77
EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH TAHUN 2010 DI KABUPATEN BANDUNG Penelitian Oleh Dr. Drs. Agustinus Widanarto, M.Si. JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2011

EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

  • Upload
    dotuyen

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

EVALUASI PERILAKU PEMILIH

DALAM PEMILIHAN UMUM

KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

TAHUN 2010 DI KABUPATEN BANDUNG

Penelitian

Oleh

Dr. Drs. Agustinus Widanarto, M.Si.

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2011

Page 2: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi dan merupakan sarana

implementasi kedaulatan rakyat dalam bidang politik, yakni memilih dan menentukan orang-

orang yang akan menjalankan hak kedaulatan dalam berbagai lembaga politik untuk

mengambil suatu keputusan dengan atas nama rakyat. Kualitas dari Pemilu sangat

menentukan kualitas lembaga eksekutif yang berujung pada kualitas kebijakan publik,

alasannya karena nantinya eksekutif memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk

mempengaruhi proses tatanan pemerintahan di daerah yang bersangkutan. Keberhasilan

penyelenggaraan Pemilu dapat juga dijadikan suatu ukuran keberhasilan dalam menciptakan

dan membangun nuansa demokrasi, sebab Pemilu merupakan salah satu indikator dari suatu

negara dapat dikatakan/digolongkan menjadi negara yang demokratis, seperti yang dikatakan

Gaffar (2000: 8-9) sebagai berikut:

Dalam suatu negara demokrasi, Pemilu dilaksanakan secara teratur, setiap warga

negara, yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas

menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas

menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau

paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas

pemilihan termasuk didalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan

suara.

Pemilihan Umum (Pemilu) secara langsung dalam konteks daerah disebut Pemilihan

Umum Kepala Daerah (Pemilukada) secara langsung merupakan sarana merupakan

partisipasi masyarakat (publik). Dalam hal ini rakyat secara langsung menentukan siapa yang

hendak memimpin jalannya tatanan pemerintahan selama lima tahun mendatang.

Terpilihnya Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah yang berkualitas merupakan

suatu harapan utama terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah yang balk. Pemilukada

merupakan momentum untuk dapat melaksanakan suksesi kepemimpinan lokal sebagai

wujud implementasi demokrasi yang partisipatif. Melalul Pemilukada, rakyat dapat

berpartisipasi langsung dalam menentukan pemimpinnya yang mereka nilai aspiratif,

kapabel, kredibel dan akseptabel. Hal ini merupakan lompatan demokrasi yang cukup penting

dalam lanskap sosio politik Indonesia, dari yang corak sentralistik di masa Orde Baru

Page 3: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

menjadi desentralistik di era reformasi.

Melalui konsep desentralisasi diharapkan akan tenvujud kesejahteraan masyarakat dan

keterlibatan publik dalam proses politik yang sehat. Kepala daerah dalam perspektif

organisasi memiliki peran strategic yang menentukan tingkat keberhasilan sebuah organisasi.

Pemimpin dalam sebuah organisasi merupakan figur dan alat utama untuk dapat menjalankan

roda organisasi ke arah yang lebih balk. Dalam hal ini Pemilukada secara langsung

merupakan sarana serta wahana untuk dapat melahirkan dan menciptakan pemimpin yang

berkualitas dan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya khususnya

masyarakat lokal. Untuk itu sangatlah penting keterlibatan masyarakat yang sudah

mempunyai hak pilih untuk dapat mengapresiasi dan memberikan dukungan serta

menyalurkan aspirasinya dalam pelaksanaan Pemilukada ini, dengan tujuan untuk dapat ikut

menentukan dan menciptakan pemimpin yang berkualitas dan dapat menentukan roda

pemerintahan yang baik.

Pemilukada merupakan proses transformasi politik, maka Pemilukada selain

merupakan bagian dari penataan struktur kekuasaan makro agar lebih menjamin fungsinya

mekanisme check and balances system di antara lembaga-lembaga politik dari tingkat pusat

sampai daerah, masyarakat mengharapkan pula agar pelaksanaan Pemilukada dapat

menghasilkan Kepala Daerah yang lebih akuntabel, berkualitas, legitimit, aspiratif dan peka

terhadap kepentingan masyarakat.

Makna Pemilukada bagi perkembangan tatanan pemerintahan memiliki kapasitas

yang tinggi, sehingga politik merupakan suatu proses yang mampu mewujudkan pembagian

kekuasaan yang berpihak kepada kebaikan, kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu

partisipasi masyarakat sangat mutlak dibutuhkan.

Pelaksanaan Pemilukada sangat membutuhkan partisipasi masyarakat yang aktif dan

berkualitas, sebab tanpa adanya keterlibatan aktif dari masyarakat sebagai pemilih dalam

berbagai tahapan Pemilukada dapat dipastikan kurang berkualitas. Hal ini sesuai dengan

bentuk partisipasi politik yang dikemukakan oleh Rush dan Althop (2000: 124) bahwa bentuk

partisipasi secara bertingkat dari tertinggi bergerak ke yang terendah sebagai berikut:

1. Menduduki jabatan politik atau adminstratif

2. Mencari jabatan politik atau administratif

3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik

4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik

5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik

6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik

Page 4: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya

8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik

9. Voting (pemberian suara).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, voting (pemberian suara) merupakan bentuk

partisipasi politik yang paling rendah, namun demikian sangat signifikan. Begitu juga dalam

proses penyelenggaraan Pemilukada sangat memerlukan partisipasi politik masyarakat yang

tinggi dari kalangan masyarakat. Dengan kata lain artinya adalah bahwa masyarakat yang

sudah memiliki hak pilih untuk dapat memberikan aspirasinya dalam pelaksanaan

Pemilukada dalam bentuk memberikan suara untuk dapat memilih dan menentukan

pemimpin di masa mendatang untuk dapat menjalankan roda pemerintahan di daerah yang

bersangkutan.

Pelaksanaan Pemilukada memiliki peran strategic untuk mewujudkan pemerintahan

yang baik, termasuk Pemilukada di Kabupaten Bandung yang saat ini merupakan yang ke dua

kalinya pelaksanaan Pemilukada secara langsung. Pertarna dilaksanakan pada tahun 2005

yang lalu. Artinya adalah bahwa Pemilukada saat ini merupakan evaluasi dari pelaksanaan

Pemilukada yang pertama, dimana Pemilukada ini bertujuan agar terbentuk pemerintahan

yang lebih legitimit, lebih bertanggung jawab kepada publik, lebih mampu mengedepankan

kepentingan umum dari pada kepentingan kelompok dan individu.

Hasil dari pelaksanan Pemilukada secara langsung ini dibutuhkan pemimpin yang

akan dapat melakukan terobosan baru baik dalam meningkatkan kinerja aparatur birokrasi,

merekonstruksi peranan sosial bagi para pelaku gerakan sosial, dapat memperbaiki kontelasi

politik yang selama ini memperlambat proses terciptanya tatanan pemerintahan yang baik,

efektif dan mampu menciptakan kesejahteraan rakyat.

Dengan menyadari betapa pentingnya Pemilukada, maka dalam pelaksanaannya harus

melibatkan semua pihak dengan suatu kesadaran yang utuh. Baik buruk penyelenggaraan

Pemilukada ditentukan oleh kualitas dan kapabilitas KPU Daerah yang bertindak sebagai

pelaksana dari penyelenggaraan pemilu baik penyelenggara teknis, maupun mengatur agar

semua pihak yang memenuhi syarat dapat mengajukan sebagai Calon Bupati dan Wakil

Bupati serta, penentuan daftar pemilih tetap (DPT).

Kualitas partai politik sebagai pengusung calon, partai politik dengan segala

dinamikanya tentu mengambil peran dalam perebutan kekuasaan yang ada, sebab partai

politik memang ada dan hadir untuk memperebutkan kekuasaan secara. teratur.

Mengamati perkembangan partai politik, sampai saat ini masih dapat dikatakan

Page 5: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

kurang mampu dalam menghadirkan calon-calon pemimpin yang dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan, justru calon yang dapat dihadirkan itu lebih banyak didorong oleh

kepentingan-kepentingan tertentu. Proses terakhir penyelenggaraan Pemilukada di tangan

rakyat bukan di tangan elit, oteh karenanya Pemilu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam hal ini rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berhak menentukan siapa yang hendak

menjadi pemimpin, bukanlah uang yang menentukan kekuasaan dan bukan pula popularitas

yang abstrak yang menentukan kekuasaan akan tetapi rasionalitas publik, kehendak publik,

kemandirian publik, kematangan publik dan kesadaran publik yang menentukan dalam

Pemilukada. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul:

“Evaluasi Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung”.

1.2. Perumusan Masalah

Fokus permasalahan dalam penelitian ini perilaku pemilih belum menunjukkan

sebagai pemilih yang cerdas, dewasa, bertanggungjawab dan rasional. Hal ini terihat dari

jumlah daftar pemilih tetap yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai angka 49%,

pilihan yang dijatuhkan masyarakat bukan berdasarkan pertimbangan yang matang, adanya

keterlibatan oknum birokrasi pemerintahan dalam mengarahkan pilihan masyarakat,

rendahnya keaktifan dalam proses Pemilukada terutama dalam masa kampanye pada

pemilukada putaran pertama.

1.3. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini peneliti merumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

2) Hambatan-hambatan pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

3) Upaya-upaya pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 6: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Tujuan

a. Untuk mendeskripsikan perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

b. Untuk mendeskripsikan hambatan-hambatan pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

c. Untuk mendeskripsikan upaya-upaya pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung.

Manfaat Penelitian

a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi stakeholders, penentu kebijakan

dalam rangka mendukung suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah

secara langsung di Kabupaten Bandung.

b. Sebagai bahan rekomendasi bagi stakeholders Kabupaten Bandung dalam mendukung

suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung di Kabupaten

Bandung pada waktu-waktu yang akan datang.

1.5. Kerangka Pemikiran

Menjadikan peran Pemilu sebagai alat demokrasi, berarti memposisikan pemilu dalam

azasinya sebagai wahana pembentukan representatif government. Berlangsungnya Pemilu

sebagai wahana representatif government sebagai metode pemerintahan, telah melibatkan

berbagai mekanisme dan prosedur tertentu serta melibatkan berbagai kekuatan komponen

bangsa baik pada tatanan suprastruktur politik maupun tatanan infra struktur politik. Masing-

masing berproses dalam memilih sebagian dari anggota masyarakat, untuk menduduki

berbagai jabatan pemerintahan dalam suatu pemerintahan demokratis.

Salah satu syarat terwujudnya pemerintahan yang baik adalah terwujudnya proses

demokrasi yang berkualitas yaitu demokrasi yang tidak saja memberi ruang bagi setiap

anggota masyarakat secara prosedural melaksanakan hak-haknya, tetapi juga demokrasi yang

substantif, yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara yang memenuhi kualitas

partisipasi dan penyelenggaraan politik yang tinggi.

Gaffar (2007: 7-9) memberikan beberapa hal pokok yang menggambarkan

terlaksananya proses politik dan pemerintahan yang demokratis:

1. Akuntabilitas; yaitu setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat

mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuh

Page 7: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

termasuk perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan bahkan akan

dijalankannya.

2. Rotasi kekuasaan; yaitu dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi

kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.

3. Rekruitment politik yang terbuka; orang yang memenuhi syarat untuk mengisi

suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam

melakukan kompetisi jabatan.

4. Pemilihan umum; dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara

teratur, dimana setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk

memilih dan dipilih dan bebas menggunakan hak tersebut sesuai dengan kehendak

hati nuraninya.

5. Menikmati hak-hak dasar yaitu dalam satu negara yang demokratis, setiap warga

negara dapat menikmati hak-hak dasar secara bebas, termasuk didalamnya adalah

hak-hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk

berkumpul dan bebas (freedom of assembly) dan hak untuk menikmati pers yang

bebas (freedom of press).

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa Pemilukada yang langsung,

umum bebas, dan rahasia serta yang jujur dan adil itu dalam hal ini pemilih dapat

menggunakan hak tersebut sesuai dengan hati nurani merupakan salah satu alat utama proses

penyelenggaraan politik yang demokratis. Terlaksananya Pemilukada yang berkualitas

merupakan dasar terwujudnya sistem politik yang kuat, karena akan menghasilkan pemegang

jabatan publik yang terbaik, bukan sembarang orang. Hasil pemilihan umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan

kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan adanya akurasi

partisipasi dan aspirasi masyarakat.

Berkaitan dengan penelitian ini yang membahas tentang perilaku pemilih dalam

pemilihan Kepala Daerah secara langsung pada tahun 2010 di Kabupaten Bandung, maka ada

beberapa konsep dasar yang dikemukan dalam kerangka teori, yaitu partisipasi politik

(political participation), dan perilaku memilih (voting behavior).

1.5.1. Partisipasi Politik

Keikutisertaan masyarakat dalam Pemilu khususnya dalam Pemilukada merupakan

Page 8: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

serangkaian kegiatan dalam proses pembuatan keputusan. Pemilukada merupakan

kesempatan bagi rakayat untuk memilihi wakil-wakilnya dan memilih pejabat pemerintah

serta menentukan apakah yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Untuk itu,

Pemilu berkaitan erat dengan partisipasi politik, karena keikutsertaan rakyat dalam Pemilu

termasuk dalam Pemilukada merupakan salah satu bentuk partisipasi rakyat dalam sebuah

negara demokratis.

Untuk itu anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan politik, misalnya

melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan

ini kebutuhan dan kepentingan mereka akan tersalurkan atau terwakili. Keyakinan akan

kebutuhan dan kepentingan tersebut sangat berpengaruh dalam pemilihan umum, khususnya

dalam memberikan pilihan pada salah satu kontestan atau partai politik.

1.5.2. Voting Behaviour

Perilaku pemilih didasarkan pada dua model atau dua pendekatan, yaitu pertama

pendekatan sosiologis dan kedua pendekatan psikologis. Di lingkungan ilmuwan sosial

Amerika Serikat, pendekatan pertama disebut sebagai Aliran Columbia (The Columbia

School of Electoral Behavior), sementara pendekatan kedua disebut dengan Aliran Michigan

(The Michigan Survey Research Center), Afan Gaffar (1992) Pendekatan Sosiologis lebih

menekankan peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang,

sementara pendekatan psikologis lebih mendasarkan faktor psikologis seseorang dalam

menentukan perilaku politiknya. Selain itu, ada pula pendekatan lain yaitu pendekatan politik

rasional yang lebih melihat bahwa perilaku politik seseorang berdasarkan pada pertimbangan

untung-rugi yang didapat oleh orang tersebut.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian Evaluasi Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung, menggunakan metode deskriptif

melalui pendekatan kualitatif. Metode deskriptif dengan mengkombinasikan data kuantitatif

dan data kualitatif (dominant less dominant) yang merupakan cara untuk menggambarkan

suatu gejala, proses atau suatu kegiatan yang dilakukan serta memusatkan perhatian pada

pemecahan masalah yang ada dan bersifat aktual dengan jalan data-data dan informasi

dikumpulkan, setelah itu dijelaskan dan kemudian dianalisa untuk memperoleh jawaban.

Page 9: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam

pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten

Bandung sebanyak 2.126.683 pemilih. Dan ukuran populasi 2.126.683 orang beberapa orang

pemilih dijadikan sebagai informan atau lebih tepatnya ada 30 informan, yaitu diambil dari

masing-masing seorang tokoh masyarakat di tiap kecamatan. Untuk mendapatkan data yang

akurat yang dapat mewakili populasi maka teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

Purposive sampling.

Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data mengutamakam perspektif emik, artinya mementingkan

pandangan informan yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dari

pendiriannya. Teknik pengumpulan data yang utama dalam pendekatan kualitatif adalah

observasi dan wawancara mendalam.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

1. Wawancara

2. Observasi terhadap objek penelitian

3. Studi kepustakaan, yakni mempelajari dan menelaah serta menganalisis literatur baik

berupa buku-buku, artikel, maupun karya ilmiah yang ada relevansinya dengan

permasalahan penelitian, dan dilengkapi dengan data sekunder dari hasil poling yang

dilakukan oleh KPU Kabupaten Bandung.

Tahapan Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti petunjuk

Lincoln (1985:235-236) yaitu meliputi tiga tahap sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi; pada tahap, ini peneliti sudah memiliki gambaran umum tentang

masalah yang diteliti. Pada fase ini peneliti juga melakukan kunjungan, melakukan

wawancara kepada beberapa informan, observasi. Informasi yang diperoleh selanjutnya

dikaji untuk menemukan hal yang menarik dan bermanfaat yang ada kaitannya dengan

Page 10: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

permasalahan, yaitu dalam upaya memahami fokus penelitian maka selanjutnya dijadikan

paradigma penelitian dan kemudian dijadikan pedoman untuk mengumpulkan data.

2. Tahap Eksplorasi; pada tahap ini pengumpulan data lebih memfokuskan yaitu sesuai

dengan paradigma yang telah disusun. Wawancara dan obervasi yang dilakukan sudah

mengarah, terstruktur dan sekaligus terlampir, sehingga diperoleh informasi yang lengkap

dan mendalam tentang aspek-aspek yang diteliti. Sumber data telah disesuaikan dengan

permasalahan.

3. Tahapan Member Check; Semua data yang telah dikumpulkan kemudian dituangkan

dalam catatan (field notes). Untuk memperoleh data yang kredibel selain dilakukan

melalui trianggulasi, maka perlu dilakukan member check artinya suatu proses

penyampaian informasi hasil pengumpulan data kepada sumber data. Jadi data yang

diperoleh itu dicek kembali oleh sumber data sehingga data tersebut kebenarannya diakui

oleh pemberi data.

Teknis Analisis Data

Miles dan Huberman (1984:16) memberi petunjuk secara umum tentang langkah-

langkah dalam analisis data kualitatif yaitu melalui:

1. Rekap data; Seperti telah dikemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif teknik

pengumpulan data yang digunakan melalui observasi, wawancara mendalam dan studi

dokumentasi.

2. Reduksi data; Semakin lama pengumpulan data berlangsung, maka semakin banyak data

yang diperoleh. Data dari berbagai sumber tersebut ada yang sama ada yang berbeda, ada

yang penting dan ada yang tidak, ada yang bermakna dan ada yang tidak. Dalam tahap

reduksi ini peneliti melakukan pengklarifikasian data, memilih data yang berguna, yang

penting dan yang bermakna. Data yang tidak penting dibuang. Dengan reduksi data ini

maka basil penelitian menjadi jelas dan tajam.

3. Penyajian Data; Setelah data yang banyak tersebut direduksi, maka supaya data tersebut

mudah dipahami baik oleh diri sendiri maupun orang lain, sehingga data tersebut perlu

disajikan. Penyajian data dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, misalnya grafik, tabel,

dan uraian rinci. Data yang disajikan tersebut sudah melalui tahapan analisis seperti di

atas.

4. Verifikasi dan Penyimpulan; setelah data disajikan dalam bentuk uraian rinci maka

analisis selanjutnya adalah memferifikasi terhadap data yang telah disajikan tersebut.

Page 11: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Dalam memferifikasi ini selanjutnya peneliti dapat memberikan tafsiran, makna dan

mencari hubungan antara satu kategori dengan kategori lain.

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung

dan kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 3 (Tiga) bulan dengan pelaksanaan

pada Dulan Juli 2011 s.d. bulan September 2011. Rincian jadual kegiatan sebagai berikut:

Tabel 1.1.

Jadual Kegiatan Penelitian Evaluasi Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung

No. Nama Kegiatan Bulan Juli 2011 s.d. September 2011

I II III IV I II III IV I II III IV

1. Persiapan

- Penjajagan

- Penyusunan Proposal

- Penyusunan Instrumen

Penelitian

- Pelatihan Surveyor

X

X

X

X

X

X

2. Pengumpulan data dan

Lapangan

X

X

X

X

X

3. Penyusunan Laporan X X X X

4. Penyelesaian laporan X X

Page 12: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemilihan Umum Merupakan Proses Demokratisasi

Salah satu syarat untuk terwujudnya pemerintahan yang baik adalah terwujudnya

proses demokrasi yang berkualitas yaitu demokrasi yang tidak saja memberi uang bagi setiap

anggota masyarakat secara prosedural melaksanakan hak-haknya tetapi juga demokrasi yang

substantif, yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara yang memenuhi kualitas

partisipasi dan penyelenggaraan politik yang tinggi.

