dari melon, maka apel lebih enak
8 kali dari melon
2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya apel lebih enak dari jeruk,
dan jeruk lebih enak dari melon, maka apel lebih enak dari melon
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan
tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi
karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang
Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio
konsisten < 0.1. nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat konsistensinya
baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR
merupakan ukuran bagi konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam
matriks pendapat. Jika indeks konsistensi cukup tinggi maka dapat dilakukan
revisi judgement, yaitu dengan dicari deviasi RMS dari barisan (aij dan Wi /
Wj ) dan merevisi judgment pada baris yang mempunyai nilai prioritas
terbesar
Memang sulit untuk mendapatkan konsisten sempurna, dalam kehidupan
misalnya dalam berbagai kehidupan khusus sering mempengaruhi preferensi
75
sehingga keadaan dapat berubah. Jika buah apel lebih disuka dari pada jeruk dan
jeruk lebih disukai daripada pisang, tetapi orang yang sama dapat menyukai
pisang daripada apel, tergantung pada waktu, musim dan lain-lain. Namun
konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan perioritas untuk setiap unsur
adalah perlu sehingga memperoleh hasil yang sahih dalam dunia nyata. Rasio
ketidak konsistenan maksimal yang dapat ditolerir 10 %.
b. Penggunaan Software Expert Choise Untuk Metode AHP
Expert Choise adalah suatu sistem yang digunakan untuk melakukan
analisa, sistematis, dan pertimbangan (justifikasi) dari sebuah evaluasi keputusan
yang kompleks.Expert Choice telah banyak digunakan oleh berbagai instansi
bisnis dan pemerintah diseluruh dunia dalam berbagai bentuk aplikasi, antara lain:
1) Pemilihan alternatif
2) Alokasi sumber daya
3) Keputusan evaluasi dan upah karyawan
4) Quality Function Deployment
5) Penentuan Harga
6) Perumusan Strategi Pemasaran
7) Evaluasi proses akuisisi dan merger
8) Dan sebagainya
Dengan menggunakan expert choice, maka tidak ada lagi metode coba-coba
dalam proses pengambilan keputusan. Dengan didasari oleh Analitycal Hierarchy
76
Process (AHP), penggunaan hirarki dalam expert choice bertujuan untuk
mengorganisir perkiraan dan intuisi dalam suatu bentuk logis.Pendekatan secara
hierarki ini memungkinkan pengambil keputusan untuk menganalisa seluruh
pilihan untuk pengambilan keputusan yang efektif.
77
BAB III
IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH BRI
SYARIAH
A. Deskripsi Objek
1. Latar Belakang Berdirinya BRI Syariah
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap
Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank
Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008,
maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi
beroperasi. Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula
beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan
perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.54
Dua tahun lebih PT. Bank BRISyariah hadir mempersembahkan sebuah
bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah
dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna.Melayani nasabah
dengan pelayanan prima (service excellence) dan menawarkan beragam produk
yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah.Kehadiran PT. Bank
BRISyariah di tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna
pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan.Logo ini menggambarkan
keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT.
54
Artikel diakses pada Tanggal 20 Januari di http.brisyariah.co.id
78
Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam kehidupan modern.
Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari warna biru dan putih
sebagai benang merah dengan brand PT.Bank Rakyat
Indonesia(Persero),Tbk.,Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah
pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank
BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009.
Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku
Direktur Utama PT. Bank BRISyariah.55
2.Visi& Misi
Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan financial sesuai
kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah, untuk kehidupan lebih
bermakna.56
a. Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam kebutuhan
finansial nasabah.
b. Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika sesuai prinsip-
prinsip Syariah.
c. Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapanpun,
dimanapun.
55
Artikel diakses pada Tanggal 20 Januari di http.brisyariah.co.id
56
Artikel diakses pada Tanggal 20 Januari di http.brisyariah.co.id
79
d. Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kulitas hidup dan
menghadirkan ketentraman pikiran.
3.Nilai Utama BRI Syariah
a. Kemudahan dan kenyamanan akses perbankan
b. Pemahaman mendalam yang progresif
c. Fokus pada nasabah
d. Penerapan etika secara inklusif
4. Produk BRI Syariah
a. Unit Mikro 25 BRISyariah iB
Deskripsi : pembiayan yang diperuntukkan bagi pedagang/wiraswasta skala Mikro
yang ditujukan untuk usaha produktif dan usahanya sesuai prinsip syariah, dengan
plafon mulai Rp 5 juta – Rp 25 juta. Jenis pembiayaan ini tidak membutuhkan
agunan/jaminan.
Fitur dan Manfaat :
1) Cash pick-up (antar jemput setoran) yang dilakukan oleh Relationship
Officer
2) Nasabah UMS juga dapat menggunakan kartu ATM BRISyariah dan
bertransaksi di seluruh jaringan kantor cabang BRISyariah secara online.
3) Nasabah dapat bertransaksi di lebih dari 20.000 jaringan ATM
4) Berbagai layanan dapat dilakukan melalui ATM BRISyariah, antara lain :
5) Cek saldo, tarik tunai dang anti PIN
6) Transfer
7) Pembelian maupun pembayaran
80
8) Layanan Perbankan Elektronik Phone Banking callBRIS 500789
9) Jangka waktu pembiayaan 6-36 bulan
10) Persyaratan :
11) Usia minimal 21 tahun/telah menikah untuk usia≥ 18 tahun
12) Memiliki usaha tetap
13) Lama usaha yang sama minimal 3 tahun
14) Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia
15) Tujuan pembiayaan untuk usaha yang produktif yaitu : barang modal kerja
atau investasi. Contoh penggunaan dana oleh nasabah : pembelian
peralatan usaha, memperluas tempat usaha, menambah stok barang dan
lain-lain.
16) Persyaratan Dokumen :
17) Kartu Identitas (KTP/SIM/Paspor) yang masih berlaku
18) Kartu Keluarga dan Akta Nikah
19) Akta Cerai/Surat Kematian Pasangan
20) Surat Ijin Usaha/Surat Keterangan Usaha
21) Bukti Pembayaran Lancar Atas Pembiayaan/Kredit Eksisting Di BRIS/
LKK/ LKS Lain Selama 6 Bulan Terakhir.
B. Unit Mikro 75 BRISyariah iB
Deskripsi : Pembiayaan yang diperuntukkan bagi pedagang/wiraswasta skala
mikro yang ditujukan untuk usaha produktif dan usahanya sesuai prinsip syariah,
dengan plafon mulai > Rp 5 juta – Rp 75 juta. Jenis pembiayaan ini membutuhkan
agunan/jaminan.
81
Fitur dan Manfaat :
1) Cash Pick-Up (Antar Jemput Setoran) yang dilakukan oleh Relationship
Officer
2) Nasabah UMS juga dapat menggunakan Kartu ATM BRISyariah dan
bertransaksi di seluruh jaringan kantor cabang BRISyariah secara online
3) Nasabah dapat bertransaksi di lebih dari 20.000 jaringan ATM
4) Berbagai layanan dapat dilakukan melalui ATM BRISyariah, antara lain :
5) Cek saldo, tarik tunai dang anti PIN
6) Transfer
7) Pembelian maupun pembayaran
8) Layanan Perbankan Elektronik Phone Banking callBRIS 500789
9) Jangka waktu pinjaman 6-36 bulan dengan tujuan barang modal kerja
10) Jangka waktu pinjaman 6-60 bulan dengan tujuan investasi
11) Persyaratan :
12) Usia minimal 21 tahun/telah menikah untuk usia≥ 18 tahun
13) Memiliki usaha tetap
14) Lama usaha yang sama minimal 2 tahun
15) Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia
16) Tujuan pembiayaan untuk usaha yang produktif yaitu : barang modal kerja
atau investasi. Contoh penggunaan dana oleh nasabah : pembelian
peralatan usaha, memperluas tempat usaha, menambah stok barang dan
lain-lain.
17) Persyaratan Dokumen :
82
18) Kartu Identitas (KTP/Paspor) yang masih berlaku
19) Kartu Keluarga dan Akta Nikah
20) Akta Cerai/Surat Kematian Pasangan
21) Surat Ijin Usaha/Surat Kterangna Usaha
22) Dokumen Jaminan
23) NPWP*
24) *) untuk pembiayaan > Rp 50 juta
c. Unit Mikro 500 BRISyariah iB
Deskripsi : Pembiayaan yang diperuntukkan bagi pedagang/wiraswasta skala
mikro yang ditujukan untuk usaha produktif dan usahanya sesuai prinsip syariah,
dengan plafon mulai > Rp 5 juta – Rp 500 juta. Jenis pembiayaan ini
membutuhkan agunan/jaminan.
Fitur dan Manfaat :
1) Cash Pick-Up (Antar Jemput Setoran) yang dilakukan oleh Relationship
Officer
2) Nasabah UMS juga dapat menggunakan Kartu ATM BRISyariah dan
bertransaksi di seluruh jaringan kantor cabang BRISyariah secara online
3) Nasabah dapat bertransaksi di lebih dari 20.000 jaringan ATM
4) Berbagai layanan dapat dilakukan melalui ATM BRISyariah,antara lain :
5) Cek saldo, tarik tunai dang anti PIN
6) Transfer
7) Pembelian maupun pembayaran
8) Layanan Perbankan Elektronik Phone Banking callBRIS 500789
83
9) Jangka waktu pinjaman 6-36 bulan dengan tujuan barang modal kerja
10) Jangka waktu pinjaman 6-60 bulan dengan tujuan investasi
11) Persyaratan :
12) Usia minimal 21 tahun/telah menikah untuk usia≥ 18 tahun
13) Memiliki usaha tetap
14) Lama usaha yang sama minimal 2 tahun
15) Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia
16) Tujuan pembiayaan untuk usaha yang produktif yaitu : barang modal kerja
atau investasi. Contoh penggunaan dana oleh nasabah : pembelian
peralatan usaha, memperluas tempat usaha, menambah stok barang dan
lain-lain.
17) Jenis jaminan: tanah, tanah dan bangunan, kios, kendaraan dan Deposito.
18) Persyaratan Dokumen :
19) Kartu Identitas (KTP/Paspor) yang masih berlaku
20) Kartu Keluarga dan Akta Nikah
21) Akta Cerai/Surat Kematian Pasangan
22) Surat Ijin Usaha/Surat Kterangna Usaha
23) Dokumen Jaminan seperti: sertifikat (sertifikat SHM/SHGB/SHMORS),
BPKB mobil, Bilyet Deposito, SIPT Kios.
24) NPWP
B. Perkembangan BRI Syariah
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah sukses mencatatkan pertumbuhan
laba sebesar 14,5% di akhir kuartal III 2013. Pencapaian ini tak diikuti penurunan
84
rasio pembiayaan macet alias non performing finance (NPF) secara
tahunan.Sekretaris Perusahaan BRIS Syariah, Likita T. Prakasa, menjelaskan laba
per September tahun ini Rp 158 mlliar, naik 14,5% ketimbang realisasi akhir 2012
sebesar Rp 138 milliar. Dan optimis, target akhir tahun ini sebesar Rp 195
milliar.57
Pertumbuhan laba terjadi karena peningkatan pembiayaan , terutama dari
pembiayaan mikro yang memiliki margin cukup tinggi. Selain itu, laba
terdongkrak proses administrasi pencatatan agunan sebagai pengurangan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang dilaksanakan dengan
baik. “Hal ini mengurangi beban pencatatan yang ada,”
Pada Kuartal III 2013, BRIS Syariah berhasil menghimpun dana pihak
ketiga (DPK) sebesar Rp 12,9 triliun. Pada Desember tahun lalu, BRIS Syariah
mencatatkan DPK sebesar Rp 11,01 triliun. Hingga akhir tahun pasti nanti,
perusahaan ini memproyeksikan DPK sebesar Rp 16 triliun.58
Dari total DPK terakhir sebesar Rp 12,9 triliun, sebagian besar masih didominasi
deposito yang senilai Rp 9,99 triliun. Selanjutnya adalah tabungan sebesar Rp 2,4
trilliun dan giro Rp 551 miliar.
Untuk pembiayaan, BRI Syariah berhasil mengucurkan Rp 13,7 trilliun
pada September 2013. Dari jumlah itu, pembiayaan ke sector komersial mencapai
Rp 4,23 trilliun. Di sector UKM sebesar Rp 1,5 trilliun, sector linkage Rp 1,8
57
“Pertumbuhan Laba Bri Syariah”, Info Bank, 10 Januari 2013,h.25. 58
“Pertumbuhan Laba Bri Syariah”, Info Bank, 10 Januari 2013,h.30.
85
trilliun pembiayaan consumer Rp 3,6 trilliun dan pembiayaan mikro Rp 2,3
trilliun.BRISyariah juga mencatat penurunan NPF menjadi 2,98% pada September
lalu. “jumlah ini menurun di bandingkan posisi Agustus 2013. Namun, NPF ini
meningkat di bandingkan posisi September 2012 sebesar 2,87%. Meski begitu,
secara umum NPF BRISyariah masih lebih baik di bandingkan NPF industri
perbankan syariah sebesar 3,01%. Hal ini lantaran berbagai proses eksekusi
jaminan yang selama ini di jalankan perusahaan. Alhasil, rasio pembiayaan
bermasalah masih terkendali8.
Meyinggung rencana bisnis ke depan, termasuk di tahun pemilu 2014,
menegaskan bahwa hal itu tidak mengganggu kinerja BRI Syariah, merencanakan
pertumbuhan yang tinggi. Namun kami akan mengubah strategi bisnis dengan
fokus pada segmen mikro dan UMKM.
PT Bank BRI Syariah (BRI Syariah) membidik pertumbuhan sebesar 60-70%
pada tahun 2012. Optimisme pertumbuhan bisnis tersebut sesuai dengan arahan
Bank Indonesia yang yakin perbankan syariah bisa tumbuh maksimal sampai 79%
tahun depan targetkan pertumbuhan 60-70%. Baik pembiayaan dan funding
(pendanaan).59
Dalam mendukung pertumbuhan tersebut, perseroan akan meningkatkan
layanan, khususnya di saluran perbankan elektronik (electronic banking),
termasuk dengan penggunaan jaringan ATM induk usahanya, yakni PT Bank
Rakyat Indonesia (persero) Tbk.
