Upload
buiquynh
View
244
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN RISET PARTISIPASI PEMILIH
PERILAKU PEMILIH (Voter Behaviour)
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA CIREBONJL.Palang Merah No.6 Kota Cirebon – Jawa Barat
Telp.(0231) 232089, 233050, Fax. (0231) 221323
www.kpu-cirebonkota.go.id
LAPORAN RISET PARTISIPASI PEMILIH
PERILAKU PEMILIH (Voter Behaviour)
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA CIREBONJL.Palang Merah No.6 Kota Cirebon – Jawa Barat
Telp.(0231) 232089, 233050, Fax. (0231) 221323
www.kpu-cirebonkota.go.id
LAPORAN RISET PARTISIPASI PEMILIH
PERILAKU PEMILIH (Voter Behaviour)
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA CIREBONJL.Palang Merah No.6 Kota Cirebon – Jawa Barat
Telp.(0231) 232089, 233050, Fax. (0231) 221323
www.kpu-cirebonkota.go.id
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. i
Daftar Isi ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Sekilas Tentang Kota Cirebon .......................................................................... 1
1. Sejarah Berdirinya ................................................................................. 1
2. Riwayat Pemerintahan........................................................................... 2
3. Kondisi Geografis................................................................................... 4
4. Kondisi Topografi ................................................................................... 6
5. Kondisi hidrologi dan Hidrogeologi......................................................... 6
6. Kondisi Demografi.................................................................................. 6
7. Kondisi Politik......................................................................................... 7
B. Latar Belakang ................................................................................................. 8
C. Rumusan Masalah............................................................................................ 9
D. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 11
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 13
Landasan Teori ............................................................................................................. 13
2.1. Partisipasi Politik ............................................................................................ 13
2.2. Perspektif Teori Perilaku Pemilih ................................................................... 15
2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih...................................... 16
2.4. Tipe Perilaku Pemilih ..................................................................................... 20
2.5. Pendekatan Perilaku Pemilih ......................................................................... 22
2.6. Jenis-Jenis Pemilih ........................................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................... 30
A. Variabel Penelitian............................................................................................ 30
B. Operasional Variabel ........................................................................................ 30
C. Data Penelitian ................................................................................................. 31
D. Teknik Analisis Data ......................................................................................... 38
v
BAB IV HASIL PENELITIAN.......................................................................................... 42
1. Kecamatan Harjamukti ................................................................................. 42
2. Kecamatan Kesambi .................................................................................... 47
3. Kecamatan Pekalipan................................................................................... 52
4. Kecamatan Kejaksan.................................................................................... 57
5. Kecamatan Lemahwungkuk ......................................................................... 63
6. Kota Cirebon ................................................................................................ 68
BAB V PENUTUP.......................................................................................................... 74
A. Kesimpulan................................................................................................... 74
B. Saran............................................................................................................ 75
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan laporan hasil riset ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tercurahkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya hingga
kepada kita semua selaku umatnya. Amin…
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, bentuk Negara adalah
Kesatuan, bentuk Pemerintah adalah Republik, Sistem Pemeritahan
adalah Presidensial, Sistem Politik adalah Demokrasi atau Kedaulatan
Rakyat. Dalam negara demokrasi, pemilu merupakan alat atau sarana
pergantian kekuasaan yang paling demokratis. Pemilu adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui pemilu setidaknya dapat
diketahui tingkat partisipasi politik rakyat, dan dari sini dapat diprediksi
seberapa besar daya dukung masyarakat terhadap pemerintahan. Inilah
dasar kita melaksanakan pemilu di Indonesia.
Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting.
Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih
yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya,
persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap
yang terus menyisakan pertanyaan.
Partisipasi pemilih dalam Pemilu merupakan syarat terpenuhinya sistem
demokrasi yang berbasis kedaulatan rakyat. Peningkatan partisipasi
secara kualitas dan kuantitas akan meningkatkan “posisi tawar”
ii
(bargaining position) antara rakyat dan pemerintah serta memperkuat
sistem pemerintah sebagai “government by and for the people”.
Selama 3 tahun terakhir, di Kota Cirebon telah melaksanakan 4 kali
Pemilu yang berlangsung sesuai dengan azas pemilu yaitu Luber dan
Jurdil serta berintergritas dan bermatabat. Pemilu tersebut sudah dimulai
sejak bulan Juli 2012 untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara
bersamaan yaitu Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada hari Minggu tanggal
24 Februari 2013.
Kemudian tahapan pelaksanaan Pemilu Legislatif yang dimulai dari
tanggal 9 Juni 2012 sekitar 2 tahun sebelum dilaksanakannya Pemilu
Legislatif tanggal 9 April 2014. Dan selanjutnya, pelaksanaan tahapan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang tahapannya dimulai dari bulan
Desember 2013 yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014.
Kalau dilihat dari tahapan-tahapan diatas kami KPU Kota Cirebon
melakukan beberapa pekerjaan yang berbarengan dengan tahapan-
tahapan kegiatan lainnya. Hal ini tentu saja membutuhkan konsentrasi
pikiran dan tenaga yang amat besar. Namun berkat dukungan semua
stakeholder terkait kami dapat melaksanakan tugas Negara ini dengan
baik. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses
pemilu di Kota Cirebon pelayanan kami dirasakan masih belum maksimal.
Dari hasil Pemilu yang sudah dilaksanakan mulai dari Pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota tahun 2013, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
tahun 2013, Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014 dan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, menghasilkan angka partisipasi
masyarakat pada Pemilihan tersebut menunjukan peningkatan walaupun
sedikit, dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2013 angka
partisipasi masyarakat sebesar 69 %, Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur tahun 2013 angka partisipasi masyarakat sebesar 69 %,
iii
Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014 angka partisipasi masyarakat
sebesar 72 % dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun
2014 angka partisipasi masyarakat sebesar 74 %.
Hal ini bisa tercapai berkat kerja keras semua pihak mulai dari
penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemerintah daerah dan semua
steakeholder terkait ikut mensukseskan penyelenggaraan pemilu tersebut.
Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen
pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai
suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik
mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset
memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas
postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen
empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pada tahun 2015 ini KPU Kota Cirebon berdasarkan instruksi dari KPU
Pusat dan KPU Provinsi Jawa Barat melaksanakan Riset mengenai
partisipasi masyarakat dalam Pemilu, dengan tema Riset Perilaku Pemilih
(Voter Behaviour).
KPU Kota Cirebon mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu dan memberikan dukungan atas pelaksanaan Riset
mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2014. Tak lupa kepada
responden dari masyarakat yang telah berpartisipasi dan menjadi objek
survei dan penelitian.
Semoga Allah SWT meridhoi kita semua.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Cirebon, Juli 2015
Emirzal Hamdani, SE.Ak.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sekilas Tentang Kota Cirebon1. Sejarah Berdirinya
Menurut manuskrip Purwaka Caruban nagari, pada abad
XIV di Pantai laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama
Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang
datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus
pelabuhan adalah Ki Gede Alang-alang yang ditunjuk oleh
penguasa kerajaan Galuh (Padjajaran) dan di pelabuhan ini
juga terlihat aktifitas agama islam semakin berkembang. Ki
Gede Alang-alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat
pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan
mendekati kaki bukit menuju Kerajaan Galuh. Sebagai kepala
pemukiman baru diangkatlah Ki Gede Alang-alang dengan gelar
kuwu Cerbon.
Pada perkembangan berikutnya, Pangeran
Walangsungsang, Putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai
Adipati Cirebon dengan gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang
mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan
upeti kepada Raja Galuh. Oleh Raja Galuh dijawab dengan
mengirimkan bala tentara ke Cirebon untuk menumbangkan
Adipati Cirebon. Namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat
bagi Raja Galuh hingga ia keluar sebagai pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon
dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon
menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan
2
Pelabuhan Muara Jati yang aktifitasnya berkembang hingga
kawasan Asia Tenggara.
2. Riwayat Pemerintah
a. Periode Tahun 1270 – 1910
Pada abad XIII, Kota Cirebon ditandai dengan kehidupan
yang masih tradisional dan pada tahun 1479 berkembang
menjadi pusat penyebaran Kerajaan Islam terutama di
Wilayah Jawa Barat. Kemudian setelah penjajahan Belanda
masuk dibangunlah jaringan jalan raya darat dan kereta api
sehingga mempengaruhi perkembangan industri dan
perdagangan.
b. Periode Tahun 1910 – 1937
Pada periode ini Kota Cirebon disahkan menjadi Gemeente
Cheirebon dengan luas wilayah 1.1000 hektar dan
berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 Nomor 122 dan Stlb
1926 Nomor 370).
c. Periode 1937 – 1967
Tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.4500 hektar
dan 1957 status pemerintahannya ditetapkan menjadi Kota
Pradja dengan luas wilayah 3.300 hektar. Dan setelah
ditetapkan menjadi Kotamadya pada tahun 1965 luas
wilayahnya bertambah menjadi 3.600 hektar.
d. Periode 1967 – Sekarang
Luas wilayah Kota Cirebon sampai saat ini adalah 3.755,82
hektar, dengan jumlah penduduk 319.353 jiwa (berdasarkan
Data Agregat Kependudukan Kecamatan tahun 2012).
Urutan nama-nama yang pernah memimpin Kota Cirebon
dari jaman penjajahan Belanda sampai sekarang adalah :
3
1. 1920 – 1925 : Burger Meester YH. Johan
2. 1925 – 1928 : Burger Meester SE. Hotman
3. 1928 – 1933 : Burger Meester Gostrom Slede
4. 1933 – 1938 : Burger Meester HEC Kontie
5. 1938 – 1942 : Burger Meester HSC Hupen
6. 1942 – 1943 : SHITJO Asikin Nataatmadja
7. 1943 – 1949 : SHITJO Muniran Surianegara
8. 1949 – 1950 : Prinata Kusuma
9. 1950 – 1954 : Mustofa Suryadi
10.1954 – 1957 : Hardian Karta Atmadja
11.1957 – 1959 : Prawira Amijaya
12.1959 – 1960 : Moh. Safei
13.1960 – 1965 : RSA. Prabowo
14.1965 – 1966 : R. Sukardi
15.1966 – 1974 : Tatang Suwardi
16.1974 – 1981 : H. Abung Koesman
17.1981 – 1983 : Drs. H. Ahmad Endang
18.1983 – 1988 : Drs. Dasawarsa
19.1988 – 1998 : Drs. H. Kumaedhi Syafrudin
20.1998 – 2003 : Drs. H. Lasmana Suriaatmadja, M.Si
21.2003 – 2008 : Walikota : Subardi, S.Pd
Wakil Walikota : Drs. H. Agus Alwafier,By, MBA
22.2008 – 2013 : Walikota : Subardi, S.Pd
Wakil Walikota : H. Sunaryo HW, SIP,
MM
23.2013 – 2015 : Walikota : Drs. H. Ano Sutrisno,
MM
Wakil Walikota : Drs. Nasrudin Azis, SH
4
24. 2015 – 2018 : Walikota : Drs. Nasrudin Azis, SH
(Pergantian Antar Waktu tahun 2015)
Wakil Walikota : .....................................