Gaffar (2000:7-9) beberapa hal pokok yang menggambarkan terlaksananya proses

politik dan pemerintahan yang demokratis yaitu:

1. Akuntabilitas; setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat

mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuh termasuk

perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan bahkan akan dijalaninya.

2. Rotasi kekuasaan; dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada,

dan dilakukan secara teratur dan damai, jadi tidak hanya satu orang yang selalu

memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.

3. Rekruitmen politik yang terbuka; setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu

jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan

kompetisi jabatan tersebut.

4. Pemilihan umum, yaitu dalam suatu negara demokrasi, Pemilu dilaksanakan secara

teratur, dimana setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih

dan dipilih dan bebas menggunakan hak tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya.

5. Menikmati hak-hak dasar, yaitu dalam suatu negara demokratis, setiap warga negara

dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas termasuk didalamnya hak-hak untuk

menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan kebebasan pers.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami pemilu yang bebas, teratur dan

pemilih dapat menggunakan hak tersebut sesuai dengan hati nuraninya merupakan salah satu

alat ukur utama proses penyelenggaraan politik yang demokratis. Terlaksana Pemilu yang

berkualitas merupakan dasar terwujudnya sistem politik yang kuat, karena akan

menghasilkan pemegang jabatan publik yang terbaik bukan sembarang orang. Hasil

pemilihan umum kepala daerah yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan

Page 13: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dianggap mencerminkan dengan akurasi

partisipasi dan aspirasi masyarakat.

Di kebanyakan negara demokrasi, penyelenggaraan pemilihan umum merupakan

suatu aktivitas politik penting yang sudah berkala, dengan pengalaman penyelenggaraan yang

beragam. Di berbagai negara maju, proses Pemilu sudah berlangsung cukup matang, baik

pada level penyelenggara, sistem Pemilu yang digunakan maupun pada tingkat perilaku

pemilih. Melalui Pemilu, dapat memupuk kekuasaan yang absah dan mencapai tingkat

perwakilan politik (political representativeness) tertentu. Menurut Sanit (1985:173) dalam

jangka pendek pelaksanaan Pemilu dapat bermanfaat untuk mencapai kekuasaan yang absah

dan perwakilan politik, tetapi dalam jangka panjang pemilu bermanfaat bagi pembentukan

budaya politik dan pelembagaan politik. Ralmian (2001:190) menambahkan bahwa pada

hakikatnya Pemilu merupakan cara dan sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menentukan

wakil-wakinya yang akan duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat guna menjalankan

kedaulatan rakyat.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa Pemilu bukan saja wahana

tenvujudnya proses kompetisi peserta Pemilu memperebutkan kekuasaan yang absah pada

jabatan-jabatan publik, melainkan juga membentuk tingkat kematangan budaya politik

masyarakat dan lembaga-lembaga politik mempertanggungjawabkan kinerjanya selama

menjalankan aktivitas politik selama waktu tertentu, dan rakyat akan memberikan

kepercayaan kepada pemimpin, lembaga-lembaga tersebut yang mendapat kepercayaannya.

2.2. Definisi Makna Dan Penyelenggara Pemilukada

Pemilukada merupakan salah satu kegiatan politik yang merupakan implementasi hak

kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin untuk masa 5 tahun mendatang. Melalui

Pemilukada terjadi pergantian pemegang kekuasaan secara teratur, damai dan berkualitas.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pemilihan

kepala daerah adalah sarana pelaksana kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan/atau

Kabupaten/Kota berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih kepala daerah dan

wakil kepala daerah.

Pemilukada juga merupakan terobosan baru dalam sistem politik Indonesia,

khususnya untuk level pemerintahan lokal. Sebelum pemilukada, kepala daerah dipilih

melaui sebuah proses politik yang tidak dapat disebut Pemilu, karena tidak melibatkan rakyat

Page 14: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

pemilih. Menurut Zuhro, dkk (2009:48 mengadakan bahwa pemilukada merupakan

momentum untuk melakukan suksesi kepemimpinan lokal sebagai wujud implementasi

demokrasi yang partisipatif

Pemilukada merupakan pemilihan yang diselenggarakan di daerah otonom yang

merupakan perintah dari perubahan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Menururt Irtanto (2008:159) yang dimaksud pemilukada adalah suatu proses politik untuk

memilih kepala daerah secara langsung. Terselenggaranya Pemilukada merupakan amanat

Pasal 56 ayat (1) UU no. 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa: Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis

berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berdasarkan landasan

hukum di atas, Pemilukada merupakan kegiatan pemilihan umum yang bertujuan memilih

kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk daerah otonom tertentu, yang diharapkan

mampu mewujudkan sistem politik yang lebih stabil dan berkualitas, karena terjadi proses

pendewasaan pemilih, partai politik, penyelenggara dan media massa.

Lebih lanjut Sanit (1985: 157) mengatakan: proses pelaksanaan Pemilu berpengaruh

langsung kepada pembentukan budaya politik, sebab tingkah laku para kontestan dan

penyelenggara Pemilu langsung dihayati oleh anggota masyarakat yang mengetahuinya, baik

pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan, maupun melalui informasi. Selanjutnya

sistem ini mengatur beberapa hal berikut ini yaitu jurus pencalonan kandidat, jurus

pencoblosan suara, besar/bobot daerah pemilihan, lingkup daerah pemilihan dan jurus

pengambilan keputusan.

Ditambahkan Rahman (2001: 170) bahwa sistem pemilihan, walaupun terlihat hanya

suatu mekanise untuk menentukan komposisi pemerintah selama beberapa tahun kemudian,

namun sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik para individu dalam

masyarakat yang luas, komplek dan modern, boleh jadi pemilu merupakan kunci untuk

menentukan suatu sistem yang demokratis.

Oleh karena itu Pemilukada sebagai salah satu proses demokrasi yang ada dalam

sistem politik Indonesia, memiliki signifikansi yang tinggi dalam pembangunan politik

Indonesia di masa mendatang serta dalam menciptakan keseimbangan antara politik lokal dan

pusat, dapat memperkuat otonomi daerah dalam prinsip negara kesatuan.

Untuk dapat melaksanakan amanat UU NO.32 Tahun 2004, pasal 57 menyerahkan

pelaksana Pemilukada kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai berikut: (1)

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD yang

bertanggungjawab kepada DPRD. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan

Page 15: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pennohonan agar KPUD tidak

bertanggungjawab kepada DPRD sebab akan menimbulkan ketidak independenan KPUD

dalam penyelenggaraan pemilu. KPUD bertanggungjawab kepada publik dan kepada DPRD

hanya menyampaikan laporan pelaksanaan tugas. Dengan banyak kasus dalam Pemilukada,

dalam hal ini perlu adanya peningkatan kualitas pemilu dengan memperhatikan beberapa hal

berikut menurut Irtanto (2008: 161):

1. Perhatikan iklim demokratisasi harus dimulai dari partai politik (terutama) yang

memenuhi ketentuan Perundang-undangan dalam proses penjaringan, penyaringan

dan penetapan calon kepala daerah. Partai politik harus memiliki sistern dan

mekanisme rekruitment calon kepala daerah yang demokratis.

2. Peraturan Perundang-undangan yang dibuat, benar-benar mencenninkan

demokratisasi itu sendiri dan tidak anarkhi.

3. Sistem dan mekanisme kerja masing-masing lembaga yang terkait dengan

penyelenggaraan Pilkada tidak tumpang tindih dan kontaminatif

4. Pemerintah harus benar-benar independen dan tidak melakukan interpensi dalam

bentuk apa pun.

5. Kedewasaan dan kematangan politik masyarakat senantiasa tumbuh dan

berkembang melalui pendidikan politik.

Dari hal tersebut di atas, terlihat bahwa keberhasilan penyelenggaraan Pemilukada

tidak hanya bergantung pada profesionalisme KPUD, melainkan juga keterlibatan aktif

masyarakat dan independensi terhadap pemerintah.

Sebagaimana sebuah proses Pemilu, Pemilukada merupakan bagian dari sebuah

kebijakan nasional yang diharapkan mampu memperkuat sistem politik Indonesia. Oleh

karena itu Pemilukada memiliki manfaat yang penting. Mubarok (dalam Irtanto 2008: 161-

162) menyebutkan ada beberapa manfaat Pemilukada sebagai berikut:

a. Kongkritisasi demokrasi, yaitu proses pilkada akan memenuhi kaidah proses

demokratisasi di dua level struktural dan kultural. Di level struktural lebih beradab

karena melibatkan partisipasi publik yang makin luas. Kaidah 50 plus satu adalah

angka rill dan mutlak merupakan cerminan dan representasi suara rakyat. Di level

kultural proses pilkada ditenggarai akan memberi keleluasaan bagi merembesnya

nilai-nilai transparansi, independensi dan kejujuran.

b. Ada kemungkinan kekerasan terhadap proses dan data terkurangi.

Page 16: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

c. Terkuranginya mekanisme politik uang.

Menambahkan manfaat positif yang telah disampaikan Mubarok, Afiti (dalam Irtanto

,2008: 163) memberikan manfaat lainnya adalah lahirnya pemimpin yang mengenal konteks

lokal dan bertanggungjawab kepada rakyat, dengan asumsi bahwa rakyat akan memilih orang

yang mereka kenal dengan baik. Sementara itu Huda (dalam Irtanto 2008: 162)

menambahkan dua keuntungan positif yaitu Pilkada langsung memberi kesempatan yang luas

untuk terpilihnya kepala daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat; stabilitas

pemerintahan lebih terjaga berhubung kepala daerah tidak mudah dijatuhkan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Pemilukada memiliki peranan yang strategic

untuk mengimplementasikan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin, sehingga akan

lebih bertanggungjawab kepada rakyat dibandingkan kepada partai politiknya.

UU No. 32 tahun 2004 pasal 56 ayat (2) mengatakan bahwa pasangan calon diajukan

oleh partai politik atau gabungan partai politik. Partai politik atau gabungan partai politik

dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-

kurangnya 15% dari jumlah kursi di DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah

dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Adapun syarat yang harus terpenuhi bagi calon kepala daerah adalah:

a. Bertaqwa kepada Tuhan YME

b. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan kepada

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan atau sederajat

d. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun

e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pelaksanaan kesehatan menyeluruh dari tim

dokter

f. Tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap karena, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 tahun atau lebih

g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

h. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat daerahnya.

i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan

j. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perorangan dan atau secara badan

hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.

Page 17: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap

l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela

m. Memiliki NPWP atau bagi yang mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran

pajak.

n. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan

dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;

o. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 kali

masa jabatan yang sama.

p. Tidak sedang sebagai penjabat daerah.

2.3. Definisi Strategi Dan Jenis-Jenis Kampanye

Kampanye merupakan sisi lain dari sebuah proses Pemilu, sebab melalui kampanye

kandidat dapat lebih memperkenalkan diri, menyatakan diri sebagai kandidat yang siap

memegang kekuasaan yang diberikan publik. Kampanye merupakan ajang adu kepantasan,

kelayakan, adu strategi, adu kekuatan keuangan dan investasi politik. Melalui kampanyelah

seseorang ingin dipilih, seseorang menyatakan gagasan untuk melaksanakan tanggungjawab

sebagai pemimpin, menyelesaikan masalah yang ada, menawarkan solusi bagi kehidupan

publik yang haws dengan kualitas pemimpin.

Menurut Nimmo (1989: 219); bahwa dalam setiap pemilihan terdapat unsur-unsur

propoganda (terutama dalam komunikasi organisasi melalui parta, politik, tetapi sifat dasar

kampanye politik kontemporer terletak pada paya untuk mempersuasi melalui periklanan

massa (komunikasi massa) dan retorik (komunikasi interpersonal) bukan pada propoganda.

Untuk berhasil menenangkan pilihan memerlukan penggunaan rencana kampanye dan

kampanye total. Inilah yang disebut dengan strategi kampanye.

Membangun strategi kampanye yang terpenting perumusan ide kampanye. Slogan

menjadi penentu keberhasilan ide. Ide merupakan tema organisasi kampanye dan slogan

harus mampu memberikan harapan akan kemajuan. Selain itu ada strategi untuk

meningkatkan popularitas kampanye yaitu melakukan kegiatan yang monumental dan sedikit

aneh sehingga memberikan kekuatan politik bagi publik.

Menurut Nimmo (1989: 220) kandidat tidak hanya cukup dikenal dengan cara yang

unik, tetapi memiliki citra kandidat yang sempurna. Rencana kampanye yang lebih detail

diturunkan dalam strategi kampanye dilakukan melalui empat segi:

Page 18: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

1. Ada formasi awal dari organisasi kampanye, terdiri atas para politikus yang

berpengalaman (baik pejabat pemerintah maupwn pernimpin partai), juru

kampanye profesional (termasuk segala jenis personal dari manajer,

merencanakan pesan iklan, mengumpulkan dana, membuat iklan televisi, menulis

pidato dan melatih kandidat penampilan di depan umum, sukarelawan (sejumlah

orang yang bersedia melakukan hubungan telepon, menjilak perangko, berkunjung

ke rumah-rumah, menaikkan tenda dan sebagainya.

2. Proses dana dikumpulkan dan dipergunakan bagaimana riset untuk mendapat

informasi yang diperlukan mengenai masalah yang dikemukakan, pemilih dan

opisis dan bagaimana menyampaikan pesan kandidat.

3. Sifat kampanye yang menyangkut komunikasi kampanyelah yang menyebabkan

berjalannya konsep kampanye total dengan menggunakan sarana komunikasi

total.

4. Menggunakan strategi terapan yang aplikatif sebagai berikut kampanye tatap

muka, media elektronik (televisi), telepon, kampanye radio, surat langsung, surat

kabar, poster, kampanye, interpersonal, kampanye organisasi.

Strategi kampanye yang baik akan mampu menggerakan partisipasi politik pemilih,

sebab kampanye juga melakukan ajakan untuk memberikan suara. Partisipasi masyarakat

dalam Pemilu dapat berbagai bentuk, seperti ikut serta dalam kampanye, membicarakan

persoalan politik menjelang pemilihan suara, menyumbang dan sebagainya. Menurut Rush

dan Althof (2000: 124) bahwa bentuk partisipasi politik secara bertingkat dari tertinggi ke

yang rendah sebagai berikut:

1. Menduduki jabatan politik atau administratif

2. Mencari jabatan politik atau administratif

3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik

4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik

5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (Quasi political)

6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik

7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstarsi dan sebagainya

8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik

9. Voting (pemberian suara)

Gabriel Almon (dalam Mc Andrew, 2000: 47) memberikan perbedaan partisipasi

Page 19: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dalam konvensional dan non konvensional sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Bentuk Kegiatan Partisipasi Politik

Konvensional Non – Konvensional

Pemberian Suara

Diskusi Politik

Kegiatan Kompanye

Membentuk dan bergabung dalam kelompok

kepentingan

Komunikasi individu dengan pejabat politik

dan administrasi

Pengajuan Petisi

Berdemokrasi

Konfronstrasi

Mogok

Tindak kekerasan politik terhadap harta

benda (perusakan, pengeboman, pembakaran)

Tindakan kekerasan politik terhadap manusia

(penculikan, pembunuhan)

Perang gerilya dan revolusi

Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut, keterlibatan pemilih dalam Pemilukada

dapat terjadi dalam hal berikut seperti kegiatan kampanye, voting, diskusi politik, mengikuti

rapat umum. Dari tahapan proses pemilukada penentuan pilihan merupakan tahapan yang

paling krusial dalam menentukan kualitas pemilu itu sendiri. Tahapan inilah yang paling

ditunggu bagi semua pihak yang berkepentingan dalam proses pemilu, baik pengurus partai,

kandidat pasangan kepala daerah, bahkan penyelenggara pemilukada juga menanti apakah

pemilih mampu menggunakan hak pilihnya secara baik atau sekedar memenuhi hak

Page 20: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

konstitusionalnya.

Strategi Kampanye

Kampanye merupakan tahanpan penting dalam setiap Pemilu, karena, melalui

kegiatan inilah para kandidat memperkenalkan dirinya terhadap publik, yaitu para pemilih

dengan harapan pemilih mau menyerahkan kedaulatan politik kepada kandidat, baik dalam

lembaga legislatif maupun eksekutif. Kampanye menurut Nimmo (1989:199) adalah

penciptaan, penciptaan ulang dan pengalihan lambang signifikan secara sinambung melalui

komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif yang melakukan kampanye dan

pemberia suara. Kampanye merupakan suatu faktor utama dalam membantu para pemberi

suara mencapai pilihan dalam pemilhan umum. Strategi kampanye menurut Nimmo

(1989:202) merupakan metode/cara untuk memenangkan pemilihan umum melalui berbagai

pilihan-pilihan yang ada, berlandaskan pada kemampuan dan dukungan yang dimiliki, serta

harapan untuk meraih simpati publik

Jenis-jenis Kampanye

Strategi kampanye yang baik akan mampu menggerakan partisipasi politik pemilih,

sebab kampanye juga melakukan ajakan untuk memberikan suara. Adapun macam kampanye

dapat dilihat dari bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh para politisi yang bersaing

dalam pemilihan umum. Menurut Nimmo (1989) kampanye massa merupakan pilihan yang

banyak dilakukan.

Menurut Nimmo (1989:220) dalam kampanye, pemilih menggunakan berbagai media

untuk mengumpulkan empat jenis informasi yaitu (a) Apa yang akan dicari dalam kampanye;

(b) apa isi yang penting dalam kampanye; (c) posisi kandidat terhadap isu yang penting; (d)

informasi tentang kepribadian dan atribut lain dari kandidat.

Berdasarkan pendapat tersebut, kampanye merupakan upaya pemilih untuk

memahami hal-hal yang mendasar dari sisi kandidat, sebab kualitas kandidat merupakan

prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan. Kampanye menghadirkan citra

kandidat secara lebih baik, belum tentu sesuai dengan apa yang sebenarnya ada. Oleh karena

itu kampanye tidak akan dilihat secara gamblang sebab pemilih akan melakukan

pembandingan.

Page 21: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

2.4. Marketing Politik dalam Memenangkan Pemilu

Proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia saat ini salah satunya ditandai adanya

multi partai yang sangat jelas dapat menuntut persaingan yang ketat diantara partai-partai

politik yang ada. Berbagai cara dilakukan oleh para partai politik untuk dapat meraih massa

yang banyak, bisa dengan memperlihatkan dan menyampaikan visi dan misi dari partai

politik, menampilkan para pengurus partai politiknya, program kerja dari partai politik dan

masih banyak hal lain untuk dapat menumbuh-kembangkan partai politik tersebut. Namun

realita yang ada tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan itu sangat ketat bahkan tanpa,

disadari dapat bersaing dalam merubah posisi partai politik yang satu dengan partai politik

yang lainnya.

Secara umum yang menjadikan partai politik menarik perhatian masyarakat untuk

dipilih atau didukung adalah Kelembagaan partai politik menurut Netherlands Institute for

Multiparty Democracy (dalam Sparinga 2006:12-15), adalah:

1. Ketangguhan Organisasi: Partai politik berkepentingan meraih pemilih dan

kekuasaan politik. Hal ini hanya dapat dicapai secara memuaskan melalui

penyebaran sumber-daya partai secara efektif, pada tingkat lokal, regional dan

nasional. Ini berarti, kita berkepentingan untuk mengetahui dan mampu

menggunakan kemampuan material maupun sumber-daya manusia dan financial

yang dimiliki partai, termasuk keterampilan dan orang-orang yang selanjutnya

akan mengelola itu semua. Untuk mencapai ketangguahan organisasi tersebut

maka diperlukan Perencanaan tahunan kegiatan partai; Desentralisasi sumber-

daya, Transparansi dalam menangani sumber-daya, Akuntabilitas, Tata-hubungan

dan prosedur seleksi yang didasarkan pada prestasi dan solidaritas.

2. Demokrasi Internal Partai: bahwa partai yang memiliki aturan dan prosedur yang

bersifat impersonal (tidak tergantung pada orang) untuk menghindari terjadinya

kontrol sewenang-wenang dalam pemilihan internal (misalnya dalam penyusunan

daftar calon legislatif) serta berfungsinya partai di bawah kendali pimpinan partai

atau klik tertentu.

3. Identitas Politik, partai politik yang serius harus memiliki identitas atau jati diri

ideologic, bahkan identitas itu juga dibutuhkan untuk tujuan-tujuan organisasi,

pemilihan umum, dan pemerintah.

4. Keutuhan Internal: perbedaan pendapat itu disampaikan dan diselesaikan dalam

politik intra-partai.

