102
i EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2005-2007 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Florencia Abon Wenge NIM: 058114151 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

i

EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PERIODE 2005-2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Florencia Abon Wenge

NIM: 058114151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

Page 2: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

ii

EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PERIODE 2005-2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Florencia Abon Wenge

NIM: 058114151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

Page 3: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

iii

tanggal 8 Januari 2009

Page 4: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

iv

Page 5: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

v

Jesus is able to do more than we

expect when we believe and act in

faith, ‘cos impossible is totally

nothing in HIM, keep moving forward

^^v

Dedicated for :

God Almighty Jesus Christ,

Beloved Babe and Emak,

Neetnot and kakak Yanti

All members of Wenge Clan in

Nusantara

Those who I cherish deeply in

my heart

My future patients

‘n all my lovely friends

“But the LORD said to Moses, “Now you shall see what I will do t Pharoah; for with a strong

hand he will send them out, and with a strong hand he will drive them out of his land”.

‡Exodus 5:24‡

Page 6: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

vi

Page 7: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, karena atas

mukjizat dan cintaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Evaluasi Peresepan Pada Pasien Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi,

Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan semangat, motivasi, dorongan, kritik dan saran sampai

terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam

penyusunan skripsi terutama selalu meyakinkan penulis agar cepat

menyelesaikan skripsi.

2. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji dan dosen matakuliah

Farmakoterapi III yang telah memberikan ilham dan pencerahan dalam

penyusunan skripsi kepada penulis terutama saat kuliah mngenai hepatitis.

3. dr. Fenty, MKes, Sp.PK. selaku dosen penguji serta telah memberikan saran,

masukan dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah memberikan bekal kepada penulis untuk praktik kefarmasiannya kelak.

Page 8: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

viii

5. Keluarga besar, Babe dan Mak Nyak, terima kasih untuk cinta, motivasi, dan

dukungannya. Kalian adalah hadiah terindah yang Tuhan berikan dalam

hidupku. Terima kasih telah membuat hidupku sangat berwarna. I luv u both.

6. Nita dan Kak Yanti, terima kasih ya buat doa dan motivasinya buat aku lulus

cepat. Terutama terima kasih buat dukungan dananya.

7. Keluarga besar di Flores, Kakek dan Nenek, Tante Nela, para sepupuku,

terutama buat Memi, Edo, Ina, para keponakanku. Terima kasih untuk doa,

dan liburan yang menyenangkan. Kalian adalah salah satu motivasiku.

8. Keluarga besar di Tanah Betawi, para sepupuku, Ketua Suku, Kak Polin, Fina,

Kak Lia, Kak Ima, Franz, akhirnya selesai juga ya, jalan-jalan dan harus

traktir aku lagi lho, kali ini tenang saja, aku tidak akan bawa skripsiku lagi.

9. Komsel dan area STTNas, DenQ, NgelQ, YunQ, Ita, TiaQ, Ratna, Lina, FloQ,

Qla, kak Nad, mbak Pie, kak Dewi, para brothers terima kasih untuk doa dan

kebersamaan selama ini. Tidak ada tempat ternyaman selain bersama kalian.

10. Sahabat-sahabatku diJogja, FanQ, SarQ, Sephin, Aline. Terima kasih untuk

kebersamaan kalian selama ini. Terima kasih sudah belajar menerima diriku

apa adanya. Ayo berjuang untuk menjadi apoteker yang luar biasa!

11. Teman-teman kosku, Maria, Ti2k, Mon2, Tia, Noni, Ratna, Kak Alya, Irin,

Indy, Jenny, Kak Vini, Kak Agar, Kak Ganda, Kak Dewi, Fira. Terima kasih

telah membuat kos serasa rumah dan senantiasa menyemangatiku. Semangat!!

12. Yoppi, yang selalu memberikan motivasi, doa dan semangat serta selalu

meyakinkanku untuk tidak stres dalam membuat skripsi. Hidup adalah pilihan!

Page 9: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

ix

13. Sahabat-sahabatku dari TK-SMA, Zee, Said, Cyndi, Fanny, Mega, Mitha,

Heri, Nina, Lili, Sanoy. Tetangga terbaikku Dewi sekeluarga. Miss u all!

14. Teman-temanku kelas C dan kelas FKK’05, PitQ, Ticha, Suster, Presty, Ina,

Lia, Shinta, terimakasih ya buat setiap proses yang kita lalui selama ini.

15. Mbak Tisom, Sella, K Ita, Dr. Hendra dan para rekan sejawat selama

pengambilan data di ICM, ayo selesaikan datanya!! Reunian ya di ICM?!

16. Aswatiku : Monchu dan Corry, aku tetap ketuanya kan? “keluargaku di

Farmasi”: Papa Ronz, Om DonQ, Uncle E, Bibi Wisly, Putih, Bombay dan

Cucu. Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu.

17. Kak ivon, Tami, Bamby, Widdy, dan semua teman seperjuanganku selama

pembuatan skripsi. Terimakasih ya buat dukungan dan motivasinya, percaya

kalau tidak ada yang mustahil bersamaNya. Semangat!!!!bisa…bisa….bisa…..

18. Radio Impact, 100,5 FM, radio yang selalu menemani dan memotivasiku

apalagi saat begadang mengerjakan tugas, terima kasih telah mengisi hari-

hariku dengan lagu-lagu pemotivasimu. Impact FM, im more than winner!!!

19. Semua orang yang telah membuat hidupku begitu berwarna, terima kasih telah

membuat hidup ini menjadi lebih hidup dan menarik setiap harinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi

lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat menambah ilmu

pengetahuan.

Penulis

Page 10: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

x

Page 11: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xi

INTISARI

Menurut World Health Organization, Indonesia merupakan negara dengantingkat endemisitas virus hepatitis B yang tergolong tinggi. Penyakit hepatitis Bdapat menjadi kronis sehingga berkembang menjadi sirosis dan kanker hati yanglazimnya berakhir pada kematian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmengetahui karakteristik pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, komplikasiterjadinya sirosis, dan pola pengobatan, serta mengevaluasi kerasionalanperesepan pada pasien hepatitis B kronis dengan mengacu pada keenam parameterdalam Drug Therapy Problems yaitu terapi obat tanpa indikasi, perlu tambahanterapi obat, obat yang tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse drug reaction dandosis terlalu tinggi yang merupakan masalah-masalah yang dapat timbul selamapasien diberi terapi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito periode 2005-2007.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental denganrancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Instrumen penelitianyang digunakan adalah lembar rekam medis pasien hepatitis B kronis.

Jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 21 kasus. Kasus terbanyak adalahpasien yang berumur ≥30 tahun (95,2%), dengan jenis kelamin terbanyak adalahlaki-laki (81,0%) di mana sudah mengalami komplikasi sirosis hati dekompensata(47,6%). Pada penelitian ini digunakan 11 kelas terapi obat di mana tiga kelasterapi terbanyak adalah obat gizi dan darah (100%), obat saluran cerna (69,6%),dan obat infeksi (66,7%). Jenis Drug Therapy Problems yang terjadi yaitu terapiobat tanpa indikasi sebanyak 2 kasus (9,5%), perlunya tambahan terapi obatsebanyak 18 kasus (85,7%), obat yang tidak efektif sebanyak 4 kasus (19,0%),dosis terlalu rendah sebanyak 5 kasus (23,8%), adverse drug reaction sebanyak11 kasus (52,4%) dan dosis terlalu tinggi sebanyak 7 kasus (33,3%).

Kata kunci : Hepatitis B kronis, evaluasi kerasionalan resep, Drug TherapyProblems, SOAP

Page 12: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xii

ABSTRACT

According to WHO, Indonesia is classified as a country with highendemicity of hepatitis B virus. Hepatitis B can be chronic and become tocirrhosis that eventually will lead to hepatocellular carcinoma which may lead todeath. The goals of this study are to identify the characteristic of the patients suchas the age, the gender, the complication of cirrhosis, to determine medical pattern,and to evaluate the prescribing rationality to chronic hepatitis B in relevance to sixcategories in drug therapy problems such as unnecessary drug therapy, needsadditional drug therapy, ineffective drug, dosage too low, adverse drug reactionand dosage too high which are the problems occured as the patients is beingtreated at the instalation ward of the RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta period 2005-2007.

This study is done in a non experimental way research plan descriptiveevaluative research which have retrospective characteristic. The instrument ofthis study is medical record of hepatitis B.

All case which analized is 21 cases. The most frequency case patientsthan 30 years old (95,2%), the most gender is male (81,0%), which is patientswith cirrhosis liver decompensata (47,6%). This study used 11 drug class therapywhich is three most drug class therapy are nutrition and blood medicine (100%),gastrointestinal system disorder medicine (69,6%), and infection medicine(66,7%). The type of drug therapy problems that happened which is unnecessarydrug therapy are 2 cases (9,5%), needs additional drug therapy are 18 cases(85,7%), ineffective drug are 4 cases (19,0%), dosage too low are 5 cases(23,8%), adverse drug reaction are 11 cases (52,4%) and dosage too high are 7cases (33,3%).