3. Kondisi Geografis
Kota Cirebon terletak pada 108º33 Bujur Timur dan 6º41
Lintang Selatan pada pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur
Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur ±11 Km dengan
ketinggian dari permukaan laut ±5 M (termasuk dataran rendah).
Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km
dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta.
Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan
menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai
menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih
luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota
Cirebon adalah 3.735,82 hektar atau ±37 km2 dengan dominasi
penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian
(38%). Terbagi dalam 5 kecamatan dan 22 kelurahan.
Wilayah Kota Cirebon dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Sungai Kedung Pane
Sebelah Barat : S. Banjir Kanal/ Kabupaten Cirebon
Sebelah Selatan : Sungai Kalijaga
Sebelah Timur : Laut Jawa
Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah
dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan
lereng antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah
berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 %
merupakan pinggiran.
Terdapat 4 (empat) buah sungai yang cukup besar yaitu :
Sungai Kedung Pane
5
Sungai Sukalila
Sungai Kesunean
Sungai Kalijaga
Kondisi air tanah agak dipengaruhi oleh intrusi air laut dan relatif
dangkal.
Peta Kota Cirebon
6
4. Kondisi Topografi
Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan
ketinggian bervariasi antara 0-150 meter di atas permukaan
laut. Berdasarkan presentase kemiringan, wilayah kota Cirebon
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
kemiringan 0-3% tersebar di sebagian wilayah kota Cirebon,
kecuali sebagian Kecamatan Harjamukti.
Kemiringan 3-8% tersebar di sebagian besar wilayah
Kelurahan Kalijaga, sebagian kecil Kelurahan Harjamukti,
Kecamatan Harjamukti.
Kemiringan 8-15% tersebar di sebagian wilayah Kelurahan
Argasurya, kecamatan Harjamukti.
Kemiringan 15-25% tersebar di wilayah Kelurahan
Argasurya, kecamatan Harjamukti.
5. Kondisi Hidrologi dan Hidrogeologi
Di Kota Cirebon terdapat 4 sungai yang tersebar
merata di seluruh wilayah, yaitu sungai Kedungpane, sungai
Sukalila (penyatuan dari sungai Sicemplung dan sungai Sijarak),
sungai Kesunean dan sungai Kalijaga (penyatuan sungai
Cikalong, sungai Cideng, dan sungai Lunyu).
Keadaan air tanah di kota Cirebon pada umumnya
dipengaruhi oleh intrusi air laut. Di beberapa wilayah kondisi air
tanah relatif sangat rendah (1 meter) dan rasanya agak asin,
sehingga tidak bisa digunakan untuk kebutuhan air minum.
6. Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kota Cirebon keadaan sampai
dengan akhir Tahun 2012 sebanyak 319.353 jiwa (berdasarkan
Data Agregat Kependudukan Kecamatan tahun 2012).
7
Pemilu LegislatifPemilu Presiden dan Wakil
Presiden
Partisipasi Masyarakat (%) Partisipasi Masyarakat (%)
1 KEC. HARJAMUKTI 72.47 71.89
2 KEC. KESAMBI 72.69 74.05
3 KEC. PEKALIPAN 69.30 74.91
4 KEC. LEMAHWUNGKUK 71.60 75.05
5 KEC. KEJAKSAN 74.60 73.67
Rata - Rata 72.13 73.91
No. KECAMATAN
Sedangkan jumlah penduduk yang memiliki hak pilih
(Pemilih) pada Pemilu Legislatif pada Tahun 2014, berdasarkan
Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 233.270 Jiwa.
7. Kondisi Politik
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada
Pasal 26 Ayat (2) huruf d bahwa kabupaten/kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan
400.000 (empat ratus ribu) orang memperoleh alokasi 35 (tiga
puluh lima) kursi, maka jumlah kursi DPRD Kota Cirebon masa
jabatan 2014 – 2019 sebanyak 35 kursi. Sedangkan Partai
Politik Peserta Pemilu Tahun 2014 yang memperoleh kursi di
DPRD Kota Cirebon sebanyak 11 (sebelas) Partai Politik
dengan perolehan kursi sebagai berikut :
Tabel. 1.2Tabel Partisipasi Masyarakat Kota Cirebon
Dalam Pemilu Tahun 2014
Tabel. 1.1Tabel Rekapitulasi Perolehan Kursi Partai Politik
8
Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKota Cirebon Tahun 2014
B. Latar BelakangRiset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam
manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas
akademik mengenai suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh
memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang
menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan
kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi
dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional
dengan proses yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen
penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi
perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut
partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap
DAPIL 1 DAPIL 2 DAPIL 31 2 3 4 5 6 7 11
1 PARTAI NasDem 4311 6309 7411 18031 11.12% 4
2 PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 3822 2234 2218 8274 5.10% 2
3 PARTAI KEADILAN SEJAHTERA 3135 4305 4499 11939 7.36% 3
4 PDI PERJUANGAN 10574 11492 9835 31901 19.68% 7
5 PARTAI GOLONGAN KARYA 6514 8630 6706 21850 13.48% 4
6 PARTAI GERINDRA 5367 3159 5470 13996 8.63% 3
7 PARTAI DEMOKRAT 3814 4781 4744 13339 8.23% 3
8 PARTAI AMANAT NASIONAL 4833 3247 4817 12897 7.96% 3
9 PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 2795 2477 1908 7180 4.43% 2
10 PARTAI HATI NURANI RAKYAT 4815 3274 3653 11742 7.24% 3
11 PARTAI BULAN BINTANG 2741 1957 1139 5837 3.60% 0
12 PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA 2964 1308 847 5119 3.16% 1
JUMLAH 55685 53173 53247 162105 100.00% 35
JUMLAHPEROLEHAN
KURSINOMOR PARTAI POLITIK
PEROLEHAN SUARA JUMLAHSUARA SAH %
9
pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak
diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan
pertanyaan.
Partisipasi pemilih dalam Pemilu merupakan syarat
terpenuhinya sistem demokrasi yang berbasis kedaulatan rakyat.
Peningkatan partisipasi secara kualitas dan kuantitas akan
meningkatkan “posisi tawar” (bargaining position) antara rakyat dan
pemerintah serta memperkuat sistem pemerintah sebagai
“government by and for the people”.
Selain itu, partisipasi pemilih dalam Pemilu juga
menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif untuk
memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat.
Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu
diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak
sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik
warga, dan langkanya kesukarelaan politik.
Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk
diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya,
partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan.
Oleh karena itu, program riset menjadi aktivitas yang tidak
terhindarkan dalam manajemen pemilu.
C. Rumusan MasalahDalam pelaksanaan Riset tentang partisipasi masyarakat
dalam pemilu KPU Kota Cirebon berpedoman kepada Surat Ketua
KPU Nomor 155/KPU/IV/2015 tanggal 6 April 2015 perihal Pedoman
Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu, dan Surat Ketua Komisi
Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat Nomor 169/KPU-Prov-
011/IV/2015 Tanggal 10 April 2015 perihal Pembagian tema Riset
tentang Partisipasi dalam Pemilu, yang mana KPU Kota Cirebon
memperoleh tema Riset Perilaku Pemilih (Voter Behaviour).
10
Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih
untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa
seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau
peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat
dikemukakan oleh setiap pemilih.
Persoalannya adalah, sejauh mana pilihan-pilihan itu bersifat
rasional ? Dengan kata lain, sejauh mana pilihan politik mereka
berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau
peserta pemilu itu. Apakah rekam jejak, program atau janji peseta
pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain. Riset ini penting
untuk mengetahui tingat rasionalitas pemilih dalam pemilu.
Terkait pelaksanaan Riset tersebut KPU Provinsi Jawa Barat
mengundang KPU Kabupaten/Kota seluruh Jawa Barat melalui Surat
Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat Nomor
569/KPU.Prov.-011/V/2015 Tanggal 21 Mei 2015 perihal Konsolidasi
Program Sosialisasi dan Peningkatan Partisipasi masyarakat dalam
Pilkada untuk melakukan Konsolidasi dan Focus Group Discussion
(FGD) mengenai riset yang sedang dilaksanakan di KPU
Kabupaten/Kota.
Dalam FGD tersebut KPU Kota Cirebon beserta KPU Kota
Bogor, KPU Kabupaten Bandung, KPU Kabupaten Karawang, dan
KPU Kabupaten Subang melakukan FGD bersama-sama karena
memperoleh tema Riset Perilaku Pemilih (Voter Behaviour).
Dalam FGD tersebut menghasilkan beberapa poin penting
untuk melaksanakan Riset mengenai Perilaku Pemilih (Voter
Behaviour), yaitu :
11
Variabel Konsep variabelDimensi
(jumlah sampling)Indikator
(capaian Target)
Perilakupemilihrasional
Faktor
pendidikan
Faktor
kesejahteraan
ekonomi
Pengaruh
media massa
Letak geografis
Menentukan
jumlah sampling
berdasarkan
angka partisipasi
pada pileg dan
pilpres 2014
(Tinggi / Rendah)
Menentukan
jumlah sampling
secara acak.
Apa yang
sangat
mempengaruhi
perilaku pemilih
rasional yang
dominan
berdasarkan
konsep variabel
yang telah
ditentukan
Perilakupemilihemosional
Faktor
pendidikan
Faktor
kesejahteraan
ekonomi
Pengaruh
media massa
Letak geografis
Pengaruh dari
Tokoh
masyarakat
Menentukan
jumlah sampling
berdasarkan
angka partisipasi
pada pileg dan
pilpres 2014
(Tinggi / Rendah)
Menentukan
jumlah sampling
secara acak.
Apa yang
sangat
mempengaruhi
perilaku pemilih
emosional yang
dominan
berdasarkan
konsep variabel
yang telah
ditentukan
D. Tujuan PenelitianTujuan melakukan Riset mengenai tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam Pemilu 2014 di KPU Kota Cirebon yang
memperoleh tema Perilaku Pemilih (Voter Behaviour) adalah sebagai
berikut :
12
1. Umum :
a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu.
b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan
memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya
2. Khusus :
a. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang
terkait dengan partisipasi dalam pemilu.
b. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan
yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam
pemilu.