Page 22: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

5. Kapasitas Berkampanye. Dukungan suara bagi partai tidaklah datang dengan

sendirinya. Dukungan suara harus dicari melalui serangkaian langkah dan diraih

dengan menjamin terpenuhinya syarat-syarat penting tertentu.

Sementara itu yang seharusnya dilaksanakan oleh partai yang mengalami agar dapat

memenangkan pemilihan umum seperti pada model Nowak dan Warneryd (dalam Venus,

2004:22-24) ini terdapat beberapa elemen kampanye yang harus diperhatikan yakni sebagai

berikut:

1. Intended effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak dicapai harus

dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian, penentuan elemen-elemen lainnya

akan lebih mudah dilakukan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu

‘mengagung-agungkan’ potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai

menjadi tidak jelas dan tegas.

2. Competiting communication (Persaingan Komunikasi). Agar suatu kampanye

menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan potensi gangguan dari kampanye yang

bertolak belakang (counter campaign).

3. Communication object (Objek komunikasi). Objek kampanye biasanya dipusatkan

pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda menghendaki metode

komunikasi yang berbeda. Ketika objek kampanye telah ditentukan, pelaku

kampanye akan dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau

ditekankan pada objek tersebut.

4. Target population & receiving group (populasi target dan kelompok penerima).

Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan

lebih mudah dilakukan maka penyebaran pesan lebih baik ditunjukan pada

opinion leader (pemuka pendapat) dari populasi target. Kelompok penerima dan

populasi target dapat diklasifikasikan menurut sulit atau mudahnya mereka

dijangkau oleh pesan kampanye. Mereka adalah bagian dari kelompok yang sulit

dijangkau.

5. The channel (saluran). Saluran yang digunakan dapat bermacarn-macam

tergantung karakteristik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye. Media

dapat menjangkau hampir seluruh kelompok, namun bila tujuannya adalah

mempengaruhi perilaku maka akan lebih efektif bila dilakukan melalui saluran

antar pribadi.

6. The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok

Page 23: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

yang menerimanya. Pesan juga dapat dibagi kedalam tiga fungsi yakni:

menumbuhkan kesadaran, mempengaruhi, serta memperteguh dan meyakinkan

penerima pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.

7. The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan). Komunikator dapat

dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya seorang ahli atau seorang

yang dipercaya khalayak, atau malah seseorang yang memiliki kedua sifat

tersebut. Pendeknya komunikator harus memiliki kredibilitas di mata penerima

pesannya.

8. The obtained effect (efek yang dicapai). Efek kampanye meliputi efek kognitif

(perhatian, peningkatan pengetahuan dan kesadaran), afektif (berhubungan dengan

perasaan, mood dan sikap), dan konatif (keputusan bertindak dan penerapan).

Unsur-unsur di atas merupakan unsur dasar yang harus dimiliki oleh partai politik,

untuk mematangkan/menguatkan/mengalihkan perhatian pemilih terhadap suatu partai selain

proses marketing politik yang dilakukan oleh partai tersebut. Sedangkan menurut Baines et.

Al, Dalam (Nursal, 2004:49-50) proses dan orientasi political marketing sangat bebeda

dengan Business Marketing yang mana political marketing adalah cara-cara yang dilakukan

organisasi politik dengan enam hal berikut:

1. Mengkomunikasikan pesan-pesannya, ditargetkan atau tidak ditargetkan, langsung atau

tidak langsung, kepada para pendukungnya dan pada para pemilih lainnya.

2. Mengembangkan kredibilitas dan kepercayaan para pendukung, para pemilih lainnya dan

sumber-sumber eksternal agar mereka memberi dukungan finansial dan untuk

mengembangkan dan menjaga struktur manajemen di tingkat lokal maupun nasional.

3. Berinteraksi dan merespon dengan para pendukung, influencers, para legislator, para

kompetitior, dan masyarakat umum dalam pengembangan dan pengadaptasian kebijakan-

kebijakan dan strategi.

4. Menyampaikan kepada semua pihak berkepentingan atau stake holders, melalui berbagai

media, tentang informasi, saran dan kepemimpinan yang diharapkan atau dibutuhkan

dalam negara demokrasi.

5. Menyediakan pelatihan, sumber daya informasi dan materi-materi kampanye untuk

kandidat, para agen pemasar dan atau para aktivis partai.

6. Berusaha mempengaruhi dan mendorong para pemilih, media-media dan influencers

penting lainnya untuk mendukung partai atau kandidat yang diajukan organisasi dan/atau

supaya jangan mendukung para pesaing.

Page 24: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Sedangkan Menurut Niffenneger dan Butler & Collins (dalam Firmanzah, 2008:199-

207) menjelaskan karakteristik marketing politik dengan lebih rinci. Karakteristik dan content

marketing politik berbeda dengan marketing komersial. Meskipun proses marketing politik

masih mengikuti proses yang terdapat dalam marketing komersial, namun hal-hal yang

dibahas di tiap tahapan proses sangat berbeda antara marketing komersial dengan marketing

politik. Proses marketing politik menurut Niffenneger (dalam. Firmanzah 2008:199) terlihat

seperti di bawah ini:

Tabel 2.2.

Proses Marketing Politik

Program Marketing

Produk (Product) - Platform Partai

- Masa lalu

- Karakteristik Personal

Promosi (Promotion) - Advertising

- Publikasi, Evant Debat

Harga (Price) - Biaya Ekonomi

- Biaya Psikologis

- Efek Image Nasional

Tempat (Place) - Program Marketing

- Personal

- Program Voluneer

Sumber: Data Olahan dari Peneliti

Produk (Product). Niffengger (dalam Firmanzah, 2008:200) membagi produk politik

dalam tiga kategori, (1) Party Platform (Platform Partai), (2) Past Record (Catatan tentang

hal-hal yang dilakukan di masa lampau), dan (3) Personal Characteristic (Ciri Pribadi).

Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform partai yang berisikan konsep,

identitas ideology, dan program kerja sebuah institusi politik.

1. Promosi (Promotion). Promosi juga bisa dilakukan oleh institusi politik melalui debat di

TV Niffenegger dan Schrott, (dalam Firmannzah, 2008:204). Dalam acara macam ini,

publik berkesempatan melihat pertarungan program kerja yang ditawarkan oleh masing-

masing institusi politik. Selain itu, promosi juga bisa dilakukan melalui pengerahan masa

dalam jumlah besar untuk menghadiri sebuah ‘Tabligh-Akbar’ atau ‘Temu Kader’. Selain

ingin tetap menjaga hubungan antara institusi politik dengan massanya, kesempatan

semacam ini akan diliput oleh media massa sehingga secara tidak langsung bisa dilihat

sebagai media promosi. Lambang, symbol, dan warna bendera partai yang disebar melalui

Page 25: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

pamplet, umbul-umbul dan poster semasa periode kampanye juga merupakan media

promosi institusi politik. Promosi dalam hal ini juga terkait dengan publikasi partai

politik.

2. Harga (Price). Harga dalam marketing politik mencakup banyak hal, mulai ekonomi,

psikologis sampai ke citra nasional Niffenegger (dalam Firmanzah, 2008:205). Harga

ekonomi meliputi semua biaya yang dikeluarkan institusi politik selama periode

kamanye. Dari biaya Man, publikasi, biaya 'rapat akbar' sampai ke biaya administrasi

pengorganisasian tim kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi

psikologis, misalnya apakah pemilih merasa nyaman dengan latar belakang, etnis, agama,

pendidikan dan lain-lain - seorang kandidat presiden. Harga image nasional berkaitan

dengan apakah pemilih merasa kandidat presiden tersebut bisa memberikan citra positif

suatu bangsa negara dan bisa menjadi kebanggaan nasional atau tidak.

3. Tempat (Place). Tempat (place) berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah

institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon

pemilih, Niffenegger (dalam Firmanzah, 2008:207). Kampanye politik memang harus

bisa menyentuh segenap lapisan masyarakat. Hal ini bisa dicapai dengan melakukan

segmentasi publik. Niffenegger; Smith & Hirst, (dalam Firmanzah, 2008:207). Sebuah

institusi politik harus bisa mengidentifikasi dan memetakan struktur serta karakteristik

masyarakat. Pemetaan ini bisa dilakukan secara geografis. Identifikasi dilakukan dengan

melihat konsentrasi penduduk di suatu wilayah, penyebarannya dan kondisi fisik

geografisnya.

Berdasarkan konsep teori tersebut di atas bahwa marketing politik ini dapat

membantu menumbuhkembangkan partai politik untuk mendapat posisi di hati rakyat dan

bahkan dapat dijadikan stategi di dalam kampanye untuk dapat memenangkan pemilu.

2.5. Pemilih Dan Perilaku Pemilih Dalam Pemilukada

Pemilih merupakan pihak yang paling krusial dalam setiap pemilihan umum,

termasuk dalam Pemilukada. Pemilihlah yang akan menyerahkan kekuasaan melalui proses

tersebut kepada seseorang untuk dijalankan sebagaimana mestinya. Menurut pasal 68

Undang-undang No.32 Tahun 2004 yang dimaksud Pemilih adalah Warga Negara RI yang

pada hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur

17 tahun atau sudah pernah menikah/kawin mempunyai hak memilih. Pemilih dapat

Page 26: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

menggunakan hak pilihnya apabila terdaftar sebagai pemilih, dan tidak mengalami gangguan

kejiwaan atau tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Saat ini pemilih memiliki perilaku politik yang berbeda dengan era sebelumnya.

Perubahan keadaan lingkungan sosial ekonomi serta teknologi memberi pengaruh bagi

terbentuknya perilaku pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Di era orde

lama pemilih sangat terikat pada politik aliran, sedangkan pada zaman orde baru pemilih

sangat tergantung pada tekanan yang diberikan oleh pemerintah. Firmansyah (2008:85)

hubungan antara kontestan dengan pemilih adalah hubungan yang tidak stabil, karena

semakin kritisnya masyarakat dan semakin luntur ikatan tradisional atau primordial, saat ini

para pemilih kerap kali memindahkan dukungan mereka dari satu kontestan ke kontestan lain.

Selain itu karakteristik pemilih Indonesia saat ini mengalami perubahan dilihat dari

keterikatan ideologic. Pemilih lebih memperhatikan hubungan kepentingan daripada

hubungan ideologic bahkan keagamaan. Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan

utama para kontestan untuk mempengaruhi dan meyakinkan agar mendukung dan kemudian

memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan.

Sebuah pemilihan merupakan suatu kegiatan yang melibatkan orang atau lembaga

tertentu berkompetisi memperebutkan jabatan publik tertentu. Sebuah pemilihan adalah

sebuah kompetisi untuk jabatan atas ekspresi formal dari sebuah populasi, untuk mengambil

keputusan bersama bagi kandidat yang memenangkan pemilihan.

Pemilih memeiliki beberapa karakteristik, seperti konstituen partai tertentu, massa

mengambang dan non partisan. Pemilih bisa saja terikat secara sangat dekat dengan partai

kandidat, partai tertentu bisa juga terikat dengan seseorang berupa tim sukses tanpa

memandang partai politik, pemilih juga bisa terikat karena memiliki profesi yang sama,

pemilih juga memandang karena permintaan atasan, pemilih juga bisa karena jasa, kedekatan

kelahiran, kesamaan visi dan popularitas.

Pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen

partai politik tertentu. Terdapat kelompok masyarakat yang memang non partisan, dimana

ideologi dan tujuan politiknya tidak diikatkan kepada suatu partai tertentu. Ada beberapa

alasan pemilih menggunakan hak pilihnya. Alasan tersebut bisa religi, etnik, kesamaan visi.

Firmansyah mengatakan bahwa: “keputusan memilih selama pemilihan umum dapat

dianalogikan sebagai perilaku pembelian (purchasing) dalam dunia bisnis dan komersial.

Dalam dunia bisnis dan komersial keputusan pemebelian yang salah akan berdampak

langsung kepada subyek dengan kehilangan (utility loss) barang atau jasa yang dibelinya”.

Page 27: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Perilaku pemilih dari perspektif ekonomi yaitu memilih lebih merupakan konsumsi

ketimbang keputusan investasi. Insentif ekonomi dilihat sebagai keuntungan secara ekonomis

ketika pemilih memberikan dukungan kepada suatu kontestan politik. Dalam perspektif

individual keputusan memilih akan dilihat sebagai perilaku konsumsi dan pembelanjaan yang

dengan cepat hilang dan habis.

Dalam realitas politik pemilih juga yang tidak berpikir strategic pemilih menggunakan

hak pilihnya karena ingin melaksanakan hak konstitusinya, tanpa memikirkan secara jauh

efek yang ditimbulkan dari pilihan tersebut. Cukup banyak masyarakat yang menggunakan

hak pilihnya sebagai kebanggaan psikologis, seperti menunaikan kewajiban sebagai warga

negara, menegaskan identitas kelompok dan menunaikan loyalitas terhadap partai.

Kondisi politik nasional yang hingar bingar telah memberikan andil terhadap perilaku

pemilih. Ketika proses pemilukada melahirkan banyak konflik, ketika pemimpin baru tidak

mampu memberikan harapan perbaikan pemerintahan, ketika janji politik yang disampaikan

pada saat kampanye tidak ditepati oleh banyak perilaku politik maka pemilih menjadi tidak

perlu memilih atau memandang memilih sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

Atas dasar itu pemilih seringkali kesulitan untuk menentukan pilihan yang tepat,

rasional, dan mampu memberikan efek positif bagi lahirnya pejabat publik yang kuat dan pro

rakyat. Infonnasi yang berlebihan juga memberikan kesulitan untuk menentukan pilihan

karena adanya kesulitas untuk menata infonnasi. Pemilih mendapat informasi politik dalam

jumlah besar dan beragam seringkali berasal dari berbagai macam sumber yang sangat

mungkin bersifat kontradiktif.

Alasan lain yang memberikan andil terhadap jatuhnya pilihan-pilihan pemilih adalah

alasan loyalitas dan ideologi kepada partai. Brennan dan Lomasky (dalam Firmansyah)

menyatakan bahwa: keputusan memilih selama Pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini

tidak jauh berbeda dengan perilaku suporter yang memberikan dukungannya pada sebuah tim

sepak bola. Perilaku pemilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk

memberikan dukungan dan suara tidak akan tedadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih

yang cukup tinggi kepada partai politik jagoannya. Loyalitas kepada partai politik tertentu

masih menjadi alasan bagi pemilih untuk memilih partai tertentu, cukup banyak masyarakat

yang menggunakan hak pilihnya yang menunjukkan loyalitas kepada partai politik.

Perilaku pemilih dipengaruhi oleh sikap politik yang dibangun melalui proses

sosialisasi politik yang panjang. Proses sosialisasi itu kemudian membentuk ikatan yang kuat

dengan partai politik atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Ikatan seperti inilah yang

disebut identifikasi partai. Dengan teori identifikasi partai seolah-olah semua pemilih relatif

Page 28: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

mempunyai pilihan yang tetap. Simbol kelompok dan ikatan kesejarahan, dengan proses

tertentu dapat melekat pada simbol partai, sehingga terciptalah identifikasi partai. Latar

belakang sosial budaya juga dapat dianggap sebagai faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku pemilih. Karakteristik dan pengelompokan sosial merupakan faktor yang

mempengaruhi perilaku pemilih. Karakteristik sosial dan pengelompokan sosial, usia, jenis

kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan dalam kelompok formal dan

informal dan lainnya memberi pengaruh signifikan terhadap pembentukan perilaku pemilih.

Pemilih yang cerdas, rasional, matang dan mantap yang diharapkan dalam

Pemilukada Kabupaten Cianjur 2011 adalah pemilih yang mampu menggunakan hak pilihnya

secara rasional, yaitu memilih atas dasar pertimbangan yang sesuai dengan kebutuhan, nilai

dan harapan pemilih. Nursal (2004:6) mengatakan bahwa pemilih melakukan penilaian

terhadap, tawaran partai (kandidat dalam kampanye). Pemilih itu memiliki motivasi, prinsip,

pengetahuan dan mendapat informasi yang cukup. Pilihan juga atas dasar kepentingan umum

bukan kepentingan pribadi. Seiring dengan hal tersebut alasan pemilih yang penting yang

dapat dikategorikan pemilih rasional adalah isu dan kebijakan politik, pemilih memilih atas

dasar kebijakan atau program yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat

politik jika suatu saat menang.

Pemilih emosional juga merupakan fenomena pemilu diberbagai negara berkembang,

bahkan di negara maju. Pemilih emosional menempatkan faktor-faktor emosi sebagai penentu

arahan pilihannya. Seperti sifat yang melekat pada pribadi kandidat, ketokohan dan agama.

Pemilih memilih karena beberapa alasan, yang diantaranya isu-isu dan kebijakan politik,

representasi agama atau keyakinan, representasi kelas sosial dan sikap, loyal kepada tokoh

tertentu. Pemilih memeberikan suaranya dengan berbagai petimbangan, kondisis psikologis

dan kondisi objektif ada yang sangat rasional, ada yang tidak peduli, ada juga yang

pragmatic, ada juga yang ikut-ikutan, ada juga karena ketakutan akan dinyatakan golput

(golongan putih). Dan Nimmo (1989:187-197) mengklasifikasikan pemilih sebagai berikut:

1. Pemberi suara yang rasional; pemberi suara yang turut memutuskan pemberian

suara dengan ciri sebagai berikut: (a) Selalu dapat mengambil putusan bila

dihadapkan kepada alternatif, (b) Memilah alternatif sehingga masing-masing

apakah lebih disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan

alternatif lain, (c) menyususn alternatif dengan cara transit; Jika A lebih disukai

daripada B dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C, (d) selalu memilih

alternatif yang peringkat preferensinya paling tinggi, (e). Selalu mengambil

keputusan yang sama bila dihadapkan kepada alternatif yang sama.

Page 29: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

2. Pemberi suara yang reaktif, pemberi suara yang bereaksi terhadap pemilihan

umum berdasarkan faktor-faktor sosial dan demografi jangka panjang, yakni

pemberian suara lagi-lagi merupakan aksi diri. Pengaruh sosial yang paling

penting adalah ikatan emosional kepada partai politik.

3. Pemberi suara yang responsif; memiliki karakter sebagai pemberi suara yang

impermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa politik, dan pengaruh yang

berubah-ubah terhadap kapasitas kandidat; pemilih respon dengan masalah-

masalah pokok dan relevan tentang kebijakan umum, tentang prestasi pemerintrah

dan kepribadian ekskutif variasi dalam rangsangan yang diberikan oleh

kepemimpinan politik, partai dan kandidat sangat penting dalam pandangan

pemberi suara karena tanggapan rakyat akan sangat dikondisikan oleh rangsangan

ini.

4. Pemberi suara yang aktif, pemberi suara yang berperilaku sebagai ia membuat

suatu objek dari apa yang ia lihatnya, memberinya makna dan menggunakan

makna itu sebagai dasar untuk mengarahkan tindakannya. Tindakannya

merupakan hasil indikasi yang dibuatnya, bukan sekedar memberi respon saja.

Dengan demikian berdasarkan hal tersebut perilaku pemilih dapat bersifat rasional,

reaktif, responsif dan aktif.

Perilaku pemilih merupakan salah satu bentuk dari perilaku politik anggota

masyarakat. Aktivitas politik baik yang bersifat sederhana mauptm yang hebat merupakan

bentuk nyata dari sikap dan kognisis yang dimiliki oleh seseorang. Secara bebas perilaku

politik menurut Rahman (2001:50) dapat diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku politik

para aktor politik dan warga negara yang dalam manifestasi kongkritnya telah saling

memiliki hubungan dengan kultur politik. Lebih dalam Gabriel Almond mengatakan bahwa:

Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah dan antara

kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan

pengakuan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik yang

menarik dikaji adalah perilaku pemilih artina perilaku orang yang memilih hak pilih dalam

setiap pemilihan umum.

Pemilih sebagai pihak yang paling menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu,

kualitas kepala daerah dan kualitas demokrasi memiliki berbagai kecenderungan yang

dimunculkan oleh hal yang bersifat psikologis, ekonomis, informatif dan relasi lainnya.

Kematangan pemilih akan mempengaruhi tingkat perilaku pemilih artinya adalah hal-hal

Page 30: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

yang berkaitan dengan potensi internal seperti pendidikan, kualitas dan kuantitas informasi,

interaksi dengan perilaku politik dan kemampuan memilih dari berbagai alternatif yang ada.