59
“Pertumbuhan Laba Bri Syariah”, Info Bank, 10 Januari 2013,h.35.
86
“BRI kembangkan internet banking, rencana sudah bisal di kuartal satu
tahun depan, sms banking juga. nanti kita kembangkan juga direct banking. Jadi,
dengan ini kita harapkan orang transaksi bisa lewat handphone saja.ATM sendiri
sudah tersambung ke seluruh jaringan ATM Prima dan Bersama. Sekarang sudah
bisa dengan ATM BRI, tapi masih harus sempurnakan lagi,”
Selama 2011 sendiri, lanjutnya, sampai November tercatat pembiayaan
sudah mencapai Rp8,8 triliun, naik sekitar 63% dari posisi akhir 2010 sebesar
Rp5,4 triliun. Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), tercatat sudah sebesar Rp9
triliun, naik 119% dibanding posisi akhir 2010 sebesar Rp4,1 triliun.“Sampai
akhir tahun 2011 DPK kita mau di sekitar Rp9 triliun, sementara pembiayaan bisa
capai Rp9 triliun. Untuk sektor pembiayaan perkembangan paling besar di mikro
dan konsumer,” .
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah mencatat kenaikan aset hingga 12
persen pada kuartal kedua tahun ini. Direktur Utama BRI Syariah, Ventje
Rahadrjo, menyebutkan terjadi pertumbuhan aset cukup signifikan dari Maret
2011 sebesar Rp 6,9 triliun menjadi Rp 7,7 triliun pada Juni 2011 ini. Pembiayaan
di kuartal kedua menembus angka Rp 6 triliun dari posisi sebelumnya di kuartal
pertama Rp 5,8 triliun. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari Rp
5,8 triliun menjadi Rp 6,35 triliun.60
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah mencatat kenaikan aset hingga 12
persen pada kuartal kedua tahun ini, menyebutkan terjadi pertumbuhan aset cukup
6060
“Pertumbuhan Laba Bri Syariah”, Info Bank, 10 Januari 2013,h.40.
87
signifikan dari Maret 2011 sebesar Rp 6,9 triliun menjadi Rp 7,7 triliun pada Juni
2011 ini. Pembiayaan di kuartal kedua menembus angka Rp 6 triliun dari posisi
sebelumnya di kuartal pertama Rp 5,8 triliun. Sementara, dana pihak ketiga
(DPK) meningkat dari Rp 5,8 triliun menjadi Rp 6,35 triliun.
a. Usaha Syariah BRI
Unit Usaha Syariah diawali dengan dioperasikannya 2 (dua) Kantor
Cabang BRI Syariah di Jakarta dan Serang pada tanggal 14 April 2002. Sampai
dengan akhir tahun 2008 BRI Syariah telah memiliki 27 Kantor Cabang BRI
Syariah dan 18 Kantor Cabang Pembantu BRI Syariah yang tersebar di seluruh
Indonesia.Dalam rangka mengantisipasi perkembangan bisnis syariah ke depan,
meningkatkan kinerja dan memperkuat daya saing BRI khususnya dalam segmen
usaha syariah, serta dengan memperhatikan perlunya pengelolaan bisnis
perbankan syariah secara lebih terfokus, manajemen BRI memutuskan untuk
memisahkan/spin off Unit Usaha Syariah (UUS) BRI.Melalui spin off, UUS BRI
akan digabungkan ke dalam Bank Syariah BRI (BSB), yang merupakan hasil
konversi Bank Jasa Arta (BJA) menjadi Bank Umum Syariah.Konversi dimaksud
telah mendapatkan ijin dariBank Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2008,
sehingga sejak tanggal tersebut BRI telah memiliki anak perusahaan Bank Umum
Syariah. Selanjutnya diharapkan BSB dapat tumbuh lebih cepat, sehingga dapat
turut mendukung pertumbuhan perbankan syariah yang kuat di Indonesia.Ke
depan, sesuai dengan visinya untuk menjadi bank Syariah ritel modern terkemuka,
Bank BRI Syariah akan mengembangkan sinergi positif dengan BRI dengan
88
memanfaatkan jaringan kerja BRI sebagai office chanelling dalam
mengembangkan bisnis yang berfokus kepada usaha mikro, kecil dan menengah.61
b. Bisnis Kelembagaan BRI
Dalam menunjang bisnis kepada lembaga-lembaga Pemerintah maupun
swasta, BRI mengembangkan peluang bisnis untuk sektor-sektor strategis baik di
bidang agribisnis maupun non-agribisnis seperti infrastruktur, listrik,
telekomunikasi, pupuk, lembaga pendidikan, yayasan dan dana pension serta
bekerjasama dengan Instansi Pemerintah di pusat maupun daerah dengan
menciptakan, mengembangkan, memasarkan dan melakukan monitoring kepada
institusi-institusi yang mempunyai potensi bisnis baik dalam pendanaan maupun
pembiayaan. 62
Untuk mendukung jalannya bisnis tersebut, pada tahun 2007 dibentuk
Direktorat Bisnis Kelembagaan dengan tujuan agar pengerahan dan penyaluran
dana BUMN, perusahaan swasta dan instansi Pemerintah dapat dilakukan secara
terfokus dan optimal.Dalam upaya menangkap peluang penggalangan dana dan
peningkatan fee-based income dari existing nasabah dalam bisnis institutional
banking, BRI secara khusus menawarkan produk/rancangan manajemen keuangan
yang sesuai dengan karakteristik transaksi keuangan nasabah.
1).Produk Pinjaman
Pada tahun 2008, BRI memberikan fasilitas kredit kepada beberapa
BUMN untuk membantu pembiayaan kepada instansi-instansi dan pengembangan
proyekproyek yang tengah dikerjakan, antara lain melalui fasilitas pinjaman Cash
61
“Pengembangan Unit Usaha Syariah BRI Syariah”, Republika, 20 Maret 2014,h.15. 62
“Pengembangan Bisnis Kelembagaan BRI Syariah”, Republika, 20 Maret 2014,h.22.
89
Loan (Kredit Modal Kerja, KMK Konstruksi, KMK Impor dan Kredit Investasi)
dan NonCash Loan (L/C, Bank Garansi, SKBDN dan Stand-byLC) kepada
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertanian industri gula, pupuk,
infrastruktur, listrik, transportasi, BBM dan sektor produktif lainnya.
Saat ini terdapat 46 BUMN dan anak perusahaanBUMN yang telah
menjadi nasabah BRI. Pertumbuhan pembiayaan kelembagaan/BUMN pada tahun
2008 didukung oleh penerapan beberapa strategi, antara lain:
Melakukan pendekatan kepada BUMN yang telah menjadi nasabah BRI
untuk semakin maksimal memanfaatkan jasa layanan BRI;
Membangun linkage antara BUMN nasabah BRI dengan BUMN yang belum
menjadi nasabah BRI.Dengan hal ini diharapkan akan membuka peluang untuk
dapat melayani BUMN dan anak perusahaan yang belum menjadi nasabah agar
menggunakan jasa perbankan BRI;
Mengadakan pendekatan secara langsung dengan BUMN yang belum
menjadi nasabah khususnya yang dinilai memiliki prospek bisnis yang baik;
Mengadakan seminar, gathering dan pertemuan dengan manajemen BUMN dan
anak perusahaannya sehingga memberikan gambaran tentang keuntungan dan
kemudahan menggunakan jasa layanan BRI;
Bekerjasama dengan Kantor Wilayah dan Kantor Cabang BRI di seluruh
Indonesia untuk secara maksimal memberikan pelayanan kepada BUMN
mengingat lokasi BUMN yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
90
a) Produk Pendanaan
Bisnis Kelembagaan menjadi sumber pendanaan bagi BRI dalam bentuk
Giro dan Deposito Berjangka yang diperoleh dari simpanan dari beberapa instansi
Pemerintah, BUMN/BUMD, lembaga swasta, lembaga Pemerintah dan dana
pensiun. Selain itu BRI juga memberikan layanan pengelolaan dana, baik melalui
kerjasama khusus maupun penerapan Cash Management System untuk BUMN
antara lain adalah: PLN, Pertamina, Angkasapura I dan II, Bulog, Pegadaian,
Pusri, Telkom dan Telkomsel, serta Taspen. Kerjasama dengan BUMN juga
dilakukan melalui penyediaan jasa bank lainnya untuk memperoleh fee-based
income, misalnya berupa kerjasama salary crediting, pembayaran tagihan listrik
dan telepon.63
(1) Rencana Pengembangan
Strategi yang ditempuh untuk pengembangan Bisnis Kelembagaan diantaranya
adalah:
Melakukan ekspansi kredit khususnya kepada BUMN sektor infrastruktur,
industri strategis yang mendorong perkembangan sektor riil, sektorfarmasi,
dan sektor pertambangan;
Menjaga hubungan dengan BUMN yang telah menjadi debitur untuk
mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan BRI;
Melakukan kerjasama pengelolaan dana BUMN, baik yang telah menjadi
nasabah BRI maupun yang belum dengan melakukan implementasi Cash
Management System maupun kerjasama operasional keuangan lainnya seperti
63
“Pengembangan Unit Usaha Syariah BRI Syariah”, Republika, 20 Maret 2014,h.18.
91
system pembelian BBM Pertamina, sistem pembelian pupuk, sistem
pembayaran tagihan telepon dan telepon seluler, dan sebagainya.
C. Pelaksanaan Program Pembiayaan Mikro di BRI Syariah Cabang
Serpong
Bri Syariah cabang Serpong didirikan pada tahun 2009 dan pada tahun
2010 bulan Februari ada 3 unit di Jakarta yaitu ada 500 unit dengan
kualitas yang masih bagus. Pembiyaan mikro di BRI Syariah Cabang
Serpong memegang 7 unit untuk sampai tahun 2015 ini yaitu Cipulir,
Kedoya, Bintaro, BSD, Ciputat, Pamulang, Alam Sutera.64
Bri Syariah setiap minggu pada awal bulan selalu rutin mengadakann
Grebek Pasar untuk meningkatkan pembiayaan mikro di BRI Syariah dan
Pameran pada event-event di beberapa tempat. Bri Syariah sampai saat ini
dana untuk pembiayaan mikro nya mencapai 54- 56 miliar dari nasabah
tahun 2011- 2014.
a. Struktur Organisasi Pembiayaan Mikro di Bri Syariah Cabang Serpong
64
Wawancara Pribadi dengan Bpk Endar. Jakarta, 2 Februari 2015.
Businnes Support
&Control
Business
Distribution &
network
Micro Quantity
Assurance
Micro Marketing
Manager (1)
UMS Head (6-10)
Sales Officer (4) Relationship Officer
(2)
Mikro Area
Support (1)
Collection Supervisor
(1-3) & AFO (1)
UFO
(1)
92
Penjelasan Struktur di cabang dan Unit Khusus untuk Micro Business :
1. Micro Marketing Manager (MMS) secara struktur berada langsung
dibawah Pimpinan Cabang KC. MMM membawahi beberapa UMS
Head dan Collection Supervisor dalam 1 area (cabang) , dan MMM
mempunyai kewajiban untuk selalu berkoordinasi dengan Business
Distribution & Network Micro Business Group untuk pencapain target
sales dan segala hal yang berhubungan dengan bisnis mikro yang
berada di areanya.65
2. Collection Supervisor (Colls) secara struktur berada langsung dibawah
MMM untuk melakukan koordinasi dengan Collection Manager
Cabang dalam hal pengusulan penyelesaian pembiayaan bermasalah
dalam pelaksanannya tugasnya wajib berkoordinasi dengan
Relationship Officer (RO) untuk membantu nasabah UMS.
3. Unit Micro Syariah Head (UH) secara struktur berada langsung
dibawah MMM dan untuk melaksanakan dan memastikan bisnis mikro
pada unti tersebut berjalan dengan baik dan diberikan dan tidak
melanggar syariah comply maupun P3 Mikro. UH harus berkerja sama
dengan Relationship Officer dan harus berkoordinasi dengan Unti
Financing Officer (UFO) di unit Mikro.
4. Sales Officer (SO) secara struktur berada langsung dibawah UH dan
bertugas untuk melakukan penjualan produk-produk mikro serta
65
Wawancara Pribadi dengan Bpk Endar. Jakarta, 2 Februari 2015.
93
melakukan pre-scereening untuk calon-calon nasabah sebelum
dokumen-dokumen pembiayaan diberikan kepada Unit Financing
Officer (UFO) untuk di verifikasi lebih lanjut.
5. Relationship Officer (RO) secara struktur berada langsung dibawah
UH dan bertugas untuk melakukan proses cash pick u dan kunjungan
ke nasabah untuk memastikan pembayaran angsuran nasabah secara
telat waktu, RO bertugas juga melakukan collection dana sampai
dengan DPD 30 hari, jika DPD lebih dari 30 hari proses collection
akan diserahkan kepada Colls.66
6. Area Financing Officer (AFO) secara struktur berada langsung
dibawah Financing Reviewer yang berada di cabang dan bertugas
sebagai pihak risk untuk cabang (area) mikro diantaranya melakukan
verifikasi usaha nasabah, verifikasi jaminan, verifikasi karakter
nasabah dll. AFO akan melakukan verifikasi untuk limit pembiayaan >
75 juta rupiah. Jika UFO berhalangan hadir maka akan fungsi AFO
akan digantikan oleh Financing Reviewer cabang.
7. Unit Financing Officer (UFO) secara struktur berada langsung
dibawah AFO dan sebagai pihak risk yang bertugas melakukan
verifikasi usaha nasabah, verifikasi jaminan, verifikasi karakter
nasabah dan akan menangani nasabah dengan limit pembiayaan
sampai dengan 75 juta rupiah. Jika UFO tidak hadir maka fungsinya
akan digantikan oleh AFO.
66
Wawancara Pribadi dengan Bpk Endar. Jakarta, 2 Februari 2015.