E. Manfaat PenelitianManfaat dari pelaksanaan Riset mengenai tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam Pemilu 2014 yang memperoleh tema Perilaku
Pemilih (Voter Behaviour) ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait
dengan partisipasi masyarakat. Dan diharapkan kedepannya bisa
dijadikan acuan atau dasar untuk bisa melakukan sosialisasi yang
tepat kepada pemilih/masyarakat sehingga partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pemilu bisa meningkat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
2.1. Partisipasi Politik
Partisipasi secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam
konteks politik hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam
berbagai proses politik. Partisipasi Politik adalah keterlibatan
warga Negara dalam membuat keputusan, melaksanakan
keputusan, mempengaruhi proses pengambilan keputusan,
mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan
dengan keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap
individu dalam hierarki system politik.
Partisipasi politik dalam riset ini adalah faktor yang
menentukan apakah Pemilu yang berlangsung berhasil atau
tidak, semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, maka tingkat
keberhasilan Pemilu semakin tinggi. Dan adakah pengaruh nya
dalam memberikan suara.
Dalam analisa modern, partisipasi politik merupakan suatu
masalah yang penting dan banyak dipelajari terutama dalam
hubungan dengan Negara-negara berkembang. Secara umum
dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik antara lain dengan jalan memilih pemimpin
negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup
tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting)
atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota
14
parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial
dengan direct actionnya, dan sebagainya.
Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik
seperti memberikan suara atau kegiatan lain, terdorong oleh
keyakinan bahwa melalui kegiatan tersebut kepentingan mereka
akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan
mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari yang
berwenang untuk membuat keputusan mengikat. Dengan kata
lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek
politik (political efficacy).
Herbert McClosky seoarang tokoh dalam masalah partisipasi
berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan- kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara
langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum. (The term political participation will refer to those
voluntary activities by which members of society share in the selection
of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy)
Partisipasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas
dua bagian, yaitu :
1. Partisipasi Aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output
dan input politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif
adalah, mengajukan usul mengenai suatu kebijakan yang
dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk
meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memlih
pemimpin pemerintah.
2. Partisipasi Pasif, yaitu keiatan yang hanya berorientasi pada
output politik. Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis
partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan dan peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah tanpa mengajukan kritik
dan usulan perbaikan.
15
2.2. Perspektif Teori Perilaku Pemilih
Definisi pemilih menurut Joko J Prihatmoko (2005: 46)
pemilih adalah sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama
para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar
mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada
kontestan yang bersangkutan. Pemilih merupakan bagian dari
masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konsisten partai
politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok.
Terdapat kelompok masyarakat yang memang non partisipan,
dimana idiologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada
suatu partai politik tertentu. Mereka ‘menunggu’ sampai ada
suatu partai politik yang bisa menawarkan program politik yang
bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka
sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.
Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 pemilih adalah warga
Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun, atau
sudah pernah kawin. Tetapi dalam pelaksananaan Pemilihan
Umum ( Pemilu) yang berhak memberikan hak pilihnya adalah
pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap ( DPT) yang
telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU)
Motivasi pemilih itu berubah –ubah dengan kepentingannya.
Dalam konteks pemilih, perilaku memilih menurut jack C. Palno
adalah dimaksudkan sebagai studi yang memusatkan diri pada
bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan
rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa
mereka melakukan pilihan itu.
Behavioral Ritzer (2007:356) mengatakan sosiologi perilaku
berawal dari behavioral, dimana sosiologi perilaku memusatkan
perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang
aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap
16
perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk pengkondisian
operan (operant condisioning) atau proses belajar melaluinya
perilaku diubah oleh konsekuensinya. Dalam teori behavioral
dikenal pemahaman reinforcement yang dapat diartikan sebagai
reward (ganjaran). Perulangan atas suatu tindakan tidak dapat
dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap tindakan itu sendiri.
Perulangan ini dirumuskan dalam pengertian terhadap aktor.
Dimana suatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh terhadap
aktor, maka tindakannya tidak akan diulang.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih
Adnan Nursal (2004:37) menguraikan sejumlah orientasi pemilih
dalam ajang pemilihan umum, antara lain :
1. Sosial imagery atau citra sosial (pengelompokan sosial),
menunjukan stereotip kandidat atau partai untuk menarik
pemilih dengan menciptakan asosiasi antar kandidat atau
partai dengan segmen - segmen tertentu dalam masyarakat.
Social imagery adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih
mengenai “berada” didalarn kelompok sosial mana atau
tergolong sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik.
Social imagery dapat terjadi berdasarkan banyak faktor
antara lain :
a. Demografi
1) Usia (contoh : partai anak muda)
2) Gender (contoh : calon pemimpin dari kelompok hawa)
3) Agama (contoh : partai bercorak Islam, Katolik)
b. Sosio ekonomi
1) Pekerjaan (contoh : partai kaum buruh)
17
2) Pendapatan (contoh : partai wong cilik)
c. Kultur dan etnik
1) Kultur (contoh : kandidat adalah seniman, santri)
2) Etnik (contoh : orang Jawa, Sulawesi)
d. Politis-ideologi (contoh : partai nasionalis, partai agamis,
partai konservatif, partai moderat).
2. Identifikasi partai, bisa menjadi salah satu faktor yang cukup
signifikan dalam menentukan pilihan politik sesuai dengan
kedekatan terhadap suatu partai yang dihubungkan dengan
kandidat.
3. Identifikasi kandidat
a. Emosional feelings, dimensi emosional yang terpancar dari
sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukan oleh
police making yang ditawarkan.
b. Kandidat personality, mengaju pada sifat-sifat pribadi yang
penting yang dianggap sebagai karakter kandidat.
4. Isu dan kebijakan politik, pengaruh isu dan program bisa
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku
pemilih. Semakin tingginya pendidikan pemilih, yang bisa
meningkatkan daya kritis, semakin menyebabkan pentingnya
peranan isu dan program.
5. Peristiwa-peristiwa tertentu
a. Current events, mengacu pada himpunan peristiwa, isu,
dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama
kampanye.
18
b. Personal events, mengacu pada peristiwa pribadi dan
peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang
kandidat. Misalnya, skandal seksual, skandal bisnis,
menjadi korban rezim, pernah ikut berjuang dan lain-lain.
6. Epistemic, adalah isu-isu pemilihan yang spesifik dimana
dapat memicu keingintahuan pemilih mengenai hal-hal
tertentu.
Selanjutnya Lipset (2007:181) juga mengemukakan, perilaku
pemilih akan dipengaruhi oleh struktur sosial seorang individu,
seperti kelompok politik dan sistem politik yang melekat pada
individu berdasarkan etnis, agama, atau sistem ekonomi regional.
Kemudian Upe (2008:205) menurut hasil penelitiannya
menyimpulkan terdapat enam variabel atau faktor sebagai
stimulus politik yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam
memilih kandidat, antara lain :
1. Identifikasi figure Dalam proses Pilkada langsung disebut
juga sebagai pemilihan perorangan, hanya saja proses
pencalonan melalui seleksi partai politik yang memiliki
persentase kursi legislatif yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Bahkan saat ini sudah
dimungkinkan pencalonan diluar partai atau lebih dikenal
dengan calon independent. Oleh sebab itu, harapan dari
momentum ini adalah terpilihnya figur yang berkualitas,
sehingga mampu membawa perubahan kearah yang lebih
baik, tentu dengan melihat sosok calon pemimpin yang
berkemampuan dan profesional.
2. Identifikasi partai politik yang mengusung Secara
sosiologis ada kemungkinan faktor ini dapat memberikan
kontribusi yang cukup signifikan. Dimana pemilih
19
mengaitkan pilihannya dengan kelompok sosialnya, dalam
hal ini partai politik.
3. Isu kampanye Kampanye merupakan proses penyampaian
program dari masing-masing pasangan calon melalui
pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi
persepsi, sikap dan perilaku pemilih.
4. Faktor juru kampanye Juru kampanye yang dimaksud
yakni siapa saja yang aktif menyampaikan program-
program pasangan calon, baik pada saat kampanye
maupun diluar kampanye. Tentu saja para juru kampanye
tersebut memiliki ikatan yang lebih dekat dengan
konstituen di sekitar mereka.
5. Pertimbangan insentif (hibah politik) Fenomena menarik
dalam pilkada adalah maraknya kapitalisme pilkada.
Pertama, sebuah partai memiliki kewenangan untuk
menuntut kontribusi kepada partai politik yang akan
mengusungnya. Kedua, dalam kondisi pemilih yang masih
sangat terbatas baik aspek ekonomi maupun politik, bisa
dimanfaatkan para pihak kandidat untuk mendapatkan
suara, dalam hal ini disebut hibah politik.
6. Faktor kelompok penekan (pressure group) Ajang Pilkada
langsung merupakan sebuah ajang demokratis, namun
juga tidak menutup kemungkinan terjadinya praktek
premanisme atau apapun bentuknya yang menekan
pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Selain itu juga ada
tekanan dari kelompok dimana masing-masing individu
berada seperti keluarga, pertemanan, lingkungan
pekerjaan dan sebagainya.
20
2.4. Tipe Perilaku Pemilih
Popkin dalam Nursal (2004:37) membedakan antara pilihan
potitik sebagai wujud perilaku politik dengan pilihan pribadi
tethadap produk-produk konsumtif sebagaimana dalam perilaku
ekonomi. Menurutnya ada empat hal yang membedakan
perilaku tersebut. Pertama, memilih kandidat politik, secara tidak
Iangsung dirasakan manfaatnya sebagaimana pilihan terhadap
produk konsumtif, melainkan manfaatnya diperoleh di masa
depan. Kedua, pilihan politik merupakan tindakan kolektif
dimana kemenangan ditentukan oleh perolehan suara
terbanyak. Jadi pilihan seseorang senantiasa
mempertimbangkan pilihan orang lain. Ketiga, pilihan politik
senantiasa diperhadapakan dengan ketidakpastian utamanya
untuk memenuhi janji politiknya. Keempat, pilihan politik
membutuhkan informasi yang intensif demi tercapainya manfaat
dimasa depan.
Kemudian juga. secara umum tipe perilaku pemilih
sebagaimana yang dikemukakan oleh Newman dalam Nursal
(2004:126). Terdiri atas segmen-segmen sebagai berikut :
1. Segmen pemilih rasional Yaitu kelompok pemilihan yang
mernfokuskan perhatiannya pada faktor isu dan kebijakan
kontestan dalam menentukan pilihan politiknya.
2. Segmen pemilih emosional Yaitu kelompok pemilih yang
dipengaruhi oleh perasaan-perasaan tertentu seperti
kesedihan, kekhawatiran, dan kegembiraan terhadap
harapan tertentu dalam menentukan pilihan politiknya.