Definisi Perilaku Pemilih

Sebelum pengertian perilaku pemilih terlebih dahulu dijelaskan pengertian pemilih,

perilaku dan perilaku pemilih. Pemilih menurut firmansya (2008:87) adalah sebagai semua

pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar

mendudkung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan bersangkutan.

Perilaku merupakan ekspresi kognisi dan sikap manusia terhadap sesuatu. Rahman

(2001:51) mengatakan bahwa: perilaku warga negara yang ikut serta dalam pemilu

merupakan bentuk sikap warga terhadap pemerintah merupakan perilaku politik. Perilaku

pemilih menurut Surbekti (1992:145) adalah keikutsertaan warga negara dalam pemilihan

umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan yakni apakah memilih atau tidak

memilih dalam pemilihan umum. Melwit (dalam Nursal 2004:65) mendefinisikan: perilaku

pemilih merupakan pengambilan keputusan cepat dan bahwa pengambilan keputusan itu

tergantung pada situasi sosial politik tertentu yang tidak berbeda dengan pengambilan

keputusan lainnya.

Berdasarkan kepada beberapa definisi yang disampaikan para ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa definisi perilaku pemilih adalah bentuk dari aktivitas warga negara yang

berhak menggunakan hak pilih dalam suatu kegiatan pemilihan umum sebagai ekspresi

pernahaman tertentu tentang proses pemilihan dan calon yang terlibat.

Perilaku pemilih di Indonesia dapat dirumuskan dalam sejumlah postulat hukum,

setidaknya ada tujuh postulat hukum perilaku pemilih di Indonesia. Hukum-hukum perilaku

pemilih di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Warna aliran dari sebuah partai politik mempengaruhi perilaku pemilih. Aliran

politik di Indonesia untuk saat ini dapat dipilah dalam tiga kategori aliran yaitu

sekuler, moderat dan agama. Perilaku pemilih akan ditentukan oleh persepsi diri

mereka dalam klaster aliran tersebut dan bagaimana mereka mempersepsikan

ideologi partai politik yang ada. Apabila pemilih mempersepsikan dirinya dalam

klaster aliran sekuler maka pilihan politiknya akan iatuh pada partai yang berada

pada klaster sekuler dan sebagainya. Pemilih yang berada dalam suatu klaster

aliran tertentu sangat kecil kemungkinannya untuk memilih partai di luar klaster

dimana dia berada.

Page 31: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

2. Partai dengan spektrum ideologi ekstrim tidak akan mendapatkan dukungan

pemilih dalam jumlah yang signifikan. Secara linier spektrum ideologi berada

dalam kutub fundamentalis sekuler dan fundamentalis agama, mereka yang berada

dalam dua kutub ekstrim tersebut tidak akan mendapatkan dukungan dari pemilih.

Pemilih dari dua kutub ekstrim tersebut adalah minoritas partai yang

mendeklarasikan dirinya dalam posisi ini akan terlikuidasi dengan sendirimya.

3. Partai dengan spektrum ideologi tengah atau moderat mendapatkan dukungan

yang besar dari pemilih. Hukum ke tiga ini merupakan anti tesis hukum ke dua

dari perilaku pemilih di Indonesia. Partai-partai dengan ideologi moderat memiliki

modal dasar untuk mendapatkan dukungan besar dari pemilih. Untuk

mengaktualkan potensi itu partai-partai tengah/moderat hanya perlu memoles

organisasinya untuk dapat dikenal publik secara luas.

4. Sirkulasi suara pemilih hanya berputar dalam lingkup spektrum ideologi yang

sama. Kalau terjadi suara yang berpindan (swing voter) maka perpindahan suara

pemilih tidak akan melintasi klaster ideologi yang ada. Peningkatan perolehan

suara sebuah partai hanya akan mengurangi perolehan suara partai lain dalam

klaster yang sama. Dengan kata lain, naik turun perolehana suara partai adalah

proses menambah dan mengurangi perolehan suara partai dalam klaster yang

sama. Kanibalisme terjadi diantara partai-partai dalam klaster ideologi yang sama.

Kanibalisme tidak terjadi melintasi klaster-klaster ideologi.

5. Perilaku pemilih yang melintas batas Muster ideologi dapat terjadi pada suara

pemilih protes (protest voter). Pemilih protes merupakan bentuk ekspresi politik

dalam situasi yang tidak normal.Pemilih protes ini muncul diantaranya akibat dari

konflik internal partai maupun perlakuan tidak adil penguasa terhadap sebuah

partai politik tertentu. Perilaku pemilih menyebrangi lintas batas klaster ideologi

sebagai pelampiasan atas situasi tersebut.

6. Kekokohan partai mampu mendonhkrak peroehan suara partai. Ketokohan partai

adalah magnet partai. Perilaku pemilih dapat berubah terkait dengan eksistensi

pemimpin dan kepemimpinan partai. Apabila di dalam partai terdapat tokoh yang

berwibawa dan disegani maka pemilih akan cenderung memilih partai dengan

ketokohan partai yang jelas. Apabila partai politik tidak memiliki tokoh sentral

maka daya magnetik partai akan berkurang.

7. Penistaan terhadap seorang tokoh atau partai akan melahirkan simpati pemilih

untuk memberikan suara kepada tokoh atau partai tersebut. Partaipartai atau tokoh

Page 32: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

yang dinistakan oleh lawan politik akan mendapatkan simpati pemilih. Sebaliknya

partai atau tokoh yang agresif atau menistakan lawan politiknya atau tidak santun

dengan lawan politiknya cenderung akan dijauhi pemilih.

Berdasarkan tujuh postulat tersebut, dapat dinyatakan bahwa perilaku pemilih dapat

berbentuk beragam sesuai dengan sikap politik yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Ke tujugh tersebut dapat didasarkan pada keterikatan ideologi, ketokohan, modest.

Belakangan ini perilaku pemilih lebih banyak dipengaruhi oeleh pandangan pragmatic dari

pemilih.

Perilaku pemilih didasarkan pada dua model atau dua pendekatan, yaitu pertama

pendekatan sosiologis dan kedua pendekatan psikologis. Di lingkungan ilmuwan social

Amerika Serikat, pendekatan pertama disebut sebagai Aliran Columbia (The Columbia

School of Electoral Behavior), sementara pendekatan kedua disebut dengan Aliran Michigan

(The Michigan Survey Research Center). Gaffar (1992) Pendekatan Sosiologis lebih

menekankan peranan factor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang,

sementara pendekatan psikologis lebih mendasarkan factor psikologis seseorang dalam

menentukan perilaku politiknya. Selain itu, ada pula pendekatan lain yaitu pendekatan politik

rasional yang lebih melihat bahwa perilaku politik seseorang berdasarkan pada pertimbangan

untung-rugi yang didapat oleh orang tersebut.

a. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan

pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menentukan perilaku

pemilih. Pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda), jenis kelamin (pria-wanita), agama

dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk

perilaku pemilih. Untuk itu, pernahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal,

seperti keanggotaan seseorang dalam pengelompoka organisasi keagamaan, organisasi

profesi, kelompok okupasi dan sebagainya, maupun pengelompokan informal seperti

keluarga, pertemanan ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang

sangat vital dalam memahami perilaku politik pemilih, karena kelompok-kelompok ini

mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.

Dean Jaros (1974), ketika mencoba menghubungkan antara keanggotaan dalam suatu

kelompok dengan perilaku politik seseorang menyederhanakan pengelompokan sosial itu ke

Page 33: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dalam tiga kelompok, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder dan kelompok kategori.

Gerald Pomper (1975), memperinci pengaruh pengelompok sosial dalam kajian

voting behavior ke dalam dua variable, yaitu variable predisposisi sosial ekonomi pemilih.

Menurut Pomper, predisposisi sosial ekonomi pemilih dan keluarga pemilih mempunyai

hubungan yang signifikan dengan perilaku pemilih. Preferensi-preferensi politik keluarga,

apakah preferensi politik ayah atau ibu, akan berpengaruh pada preferensi politik anak.

Predisposisi sosial-ekonomi ini bisa berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial,

karakteristik demografis dan sebagainya.

Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih tampak pada penelitian Lipset. Di

beberapa negara dimana partai tidak mempunyai batas yang jelas dengan agama, kelompok

minoritas di bidang ekonomi, politik dan diskriman-diskriman tertentu, cenderung untuk

memilih partai yang berfaham liberal atau partai yang berhaluan kiri. Sementara kelompok

mayoritas cenderung untuk memberikan suaranya pada partai konservatif atau partai sayap

kanan. Jenis kelamin juga merupakan variabel sosiologis yang dapat dihubungkan dengan

perilaku pemilih, meskipun hubungan ini tidak selalu konsisten.

Aspek geografis juga mempunyai hubungan dengan perilaku pemilih. Adanya rasa

kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik. Perbedaan dalam

struktur sosial, yang paling tinggi tingkat pengaruhnya terhadap perilaku politik adalah faktor

kelas (status ekonominya), terutama di negara-negara industri. Hal yang sama pernah

dikemukakan oleh Milbrath bahwa lingkungan kelas menengah-bawah cenderung

menghasilkan status-changer (kaum liberal), sementara lingkungan kelas menengah-atas

cenderung menghasilkan status defender (kaum konservatif).

b. Pendekatan Psikologis

Munculnya pendekatan psikologis merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka

terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep

psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut

pendekatan psikologis, menentukan pilihan karena pengaruh kekuatan psikologis yang

berkembang dalam dirinya sebagai produk dari sosialisasi. Sikap seseorang sebagai refleksi

dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi

perilaku politiknya.

Fungsi sikap menurut Greenstein ada tiga. Pertaina, sikap merupakan fungsi

kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat

Page 34: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Artinya,

seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan itu untuk sama atau tidak sama dengan

tokoh yang diseganinya atau kelompok panutannya. Ketiga, sikap merupakan fungsi

ekstemalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang merupakan upayan untuk

mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berujud mekanisme pertahanan

diri (defence mechanism) dan ekstemalisasi diri, seperti proyeksi, idealisasi, rasionalisasi dan

identifikasi. Sikap terbentuk melalui proses yang panjang, dari mulai kecil sampai dewasa

melalui apa yang disebut sebagai proses sosialisasi.

Melalui proses sosialisasi ini kemudian berkembang ikatan psikologis yang kuat

antara seseorang dengan organisasi kemasyarakatan atau partai politik, yang berupa simpati

terhadap partai politik. Ikatan pskologis ini yang kemudian dikenal sebagai identifikasi partai.

Konsep identifikasi partai dijadikan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh

penganut pendekatan psikologis.

c. Pendekatan Politis Rasional

Perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada saat menjelang atau ketika

berada dibilik suara, tetapi jauh sebelumnya, bahkan jauh sebelum kampanye dimulai.

Karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan kultural, afillasi-afiliasi

okupasi atau identifikasi partai melalui proses sosialisasi dan pengalaman hidup merupakan

variabel-variabel yang secara sendiri-sendiri atau komplementer mempengaruhi perilaku

politik seseorang. Keberadaan dan ruang gerak pemilih seolah-olah hanya ditentukan oleh

posisi individu dalam lapisan sosialnya.

Penjelasan-penjelasan perilaku pemilih tidak harus permanen seperti karakeristik

sosiologis atau identifikasi partai tetapi berubah-ubah sesuai waktu dan peristiwa-peristiwa

politik tertentu, terutama peristiwa-peristiwa dramatik yang menyangkut persoalan mendasar.

Dengan begitu, isu-isu politik menjadi pertimbangan yang panting. Para pemilih akan

menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang

dicalonkan. Artinya, para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan rasional.

Perilaku pemilih berdasarkan pertimbangan rasional tidak hanya berupa memilih

alternatif yang paling menguntungkan (maximum gained) atau mendatangkan kerugian yang

paling sedikit; tetapi juga dalam arti memilih alternatif yang menimbulkan resiko yang kecil

(least risk), yang penting mendahulukan selamat. Dengan begitu, diasumsikan bahwa para

Page 35: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik yang diajukan maupun calon

(kandidat) yang ditampilkan. Penilaian rasional terhadap kandidat ini bisa didasarkan pada

jabatan, informasi, pribadi yang populer karena prestasi di berbagai bidang dan semacamnya.

Melwit dan kawan-kawan menyebut model ini sebagai “Consumer Model” of Party Choice

yaitu bahwa perilaku pemilih merupakan pengambilan keputusan yang berifat instan,

tergantung pada situasi sosial politik tertentu, tidak berbeda dengan pengambilan keputusan-

keputusan lain.

Studi tentang perilaku memilih juga dikembangkan oleh Dennis Kavanagh, yang

memberikan lima pendekatan untuk melihat dan menjelaskan perilaku memilih, melihat

kegiatan memilih, yaitu: Pertama, pendekatan struktural; yang melihat kegiatan memilih

sebagai produk dart konteks struktur yang lebih lugs, seperti struktur sosial, sistem kepartaian,

sistem pemilihan umum dan program-program yang ditawarkan oleh partai politik kepada

warga negara. Dalam pendekatan ini diprediksikan bahwa perilaku seseorang dalam

menetukan pilihan politiknya dipengaruhi oleh struktur sosial seperti kelas, agama, bahasa,

letak geografis dan semacamnya.

Kedua, pendekatan sosiologis, yang hampir mirip dengan pendekatan sturktural,

hanya saja pendekatan ini lebih menekankan kegiatan memilih dalam kaitannya dengan

konteks sosial. Dimana pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh latar

belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (Kota-desa),

pekerjaan, pendidikan, kelas sosial dan pendapatan. Dalam kaitan dengan hal ini, Affan

Gaffar menyebutnya sebagai karakteristik-karekteristik sosial yang digolongkan dalam

beberapa indikator yaitu pendidikan, pekerjaan/jabatan, jenis kelamin dan usia.

2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih

1. Penyelenggara Pemilu

Hal-hal yang menjadi alasan seseorang atau sekelompok orang untuk berperilaku

tertentu dapat dikatakan sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap perilaku

seseorang atau sekelompok orang tersebut. Dalam perspektif ilmu psikologi, perilaku

merupakan ekspresi nyata dari sikap, terhadap sesuatu, dan sikap merupakan internalisasi

atau pemantapan dari berbagai infortnasi, ilmu pengetahuan, data dan sebagainya.

Perilaku anggota masyarakat dalam persoalan politik, baik pemilu, kebijakan

pemerintah, partai politik, dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan

Page 36: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

kehidupan bernegara dapat dikatakan sebagai perilaku politik. Salah satu hal yang dapat

memberikan pengaruh terhadap perilaku politik warga negara adalah penyelenggaraan

pemilu. Sanit (1985:158) mengatakan bahwa: hasil pemilu berpengaruh terhadap orientasi

atau budaya politik melalui tingkah laku dan pola-pola interaksi dari peserta pemilu yang

keluar sebagai pemenang. Pola interaksi di antara struktur itulah yang selanjutnya

memberikan warna kepada orientasi politik anggota masyarakat.

Disinilah Sanit Lebih menekan pentingnya proses penyelenggaraan pemilu yang baik

bagi terwujudnya perilaku politik anggota masyarakat yang kondusif bagi terbangunnya

sistem politik yang sehat. Lebih jauh Sanit (1985:159) menjelaskan bahwa: Perpaduan

anatara pengetahuan, perasaan dan penilaian anggota masyarakat terhadap keselarasan di

antara apa yang dihasilkan pemilu dengan nilai-nilai dasar tersebut, merupakan

pemebentukan orientasi politik anggota masyarakat. Jadi, orientasi masyarakat yang

terbentuk atas pelaksanaan pemilu adalah mengenai peserta, pelaksna dan pola interaksi di

antara sesama peserta atau kontestan dengan masyarakat, diantara peserta dengan pelaksana

dan diantara pelaksana dengan masyarakat.

Lebih jauh Sanit (1985:159). Mengkaitkan orientasi anggota masyarakat dengan

perilaku pemenang Pemilu. Menurutnya hasil pemilu membentuk orientasi anggota

masyarakat mengenai dampak pemimpin, lembaga-lembaga politik yang dikendalikan oleh

para pemimpin tersebut, tingkah laku pemimpin dan lembaga-lembaga politik, pola

pembagian kekuasaan mereka, serta pola sirkulasi pemimpin. Oleh karena itu penyelenggara

pemilu dan elit-elit politik yang terpilih tidak dapat berperilaku sesuai dengan kehendak

dirinya sendiri, melainkan harus mengindahkan pendapat publik. Penyelenggara pemilu tidak

dapat hanya sekedar penyelenggara, tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh kualitas

pemilu itu sendiri.

2. Aliran Politik

Politik ini berkembang hampir di seluruh dunia dengan berbagai variasi dan latar

belakang hadirnya politik tersebut. Seperti yang disampaikan Gaffar (2000:123) bahwa

fenomena politik aliran tidak saja di Indonesia, tetapi merupakan gejala yang mendunia.

Menururtnya gejala muncul dan berkembangnya konservatisme di Amerika sejak masa

pmerintahan Ronald Reagen merupakan bukti kongkrit saat agama dijadikan simbol

solidaritas baru. Dalam politik ini tidak ada seorangpun yang dapat mendiskualifikasi

besarnya peranan Christian Coalition dalam mobilisasi dukungan politik bagi kalangan

Page 37: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

konservatif di Amerika.

Dalam sejarah politik di Indonesia, eksistensi politik aliran sudah berlangsung sangat

lama. Aliran yang dapat berkembang sejak lama dapat terpusat dalam beberapa aliran utama

yaitu agama, nasionalisme dan pragmatisme. Aliran dipahami sebagai suatu fenomena dari

kenyataan kehidupan sosial politik Indonesia dimana partai politik merupakan sebuah sungai

besar di mana air mengalir dari sejumlah anak sungai, baik yang besar maupun yang kecil.

Dalam politik Indonesia, politik aliran sudah ditegaskan oleh Diffor Geertz (dalam Gaffar

2000:125) yang menyebutkan politik digolongkan dalam tiga aliran utama yaitu model santri,

abangan dan priyayai. Orang abangan memiliki orientasi politik dan ekonomi yang berbeda

dengan orang-orang cenderung, santri memilih untuk berpihak kepada partai politik yang

tradisional, sekuler dan nasionalistik. Sementara orang-orang santri cenderung memilih untuk

berpihak pada, partai-partai Islam.

3. Eksistensi Partai Politik

Sebagai lembaga politik yang memiliki hak yang sah untuk terlibat secara aktif dalam

memperebutkan kekuasaan politik melalui Pemilu, eksistensi partai secara normatif sangat

strategic. Saat ini pemilih sudah meninggalkan pertimbangan partai politik sebagai alasan

memilih, karena pemilih kecewa dengan perilaku partai politik selama ini. Sanit 1985:184)

terdapat kondisi objektif yang mengganggu kinerja partai, yang mendorong pemilih untuk

meninggalkan partai tersebut. Ke tiga hal tersebut adalah: (1) kepemimpinan, dimana

pemimpin partai cenderung melihat dirinya bukan sebagai pemimpin kepartaian tetapi

bertindak sebagai wakil dari kelompok sosial dan kelompok agama. (2) Masalah

pengorganisasian partai politik. Basis politik aliran yang sudah mentradisi dalam kehidupan

partai politik di Indonesia ikut pula membatasi ruang lingkup pendukung suatu partai, (3)

masalah dana bagi kegiatan partai.

Dari ke tiga persoalan partai ini, partai tidak mampu menjalankan fungsi klasiknya,

dan berpindah sebagai wadah politik sesaay (political broker) sebagai batu loncatan pihak-

pihak tertentu untuk menguasai kekuasaan di jabatan publik.

Tingkat Pendidikan Politik

Pilihan-pilihan politik yang diambil oleh pemilih tidak terlepas darai wawasan, ilmu

pengetahuan, data yang berkaitan dengan persoalan-persoalan kenegaraan. Pendidikan

Page 38: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dipahami sebagai proses internalisasi nilai dan informasi politik, sehingga mampu

memberikan arahan yang tepat dalam melakukan aktivitas politik. Pendidikan politik dapat

memberikan dorongan kepada pemilih untuk mampu menempatkan politik sebagai proses

yang wajib walaupun seringkali mengecewakan. Politik sampai saat ini masih dipandang

sebagai kegiatan orang-orang yang curang dengan permainan kotor, sehingga banyak pihak

yang tidak mau membicarakan proses secara teratur, matang dan menyeluruh.