Key word : chronic hepatitis B, evaluation rationality of the prescribing, DrugTherapy Problems, SOAP

Page 13: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………..…………………..………………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………iii

HALAMAN PENGESAHAN…………………..…………………………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………………..……………………..…… v

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................................... vi

PRAKATA………………..……………………..………………………… vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………..………………….. x

INTISARI………………..……………………..………………………….. xi

ABSTRACT………………..……………………..………………………… xii

DAFTAR ISI………………..……………………..………………………. xiii

DAFTAR TABEL………………..……………………..…………………. xvii

DAFTAR GAMBAR………………..……………………..……………… xxi

ABBREVIATIONS…………………………………………………………..xxii

BAB I. PENGANTAR………….…………………………………………. 1

A. Latar Belakang………………………………………………………….1

1. Perumusan masalah…………………………………………………2

2. Keaslian penelitian………………………………………………… 3

3. Manfaat penelitian…………………………………………………. 3

B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4

1. Tujuan umum……………………………………………………….4

2. Tujuan khusus……………………………………………………… 4

Page 14: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xiv

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………... 5

A. Anatomi dan Fisiologi Hati……………………………………………..5

B. Hepatitis B……………………………………………………………... 6

1. Definisi…………………………………………………………….. 6

2. Etiologi…………………………………………………………….. 6

3. Perjalanan alamiah penyakit……………………………………….. 7

4. Epidemiologi……………….……………………………………….9

5. Cara penularan……………………………………………………... 10

6. Patogenesis………………………………………………………….11

7. Penampakan klinis hepatitis B kronis…….. ……………………….12

8. Diagnosis…………………………………………………………... 13

9. Pencegahan………………………………………………………… 15

C. Penatalaksanaan Terapi Hepatitis B Kronis…………………………… 15

1. Tujuan terapi………………………………………………………. 15

2. Sasaran terapi……………………………………………………… 16

3. Outcome…………………………………………………………… 16

4. Algoritma terapi…………………………………………………… 16

5. Strategi terapi………………………………………………………. 18

6. Informasi kelas obat……………………………………………….. 19

D. Drug Therapy Problems……………………………………………….. 21

1. Peresepan yang tidak rasional………………………………………21

2. Terminologi Drug Therapy Problems …………………………….. 22

Page 15: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xv

3. Kategori dan penyebab umum Drug Therapy Problems…………... 23

E. Keterangan Empiris……………………………………………………. 24

BAB III. METODE PENELITIAN………………………………………... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………...25

B. Definisi Operasional…………………………………………………… 25

C. Subyek Penelitian……………………………………………………….28

D. Bahan Penelitian……………………………………………………….. 28

E. Lokasi Penelitian………………………………………………………..29

F. Tata Cara Penelitian…………………………………………………….29

1. Tahap perencanaan…….……………………………………………29

2. Tahap pengambilan data………………………………………….... 29

3. Tahap penyelesaian data……………………………………………30

G. Tata Cara Analisis Hasil……………………………………………….. 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 34

A. Karakteristik Pasien Hepatitis B Kronis………………………………. 34

1. Berdasarkan kelompok usia……………………………………….. 35

2. Berdasarkan kelompok jenis kelamin……………………………… 36

3. Berdasarkan terjadinya komplikasi……………………………….. 36

B. Pola Pengobatan Pasien Hepatitis B Kronis…………………………… 36

1. Obat yang bekerja pada saluran cerna…………………………….. 38

2. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler.. 39

3. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernapasan………………. 40

4. Obat yang bekerja pada system saraf pusat………………………... 41

Page 16: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xvi

5. Obat yang bekerja sebagai analgesik……………………………….41

6. Obat-obat hormonal…………………….………………………….. 42

7. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi……………............43

8. Antineoplastik dan imunomodulator……..…………………………44

9. Obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi…………………….44

10. Obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah…..………………… 45

11. Obat system hepatobilier……………………………………………46

C. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs)………………………………..47

1. Dosis terlalu rendah ……………………………………………….. 69

2. Obat yang tidak efektif ……………………………………………..70

3. Dosis terlalu tinggi……………………………………………….....70

4. Terapi obat tanpa indikasi…………………………………………..70

5. Adverse Drug Reaction…………………………………………......71

6. Perlu tambahan terapi obat………………………………………….72

D. Rangkuman Pembahasan………………………………………………. 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………... 75

A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 75

B. Saran…………………………………………………………………… 76

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 77

BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………... 79

Page 17: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I Kategori Drug Therapy Problems................................... 23Tabel II Distribusi Jumlah Kasus Hepatitis B Kronis

berdasarkan Kelompok Usia di Instalasi Rawat InapRSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Periode2005-2007……………………………………… ……... 35

Tabel III Distribusi Jumlah Kasus Hepatitis B Kronisberdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rawat InapRSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Periode2005-2007……………………………………………… 36

Tabel IV Distribusi Jumlah Kasus Hepatitis B Kronisberdasarkan Komplikasi Sirosis di Instalasi Rawat InapRSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Periode2005-2007………………………………………............ 36

Tabel V Distribusi Kelas Terapi Obat Kasus Hepatitis B Kronisyang Dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007................... 37

Tabel VI Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yangBekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode2005-2007........................................................................ 38

Tabel VII Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yangBekerja pada Sistem Kardiovaskuler yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronidi Instalasi RawatInap RSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................39

Tabel VIII Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yangBekerja pada Sistem Saluran Pernapasan yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi RawatInap RSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................40

Tabel IX Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yangBekerja pada Sistem Saraf Pusat yang Digunakan padaTerapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat InapRSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007.......................................................... 41

Tabel X Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Analgesikyang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis BKronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.SardjitoYogyakarta Periode 2005-2007....................................... 41

Tabel XI Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Infeksiyang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis

Page 18: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xviii

di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. SardjitoYogyakarta Periode 2005-2007....................................... 42

Tabel XII Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis ObatHormonal yang Digunakan pada Terapi KasusHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUPDr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007................... 43

Tabel XIII Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Gizi danDarah yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis BKronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. SardjitoYogyakarta Periode 2005-2007............................... 44

Tabel XIV Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat OtotSkelet dan Sendi yang Digunakan pada Terapi KasusHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUPDr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007................... 44

Tabel XV Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yangBekerja pada Sistem Hepatobilier yang Digunakan padaTerapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi RawatInap RSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007.......................................................... 45

Tabel XVI Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis ObatAntineoplastik dan Imunomodulator yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................46

Tabel XVII Kajian DTPs Kasus 1 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................48

Tabel XVIII Kajian DTPs Kasus 2 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................49

Tabel XIX Kajian DTPs Kasus 3 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................50

Tabel XX Kajian DTPs Kasus 4 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................51

Tabel XXI Kajian DTPs Kasus 5 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................52

Tabel XXII Kajian DTPs Kasus 6 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................53

Tabel XXIII Kajian DTPs Kasus 7 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................54

Tabel XXIV Kajian DTPs Kasus 8 Hepatitis B Kronis di Instalasi

Page 19: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xix

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................55

Tabel XXV Kajian DTPs Kasus 9 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................56

Tabel XXVI Kajian DTPs Kasus 10 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................57

Tabel XXVII Kajian DTPs Kasus 11 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................58

Tabel XXVIII Kajian DTPs Kasus 12 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................59

Tabel XXIX Kajian DTPs Kasus 13 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................60

Tabel XXX Kajian DTPs Kasus 14 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................61

Tabel XXXI Kajian DTPs Kasus 15 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................62

Tabel XXXII Kajian DTPs Kasus 16 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................63

Tabel XXXIII Kajian DTPs Kasus 17 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................64

Tabel XXXIV Kajian DTPs Kasus 18 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................65

Tabel XXXV Kajian DTPs Kasus 19 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................66

Tabel XXXVI Kajian DTPs Kasus 20 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................67

Tabel XXXVII Kajian DTPs Kasus 21 Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjiyo YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................68

Tabel XXXVIII Kasus DTPs Dosis Terlalu Rendah padaHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat InapRSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................69

Page 20: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xx

Tabel XXXIX Kasus DTPs Obat Yang Tidak Efektif padaHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat InapRSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode 2005-2007...........................................................70

Tabel XXXX Kasus DTPs Dosis Terlalu Tinggi padaHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUPDr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007................... 70

Tabel XXXXI Kasus DTPs Terapi Obat Tanpa Indikasi padaHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUPDr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007................... 70

Tabel XXXXII Kasus DTPs Adverse Drug Reaction padaHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat InapRSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007........ 71

Tabel XXXXIII Kasus DTPs Perlu Tambahan Terapi ObatHepatitis B Kronis di Instalasi Rawat InapRSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007........ 72

Page 21: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hepar....................................................................... 5

Gambar 2 Virus Hepatitis B.................................................... 7

Gambar 3 Grafik Petanda Serologi Hepatitis B Kronis........ 14

Gambar 4 Algoritma Terapi Hepatitis B Kronis................... 17

Page 22: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xxii

ABBREVIATIONS

1. ADR : adverse drug reaction2. AFP : alfa fetoprotein3. ALP : fosfatase alkalis4. ALT : alanine transamonase5. anti HBc : antibodi HbcAg6. anti Hbe : antibodi HbeAg7. anti HBs : antibodi HbsAg8. APTT : activated partial thromboplastine time9. ARF : acute renal failure10. AST : aspartate transaminase11. BAB : buang air besar12. BAK : buang air kecil13. BANN : batas atas nilai normal14. Bil. : bilirubin15. BP : blood pressure16. CaCO3 : kalsium karbonat17. dbn : dalam batas normal18. CKD : chronic kidney disease19. CM : compos mentis20. DL : diagnosa lain21. DNA : deoxyribose nucleid acid22. DTPs : drug therapy problems23. DU : diagnosa lain24. e o 2dd u e ODS : eye ointment 2 de die usus externa optic dextra sinistra25. ec : et causa26. EPS : enteral protein susu27. FDA : food and drug association28. GGT : gama glutamil transferase29. GNC : glomerulonephritis chronic30. HBcAg : hepatitis B core antigen31. HBeAg : hepatitis B envelope antigen32. HBIg : hepatitis B imunoglobulin33. HBsAg : hepatitis B surface antigen34. HMRS : hari masuk rumah sakit35. HSMRS : hari sebelum masuk rumah sakit36. Inf. : infus37. Inj. : injeksi38. MSMRS : minggu sebelum masuk rumah sakit39. Prot. : protein40. PTT : prothrombin partial time41. RKH : rendah karbohidrat42. RM : rekam medis43. RPD : riwayat penyakit dahuli

Page 23: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

xxiii

44. RPK : riwayat penyakit keluarga45. RR : respiration rate46. RSUP : rumah sakit umum pemerintah47. SOAP : subjectif, objectif, assessment, plan48. SGOT : serum glutamik oksaloasetik transaminase49. SGPT : serum glutamik pyruvik transaminase50. t.a.k : tidak ada kelainan51. TKTP : tinggi kalori tinggi protein52. Unconj. : unconjugated53. VHA : virus hepatitis A54. VHB : virus hepatitis B55. VHC : virus hepatitis C56. VHD : virus hepatitis D57. VHE : virus hepatitis E

Page 24: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat endemisitas virus hepatitis B

yang tergolong tinggi menurut pembagian World Health Organization (Anonim,

2002). Penyakit hepatitis B dapat menjadi kronis sehingga berkembang menjadi

sirosis dan kanker hati yang lazimnya berakhir pada kematian (Soemoharjo, 2008).