Faktor emosional ini sangat ditentukan oleh personalitas
kandidat.
21
3. Segmen pemilih sosial Yaitu kelompok pemilih yang
mengasosiasikan kontestan dengan kelompokkelompok
sosial tertentu dalam menentukan pilihan politiknya.
4. Segmen pemilih situasional Yaitu kelompok pemilih yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional tertentu dalam
menentukan pilihan politiknya.
Menurut Upe (2008 :255) yang didasarkan pada realitas locus
penelitian menunjukan bahwa, perilaku politik pemilih
mencirikan model diakhronik, yaitu rasionalitas perilaku pemilih
dengan mempertimbangkan jangka waktu percapaian tujuan.
Derajat rasionalitas tersebut tersusun dalam tiga rentang
waktu, yakni rasionalitas retrospektif, rasionalitas pragmatis-
adaptif, dan rasionalitas prospektif.
1. Model rasional retrospektif Yaitu kemampuan pemilih
untuk memilih berdasarkan penilaiannya pada
penampilan kontestan pada masa yang lalu. Perilaku
memilih retrospektif (retro, spektif, voting) tidak ubahnya
seperti memberikan ganjaran atau hukuman kepada
kontestan. Rasionalitas retrospektif diarahkan pada figur
dan partai politik. Dalam artian, reward maupun
punishment diarahkan pada kandidat, parpol
mengusung, dan juru kampanye.
2. Model rasionalitas pragmatis-adaptif Tipe rasionalitas ini
didasarkan atau disesuaikan pada stimulus politik yang
muncul pada momen pemilihan. Perilaku pragmatisme-
adaptif muncul akihat pesimisme masa depan dan janji
kampanye yang sekadar “isapan jempol” akhirnya
mendorong pemilih menjadi pragmatis (pragmatic
voting). Belum lagi adanya anggapan siapapun yang
22
berkuasa tidak akan mampu melakukan perubahan
signifikan. Rasionalitas model ini tidak mengikuti tradisi
model prospektif (masa depan) dan tidak pula
didasarkan pada model retrospektif (pandangan masa
lalu). Melainkan sifatnya flekksibel dan kondisional. Atau
dengan kata lain model pragmatis-adaptif, yaitu perilaku
pemilih yang diorientasikan pada waktu sekarang,
pemilih hanya semata melihat kepentingan sesaat.
3. Model rasionalitas prospektif Model rasionalitas yang
dimaksud adalah perilaku pemilih yang didasarkan pada
orientasi masa depan yang lebih panjang (prospective
voting). Perilaku pemilih dalam model prospektif dalam
menentukan pilihannya didasarkan pada visi misi
kandidat, rekam jejak kandidat (track record), integritas,
keahlian, dan program yang ditawarkan. Motivasi utama
atau tujuan yang ingin dicapai oleh pemilih dari
pemberian suaranya pada salah satu pasangan calon
yaitu menginginkan pemimpin yang benar-benar dengan
dianggap kapabel dalam menjalankan roda
pcmerintahan yang good governance and clean
governance. Rasionalitas perilaku pemilih paling tinggi
berdasarkan semangat dan makna pilkada langsung.
Dimana pemilih tipe ini adalah pemilih yang aktif
mengakses dan mencari informasi-informasi tentang apa
yang akan dilakukannya.
2.5. Pendekatan Perilaku PemilihDalam Asfar (2006:112) menyatakan bahwa terdapat tiga
macam atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan
perilaku pemilih, atau dalam istilahnya Roth disebut perilaku
23
pemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam
beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari,
serta memiliki urutan kronologis yang jelas. Pendekatan ini
terletak pada titik beratnya : model sosiologis untuk
menerangkan perilaku pemilu, model psikologi sosial dan model
pilihan rasional.
1. Pendekatan sosiologis atau sosial struktural
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa
karakeristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan
pemilih. Bahwa pendekatan sosiologi atau lebih tepatnya
pendekatan sosial struktural untuk menerangkan perilaku
pemilu, secara logis terbagi atas model penjelasan
mikrososiologis dan penjelasan makrososiologis. Model
penjelasan mikrososiologis lebih dikenal dengan sebutan
mazhab Columbia (Columbia school). Sedangkan model
penjelasan makrososiologis dari Seymour Martin Lipset dan
Stein Rokkan, didasarkan atas pengamatan perilaku pemilu
lazarsfeld. Model ini menelaah perilaku pemilu diseluruh
tingkatan atau lapisan masyarakat secara keseluruhan
Selanjutnya Roth mengatakan dasar model penjelasan
mikrososiologis berasal dari teori lingkaran sosial yang
diformulasikan oleh George Simmel (1890) pada akhir abad
lalu. Menurut teori ini setiap manusia terikat di dalam
berbagai lingkaran sosial, contohnya keluarga, lingkaran
rekan-rekan, tempat kerja dsb. Sedangkan model penjelasan
makrososiologis, mengacu kepada konflik-konflik mendasar
yang biasanya muncul di masyarakat, yang kesetimbanganya
perlu dipertahankan dalam sebuah demokrasi. Biasanya
24
status sosial struktural dilakukan dengan melihat
keanggotaan seseorang dalam berbagai kelompok profesi
yang ada. Secara keseluruhan, pendekatan sosial struktural
dapat memberikan penielasan yang sangat baik mengenal
perilaku pemilu yang konstan. Namun tetap tidak dapat
memberikan penjelasan mengenai penyebab pindahnya
seorang individu kepartai (pilihan) politik lain.
2. Pendekatan sosial psikologis
Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang
merupakan refleksi kepribadian seseorang yang menjadi
variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi
perilaku politik seseorang. Sementara pendekatan pemilu dari
Columbia School lebih mengaitkan perilaku pemilu dengan
konteks kemasyarakatan dimana individu tersebut bernaung.
Maka sekelompok ahli -ahli ilmu sosial dari University Of
Michigan di Ann Arbor lebih menempatkan sang individu itu
sendiri sebagai pusat perhatian mereka. Menurut Ann Arbor
School, persepsi dan penilaian pribadi terhadap sang
kandidat atau tema-tema yang diangkat (pengaruh jangka
pendek) sangat berpengaruh terhadap pilihan pemilu yang
dijatuhkan selain itu, “keanggotaan psikologis” dalam sebuah
partai yang dapat diukur dalam bentuk variabel identitikasi
partai, turut mempengaruhi pilihan pemilu. Hal mana
merupakan hasil berbagai pengaruh jangka panjang. Oleh
karena itu, keputusan pemilu masing-masing individu secara
primer tidak ditentukan secara sosial struktural. melainkan
lebih merupakan hasil pengaruh jangka pendek dan jangka
panjang terhadap sang individu.
Pendekatan sosial psikologis berusaha untuk menerangkan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pemilu
25
jangka pendek atau keputusan pemilu yang diambil dalam
waktu yang singkat Hal ini berusaha dijelaskan melalui trias
determinin yakni identifikasi partai, orientasi kandidat, dan
orientasi isu/tema.
Sebagaimana yang dikemukakan Campbell bahwa
pendekatan sosial psikologis, membedakan antara kekuatan,
arah dan intensitas orientasi, baik dalam orientasi isu,
maupun orientasi kandidat. Dimana tema-tema khusus itu
hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila
memenuhi tiga persyaratan dasar ; tema tersebut harus
ditangkap oleh pemilih, tema tersebut dianggap penting oleh
pemilih, dan pada akhimya pemilih harus mampu
menggolongkan posisi pribadinya (baik seeara positif maupun
negatif) terhadap pemecahan konsep yang ditawarkan oleh
sekurang-kurangnya satu partai. Apabila dilihat seeara
keseluruhan maka pendekatan sosial psikologis dapat
memberikan tambahan yang berarti kepada model
penjelasan sosial struktural bagi perilaku pemilu. Dengan
demikian, maka pengaruh jangka pendek harus dapat
dipertimbangkan dalam menilai perilaku pemilu. Terutama
dalam menjelaskan perilaku pemilu yang berubah-ubah.
3. Pendekatan rasional
Melihat bahwa pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan
penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang
diajukan, berdasarkan pertimbangan rasional yang paling
menguntungkan. Pusat perhatian berbagai pendekatan teoritis
mengenai perilaku pemilu yang rasional terletak pada
perhitungan biaya dan manfaat. Menurut pendekatan ini, yang
menentukan sadar sebuah pemilu bukannya karena adanya
26
sebuah ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau
ikatan partai yang kuat, melainkan penilaian warga rasional
yang cakap, melihat bahwa pemilih akan menentukan pilihan
berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat
yang diajukan. Artinya pemilih sebagai aktor dapat
menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan rasional. Dengan demikian pemilih rasional
tidak hanya rnemilih alternatif yang paling menguntungkan
atau mendatangkan kerugian yang paling sedikit, tetapi juga
memilih altematif yang dianggap menimbulkan resiko yang
kecil dan mendahulukan selamat. Disini para pemilih dianggap
mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik yang
diajukan, begitu juga mampu menilai calon yang ditampilkan.
Secara sederhana pendekatan ini memiliki langkah-langkah
dalam menentukan pilihannya. Pertama, kalkulasi keuntungan
yang diperoleh untuk masing-masing kemenangan kandidat.
Kedua, memuat urutan kandidat yang paling menguntungkan
hingga yang paling tidak menguntungkan. Ketiga, menentukan
pilihan kepada yang paling menguntungkan (Asfar, 2006:112).
Menurut Firmasyah (2004) pertimbangan pemilih yang
mempengaruhi terbagi atas tiga factor secara bersamaan :
1) Kondisi awal pemilih
Faktor pertama adalah kondisi awal, seperti kondisi social
budaya dan nilai tradisional, selain itu pula tingkat
pendidikan dan ekonomi
2) Media Massa
Media massa memiliki keberpihakan dan bias dlam
memberikan informasi kontestan
27
3) Partai politik atau konstestan
Faktor ketiga yaitu karakteristik dari partai politik dan
konstestan itu sendiri, seperti reputasi partai politik, waktu
yang dibutuhkan oleh kontestan dalam membangun
reputasi, kepemimpinan.
Ketiga hal ini akam mempengaruhi judgement pemilih
tentang kedekatan dan ketertarikan mereka tentang partai
politik.