Pendidikan politik merupakan tugas infrastruktur politik, sebagaimana disampaikan

oleh Rahinan (2001:68) adalah: sebagai usaha radar untuk mengubah proses sosialisasi

politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang

terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Selanjutnya bahwa

pendidikan politik dimulai dari kenikmatan meminati tradisi dalam bentuk pengamatan dan

peniruan terhadap tingkah laku orang tua, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satu pun

yang tampak di depan mata tanpa memberikan kontribusi terhadapnya.

5. Lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi perilaku politik pemilih apakah menjadi orang yang

mampu menempatkan diri sebagai individu dan kelompok yang tepat, atau tidak peduli

dengan kondisi perpolitikan nasional. Menururt Brewster Smith (dalam Rahman 2001:124)

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik:

1. Lingkungan sosial politik tidak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi,

sistem budaya, dan media massa.

2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk

kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan.

3. Struktur kepribadiaan yang tercennin dalam sikap individu. Dalam hal ini terdapat

tiga basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisasi dan

pertahanan diri.

4. Faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yakni keadaan yang

mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan

seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana

kelompok dan ancaman dengan segala bentuknya.

Berdasarkan pendapat di atas, perilaku pemilih sangat bertgantung kepada lingkungan

individu berada. Internasionalisasi melalui berbagai pendidikan lingkungan berbaga kalah

Page 39: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dibandingkan dengan pengaruh-pengaruh eksternal, seperti kekuatan media massa, keluarga

dan tetangga.

Page 40: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.1. Kondisi Geografis dan Demografis

3.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang

Ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6o,41 –

7o,19’ Lintang Selatan dan diantara 107

o22’ – 108

o5’ Bujur Timur dengan luas wilayah

176.239 ha. Batas-batas wilayah Kabupaten Bandung sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kota

Bandung;

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, dan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat.

Kabupaten Bandung terdiri atas 30 kecamatan, 266 desa dan 9 kelurahan (sebelum

adanya pemekaran) saat laporan ini dibuat, Kabupaten Bandung terdiri dari 31 kecamatan

yang terakhir adalah Kecamatan Kota Waringin sebagai pemekaran dari Kecamatan Soreang.

Letak wilayah Kabupaten Bandung dapat dilihat pada gambar peta berikut ini.

Gambar Peta Kabupaten Bandung

Sebagian besar wilayah di Kabupaten Bandung adalah pegunungan. Di antara puncak-

puncaknya adalah: Sebelah Utara terdapat Gunung Bukit Tunggal (2.200 m), Gunung

Tangkuban Perahu (2.076 m) (saat ini masuk kepada wilayah Kabupaten Bandung Barat) di

perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di sebelah Selatan terdapat Gunung

Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.62 m), dan

Gunung Guntur (2.249 m), keduanya berbatasan dengan Kabupaten Garut.

Wilayah Kabupaten Bandung beriklim tropis dipengaruhi oleh angina muson dengan

curah hujan rata-rata berkisar antara 1500 sampai 4000 mm/tahun, seuhu rata-rata berkisar

Page 41: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

antara 19oC sampai dengan 24

oC. Berikut ini perjelasan secara detail dalam table wilayah

Kabupaten Bandung per kecamatan sebagai berikut:

Table 3.1.

Daftar Nama dan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2010

No. Nama Kecamatan Nama Desa/ Kelurahan Luas Wilayah

(Km2)

1. Cileunyi Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan, Cimekar,

Cinunuk, Cibiru Hilir dan Cibiru Wetan

27,87

2. Cimenyan Padasuka, Cibeunying, Cimenyan,

Mandalamekar, Cikadut, Ciburial, Sindanglaya,

Mekarsaluyu dan Mekarmanik

41,24

3. Cilengkrang Jati Endah, Cilengkrang, Cipanjalu,

Melatiwangi, Ciporeat dan Girimekar

110,94

4. Bojongsoang Lengkong, Bojongsoang, Buah Batu, Cipagalo,

Bojongsari dan Tegallur

26,62

5. Margahayu Margahayu tengah, Margahayu Selatan,

Sukamenak, Sulaeman dan Sayati

9,63

6. Ketapang Sangkan Hurip, Katapang, Cililin, Gandasari,

Parungserab, Sukamukti, Cilanpeni, Pangauban,

Banyusari dan Sekarwangi

20,42

7. Dayeuhkolot Pasawahan, Dayeuhkolot, Cangkuang Wetan,

Cangkuang Kulon, Sukapuran dan Citeureup

11,23

8. Banjaran Kamasan, Banjaran Wetan, Banjaran Kulon,

Ciapus, Sindangparon, Kiangroke, Tarajusari,

Mekarjaya, Margahurip, Neglasari dan

Pasirmulya

62,59

9. Cangkuang Nagrak, Tanjungsari, Pananjung, Ciluncat,

Bandasari, jatisari dan Cangkuang

10. Pamengpeuk Sukasari, Bojongmanggu, Rancatungku,

Bojongkunci, Rancamulya dan Langonsari

13,29

11. Pangalengan Pangalengan, Margahayu, Warnasari,

Sukamanah, Lamajang, Margamukti,

Margamulya, Banjarsari, Sukaluyu,

Tribaktimulya, Pulosari, Wanasuka dan

Margamekar

312,21

12. Ranca Bali Oatengan, Sukaresmi, Indragiri, Cipelah dan

Alam Endah

13. Arjasari Arjasari, Lebakwangi, Batukarut, Ancolmekar,

Baros, Mangunjaya, Mekarjaya, Pinggirsari,

Patrolsari, Rancakole dan Margaluyu

54,20

14. Cimaung Jagabaya, Cimaung, Pasirhuni, Campakamulya,

Cipinang, Mekarsari, Sukamaju, Cikalong dan

Malasari

64,13

15. Cicalengka Cucalengka Kulon, Cicalengka Wetan, Babakan

Peuteuy, Cikuya, Dampit, Margaasih, Narawita,

Panenjoan, tanjungwangi, Tenjolaya, Waluya

116,70

Page 42: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

dan Nagrog

16. Nagreg

17. Cikancung 35,75

18. Rancaekek 46,04

19. Ciparay 53,13

20. Pacet 93,73

21. Kertasari Sukapura, Cibeureum, Santosa, Tarumajaya,

Neglawangi, Cihawuk dan Cikembang

23,80

22. Baleendah Baleendah, Andir, Jelekong, Manggahang,

Margamekar, Bojongmalaka dan Rancamanyar

39,49

23. Majalaya Majalaya, Wangisagara, Biru, Padamulya,

Bojong, Majaserta, Majakerta, Sukamaju,

Padaulan, Sukamaju dan Sukamukti

43,92

24. Solokan Jeruk Rancakasumba, Solokan Jeruk, Cibodas,

Panyadap, Bojongemas, Padamukti dan

Langensari

25. Paseh Cigeuntur, Cipedes, Loa, Cijagra, Cipaku,

Sindangsari, Drawati, Sukamanah, Sukamantri,

Karangtunggal, Mekarpawitan dan

Tangismekar

41,08

26. Ibun Ibun, Laksana, Dukuh, Talun, Pangguh,

Lampengan, Neglasari, Mekarwangi, Sudi,

Tangulun, Cibeet dan Karyalaksana

43,00

27. Soreang Soreang, Sadu, Cilame, Penyiapan, Kopo,

Padasuka, Cibodas, Jelegong, Pameuntasan,

Sukajadi, Pamekaran, Kutawaringin,

Sukamulya, Jatisari, Buninagara, Gajahmekar,

Karamatmulya dan Sukanagara

69,29

28. Pasirjambu Pasirjambu, Cibodas, Cikoneng,

Cukanggenteng, Cisondari, Margamulya,

Mekarsari, Mekarmulya, Sugihmukti dan

Tenjolaya

37,11

29. Ciwidey Lebakmuncang, Ciwidey, Nengkelan,

Panundaan, Panyocokan, Rawabogo dan

Sukawening

138,89

30. Margaasih Margaasih, Lagadar, Nanjung, Mekarrahayu,

Rahayu dan Cigondewah Hilir

3.1.2. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk Kabupaten Bandung yang cukup besar dapat dijadikan asset dalam

pembangunan apabila kualitas sumber daya manusianya dikelola dengan baik dan sebaliknya

jumlah penduduk yang cukup besar di Kabupaten Bandung bisa menjadi penghambat dalam

pembangunan apabila kualitas sumber daya manusianya tidak dikelola dengan baik.

Page 43: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Bandung tercatat mencapai 4.399.482

jiwa, penduduk laki-laki berjumlah 2.224.108 jiwa sedangkan perempuan 2.175.374 jiwa

sehingga rasio jenis kelaminya mencapai 102,24. Dengan rata-rata pendapatan per kmnya

1431 jiwa, dimana Kecamatan margahayu memiliki kepadatan yang paling tinggi yaitu

sebesar 10.861/km2 sedangkan Kecamatan Pasir Jambu merupaka kepadatan yang terendah

yaitu sebesar 323 km2, dengan mata pencaharian yaitu di sector-sektor industry, pertanian,

pertambangan, perdagangan dan jasa.

Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Bandung berdasarkan luas wilayah dan

kepadatan Penduduk di Kabupaten bandung dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.2.

Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bandung

No. Nama Kecamatan Luas Wilayah

(Km2)

Penduduk Pendapatan (Per

Km2)

1. Cileunyi

2. Cimenyan

3. Cilengkrang

4. Bojongsoang

5. Margahayu

6. Ketapang

7. Dayeuhkolot

8. Banjaran

9. Cangkuang

10. Pamengpeuk

11. Pangalengan

12. Ranca Bali

13. Arjasari

14. Cimaung

15. Cicalengka

16. Nagreg

17. Cikancung

18. Rancaekek

19. Ciparay

20. Pacet

21. Kertasari

22. Baleendah

23. Majalaya

24. Solokan Jeruk

25. Paseh

26. Ibun

27. Soreang

28. Pasirjambu

29. Ciwidey

Page 44: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

30. Margaasih

Sumber: Kantor BPS Kabupaten Bandung 2010.

3.1.3. Ketenagakerjaan

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas,

mereka terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Proporsi penduduk yang

tergolong angkatan kerja dikenal sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan porsi penduduk yang masuk

dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan). Berdasarkan data pada tahun 2008

jumlah pencari kerja yang terdaftar sebanyak 15.158, hal ini berarti terjadi penurunan

dibandingkan dengan tahun sebelumnya 15.642 orang.

Kebijakan pembangunan di bidang social menyangkut berbagai aspek memang sangat

kompleks. Selain berdampak terhadap ekonomi juga dalam social politik masyarakat, bahkan

keberhasilan pembangunan bidang social dapat dievaluasi dan dijadikan sebagai indicator

untuk tahun-tahun selanjutnya.

Keberhasilan pembangunan di bidang social tidak hanya dapat dilihat dari bentuk

fisiknya saja, namun harus dilihat secara keseluruhan yaitu segi fisik dan mental. Dari segi

fisik meliputi pembangunan sarana dan prasarana misalnya gedung dan penunjang lainnya,

sedangkan segi mental meliputi kondisi mental penduduknya.

3.1.4. Topograpi

Perkembangan dan hasil pembangunan di Kabupaten Bandung secara umum dapat

dilihat dari beberapa indicator makro, yaitu Indikator Makro ekonomi dan Indikator makro

Sosial Budaya, yang pada akhirnya dakan bermuara pada peningkatan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Berikut uraian mengenai estimasi perhitungan kedua indicator tersebut:

3.1.5. Indikator Makro Sosial & Budaya

Indicator makro Sosial yang dijadikan penilaian keberhasilan pembangunan terdiri

atas indicator makro social yang berasalah dari komponen kesehatan, komponen pendidikan

dan komponen agama. Indicator makro social masyarakat Kabupaten Bandung tahun 2008

adalah sebagai berikut:

Page 45: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

1) Social

- Laju pertumbuhan penduduk : 2,93%

- Angkat Harapan Hidup (AHH): 68,42 tahun

- Angkat Kematian bayi (AKB): 37,36

- Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK): 52,84%

- Rasio ketergantungan: 52,48%

- Angkat Melek Huruf (AHM): 98,84%

2) Budaya

- Masyarakat Kabupaten Bandung sebagian besar merupakan masyarakat suku sunda

dengan aneka khazanah kebudayaan yang dimilikinya

- Pluralitas yang terjadi di beberapa wilayah perkotaan dapat diterima oleh masyarakat

serta hidup berdampingan secara rukun dan damai.

3) Hankam

- Di Kabupaten Bandung terdapat beberapa instansi militer dan polisi baik pusat

pendidikan maupun kesatuan

- Terdapat KODIM sebagai Komando territorial TNI, yaitu KODIM 0609 Bandung

- Penanganan Kamtibmas di wilayah Hukum Kabupaten Bandung dilaksanakan oleh

Polres Soreang.

4) Agama

- Kehidupan beragama berjalan kondusif

- Kerjasama antar umat beragama diwujudkan dalam forum kerukunan umat beragama

- Komposisi penduduk menurut agama dan sarana peribadatan:

a. Islam: 3.983.409 orang, masjid: 5.664 buah, mushola: 8.181 buah

b. Kristen: 26.831 orang, Gereja Kristen: 7 buah

c. Katolik: 39.609 orang, Gereja Katolik: 4 buah

d. Hindu: 4.806 orang, Pura: 1 buah

e. Budha: 5.009 orang, Cihara: 1 buah

f. Konghucu: -

3.2. Visi dan Misi Kabupaten Bandung

Visi

Page 46: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Visi Kabupaten Bandung yang telah ditetapkan yaitu sebagai berikut: “Terwujudnya

masyarakat Kabupaten Bandung yang Repeh, Rapih, Kertaraharja melalui Akselerasi

Pembangunan Partisipatif yang Berbasis Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan

denganBerorientasi pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa”.

Makna dari Visi tersebut di atas adalah:

Repeh Rapih Kertaraharja adalah tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu kondisi

masyarakat Kabupaten Bandung yang hidup dalam keadaan aman, tertib, tentram, damai,

sejahtera, senantiasa berada dalam lindungan, bimbingan dan rahmat dari Allah SWT.

Akselerasi Pembangunan atau percepatan pembangunan adalah segala upaya yang

dilakukan untuk membuat proses pembangunan lebih cepat, sehingga manfaatnya dapat

dirasakan oleh masyarakat. Percepatan pembangunan tersebut mengandung maksud

menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi cepatnya pertumbuhan dan

perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung.

Partisipatif merupakan pendekatan yang diterapkan dalam upaya pencapaian tujuan

dengan pengertian bahwa masyarakat mempunyai ruang yang sangat lugs untuk berperan

aktif dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan

pengawasan. Sesuai dengan paradigma kepemerintahan yang baik, bahwa kedudukan

masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai subjek yang turut membantu mengarahkan

pembangunan sesuai dengan prakarsa, tuntutan, kehendak dan kebutuhannya secara

proporsional dan bertangg-ungjawab.

Religius mengandung pengertian bahwa nilai-nilai, norma, semangat dan kaidah

agama khususnya Islam yang diyakini dan dianut serta menjadi karakter dan identitas

mayoritas, masyarakat Kabupaten Bandung harus menjiwai, mewarnai, menjadi roh dan

pedoman seluruh aktivitas kehidupan, termasuk penyelenggaraan pernerintahan dan

pembangunan, dengan tetap menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan hidup beragama.

Kultural mengandung pengertian bahwa nilai-nilai budaya Sunda yang baik, melekat

dan menjadi jati diri masyarakat Kabupaten Bandung harus tumbuh dan berkembang seiring

dengan laju pembangunan, serta menjadi perekat keselarasan dan stabilitas sosial.

Pengembangan budaya Sunda tersebut dilakukan dengan tetap menghargai pluralitas

kehidupan masyarakat secara proporsional.

Berwawasan lingkungan mengandung pengertian perhatian dan kepedulian yang

tinggi terhadap keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan yang didasari oleh kesadaran

Page 47: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

akan fungsi strategic lingkungan terhadap keberlangsungan hidup manusia. Daya dukung dan

kualitas lingkungan harus menjadi acuan utama segala aktivitas pembangunan agar tercipta

tatanan kehidupan yang seimbang, nyaman dan berkelanjutan.

Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa mengandung pengertian, bahwa

pembangungan di Kabupaten Bandung memberikan perhatian yang besar dan sungguh-

sungguh terhadap pembangunan desa, peningkatan. kualitas kineja sungguh-sungguh desa

dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Desa yang dalam susunan pemerintahan

merupakan unit pemerintahan terendah adalah ujung tombak pembangunan. Daerah dan

lokus yang menjadi muara seluruh aktivitas pembangunan.

MISI

Untuk mewujudkan Visi di atas, maka harus ditetapkan juga. Misi yang harus

mendapatkan perhatian seksama dimana tugas yang diemban oleh Pemerintah Kabupaten

Bandung adalah:

1. Mewujudkan pemerintahan yang baik.

Memelihara stabilitas kehidupan masyarakat yang aman, tertib, tentram dan dinamis.

2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

3. Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat

4. Memantapkan keshalehan sosial berlandaskan iman dan takwa

5. Menggali dan menumbuhkembangkan budaya sunda

6. Memelihara keseimbangan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

7. Meningkatkan kinerja pembangunan. Desa

3.3. Sejarah

Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada ping

Songo tahun Alif bulan Muharam atau sama dengan hari Sabtu, Tanggal 20 April Tahun

1641 M, sebagai Bupati Pertama pada waktu itu adalah Tumenggung Wiraangunangun

(1641-1681 M). Dari bukti sejarah tersebut maka ditetapkan bahwa tanggal 20 April sebagai

tanggal, Hari Jadi Kabupaten Bandung, Jabatan Bupati kemudian digantikan oleh

Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan

tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan Bupati kemudian dilanjutkan oleh

Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) dari tahun 1681-1704.

Page 48: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan

kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Belanda

mengadakan pertemuan dengan para Bupati Wilayah Priangan di Cirebon. R. Ardisuta (1704-

1747) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut

Dalem Gordah. Sebagai penggantinya diangkat Putra tertuanya Demang Hatapradja yang

bergelar Anggadiredja II (1707-1747).

Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794) Kabupaten Bandung

disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang ke

dalam Pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-

1829) inilah Ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuh Kolot) ke

Pinggir sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota itu

atas dasar perintah dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810,

dengan alasan karena daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik

terhadap perkembangan wilayah tersebut.

Setelah kepala pemerintahan di pegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846-

1874) Ibukota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai Bupati yang

progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij

Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung.

kemudian dia memprakarsai pembangunan sekolah Raja (pendidikan Guru) dan mendirikan

sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Anibtenaaren), atas jasa-jasanya

dalam membangun Kabupaten Bandung disegala bidang beliau mendapatkan penghargaan

dari pernerintah Kolonial Belanda berupa Bintang jasa, sehingga masyarakat menjulukinya

dengan sebutan dalem bintang.

Dimasa pemerintahan R. Adipati Kusumandilaga jalan Kereta Api mulai masuk,

tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya jalan Kereta Api ini Ibukota Bandung kian

ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa dan Cina pun mulai menetap di

ibukota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya

diangkat R.A.A. Martanegara, Bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan.

Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam

menata wilayah kumuh menjadi pemukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan R.A.A.

Martanegara (1893-1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, kota Bandung

sebagai Ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).

Periode selanjutnya Bupati Kabupaten Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah

V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912-1931 sebagai Bupati

Page 49: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

yang ke 12 dan berikutnya tahun 1935-1945 sebagai Bupati yang ke 14. Pada periode tahun

1931-1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke 13. Selanjutnva pejabat Bupati ke

15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945-1947) dan penggantinya adalah R.T.M Wiranatakusumah

VI alias Aom Male (1948-1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai

Bupati ke 17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956-1957).

Sebagai Bupati berikutnya adalah Letkol R. Memet Ardiwilaga (1960-1967).

Kemudian pada masa transisi kehidupan politik Orde Lama ke Orde Baru adalah Kolonel

Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu

rencana pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung

yang semula berada di Kotarnadva Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yaitu

daerah Baleendah. Peletakan batu pertamanya pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat

Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke 333. Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut

hingga jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985).

Atas pertimbangan secara fisik geografis daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk

dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten, maka ketika Jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel

H.D. Cherman Affendi (1985-1990), Ibukota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu

Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan Raya Soreang tepatnya di Desa Pamekaran inilah di

Bangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 Ha, dengan menampilkan

arsitektur khas gaga Priangan sehingga kompleks perkantoran ini disebut-sebut sebagai

kompleks perkantoran termegah di Jawa Barat. Pembangunan perkantoran yang belum

rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U.

Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut dirampungkan dalam kurun waktu 1990-1992.

Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarua, S.IP, terpilih oleh DPRD Kabupaten

Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja

sebagai Wakil Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat

Pemerintahan. Tahun 2003 semua aparat Daerah, kecuali Dinas Pekerjaan umum, Dinas

Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di

komplek perkantoran Kabupaten Bandung. Pada masa pemerintahan H. Obar Sobarua S.IP.

telah dibangun Stadion Olahraga si Jalak Harupat, yaitu stadion bertaraf intemasional yang

menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung. Selain itu pada masa pemerintahan

Obar Sobarua, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-undang Nomor

22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi Kota Otonom.

Page 50: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Tanggal 5 Desember 2005. H. Obar Sobarua, S.IP, menjabat Bupati Bandung untuk

kedua kalinya didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai Wakil Bupati, melalui proses

pemilihan langsung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Bandung.

Dimasa pemerintahan H. Obar Sobarua yang kedua ini, berdasarkan dinamika

masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara

yuridis sudah terbentuk Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Propinsi

Jawa Barat.

3.4. Pemerintahan

Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah terluas di Propinsi Jawa Barat

bersama beberapa daerah kabupaten/kota lainnya. Pada tahun 2001, daerah ini baru

berjumlah 39 (tiga puluh Sembilan) kecamatan setelah Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi

Tengah dan Cimahi Utara memisahkan diri menjadi Kota Cimahi. Sesuai dengan laju

pembangunan di Kabupaten Bandung, jumlah kecamatan pada bulan Agustus 2001

dimekarkan menjadi 43 (empat puluh tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Nagrek merupakan

pemekaran dari kecamatan Clealengka, Kecamatan Rongga merupakan pemekaran dari

Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Solokan Jeruk merupakan pemekaran dari

Kecamatan Majalaya, dengan 436 (empat ratus tiga puluh enam) desa/kelurahan.

Pada pertengahan tahun 2003 ini jumlah kecamatan bertambah dua lagi yaitu

Kecamatan Cihampelas merupakan pemekaran dari Kecamatan Cililin, dan Kecamatan

Cangkuang merupakan pemekaran dari Kecamatan Banjaran. Dengan demikian, pada akhir

tahun 2003 ini jumlah kecamatan di Kabupaten Bandung menjadi 45 (empat puluh lima)

kecamatan.

Pada tahun 2007, wilayah Kabupaten Bandung dimekarkan. Kabupaten Bandung

Barat yang terdiri dari 15 Kecamatan di wilayah Barat Kabupaten Bandung menjadi

kabupaten tersendiri terpisah dari Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, jumlah kecamatan di

Kabupaten Bandung setelah pemekaran berjumlah 30 Kecamatan. Berikut ini akan diuraikan

kecamatan, nama camat dan no telp dari masing-masing-masing kecamatan di Kabupaten

Bandung.

Page 51: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Tabel 3.3.

Daftar Kecamatan dan Nama Camat Se-Kabupaten Bandung

No. Kecamatan Camat Alamat Kantor & E-mail No. Telp

1. Cileunyi Asep Rahmadi, S.IP

2. Cimenyan Dede Sutardi, SH.

3. Cilengkrang

4. Bojongsoang

5. Margahayu

6. Margaasih

7. Katapang

8. Banjaran

9. Pameungpeuk

10. Pangalengan

11. Arjasari

12. Cimaung

13. Cicalengka

14. Nagreg

15. Cikancung

16. Rancaekek

17. Ciparay

18. Pacet

19. Kertasari

20. Baleendah

21. Majalaya

22. Solokanjeruk

23. Paseh

24. Dayeuhkolot

25. Ibun

26. Soreang

27. Pasirjambu

28. Ciwidey

29. Rancabali

30. Cangkuang

31. Kutawaringin Yeti Yuliati, S.IP.

3.5. Gambaran Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Bandung

Seiring bergulirnya otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Bandung merespon

dengan memfokuskan kebijakan pembangunan pada upaya peningkatan kualitas Sumber

Daya Manusia secara nyata dan berkelanjutan (sustainable). Pemerintah Kabupaten Bandung

Page 52: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

telah menetapkan proyeksi pencapaian IPM, ini sejalan dengan cita-cita Pemerintah Propinsi

Jawa Barat yang menetapkan target angka IPM sebesar 80 di tahun 2010.

Status pembangunan manusia di Kabupaten Bandung secara sederhana tetapi

mencakup berbagai bidang pembangunan. Diharapkan akan muncul pemahaman dan

harapan-harapan baru bagi kemajuan pembangunan manusia di Kabupaten Bandung,

sehingga akan terdapat upaya yang lebih kuat dari berbagai komponen masyarakat Kabupaten

Bandung untuk melakukan perbaikan ke depan terhadap berbagai indikator pembangunan

dasar, seperti kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Gambaran sosial ekonomi suatu wilayah merupakan faktor yang krusial dalam

mencermati kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah (propinsi,

Kabupaten/Kota, Kecamatan atau Desa), sejalan dengan semangat otonomi daerah strategi

pembangunan lebih fokus pada sasaran wilayah yang lebih kecil, maka ketersediaan data

menurut wilayah yang lebih kecil (small area) tidak dapat dielakan upaya-upaya untuk

menyajikan data menurut small area harus terus diupayakan.

Kualitas sumber manusia yang dimiliki suatu daerah dapat dilihat dari Indek

Pembangunan Manusia (IPM) yang mencakup dimensi pokok pembangunan manusia yang

dinilai dapat mencerminkan status kemampuan dasar penduduk, yaitu pencapaian tingkat

pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, tingkat

kesehatan dan tingkat daya beli.

3.6. Partisipasi dan Dinamika Politik Di Kabupaten Bandung

Berbeda dengan gerakan separatisme yang menuntut kemerdekaan atau tuntutan

mengubah bentuk negara dari kesatuan ke federasi, munculnya gerakan menuntut

pembentukan atau pemekaran suatu daerah sebenarnya harus dianggap sebagai hal biasa

dalam perkembangan dinamika kehidupan daerah guna meningkatkan efefidifias dan efisiensi

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakatnya. Upaya ini akan sulit dicapai jika pemerintah mempunyai kemampuan yang

terbatas dalam melayani kebutuhan masyarakatnya baik karena faktor geografis, demografis

maupun faktor kemampuan SDM aparatnya. Oleh karena itu pemekaran daerah harus dilihat

sebagai salah satu jalan keluar terlaksananya tugas-tugas pokok pemerintahan yang meliputi

bidang pelayanan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, pemliharaan hubungan

yang harmonis diantara warga masyarakat, jaminan bagi diterapkannya perlakuan yang adil

kepada sesama warga masyarakat, pekerjaan umum dan pelayanan publik, peningkatan

Page 53: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

kesejahteraan sosial, penerapan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas

serta pemeliharaan SDA dan lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Fungsi utama

pemerintahan menurut Ryaas Rasyid meneakup pelayanan (service), pemberdayaan

(empowerment) dan pembangunan (development).

Dengan demikian pemekaran atau pembentukan suatu daerah seperti halnya terjadi

pada Kabupaten Bandung yang selama ini sudah mengalami dua kali pemekaran yaitu pada

tahun 2001 yakni terlepasnya Kotif Cimahi dari Kabupaten induk yang sekarang berubah

statusnya menjadi Kota Cimahi. Begitu pula yang ke dua kalinya terjadi pada tahun 2007

yaitu terlepasnya 15 Kecamatan bagian Bandung sebelah Barat dari Kabupaten Bandung

yang sekarang statusnya berubah menjadi Kabupaten Bandung Barat. Hal ini jelas bahwa

keduanya itu dapat dikatakan bertitik tolak dari beberapa kepentingan diantaranya dari aspek

hukum akan mempertimbangkan: penerapan peraturan yang berlaku; penggunaan sangsi

hukum dan penyelenggaraan kekuasaan yang bersumber hukum. Dari aspek sosiologi,

pertimbangan didasarkan pada usaha penataan masyarakat dan upaya perubahan hubungan-

hubungan bermasyarakat. Aspek ekonomi akan mempertimbangkan: upaya manfaat dan

pengorbanan serta penentuan prioritas untuk efisiensi dan efektivitas. Aspek politik akan

mempertimbangkan: pelaksanaan tujuan-tujuan politik dan kehidupan politik dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Aspek sejarah mempertimbangkan zaman keemasan atau

penindasan masa lalu sebagai modal kebangkitan untuk menyongsong masa depan yang lebih

balk. Aspek geografi dan lingkungan akan mempertimbangkan dari batas-batas alam dan

kesatuan ekosistem. Aspek administrasi dengan mempertimbangkan span of control, efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. (Gandana: 2000).

Dilihat dari perspektif politik, dinamika, dan partisipasi politik di Kabupaten Bandung

terlihat relatif cukup tinggi, setidaknya jika dilihat dari partispasi masyarakat dalam Pemilu.

Dalam Pemilu legislatif 2004 lalu dari sekitar 2,8 juta pemilih maka ada sekitar 2.257.385

suara sah, sisanya karena rusak dan tidak sah. Dari data-data Pemilu sebelumnya juga terlihat

bahwa partisipasi masyarakat dalam Pemilu cukup tinggi rata-rata di atas 80%.

Demikian juga jika dilihat dari orientasi dan afiliasi politik, masyarakat di Kabupaten

Bandung juga cukup dinamis dan beragam, dimana orientasi mereka bukan hanya loyalitas

buta pada satu partai tapi sering berubah sejalan dengan perubahan dan dinamika politik yang

terjadi. Dengan agak mengenyampingkan Pemilu-Pemilu masa lalu yang penuh rekayasa

dimana salah satu partai politik harus selalu menang sehingga masyarakat tidak punya pilihan

yang lebih bebas dan terbuka. Maka dalam Pemilu pasca reformasi ini terlihat bahwa afiliasi

dan orientasi politik masayarakt di wilayah ini lebih bebas dan terbuka. Misalnya jika dalam

Page 54: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Pemilu 1999, PDI-P muncul sebagai peraih suara mayoritas dengan suara sebesar 36,12%

untuk DPR-RI, 36,21% untuk DPRD I dan 35,78% untuk DPRD Kabupaten Bandung, maka

dalam Pemilu 2004 lalu posisi pertama diduduki oleh Partai Golkar sebesar 34,17%. (sumber

Kesbang dan Linmas Kabupaten Bandung).

Dalam Pemilu 2004, terjadi perubahan dalam hal raihan suara yang semula

dimenangkan PDI-P bergeser pada Golkar. Selain itu, muncul dua partai baru yang termasuk

dalam posisi 6 besar, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) yang

berada pada urutan ketiga dan kelima.

Dilihat dari dua kali Pemilu tersebut nampak bahwa perubahan dan pergeseran dalam

orientasi dan afiliasi politik terjadi, dimana euforia pasca.

Dalam Pemilu 2004, terjadi perubahan dalam hal raihan suara yang semula

dimenangkan PDI-P bergeser pada Golkar. Selain itu, muncul dua partai baru yang termasuk

dalam posisi 6 besar, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) yang

berada pada urutan ketiga dan kelima.

Dilihat dari dua kali Pemilu tersebut nampak bahwa perubahan dan pergeseran dalam

orientasi dan afiliasi politik terjadi, dimana euforia pasca reformasi dengan memberikan

dukungan kepada Megawati (PDI-P) telah berakhir. Hanya perlu satu kali periode

pemerintahan, masyarakat di wilayah ini kembali memberikan dukungannya pada Golkar.

Sebagaimana terjadi di tingkat nasional, ada semacam romantisme untuk kembali kepada

masa pemerintahan Orde Baru yang lebih memberikan stabilitas dan keamanan. Sementara

masa pemerintahan Orde Reformasi dinilai ticlak memberikan kepastian dan stabilitas,

meskipun disitu terbersit pula harapan kepada para politisi muda yang dinilai “bersih dan

peduli” yakni saat itu PKS dan juga “Partai Demokrat” sehingga masyarakat di daerah ini

memberikan dukungan dan pilihannya kepada partai ini sehingga, menempatkan posisinya di

urutan ketiga dan kelima dan karenanya langsung menggeser posisi PKB dan PBB ke luar

dari 6 besar di daerah ini. PKS memang sebuah fenomena; bayangkan dari 1 kursi hasil

Pemilu 1999 kini dapat menempatkan kadernya, di 6 kursi artinya setiap daerah pemilihan di

Kabupaten Bandung ini ia menempatkan seorang wakilnya, artinya simpati dan dukungan

dari masyarakat di wilayah ini hampir merata terhadap PKS.

Akan tetapi lain halnya dengan pemilu Tahun 2009 bahwa Partai Demokrat sangat

mendominasi dan mernpunvai suara terbanyak di daerah ini sehingga dapat menggeser/

mendongkrak partai-partai besar lainnya. Dan posisi urutan ke 5 menjadi urutan pertama

sehingga berdampak juga kepada perolehan kursi di daerah dan akhirnya Partai Demokrat

inilah yang memenangkan pemilu secara nasional pada tahun 2009.

Page 55: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Partispasi politik masyarakat tidak dapat hanya diukur oleh keikutsertaan mereka

hanya dalam Pemilu tapi juga dalam bentuk kegiatan lain baik yang bersifat konvensional

seperti diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok

kepentingan serta komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi. Maupun

bentuk partisipasi politik yang non konvensional seperti pengajuan petisi, demonstrasi,

konfrontasi, mogok, kekerasan terhadap manusia maupun benda serta perang gerilya dan

revolusi.

Melihat dinamika politik yang terjadi di Kabupaten Bandung, tentu saja tingkat

partisipasi politik di daerah ini sangat tinggi. Karena semua cara untuk dapat mencapai suatu

tujuan mesti dilakukan baik yang bersifat partisipasi konvensional maupun yang non

konvensioal kecuali yang bersifat kekerasan dan perang gerilya. Dan ini semua tidak hanya

semata melibatkan elitnya saja melainkan juga melibatkan massanya, dalam hal ini

terjalinnya/terbinanya suatu keharmonisan antara elit politik dan massanya sehingga dapat

bersama-sama menjalankan pembangunan dan fungsi pemerintahan lainnya dengan baik.

Akan tetapi partisipasi politik masyarakat dalam pesta demokrasi seperti halnya dalam

Pemilukada yang baru dilaksanakan ini melihat partisipasi politik masyarakat yang dapat

dikatakan melemah atau menurun. Menurunnya partisipasi politik masyarakat dalam

pemilukada ini bisa disebabkan berbagai faktor misalnya saja tingkat kedewasaan masyarakat

dalam memaharni arti penting pemilu masih rendah atau masyarakat sudah mulai jenuh

dengan melakukan pemilihan yang dapat membawa dampak ke arah

Page 56: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun

2010 di Kabupaten Bandung.

Kabupaten Bandung pada tahun 2010 telah melaksanakan pesta demokrasi yang sarat

dengan isu-isu dan perhelatan politik dari tingkat grassroot sampai dengan elit politik. Pesta

demokrasi tersebut menjadi salah satu women penting bagi sejarah Kabupaten Bandung yang

telah memilih Bupati/Wakil Bupati baru, pasca kepemimpinan incumbent yang sudah 2 (dua)

kali memimpin Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung masih memerlukan banyak

pembelajaran dan pendewasaaan pola-pola pembangunan yang tidak hanya ditujukan dalam

pembangunan sektor-sektor fisik tetapi juga sektor non fisik yang salah satunya adalah

pembangunan politik.

Pembangunan politik merupakan mata rantai (sub sistem) pembangunan yang strategic.

Bahkan pembangunan politik merupakan basis dari sub sistem yang lain sebagai awal adanya

legitimasi dan kepercayaan masyarakat untuk melahirkan seorang pemimpin, kewenangan dan

kekuasaan. Keberhasilan pembangunan politik ditentukan oleh kualitas pemahaman dan

pengertian masyarakat terhadap konsep politik secara utuh. Utuh dalam hal ini adalah tidak

parsial atau setengah-setengah, karena jika parsial maka tujuan dari pembangunan politik

masyarakat tidak akan pernah tercapai. Salah satu indikator pembangunan politik adalah perilaku

masyarakat dalam mensikapi dan memaknai pemilihan figur pemimpin yang duduk di lembaga

perwakilan (DPRD) maupun lembaga eksekutif (Walikota/Bupati).

Kondisi perilaku pemilih di Kabupaten Bandung pada saat Pemilu Legislatif Tahun 2009

tidak mungkin dapat dijadikan tolok ukur obyektif perilaku pemilih untuk Pemilukada Bupati

Bandung tahun 2010. Hal ini lumrah karena memerlukan kesungguhan motivasi dan financial.

Internal motivasi, perencanaan strategic, vooter dan Financial sangat tergantung dari peran serta

stakeholders yang memiliki Visi dan Misi pembangunan politik masyarakat Kabupaten Bandung.

Perilaku memilih menurut Jack C Pleno adalah dimaksudkan sebagai studi yang

memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat

dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Pandangan

Page 57: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

lain mengenai perilaku memilih misalnya menurut Bone dan Raney: perilaku memilih diartikan

dengan pernyataan bahwa "In most study of voting behavior…, voting behavior is pictured as

having the two dimension. Preference...., can be used to measure his approval or disapproval of

Demokratic and Republican Parties, their percevied stands on issues, and the personal quality of

their candidate ...., Activity has six main categories: organization activities, organization

contributors, opinion leaders, voters, and apolitical".

Dengan mengacu pada pandangan tersebut, maka perilaku memilih adalah tingkahlaku

atau tindakan individu dalam proses pemberian suara dalam penyelanggaraan Pemilu serta latar

belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Tingkahlaku atau tindakan individu dalam

proses pemberian suara ialah meliputi tiga aspek yakni preferensi (orientasi terhadap, isu,

orientasi terhadap kualitas personal kandidat, identifikasi partai), aktivitas (keterlibatan dalam

partai politik tertentu, keterlibatan dalam setiap kampanye, kehadiran dalam pemungutan suara)

dan pilihan terhadap salah satu partai politik tertentu.

Fenomena awal perilaku politik pemilih di Kabupaten Bandung terjadi pada tahun 2009,

dimana keberhasilan kebijakan strategic pembangunan ekonomi mempunyai korelasi dengan

perubahan perilaku politik elite masyarakat dan elite agama, yaitu: sebagian besar meninggalkan

partai-partai Islam untuk mendukung Partai Demokrat, Golongan Karya (Golkar) dan Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), kecuali sebagian kecil penduduk di kecamatan

tertentu. Sosialisasi politik mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap, perilaku elite

masyarakat dan elit agama.

Penerimaan ideologi Pancasila dan ditinggalkannya ideologi Islam oleh elite masyarakat

dan elite agama menunjukkan terjadinya perubahan orientasi politik agama yang selanjutnya

mendorong terjadinya perubahan perilaku terhadap perubahan perilaku elite masyarakat dan

agama di Kabupaten Bandung. Tampaknya elite agamatelah kehilangan peranan dominannya

dalarn bidang politik, dan telah menjadi sasaran dari berbagai kepentingan politik yang

pruralistik. Dari fenomena tersebut, tentunya perubahan dapat terjadi dalam hitungan detik di

level masyarakat Kabupaten Bandung dalam menjelang Pemilukada tahun 2010 (termasuk elit

masyarakat) seperti halnya pada saat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2009.

Seperti diketahui, bahwa jumlah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung

sebanyak 8 pasang, sesuai dengan nomor urut peserta dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Marwan — Asep;

Page 58: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

2. Atori — Dadi;

3. Tatang — Ujang;

4. Deding — Siswanda;

5. Yadi Srimulyadi — Rusna Kosasih;

6. Asep — Dayat;

7. Dadang Naser — Deden R.;

8. Ridho Budiman — Dadang Rusdiana.

Untuk mengetahui bagaimana perilaku pemilih dan sikap masyarakat dalam hal

partisipasi politik masyarakat pada, Pemilukada ini dapat digambarkan pada rekapitulasi hasil

kajian terhadap persepsi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bandung Tahun 2010 sebagai

berikut:

271 655

114

1202 1647

204

2184

797

2643

59

Hasil Survey Tahap 1 Pemilukada Kab. Bandung Tahun 2010

Page 59: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Berdasarkan hasil rekapitulasi pada putaran pertama tersebut terlihat hasil yang beragam,

pemilih dalam menentukan pilihan siapa yang paling cocok untuk menjadi Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah. Hasil yang diperoleh berdasarkan pilihan masyarakat dari hasil Survei

Tahap I yang dilakukan pada bulan Juli 2010 dalam kajian ini menunjukkan pasangan. Dadang

Naser dan Deden yang paling cocok untuk menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Kabupaten Bandung pada periode tahun 2010 sampai 2015, terbukti dengan pilihan masyarakat

tertinggi jatuh pada pasangan tersebut sebesar 22%. Akan tetapi jika melihat hasil kajian

terhadap persepsi dan perilaku pemilih pada Pemilukada di Kabupaten Bandung pada tahun 2010

ini justru yang paling tinggi itu masyarakat yang tidak mempunyai pilihan yaitu sebesar 27%.