Hati merupakan organ metabolisme utama, maka gangguan faal hati akan

menyebabkan menurunnya kemampuan eliminasi obat-obat yang mengalami

metabolisme hepatal sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis (Anonim, 2008 e).

Dalam peresepan bagi pasien hepatitis B kronis diperlukan kerasionalan peresepan

yang meliputi kriteria menurut Cipolle dan Strand (2004) antara lain adanya terapi

obat tanpa indikasi, indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan

pemilihan obat, dosis yang kurang, terjadinya adverse drug reaction, dan dosis yang

berlebih dalam penggunaan obat di RSUP Dr. Sardjito pada periode 2005-2007.

Penanganan penderita hepatitis B kronis harus dilakukan dengan benar untuk

meminimalkan berkembangnya penyakit tersebut menjadi sirosis dan kanker hati

(Anonim, 2002).

Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam

pelayanan kesehatan dan dibanyak negara pada berbagai tingkat pelayanan

kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh

dari keadaan optimal dan rasional (Anonim, 2008 a).

Page 25: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

2

Di Indonesia juga marak ditemukan penggunaan obat yang tidak rasional

seperti pemakaian beberapa obat sekaligus yang memiliki indikasi yang sama dan

pemakaian obat yang sebenarnya tidak diperlukan (Sabrina, 2008).

Adapun pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian

dikarenakan lebih banyak kasus hepatitis B kronis dibanding di rumah sakit lain

karena RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit rujukan bagi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian Selatan, selain itu RSUP Dr. Sardjito

merupakan rumah sakit umum pendidikan kelas A yang sudah menyediakan

pelayanan kesehatan spesialistis dan sub spesialistis (Anonim, 2008 d).

1. Perumusan masalah

Masalah yang dapat dirumuskan mengenai kerasionalan peresepan pada

pasien hepatitis B kronis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta adalah :

a. bagaimana karakteristik kasus hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat Inap

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007 yang meliputi usia,

jenis kelamin dan terjadinya komplikasi sirosis?

b. bagaimana pola pengobatan kasus hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat

Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007?

c. bagaimana Kajian Drug Therapy Problems yang terjadi pada kasus

hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode 2005-2007, yang meliputi:

1) apakah ada terapi obat tanpa indikasi?

2) apakah ada indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi?

3) adakah pemakaian obat yang tidak efektif?

Page 26: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

3

4) apakah dosis yang diterima pasien kurang?

5) apakah terjadi adverse drug reaction?

6) apakah dosis yang diterima pasien berlebih?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian mengenai hepatitis B sudah

pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut:

a. Kajian Drug Related Problems (DRPs) pada Kasus Hepatitis B Non Komplikasi

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-

Juni 2007 (Primawati, 2008).

b. Faktor Resiko Seropositif HBsAg Pada Tenaga Kesehatan di RSUP Dr. Sardjito

(Gugun, 2007).

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Primawati berbeda dalam

hal subjek dan lokasi penelitian sedangkan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Gugun berbeda dalam hal subjek dan rancangan penelitian.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan untuk

meningkatkan mutu pengobatan pada pasien hepatitis B kronis di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.

b. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kerasionalan

peresepan pada pasien hepatitis B kronis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Page 27: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

4

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui kerasionalan peresepan pasien hepatitis B kronis di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khususnya yaitu :

a. mengetahui karakteristik kasus hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat Inap

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007 meliputi usia, jenis

kelamin dan komplikasi terjadinya sirosis.

b. mengetahui pola pengobatan kasus hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat

Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007.

c. mengetahui Kajian Drug Therapy Problems yang terjadi pada kasus

hepatitis B kronis pada Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode 2005-2007, yang meliputi:

1) mengetahui adanya terapi obat tanpa indikasi

2) mengetahui adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi

3) mengetahui adanya ketidakefektifan dalam pemilihan obat.

4) mengetahui adanya dosis yang kurang.

5) mengetahui terjadinya adverse drug reaction.

6) mengetahui adanya dosis berlebih.

Page 28: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1500 gram,

atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Permukaan superior hati

berbentuk cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian

kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal kanan,

lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki 2 lobus utama, kanan dan kiri (Price dan

Wilson, 1994). Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-

keluar hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui

arteri hepatika dan yang melalui vena porta (Pearce, 2008).

Gambar 1. Hepar (Anonim, 2008 b)

Page 29: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

6

Pembuluh darah pada hati adalah arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan

memberikan seperlima darahnya kepada hati. Vena porta yang terbentuk dari vena

lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan empat perlima darahnya ke

hati, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah

diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati zat

makanan yang telah diabsorpsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatika

mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatika tidak

terdapat katup. Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi

seluruh hati, dua yang masuk, yaitu arteri hepatika dari vena porta dan dua yang

keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu (Pearce, 2008).

B. Hepatitis B

1. Definisi

Hepatitis merupakan istilah yang secara umum menunjukkan adanya

inflamasi pada hati (Anonim, 2002). Hepatitis secara klinis digolongkan menjadi

Hepatitis A (VHA), Hepatitis B (VHB), delta Hepatitis (VHD), Hepatitis C (VHC),

dan Hepatitis E (VHE). Virus hepatitis G juga telah diuraikan, walaupun perannya

secara klinis masih belum jelas (DiPiro et al., 2005). Hepatitis B kronik adalah

adanya persistensi virus hepatitis B lebih dari 6 bulan yang masih disertai dengan

viremia (Soemoharjo, 2008).

2. Etiologi

Virus hepatitis B (VHB), merupakan hepadnavirus, yang berdiameter 42

nm yang sebagian merupakan virus double stranded, tersusun oleh inti nukleokapsid

27 nm (HBcAg), yang dilapisi oleh lapisan luar lipoprotein (yang disebut envelope)

Page 30: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

7

mengandung antigen permukaan (HBsAg) (Anonim, 2002). Dalam nukleokapsid

didapatkan kode genetik virus hepatitis B yang terdiri dari DNA untai ganda dengan

panjang 3200 nukleotida (Soemoharjo, 2008). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri

atas lipoprotein dan menurut sifat imunologik proteinnya VHB dibagi menjadi 4

subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting,

karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Virus

hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari (Siregar,

2008).

Gambar 2. Virus Hepatitis B (Anonim, 2008 c)

3. Perjalanan alamiah penyakit

Infeksi hepatitis mempunyai manifestasi klinik yang berbeda tergantung

usia pasien saat terinfeksi, status imun dan tingkat keparahan saat penyakit

didiagnosis. Selama fase inkubasi (6 sampai 24 minggu), pasien akan merasakan

sakit disertai gejala nausea, vomitus, diare, anoreksia dan sakit kepala. Sebagian

Page 31: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

8

besar pasien dewasa dapat sembuh seutuhnya dari infeksi VHB, tetapi sekitar 5-10%

tidak dapat sembuh dan berkembang menjadi carrier asimptomatik atau berkembang

menjadi hepatitis kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis dan/atau kanker hati

(Anonim, 2002). Ada 4 fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik,

yaitu :

a. fase imunotoleransi (immune tolerance)

Ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar VHB DNA yang tinggi, kadar

ALT yang normal dan gambaran histologi hati yang normal atau perubahan

minimal.

b. fase imunoaktif /fase hepatitis kronik HBeAg positif (immune clearance)

Ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar VHB DNA yang tinggi atau

berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histologi jaringan

hati yang menunjukkan peradangan yang aktif. Outcome dari fase ini adalah

terjadinya serokonversi HBeAg menjadi anti HBeAg.

c. fase inactive carrier

Ditandai dengan HBeAg yang negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA

yang rendah atau tidak terdeteksi (<100.000 IU/mL), gambaran histologi

hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan.

d. fase reaktivasi/fase hepatitis kronik HBeAg negatif

Ditandai dengan HBeAg negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA yang

positif atau dapat dideteksi, kadar ALT yang meningkat serta gambaran

histologi hati menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif (Lesmana,

2006).

Page 32: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

9

4. Epidemiologi

Virus Hepatitis B berjangkit di seluruh dunia. Tingkat carrier HBsAg

tertinggi berada di negara berkembang yang masih primitif atau negara dengan

fasilitas medis yang masih minim. Menurut tingginya prevalensi infeksi VHB, WHO

membagi dunia menjadi 3 macam daerah yaitu :

a. daerah endemisitas tinggi

Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas

terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%. Daerah

endemisitas tinggi meliputi Afrika, negara Asia sebelah timur India

termasuk Cina, pulau-pulau di Lautan Pasifik, Lembah Amazon, daerah

pesisir Artik, sebagian negara Timur Tengah, Asia Kecil dan Kepulauan

Karibia serta Asia Tenggara termasuk Indonesia.

b. daerah endemisitas sedang

Didaerah endemisitas sedang penularan yang terjadi pada masa perinatal

dan kanak-kanak jarang terjadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar

2-10%. Daerah endemisitas sedang meliputi Eropa Selatan, Eropa Timur,

sebagian Rusia, sebagian negara Timur Tengah, Asia Barat, India, Jepang,

Amerika Tengah, dan Amerika Selatan

c. daerah endemisitas rendah

Penularan utama terjadi pada masa dewasa. Penularan pada masa perinatal

dan kanak-kanak sangat jarang. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar

kurang 2%. Daerah endemisitas rendah meliputi Amerika Utara dan Eropa

Page 33: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

10

Barat, sebagian Rusia, dan sebagian Afrika Selatan, Australia dan Selandia

Baru (Soemoharjo, 2008).

Di Indonesia, tingkat endemisitas daerah Indonesia bagian Timur lebih

tinggi dibandingkan dengan Indonesia bagian Barat dimana subtipe yang banyak

didapatkan adalah subtipe adw (Soemoharjo, 2008).