Konfigurasi ketiga hal ini terhadap tipologi pemilih bisa
dilihat pada bagan di bawah ini :
Kondisi awal1. Sosial budaya
pemilih2. Nilai tradisional
pemilih3. Level
pendidikan danekonomi
4. Dll.
Media massa1. Data, informasi
dan beritamedia massa
2. Ulasan ahli3. Permasalahn
terkini4. Perkembangan
tren situasi
Partai politik/kontestan
1. Catatan kinerja
dan reputasi
2. Marketing politik
3. Program kerja
4. System nilai
PEMILIH
Partaipolitik/kontestanIdeology Policy problem
28
2.6. Jenis – Jenis Pemilih1. Pemilih Rasional
Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu
mementingkan ikatan idiologi kepada suatu partai politik atau
seorang kontestan dan memiliki orientasi tinggi pada ‘policy
problem solving ‘ Hal terpenting bagi pemilih jenis ini adalah apa
yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau
seorang kontestan pemilu. Faktor seperti paham asal-usul, nilai
tradisional, budaya, agama dan psikografis memang
dipertimbangkan juga tetapi bukan hal yang signifikan.
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupkan perpaduan antara tingginya
orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan
dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya
orientasi mereka akanhal-hal yamng bersifat idiologis. Proses
untuk menjadi jenis pemilih ini bisa terjadi melalui 2 (dua) hal
yaitu : pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai idiologis
sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau peserta
pemilu mana mereka akan bepihak dan selanjutnya mereka
akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan,
kedua, bisa juga terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik dulu
dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai /peserta
baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang
melatarbelakangi pembuatan subuah kebijakan. Pemilih jenis ini
adalah pemilih yang kritis, artinya mereka akan selalu
menganalisis kaitan antara system partai ideology dengan
kebijakan yang dibuat.
29
3. Pemilih Tradisional
Pemilih jenis ini memiliki orientasi ideology yang sangat
tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau
seorang peserta sebagai sesuatu yang penting dalam
pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat
mengutamakan kedekatan sosial- budaya, nilai , asal usul,
paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai
politik atau peserta pemilu. Kebijakan seperti yang berhubungan
dengan masalah ekonomi, kesejahteraan, pendidikan dll,
dianggap sebagai prioritas kedua. Pemilih jenis ini sangat
mudah dimobilisasi selama masa kampanye, pemilih jenis ini
memiliki loyalist yang sangat tinggi . Mereka menganggap apa
saja yang dikatakan oleh seorang peserta pemilu atau partai
politik yang merupakan suatu kebenaran yang tidak bisa ditawar
lagi. Loyaliats tinggi merupakan salah satu cirri yang paling
kelihatan bagi pemilih jenis ini.
4. Pemilih Skepsis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideology yang cukup
tinggi dengan sebuah partai politik atau peserta, pemilih ini
juga tidak menjadikan sebuah kenijakan menjadi suatu hal
penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu,
biasanya mereka melakukan secara acak atau random.
Mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang menjadi
pemenang dalam pemilu hasilnya sama saja, tidak ada
perubahan yang berarti yang dapat terbagi bagi kondisi
Daerah/ Negara karena ikatan idiologis mereka
meangrendah sekali dan juga kurang memeperdulikan
program kerja atau platform dan kebijakan sebuah partai
politik.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Adapun beberapa variablel – variabel penelitian tersebut yaitu
1) Variabel Bebas (Independent)
Yaitu variabel yang dianggap berpengaruh atau menghasilkan sesuatu,
yang termasuk variabel bebas yaitu Pendidikan (X1) dan Ekonomi (X2),
Media masa (X3 ), Geografis (X4)
2) Variabel Terikat (Dependen)
Yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas, yang termasuk dalam variabel terikat yaitu Rasional/
Emosional (Y).
B. Operasional Variabel
1. PendidikanDalam hal ini yanng dimaksud pendidikan adalah pengetahuan tentang
Pemilu, Pilkada dan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan
pemilihan umum.
Pertanyaan no 1, 2, 3, 4, 6, 15 dan 21b
2. EkonomiDalam hal ini yang dimaksud dengan ekonomi adalah hal-hal yang
berhubungan dengan hak dan hal-hal yang berhubungan dengan uang
Pertanyaan no 16, 23, 24 dan 25
31
3. Media MassaDalam hal ini yang dimaksud dengan media massa adalah proses
sosialisasi, konumikasi dan informasi yang dilaksanakan dalam tahapan-
tahapan pemilihan umum
Pertanyaan no 9, 14, 17, 18, 19 dan 22
4. GeografisDalam hal ini yang dimaksud dengan geografis adalah kondisi lingkungan
internal maupun eksternal yang mendorong calon pemilih untuk mengambil
keputusan dalam pemilihan umum.
Pertanyaan no 5, 7, 8, 20 dan 21a
5. RasionalRasionalitas adalah alasan-alasan, harapan yang diinginkan, rasa percaya
dan tingkat kepuasan yang berhubungan dengan calon pemilih sehingga
dapat mengambil keputusan dalam pemilihan umum.
Pertanyaan no 10, 11, 12, 13, 26 dan 27
C. Data Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dapat diukur adalah jenis data deret waktu (time-series)
yaitu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang
didapat dalam beberapa interval waktu tertentu.
32
Sumber data yang diambil yaitu Data Primer dan Data Sekunder.
a. Data primer
Data primer mmerupakan data yang didapat dari sumber pertama, yaitu
mengumpulkan data primer dari jawaban responden atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam bentuk kuesioner.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data atau informasi kedua yang
berhubungan dengan masalah penelitian . Data itu berupa dokumen-
dokumen , seperti rekapitulasi jumlah pemilih, jumlah TPS, jumlah
responden maupun aktifitas sosial dan politik masyarakat yang
terangkum dalam politik masyarakat. Selain itu, data sekunder lainnya
dengan melakukan kajian pustaka, yang bersumber dari buku-buku,
karya ilmiah, jurnal, Koran internet, dan lain –lain yang berhubungan
dengan penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Untuk memperoleh
data tersebut, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi
Suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan
secara langsung maupun tidak langsung terhadap suatu obyek yang
33
diteliti, dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal
tertentu yang diamati.
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui perilaku atau keadaan
masyarakat Kota Cirebon terutama mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat pada pemilu. Dengan hasil
observasi ini, dimaksudkan untuk mempermudah riset ini dalam
memetakan pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) yang akan disebarkan
kepada sejumlah responden.
b. Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu
laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan dengan melihat
dokumen seperti monografi, catatan serta buku-buku yang ada.
Dokumentasi yang digunakan peneliti terkait dalam pokok
masalah yang peneliti ambil. Dokumen bisa berupa data-data dari KPU
Kota Cirebon setempat ataupun data dari lembaga-lembaga yang
terkait dengan pokok masalah riset ini.
c. Daftar pertanyaan/Angket (Kuesioner)
Daftar pertanyaan (kuesioner) adalah suatu daftar yang berisi
pertanyaan-pertanyaan untuk tujuan khusus yang memungkinkan
seorang analisis untuk mengumpulkan data dan pendapat dari para
responden yang telah dipilih. Daftar pertanyaan ini kemudian akan
dibagikan kepada para responden yang akan mengisinya sesuai
dengan pendapat mereka. Teknik penyebaran angket (kuesioner)
kepada sejumlah orang yang dijadikan sampel menggunakan metode
34
Purposive Random Sampling, yakni teknik pengambilan sampel diambil
sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau
sesuatu ersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi riset penelitian
ini.
d. Wawancara
Wawancara pda hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan
seorang peneliti untuk memperoleh pemahaman secara holistic
mengenai pandangan atau perspektif seseorang terhadap isu, tema
atau topic tertentu. Yakni dengan cara Tanya jawab secara lisan dan
tatap muka langsung kepada orang yang bersangkutan (yang
diinginkan peneliti).
Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data tambahan
dan memperkuat hasil kuesioner dalan riset penelitian ini. Dalam
wawancara ini, peneliti menggunakan metode wawancara santai ( tidak
terstruktur ) dengan beberapa orang yang memang berkapasitas dan
patut untuk dimintai keterangan mengenai permasalahan dalam riset
penelitian ini.
3. Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006:130) Populasi adalah "Keseluruhan subjek
penelitian". Apabila seseorang ingin meneliti sernua elemen yang ada
dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian
populasi.
35
Pengertian Sampel menurut Arikunto (2006:131) Sampel adalah
"Sebagian atau wakil populasi yang diteliti".
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.
Jika populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari seluruh yang
ada di populasi, hal seperti ini dikarenakan adanya keterbatasan dana
atau biaya, tenaga dan waktu, maka oleh sebab itu peneliti dapat
memakai sampel yang diambil dari populasi. Sampel yang akan diambil
dari populasi tersebut harus betul-betul representatif atau dapat mewakili
Penelitian diambil dari jumlah DPT Kota Cirebon Pemilu Legislatif
Tahun 2014 sebanyak 233.270 orang dan terbagi dalam 5 (lima)
kecamatan yaitu :
Tabel 3.1Jumlah Populsi Tersebar di 5 Kecamatan
NO NAMA DAERAH JUMLAH
1. Kejaksan 33.673
2. Lemahwungkuk 41.299
3. Harjamukti 79.825
4. Pekalipan 23.956
5. Kesambi 54.517
Total 233.270
36
Besaran atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari
besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun,
dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat
kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka
makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah
semakin besar jumlah sampel (semakin mendekati populasi) maka
semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin
kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar
peluang kesalahan generalisasi.
Penentuan sampel dalam riset ini menggunakan rumus sebagai
berikut :
Rumus Slovin n = N/N(d)2 + 1
keterangan :
n = sampel;
N = populasi;
d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.
Jumlah DPT Kota Cirebon dalam pemilihan legislatif tahun 2014 adalah
233.270, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka
jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 233.270/233.270(0,05)2 +1
= 399.31527 Pembulatan = 399
Jadi n = 399
37
Penentuan jumlah sampel dari jumlah DPT di tiap kecamatan
menggunakan Proportionate Stratified Random Sampling , sampel nya
memperhatikan strara ( tingkatan) dalam populasi.
Penentuan sampel di tiap kecamatan sebagai berikut :
Tabel 3.2
Jumlah Sebaran kuesioner di 5 Kecamatan
NO KECAMATAN JUMLAH
1. Kejaksan 58
2. Lemahwungkuk 71
3. Harjamukti 137
4. Pekalipan 41
5. Kesambi 93
4. Pengukuran Variabeldan Skala Data
Adapun pengukuran Variabel tersebut digunakan Skala Likert. Menurut
Kiener dalam Husein Umar (2005: 137) : "Skala Likert berhubungan dengan
pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju - tidak
setuju, senang- tidak senang, dan baik- tidak baik."
Dengan Alternatif Pilihan 1 sampai 5 jawaban pertanyaan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Nilai 4 : Untuk jawaban Baik artinya pertanyaan dianggap sesuai dengan
keadaan yang dirasakan oleh responden.