Hal ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam menjelang Pemilkuda Di Kabupaten

Bandung dapat dikatakan masih rendah begitu juga perilaku pemilih dan sikap masyarakat dalam

penentuan pilihannya masih dapat dikatakan rendah atau kurang. Ada beberapa alasan pemilih

belum punya pilihan dalam Pemilukada Tahun 2010 yang diperoleh dari hasil Survei Tahap I

kepada masyarakat sebagai berikut:

Ketidaktahuan warga tentang calon yang akan dipilih

Belum adanya pendekatan dari calon maupun tim sukses

Menunggu adanya pemberian dana tertentu dari pasangan calon

Marwan/Asep 3%

Atori/Dadi 7%

Tatang/Ujang 1%

Deding/Siswanda 12%

Yadi/Rusna 17%

Asep/Dayat 2%

Dadang/Deden 22%

Ridho/Dadang 8%

Belum Punya Pilihan

27%

Tidak akan

Memilih 1%

Hasil Survey Tahap 1 Pemilukada Kab. Bandung Tahun 2010

Page 60: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Sosialisasi yang dilakukan pasangan calon masih kurang

Belum adanya tokoh masyarakat yang menggerakkan

Terlalu banyak calon sehingga membingungkan

Perilaku masyarakat yang merahasiakan pilihannya

Jadwal pemilihan yang masih lama

Semua calon sama saja, tidak ada yang berbeda yaitu memberikan janji manis waktu

kampanye namun realisasinya tidak ada

Belum mengurus persyratan-persyaratan seperti DPT dan KTP

Menunggu tindakan-tindakan nyata yang akan dilakukan pasangan calon

Bagi para ibu-ibu menunggu pilihan suaminya

Sosialisasi pemilihan oleh KPUD dirasakan kurang, sehingga warga acuh terhadap

pemilukada

Menunggu visi dan misi yang akan di usung pasangan calon

Meginginkan pasangan calon door to door ke setiap rumah masyarakat, sebagai bentuk

perhatian terhadap masyarakat

Menunggu yang ramai dibicarakan saja

Menunggu sembako yang diberikan

Belum ada koordinir dari koordinator/ pejabat setempat

Menunggu jadwal kampanye terlebih dahulu

Menunggu dana yang lebih besar dari pasangan calon, baru tanda tangan

Masih meragukan kemampuan para calon

Apatis terhadap pemilukada

Tidak ada alasan

Hasil kajian terhadap persepsi dan perilaku pemilih dalam Pemilukada di Kabupaten

Bandung ini awalnya tidak dapat dikatakan sebagai jaminan bahwa pasangan Dadang Naser dan

Deden R Rumaji ini mutlak sebagai pemenang dalam pelaksanaan Pemilukada Tahun 2010.

Kajian ini hanya merupakan alat bantu untuk menggambarkan peta politik di Kabupaten

Bandung menjelang Pemilukada tersebut. Dengan adanya kajian ini beberapa elemen/unsur

terkait dapat terbantu dan dapat memanfaatkan situasi peta politik tersebut. Akan tetapi dengan

berjalannya waktu sampai tiba saatnya pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten Bandung terbukti

Page 61: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

pasangan Dadang Naser dan Deden ini meraih suara terbanyak yakni mencapai 29,72% sesuai

dengan hasil kajian terhadap persepsi perilaku pemilih dalam Pemilukada di Kabupaten Bandung

yang telah dilakukan, walaupun harus terjadi putaran ke dua karena perolehan suara dari semua

pasangan calon tidak memenuhi kuota yakni sebesar 30%, bahkan berdasarkan quick count yang

dilakukan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kabupaten Bandung

mendapati justru. sebesar 37% warga Kabupaten Bandung tidak menggunakan hak pilihnya atau

golongan putih (golput).

Tingginya golongan putih (golput) dalam Pemilukada pada putaran ini disinyalir

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya saja kedewasaan pemilih dalam pesta demokrasi ini

masih dikatakan rendah, tidak ditemukannya visi-misi dari pasangan calon, DPT, dan poster

kampanye di hampir semua TPS kurang. Banyak kalangan yang memprihatinkan dan sangat

menyayangkan terhadap tingginya golput ini karena pesta demokrasi Kabupaten Bandung ini

terlihat sepi pemilih. Partisipasi politik masyarakat untuk menggunakan hak suara di TPS sangat

rendah sehingga ini dapat berdampak kepada hasil perolehan suara, terhadap pasangan calon

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tidak memperoleh suara 30% sehingga

mendorong untuk terjadinya putaran ke II yang tentunya memakan biaya yang sangat besar

dalam pesta demokrasi tersebut. Dengan demikian dalam hal ini kajian terhadap, persepsi dan

perilaku pemilih dalam Pemilukada di Kabupaten Bandung dilakukan kembali Survei Tahap II

yang dilakukan pada pertengahan bulan Oktober 2010, dengan hasil kajian sebagai berikut:

Page 62: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Berdasarkan hasil kajian terhadap persepsi dan perilaku pemilih dalam Pemilukada

Putaran ke II di Kabupaten Bandung, menunjukkan bahwa hanya ada dua pasangan yang masuk

ke dalam putaran ke II. Kedua pasangan ini merupakan pasangan yang memperoleh suara

terbanyak dan kedua dalam putaran I yaitu pasangan Dadang Naser/Deden dan pasangan Ridho

DadangNaser/Deden

Rumaji

RidhoBudiman/Darus

Belum PunyaPilihan

Tidak akanMemilih

5297

4049

718 111

Hasil Survey Tahap 2 Pemilukada Kab. Bandung Tahun 2010

Dadang Naser/Deden

Rumaji 52%

Ridho Budiman/Darus

40%

Belum Punya Pilihan

7%

Tidak akan Memilih 1%

Hasil Survey Tahap 2 Pemilukada Kabupaten Bandung Tahun 2010

Page 63: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Budiman/Dadang Rusdiana. Dalam putaran ke II ini pun hasil kajian terhadap persepsi dan

perilaku pemilih dalam Pemilukada di Kabupaten Bandung menunjukkan masih pasangan

Dadang Naser dan Deden yang memperoleh suara terbanyak yakni sebesar 52% dan. pasangan

Ridho Budiman/ Darus memperoleh suara sebesar 40% dan sisanya tidak punya pilihan. sebesar

7% dan tidak akan memilih 1%. Adapun beberapa alasan beberapa responden yang belum punya

pilihan sebagai berikut:

Tabel 3.4.

Alasan Responden Belum Mempunyai Pilihan.

No. Nama Kecamatan Alasan belum Punya Pilihan

1. Kecamatan Ciparay • Daerah yang lebih jauh, seperti desa babakan dan

mekarlakasana, responden yang belum punya pilihan

beralasan mengaku masih menuggu calon memberi amplop

(uang).

• Masih rahasia karena takut tim survey adalah mata-mata

salah satu calon

• Menunggu dana stimulus putaran kedua

2. Kecamatan Margaasih • Menunggu keputusan dari pengajian maupun tokoh

setempat seperti RT/RW.

• Menunggu adanya pemberian uang.

• Sudah tidak percaya lagi karena semuanya sama saja.

• Menginginkan jalan diperbaiki baru masyarakat akan

memilih calon tersebut.

3. Kecamatan

Kutawaringin

• Responden masih menunggu uang

• Menunggu dari para tokoh masyarakat untuk di arahkan

karena masyarakat suka yang ramenya baru dipilih.

• Tidak ada sosialisasi lagi dari para calon sehingga

masyrakat belum tahu calon yang lolos di putaran kedua

(masyarakat baru tahu ada putaran kedua dan calonnya yang

lolos dari tim survey).

4. Kecamatan Cileunyi • Mengira Pilkada sudah selesai.

• PILKADA putaran I mengganggu ketertiban umum

sehingga malas mengikuti pilkada putaran II

• Menunggu dana stimulus

5. Kecamatan Cicalengka • Menunggu stimulus uang

• Calon sudah kalah dalam putaran I maka menunggu arahan

saja.

6. Kecamatan Cilengkrang • Butuh perbaikan Jalan terlebih dahulu

• Dana stimulus hanya dibagikan pada sebagian masyarakat

saja (pejabat desa)

7. Kecamatan Soreang • Tidak mau memberikan suara sebelum dana turun

• Caton yang di usung kalah, maka belum mengetahui harus

Page 64: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

memilih yang mana.

• Belum ada tokoh dan aparat yang mengarahkan untuk

putaran II

8. Kecamatan Katapang • Calon yang lolos ke putaran II tidak kompeten

• Belum ada sosialisasi dari aparat/tokoh yang mengarahkan

untuk putaran II

• Menunggu dana kucuran

9. Kecamatan Margahayu • Masih menunggu ramenya dari masyarakat kebanyakan.

• Belum tahu kalau ada putaran ke II, masayarakat

menyangka bahwa pilkada telah selesai

10. Kecamatan Paseh • Calonnya kalah maka belum ada pilihan yang lain.

• Masih bingung

• Belum terdata dalam DPT

• Belum ada arahan dari tim sukses calon yang saga dukkung

kemarin (karena calonnya kalah)

11. Kecamatan Cikancung • Calonnya kalah maka belum ada pilihan yang lain.

• Belum ada arahan dari tokoh masyarakat

• Masih menunggu dana putaran kedua

12. Kecamatan Nagreg • Nanti saja pada saat mendekati pencoblosan

• Belum ada arahan untuk pilkada putaran II

• Menunggu yang rame saja

13. Kecamatan

Pameungpeuk

• Ingin memilih sesuai hati nurani (raliasia)

• Belum ada/punya pilihan

• Masyarakat menilai bahwa pilkada putaran ke II ini banyak

masalah, mereka merasa kecewa bahwa putaran I tidak

berjalan dengan baik.

• Konsistensi para pendukung calon yang kemarin kalah

masih kuat.

14. Kecamatan Cangkuang • Menunggu uang dari team khusus atau calon

• Rahasia

• Masyarakat kecewa atas pilkada putaran I

15. Kecamatan Ciwidey • Belum mengetahui calon

• Menunggu arahan suami, anak, atasan atau pimpinan/tokoh

• Menunggu jumlah suara calon terbanyak itu yang

dipilih/ikut yang rame dibicarakan

16. Kecamatan Cimaung • Menunggu uang turun dari calon atau team sukses

• Rahasia pemilih

• Menunggu suara terbanayak (yang sering dibicarakan

masyarakat)

17. Kecamatan Solokan

Jeruk

• Menginginkan jalan diperbaiki dahutu baru akan memilih

calon tersebut.

• Menunggu amplop dari tim sukses

• Menunggu dana dari tim sukses pilkada putaran II

18. Kecamatan Majalaya • Menunggu uang atau sembako dari calon

• Rahasia

• Menunggu yang ramainya saja dari masyarakat banyak

Page 65: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

• Menunggu jalan di perbaiki terlebih dahulu baru suara

masyarakat kebanyakan akan memilih calon tersebut

(terutama desa padaulun)

19. Kecamatan Rancaekek • Baru Ridho yang sudah datang langsung ke masyarakat

membagi bagikan sembako (terutama saat masyarakat

sedang mengalami bencana banjir)

• Masyarakat sekarang sudah apatis, memilih kalau ada

uangnya saja sebab kalau sudah terpilih akan lupa pada

janjinya pada masyarakat

• Belum ada arahan untuk Pilkada putaran II suara mau

diarahkan kemana.

• Hampir keseluruhan desa di Rancaekek menginginkan

perbaikan jalan

20. Kecamatan Banjaran • Belum tahu sebab belum ada arahan untuk pilkada puaran II

• Menunggu kucuran dana

21. Kecamatan Kertasari • Belum mengetahui mana yang ramenya di masyarakat

• Menunggu kucuran dana

• Terlalu banyak janji dari calon-calon namun tidak ada

realisasinya

22. Kecamatan

Bojongsoang

• Karena belum ada sosialisasi langsung, dari calon

• Masyarakat menunggu arahan

• Menunggu di beri uang

23. Kecamatan Dayeuhkolot • Menunggu rarnenya saja pas hari pencoblosan

• Calon yang kemarin kalah, sehingga belum tahu akan

memilih siapa

• Menunggu subsidi dari calon

24. Kecamatan Baleendah • Belum ada calon turun ke masyarakat langsung

• Menunggu diberi uang

• Rahasia, bagaimana nanti saja pas hari pencoblosan

25. Kecamatan Cimenyan • Menunggu diberi uang

• Menunggu calon yang datang langsung ke masyrakat

26. Kecamatan Arjasari • Menunggu dana kucuran

• Menunggu pas pencoblosan

27. Kecamatan Rancabali • Menunggu arahan saja dan ramenya saat pencoblosan

• Menunggu stimulus dana

28. Kecaman Ibun • Menunggu uang atau sembako yang dibagikan

• Tergantung hari H saja

• Masih bingung

29. Kecamatan Pacet • Terlalu banyak janji jadi memusingkan

• Jenuh dengan pemilu langsung

30. Kecamatan Pasir Jambu • Belum mengurus persyratan-persyaratan seperti DPT dan

KTP

• Menunggu tindakan-tindakan nyata yang akan dilakukan

pasangan calon

• Belum adanya tokoh masyarakat yang menggerti

31. Kecamatan Pangalengan • Meginginkan pasangan calon door to door ke setiap rumah

Page 66: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

masyarakat, sebagai bentuk perhatian terhadap masyarakat

• Menuggu yang rainai dibicarakan saja

• Menunggu sembak-o yang diberikan

• Belum ada koordinir dari koordinator/pejabat setempat

Hal yang sama dalam hasil kajian pada putaran ke II ini pun tidak dapat dijadikan

patokan utama atau tidak bisa dijadikan jaminan untuk kemenangan dalam pelaksanaan

Pemilukada putaran ke II, tetapi pelaksanaan yang sesungguhnya yang dapat diakui dan terima

oleh setiap kalangan. Hasil kajian ini sebatas alat bantu peta politik dalam pesta demokrasi, dan

hanya merupakan gambaran semata bagi para elemen atau unsur terkait. Akan tetapi dalam

waktu pelaksanan Pemiluklad yang sesungguhnya adalah memang betul pada putaran ke II itu

pun pasangan Dadang Naser dan Dedenlah yang mengantongi suara paling banyak dengan

674.370 suara atau sebesar 53,24% mengungguli kandidat lainnya yaitu Ridho Budiman/Dadang

Rusdiana yang meraih suara 592.392 atau sebesar 46,76% suara.

Hal ini meneguhkan kemenangan pasangan yang diusung Partai Golkar itu setelah unggul

pada putaran pertama. Pasangan Dadang Naser/Deden unggul di 21 Kecamatan dan pasangan

Ridho/Dadang Rusdiana unggul di 10 Kecamatan lainnya. Inilah hasil pesta demokrasi yang

sesungguhnya yang harus diterima oleh semua kalangan, dan berharap pasangan terpilih ini

dapat merealisasikan dan menjalankan roda pemerintahan dengan baik, dan bagi pasangan yang

kalah dapat menepati kesepakatan untuk menerima hasil Pilkada dengan damai.

Pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten Bandung pada putaran II yang dilakukan pada

Tanggal 31 Oktober 2010 ini terlihat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilukada

atau dalam menyampaikan aspirasi dalam menentukan pilihannya terlihat menurun dibandingkan

dengan putaran pertama, yakni dari 64,99 persen pada putaran pertama, menjadi 61,56 persen

pada putaran ke dua. Hal ini disinyalir disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah menurut

informasi sekitar 1000 orang pemilih sedang menunaikan ibadah haji sehingga tidak bisa

menyampaikan hak pilihnya terutama di daerah perkotaan. Namun demikian capaian jumlah

pemilih ini masih dapat dikatakan proporsional.

Dengan melihat adanya kesesuaian antara hasil kajian dengan hasil pelaksanaan ini

artinya adalah bahwa hasil kajian benar-benar dapat membantu terselenggaranya Pemilukada

terutama dalam mendeskripsikan peta politik/tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

Page 67: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

pelaksanaan Pernilukada khususnya di Kabupaten Bandung. Terselenggaranya pelaksanaan

Pemilukada dengan sukses ini perlu adanya kesiapan dan dukungan dari semua pihak termasuk

pemilih dalam menyampaikan aspirasinya untuk dapat menentukan suatu pilihan terhadap

pasangan calon yang akan menduduki jabatan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Kedudukan/posisi jabatan dapat diperoleh berdasarkan dari sikap dan perilaku pemilih dalam

menentukan pilihan terhadap pasangan calonnya, sehingga perilaku pemilih dalam Pemilukada

mempunyai andil yang sangat besar.

Perilaku pemilih menurut Nimmo (1989:186-197) terdiri dari pemilih rasional, pemberi

suara yang aktif, pemberi suara yang responsif, pemberi suara yang aktif Nimmo (1989:187–

197) mengklasifikasikan pemilih sebagai berikut:

1. Pemberi suara yang rasional; yaitu pemberi suara yang turut memutuskan

pemberiansuara dengan ciri-ciri: (a) selalu dapat rnengabil putusan bila dihadapkan

kepada alternatif (b) memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakal

lebih disukai, sama saja, atau lebih rendah apabila dibandingkan dengan alternatif

lain; (c) menyusun alternatif dengan cara transit, jika A lebih disukai daripada B, dan

B daripada C, maka A lebih disukai daripada C; (d) selalu memilih alternatif yang

peringkat preferensinya paling tinggi; dan (e) selalu mengambil keputusan yang sama

bila dihadapkan kepada alternatif-alternatif yang sama.

2. Pemberi suara yang reaktif pemberi suara bereaksi terhadap pemilihan umum

berdasarkan faktor-faktor sosial dan. demokrasi jangka panjang, yakni pemberian

suara lagi-lagi merupakan aksi diri. Pengaruh sosial yang paling penting adalah ikatan

emosional kepada partai politik.

3. Pemberi suara yang responsif memiliki karakter sebagai pemberi suara yang

impermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa politik dan pengaruh yang berubah-

ubah terhadap pilihan para pemberi suara, memiliki kesetiaan kepada partai, tetapi

tidak menentukan perilaku pemilihan, lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka

pendek, sebagai fungsi terhadap isu dan penghargaan terhadap kapasitas kandidat,

pemilih respon dengan masalah pokok dan relevan tentang kebijakan umum, tentang

prestasi pemerintah dan kepribadiaan eksekutif variasi dalam rangsangan yang

diberikan oleh kepemimpinan politik, partai dan kandidat sangat penting dalam

pandangan pemberi suara karena tanggapan rakyat akan sangat dikondisikan oleh

Page 68: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

rangsangan ini.

4. Pemberi suara yang aktif, yaitu pemberi suara yang berperilaku sebagai ia membuat

suatu objek dari apa yang dilihatnya, memeberinya makna dan menggunakan makna

itu sebagai dasar untk mengarahkan tindakannya. Tindakannya merupakan hasil

indikasi yang dibuatnya, bukan sekedar memberi respon saja.

Dari klasifikasi yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih yang

menerima informasi dapat bersikap beragam, sesuai dengan psikologinya, lingkungan sosialnya,

lingkungan politiknya dan lain sebagainya. pemilih yang responsif merupakan pemilih yang

paling baik untuk kasus Kabupaten Bandung, manakala masyarakatnya masih kurang mengerti

politik. Dalam penelitiaan ini mengkaji apakah perilaku pemilih di Kabupaten Bandung dalam

Pemilukada bersifat responsif atau. tidak. Hasil penelitian tentang perilaku pemilih terlihat dalam

penjelasan ini:

Dalam menentukan pilihannya, pemilih dapat berlaku stabil atau tidak berubah pilihan

berdasarkan pilihan-pilihan sebelumnya. Pemilih yang responsive akan memilih sesuai dengan

keadaan yang berkembang. Terkadang memilih atas dasar partai politik, terkadang atas dasar

program partai yang ditawarkan, terkadang atas dasar kapasitas calon, dan banyak lagi. Perilaku

politik yang rseponsif ini bisa berubah-rubah setiap saat, bergantung pemahaman dan nilai

politik pemilih itu sendiri, sejauhmana pemilih memiliki tingkat kestabilan sikap politik dalam

Pemilukada Kabupaten Bandung Tahun 2010. Dalam hal ini informan lebih banyak menilai

bahwa tidak sependapat tentang perilaku yang berubah-rubah dari kalangan pemilih. Artinya

adalah bahwa penilaian responden atas perilaku pemilih adalah stabil dan tidak berubah-ubah.