5. Cara penularan

Ada 2 jenis cara penularan infeksi VHB, yaitu penularan horisontal dan vertikal.

a. Penularan horisontal

1) penularan melalui kulit

Terbagi menjadi 2 yaitu penularan melalui kulit melalui yang

disebabkan tusukan yang jelas (penularan parenteral) misalnya melalui

suntikan, transfusi darah atau pemberian produk yang berasal dari darah

dan tato. Kelompok kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan

yang jelas, misalnya masuknya bahan infektif melalui goresan atau

abrasi kulit, dan radang kulit.

2) penularan melalui selaput lendir

Selaput lendir yang dapat menjadi tempat masuk infeksi VHB adalah

selaput lendir mulut, mata hidung, saluran makanan bagian bawah dan

selaput lendir genitalia.

b. Penularan vertikal

Penularan infeksi VHB dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya yang

dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran (prenatal), selama persalinan

(perinatal) dan setelah persalinan (postnatal) (Soemoharjo, 2008).

Page 34: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

11

6. Patogenesis

Pada manusia, hati merupakan target organ bagi HVB. Virus Hepatitis B

mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian

mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB

melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya

nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan

keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi;

pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk

membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru

(Siregar, 2008). Jadi, sebenarnya virus yang ada di dalam tubuh penderita ini dibuat

sendiri oleh hepatosit penderita yang bersangkutan dengan genom VHB yang

pertama sebagai cetak biru (Soemoharjo, 2008).

Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan

hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi

(Siregar, 2008). Pada kasus-kasus hepatitis B akut respon imun tersebut berhasil

mengeliminasi sel-sel hepar yang terkena infeksi VHB sehingga terjadi nekrosis sel-

sel yang mengandung VHB dan terjadi gejala klinik yang diikuti dengan

kesembuhan. Pada sebagian penderita respon imun tersebut tidak berhasil

menghancurkan sel-sel yang terinfeksi sehingga VHB tersebut tetap mengalami

replikasi (Soemoharjo, 2008).

Pada kasus-kasus dengan hepatitis B kronik, respon imun tersebut ada, tetapi

tidak sempurna sehingga hanya terjadi nekrosis pada sebagian sel hati yang

mengandung VHB dan masih tetap ada sel hati yang terinfeksi yang tidak mengalami

Page 35: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

12

nekrosis sehingga infeksi VHB dapat menjalar ke sel lainnya. Pada pengidap HBsAg

asimtomatik respon imun tersebut sama sekali tidak efektif sehingga tidak ada

nekrosis sel hati yang terinfeksi dan virus tetap mengadakan replikasi tanpa adanya

gejala klinik (Soemoharjo, 2008). Infeksi VHB dapat menjadi hepatitis kronis

kemudian berkembang menjadi sirosis, dan akhirnya menjadi kanker hati, yang

biasanya terjadi setelah jangka waktu 30 sampai 50 tahun (Anonim, 2002).

7. Penampakan klinis hepatitis B kronis

a. Tanda dan gejala

1) mudah letih, ansietas, anoreksia, dan malaise

2) asites, jaundis, pendarahan variseal, dan ensefalopatik hepatik yang

merupakan manifestasi dari sirosis dekompensasi

3) ensefalopati hepatik yang berhubungan dengan hipereksitabilitas,

gangguan mental, bingung, obtudansi (kesadaran berkabut), yang pada

akhirnya koma

4) muntah dan kejang

b. Pemeriksaan fisik

1) sklera ikterik, kulit dan sekresi

2) menurunnya bowel sounds, meningkatnya lingkar abdominal dan

terdeteksinya gelombang cairan

3) asterixis (gangguan motorik)

4) angiomata spider (vaskular spider)

c. Pemeriksaan laboratorium

1) adanya HBsAg lebih dari 6 bulan

Page 36: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

13

2) peningkatan intermitent transaminase hepatik (ALT dan AST) dan DNA

VHB>105 kopi/ml

3) biopsi hati untuk mengklasifikasikan menjadi hepatitis kronis persisten,

hepatitis kronis aktif dan sirosis

Hepatitis B kronik dapat terjadi walaupun tanpa penampakan tanda dan

gejala, serta pemeriksaan fisik seperti diatas (DiPiro et al., 2005).

8. Diagnosis

Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan

laboratorium seperti dibawah ini:

a. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) yaitu suatu protein yang merupakan

selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada

saat itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB (Soemoharjo, 2008).

Bila HBsAg menetap setelah lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah

berkembang menjadi kronis (Sari, 2008).

b. Anti-HBs merupakan antibodi terhadap HBsAg. Anti-HBs yang positif

menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah kebal terhadap

infeksi VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami ataupun

setelah dilakukan imunisasi hepatitis B (Soemoharjo, 2008).

c. HBeAg merupakan suatu protein nonstruktural dari VHB yang disekresikan

kedalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core

(Soemoharjo, 2008). Bila positif berarti virus sedang replikasi dan infeksi

terus berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan

berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HBeAg dalam

Page 37: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

14

keadaan infeksius dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang lain,

maupun ibu ke janinnya (Sari, 2008).

d. Anti-HBe (antibodi HBeAg) Positifnya anti-HBe menunjukkan bahwa

VHB ada dalam fase nonreplikatif (Soemoharjo, 2008).

e. HBcAg (antigen core hepatitis B) merupakan antigen core (inti) VHB yang

berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg

positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB (Sari, 2008).

f. Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B). Antibodi ini ada 2

tipe yaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi artinya

infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif

menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB (Sari, 2008).

Gambar 3. Grafik Petanda Serologi Hepatitis B Kronis (Anonim, 2008 f)

9. Pencegahan

a. Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dibuat dari plasma yang mengandung

anti-HBs titer tinggi (>105 IU/ml) sehingga dapat memberikan proteksi

Page 38: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

15

secara cepat meskipun hanya untuk jangka waktu yang terbatas (3-6 bulan).

Pada orang dewasa, HBIg diberikan dalam waktu 48 jam pasca paparan

VHB. Pada bayi dari ibu pengidap VHB, HBIg diberikan seyogyanya

bersamaan dengan vaksin VHB disisi tubuh berbeda dalam waktu 12 jam

setelah lahir. Bila HBsAg ibu baru diketahui beberapa hari kemudian, HBIg

dapat diberikan bila usia bayi ≤7 hari. HBIg tidak dianjurkan untuk

diberikan sebagai upaya pencegahan pra-paparan namun hanya diberikan

pada kondisi pasca paparan (profilaksis pasca paparan).

b. Imunisasi aktif

Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi

bayi baru lahir dan kelompok risiko tinggi tertular VHB. Tujuan akhirnya

adalah menyelamatkan nyawa minimal 1 juta jiwa/tahun, menurunkan

risiko karsinoma hepatoseluler, dan eradikasi virus (Lesmana, 2006).

C. Penatalaksanaan Terapi Hepatitis B Kronis

1. Tujuan terapi

a. Tujuan utama

Untuk mengeliminasi atau menekan secara permanen VHB sehingga akan

mengurangi patogenitas dan infektivitas, dan akhirnya menghentikan atau

mengurangi nekroinflamasi (Lesmana, 2006).

b. Tujuan jangka pendek

1) Mengurangi inflamasi hati

2) Mencegah terjadinya dekompensasi hati

Page 39: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

16

3) Menghilangkan VHB-DNA (dengan serokonversi HBeAg ke anti-HBe

pada pasien HBeAg positif) dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12

bulan setelah akhir pengobatan (Lesmana, 2006).

c. Tujuan jangka panjang

1) Mencegah terjadinya hepatitis flare yang dapat menyebabkan

dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis dan/atau hepatoselular

karsinoma, dan pada akhirnya memperpanjang usia (Lesmana, 2006).

2. Sasaran terapi

Sasaran terapi hepatitis B kronis adalah virus hepatitis B, VHB-DNA,

serokonversi HBeAg ke anti-HBe (pada pasien HBeAg positif), normalisasi ALT

(Lesmana, 2006).

3. Outcome

a. Mengembalikan pasien seperti keadaan awal

b. Mencegah perkembangan menjadi infeksi kronis

c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas

d. Memperkecil penularan infeksi

e. Menormalkan kadar aminotransferase

f. Menghentikan replikasi virus pada host

g. Membasmi virus (DiPiro et al., 2005).

4. Algoritma terapi

a. Pasien VHB kronis dengan HBeAg positif : ALT>2 kali diatas BANN atau

pada biopsi memperlihatkan hepatitis sedang sampai berat maka

pengobatan dapat diinisiasi dengan lamivudin atau interferon α-2β. ALT>2

Page 40: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

17

kali BANN: terapi dengan lamivudin atau interferon α-2βterbatas pada

pasien dengan nekroinflamasi signifikan pada biopsi hepar. Pasien

sebaiknya memantau kadar ALT setiap 3-6 bulan.

Gambar 4. Algoritma Terapi Hepatitis B Kronis (DiPiro et al., 2005).

b. Pasien VHB kronis dengan HBeAg negatif: hanya pada pasien dengan

ALT>2 kali BANN, VHB DNA>105 kopi/ml, atau pada biopsi

memperlihatkan hepatitis yang sedang sampai berat sebaiknya diterapi

dengan lamivudin atau interferon α-2β.

Page 41: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

18

c. Pasien yang memberikan respon yang gagal pada pemberian interferon α-2β

dan memiliki ALT>2 kali BANN, VHB DNA>105 kopi/ml, atau pada

biopsi memperlihatkan hepatitis yang sedang sampai berat dapat diterapi

dengan lamivudin.

d. Pasien yang telah mengalami sirosis dekompensata: interferon α-2β

seharusnya tidak digunakan dan penggunaan lamivudin dapat

dipertimbangkan.

e. Pasien dengan status HBsAg carrier inaktif : tidak ada indikasi terapi

(DiPiro et al., 2005).

5. Strategi terapi

a. Terapi non farmakologis

Obat herbal digunakan sebagai terapi umum dibanyak belahan dunia dan

telah dipelajari secara mendalam di China. Pada percobaan metaanalisis

telah diidentifikasikan bahwa bufotoxin dan kurorinone dihubungkan

dengan peningkatan serokonversi HBeAg dan pembersihan VHB DNA.