38
Nilai 3 : Untuk jawaban Cukup artinya tidak dapat menentukan atau apabila
responden tidak dapat menentukan dengan pasti apa yang
dirasakan.
Nilai 2 : Untuk jawaban Tidak Baik artinya tidak baik dengan pertayaan
karena tidak sesuai dengan apa yang dirasakan.
Nilai 1 : Untuk jawaban Sangat Tidak Baik artinya pertanyaan sangat tidak
balk dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.
D. Teknik Analisis Data
1. Uji RegresiSederhana dan Uji Regresi Berganda
a. Uji Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana digunakan untuk menghitung hubungan
fungsional antara satu variabel independen dengan satu variabel
dependen.
Untuk menentukan pengaruh antara variabel X1 (Pendidikan) dan
varlabel X2 (Ekonomi) X3 ( Media Massa) X4 (Geografis) dengan variabel
Y (Pemilih Rasional / emosional ), dinyatakan dengan rumus regresi
linier sederhana sebagaiberikut:
Sumber Sugiyono ( 2008: 270 )
Dimana :
Y :Pemilih Rasional/ Emosional
X : Pendidikan, Ekonomi, Media Massa, Geografis
Y = a + b X
39
a :Harga Y bila X=0 ( harga konstan )
b :Angka arah atau koefisien regresi
b. Uji Regresi Berganda
Uji regresi berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh
beberapa variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun
variabel yang akan diuji adalah X1 (Pendidikan) dan varlabel X2
(Ekonomi) X3 ( Media Massa) X4 (Geografis) dengan variabel Y (Pemilih
Rasional / emosional ).
Untuk mengetahui pengaruh antara variabel X1 (Pendidikan) dan
varlabel X2 (Ekonomi) X3 ( Media Massa) X4 (Geografis) dengan variabel
Y (Pemilih Rasional / emosional ), digunakan analisis regresi berganda,
yaitu sebagai berikut :
Sumber Sugiyono(2008:277)
Dimana :Y : Kinerja Pegawai
a : Harga Y bila X=0 (harga konstan)
b1.b2 : Angka arah atau koefisien regresi
X1.X2 : Budaya Organisasi dan Motivasi pegawai
Untuk keperluan interprestasi hasil perhitungan dari koefisien
korelasinya peneliti akan menggunakan ketentuan yang dikemukakan
oleh Sugiyono (2008:250) sebagai berikut:
Y = a + b1X1+ b2X2
40
Tabel 3 .3Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap koefisien
Kolerasi
2. Uji Hipotesis
a. Uji t
Pengujian Ini dimaksudkan untuk melihat apakah secara
individu variabel bebas (independent) memiliki pengaruh terhadap
variabel tidak bebas dengan asumsi variabel lainnya konstan. Uji
hipotesis digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh signifikan
antara ketiga variabel. Maka perhitungan ini menggunakan tabel,
juga dapat dihitung dengan u j i t.
R =
Sumber : Suglyono ( 2008:250 )
Dimana :
t = Uji signifikan
r = Korelasi
n = Jumlah sampel
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,000 - 0,1990,200 - 0,3990,400 - 0,5990,600 - 0, 7990,800 - 1,000
Sangat rendahRendahSedang
KuatSangat Kuat
)1(
)2(
2r
nr
41
b. Uji F
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel
bebas (I n d e p e n d e n t ) secara bersama-sama mempunyai pengaruh
terhadap variabel tidak bebas ( d e p e n d e n t ) .
Uji F ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh signifikan antara
ketiga variabel.
F =
Sumber : Sugiyono (2008:257)
dimana :
Dimana :
F = Uji signifikan
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sampel
)1/()1(
/
2
2
knr
kR
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat Rasionalitas
maupun Emosionalitas pemilih di Kota Cirebon dalam Riset Pemilu
mengenai Perilaku Pemilih (Voter Behaviour) ini dapat dikelompokan
menjadi beberapa faktor antara lain : Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi,
Faktor Media Massa dan Faktor Geografis.
Berikut ini adalah hasil dari penelitian dan analisis terhadap hasil
pengisian quisioner yang telah disebarkan secara acak kepada
masyarakat di 5 (lima) wilayah kecamatan yang ada di Kota Cirebon, yaitu
Kecamatan Harjamukti, Kecamatan Kesambi, Kecamatan Pekalipan,
Kecamatan Kejaksan dan Kecamatan Lemahwungkuk.
1. Kecamatan HarjamuktiA. Karakteristik Responden
Tabel IV.1.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 80 59.3 59.3 59.3
Perempuan 55 40.7 40.7 100.0
Total 135 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden di
kecamatan harjamukti sejumlah 135 orang responden yang terdiri atas
laki-laki 80 orang (59,3%) dan perempuan 55 (40,7%). Hal ini
menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis kelamin relatif
seimbang walaupun lebih didominasi oleh laki-laki.
43
Grafik IV.1.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.1.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 3 2.2 2.2 2.2
Sarjana 18 13.3 13.3 15.6
SMA 85 63.0 63.0 78.5
SMP 16 11.9 11.9 90.4
SD 13 9.6 9.6 100.0
Total 135 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
135 responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 3 orang (2,2%)
responden tidak menjawab, 18 orang (13,3%) responden
berpendidikan akhir sarjana, 85 orang (63,0%) berpendidikan akhir
SMA, 16 orang (11,9%) responden berpendidikan akhir SMP, dan 13
orang (9,6%) responden berpendidikan akhir SD.
44
Grafik IV.1.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kecamatan Harjamukti Kota
Cirebon telah memenuhi standar pendidikan nasional yakni
pendidikan dasar 9 tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
Tabel IV.1.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 10 7.4 7.4 7.4
PNS 7 5.2 5.2 12.6
Wiraswasta 46 34.1 34.1 46.7
Buruh 16 11.9 11.9 58.5
Lainnya 56 41.5 41.5 100.0
Total 135 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
135 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 10 orang (7,4%)
responden tidak menjawab, 7 orang (5,2%) responden bekerja
45
sebagai PNS, 46 orang (34,1%) responden Wiraswasta, 16 orang
(11,9%) responden bekerja sebagai Buruh dan 56 orang (41,5%)
responden berkerja lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan
lain sebagainya.
Grafik IV.1.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
B. Analisis Data
Berdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kecamatan Harjamukti
Kota Cirebon dapat dikelompokan menjadi beberapa faktor antara
lain: Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan
Faktor Geografis.
Tabel IV.1.4Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -1.315 1.787 -.736 .463
Pendidikan .271 .068 .330 3.965 .000
Ekonomi 1.094 .178 .490 6.139 .000
46
Media Massa -.090 .090 -.080 -.995 .321
Geografis .074 .113 .050 .660 .510
a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
Dari tabel 3.4 diatas dapat ditarik kesimpulan :
Faktor Pendidikan dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (3,965 > 1,977) dan tingkat signifikansi < α
(0,000 < 0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (6,139 > 1,977) dan tingkat signifikansi < α
(0,000 < 0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak
signifikan hal ini dilihat dari thitung < ttabel (-0,995 < 1,977) dan
tingkat signifikansi > α (0,321 > 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (0,660 < 1,977) dan tingkat
signifikansi > α (0,510 > 0,050).
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Ekonomi 1,094; Faktor Pendidikan 0,271; Faktor
Geografis 0,074 dan Faktor Media Massa -0,090.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :Y = -1.315 + 0,271 Pendidikan + 1,094 Ekonomi - 0,090 Media Massa + 0,074Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon menggunakan rasional/akalsehat dibadingkan dengan emosinal.
47
Tabel IV.1.5Hubungan Antar Faktor
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .686a .471 .455 2.18285
a. Predictors: (Constant), Geografis, Media Massa, Ekonomi,
Pendidikan
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang adaberpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 68,6%sisanya 31,4% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidakditeliti.
2. Kecamatan KesambiA. Karakteristik Responden
Tabel IV.2.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 63 67.7 67.7 67.7
Perempuan 30 32.3 32.3 100.0
Total 93 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden di
Kecamatan Kesambi sejumlah 93 orang responden yang terdiri atas
laki-laki 63 orang (67,7%) dan perempuan 30 (32,3%). Hal ini
menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis kelamin lebih
didominasi oleh laki-laki.
48
Grafik IV.2.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.2.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 1 1.1 1.1 1.1
Sarjana 23 24.7 24.7 25.8
SMA 62 66.7 66.7 92.5
SMP 4 4.3 4.3 96.8
SD 3 3.2 3.2 100.0
Total 93 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
93 responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 1 orang (1,1%)
responden tidak menjawab, 23 orang (24,7%) responden
berpendidikan akhir sarjana, 62 orang (66,7%) berpendidikan akhir
SMA, 4 orang (4,3%) responden berpendidikan akhir SMP, dan 3
orang (3,2%) responden berpendidikan akhir SD.
49
Grafik IV.2.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kecamatan Kesambi Kota
Cirebon telah memenuhi standar pendidikan nasional yakni
pendidikan dasar 9 tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
Tabel IV.2.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 5 5.4 5.4 5.4
PNS 12 12.9 12.9 18.3
Wiraswasta 27 29.0 29.0 47.3
Buruh 14 15.1 15.1 62.4
Lainnya 35 37.6 37.6 100.0
Total 93 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
93 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 5 orang (5,4%)
50
responden tidak menjawab, 12 orang (12,9%) responden bekerja
sebagai PNS, 27 orang (29,0%) responden Wiraswasta, 14 orang
(15,1%) responden bekerja sebagai Buruh dan 35 orang (37,6%)
responden berkerja lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan
lain sebagainya.
Grafik IV.2.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
B. Analisis Data
Berdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kecamatan Kesambi
Kota Cirebon dapat dikelompokan menjadi beberapa faktor antara
lain: Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan
Faktor Geografis.
51
Tabel IV.2.4Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 5.296 1.926 2.750 .007
Pendidikan .237 .072 .301 3.289 .001
Ekonomi .335 .121 .291 2.755 .007
Media Massa .188 .095 .199 1.973 .052
Geografis .021 .127 .015 .166 .869
a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
Dari tabel 5.4 diatas dapat ditarik kesimpulan:
Faktor Pendidikan dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (3,289 < 1,985) dan tingkat signifikansi > α
(0,001 < 0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (2,755 > 1,985) dan tingkat signifikansi < α
(0,013 < 0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak
signifikan hal ini dilihat dari thitung < ttabel (1,973 < 1,985) dan tingkat
signifikansi > α (0,062 > 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (0,166 < 1,985) dan tingkat
signifikansi > α (0,869 > 0,050).