94
b. Alur Proses Pembiayaan Mikro
1. SO
Melakukan prospek terhadap
calon nasabah baru
MULAI
2. SO
Melakukan verifikasi karakter dan
analisa usaha terhadap calon nasabah
3. SO
Memberika aplikasi permohonan
pembiayaan untuk diisi lengkap oleh
calon nasabah dan ditandatangani
berikut menginformasikan persyaratan
copy dokumen pembiayaan yang harus
dilengkapi.
4. SO
Menerima aplikasi permohonan
pembiayaan dari calon nasabah yang
telah diisi lengkap dan tandatangani,
copy dokumen pembiayaan dan
menyiapkan DCL kemudian checklist
status dokumen yang telah lengkap,
bubuhkan paraf pada sisi checklist.
Permohonana pembiayaan dari
calon naaasabah yang telah diisi
lengka dan ditandatangani, copy
dokumen pembiayaan dan
menyiapkan DDL kemudian
checeklist status dokumen yang
telah lengkao bubuhkan paraf pada
5. UFO memastikan
kelengkapan dokumen
proposal pembiayaan, dan
melakukan dedue calon
nasabah pada register
pembiayaan.
6. UFO
Mengajukan permohonan BI Checking
Financing Support dan mendapatkan hasil
dilengkapi pada berkas aplikasi permohonan
pembiayaan
7. UFO
Melakukan verifikasi atas keabsahan dokumen
persyaratan, verifikasi hasil BI Checking dan
daftar hitam BI
Dokumen absah, BI
Checking & Daftar Hitam
Clear ?
8. UFO
Melakukan survey ke calon nasabah untuk
check karakter, trade checking dan atau
penilaian jaminan
95
z
Alur Proses Pembiayaan Mikro
Persetujuan sesuai limit
BWPP UMS?
11. Membuat LKN UH,
menandatangani LKN, UFO, MUP
dan LPBJ
14. UFO
Registrasi status proposal yang disetujui,
membuat SP3 dan memberikan kepada
SO
15. SO
Menginformasikan ke calon nasabah bahwa
status permohonan telah disetujui dan
memberikan SP3 untuk ditandatangani oleh
calon nasabah
17. Nasabah
Menyerahkan dokumen asli, jaminana asli
(jik ada jaminan) dan menerima Surat Bukti
Srah Terima Dokumen / Jaminan Asli (BSTJ)
18. UFO
Menerima, memverifikasi dokumen
pembiayaan dan jaminan asli untuk
memastikan dokumen yang diberikan sesuai
dengan kondisi pada saat verifikasi awal,
kemudia melengkapi DCL sesuai
kelengkapan fisik dokumen dan
menandatanganinya serta
menandatanganinya BSTJ bersama UH
8. Melakukan survai ke calon
nasabah untuk cek karakter,
trade cheking dan atau penilaian
jaminan.
9. Membuat LKN, MUP, dan atau
LPBU serta menandatanganinya
10. Melakukan verifikasi
terhadap karakter kondisi usaha
12. AFO Melakukan survai ke calon
nasabah untuk cek karakter, trade
cheking dan atau penilaian
jaminan.
13. Pinca
Review dan menandatangani
MUP sesuai limit BWPP
16. UFO
Membuat akad pembiayaan. Pengikatan
jaminan (jika menggunakan jaminan) dan
Surat Bukti Serah Terima Jaminan Asli
96
19a Nasabah, UFO & UH
Menandatangani akad pembiayaan dan
atau pengikatan jaminan
C
20. UFO
Membuat IRP sesuai kondisi
yang ada pada MUP dan
meandatanganinya
21. UFO
Menerima IRP, DCL, dokumen pembiayaan dan
jaminan asli serta BSTJ dll
22. UFO
Check kelengkapan dokumen asli sesuai dengan
DCL serta menandatanganinya dan menyusun file
pembiayaan sesuai ketentuan
23. UH
Memastikan isi IRP sudah sesuai dengan MUP, kelengkaan dokumen
asli (dokumen pembiayaan dan jaminan) sesuai dengan ketentuan dan
menandatangani IRP tersebut
24. Pincapem / MMM
Mastikan IRP telah sesuai dengan MUP serta telah ditandatangani
oleh UFO dan UH kemudian menandatanganinya.
25. UH
Menyampaikan berita IRF yang telah
ditandatangani oleh UFO, UH dan
Pincapem/MMM ke Financing Support
97
BAB IV
IRP OK ?
27a. Operasi Pembiayaan
Melakukan create Financing Account dan
membukukan realisasi pembiayaan
28. Operasi Pembiayaan
Menginformasikan hasil realisasi setiap akhir hari sesuai
berita realisasi dari UMS sebagai konfirmasi bahwa IRP
telah dijalankan
29. UFO
Membuat rekap hasil realisasi per hari dan wajib
melakukan rekonsiliasi hasil realisasi setiap akhir hari
berdasarkan informasi dari financing support
30. UH
Melakukan pencocokan hasil realisasi antara rekap
realisasi dengan report realisasi dari financing
support
26. Financing Support
Check kelengkapan pengisian IRP,
verifikasi tandatangan pejabat berwenang
yang ada pada IRP dibandingkan dengan
speciment
SELESAI
98
BAB IV
ANALISIS PROGRAM PEMBIAYAAN MIKRO DI BRI SYARIAH
CABANG SERPONG
A. Analisis Kelayakan Usaha-Usaha Mikro di BRI Syariah
BRI Syariah memiliki plafond dalam pembiayaan mikro yaitu 2,5 juta
sampai 500 juta.Dalam pembiayaan dibutuhkan juga kelayakan usaha-
usaha mikro dari calon nasabah agar tidak terjadi kelasahan dalam
pemberian pembiayaan kepada nasabah.67
a. Jenis usaha dibawah ini tidak dapat diproses:
1. Kepada usaha yang baru berdiri (start up business), kurang dari 3 (tiga)
tahun untuk Kupedes 25 iB dan kurang 2 (dua) tahun untuk Kupedes
75 iB dan 500 iB.
2. Kepada bisnis yang bertentangan dengan proses syariah (misalnya
perjudian, pelacuran,baik terselubung maupun terang-terangan) tempat
hiburan seperti bar, diskotik, karaoke,bola tangkas, pedagang yang
jenis barang dagangannya didominasi oleh rokok, minuman
beralkhohol, dll).
3. Kepada usaha pembiayaan baik formal maupun informal.
4. Kepada usaha yang pendapatan usahanya diterima secara berkala,
misalnya setiap 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan seterusnya.
5. Kepada pedagang yang tidak memiliki tempat usaha tetap.
67
Wawancara Pribadi dengan Bpk Endar. Jakarta, 2 Februari 2015.
99
6. Kepada pedagang yang tidak memiliki tempat usaha didalam radius
yang telah disetujui UMS terkait, antara lain :
a. Pedagang ditempat lain yang menjadi pelanggan di pasar terkait.
b. Pedagang ditempat lain yang menjadi supplier di pasar terkait.
b. Lamanya usaha
1. Lama usaha minimum 3 (tiga) tahun untuk Kupedes 25 iB dan 2
(dua) tahun untuk Kupedes 75 iB dan Kupedes 500 iB dibidang
usaha yang akan dibiayai.
2. Bilamana pengalaman usaha dari calon nasabah dibidang usaha
yang sama kurang dari butir 1 di atas, harus ada garansi usaha yang
sejenis (dengan lama > 2 tahun) dengan menandatangani Borgtoch
(Personal Guarantee).
3. Bilamana pengalaman usaha dari calon nasabah di bidang usaha
yang sejenis kurang dari butir 1 di atas di pasar yang sama, harus
dibuktikan dengan dokumen/surat (contoh bukti dagang) apapun
jenisnya yang menjelaskan lama usaha dipasar sebelumnya.
4. Butir 2 dan butir 3 di atas adalah deviasi yang harus disetujui oleh
pimpinan cabang.
B. Analisis Produk-Produk Pembiayaan Mikro Untuk Usaha Mikro Bagi
Nasabah
Produk-produk pembiayaan mikro untuk BRI Syariah yaitu dibagi 3.
Nama Produk Pembiayaan dengan skema Murabahah adalah:68
68
Wawancara Pribadi dengan Bpk Endar. Jakarta, 2 Februari 2015.
100
1. KUPEDES 25 iB
2. KUPEDES 75 iB
3. KUPEDES 500 iB
1. Kupedes 25 iB dengan skema pembiayaan yaitu jual beli
(murabahah) dengan tujuan pembiayaan barang modal kerja &
investasi yang tidak bertentangan dengan syariah, target market
wiraswasta pemilik usaha (pengusaha) dan memiliki daftar riwayat
hidup yang baik dan dapat dibuktikan melalui BI Checking, Radius
pembiayaan 5 KM dari cabang BRI Syariah atau dari titik yang
ditentukan sebagai zona penjualan, lama menjalani usaha sejenis
minimal 3 (tiga) tahun, Usia calon nasabah dengan minimal 21
tahun atau telah menikah untuk usia lebih besar atau dengan 18
tahun, dan maksimal 65 tahun pada saat akhir jangka waktu
pembiayaan, limit pembiayaan yaitu Rp 2.500.000 sampai dengan
Rp 25.000.000, Jangka waktu pembiayaan yaitu pembiayaan baru /
nasabah baru tenor 6 sampai dengan 10, pembiayaan nasabah
existing maksimal 48 bulan.
2. Kupedes 75 iB tidak berbeda jauh dengan Kupedes 25 iB tetapi ada
bedanya yaitu adanya dokumen jaminan antara lain BPKB
Mobil/Motor, SIPTU atau sejenis (Kios/Los/Lapak/Dasaran),
Girik, Petok, Letter C, SHM, SHGB, SHMSRS, IMB – Tidak
Wajib.
101
3. Kupedes 100 iB sama dengan Kupedes 75 iB dan pengikatan
jaminan dengan notaris.
C. Analisis Pengawasan (Monitoring) dan Evaluasi Pembiayaan untuk
Usaha Mikro
Dalam perbankan pengawasan untuk pemberian maupun proses
pembiayaan sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian maupun proses pembiayaan dari pihak bank dan nasabah.69
Setelah pencairan pembiayaan dilakukan, perlu diadakan
pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas usaha dari nasabah
penerima fasilitas oleh bank baik secara aktif maupun pasif.Pengawasan
secara aktif misalnya melakukan peninjauan setempat atas aktivitas usaha
nasabah penerima fasilitas, sedangkan pengawasan secara pasif misalnya
menganalisis laporan keuangan, laporan stok barang dagangan dan/atau
laporan kegiatan usaha yang disampaikan oleh nasabah kepada bank.
Dari laporan nasabah tersebut bank seyogianya dapat melakukan
analisis secara kualitatif dan/atau kuantitatif terhadap nasabah dan
kegiatan usaha nasabah yang bersangkutan.Tindakan pemantauan dan
pengawasan oleh bank setelah pembiayaan diberikan kepada nasabah
tersebut merupakan pelaksanaan salah satu prinsip kehati-hatian
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perbankan Syariah.
Apabila dari hasil pemantauan/pengawasan tersebut ternyata tidak
diperoleh kesesuaian antara laporan nasabah dan fakta di lapangan,
69
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama,2012), h.89.
102
sehingga dapat menimbulkan kualitas pembiayaan atau kolektibilitas
pembiayaan nasabah bermasalah, maka bank perlu mengambil langkah-
langkah penyelamatan pembiayaan, antara lain melakukan pemanggilan
wawancara dengan nasabah yang bersangkutan, melakukan analisis
terhadap kejanggalan dan/atau adanya penyimpangan (side streaming)
pengguanaan pembiayaan tersebut, melakukan negosiasi, melakukan
upaya restrukturisasi (I’adah tarkib) dengan mengacu kepada ketentuan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008
perihal Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/9/PBI/2011
dan SEBI No. 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 perihal
Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,
sebagaimana telah diubah dengan SEBI No. 13/16/DPbS tanggal 30 Mei
2011.
Dalam hal kolektibilitas pembiayaan masuk kategori golongan V (macet),
maka bank perlu melakukan tindakan penyelesaian pembiayaan macet
tersebut, antara lain dengan melakukan eksekusi agunan.
D. Analisis Proses Pembiayaan Mikro di BRI Syariah
Proses pemberian pembiayaan di BRI Syariah pada saat calon
debitur mengajukan pinjaman calon debitur menjelaskan apa uang hasil
pinjaman tersebut dikarenakan pada saat pencairan pinjaman debitur
diberikan kuasa oleh kreditur untuk membeli keperluan usahanya sesuai
dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang diajukan pada saat
103
pengajuan. Setelah debitur melakukan pembelian barang-barang yang akan
dijual, kreditur akan meminta bukti dalam bentuk nota atau kwitansi
pembelian barang-barang usaha tersebut. Setelah melakukan pencairan
pinjaman kreditur akan berdiskusi kepada calon debitur mengenai sistem
bunga dan bagi hasil. Kreditur menawarkan bunga yang telah ditetapkan
oleh Bank BRI Syariah dan memberi tahu margin yang akan mereka
dapatkan dari pinjaman tersebut. Dari margin tersebut akan dilakukan bagi
hasil antara pihak bank (kreditur) dengan nasabah (debitur) pembagian
margin telah ditentukan pada saat perjanjian awal. Setelah pencairan
pinjaman pihak bank tetap melakukan pengontrolan kepada usaha dan
pembayaran pinjaman tersebut.