Evaluasi lebih lanjut terhadap senyawa aktif ini sebagai terapi alternatif

masih diperlukan, namun senyawa aktif tersebut tidak langsung

direkomendasikan untuk penggunaan rutin (DiPiro et al., 2005).

b. Terapi farmakologis

Terapi lini pertama yaitu antara interferon-α2b dan lamivudin, tergantung

kategorisasi spesifik populasi pasien dengan melihat HBeAg yang positif

dan kadar ALT. Faktor-faktor seperti keparahan panyakit, sejarah

kekambuhan, fungsi hepar, biaya dan efek samping obat serta pilihan pasien

Page 42: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

19

merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan obat pada pasien (DiPiro

et al., 2005).

6. Informasi kelas obat

a. Interferon

Interferon-α2b merupakan interferon yang telah diterima penggunaannya

oleh FDA sebagai terapi penanganan pada VHB kronis (DiPiro, 2005).

Beberapa khasiat interferon adalah khasiat antiviral, imunomodulator,

antiproliferatif, dan antifibrotik. Interferon tidak memiliki khasiat antiviral

langsung, tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor

yang mempunyai khasiat antiviral (Soemoharjo, 2008). Interferon-α2b

sebaiknya diberikan secara injeksi subkutan sebanyak 5 juta unit/hari atau

10 juta unit 3x/minggu pada dewasa. Pada anak-anak, dosisnya sebesar 6

juta unit/m2 3x seminggu secara injeksi subkutan dan direkomendasikan

sampai maksimum 10 juta unit per dosis. Pada pasien VHB dengan HBeAg

positif sebaiknya diterapi selama 16 minggu, sedangkan pada pasien

dengan HBeAg negatif diterapi selama 12 bulan (DiPiro et al., 2005).

b. Lamivudin

Lamivudin (Epivir-VHB, 3TC) merupakan analog nukleosida (DiPiro et al.,

2005). Lamivudin bekerja dengan menghambat enzim reverse transcriptase

yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi

dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan

mencegah terjadinya infeksi infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi,

tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi (Soemoharjo, 2008).

Page 43: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

20

Lamivudin mempunyai efek samping yang rendah dibandingkan interferon-

α2b. Efek samping yang umumnya terjadi seperti fatigue, nausea, dan

vomiting, sakit kepala, batuk, dan diare. Lamivudin digunakan dalam tablet

atau suspensi per oral pada dosis 100 mg sehari sekali (DiPiro et al., 2005).

Strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang karena

khasiatnya meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang.

Namun, strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh munculnya virus

yang kebal terhadap lamivudin, yang biasa disebut mutan YMDD. Bila

terjadi kekebalan terhadap lamivudin, analog nukleosid yang lain masih

dapat digunakan misalnya adefovir dan entecavir (Soemoharjo, 2008).

c. Adefovir dipivoxil

Adefovir dipivoxil adalah suatu analog nukleotida oral yang merupakan

analog adenosin monofosfat yang menghambat enzim reverse

transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir dipivoxil hampir sama dengan

lamivudin. Pada saat ini, adefovir dipivoxil baru digunakan pada kasus-

kasus yang kebal terhadap lamivudin. (Soemoharjo, 2008). Dosis yang

dianjurkan adalah sebesar 10 mg/hari. Efek samping penggunaan adefovir

dipivoxil jika digunakan pada dosis tinggi yaitu 30 mg/hari atau lebih dapat

mengakibatkan gagal ginjal (DiPiro et al., 2005). Keuntungan penggunaan

adefovir adalah lebih jarang terjadi kekebalan dan kekebalan terjadi setelah

pemakaian yang lebih lama dibandingkan dengan lamivudin. Kerugiannya

adalah harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai khasiat

Page 44: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

21

dan keamanan penggunaan dalam jangka waktu yang sangat panjang

(Soemoharjo, 2008).

d. Entecavir

Entecavir adalah suatu analog nukleosida guanosin yang berkhasiat

menghambat ketiga langkah transkripsi balik pregenom RNA oleh enzim

DNA polimerase, yaitu priming, sintesis untai DNA negatif dan sintesis

untai DNA positif. Entecavir telah terbukti efektif untuk hepatitis B kronik

baik pada HBeAg positif maupun pada HBeAg negatif serta penderita yang

terbukti mengalami kekebalan terhadap lamivudin. Dosis entecavir yang

dianjurkan pada penderita dewasa baru adalah 0,5 mg sehari sedangkan

untuk penderita yang pernah mendapakan lamivudin tetapi tetap mengalami

viremia selama minum obat, atau yang memang telah terbukti mengalami

kekebalan terhadap lamivudin, dosis yang dianjurkan adalah sebesar 1 mg

setiap hari (Soemoharjo, 2008).

D. Drug Therapy Problems

1. Peresepan yang tidak rasional

Proses pengobatan menggambarkan suatu proses normal atau “fisiologik”

dari pengobatan, di mana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai

pertimbangan dalam setiap tahap sebelum membuat suatu keputusan. Kenyataannya

dalam praktik, sering dijumpai kebiasaan pengobatan (peresepan, prescribing habit)

yang tidak berdasarkan proses dan tahap ilmiah tersebut. Hal ini sering menimbulkan

suatu keadaan “patologis” atau tidak normal dalam peresepan dengan berbagai

Page 45: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

22

dampaknya yang merugikan. Secara umum patologi peresepan ini lebih dikenal

sebagai peresepan yang tidak rasional (irrational prescribing) atau peresepan yang

tidak benar (in appropriate prescribing) (Anonim, 2008 a).

2. Terminologi Drug Therapy Problems

Drug Therapy Problems (DTPs) adalah suatu permasalahan atau kejadian

yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi obat, yang secara

sehingga mengganggu tujuan terapi. Drug Therapy Problems dapat muncul pada

setiap tahap proses pengobatan. Setiap praktisi tenaga kesehatan bertanggungjawab

untuk membantu pasien dalam hal mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan

masalah yang dialami pasien. Drug Therapy Problems merupakan tanggungjawab

utama dari seorang praktisi farmasi.

Praktisi pharmaceutical care menggunakan istilah problem untuk

menunjukkan peristiwa yang berhubungan atau disebabkan oleh terapi obat yang

mempengaruhi pemeriksaan, pengobatan, atau pencegahan. Drug Therapy Problems

merupakan masalah klinis, dan harus dapat diidentifikasi dan diatasi dengan cara

yang serupa terhadap masalah-masalah klinis lainnya. Drug Therapy Problems hanya

istilah yang digunakan pada pasien, bukan pada obat ataupun praktisi medis.

Ketika terjadi Drug Therapy Problems, maka prioritaskan masalah dan

mulai pecahkan pada masalah yang terpenting dan kritis bagi kesehatan pasien.

Sehingga harus ditegaskan bahwa peran praktisi pharmaceutical care yang paling

utama adalah untuk mencegah terjadinya Drug Therapy Problems. Hal ini tentu saja

merupakan pelayanan yang paling berharga yang dapat dilakukan seorang praktisi

kesehatan terhadap pasien (Cipolle dan Strand, 2004).

Page 46: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

23

3. Kategori dan penyebab umum Drug Therapy Problems

Seperti kebanyakan masalah klinis yang biasa terjadi, DTPs tidak dapat

dipecahkan atau dicegah apabila penyebab dari masalah tersebut tidak diketahui. Hal

ini penting untuk diidentifikasikan dan dikategorikan tidak hanya pada DTPs, tetapi

juga penyebab lain yang serupa. Praktisi dapat memecahkan atau mencegah

terjadinya DTPs. Penyebab umum terjadinya DTPs dirangkum pada tabel I (Cipolle

dan Strand, 2004).

Tabel I. Kategori Drug Therapy Problems (Cipolle dan Strand, 2004).

DTPs Penyebab Umum

Terapi obattanpaindikasi

Tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang digunakan saat itu,banyaknya pemakaian banyak obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukanterapi obat tunggal, kondisi medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obatdigunakan untuk menghilangkan adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatanlain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menyebabkanmasalah.

Perlutambahanterapi obat

Kondisi terapi yang memerlukan terapi inisiasi obat, pencegahan terapi obat diperlukanuntuk mengurangi resiko berkembangnya penyakit baru, kondisi medis yangmemerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek adiktif.

Obat yangtidakefektif

Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif terhadap masalah medis yangdialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai,obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami.

Dosisterlalurendah

Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan, interval dosis terlalurendah untuk dapat menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat menurunkanjumlah zat aktif yang tersedia, durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan responyang diinginkan.

AdverseDrugReaction

Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan denganbesarnya dosis, obat yang lebih aman diperlukan terhadap faktor resiko, interaksi obatmenyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnyadosis, adanya regimen dosis atau berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi, obatkontraindikasi terhadap faktor resiko.

Dosisterlalutinggi

Dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang,interaksi obat terjadi karena hasil dari reaksi toksik dari obat, dosis obat diberikan terlalucepat.

Kepatuhanpasien

Pasien tidak mengerti instruksi pemakaian, pasien memilih untuk tidak memakai obat,pasien lupa untuk memakai obat, harga obat yang terlalu mahal bagi pasien, pasien tidakdapat menelan atau memakai sendiri obat secara tepat, obat tidak tersedia bagi pasien.

Page 47: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

24

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi peresepan pada pasien

hepatitis B kronis di RSUP Dr. Sardjito periode Yogyakarta periode 2005-2007 yang

terkait dengan Drug Therapy Problems yaitu merupakan masalah-masalah yang

dapat timbul selama pasien diberi terapi, yaitu adanya terapi obat tanpa indikasi,

adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan

obat, dosis yang kurang, terjadinya adverse drug reaction dan dosis yang berlebih.

Page 48: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi peresepan pada pasien hepatitis B kronis di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito periode 2005-2007 merupakan jenis

penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat

retrospektif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya

dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek menurut keadaan apa adanya (in

nature), tanpa adanya manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2001).