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Ekonomi 0,335; Faktor Pendidikan 0,237; Faktor
Media Massa 0,188; dan Faktor Geografis 0,021.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :
52
Y = 5.296 + 0,237 Pendidikan + 0,335 Ekonomi + 0,188 Media Massa +0,021 Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kecamatan Kesambi Kota Cirebon menggunakan rasional/akal sehatdibadingkan dengan emosinal.
Tabel IV.2.5Hubungan Antar Faktor
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .615a .378 .350 1.98148
a. Predictors: (Constant), Geografis, Media Massa, Pendidikan,
Ekonomi
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang ada
berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 61,5%sisanya 38,5% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak
diteliti.
3. Kecamatan PekalipanA. Karakteristik Responden
Tabel IV.3.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 23 56.1 56.1 56.1
Perempuan 18 43.9 43.9 100.0
Total 41 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden di
Kecamatan Pekalipan sejumlah 41 orang responden yang terdiri atas
53
laki-laki 23 orang (56,1%) dan perempuan 18 (43,9%). Hal ini
menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis kelamin lebih
didominasi oleh laki-laki.
Grafik IV.3.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.3.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 1 2.4 2.4 2.4
Sarjana 5 12.2 12.2 14.6
SMA 27 65.9 65.9 80.5
SMP 7 17.1 17.1 97.6
SD 1 2.4 2.4 100.0
Total 41 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
41 responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 1 orang (2,4%)
responden tidak menjawab, 5 orang (12,2%) responden berpendidikan
54
akhir sarjana, 27 orang (65,9%) berpendidikan akhir SMA, 7 orang
(17,1%) responden berpendidikan akhir SMP, dan 1 orang (2,4%)
responden berpendidikan akhir SD.
Grafik IV.3.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kecamatan Pekalipan Kota
Cirebon telah memenuhi standar pendidikan nasional yakni
pendidikan dasar 9 tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
Tabel IV.3.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 5 12.2 12.2 12.2
PNS 1 2.4 2.4 14.6
Wiraswasta 7 17.1 17.1 31.7
Buruh 6 14.6 14.6 46.3
Lainnya 22 53.7 53.7 100.0
Total 41 100.0 100.0
55
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
41 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 5 orang (12,2%)
responden tidak menjawab, 1 orang (2,4%) responden bekerja
sebagai PNS, 7 orang (17,1%) responden Wiraswasta, 6 orang
(14,6%) responden bekerja sebagai Buruh dan 22 orang (53,7%)
responden berkerja lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan
lain sebagainya.
Grafik IV.3.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
B. Analisis Data
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kecamatan Pekalipan
Kota Cirebon dapat dikelompokan menjadi beberapa faktor antara
lain: Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan
Faktor Geografis.
56
Tabel IV.3.4Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 1.719 1.608 1.069 .292
Pendidikan .240 .153 .278 1.570 .125
Ekonomi .601 .229 .371 2.626 .013
Media Massa .347 .180 .328 1.930 .062
Geografis -.070 .201 -.052 -.348 .730
a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
Dari tabel 3.4 diatas dapat ditarik kesimpulan :
Faktor Pendidikan dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (1,570 < 2,019) dan tingkat signifikansi
> α (0,125 > 0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini dilihat
dari thitung > ttabel (2,626 > 2,019) dan tingkat signifikansi < α (0,013 <
0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak
signifikan hal ini dilihat dari thitung < ttabel (1,930 < 2,019) dan tingkat
signifikansi > α (0,062 > 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (-0,348 < 2,019) dan tingkat
signifikansi > α (0,730 > 0,050).
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Ekonomi 0,601; Faktor Media Massa 0,347; Faktor
Pendidikan 0,240; dan Faktor Geografis -0,070.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut
:
57
Y = 1.719 + 0,240 Pendidikan + 0,601 Ekonomi + 0,347 Media Massa - 0,070Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon menggunakan rasional/akalsehat dibadingkan dengan emosinal.
Tabel IV.3.5Hubungan Antar Faktor
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .858a .736 .706 2.80367
a. Predictors: (Constant), Geografis, Ekonomi, Media Massa,
Pendidikan
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang ada
berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 85,8%sisanya 14,2% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak
diteliti.
4. Kecamatan KejaksanA. Karakteristik Responden
Tabel IV.4.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 30 50.8 50.8 50.8
Perempuan 29 49.2 49.2 100.0
Total 59 100.0 100.0
58
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden di
kecamatan kejaksan sejumlah 59 orang responden yang terdiri atas
laki-laki 30 orang (50,8%) dan perempuan 29 (49,2%). Hal ini
menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis kelamin relatif
seimbang.
Grafik IV.4.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.4.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 2 3.4 3.4 3.4
Sarjana 10 16.9 16.9 20.3
SMA 30 50.8 50.8 71.2
SMP 9 15.3 15.3 86.4
SD 5 8.5 8.5 94.9
Tidak Sekolah 3 5.1 5.1 100.0
Total 59 100.0 100.0
59
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
59 responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 2 orang (3,4%)
responden tidak menjawab, 10 orang (16,9%) responden
berpendidikan akhir sarjana, 30 orang (50,8%) berpendidikan akhir
SMA, 9 orang (15,3%) responden berpendidikan akhir SMP, 5 orang
(8,5%) responden berpendidikan akhir SD dan 3 orang (5,1%)
responden tidak sekolah.
Grafik IV.4.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kecamatan Kejaksan Kota
Cirebon telah memenuhi standar pendidikan nasional yakni
pendidikan dasar 9 tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
60
Tabel IV.4.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 4 6.8 6.8 6.8
PNS 8 13.6 13.6 20.3
Wiraswasta 11 18.6 18.6 39.0
Petani 1 1.7 1.7 40.7
Buruh 3 5.1 5.1 45.8
Lainnya 32 54.2 54.2 100.0
Total 59 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
59 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 4 orang (6,8%)
responden tidak menjawab, 8 orang (13,6%) responden bekerja
sebagai PNS, 11 orang (18,6%) responden Wiraswasta, 1 orang
(1,7%) responden bekerja sebagai Petani, 3 orang (5,1%) responden
bekerja sebagai Buruh dan 32 orang (54,2%) responden berkerja
lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan lain sebagainya.
Grafik IV.4.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
61
B. Analisis Data
Berdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kecamatan Kejaksan
Kota Cirebon dapat dikelompokan menjadi beberapa faktor antara lain
: Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan Faktor
Geografis.
Tabel IV.4.4Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 8.788 3.773 2.329 .024
Pendidikan .093 .119 .109 .777 .441
Ekonomi .581 .239 .312 2.425 .019
Media Massa .043 .101 .058 .430 .669
Geografis -.123 .175 -.094 -.704 .485
a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
Dari tabel 2.4 diatas dapat ditarik kesimpulan:
Faktor Pendidikan dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak
signifikan hal ini dilihat dari thitung < ttabel (0,777 < 1,670) dan tingkat
signifikansi > α (0,441 > 0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (2,425 > 1,670) dan tingkat signifikansi < α
(0,019 < 0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak
signifikan hal ini dilihat dari thitung < ttabel (0,430 < 1,670) dan tingkat
signifikansi > α (0,669 > 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (-0,740 < 1,670) dan tingkat
signifikansi > α (0,485 > 0,050).
62
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Ekonomi 0,581; Faktor Pendidikan 0,093; Faktor
Media Massa 0,043.dan Faktor Geografis -0,123.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :Y = 8,788+ 0,093 Pendidikan + 0,581 Ekonomi + 0,043 Media Massa -
0,123 Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon menggunakan emosinaldibadingkan dengan rasional/akal sehat.
Tabel IV.4.5Hubungan Antar Faktor
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .362a .131 .066 2.17740
a. Predictors: (Constant), Geografis, Ekonomi, Media Massa,
Pendidikan
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang ada
berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 36,2%sisanya 63,8% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak
diteliti.
63
5. Kecamatan LemahwungkukA. Karakteristik Responden
Tabel IV.5.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 36 50.0 50.0 50.0
Perempuan 36 50.0 50.0 100.0
Total 72 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden di
Kecamatan Lemahwungkuk sejumlah 72 orang responden yang terdiri
atas laki-laki 36 orang (50%) dan perempuan 36 (50%). Hal ini
menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis kelamin
seimbang antara Laki-laki dengan Perempuan.
Grafik IV.5.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
64
Tabel IV.5.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 1 1.4 1.4 1.4
Sarjana 4 5.6 5.6 6.9
SMA 41 56.9 56.9 63.9
SMP 17 23.6 23.6 87.5
SD 9 12.5 12.5 100.0
Total 72 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah 72
responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir responden
dalam kajian ini adalah sebagai berikut 1 orang (1,4%) responden tidak
menjawab, 4 orang (5,6%) responden berpendidikan akhir sarjana, 41
orang (56,9%) berpendidikan akhir SMA, 17 orang (23,6%) responden
berpendidikan akhir SMP, dan 9 orang (12,5%) responden berpendidikan
akhir SD.
Grafik IV.5.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
65
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kecamatan Lemahwungkuk
Kota Cirebon telah memenuhi standar pendidikan nasional yakni
pendidikan dasar 9 tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
Tabel IV.5.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Menjawab 4 5.6 5.6 5.6
PNS 3 4.2 4.2 9.7
Wiraswasta 15 20.8 20.8 30.6
Buruh 8 11.1 11.1 41.7
Lainnya 42 58.3 58.3 100.0
Total 72 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
72 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 4 orang (5,6%)
responden tidak menjawab, 3 orang (4,2%) responden bekerja
sebagai PNS, 15 orang (20,8%) responden Wiraswasta, 8 orang
(11,1%) responden bekerja sebagai Buruh dan 42 orang (58,3%)
responden berkerja lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan
lain sebagainya.
66
Grafik IV.5.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
B. Analisis Data
Berdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kecamatan
Lemahwungkuk Kota Cirebon dapat dikelompokan menjadi beberapa
faktor antara lain: Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media
Massa dan Faktor Geografis.
Tabel IV.5.4Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 9.648 3.004 3.212 .002
Pendidikan -.013 .103 -.016 -.126 .900
Ekonomi .205 .146 .164 1.401 .166
Media Massa .052 .108 .060 .484 .630
Geografis .294 .140 .247 2.096 .040
a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
67
Dari tabel 6.4 diatas dapat ditarik kesimpulan:
Faktor Pendidikan dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (-0,126 < 1,993) dan tingkat signifikansi
> α (0,900 > 0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan hal
ini dilihat dari thitung < ttabel (1,401 < 1,993) dan tingkat signifikansi > α
(0,166 > 0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan
hal ini dilihat dari thitung < ttabel (0,484 < 1,993) dan tingkat signifikansi >
α (0,630 > 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini dilihat
dari thitung > ttabel (2,096 > 1,993) dan tingkat signifikansi < α (0,040 <
0,050).