Mekanisme perhitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan 2
macam pendekatan. Menurut Sri Nurhayati (2012:58), yaitu:
1. Pendekatan Profit Sharing (Bagi Laba)
Perhitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang
berdasarkan pada laba, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya
usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
2. Pendekatan Revenue Sharing (Bagi Pendapatan)
Perhitungan menurut pendekatan ini merupakan perhitungan laba yang
didasarkan pada pendapatan yang diperoleh pengelola dana, yaitu
pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
3. Perancangan Atribut Penilaian
104
Dari hasil survey literatur, ditemukan beberapa atribut yang dapat
digunakan dalam menentukan kelayakan seorang debitur dalam mendapatkan
persetujuan pengambilan pembiayaan di BRI Syariah
Gambar 1.4 Skema kriteria dan sub kriteria dari proses pengajuan
pembiayaan
4. Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) Pairwise
Comparison yaitu pengambil keputusan membandingkan dua alternatif
yang berbeda dengan menggunakan sebuah skala yang bervariasi dari
„equally important‟ atau sama penting sampai dengan „extremely
more important‟ atau jauh lebih penting. Penilaian dilakukan dengan
memberikan pembobotan terhadap kriteria evaluasi yaitu memberikan
angka numerik dari 1 hingga 9 sebagai patokan dalam pertimbangan
penilaian. Angka numerik tersebut berdasarkan angka penilaian yang
disusun Thomas L. Saaty sebagai skala untuk penilaian perbandingan
Keputusan Pengambilan
Pembiayaan
Latar Belakang
Debitur
Kondisi Usaha Resiko Jaminan Analisa Keuangan Analisa Resiko
- Hasil dari BI
Checking
- Identitas Debitur
- Status Tempat
Tinggal
- Riwayat Hidup
Debitur
- Tujuan
Pengajuan
- Lama Usaha
- Jenis Usaha
- Prospek Usaha
- Jenis Jaminan
- Lokasi Jaminan
- Nilai Jaminan
- Status
Kepemilikan
- Sejarah
Keuangan
- Tingkat
Perputaran
Uang
- Proyeksi
Cash Flow -Resiko Jangka Pendek
-Resiko Jangka Menengah
- Resiko Jangka Panjang
105
berpasangan. Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan kuesioner,
diperoleh kriteria dan subkriteria penilaian yang kemudian dihitung
bobotnya. Berikut Perhitungan Pembobotan untuk Kriteria dan sub
Kriteria yang berbentuk matriks A yang berisi nilai Aij dan Aji.
Tabel 4.1 Perangkingan Kriteria
Kriteria Debitur Usaha Jaminan Keuangan Risiko
Debitur 1 7 7 7 7
Usaha 0,143 1 3 3 4
Jaminan 0,143 0,333 1 1 1
Keuangan 0,143 0,250 1 1 1
Risiko 0,143 0,333 1 1 1
5. Menentukan Prioritas Pilihan (Synthesis of Priority)
Synthesis of priority yaitu menentukan prioritas atas alternatif-
alternatif yang telah diperbandingkan pada pairwise comparison.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung Nilai Evaluasi
Prioritas dengan cara melakukan pembobotan parsial yang meliputi:
a. Mengkalkulasikan nilai faktor dalam kolom tabel
Untuk mengkalkulasi nilai faktor dalam tabel digunakan skala 1 s.d 9
yang diperoleh dari kuesioner.
b. Membagi tiap nilai faktor dalam kolom dengan nilai total kalkulasi
per kolomnya
106
c. Menghitung nilai rata-rata baris dengan mengkalkulasikan nilai
faktor per barisnya dibagi 6 (enam). Maka didapat hasil berikut ini.
Tabel 4.3 Matriks yang telah dinormalisasi
Kesimpulan: Dari hasil nilai rata-rata baris diatas diketahui bahwa faktor debitur
memiliki nilai tertinggi, yaitu Faktor Debitur 0,551 namun belum bisa ditetapkan
sebagai nilai kriteria yang dipilih sebelum menentukan tingkat rasio
konsistensinya.
6. Rasio Konsistensi (CR/ Consistency Ratio) Consistency Ratio, yaitu
mengevaluasi tingkat konsistensi penilaian yang diberikan oleh responden pada
tahap pairwise comparison. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) Menentukan Weighted Sum Vector, yaitu mengalikan hasil dari nilai rata-rata
baris dengan tiap nilai faktor pada tabel Pairwise comparison. Tabel 4.4
memperlihatkan hal ini dengan lebih jelas.
Kriteria Debitur Usaha Jaminan Keuangan Risiko
Debitur 0,583 0,757 0,500 0,500 0,467
Usaha 0,083 0,108 0,214 0,267 0,214
Jaminan 0,083 0,036 0,071 0,036 0,067
Keuangan 0,083 0,027 0,071 0,027 0,067
Risiko 0,083 0,036 0,071 0,027 0,067
Rata-rata 0,551 0,184 0,065 0,065 0,067
107
Tabel 4.4 Penentuan Weighted Sum Vector
Kriteria Debitur Usaha Jaminan Keuangan Resiko
Debitur 1 7 7 7 7
Usaha 0,143 1 3 4 3
Jaminan 0,143 0,333 1 1 1
Keuangan 0,143 0,250 1 1 1
Resiko
Total
0,143
1,572
0,333
8,916
1
13
1
14
1
13
Pembobotan (Weighted Sum Vector)
1. Debitur :(0,551*1) + (0,184*7) + (0,067*7) + (0,067*7) + (0,065*7) +
(0,067*7) = 3,693404
2. Usaha : (0,551*0,143) + (0,184*1) + (0,067*3) + (0,067*3) + (0,065*4) +
(0,067*3) = 1,123728
3.Jaminan : ( 0,551*0,143) + (0,184*0,333) + (0,067*1) + (0,067*1) + (0,065*1)
+(0,067*1) = 0,405311
4. Keuangan: ( 0,551*0,143) + (0,184*0,333) + (0,067*1) + (0067*1) + (0,065*1)
+ (0,067*1) = 0,405311
5. Resiko: ( 0,551*0,143) + (0,184*0,250) + (0,067*1) + (0,067*1) + (0,065*1) +
(0,067*1) = 0,39008
Menentukan nilai consistency vector dengan cara membagi nilai weighted sum
vector dengan nilai rata-rata hasil Consistency Vector:
Debitur = 3,693404/ 0,551 = 6,701886
108
Usaha = 1,123728/ 0,184 = 6,123718
Jaminan = 0,405311/ 0,067 = 6,074523
Keuangan = 0,405311/ 0,067 = 6,074523
Resiko = 0,39008/ 0,065 = 5,980307
6. Menghitung nilai Consistency Index (CI) dan lamda pada rumus CI
sebagai berikut.
CI = λ - n
n-1
Dimana :
Nilai lamda λ merupakan nilai rata-rata dari Consistency Vector
λ = total nilai consistency vector/ jumlah studi kasus proyek(n)
Jadi λ = (6,701886 + 6,123718 + 6,074523+ 6,074523+ 5,980307+
6,074523)/6 = 6,17158
Jadi nilai Consistency Index adalah:
CI = (6,17158 – 6) / (6-1) = 0,034316
7. Nilai CR (Consistency Ratio) didapat dari hasil rumus berikut ini :
CR = CI
RI
RI (Random Index) adalah sebuah fungsi langsung dari jumlah
alternatif faktor resiko yang sedang dipertimbangkan dari masing-
masing studi kasus proyek.
Perkiraan RI dapat dilihat melalui tabel 4.2 yang menetapkan bahwa
dengan N = 6 maka nilai RI = 1,24
109
Jadi pada kasus ini nilai Consistency Ratio (CR) adalah: CR =
0,034316/ 1,24 CR = 0,027674 Untuk nilai CR ≤ 0,10 maka dasar
pengambilan keputusan secara relatif bisa dikatakan “Konsisten” .
8. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kriteria debitur terhadap pelaksanaan
pembiayaan memiliki bobot tertinggi yaitu 0,551 dengan Inconsistency
Ratio 0,027674 P.
D. Analisis sistem pemberian pembiayaan mikro
Urutan langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan jenis-jenis kriteria calon penerima pembiayaan mikro,
Kriteria-kriteria yang dibutuhkan calon penerima pembiayaan adalah
status pembiayaan, produktivitas usaha, kondisi usaha, jaminan, dan
kolektibilitas.
2. Menyusun kriteria-kriteria calon penerima pembiayaan dalam matriks
berpasangan.
Seperti pada tabel 3.1
110
Tabel 3.1 Matriks berpasangan untuk kriteria calon
Cara pengisian elemen - elemen matriks pada Tabel 3.2, adalah sebagai berikut :
a. Elemen a[i,j] = 1, dimana i = 1,2,3,.....n. Untuk penelitian ini, n =5
b. Elemen matriks segitiga atas sebagai input.
c.Elemen matriks segitiga bawah mempunyai rumus.
α[ j,i] = 1
α [j,i] Untuk i ≠ j
Kriteria Status
Pembiayaan
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan Kolektibilitas
Status
Pembiayaan
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan
Kolektibilitas
Jumlah
111
Tabel 3.1 Matriks berpasangan untuk kriteria calon penerima
pembiayaan
Kriteria Status
Pembiaya
an
Produktivi
tas Usaha
Kondi
si
Usaha
Jamin
an
Kolektibili
tas
Status
Pembiayaa
n
1 3 5 5 7
Produktivi
tas Usaha
0.3333 1 2 3 5
Kondisi
Usaha
0.2 0.5 1 3 5
Jaminan 0.2 0.3333 0.333
3
1 3
Kolektibili
tas
0.1428 0.2 0.2 0.333
3
1
Jumlah 1.8761 5.0333 8.533
3
12.33
33
21
Tabel 3.3 Masukan Nilai Perbandingan Kriteria Nasabah KUR Setelah
dimasukkan data pada Tabel 3.3 di atas, maka tahap selanjutnya adalah membagi
nilai masing-masing sel pada tabel 3.3 di atas dengan jumlah masing-masing
112
kolomnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 yaitu hasil
perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini :
Hks= (Xs1...Xs5) / Ks
Hkp= (Xp1...Xp5) / Kp
Hkk= (Xk1...Xk5) / Kk
Hkj= (Xj1...Xj5) / Kj
Hkko= (Xko1...Xko5) / Kko
Tabel 3.4 Niai Pembagian Jumlah Kolom Kriteria Nasabah Pembiayaan
Tabel 3.5 Nilai Prioritas Kriteria
Kriteria Prioritas Kriteria
Status Kredit 0.4907
Produktivitas Usaha 0.2184
Kondisi Usaha 0.1609
Jaminan 0.0871
Kolektibilitas 0.0428
Kriteria Status
Pembiayaan
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan Kolektibilitas Jumlah
Baris
Status
Pembiayaan
0.5330 0.5960 0.5859 0.4054 0.3333 2.4536
Produktivitas
Usaha
0.1776 0.1987 0.2344 0.2432 0.2381 1.0920
Kondisi
Usaha
0.1066 0.0933 0.1172 0.2432 0.2381 0.8044
Jaminan 0.1066 0.0662 0.0390 0.0811 0.1428 0.4357
Kolektibilitas 0.0761 0.0397 0.0234 0.0270 0.0476 0.4357
113
Kriteria status kredit adalah kriteria paling penting dalam kasus ini, karena
memiliki nilai prioritas paling tinggi dibandingkan kriteria produktivitas usaha,
kriteria kondisi usaha, kriteria jaminan, dan kriteria kolektibilitas.
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.3
dikalikan dengan prioritas kriteria pada tabel 3.5. Untuk lebih jelasnya perhatikan
tabel 3.6 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus
berikut ini:
Rs = (Xs1...Xs5) * Ps
Rp= (Xp1...Xp5) * Pp
Rk= (Xk1...Xk5) * Pk
Rj= (Xj1...Xj5) * Pj
Rko= (Xko1...Xko5) * Pk
Tabel 3.6 Nilai Masukan Matriks Kriteria dikali Nilai Prioritas Kriteria
Kriteria Status
Pembiayaan
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan Kolektibilitas Jumlah
Baris
Status
Pembiayaan
0.4907 0.6552 0.8045 0.4355 0.2996 2.6855
Produktivitas
Usaha
0.1635 0.2184 0.3218 0.2613 0.2140 1.1790
Kondisi
Usaha
0.0981 0.1092 0.1092 0.2613 0.2140 0.8435
Jaminan 0.0981 0.0728 0.0536 0.0871 0.1284 0.4400
Kolektibilitas 0.0701 0.0437 0.0322 0.0290 0.0428 0.2178
114
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.6 di atas dibagi dengan nilai
prioritas masing-masing kriteria pada tabel 3.5. Hasilnya dapat dilihat pada tabel
Tabel 3.7 Hasil Bagi Nilai Jumlah Baris Tabel 3.6 dengan Nilai Prioritas
Kriteria
Kriteria Lamda (λ)
Status Kredit 5.4728
Produktivitas Usaha 5.3983
Kondisi Usaha 5.2424
Jaminan 5.0517
Kolektibilitas 5.0888
Total 26.2540
λ Max 5.2508
Nilai total pada tabel di atas diperoleh dari penjumlahan semua nilai hasil bagi
kriteria, sedangkan nilai λMax diperoleh dari nilai Total dibagi banyaknya kriteria
yang ada yakni 5.
Keterangan:
CI: Consistency Index (Indeks Konsistensi)
CR: Consistency Ratio (Rasio Konsistensi)
λmax: eigenvalue maksimum(bobot maksimum setiap elemen)
n : banyak kriteria
Selanjutnya masukkan data yang sudah dicari sebelumnya pada rumus tersebut.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
CI: (λmax-n) / (n-1)
(5,2508 - 5) / (5-1)
(0,2508) / 4
0,0627
115
CR : CI / RI
0,0627 / 1,12
0,0560( CR < 0,1 , nilai
ACCEPTABLE)
Setelah dihasilkan prioritas kriteria, langkah selanjutnya adalah menghitung
prioritas masing-masing calon nasabah penerima KUR dengan memasukkan nilai
pada masing-masing calon nasabah penerima pembiayaan mikro untuk tiap
kriteria.
a. Nilai Matriks Nasabah Per Kriteria
Ada 5 kriteria yang mendasari pengambilan keputusan pada calon penerima KUR,
dan kelima-limanya harus dibandingka n dengan tiap nasabah dalam matriks
berpasangan.
1) Status Pembiayaan
Proses pencarian nilai konsistensi nasabah tiap kriteria sama dengan proses
pencarian nilai konsistensi kriteria yakni memasukkan nilai perbandingan ke
dalam matriks.