Penelitian merupakan rancangan deskriptif evaluatif dikarenakan data yang diperoleh

dari lembar rekam medis kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan

dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang kemudian

ditampilkan dalam bentuk tabel. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang

digunakan diambil dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen terdahulu

yaitu berupa rekam medis pasien hepatitis B kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP.

Dr. Sardjito periode 2005-2007.

B. Definisi Operasional

1. Pasien hepatitis B kronis adalah pasien yang telah terdiagnosis hepatitis B kronis

yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode 2005-2007.

Page 49: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

26

2. Kasus adalah banyaknya perawatan yang dilakukan oleh pasien hepatitis B kronis

di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007.

3. Resep adalah kumpulan permintaan tertulis dari dokter kepada Apoteker

Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita

hepatitis B kronis dalam satu kali periode perawatan di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007

4. Lembar rekam medis adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang

memuat data mengenai karakteristik pasien meliputi identitas, diagonosis,

anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil laboratorium, daftar pemberian obat,

rencana pengelolaan dan catatan perkembangan, rekam catatan keperawatan serta

ringkasan pemeriksaan pada kasus hepatitis B kronis yang dirawat di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007.

5. Karakteristik pasien hepatitis B kronis adalah penggolongan pasien yang telah

terdiagnosis hepatitis B kronis berdasarkan umur, jenis kelamin dan komplikasi

sirosis pada saat pasien dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-

2007.

6. Pola pengobatan pasien hepatitis B kronis adalah penggolongan obat yang

digunakan pasien hepatitis B kronis menjadi beberapa kelas terapi berdasarkan

buku acuan Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMS Indonesia

Petunjuk Konsultasi Edisi 7 2007/2008.

7. Jenis obat adalah nama dagang maupun nama generik yang diberikan kepada

pasien hepatitis B kronis dalam satu kali periode perawatan di Instalasi Rawat

Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007

Page 50: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

27

8. Peresepan obat tidak rasional adalah peresepan yang tidak sesuai dengan

parameter yang mengacu pada Drug Therapy Problems yang meliputi kriteria

yaitu adanya terapi obat tanpa indikasi, indikasi penyakit yang tidak diberikan

terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis yang kurang, terjadinya adverse

drug reaction, dosis yang berlebih, dan kepatuhan pasien dalam penggunaan

obat.

9. Terapi obat tanpa indikasi, meliputi tidak adanya indikasi medis yang valid

untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak obat

untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal, kondisi

medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan untuk

menghilangkan adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatan lain,

penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menyebabkan

masalah.

10. Indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, meliputi kondisi terapi yang

memerlukan terapi inisiasi obat, pencegahan terapi obat diperlukan untuk

mengurangi resiko berkembangnya penyakit baru, kondisi medis yang

memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek

adiktif.

11. Ketidakefektifan pemilihan obat, meliputi obat yang digunakan bukan obat yang

paling efektif terhadap masalah medis yang dialami, kondisi medis terbiaskan

dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai dan obat tidak efektif

terhadap indikasi yang dialami.

Page 51: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

28

12. Dosis yang kurang, meliputi dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon

yang diinginkan, interval dosis terlalu rendah untuk dapat menghasilkan respon

yang diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia dan

durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan.

13. Adverse drug reaction, meliputi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan

yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis, obat yang lebih aman diperlukan

terhadap faktor resiko, interaksi obat menyebakan reaksi yang tidak diinginkan

yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis, adanya regimen dosis atau

berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi dan obat kontraindikasi terhadap

faktor resiko.

14. Dosis yang berlebih, meliputi dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat

terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi karena hasil dari

reaksi toksik dari obat dan dosis obat diberikan terlalu cepat.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah kasus yang dirawat di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007. Jumlah kasus dalam penelitian

ini sebanyak 21 kasus.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien

hepatitis B kronis di RSUP Sardjito Yogyakarta periode tahun 2005-2007.

Page 52: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

29

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito, Jalan

Kesehatan No. 1 Sekip Yogyakarta

F. Tata Cara Penelitian

Jalannya penelitian meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap

pengambilan data dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap perencanaan

Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan bahan

penelitian kemudian mengurus perijinan untuk melihat lembar rekam medis pasien

hepatitis B kronis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007.

2. Tahap pengambilan data

Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran data di

Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta kemudian didapatkan data

print out mengenai jumlah pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, alamat,

lama perawatan, unit perawatan, diagnosis utama, diagnosis lain ataupun komplikasi

yang dialami pasien. Dari data print out didapatkan 20 pasien dengan jumlah kasus

sebesar 27 kasus, namun dalam analisis yang dilakukan oleh penulis hanya

digunakan data lembar rekam medis pasien sebesar 14 pasien dengan jumlah kasus

sebesar 21 kasus dengan menghitung banyaknya rawat inap pasien yang terjadi

dalam periode 2005-2007. Pengurangan jumlah pasien yang diteliti dalam penelitian

ini disebabkan karena 5 pasien ternyata tidak terdiagnosis tegak sebagai pasien

hepatitis B kronis dan 1 pasien lagi tidak ditemukan rekam medisnya.

Page 53: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

30

Dari keduapuluh satu kasus hepatitis B kronis tersebut kemudian data rekam

medis masing-masing kasus ditulis ke dalam lembar pencatatan. Data yang

dikumpulkan meliputi identititas, diagnosis, anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil

laboratorium, daftar pemberian obat, rencana pengelolaan dan catatan

perkembangan, rekam catatan keperawatan dan ringkasan pemeriksaan.

3. Tahap penyelesaian data

a. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dideskripsikan.

Tabel data berisi mengenai karakteristik pasien yang dikelompokkan

berdasarkan usia, jenis kelamin dan komplikasi sirosis, pola pengobatan

yang menampilkan distribusi kelas terapi, dan kajian mengenai Drug

Therapy Problems yang dijabarkan menggunakan metode SOAP

(Subjective, Objective, Assessment, Plan).

b. Evaluasi data

Pengelompokkan kelas terapi yang digunakan pada analisa kasus

berdasarkan pustaka acuan Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000

dan MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 7 2007/2008. Pembahasan

Drug Therapy Problems dalam analisis dalam penelitan ini menggunakan

pustaka Drug Information Handbook 14th edition, Informasi Spesialite Obat

Indonesia volume 43-2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000,

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7 2007/2008, Clinical

Pharmacy and Therapeutics 2nd Edition, Jurnal Treatment of Cirrhosis

Ascites dan Jurnal Beta-Blockers for Prevention of Growth of Small

Page 54: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

31

Esophageal Varices In Cirrhosis: An Randomized Controlled Trial (RCT).

Evaluasi yang dilakukan secara kasus per kasus.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis data dilakukan dengan melihat karakteristik pasien berdasarkan

usia, jenis kelamin dan komplikasi sirosis. Pola pengobatan pasien hepatitis B kronis

dibagi menjadi 11 kelas terapi, kemudian terbagi ke dalam masing-masing golongan

obat, kelompok obat, nama zat aktif dan jenis obat. Kajian Drug Therapy Problems

menggunakan metode SOAP pada masing-masing kasus, kemudian dibuat

rangkuman pembahasan Drug Therapy Problems, di mana pada tabel tersebut

dijabarkan nomor kasus, jenis obat, penilaian, dan rekomendasi terhadap Drug

Therapy Problems yang terjadi. Pada analisa kerasionalan pada penelitian ini

parameter Drug Therapy Problems yang digunakan hanya sebesar 6 parameter tanpa

mengikutsertakan kepatuhan pasien hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan

dalam penelitian sehingga hanya mampu mengamati keenam parameter lainnya yang

termasuk dalam kategori Drug Therapy Problems. Untuk tata cara analisa hasil

dilakukan sebagai berikut :

1. Karakteristik pasien

a. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi 2 kelompok usia, yaitu <30

tahun dan ≥30 tahun, yang dihitung dengan cara membagi jumlah kasus

pada tiap kelompok usia dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian

dikalikan 100%.

Page 55: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

32

b. Persentase jenis kelamin dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis

kelamin laki-laki dan wanita, dihitung dengan cara membagi antara jumlah

kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dengan jumlah keseluruhan kasus

kemudian dikalikan 100%.

c. Persentase terjadinya komplikasi sirosis dikelompokkan menjadi kasus

dengan sirosis dan belum sirosis, dihitung dengan cara membagi antara

jumlah kasus pada tiap kelompok dengan jumlah keseluruhan kasus

kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase kelas terapi obat pada masing-masing tahun dikelompokkan menjadi

11 kelas terapi, dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap

kelas terapi per tahun dengan jumlah keseluruhan kasus pada tahun tersebut

kemudian dikalikan 100%. Persentase total kelas terapi dihitung dengan cara

membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok kelas terapi dengan jumlah

keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

3. Persentase total jenis zat aktif yang digunakan pada masing-masing kelas terapi

dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap jenis zat aktif

dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

4. Kajian Drug Therapy Problems dijabarkan dengan metode SOAP. Pada bagian

Subjective dijabarkan mengenai jenis kelamin, usia, diagnosis, keluhan utama,

perjalanan penyakit, kondisi umum, dan keadaan pulang pasien. Bagian

Objective digambarkan dengan tabel mengenai data laboratorium maupun tanda

vital yang dilengkapi dengan pemberian terapi selama perawatan. Sedangkan

Page 56: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

33

Drug Therapy Problems akan dijabarkan pada Assessment yang kemudian akan

dipecahkan melalui Plan.

5. Kajian Drug Therapy Problems kemudian dirangkum, yaitu dengan

mengelompokkan kasus yang terjadi pada keenam parameter Drug Therapy

Problems beserta jenis obat dan zat aktifnya disertai penilaian dan rekomendasi

terhadap terjadinya Drug Therapy Problems.