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Geografis 0,294; Faktor Ekonomi 0,205; Faktor Media
Massa 0,052 dan Faktor Pendidikan -0,013.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :Y = 9.648 - 0,013 Pendidikan + 0,205 Ekonomi + 0,052 Media Massa +
0,294 Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon menggunakan emosionaldibadingkan dengan rasional/akal sehat.
Tabel IV.5.5Hubungan Antar Faktor
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .306a .094 .040 2.15044
68
a. Predictors: (Constant), Geografis, Ekonomi, Media Massa,
Pendidikan
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang ada
berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 30,6%sisanya 69,4% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak
diteliti.
Hasil tersebut diatas merupakan representasi dari masing-masingtiap kecamatan yang ada di Kota Cirebon. Berikut ini adalah hasilpenelitian dan analisis secara menyeluruh terhadap seluruh responden diKota Cirebon.
6. KOTA CIREBONA. Karakteristik Responden
Tabel IV.A.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid
Laki-laki 232 58.0 58.0 58.0
Perempuan 168 42.0 42.0 100.0
Total 400 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
400 orang responden yang tersebar di 5 kecamatan yang berada di
wilayah administratif kota cirebon, dengan jumlah laki-laki 232 orang
(58%) dan perempuan 168 (42%).
Hal ini menggambarkan proporsi responden berdasarkan jenis
kelamin relatif seimbang walaupun lebih didominasi oleh laki-laki.
69
Grafik IV.A.1Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.A.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid
Tidak Menjawab 8 2.0 2.0 2.0
Sarjana 60 15.0 15.0 17.0
SMA 245 61.3 61.3 78.3
SMP 53 13.3 13.3 91.5
SD 31 7.8 7.8 99.3
Tidak Sekolah 3 .8 .8 100.0
Total 400 100.0 100.0
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
400 orang responden diperoleh gambaran akan pendidikan terakhir
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 8 orang (2,0%)
responden tidak menjawab, 60 orang (15,0%) responden
berpendidikan akhir sarjana, 245 orang (61,3%) berpendidikan akhir
SMA, 53 orang (13,3%) responden berpendidikan akhir SMP, 31
70
orang (7,8%) responden berpendidikan akhir SD dan 3 orang (0,8%)
responden tidak sekolah.
Grafik IV.A.2Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hal ini menunjukkan pendidikan di Kota Cirebon telah
memenuhi standar pendidikan nasional yakni pendidikan dasar 9
tahun (minimal pendidikan sampai dengan SMP).
Tabel IV.A.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent
Valid
Tidak Menjawab 28 7.0 7.0 7.0
PNS 31 7.8 7.8 14.8
Wiraswasta 106 26.5 26.5 41.3
Petani 1 .3 .3 41.5
Buruh 47 11.8 11.8 53.3
Lainnya 187 46.8 46.8 100.0
Total 400 100.0 100.0
71
Berdasarkan hasil survey diperoleh total responden sejumlah
400 orang responden diperoleh gambaran akan jenis pekerjaan
responden dalam kajian ini adalah sebagai berikut 28 orang (7,0%)
responden tidak menjawab, 31 orang (7,8%) responden bekerja
sebagai PNS, 106 orang (26,5%) responden Wiraswasta, 1 orang
(0,3%) responden bekerja sebagai Petani, 47 orang (11,8%)
responden bekerja sebagai Buruh dan 187 orang (46,8%) responden
berkerja lainnya seperti Ibu Rumah Tangga, Pedagang dan lain
sebagainya.
Grafik IV.A.3Sebaran Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
B. Analisis DataBerdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Rasionalitas maupun Emosionalitas pemilih di Kota Cirebon dapat
dikelompokan menjadi beberapa faktor antara lain: Faktor Pendidikan,
Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan Faktor Geografis.
72
Tabel IV.B.1Hubungan Antar Faktor
Coefficientsa
Model UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 3.030 .850 3.564 .000Pendidikan .221 .041 .269 5.382 .000Ekonomi .521 .072 .332 7.238 .000MediaMassa
.109 .046 .113 2.362 .019
Geografis .134 .063 .099 2.139 .033a. Dependent Variable: Rasional/Emosional
Dari tabel 1.4 diatas dapat ditarik kesimpulan:
Faktor Pendidikan dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini dilihat
dari thitung > ttabel (5,382 > 1,966) dan tingkat signifikansi < α (0,000 <
0,050).
Faktor Ekonomi dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini dilihat
dari thitung > ttabel (7,238 > 1,966) dan tingkat signifikansi < α (0,000 <
0,050).
Faktor Media Massa dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini
dilihat dari thitung > ttabel (2,362 > 1,966) dan tingkat signifikansi < α
(0,019 < 0,050).
Faktor Geografis dinyatakan berpengaruh dan signifikan hal ini dilihat
dari thitung > ttabel (2,139 > 1,966) dan tingkat signifikansi < α (0,033 <
0,050).
Jika diurutkan pengaruh yang ada dari keempat faktor secara
berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut : Faktor Ekonomi 0,521; Faktor Pendidikan 0,221; Faktor
Geografis 0,134 dan Faktor Media Massa 0,109.
Dan jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :
73
Y = 3,030 + 0,221 Pendidikan + 0,521 Ekonomi + 0,109 MediaMassa + 0,134 Geografis
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilih yang berada diwilayah
Kota Cirebon menggunakan rasional/akal sehat dibadingkan dengan
emosinal.
Tabel IV.B.2Hubungan Antar Faktor
Model SummaryModel R R Square Adjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
1 .639a .409 .403 2.27918
a. Predictors: (Constant), Geografis, Media Massa, Ekonomi,Pendidikan
Berdasarkan hasil SPSS bahwa keempat faktor yang ada
berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih hanya 63,9% sisanya
36,1% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
74
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
untuk Kota Cirebon secara keseluruhan faktor pendidikan, ekonomi, media
massa dan geografis berpengaruh terhadap tingkat kerasionalan pemilih
hanya 63,9% sisanya 36,1% adalah tingkat emosional dan faktor lain yang
tidak diteliti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Faktor pendidikan diantaranya adalah tingkat pendidikan dari
pemilih. Tingkat pendidikan berpengaruh cukup besar kepada
pemilih dalam menyalurkan hak pilihnya.
2. Faktor ekonomi adalah status ekonomi dari pemilih berpengaruh
besar, apakah pemilih bersikap rasional atau emosional.
3. Media massa adalah peran media massa dalam menyebarkan
informasi mengenai pemilu juga mempengaruhi pemilih dalam
menentukan pilihannya. Lewat media massa pemilih dapat
mengetahui visi, misi, ide-ide atau rekam jejak dari calon yang
akan dipilih.
4. Geografis adalah letak / tempat tinggal dari pemilih tersebut. Letak
tempat tinggal apakah dikawasan perkotaan, perumahaan elit atau
kawasan pinggiran/perbatasan.
Khusus di Kota Cirebon, Pemerintah Kota memberikan kontribusi yang
sangat besar untuk sosialisasi pelaksanaan Pemilu, baik melalui iklan
Televisi, media cetak maupun secara langsung dengan istruksi kepada
Camat, Lurah dan RW/RT untuk menghimbau masyarakat agar datang ke
TPS dan menggunakan hak pilihnya.
Hasil penelitian ini memang belum bisa dikatakan mendekati
kebenaran 100% karena menggunakan sampling secara acak akan tetapi
75
setidak-tidaknya bisa dijadikan gambaran Perilaku Pemilih (Voter Behaviour)
di Kota Cirebon dan mudah-mudahan bisa dipergunakan di kemudian hari.
B. SARAN1. Untuk memperoleh hasil yang akurat mendekati 100 % kebenaran ada
baiknya menggunakan sistem sensus, akan tetapi membutuhkan
dana/biaya yang sangat besar sekali.
2. Kepada KPU dan KPU Provinsi, jika dikemudian hari akan mengadakan
Riset agar disupport dengan anggaran/biaya yang memadai.
3. Dengan anggaran yang memadai sebaiknya pelaksanaan Riset
dilaksanakan/diserahkan kepada pihak yang lebih berkompeten/ahli dalam
melakukan riset seperti kalangan Akademisi/Kampus atau lembaga-
lembaga survei dan riset untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
4. Hasil riset ini diharapkan bisa menjadi gambaran/dasar/acuan KPU/KPU
Provinsi/KPU Kota Cirebon dalam melakukan sosialisasi yang tepat
kepada pemilih di pelaksanaan Pemilu yang akan datang.
RISET PARTISIPASI MASYARAKATTEMA : PERILAKU PEMILIH (VOTER BEHAVIOUR)
EXECUTIVE SUMMARY
1. 4 faktor yang mempengaruhi tingkat kerasionalan pemilih diantaranya adalahFaktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, Faktor Media Massa dan Faktor Geografis.
2. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 400 sampel yang tersebar di 5kecamatan dan penentuan jumlah sampel tiap kecamatan menggunakanProportionate Stratified Random Sampling yaitu jumlah sampel memperhatikanstrara ( tingkatan) dalam populasi.
3. Hasil sampel untuk pemilih yang berada diwilayah Kecamatan Harjamukti KotaCirebon menggunakan rasional/akal sehat dibadingkan dengan emosinal,dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 68,6% sisanya 31,4% adalahtingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
4. Hasil sampel untuk pemilih yang berada diwilayah Kecamatan Kesambi KotaCirebon menggunakan rasional/akal sehat dibadingkan dengan emosinal,dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 61,5% sisanya 38,5% adalahtingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
5. Hasil sampel untuk pemilih yang berada diwilayah Kecamatan Pekalipan KotaCirebon menggunakan rasional/akal sehat dibadingkan dengan emosinal,dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 85,8% sisanya 14,2% adalahtingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
6. Hasil sampel untuk pemilih yang berada diwilayah Kecamatan Kejaksan KotaCirebon menggunakan emosinal dibadingkan dengan rasional/akal sehat.,dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 36,2% sisanya 63,8% adalahtingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
7. Hasil sampel untuk pemilih yang berada diwilayah Kecamatan LemahwungkukKota Cirebon menggunakan emosinal dibadingkan dengan rasional/akal sehat,dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 30,6% sisanya 69,4% adalahtingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
8. Sedangkan hasil sampel untuk pemilih secara keseluruhan yang berada diKota Cirebon menggunakan rasional/akal sehat dibadingkan denganemosinal, dengan tingkat kerasionalan pemilih hanya 63,9% sisanya 36,1%adalah tingkat emosional dan faktor lain yang tidak diteliti.
KETUA,
EMIRZAL HAMDANI, SE.Ak