Tabel 3.8 Nilai Perbandingan Nasabah Tiap Kriteria
Status
Pembiayaan
Andi Toni Risa Wulan Dani
Andi
1 1 1 1 1
Toni 1 1 1 1 1
Risa 1 1 1 1 1
Wulan 1 1 1 1 1
Dani 1 1 1 1 1
Jumlah 5 5 5 5 5
116
Tabel 3.9 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah Tiap Kriteria
Kriteria Nasabah Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Toni 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Status
Pembiayaan
Risa 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Wulan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Dani 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Tabel 3.10 Nilai Prioritas Nasabah Tiap Kriteria
Nasabah Status Kredit
Andi 0.2
Toni 0.2
Risa 0.2
Wulan 0.2
Dani 0.2
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel
3.8 dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing nasabah pada tabel
3.10. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 3.11 yaitu hasil perhitungan
yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini:
Rds = (Xds1…Xdsn) * Pds
Keterangan: Rds = Perkalian sel kolom nasabah per status kredit dengan prioritas
kriteria nasabah baris status kredit
Bdps =Σ=njja1] Bdps =Σ=njja1] Bdps =Σ=njja1] Bdps =Σ=njja1]
Bdps =Σ=njja1]
117
Keterangan: Bdps = Jumlah baris hasil perkalian nasabah per status kredit
Tabel 3.11. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap
Kriteria
Status
Kredit
Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Toni 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Risa 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Wulan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Dani 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.11 di atas dibagi
dengan nilai prioritas masing-masing nasabah pada tabel 3.10. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel 3.12 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh
dengan menggunakan rumus berikut ini:
= dsλdsdpsPB
Keterangan: Bdps = Jumlah baris hasil perkalian nasabah per status kredit
Pds = Prioritas nasabah per status kredit
Ds = eigenvalue nasabah per status kredit λ
118
Tabel 3.12 Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.11 dengan Nilai Prioritas
Nasabah
Kriteria Lamda (λ)
Andi 5
Toni 5
Risa 5
Wulan 5
Dani 5
Total 25
λMax 5
Nilai total pada tabel di atas diperoleh dari penjumlahan semua hasil bagi
nasabah, sedangkan nilaiMax diperoleh dari nilai Total dibagi banyaknya nasabah
yakni 5 orang. λ
Berikutnya adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dan nilai Consistency
Ratio (CR).
CI : (max-n) / (n-1) λ
(5-5) / (5-1)
(0) / 4
0
CR : CI / RI
0 / 1.12
0 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE )
2) Produktivitas Usaha
Untuk proses yang pertama, kita harus memasukkan nilai tiap nasabah dengan
kriteria produktivitas usaha pada matriks berpasangan. Rumus yang digunakan
119
sama seperti rumus pada status kredit. Misalkan data yang dimasukkan dapat
dilihat pada tabel 3.13
Tabel 3.13. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah tiap Kriteria
Produktivitas
Usaha
Andi Toni Risa Wulan Dani
Andi 1 4 3 3 2
Toni 0.25 1 3 3 2
Risa 0.3333 0.3333 1 2 0.3333
Wulan 0.3333 0.3333 0.5 1 0.3333
Dani 0.5 0.5 3 3 1
Jumlah 2.4166 6.1666 10.5 12 5.6666
Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.13 di atas, maka tahap selanjutnya adalah
membagi nilai masing-masing sel pada tabel 3.13 di atas dengan jumlah masing-
masing kolomnya. Misalnya nilai 1 pada kolom1 baris1 dibagi dengan 2.4166
yakni jumlah kolomnya, selanjutnya 0.25 dibagi 2.4166, begitu seterusnya hingga
semua sel selesai di bagi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.14.
Tabel 3.14. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah tiap Kriteria
Kriteria Nasabah Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.4138 0.6486 0.2857 0.25 0.3529 1.9510
Toni 0.1034 0.1622 0.2857 0.25 0.3529 1.1542
120
Produktvitas
Usaha
Risa 0.1379 0.0540 0.0952 0.1667 0.0588 0.5126
Wulan 0.1379 0.0540 0.0476 0.0833 0.0588 0.3816
Dani 0.2069 0.0811 0.2857 0.25 0.1765 1.0002
Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris
pada masing-masing sel pada Tabel 3.14 dibagi dengan banyak nasabah (5).
Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.15.
Tabel 3.15. Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria
Nasabah Produktivitas Usaha
Andi 0.3902
Toni 0.2308
Risa 0.1025
Wulan 0.0763
Dani 0.2000
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.13
dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing nasabah pada tabel 3.15.
Matriks kriteria pada kolom 1 baris 1 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria
masing-masing nasabah pada baris 1, begitu seterusnya. Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel 3.16.
121
Tabel 3.16. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria
Produktivitas
Usaha
Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.3902 0.9232 0.3075 0.2289 0.4000 2.2498
Toni 0.0975 0.2308 0.3075 0.2289 0.4000 1.2647
Risa 0.1300 0.0769 0.1025 0.1526 0.0667 0.5287
Wulan 0.1300 0.0769 0.0512 0.0763 0.0667 0.4011
Dani 0.1951 0.1154 0.3075 0.2289 0.2000 1.0469
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.16 di atas dibagi dengan
nilai prioritas masing-masing nasabah pada tabel 3.15. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 3.17.
Tabel 3.17. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.16 dengan Nilai Prioritas
Nasabah
Kriteria
(Produktivitas
Usaha)
Lamda (λ)
Andi 5.7658
Toni 5.4796
Risa 5.1580
122
Wulan 5.2569
Dani 5.2345
Total 26.8948
λMax 5.3790
Berikutnya adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dan nilai Consistency
Ratio (CR).
CI : (max-n)/(n-1) λ
(5.3790-5)/(5-1)
(0.3790)/4
0,0947
CR : CI / RI
0,0947 / 1.12
0,0845 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE)
3) Kondisi Usaha
Untuk proses yang pertama, kita harus memasukkan nilai tiap nasabah dengan
kriteria kondisi usaha pada matriks berpasangan. Rumus yang digunakan sama
seperti rumus pada status kredit. Misalkan data yang dimasukkan dapat dilihat
pada tabel 3.18.
Tabel 3.18. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah tiap Kriteria
123
Kondisi
Usaha
Marina Gilang Ari Hendra Andi
Marina 1 3 3 3 2
Gilang 0.3333 1 2 2 0.3333
Ari 0.3333 0.5 1 2 0.3333
Hendra 0.3333 0.5 0.5 1 0.3333
Andi 0.5 3 3 3 1
Jumlah 2.4999 8 9.5 11 3.9999
Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.18 di atas, maka tahap selanjutnya adalah
membagi nilai masing-masing sel pada tabel 3.18 di atas dengan jumlah masing-
masing kolomnya. Misalnya nilai 1 pada kolom1 baris1 dibagi dengan 2.4999
yakni jumlah kolomnya, selanjutnya 0.3333 dibagi 2.4999 begitu seterusnya
hingga semua sel selesai di bagi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
3.19.
Tabel 3.19. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah tiap Kriteria
Kriteria Nasabah Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.4000 0.3750 0.3158 0.2727 0.5000 1.8635
Toni 0.1333 0.1250 0.2105 0.1818 0.0833 0.7339
Kondisi
Usaha
Risa 0.1333 0.0625 0.1053 0.1818 0.0833 0.5662
Wulan 0.1333 0.0625 0.0526 0.0909 0.0833 0.4226
Dani 0.2000 0.3750 0.3158 0.2727 0.2500 1.4135
124
Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris
pada masing-masing sel pada Tabel 3.19 dibagi dengan banyak nasabah (5).
Hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20. Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria
Nasabah Kondisi Usaha
Andi 0.3727
Toni 0.1468
Risa 0.1132
Wulan 0.0845
Dani 0.2827
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.18
dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing nasabah pada tabel 3.20. Untuk
lebih jelasnya perhatikan tabel 3.21.
125
Tabel 3.21. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap
Kriteria
Kondisi
Usaha
Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.3727 0.4404 0.3396 0.2535 0.5654 1.9716
Toni 0.1242 0.1468 0.2264 0.1690 0.0942 0.7606
Risa 0.1242 0.0734 0.1132 0.1690 0.0942 0.5740
Wulan 0.1242 0.0734 0.0566 0.0845 0.0942 0.4329
Dani 0.1863 0.4404 0.3396 0.2535 0.2827 1.5025
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.21 di atas dibagi dengan
nilai prioritas masing-masing nasabah pada tabel 3.20. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 3.22.
Tabel 3.22. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.21 dengan Nilai Prioritas
Nasabah
Kriteria (Kondisi Usaha) Lamda (λ)
Andi 5.2900
Toni 5.1812
Risa 5.0707
Wulan 5.1231
Dani 5.3148
126
Total 25.9798
λMax 5.1960
Berikutnya adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dan nilai Consistency
Ratio (CR).
CI : (max-n)/(n-1) λ
(5.1960-5)/(5-1)
(0.1960)/4
0,0490
CR : CI / RI
0,0490/ 1.12
0,0437 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE)
4)Jaminan
Untuk proses yang pertama, kita harus memasukkan nilai tiap nasabah dengan
kriteria jaminan pada matriks berpasangan. Rumus yang digunakan sama seperti
rumus pada status kredit. Misalkan data yang dimasukkan dapat dilihat pada tabel
3.23.
Tabel 3.23. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah tiap Kriteria
Jaminan Andi Toni Risa Wulan Dani
Andi 1 3 5 3 3
Toni 0.3333 1 3 4 2
Risa 0.2 0.3333 1 0.3333 0.3333
Wulan 0.3333 0.25 3 1 2
127
Dani 0.3333 0.5 3 0.5 1
Jumlah 2.1999 5.0833 15 8.8333 8.3333
Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.23 di atas, maka tahap selanjutnya adalah
membagi nilai masing-masing sel pada tabel 3.23 di atas dengan jumlah masing-
masing kolomnya. Misalnya nilai 1 pada kolom1 baris1 dibagi dengan 2.1999
yakni jumlah kolomnya, selanjutnya 0.3333 dibagi 2.1999 begitu seterusnya
hingga semua sel selesai di bagi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
3.24.
Tabel 3.24. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah tiap Kriteria
Kriteria Nasabah Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.4546 0.5902 0.3333 0.3396 0.3600 2.0777
Jaminan Toni 0.1515 0.1967 0.2000 0.4528 0.2400 1.2410
Risa 0.0909 0.0656 0.0667 0.0377 0.0400 0.3009
Wulan 0.1515 0.0492 0.2000 0.1132 0.2400 0.7539
Dani 0.1515 0.0984 0.2000 0.0566 0.1200 0.6265
Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris
pada masing-masing sel pada Tabel 3.24 dibagi dengan banyak nasabah (5).
Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.25
Tabel 3.25. Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria
128
Nasabah Jaminan
Andi 0.4155
Toni 0.2482
Risa 0.0602
Wulan 0.1508
Dani 0.1253
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.23
dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing nasabah pada tabel 3.25.
Matriks kriteria pada kolom 1 baris 1 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria
masing-masing nasabah pada baris 1, begitu seterusnya. Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel 3.26.
Tabel 3.26. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap
Kriteria
Jaminan Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.4155 0.7446 0.3010 0.4524 0.3759 2.2894
Toni 0.1385 0.2482 0.1806 0.6032 0.2506 1.4211
Risa 0.0831 0.0827 0.0602 0.0503 0.0418 0.3181
Wulan 0.1385 0.0620 0.1806 0.1508 0.2506 0.7825
129
Dani 0.1385 0.1241 0.1806 0.0754 0.1253 0.6439
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.26 di atas dibagi dengan
nilai prioritas masing-masing nasabah pada tabel 3.25. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 3.27.
Tabel 3.27. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.26 dengan Nilai Prioritas
Nasabah
Kriteria (Jaminan) Lamda (λ)
Andi 5.5100
Toni 5.7256
Risa 5.2840
Wulan 5.1890
Dani 5.1389
Total 26.8475
λMax 5.1960
Berikutnya adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dan nilai Consistency
Ratio (CR).
CI : (max-n) / (n-1) λ
( 5.3695-5 ) / (5-1)
(0,3695) / 4
0,0924
CR : CI / RI
130
0,0924/ 1.12
0,0825 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE )
5) Kolektibilitas
Untuk proses yang pertama, kita harus memasukkan nilai tiap nasabah dengan
kriteria kolektibilitas pada matriks berpasangan. Rumus yang digunakan sama
seperti rumus pada status kredit. Misalkan data yang dimasukkan dapat dilihat
pada tabel 3.28.
Tabel 3.28. Masukan Nilai Perbandingan Nasabah tiap Kriteria
Kolektibilitas Andi Toni Risa Wulan Dani
Andi 1 4 3 2 2
Toni 0.25 1 3 2 2
Risa 0.3333 0.3333 1 0.3333 0.3333
Wulan 0.5 0.5 3 1 2
Dani 0.5 0.5 3 0.5 1
Jumlah 2.5833 6.3333 13 5.8333 7.3333
Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.28 di atas, maka tahap selanjutnya adalah
membagi nilai masing-masing sel pada tabel 3.28 di atas dengan jumlah masing-
masing kolomnya. Misalnya nilai 1 pada kolom1 baris1 dibagi dengan 2.5833
yakni jumlah kolomnya, selanjutnya 0.25 dibagi 2.5833 begitu seterusnya hingga
semua selesai di bagi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.29.
Tabel 3.29. Nilai Pembagian Jumlah Kolom Nasabah tiap Kriteria
131
Kriteria Nasabah Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
0.3871 0.6316 0.2308 0.3428 0.2727 0.3871 1.8650
0.0968 0.1579 0.2308 0.3428 0.2727 0.0968 1.1010
Kolektibilitas 0.1290 0.0526 0.0769 0.0571 0.0454 0.1290 0.3610
0.1935 0.0789 0.2308 0.1714 0.2727 0.1935 0.9473
0.1935 0.0789 0.2308 0.0857 0.1364 0.1935 0.7253
Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris
pada masing-masing sel pada Tabel 3.29 dibagi dengan banyak nasabah (5).
Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.30.
Tabel 3.30. Nilai Prioritas Nasabah tiap Kriteria
Nasabah Kolektibilitas
Andi 0.3730
Toni 0.2202
Risa 0.0722
Wulan 0.1895
Dani 0.1451
Langkah selanjutnya adalah nilai matriks pada kolom masukan pada tabel 3.29
dikalikan dengan prioritas kriteria masing-masing nasabah pada tabel 3.30.