Pemilih responsif menururt teori masih loyal atas politik tertentu. Partai politik yang

bersaing dalam kancah Politik masih memiliki masa loyal yang didasarkan atas pendidikan dan

sosialisasi politik yang sudah berlangsung lama, sehingga informasi dan kondisi politik tidak

serta merubah perilaku politik. Responsibilitas pemilih tidak terlalu mudah, karena pemilih

memiliki nilai-nilai politik yang ditanamkan oleh partai tertentu. Sejauhmana hal ini dimiliki

oleh pemilih di Kabupaten Bandung dalam Pemilukada Tahun 2010, maka peneliti dapat

menjelaskan hasil penelitian tersebut.

Dalam hal ini bahwa responden lebih banyak menilai bahwa tentang kesetiaan pemilih

kepada partai politik tertentu menunjukkan bahwa penilaian responden atas kesetiaaan kepada

Page 69: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

partai politik sudah berkurang dibanding masa yang lalu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Ketua Partai politik menyatakan bahwa

pemilih saat ini tidak terlalu terikat dengan partai tertentu. Simbol-simbol tradisional yang

melekat pada partai masa lalu tidak lagi menjadi kekuatan utama sebab pemilih sudah begitu

bebas dan tidak terikat dengan politik orang tua.

Pragmatisme politik merupakan bagian dari perilaku pemilih. Pemilih dapat memilih atas

pertimbangan-pertimbangan yang sangat sederhana, yaitu barang, uang dan yang lainnya yang

bersifat material. Sejalan dengan kondisi yang sangat transparan, politik sudah berkembang ke

arah pragtisme sehingga kondisi seperti ini menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan politik

Indonesia saat ini. Sejauhmana hal ini terjadi, maka dapat dideskripsikan bahwa infonnan lebih

banyak menilai tentang perilaku pemilih yang dipengaruhi oleh faktor-faktor material seperti

uang, barang. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian responder tentang kecenderungan pemilih

yang bersikap pragmatic bernilai tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim sukses pasangan terpilih didapatkan

informasi bahwa perilaku pemilih memang memiliki kecenderungan ke arah pragmatic, terutama

sejak berlangsung beberapa kali Pemilu secara langsung. Hal ini terjadi karena pemilih

memandang penting sejumlah uang untuk menghargai hak suara yang dimilikinya. Pragmatisme

pemilih lebih dipicu oleh kehilangan proses penyadaran politik.

Selain faktor uang dan barang sebagai konpensasi politik yang menentukan pilihan-

pilihan pemilih, ternyata dalam setiap Pemilu ada juga yang memilih atas dasar program kerja

yang ditawarkan oleh kandidat, partai politik dan tim sukses pasangan tersebut. Melalui tawaran

kerja pemilih menaruhkan harapannya bagi terwujudnya pemerintahan yang mampu berpihak

kepada pemilih. Pemilih memilih pemimpin yang diharapkan mampu membuat kebijakan yang

berdampak positif bagi kehidupan bersama. Pemilih lebih memilih program kerja dibandingkan

kepribadian kandidat, seperti kebaikan, keramahan dan sebagainya. Sejauhmana ini terjadi dalam

pemilih selama Pemilukada di Kabupaten Bandung 2010, peneliti mempertanyakan hat ini

kepada salah satu yang dijadikan informan dalam penelitian ini.

Dalam hal ini responden lebih banyak menilai bahwa perilaku pemilih yang memilih atas

dasar program kerja sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian informan keinginan

terhadap seorang pemimpin yang berdasarkan kepada program kerja saja juga tidak diinginkan

akan tetapi masyarakat menginginkan pemimpin yang fleksibel.

Page 70: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Pemilih yang responsif juga memiliki karakteristik sebagai pemilih yang menghargai

kapasitas kandidat. Artinya pemilih mempertimbangkan kemampuan kandidat dalam

menjalankan pemerintahan setelah terpilihnya, seperti kemampuan manajerial, kepemimpinan

dan sebagainya. Pemilih seperti ini lebih rasional dan mampu memikirkan informan yang

dimilikinya untuk kepentingan penentuan pilihan. Pemilih dengan karakteristik seperti memiliki

minat politik yang lebih dibandingkan dengan pemilih yang menjadikan uang sebagai

kompensasi kedaulatan politiknya. Penilaian informan tentang perilaku pemilih yang mampu

menghargai kapasitas kandidat termasuk gagasan dan kepribadiannya sangat dikatakan masih

rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan didapatkan penilaian bahwa

pemilih dalam putaran pertama masih sulit untuk dilihat apakah berdasarkan pada pemahaman

pemilih atas kapasitas calon atau hal lainnya. Hal ini terjadi karena jumlah kandidat yang

banyak, yaitu 8 pasangan calon sehingga pemilih kesulitan untuk menentukan kapasitas masing-

masing calon. Akan tetapi pada putaran kedua, suasana semakin menarik karena diprediksikan

pemilih lebih mudah untuk mengukur kualitas calon.

Pemilih yang responsif juga memperhatikan dengan seksama isu-isu yang berkembang,

baik yang menyangkut calon, partai politik, dan persoalan daerah. Menyangkut calon kepala

daerah, pemilih mesti memahami beberapa isu penting seperti pengalaman organisasi yang telah

ditempuh oleh calon. Kinerja calon dalam berbagai organisasi yang diikutinya, kepernimpinan

calon, kapabilitas manajemen dan teknis. Partai politik merupakan lembaga yang menentukan

masa depan politik daerah, baik dari sisi kebijakan yang akan muncul, perilaku anggota partai di

parlemen dan perilaku organisasi partai politik.

Persoalan daerah juga harus mendapat perhatian pemilih karena dengan memahami hal

tersebut, maka pemilih dapat menentukan siapa pemimpin yang akan mampu menyelesaikan

berbagai persoalan tersebut.

Sejauhmana pendapat infonnan mengenai perilaku pemilih yang ada di Kabupaten

Bandung dalam Pemilukada. Tahun 2010 tentang isu-isu yang menjadi perhatian pemilih dapat

digambarkan seperti yang dikemukakan oleh infonnan. Infonnan lebih banyak memberikan

penilaian kurang perhatian pemilih terhadap isu-isu yang berkembang sekitar Pemilukada.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan didapatkan informasi

bahwa pemilih di Kabupaten Bandung secara umum tidak banyak yang peduli dengan isu-isu

Page 71: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

tentang pemilihan umum kepala daerah, karena pemilih tidak memiliki pendidikan politik yang

memadai, sehingga tidak memiliki keinginan untuk memahami proses politik secara baik. Selain

itu, kejenuhan politik yang melanda masyarakat akibat intensitas yang sangat tinggi dalam

kegiatan politik menyebabkan apatisme politik meningkat. Masyarakat memandang politik

sekedar proses yang tidak lagi bermakna, artinya proses hanya sekedar berlangsung pergantiaan

kekuasaan, dan masyarakat tidak bisa menaruh harapan yang tinggi terhadap hasil.

Evaluasi pemimpin merupakan bagian terpenting dari cara memilih atau menentukan

pilihan. Pemimpin yang merupakan bagian penting untuk mendapat perhatian pemilih, sebab

dengan hal itu pemilih memahami kelemahan yang ada. Kebijakan yang diambil selama ini dan

pihak-pihak yang terlibat dalam merumuskan kebijakan, melaksanakan kebijakan dan menikmati

hasil kebijakan itu sendiri. Evaluasi pemimpin juga berkaitan dengan tingkat keberhasilan dan

kegagalan pembangunan yang dirancang oleh pemimpin sebelumnya. Sejauhmana pemilih dapat

melakukan kegiatan evaluasi pemimpin yang merupakan kegiatan penting untuk menentukan

pemimpin berikutnya,

Penilaiaan. informan mengenai pemilih melakukan evaluasi terhadap kinerja pemimpin

ini relatif mengatakan kurang melakukan evaluasi terhadap kinerja pemimpin. Berdasarkan

wawancara dengan salah satu infonnan tentang hal ini didapatkan kesimpulan bahwa para

pemilih masih belum bisa mengevaluasi kinerja pemimpin pada masa sebelumnya sehingga

pemilih sulit untuk menentukan kapasitas pemimpin yang dibutuhkan di masa mendatang.

Selain pemimpin eksekutif, evaluasi pemilih juga dilakukan terhadap para wakil rakyat

yang ada di DPRD tennasuk partai pengusungnya. Kebutuhan publik dari kegiatan ini adalah

pemilih dapat melihat keseriusan partai politik dalam mengelola kekuasaan yang telah diberikan

rakyat. Melalui evaluasi kinerja partai politik yang mengusung anggota DPRD terlihat bahwa

suatu partai berkualitas baik dan yang lainnya tidak. Sejauhmana pengetahuan pemilih mengenai

hal ini peneliti mewawancarai salah satu informan. Informan tnembenikan penilaian terhadap

partai pengusung dan kinerja anggota DPRD yang terjadi selama ini.

Kepemimpinan partai politik merupakan figur sentral dalam menentukan keberhasilan

kandidat bupati dalam menjalankan roda pemerintahan. Intervensi partai politik dalam berbagai

kegiatan administrasi pemerintahan sudah Sering mengemuka dalam banyak diskusi, baik di

kalangan birokrasi maupun politisi itu sendiri. Birokrasi merasa partai politik memiliki agenda

dalam setiap program pembangunan yang seringkali menghendaki adanya pembagian

Page 72: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

keuntungan. Hal ini sangat merugikan publik, dimana pelayanan publik seringkali terganggu.

Sejauhmana aktifitas atau proses keingin-tahuan pemilih mengenai para ketua partai di tingkat

lokal, peneliti menggajukan pertanyaan ke salah satu informan.

Penilaian informan terhadap pertanyaan mengenai pemilih mempertimbangkan

pilihannya atas kepemimpinan partai politik ini memang terjadinya pengetahuan yang tinggi dari

pemilih tentang ketua partai politik. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih melakukan evaluasi

terhadap kinerja pemimpin partai tingkat lokal itu relatif rendah.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan didapatkan informasi pemilih hanya

mengetahui pemimpin partai politik itu hanya mengetahui pemimpin partai tingkat nasional,

bukan pemimpin partai di tingkat lokal. Oleh karena itu di dalam Pemilukada eksistensi

pemimpin partai tidak mendapat perhatian yang memadai.

Kinerja kandidat semasa aktifis partai politik menjadi salah satu bagian penting dalam

melihat kepemimpinan dan peluang untuk keberhasilan di masa mendatang. Sebagai politisi,

kandidat tentu memiliki catatan jejak politik yang menggambarkan kualitas sebagai aktifis

politik di tingkat Kabupaten Bandung. Hal ini dipertanyakan kepada salah satu informan bahwa

informan lebih banyak memberikan penilaian dalam memperhatikan kinerja kandidat dalam

pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung.

4.2. Hambatan-hambatan Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah Tabun 2010 Di Kabupaten Bandung

Proses penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

(Pemilukada) di Kabupaten Bandung tahun 2010 yang baru dilaksanakan, secara umum dapat

dikatakan berjalan dengan baik. Ini semua atas terselengaranya kerjasama dari berbagai elemen

atau unsur terkait yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilukada tersebut mulai dari KPU

sebagai penyelenggara Pemilu sampai kepada pemilih yang mempunyai peran besar dalam

pelaksanaan Pemilukada.

Bahu membahu di setiap unsur/elemen untuk dapat menciptakan iklim demokratis yang

kondusif, permasalahan-permasalahan ditekan sedemikian rupa demi terselenggaranya

Pemilukada yang Luber dan Jurdil dan mencenninkan pesta demokratis yang damai yang

tentunya ini juga dapat diciptakan dari perilaku pemilih yang dapat memberikan aspirasi dalam

Page 73: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

menentukan pilihan terhadap pasangan yang layak untuk menjadi Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah di Kabupaten Bandung Tahun 2010-2015 mendatang. Walaupun upaya secara

optimal telah dilakukan oleh berbagai pihak demi terselenggaranya Pemilukada yang sukses,

akan tetapi dalam hal ini masih ditemukannya hambatan-hambatan dalam terselenggaranya

Pemilukada tersebut, terutama hambatan-hambatan perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung yaitu sebagai

berikut:

1. Masih terdapat pemilih yang tidak memberikan hak pilihnya/tidak menyampaikan

aspirasinya dalam hal ini tidak memberikan suara dalam pelaksanaan Pemilukada Tahun

2010.

2. Pada putaran pertama terjadi Golput sebesar 49% dari jumlah pemilih tetap yang ditetapkan

KPU tidak datang ke TPS untuk menyampaikan aspirasinya, dan masih terdapat pemilih

yang tidak menentukan pilihan setelah datang ke TPS.

3. Merosotnya/terjadi penurunan tingkat partisipasi politik masyarakat dalam keikutsertaan

penyelenggaraan Pemilukada, tahun 2010 di Kabupaten Bandung pada putaran ke dua

dibandingkan pada putaran pertama yakni dari 64,99% pada putaran pertama turun menjadi

62,56% pada putaran ke dua.

4. Banyak pemilih yang tidak mengetahui perihal visi, misi dan program dari pasangan calon

sehingga pemilih tidak menentukan pilihan.

5. Kurangnya sosialisasi yang diserap oteh masyarakat mengenai arti pentingnya Pemilukada di

Kabupaten Bandung yang berdampak kepada pemilih tidak menyampaikan hak pilihnya.

6. Terjadinya titik kejenuhan masyarakat dengan rangkaian proses pemilihan umum yang

dianggap tidak membawa perubahan.

7. Kedewasaan berpolitik masyarakat Kabupaten Bandung dapat dikatakan masih rendah. Ini

terbukti masih adanya beberapa pemilih yang akan memberikan pilihan apabila adanya

amplop yang diterima untuk mendukung salah satu pasangan calon.

8. Terjadinya, krisis kepercayaan kepada para calon yang dinilai masyarakat hanya mengumbar

janji akan tetapi diragukan untuk dapat merealisasikan janji-janjinya.

9. Kurang adanya pendekatan dari para pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati kepada

masyarakat sehingga untuk mengenal sosok calon Bupati dan Wakil Bupati lebih sulit.

10. Pemilih menilai masih adanya keraguan kemampuan yang dimiliki oleh para pasangan calon

Page 74: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

untuk dapat membawa amanah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

4.3. Upaya-upaya Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung

Dari berbagai hambatan perilaku pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah Tahun 2010 yang ditemukan, maka ada upaya-upaya yang dilakukan oleh

pemilih dalam pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala sebagai berikut:

1. Mencari informasi tentang penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten bandung.

2. Mencari infirmasi tentang keberadaan dari pasangan calon.

3. Menumbuh-kembangkan kesadaran bahwa Pemilukada ini merupakan pesta demokrasi yang

akan menentukan nasib 5 tahun ke depan.

4. Menghindari untuk golput dan mengajak pihak lain untuk tidak golput.

5. Mencari informasi tentang kemampuan, visi, misi program kerja dari berbagai pasangan

calon.

6. Menghindari terjadinya money politik.

7. Mendukung menciptakan pesta demokratis ini yang kondusif, aman dan damai serta bersifat

Luber dan Jurdil.

8. Dapat membantu menyebarkan informasi mengenai pentingnya arti dari sehuah proses

Pemilukada.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan hambatan-hambatan atau kelemahan-

kelemahan yang ditemukan dalam Pemilukada tahun 2010 ini tidak terjadi lagi dalam

Pemilukada yang akan datang.

Page 75: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian terhadap perilaku pemilih dalam

Pemilukada Tahun 2010. Di Kabupaten Bandung dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun

2010 di Kabupaten Bandung masih dapat dikatakan relatif kurang baik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perilaku pemilih dalam hal memberikan sikap/memberikan suara dalam

Pemilukada Tahun 2010 masih rendah, masih banyak daftar pemilih tetap yang tidak

memberikan suara dan masih lehih banyak memilih untuk golongan putih (Golput). Begitu

juga para pemilih belum mencerminkan sikap dewasa dalam kajian politik misalnya saja

masih ditemukannya pemilih yang kurang menyadari pentingnya arti Pemilu sehingga masih

banyak pemilih yang mensikapi terhadap Pemilukada ini dengan sikap acuh dan masih

banyak pemilih yang mengharapkan pamrih terhadap suara yang diberikannya atau terjadi

kontrak dan money politik antara pemilih daerah pasangan dan calon.

2. Hambatan-hambatan perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah Tahun 2010 Di Kabupaten Bandung antara lain: masih terdapatnya pemilih

yang tidak memberikan hak pilihnya yaitu pada putaran pertama terjadi Golput sebesar 49%

dari jumlah pemilih tetap yang ditetapkan KPU. Merosotnya /terjadinya penurunan tingkat

partisipasi politik masyarakat dalam keikutsertaan penyelenggaraan Pemilukada tahun 2010

di Kabupaten Bandung pada putaran ke dua dibandingkan pada putaran pertama yakni dari

64,99% pada putaran pertama turun menjadi 62,56% pada putaran ke dua. Kurangnya

sosialisasi yang diserap oleh masyarakat mengenai arti pentingnya Pemilukada di Kabupaten

Bandung yang berdampak kepada pemilih tidak menyampaikan hak pilihnya dan terjadinya

titik kejenuhan masyarakat dengan rangkaian proses pemilihan umum yang dianggap tidak

membawa perubahan.

3. Upaya-upaya perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Bandung antara lain: Menumbuhkembangkan kesadaran

bahwa Pemilukada ini merupakan pesta demokrasi yang akan menentukan nasib 5 tahun ke

Page 76: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

depan, menghindari untuk golput dan mengajak pihak lain untuk tidak golput, menghindari

terjadinya money politik, mendukung menciptakan pesta demokratis ini yang kondusif, aman

dan damai serta bersifat Luber dan Jurdil, dapat membantu menyebarkan informasi mengenai

pentingnya arti dari sebuah proses Pemilukada.

5.2. Saran

1. Penyelenggara Pemilukada (KPUD) atau stakeholders lainnya serta para, individu

meningkatkan sosialisasi politik tentang pentingnya arti dari penyelenggaraan Pemilukada

bagi masyarakat.

2. Partai politik atau pihak lain dapat meningkatkan pemberian pendidikan politik secara

berkala dan kontinue, bukan hanya sebatas menghadapi Pemilukada saja, supaya dapat

mendorong tingkat kedewasaan dalam berpolitik.

3. Mensosialisasikan kepada para pemilih untuk menghindari Golput, karena dengan golput ini

berarti masyarakat tidak menentukan sikap atau tidak memberikan suara dan tidak

mempunyai arti dan makna terhadap penyelenggaraan Pemilukada.

4. Penyelenggara Pemilukada, pengawas Pemilukada dan pihak terkait lainnya dapat

meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilukada supaya tidak terjadi

pelanggaran-pelanggaran termasuk money politik yang dilakukan oleh para calon.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Budiardjo, Miriam, 2008. Dasar-dasar Ilmu Poliik. Jakarta: Gramedia

Firmansyah, 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Gaffar, Affan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta. Pustaka

Pelajar.

Page 77: EVALUASI PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/2-evaluasi-perilaku... · menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya,

Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Reserch. Jogjakarta. Andi.

Mas'oed Mohtar dan Colin Mc Andrew. 2000. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press,

Miles, Mathew B & Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif; Buku Sumber tentang

Metode-metode Baru. Alih Bahasa Tjetjep Rohendi Effendi. Jakarta: UI Press.

Mulyana. Dedi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Bandung: Rosda Karya.

Mustapadidjaya. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: LAN

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT Gramedia

Utama.

Ralunan, Arifin. 2001. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: SIC

Rush, Michael dan Philip Althop. 2000. Pengantar Sosiologi Politik (TerjemahanKartini

kartono), Jakarta: Rajawali

Sanit, Arbi. 1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali.

Singarimbun. Masri dan Sofian Effendi. 2005. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

DOKUMENTASI

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor: 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Badan Statistik Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2010.

Hadi Setia Tunggal. 2008. Kumpulan Paket UU Pemilu, Bandung Harvarindo,