132
Matriks kriteria pada kolom 1 baris 1 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria
masing-masing nasabah pada baris 1, begitu seterusnya. Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel 3.31.
Tabel 3.31. Nilai Masukan Matriks Dikali Nilai Prioritas Nasabah tiap
Kriteria
Kolektibilitas Andi Toni Risa Wulan Dani Jumlah
Baris
Andi 0.3730 0.8808 0.2166 0.3790 0.2902 2.1396
Toni 0.0932 0.2202 0.2166 0.3790 0.2902 1.1992
Risa 0.1243 0.0734 0.0722 0.0632 0.0484 0.3815
Wulan 0.1865 0.1101 0.2166 0.1895 0.2902 0.9929
Dani 0.1865 0.1101 0.2166 0.0947 0.1451 0.7530
Kemudian, jumlah baris yang dihasilkan pada tabel 3.31 di atas dibagi dengan
nilai prioritas masing-masing nasabah pada tabel 3.30. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 3.32.
Tabel 3.32. Hasil Bagi Jumlah Baris Tabel 3.31 dengan Nilai Prioritas
Nasabah
Kriteria (Kolektibilitas) Lamda (λ)
Andi 5.7362
Toni 5.4459
133
Risa 5.2839
Wulan 5.2396
Dani 5.1895
Total 26.8951
λMax 5.3790
Berikutnya adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dan nilai Consistency
Ratio (CR).
CI : (max-n) / (n-1) λ
(5.3790-5) / (5-1) (
0,3790) / 4
0.0947
CR : CI / RI
0,0947 / 1.12
0, 0845 ( CR < 0,1 , nilai ACCEPTABLE )
Dari penjelasan mengenai nilai matriks nasabah tiap kriteria diatas, maka
didapatkan hasil nilai prioritas masing-masing nasabah tiap kriteria pada tabel
3.33.
Tabel 3.33. Nilai Prioritas masing-masing nasabah tiap kriteria
Nasabah Status
kredit
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan Kolektibilitas
Andi 0.2 0.3902 0.3727 0.4155 0.3730
Toni 0.2 0.2308 0.1468 0.2482 0.2202
134
Risa 0.2 0.1025 0.1132 0.0602 0.0722
Wulan 0.2 0.0763 0.0845 0.1508 0.1895
Dani 0.2 0.2000 0.2827 0.1253 0.1451
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai prioritas masing-masing
nasabah dengan nilai prioritas kriteria sehingga didapatkan prioritas tujuan
masing-masing nasabah pembiayaa mikro dengan rumus nilai prioritas masing-
masing nasabah pada Tabel 3.33 yaitu pada kolom status kredit dikalikan dengan
nilai prioritas kriteria pada tabel 3.5 baris status kredit dan seterusnya. Hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 3.34 yaitu hasil perhitungan yang diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut ini:
Pts = (Pds1… Pdsn) * Ps
Ptp = (Pdp1… Pdpn) * Pp
Ptk = (Pdk1… Pdkn) * Pk
Ptj = (Pdj1… Pdjn) * Pj
Ptko = (Pdko1… Pdkon) * Pko
Keterangan: Pts = prioritas tujuan nasabah per status kredit
Ptp = prioritas tujuan nasabah per produktivitas usaha
Ptk = prioritas tujuan nasabah per kondisi usaha
Ptj = prioritas tujuan nasabah per jaminan
Ptko = prioritas tujuan nasabah per kolektibilitas
Tabel 3.34. Nilai Prioritas Tujuan masing-masing nasabah Pembiayaan
Nasabah Status
Pembiayaan
Produktivitas
Usaha
Kondisi
Usaha
Jaminan Kolektibilitas
Andi 0.0981 0.0852 0.0600 0.0362 0.0160
Toni 0.0981 0.0504 0.0236 0.0216 0.0094
135
Risa 0.0981 0.0224 0.0182 0.0052 0.0031
Wulan 0.0981 0.0167 0.0136 0.0131 0.0081
Dani 0.0981 0.0437 0.0455 0.0109 0.0062
Langkah terakhir adalah menghitung prioritas global dengan cara menjumlahkan
baris pada Tabel 3.34, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.35 yaitu hasil
perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut ini:
Pgm = Pgg = Pgar = Σ=njja1],1[ Σ=njja1],2[ Σ=njja1]
Pgh = Pgan = Σ=njja1],4[ Σ=njja1]
Keterangan: Pgm = prioritas global Andi
Pgg = prioritas global Toni
Pgar = prioritas global Risa
Pgh = prioritas global Wulan
Pgan = prioritas global Dani
Tabel 3.35 Prioritas Global Masing-Masing Calon Nasabah Pembiayaan
Mikro
Nasabah Prioritas Global
Andi 0.2955
Toni 0.2031
Risa 0.1470
Wulan 0.1496
Dani 0.2044
136
Tabel 3.35 menghasilkan nilai prioritas global untuk masing-masing calon
nasabah penerima Pembiayaan Miko. Nilai prioritas global adalah nilai
perbandingan antara nilai prioritas kriteria dengan nilai prioritas nasabah per
kriteria. Nilai tertinggi pada tabel tersebut merupakan nilai keputusan. Jadi,
berdasarkan simulasi melalui metode AHP diperoleh informasi bahwa dari kelima
calon nasabah yang paling layak menerima pembiayaan mikro adalah nasabah
Andi. Hal ini dikarenakan Marina memiliki nilai prioritas global yang paling
tinggi dari calon nasabah lainnya yaitu Toni, Risa, Wulan, dan Dani.
E. Analisis penyelesaian dalam problem-problem yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembiayaan BRI Syariah
1. Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Sehubungan dengan fungsi bank syariah sebagai lembaga intermediary dalam
kaitannya dengan penyaluran dana masyarakat atau fasilitas pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah tersebut, bank syariah menanggung risiko kredit atau
risiko pembiayaan. Hal tersebut dijelaskan kembali dalam Pasal 37 ayat (1) UU
Perbankan Syariah yang menyatakan bahawa penyaluran dana berdasarkan prinsip
syariah oleh bank syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau kemacetan
dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah
dan UUS. Mengingat bahwa penyaluran dana yang dimaksud bersumber dari dana
masyarakat yang disimpan pada bank syariah dan UUS, risiko yang dihadapi bank
syariah dan UUS dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat
tersebut.70
70
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.89.
137
Risiko bagi bank syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan adalah
tidak kembalinya pokok pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau bagi
hasil sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan antara bank syariah dan
nasabah penerima fasilitas. Di samping itu, juga terdapat risiko bertambah besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh bank dan bertambahnya waktu untuk penyelesaian non
performing financing (NPF), serta turunya kesehatan pembiayaan bank
(kolektibilitas pembiayaan menurun).
Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tidak
dijumpai definisi atau pengertian dari “pembiayaan bermasalah” yang
diterjemahkan sebagai Non Performing Financing (NPF) atau Anwal Mustamirah
Ghairu Najihah. Istilah “pembiayaan bermasalah” dalam perbankan syariah adalah
padanan istilah “kredit bermasalah” di perbankan konvensional.Istilah kredit
bermasalah telah lazim digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebaga
terjemahan problem loan atau non performing loan (NPL) yang meruapakan istilah
yang juga lazim digunakan dalam perbankan internasional.
Namun, dalam Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dijumpai istilah Non Performing
Financing (NPF) atau dalam Kamus Perbankan Syariah disebut duyunun
ma‟dumah yang diartikan sebagai “Pembiayaan non lancar mulai dari kurang
lancar sampai dengan macet”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam
golongan kurang lancer (golongan III), diragukan (golongan IV), dan macet
(golongan V).
Pembiayaan bermasalah tersebut, dari segi produktivitasnya
(performance-nya), yaitu dalam kaitannya dengan kemampuannya menghasilkan
138
pendapatan bagi bank, sudah berkurang/menurun dan bahkan mungkin sudah tidak
ada lagi.Bahkan dari sisi bank, sudah tentu mengurangi pendapatan dan
memperbesar biaya pencadangan, yaitu Penyisihan Penghapusan Aktiva
(PPA).Sedangkan dari sisi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan cadangan umum PPA
untuk Aktiva Produktif ditetapkan paling rendah sebesar 1% (satu persen) dari
seluruh Aktiva Produktif yang digolongkan Lancar. Pembentukan cadangan khusus
PPA ditetapkan paling rendah sebesar:71
a. 5% (lima persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
b. 15% (lima belas persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non produktif yang
digolongkan Diragukan setelah dikurangi nilai agunan;atau
c. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non produktif yang
digolongkan Diragukan setelah dikurangi nilai agunan;atau
d. 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Nonproduktif yang
digolongkan Macet setelah dikurangi nilai agunan.
Kewajiban membentuk PPA tersebut tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam
bentuk Pembiayaan Ijarah atau Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
Risiko pembiayaan bagi bank syariah timbul apabila kualitas pembiaayn
dari lancar menjadi kurang lancar (golongan III), diragukan (golongan IV). Dan
macet (golongan V), atau dalam praktik disebut pembiayaan bermasalah atau non
performing financing (NPF). Apabila fasilitas pembiayaan tersebut menjadi
beramsalah (NPF), berarti telah timbul risiko bagi bank syariah, yaitu nasabah
tidak atau belum mampu untuk membayar kembali pokok pembiayaan dan/atau
71
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.90.
139
membayar imbalan atau bagi hasil sebagaimana yang telah disepakati nasabah
dalam akad pembiayaan.Tetapi menurut hemat Penulis gejala risiko perlu
diwaspadai pada saat kualitas pembiayaan dari lancer menjadi dalam perhatian
khusus disebut golongan II (dua), di mana sudah terdapat tunggakan pembayaran
angsuran pokok belum melampaui 3 (tiga) bulan atau terdapat tunggakan pelunasan
pokok belum melampaui 1 (satu) bulan setelah jatuh tempo.
Pembiayaan bermasalah (non performing financing) perbankan syariah per
Desember 2011 adalah sebagai berikut:
1) NPF Bank Umum Syariah dan UUS berjumlah Rp.2.588 miliar (termasuk
pembiayaan macet sebesar Rp 1.216 miliar) atau 2,52% dari total pembiayaan BUS
dan UUS sebesar Rp. 102.655 miliar.
2) NPF Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berjumlah Rp 164 miliar (termasuk
pembiayaan macet sebesar Rp 70 miliar) atau 6,11% dari total pembiayaan BPR
Syariah sebesar Rp 2.676 miliar.
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah wajib dikembalikan oleh
nasabah penerima fasilitas setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, ujrah,
tanpa imbalan, atau bagi hasil.Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank
syariah merupakan aktiva produktif bank syariah untuk memperoleh penghasilan.
Artinya apabila fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah tersebut
kualitasnya lancar, maka bank syariah akan mendapatkan kembali dana yang
disalurkan oleh bank kepada nasabah penerima fasilitas pembiayaan berikut
pendapatan berupa imbalan tersebut. Selanjutnya dana yang dikembalikan oleh
nasabah kemudian dapat digulirkan kembali kepada masyarakat yang
membutuhkan dana dalam bentuk pembiayaan, dan seterusnya bank akan
mendapatkan imbalan. Karena itu, kualitas pembiayaan yang lancer merupakan
140
sumber dana bagi bank dalam menghasilkan pendapatan dan sumber dana untuk
ekspansi usaha bagi masyarakat.
2. Sebab-sebab terjadinya Risiko Pembiayaan
a. Faktor-faktor intern Bank
Faktor-faktor intern bank yang dapat menyebabkan kredit bermasalah antara lain:72
1. Kemampuan dan naluri bisnis Analis Kredit belum memadai.
2. Analis Kredit tidak memiliki integritas yang baik.
3. Para anggota Komite Kredit tidak mandiri.
4. Pemutus Kredit “takluk” terhadap tekanan yang datang dari pihak eksternal.
5. Pengawasan bank setelah kredit diberikan tidak memadai.
6. Pemberian kredit yang kurang cukup atau berlebihan jumlkahnya dibandingkan
dengan kebutuhan yang sesungguhnya.
7. Bank tidak memiliki sistem dan prosedur pemberian dan pengawasan lredit yang
baik.
8. Bank tidak mempunyai perencanaan kredit yang baik.
9. Pejabat bank, baik yang melakukan analis kredit maupun yang terlibat dalam
pemutusan kredit, mempunyai kepentingan pribadi terhadap usaha/proyek yang
dimintakan kredit oleh calon nasabah.
10. Bank tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai watak calon debitur.
b. Faktor-faktor Intern Nasabah
Faktor-faktor intern nasabah yang dapat menyebabkan kredit bermasalah antara lain :73
1) Penyalahgunaan kredit oleh nasabah yang tidak sesuai dengan tujuan perolehannya.
2) Perpecahan di antara para pemilik/pemegang saham.
72
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.92. 73
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.93.
141
3) Key person dari perusahaan sakit atau meninggal dunia yang tidak dapat digantikan
oleh orang lain dengan segera.
4) Tenaga ahli yang menjadi tumpuan proyek/perusahaan meninggalkan perusahaan.
5) Perusahaan tidak efisien, yang terlihat dari overhead cost yang tinggi sebagai
akibat pemborosan.
c. Faktor-faktor Ekstern Bank dan Nasabah
Faktor-faktor ekstern bank dan nasabah yang dapat menyebabkan kredit bermasalah:
1) Feasibility study yang dibuat konsultan, yang menjadi dasar bank untuk
mempertimbangkan pemberian kredit, telah dibuat tidak benar.
2) Laporan yang dibuat oleh akuntan public yang menjadi dasar bank untuk
mempertimbangkan pemberian kredit, tidak benar.
3) Kondisi ekonomi/ bisnis yang menjadi asumsi pada waktu kredit diberikan
berubah.
4) Terjadi perubahan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku menyangkut
proyek atau sektor ekonomi nasabah.
5) Terjadi perubahan politik di dalam negeri.
6) Terjadi perubahan di negeri tujuan ekspor dari nasabah.
7) Perubahan teknologi dari proyek yang dibiayai dan nasabah tidak menyadari
terjadinya perubahan tersebut atau nasabah tidak segera melakukan penyesuaian.
8) Munculnya produk pengganti yang dihasilkan oleh perusahaan lain yang lebih baik
dan murah.
9) Terjadinya musibah terhadap proyek nasabah karena keadaan kahar (force
majeure).
10) Kurang kooperatifnya pihak perusahaan asuransi, yang tidak cepat memenuhi
tuntutan ganti rugi nasabah yang mengalami musibah.
142
d. Upaya-upaya untuk mengantisipasi risiko pembiayaan.
Untuk mengantisipasi risiko penyaluran dana nasabah tersebut maka bank syariah
harus memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan
menyebar risiko dengan mengatur penyaluran pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak
terpusat pada nasabah debitur atau kelompok nasabah debitur tertentu.74
Penyaluran dana oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan
dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah.
Untuk mengurangi risiko pembiayaan yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
tersebut diatas, maka penggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan
melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang bersifat
represif.
1. Upaya-upaya yang bersifat Preventif
a. Memeliharan Kesehatan dan Meningkatkan Daya Tahan Bank
Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan Syariah ditegaskan bahwa
untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan maka bank syariah
diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran pemberin pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain
sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada satu nasabah penerima fasilitas
atau kelompok nasabah penerima fasilitas tertentu.
b. Kelayakan Penyaluran Dana
Untuk memperoleh keyakinan menenai kelayakan penyaluran dana maka bank
syariah dan/atau UUS:
74
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.94.
143
1) Harus mempunyai keyakinan atas “kemauan” dan “kemampuan” calon
nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum bank syariahdan/atau UUS menyalurkan dana kepada nasabah
penerima fasilitas.
“Kemauan” berkaitan dengan iktikad baik bagi nasabah penerima fasilitas
untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh bank syariah
dan/atau UUS.
“Kemampuan” berkaitan dengan keadaan dan/atau asset nasabah penerima
fasilitas sehingga mampu membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan
oleh bank syariahdan/atau UUS.
1) Wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampaun,
modal, agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas.
Bank-bank wajib menyampaikan Laporan Debitur kepada bank Indonesia setiap
bulan, meliputi antara lain informasi mengenai debitur, pengurus, dan pemilik,
fasilitas penyediaan dana, agunan, dan penjamin, serta keuangan debitur.
Dari penjelasan Pasal 23 ayat (2) UU Perbankan Syariah, khususnya paragraph
empat, yaitu terkait dengan penilaian agunan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
2 (dua) jenis agunan pembiayaan:75
1) Pertama, agunan berupa barang, proyek, atau hak tagihyang dibiayai dengan
fasilitas pembiayaan yang bersangkutan. Dalam perbankan, agunan yang berasal
dari pembiayaan seperti itu disebut “agunan pokok”.
2) Kedua, adalah berupa barang lain, Surat berharga, atau garansi risiko yang tidak
bersumber dari pembiayan.Agunan yang tidak bersumber dari pembiayaan itu
disebut “agunan tambahan”.
75
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.99.
144
Lazimnya dalam praktik perbankan, apabila nilai agunan pokok sudh
mencakup nilai pembiayaan yang diberikan, maka agunan tambaha tidak
diperlukan.Agunan harus marketable (mudah dijual) dan harus diikat secara
sempuran sesuai jenis agunannya.Barang tetap berupa tanah dan bangunan yang
telah bersertifikat misalnya, diika dengan Hak Tanggungan, barang bergerak
diikat secara fidusia atau gadai terganung barang agunannya.
Karena itu, untuk mengurangi risiko dan melaksanakan prinsip kehati-hatian
tersebut, bank syariah mengupayakan agar faktor-faktor internal bank
sebagaimana dikemukkan di atas agar dihindari, memintakan agunan yang
marketable dan nilainya dapat mencakupi pembiayaan yang diberikan serta
melakukan pengikatan agunan yang sempurna.Untuk pembiayaan kepada usaha
kecil menengah yang koperasi, bank juga dapat memintakan jaminan dari
lembaga penjamin, misalnya PT Askrindo dan PT Jamkrindo sesuai ketentuan
yang berlaku bagi lembaga tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 27 PBI No.11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009
tentang Bank Umum Syariah, ditegaskan bahwa direksi bertanggung jawab penuh
atas pelaksanaan pengelolaan bank termasuk pemebuhan prinsip kehati-hatian
dan prinsip syariah. Pengelolaan bank oleh direksi dilaksanakan dengan
berpedoman antara lain pada ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan
good corporate governance yang berlaku bagi bank.
1. Upaya-upaya yang bersifat Represif/Kuratif
Upaya-upaya penanggulangan yang bersifat represif adalah upaya-uoaya
penanggulangan yang bersifat penyelamatan dan penyelesaian terhadap
pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF).76
76
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.101.
145
1. Sanksi Administrasi dan Ancaman Pidana
Selain risiko kegiatan usaha tersebut diatas, maka perlu juga dipahami
terdapat risiko adminstratif dan ancaman pidana terhadap bank syariah dan
manajemen serta pegawai bank syariah sebagai berikut:
1) Sanksi Administratif
Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif kepada bank syariah atau UUS,
anggota dewan pengawas syariah, direksi, dan/atau pegawai bank syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, yang:
a. Menghalangi dan/atau tidak melaksanakan prinsip syariah dalam menjalankan
usaha atau tugasnya, atau
b. Tidak memenuhi kewajibannya, sebagaimana ditentukan dalam Undang-
Undang Perbankan Syariah.
Bentuk sanksi administratif tersebut diatur dalam Pasal 58 UU Perbankan
Syariah, yaitu berupa:
1. Denda uang;
2. Teguran tertulis;
3. Penurunan tingkat kesehatan bank syariah dan UUS;
4. Pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
5. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu
maupun untuk bank syariah dan UUS secara keseluruhan;
6. Pemberhentian pengurus bank syariah dan Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS, dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti
sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat tetap dengan
persetujuan Bank Indonesia;
146
7. Pencantuman anggota pengurus, pegawai.dan pemegang saham bank
syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dalam daftar orang
tercela di bidang perbankan; dan/atau
8. Pencabutan izin usaha.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (UU OJK), maka sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sector
perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Karena itu, kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi administratif dalam Pasal 56 UU Perbankan Syariah tersebut
di atas, yang semula menjadi kewenangan Bank Indoneia sejak tanggal 31
Desember 2013 beralih fungsi, tugas, dan wewenang OJK.
2) Sanksi Pidana
Ancaman pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU
Perbankan Syariah diatur antara lain Pasal 63 ayat (2) huruf b yang menegaskan
bahwa anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank syarah atau Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS yang:
a) Dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam
Undang-Undang Perbankan Syariah ini;
b) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
8 (delapan) tahun dan pidana paling sedikit Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
147
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan adanya kata “dan” berarti
ancaman pdana penjara dan denda tersebut di atas bersifat kumulatif,bukan
alternatif.77
G. Strategi dan Solusi Terhadap Tantangan BRI Syariah dalam
Pelaksanaan Pembiayaan Mikro ke Depan.
Secara umum, perbankan syariah akan menghadapi tantangan yang relatif
sama dengan perbankan lain pada umumnya. Karena faktanya, lingkungan bisnis,
ekonomi, dan regulasi yang dihadapi perbankan syariah juga sama dengan
perbankan lain. Namun karena skala usahanya yang relatif masih kecil, tantangan
yang dihadapi perbankan syariah menjadi lebih besar.
Agar bisa berkembang, bank syariah harus membuktikan keunggulanya
berdasarkan manfaat, baik bagi masyarakat umum maupun dunia bisnis.Kini
investor non-Muslim banyak yang tertarik untuk berinvestasi di bank
syariah.Demikian pula nasabah rasional sudah melebihi 50 persen dari seluruh
nasabah, jadi sudah diterima pasar.
Dalam usia yang masih tergolong muda, instrumen dan produk yang
terbatas, sumber daya manusia yang kurang dan asset yang masih kecil adalah
tantangan Bank Syariah yang harus dikuasai dan ditaklukan, selama ada kemauan
yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh insyaAllah Bank Syariah akan
survive dan unggul. Tantangan tadi disamping sebagai motivasi, juga kendala dan
hambatan yang harus dilewati oleh Bank Syariah.
Secara teori Beberapa tantangan yang dihadapi oleh Perbankan Syariah
khususnya BRI Syariah adalah sebagai berikut :
77
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2012), h.103.
148
a) Stigma sebagian masyarakat Indonesia yang perlu diluruskan bahwa
Perbankan Syariah adalah Banknya umat Islam dan bukan dilihat sebagai salah
satu konsep alternatif untuk bertransaksi di dunia Perbankan Nasional.
b) Semakin banyaknya kompetitor yang ingin meraih semaksimal mungkin
pangsa pasar syariah di Indonesia, sehingga ”kue” syariah semakin kecil
pembagiannya.
c) Ketergesa-gesaan terhadap diversifikasi produk dan layanan syariah, pada satu
titik tertentu dapat menciptakan kekhilafan, kesalahan prosedur serta dapat
menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)
maupun Bank Indonesia (BI). Hal ini akan berdampak negatif bagi Bank tersebut,
karena dapat berimbas kepada reputasi dan kerugian finansial Bank tersebut.
d) Seringnya penggunaan rekening bank, baik Bank Konvensional maupun
rekening Bank Syariah yang digunakan untuk kegiatan penipuan (berkedok
hadiah, SMS untuk transfer dana, Penjualan on line, dll) sehingga dapat
menimbulkan risiko reputasi terhadapat bank tersebut, terlebih lagi dengan bank
syariah yang dikenal dengan menggunakan prinsip syariah yang berbasiskan
islam.
Di dalam artikel online “Iran Indonesian Radio ( IRIB World Service)” di
tuliskan bahwa, di tahun 2014, situasi perekonomian menghadapi tantangan yang
berat. Melemahnya kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang utama
telah menyebabkan kinerja ekspor dalam dua tahun terakhir ini cenderung
melemah dibandingkan impor.Akibatnya, neraca perdagangan kita mengalami
tekanan yang cukup berat.Bank-bank dengan portofolio pembiayaan yang banyak
membiayai usaha berbasis ekspor kini harus menata kembali portofolionya untuk
mencegah peningkatan NPL.
149
Portofolio pembiayaan perbankan syariah relatif tidak besar dalam
kegiatan ekspor, terutama yang skala bisnisnya besar.Sebagian besar portofolio
pembiayaan perbankan syariah adalah di bisnis mikro, ritel, menengah, dan
konsumer.Dengan karakter seperti ini, sesungguhnya perbankan syariah relatif
lebih aman dari pengaruh gejolak eksternal akibat pelemahan kinerja ekspor
tersebut.Namun, perbankan syariah juga perlu lebih hati-hati dalam
pembiayaannya khususnya pembiayaan konsumer.
Melemahnya kinerja ekspor belakangan ini pada akhirnya juga akan turut
memengaruhi kegiatan konsumsi rumah tangga. Satu fakta menarik dalam
beberapa tahun terakhir ini, ternyata tingginya kegiatan konsumsi rumah tangga
juga disumbang karena boomingekspor, terutama dari meningkatkan ekspor
komoditi. Dengan kata lain, perbankan (termasuk perbankan syariah) yang
memiliki pembiayaan konsumer yang terkoneksi dengan booming ekspor
komoditi ini perlu menata kembali portofolionya.
Tantangan terbesar yang dihadapi perbankan syariah di 2014 adalah
likuiditas.Ketatnya likuiditas sudah terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang melambat dua tahun terakhir.Risiko kekeringan likuiditas makin
meningkat sejak BI mengerek bunga acuan (BI rate) Juni 2013 lalu. Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan pertumbuhan DPK di 2014 hanya
naik 14,1 persen.
Sebab, bila laju pembiayaan tinggi tanpa diimbangi laju pendanaan yang
seimbang, akan mendorong posisi FDR mereka di atas 100 persen dari DPK.
Padahal, FDR yang melebihi 100 persen belum tentu mencerminkan bank
berpotensi mengalami masalah likuiditas.Bisa jadi, bank memang memiliki
masalah dengan DPK, tetapi bank terkait memiliki modal yang cukup sehingga
150
likuiditas bank tidak bermasalah. Saya mengusulkan agar BI atau Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) perlu mempertimbangkan rasio lain yang lebih fair sebagai
ukuran likuiditas.
Sekalipun kondisi perekonomian 2014 tidak terlalu prospektif, perbankan
syariah tetap memiliki peluang untuk tumbuh lebih baik dibanding
2013.Pembiayaan sektor mikro menjadi salah satu potensi bisnis untuk digarap
selain pasar ritel dan konsumer yang selama ini telah digarap.Pembiayaan mikro
juga menjadi pilihan ekspansi pembiayaan yang lebih cocok dengan situasi
regulasi yang cenderung membatasi kegiatan ekspansi pembiayaan (khususnya
pembiayaan besar).
Sedangkan di informasikan pula dalam kompas online bahwa Bank-bank
syariah memandang perpindahan dana haji dari perbankan konvensional akan
menjadi faktor pendorong pertumbuhan industri perbankan syariah ke depan.
Selain itu, seluruh transaksi terkait haji pun dapat membantu perbankan syariah
pertahankan pertumbuhan.
Adapun tantangan perbankan syariah ke depan diakui Imam memang dari sisi
dana pihak ketiga (DPK). Penyebab penurunan pertumbuhan, kata dia, lantaran
likuiditas.Ia menjelaskan karena DPK yang dimobilisasi terbatas, maka
pertumbuhan pembiayaan pun tidak bisa tumbuh.
Tahun lalu DPK sekitar 20 persen, mungkin turun sekitar 18 sampai 20
persen.Mungkin koreksinya sekitar 5 persen dari pertumbuhan tahun lalu.
Di samping itu, pengetatan likuiditas sebagai dampak kebijakan bank sentral AS
(The Fed) pun ikut mempengaruhi likuiditas perbankan syariah.Namun, dampak
tersebut baru terasa pada kuartal IV tahun 2013 lalu.
151
Namun demikian, terdapat pula beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh
Perbankan Syariah yaitu:
a) Sumber Daya Manusia yang terus di up grade oleh masing masing Bank, hal
ini ditandai dengan training yang terus dilakukan kepada karyawan di Industri
Perbankan Syariah, yang dilakukan oleh Trainner yang sangat berpengalaman
baik diadakan di dalam maupun di luar negeri.
b) Dukungan penuh dari Pemerintah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Regulator yang mengeluarkan berbagai ketentuan seperti Undang
– Undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran
Bank Indonesia, membuat gairah Perbankan Syariah semakin bergelora.
c) Dana Pengurusan Haji yang saat ini masih banyak ”parkir” di bank-bank ”plat
merah” dengan bantuan pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama RI,
dapat di share juga ke Bank Syariah Nasional maupun Swasta, sehingga
potensi perkembangan Perbankan Syariah dapat meningkat dengan signifikan
dan pada titik tertentu industri perbankan syariah ini dapat bersaing dengan
negara tetangga kita seperti Malaysia dan Siangapura.
Lalu jika dilihat dari jumlah data penduduk serta pertumbuhan bank
syariah, maka Perbankan syariah memiliki sejumlah peluang untuk berinvestasi
di Indonesia karena memiliki pangsa pasar dilihat yang dapat dilihat dari 2 (dua)
hal:
1. Mayoritas Jumlah Penduduk Indonesia adalah Muslim.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah penduduk Indonesia dalam
sensus tercatat tembus 250 juta jiwa dan dari jumlah keseluruhan tersebut lebih
dari 182 juta jiwa merupakan muslim, sehingga Indonesia ditempatkan sebagai
152
negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia atau dengan kata lain
iklim usaha perbankan syariah cukup menjanjikan.
2. Pertumbuhan Perbankan Syariah cukup signifikan yaitu sebagaiman menurut
BI (Bank Indonesia) tercatat dalam data statistik perbankan syariah. Hingga akhir
september 2013 jumlah bank syariah dan Unit-usaha Syariah serta Bank
Perkreditan Rakyat Syariah mencapai 2.908 unit/ kantor. Hal tersebut merupakan
peluang yang berpotensi besar bagi pangsa pasar perbankan syariah bila dikelola
dengan baik.
Secara faktual baik dari BI maupun lembaga riset menunjukan bahwa
ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor
idealitis bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik
menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan
mudharabah atau musyakarah yang bersifat jangka panjang. Kondisi ini secara
langsung telah menunjukkan betapa lemahnya bank syariah dalam
mengapalikasikan dan mensosialisasikan produk-produknya..
Harus diakui bahwa penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DKP) meski
lebih banyak berasal masyarakat dengan segmentasi menengah kebawah dengan
arus modal jangka pendek namun semua itu terutama dipengaruhi faktor idelogis
nasabah.Untuk kedepan dalam memenuhi pembiayaan yang sifatnya jangka
panjang maka perbankan syariah harus juga meluaskan market kepada segmen
menengah keatas.Nasabah dalam bentuk lembaga atau perorangan menengah
keatas juga memiliki aset modal cukup besar untuk melakukan pembiayaan
keuangan terhadap perbankan syariah.
Memang ada masalah karena secara nasabah dengan segmen menengah
keatas lebih cenderung berinvestasi ke perbankan konvensional karena jaminan
153
dividen yang cukup bagus.Namun sebenarnya sistem mudarabah dan
musyakarah juga adalah bentuk investasi jangka panjang yang juga dapat
digunakan oleh nasabah segmen menengah keatas.Sekarang bagaimana caranya
perbankan syariah menarik para nasabah tersebut untuk mau berinvestasi di bank-
bank Syariah.
Untuk itu diperlukan dua hal: pertama; kreativitas terhadap produk jasa
perbankan untuk menarik segmen menengah keatas tanpa keluar dari pakem
syariah Islam itu sendiri, Kedua; melakukan sosialisasi terus-menerus secara
kontinyu baik terhadap segmen nasabah menengah kebawah maupun menengah
keatas untuk berinvestasi.
Untuk hal yang pertama kreativitas produk jasa perbankan baik jangka
pendek maupun jangka panjang tersebut harus mampu menawarkan produk yang
berkualitas sehingga menarik nasabah untuk berinvestasi.Sedangkan sosialisasi
juga bukan hanya terbatas pada advertising namun bagaimana membangun
komunikasi secara institusi dengan pelaku dunia usaha perbankan di Indonesia.
Jika hal tersebut dapat diwujudkan maka perbankan syariah akan memiliki posisi
tawar yang lebih baik akan menguasai pangsa pasar perbankan di Indonesia
kedepan. Inilah yang harus menjadi target dan sasaran kedepan perbankan
syariah.
H. Strategi Pengembangan BRI Syariah
Program yang pertama, adalah mengarahkan pembiayaan perbankan
syariah pada sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas. Kedua,
Mengembangkan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor
produktif.Ketiga.Melaksanakan transisi pengawasan yang tetap menjaga
kesinambungan pengembangan perbankan syariah.Keempat,Revitalisasi
154
peningkatan sinergi dengan bank induk. Kelima,Meningkatkan edukasi dan
komunikasi produk perbankan syariah. Perlu ditambahkan bahwa faktor
pengawasan yang kuat secara internal dan eksternal mutlak dibutuhkan. Jumlah
dan skala bisnis bank yang beragam menyebabkan risiko yang dihadapi akan
relatif beragam sehingga penguatan fungsi pengawasan regulator sebagai bagian
dari early warning sistem akan menjadi kunci dalam mengantisipasi munculnya
risiko sistematik yang mungkinj terjadi di masa-masa yang akan datang.
Eksplorasi dan analisis terhadap lima arah kebijakan perbankan syariah
di atas memerlukan kajian yang lebih luas dan panjang,karena itu tidak bisa
diuraikan di sini. Kita berharap lima arah pengembangan tersebut dapat
dijalankan dengan baik dan optimal, mengingat tantangan-tantangan di atas yang
demikian kompleks.
Beralihnya fungsi pengawasan perbankan kepada OJK pada tahun 2014
memunculkan harapan kuat bahwa fungsi pengawasan pada lembaga keuangan
akan lebih terintegrasi dan terkordinasi, terutama dalam mengantisipasi imbas
krisis global yang terjadi sekarang. Masa transisi 1 tahun perlu dijadikan sebagai
tahap pematangan di tingkat implementasi dari semua pihak yang terlibat agar
fungsi dan harapan dari terbentuknya OJK benar-benar tercapai.
155
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian tesis penulis dapat disimpulkan
bahwa:
Penelitian dengan metode AHP berdasarkan kriteria dan sub
kriteria dari proses pengajuan pembiayaan untuk keputusan pengambilan
pembiayaan yaitu Latar belakang debitur, Kondisi Usaha, Resiko Jaminan,
Analisa Keuangan, dan Analisa Resiko kemudian dihasilkan jumlah
pembobotan (Weighted Sum Vector) yaitu Debitur sebesar 3,693404 ;
Usaha sebesar 1,123728 ; Jaminan 0,405311 ; Keuangan 0,405311; Resiko
0,39008. Hasil Weighted sum dengan nilai rata-rata hasil Consistency
Vector dengan hasilnya untuk debitur 6,701886, usaha 6,123718, jaminan
6,074523, keuangan 6,074523, resiko 5,980307.
Dapat disimpulkan bahwa Kriteria Debitur terhadap pelaksanaan
pembiayaan memiliki bobot tertinggi yaitu 0,551 dengan Inconsistency
Ratio 0,027674, sehingga yang lebih mempengaruhi dalam pelaksanaan
pembiayaan mikro di BRI Syariah adalah Kriteria Debitur hal ini
dikarenakan adanya Moral Hazard.
Strategi yang dilakukan BRI Syariah dalam mengembangkan
produk-produk pembiayaan yaitu dengan mengadakan event-event dan
pameran serta grebek pasar setiap sebulan sekali pada awal bulan untuk
156
meningkatkan jumlah nasabah juga target dalam pembiayaan. Program
yang pertama, adalah mengarahkan pembiayaan pada BRI Syariah pada
sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas. Kedua,
Mengembangkan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan
sektor produktif.Ketiga.Melaksanakan transisi pengawasan yang tetap
menjaga kesinambungan pengembangan BRI
Syariah.Keempat,Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk.
Kelima,Meningkatkan edukasi dan komunikasi produk . Perlu
ditambahkan bahwa faktor pengawasan yang kuat secara internal dan
eksternal mutlak dibutuhkan. Jumlah dan skala bisnis bank yang beragam
menyebabkan risiko yang dihadapi akan relatif beragam sehingga
penguatan fungsi pengawasan regulator sebagai bagian dari early warning
sistem akan menjadi kunci dalam mengantisipasi munculnya risiko
sistematik yang mungkin terjadi di masa-masa yang akan datang.
Tantangan BRI Syariah dalam mengambangkan program
pembiayaan mikro yaitu Portofolio pembiayaan perbankan syariah relatif
tidak besar dalam kegiatan ekspor, terutama yang skala bisnisnya
besar.Sebagian besar portofolio pembiayaan perbankan syariah adalah di
bisnis mikro, ritel, menengah, dan konsumer.Dengan karakter seperti ini,
sesungguhnya perbankan syariah relatif lebih aman dari pengaruh gejolak
eksternal akibat pelemahan kinerja ekspor tersebut.Namun, perbankan
syariah juga perlu lebih hati-hati dalam pembiayaannya khususnya
pembiayaan konsumer.
157
B. Rekomendasi
Adapun beberapa rekomendasi yang penulis sampaikan
sehubungan dengan penelitian pada BRI Syariah Cabang Serpong
adalah sebagai berikut:
a. Dalam program pembiayaan di BRI Syariah dibutuhkan
beberapa strategi agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami
masalah yaitu diantaranya dalam pemberian pembiayaan
kepada nasabah harus lebih hati-hati dan detail agar tidak
terjadi pembiayaan macet dan bahkan nasabah yang tidak
diinginkan.
b. Produk Pembiayaan di BRI Syariah ditingkatkan lagi dan
diperbanyak agar tidak kalah bersaing dengan bank-bank
syariah lainnya bisa dimulai dengan iklan diperbanyak dengan
fasilitas dan jaminan yang tidak sulit dan pengenalan lainnya
kepada masyarakat agar tertarik untuk mengambil pembiayaan
mikro di BRI Syariah Cabang Serpong.
c. Peneliti setelah penulis kiranya mempertimbangkan dalam hal
meneliti dengan metode AHP dalam penelitian program
pembiayaan agar memperhatikan dalam konsep dan kriteria
setiap keputusan bank dalam pengambilan calon nasabah untuk
layak atau tidak dalam pengambilan pembiayaan di BRI
Syariah.
158
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Jabar, Cepi Safrudin. Tujuan Program Pendidikan. Jakarta : CV Andi
Offset, 2009.
Al-Arif, M Nur Rianto. Teori Makroekonomi Islam, Konsep,
Teori, dan Analisis. Bandung : Alfabeta, 2010.
Arifin, Zainul. Dasar-dasarManajemen Bank Syariah. Jakarta : Pustaka Alvabet
Anggota IKAPI, 2009.
Arikanto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : CV Andi Offset,
1993.
Bungin, M. Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana, 2008.
Chapra, M. Umer. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta :
Tazkia Institute, 2000.
--------. The Future of Economic An Islamic Walfare (United
Kingdom: The Islamic Foundation, 2000.
Danu Prasetyo, Pius Abdillah. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan.
Jakarta : PT Bumi Aksara, 1977.
Farida, Siti. Sistem Ekonomi Indonesia, Bandung : CV Pustaka Setia,2011.
Karim, A. Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2004.
Leo, Sutanto. Kiat Jitu Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta : Erlangga, 2002.
Lincolin, Arsyad. Lembaga Keuangan Mikro Institusi, Kinerja, dan
Sustanabilitas. Jakarta : CV Andi Offset, 2008.
Marimina, Maghfiroh Nurul. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor : IPB Press, 2012
Marthon, Said Sa‟ad. Ekonomi Islam di Tengah krisis Ekonomi
Global. Jakarta : Zikrul Hakim, 2004.
Masyhuri. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang Press, 2007.
159
Mulyatiningsih, Endang. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta
: PT Bumi Aksara, 2011.
Simorangkir, O,P. Pengantar Keuangan Bank & Non Bank. Bogor : Ghalia
Indonesia Anggota IKAPI, 2004.
Wahudi, Imam, dkk. Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta : Salemba Empat,
2013.
Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia Kajian Teoritis dan Analisis Empiris.
Bogor : Ghalia Indonesia, 2012.
Simorangkir, O,P. Pengantar Keuangan Bank & Non Bank. Bogor : Ghalia
Indonesia Anggota IKAPI, 2004.
Singarimbun, Masri. Metode Penelititan Survei. Jakarta: LP3S,
1995.
Soemitro, Hanitijo Ronny. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1990.
Sugiono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV alfabeta, 2005.
Sukirno, Sadono. Pengantar Mikroekonomi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada,1997.
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam suatu Pengantar.
Yogyakarta: Ekonisia, 2002.
Sukardi. Evaluasi Program dan Kepelatihan. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2014.
Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012.
JURNAL, ARTIKEL, DAN HASIL PENELITIAN
Endar, Relationship Officer, Wawancara Pribadi Tanggal 02 Februari 2015.
Eka Nur Muhammad. “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pengembalian Kredit oleh UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank
Rakyat Indonesia, Tbk Unit Cigudeg Bogor”, 2008
Rahadi Kristiyanto, SH. “Konsep Pembiayaan dengan Prinsip Syariah dan Aspek
Hukum dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT. BRI Persero Tbk Kantor Cabang
Syariah Semarang”.Tesis Universitas Diponegoro, 2010.
Ruzzana Amanina, “Evaluasi Terhadap Sistem Intern Pada Proses Pemberian
Kredit Mikro ( Studi Pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Majapahit Semarang”,
2010.
160
Saduldyn Pato, “ Analisis Pemberian Kredit Mikro Pada Bank Syariah Mandiri
Cabang Manado”. 2013.
WEBSITE DAN WEB PAGES
www.brisyariah.co.id
Dani Mahdani. “ Pertumbuhan Laba Bank”. Kamis, 15 Maret 2013
Htttp.//www.Info bank.co.id
www. Republika.co.id