H. Kesulitan Penelitian

Dalam pengambilan data pada penelitian ini penulis menemui beberapa

kesulitan, antara lain sulitnya membaca tulisan dokter atau perawat yang ada di

lembar rekam medis mengenai perawatan yang diterima pasien dan tulisan nama

jenis obat yang diterima pasien. Penggunaan istilah medis yang tidak lazim

digunakan juga sulit dimengerti oleh penulis karena tidak sesuai dengan istilah yang

berlaku didunia internasional. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya

kepada dokter pembimbing medis, dosen pembimbing skripsi, dosen farmasi Sanata

Dharma maupun rekan sejawat yang bersama penulis juga sedang meneliti di

Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Penulis juga mengalami kesulitan pada saat melakukan evaluasi data karena

ada data pasien yang tidak lengkap pada lembar rekam medis, contohnya seperti

diagnosis pasien. Kesulitan lainnya yang juga merupakan keterbatasan dalam

penelitian ini yaitu sulit untuk menganalisa kepatuhan pasien karena penulis tidak

dapat mengamati terjadinya penyebab umum timbulnya ketidakpatuhan pasien.

Page 57: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai kerasionalan peresepan pasien hepatitis B kronis di

RSUP Dr. Sardjito periode 2005-2007 dilakukan dengan menelusuri kasus pasien

rawat inap yang terdiagnosis penderita hepatitis B kronis, baik yang didiagnosis

dalam diagnosis utama maupun diagnosis lain. Kasus hepatitis B kronis pada

penelitian ini yang tergolong dalam diagnosis utama sebanyak 4 kasus sedangkan

dengan diagnosis lain sebanyak 17 kasus.

Hasil penelitian mengenai kerasionalan peresepan pasien hepatitis B kronis

di RSUP Dr. Sardjito periode 2005-2007 dibagi menjadi 3 bagian yaitu karakteristik

pasien hepatitis B kronis, pola pengobatan pasien hepatitis B kronis, dan kajian Drug

Therapy Problems (DTPs) dan kemudian akan dirangkum pada akhir pembahasan.

Karakteristik kasus hepatitis B meliputi kelompok usia, jenis kelamin dan terjadinya

komplikasi sirosis. Pola pengobatan kasus hepatitis B kronis meliputi kelas terapi

beserta golongan obat pasien selama dirawat di instalasi rawat inap RSUP Dr.

Sardjito periode 2005-2007 dan kajian keenam parameter Drug Therapy Problems

(DTPs) dijabarkan melalui metode SOAP serta dirangkum dalam bentuk tabel

berdasarkan kategori DTPs yang terjadi pada masing-masing kasus.

A. Karakteristik Kasus Hepatitis B Kronis

Distribusi berdasarkan kelompok usia dimaksudkan untuk mengetahui

perbandingan jumlah pasien pada kelompok-kelompok usia tertentu, sedangkan

Page 58: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

35

distribusi berdasarkan kelompok jenis kelamin dimaksudkan untuk mengetahui

perbandingan jumlah pasien laki-laki dan wanita yang menderita hepatitis B kronis

di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito periode 2005-2007.

Berdasarkan kelompok umur, kasus hepatitis B kronis digolongkan

menjadi 2 kelompok usia, yaitu kelompok <30 tahun dan ≥30 tahun.

1. Berdasarkan kelompok usia

Tabel II. Distribusi Jumlah Kasus Hepatitis B Kronis berdasarkan Kelompok Usia diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Periode 2005-2007

Jumlah KasusKelompok Usia

(tahun) 2005(n=7)

2006(n=2)

2007(n=12)

% total

<30 - 1 - 4,8

≥30 7 1 12 95,2

Penggolongan ini didasarkan bahwa jangka waktu mulai munculnya gejala

dan tanda hepatitis B kronis pada pasien akan terlihat sesudah 30-50 tahun setelah

infeksi. Pada tabel II terlihat bahwa persentase pada kelompok usia <30 tahun hanya

sebesar 4,8% yaitu yang terjadi pada kasus nomor lima. Pasien diketahui terdiagonis

hepatitis B kronis bukan karena pasien menunjukkan gejala dan tanda hepatitis B

kronis, namun akibat pemeriksaan kesehatan menyeluruh atau pemeriksaan akibat

adanya penyakit lain. Tidak munculnya gejala dan tanda pada pasien disebabkan

karena perjalanan penyakit hepatitis B kronis bersifat asimptomatik Seringkali gejala

dan tanda yang muncul baru terlihat apabila pasien hepatitis B kronis telah

mengalami komplikasi seperti sirosis hati dekompensata di mana pada pasien telah

mengalami gejala yang jelas, yaitu keluhan asites, ikterus atau muntah darah.

Page 59: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

36

2. Berdasarkan kelompok jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, kasus hepatitis B kronis di RSUP Dr. Sardjito

pada tahun 2005-2007 lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebesar 81,0%

sedangkan pada wanita sebesar 19,0%.

Tabel III. Distribusi Kasus Hepatitis B Kronis Berdasarkan Jenis Kelamin di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Jumlah KasusJenis Kelamin 2005

(n=7)2006(n=2)

2007(n=12)

% total

Wanita 3 ─ 1 19,0Laki-laki 4 2 11 81,0

3. Berdasarkan terjadinya komplikasi sirosis

Tabel IV. Distribusi Kasus Hepatitis B Kronis Berdasarkan Jenis Kelamin di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Jumlah KasusKomplikasi 2005

(n=7)2006(n=2)

2007(n=12)

% total

Sirosis dekompensata 3 - 7 47,6Belum sirosis 4 2 5 52,4

Komplikasi yang dialami pasien adalah sirosis dekompensata di mana

gejala dan tanda yang muncul lebih jelas, seperti keluhan asites, ikterus atau muntah

darah. Pasien biasanya baru diketahui menderita hepatitis B kronis setelah muncul

gejala dan tanda tersebut.

B. Pola Pengobatan Pasien Hepatitis B Kronis

Obat-obat yang digunakan oleh pasien hepatitis B kronis di instalasi rawat

inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005-2007 dibagi menjadi beberapa kelas

terapi. Pada penelitian ini kelas terapi yang digunakan pada kasus sebanyak 11 kelas

terapi, yang kemudian terbagi kedalam masing-masing golongan obat, kelompok

Page 60: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

37

obat, nama zat aktif dan jenis obat. Pembagian kelas terapi dalam penelitian ini

berdasarkan pustaka acuan Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMS

Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 7 2007/2008, yang disajikan pada tabel V.

Tabel V. Distribusi Kelas Terapi Obat Kasus Hepatitis B Kronis yang Dirawat diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Jumlah Kasus Persentase (%) tiaptahunNo. Kelas Terapi 2005

(n=7)2006(n=2)

2007(n=12) 2005 2006 2007

% total

1 Obat saluran cerna 4 2 10 57,1 100,0 83,3 76,22 Obat kardiovaskuler 5 - 6 71,4 - 50,0 52,43 Obat saluran pernapasan 5 1 5 71,4 50,0 41,7 52,44 Obat sistem saraf pusat 2 - 3 28,6 - 25,0 23,85 Obat analgesik 2 2 6 28,6 100,0 50,0 47,66 Obat infeksi 4 2 8 57,1 100,0 66,7 66,77 Obat-obat hormonal 1 - 7 14,3 - 58,3 38,18 Obat gizi dan darah 7 2 12 100,0 100,0 100,0 100,09 Obat otot skelet dan sendi - - 1 - - 8,3 4,810 Obat sistem hepatobilier 2 2 7 28,6 100,0 58,3 52,4

11 Antineoplastik danimunomodulator - 1 - - 50,0 - 4,8

Kelas terapi terbanyak yang digunakan oleh pasien adalah obat gizi dan

darah, yaitu sebesar 100%. Obat gizi dan darah merupakan obat yang digunakan

untuk salah satu tindakan suportif yang merupakan pengobatan umum yang

diberikan kepada pasien hepatitis B kronis. Kelas terapi terbanyak kedua adalah obat

saluran cerna, yang digunakan untuk mengatasi gangguan yang terjadi di saluran

cerna seperti mual, muntah, nyeri pada lambung dan gangguan pencernaan bila

produksi enzim berkurang. Obat antiinfeksi menempati kedudukan ketiga sebagai

kelas terapi terbanyak yang digunakan setelah obat gizi dan darah serta obat saluran

cerna., dimana penggunaan obat antiinfeksi pada kasus hepatitis B kronis disebabkan

karena pada sebagian besar kasus menderita infeksi, baik pada diagnosis utama

maupun pada diagosis lain.

Page 61: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

38

1. Obat yang bekerja pada saluran cerna

Tabel VI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yang Bekerja pada SistemSaluran Cerna yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

% Total

Dexanta® 1 - -aluminiumhidroksida Farmacrol® - 1 -

9,5

rebamipide Mucosta® - - 1 4,8Antasida

esomeprazole Nexium® - - 2 9,5ranitidin 1 - 4Acran® 1 - -Radin® 1 2 -Ant. reseptor H2 ranitidin

Rantin® - - 1

47,6

Ulsidex® - - 2Khelator dansenyawa kompleks sukralfat

Inpepsa® - - 114,3

pantoprazol Pantozol® - 1 1 9,5omeprazole - 1

Antitukak

PPIomeprazol

OMZ® 1 1 14,3

AntidiareAdsorben danobat pembentukmassa

atapulgitaktif

NewDiatab® 1 - - 4,8

Pelunak tinjaPhenolphthalein,liq paraffin,glycerin

Laxadin® - - 1 4,8

Duphalac® 2 - 1Pencahar

Pencahar osmotik laktulosaPralax® - - 1

19,0

Obat saluran cerna yang paling banyak dipakai adalah golongan antitukak

kelompok antagonis reseptor H2 dengan zat aktif ranitidin. Tukak lambung adalah

suatu kondisi patologis pada lambung, duodenum, esofagus bagian bawah, dan

stoma gastroenterostomi. Tujuan terapi tukak lambung adalah meringankan atau

menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi yang

serius (hemoragi, perforasi, obstruksi), dan mencegah kekambuhan. Dimana pada

kelompok antagonis reseptor H2, penyembuhan tukak lambung dan duodenum

dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat hambatan reseptor H2

(Anonim, 2000). Golongan kedua terbesar adalah pencahar dari kelompok pencahar

osmotik. Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan

Page 62: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

39

pengeluaran tinja dari kolon dan rektum. Pencahar osmotik bekerja dengan cara

menahan cairan dalam usus secara osmosis atau dengan mengubah penyebaran air

dalam tinja. Laktulosa adalah disakarida semisintetik tidak diabsorpsi dari saluran

cerna. Senyawa ini menyebabkan diare osmotik dengan pH tinja yang rendah, dan

mengurangi proliferasi organisme penghasil amonia (Anonim, 2000).

2. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler

Tabel VII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yang Bekerja pada SistemKardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%Total

Alfa bloker terazosin Hytrin® 1 - - 4,8irbesartan irbesartan 1 - - 4,8valsartan Aprovel® - - 1 4,8

Antagonisreseptorangiotensin II telmisartan telmisartan - - 1 4,8

Obat antihipertensi

ACEI lisinopril Noperten® - - 1 4,8Golongan nitrat isosorbid mononitrat ISMN - - 1 4,8

nifedipin Adalat oros® 1 - - 4,8Golonganantagonis kalsium amlodipin Tensivask® 1 - - 4,8

propranolol propranolol 1 - 5 28,6bisoprolol 1 - -

Obatantiangina

Golongan βblokerbisoprolol

Maintate® - - 1 9,5

Diuretika kuat furosemid Lasix® 4 - 1 23,8Aldacton® 1 -spironolactone 1 - 3Carpiaton® - - 2

Diuretika Diuretika hematkalium spironolakton

Letonal® - - 1

38,1

Antiplatelet Clopidogrel Plavix® - - 1 4,8Ditranex® - - 1Transamin® - - 1

Obat sistemkoagulasidarah

Hemostatik danantifibrinolitik asam traneksamat

Kalnex® 1 - 119,0

Obatgangguansirkulasidarah

vasodilatorserebral

Citocoline Brainact®

- - 1 4,8

Zat aktif yang banyak digunakan pada sistem kardiovaskuler adalah

spironolakton dan propranolol. Spironolakton merupakan diuretika hemat kalium

yang bermanfaat pada terapi edema dengan sirosis hati (Anonim, 2000).

Spironolacton merupakan diuretika pilihan untuk terapi asites yang bekerja dengan

Page 63: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

40

cara memblok reabsorbsi sodium pada tubulus kolektivus (Walker dan Edwards,

2001). Indikasi propranolol adalah untuk terapi hipertensi yang efektif walaupun

mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti (Anonim, 2000). Obat

antihipertensi golongan β-bloker dapat mengurangi curah jantung, mengubah

kepekaan refleks baroreseptor, dan memblok adrenoreseptor perifer. Selain itu,

propranolol dapat digunakan untuk pencegahan pendarahan varises esofageal dan

pendarahan gastrik pada hipertensi portal (Anonim, 2000).

3. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernapasan

Tabel VIII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat pada Sistem SaluranPernapasan yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat

Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

% total

Antiasma danbronkodilator

Bronkodilatorantimuskarinik

ipratropium bromida Atrovent® - - 1 4,8

Kortikosteroid - budenosid Pulmicort® - - 1 4,8Oksigen - oksigen oksigen 4 - 3 33,3

- asetilsistein Fluimucil® - 1 2 14,3Mukolitik- ambroxol ambroxol 1 - 1 9,5

levodropropizine Levopront® - 1 - 4,8Antitusif danekspektoran Antitusif

dekstrometorfan dekstromethorfan 1 - 2 14,3

Tiga jenis zat aktif yang paling banyak digunakan secara adalah oksigen,

asetilsistein dan dekstrometorfan. Oksigen diresepkan pada pasien hipoksemia untuk

meningkatkan tekanan oksigen alveolar, dan mengurangi kerja pernapasan yang

dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan oksigen arterial, dimana kadar

pemberiannya tergantung pada kondisi pasien yang diterapi. Tujuan pemberian dosis

secukupnya tersebut adalah untuk mengatasi hiposemia tanpa memperburuk retensi

CO2 dan asidosis respiratorius (Anonim, 2000). Asetilsistein berfungsi sebagai

mukolitik untuk mempercepat ekspektorasi dengan mengurangi viskositas sputum.

Page 64: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

41

Dekstrometorfan merupakan antitusif untuk menekan rangsang batuk yang tidak

produktif.

4. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat

Tabel IX. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat yang Bekerja pada SistemSaraf Pusat yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat

Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%total

Motilium® - - 1domperidon

Vometa® 1 - 1 14,3

ondansetron Invomit® - - 1 4,8Obat mual dan vertigo -

metoklopramid Sotatic® 1 - - 4,8

Golongan yang digunakan pada sistem saluran pernapasan adalah golongan

obat mual dan vertigo dengan zat aktif yang terbanyak digunakan adalah

domperidon. Domperidon dapat mengatasi gejala mual dan muntah yang sebagian

besar dialami oleh pasien hepatitis B kronis. Domperidon tidak mudah melewati

sawar darah otak sehingga tidak menimbulkan reaksi distonia dan sedasi (Anonim,

2000).

5. Obat yang bekerja sebagai analgesik

Tabel X. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Analgesik yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

% total

parasetamol dan n-acetylcysteine Sistenol® 2 2 2 28,6

parasetamol parasetamol - 1 1 9,5asam mefenamat 1 - -

asam mefenamat Mefinal® - - 1 9,5

Analgesik non-opioid -

metamizole natrium Novalgin® 1 - - 4,8Antimigren Profilaksi migren flunarizin Frego® 1 - 1 9,5

Page 65: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

42

Dua golongan obat yang digunakan sebagai analgesik pada terapi pasien

hepatitis B kronis adalah golongan analgesik non-opioid dan golongan antimigren.

Pada golongan analgesik non-opioid, zat aktif terbanyak yang digunakan adalah

kombinasi antara parasetamol dan n-acetylcysteine yang memiliki indikasi untuk

meringankan batuk berdahak dan menurunkan demam pada flu, sakit kepala dan

nyeri. N-acetylcysteine telah digunakan selama beberapa dekade dan telah terbukti

berfungsi sebagai antidot pilihan pada terapi yang menggunakan parasetamol

(acetaminophen) yang menginduksi terjadinya hepatotoksistas (Algren, 2008). Asam

mefenamat merupakan analgesik kelompok AINS namun sifat antiinflamasinya

rendah. Pada kelompok profilaksi migren, zat aktif yang digunakan adalah flunarizin

yang berfungsi sebagai profilaksis migren, pengobatan gangguan serebral dan

vestibular perifer (Anonim, 2000).

6. Obat-obat hormonal

Tabel XI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Hormonal yang Digunakanpada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%total

Antidiabetik Insulin suspensi netralisophane

Insulatard®- - 3 14,3

Somerol® - - 1metil prednisolon

metilprednisolon - - 214,3

Kortikosteroid Antiinflamasisistemik

prednison prednison 1 - - 4,8Hormon lain - oktreotid Sandostatin® - - 1 4,8

Golongan kedua terbanyak yang digunakan adalah golongan kortikosteroid

dan golongan antidiabetik. Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan

protein reseptor yang spesifik di organ target (Anonim, 2000). Pada golongan

kortikosteroid kelompok antiinflamasi sistemik, zat aktif yang paling banyak

Page 66: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

43

digunakan adalah metil prednisolon. Pada golongan antidiabetik kelompok obat

yang paling banyak digunakan adalah insulin sebagai terapi pada pasien diabetes

melitus tipe I (tipe diabetes melitus yang tergantung insulin). Insulatard® merupakan

jenis insulin yang mula kerjanya dalan waktu singkat (1/2 jam) dan durasinya sedang

yaitu sebesar 24 jam. Komposisi Insulatard® adalah berupa suspensi netral isophane

dari monokomponen insulin manusia dan merupakan rekombinan DNA asli.

7. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi

Tabel XII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Infeksi yang Digunakan padaTerapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%total

amoksisilin amoxicillin 2 - - 9,5

Penisillin Amoksisilindan asamklavulanat

Augmentin® - - 1 4,8

sefotaksim cefotaxime 2 - 2 19,0Biotriax® - - 1ceftriaxone 2 - 4Triject® - - 1

seftriakson

Tricefin® - 1 -

42,9

imipenem Pelastin® - - 1 4,8

Sefalosporin danantibiotik βlaktamlainnya

seftazidim ceftazidime 1 - - 4,8Aminoglikosida gentamisin Garamycin® 1 - - 4,8Makrolid azitromisin azitromicin - - 3 14,3Antibiotik lain kolistin Colistine® 1 - 1 9,5

siprofloksasin ciprofloksasin - 1 - 4,8

Antibiotik/antimikroba

Kuinolongatifloksasin gatifloksasin 1 - - 4,8

rifampisin rifampisin - - 1 4,8isoniazid INH - - 1 4,8Antimikobakteri Tuberkulostatiketambutol etambutol - - 1 4,8

Antijamur - Ketokonazol ketokonazol - - 1 4,8

Antivirus - entecavir Baraclude® - - 1 4,8

Golongan obat terbesar yang digunakan adalah golongan antibiotik dengan

zat aktif yang terbanyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim dimana

Page 67: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

44

keduanya berasal dari kelompok sefalosporin dan antibiotik βlaktam lainnya.

Sefalosporin termasuk antibiotik βlaktam yang bekerja dengan cara menghambat

sintesis dinding sel mikroba. Baik seftriakson maupun sefotaksim, keduanya

merupakan sefalosporin generasi ketiga, yang umumnya kurang aktif terhadap kokus

gram positif dibanding dengan generasi pertama, tetapi jauh lebih aktif terhadap

Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase (Anonim, 2000).

8. Antineoplastik dan imunomodulator

Tabel XXIII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Antineoplastik danImunomodulator yang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

% total

Imunomodulator - - Imreg® - 1 - 4,8

Jenis obat yang digunakan adalah Imreg®, yang berfungsi sebagai

imunomodulator yang dapat meningkatkan sistem daya tahan tubuh pasien

khususnya pasien yang mengalami infeksi.

9. Obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi

Tabel XIV. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Otot Skelet dan Sendi yangDigunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%total

Obat reumatikdan gout Obat gout alopurinol allopurinol - 1 4,8

Kelompok obat yang paling banyak digunakan adalah obat gout dengan

jenis obat yang digunakan adalah alopurinol. Indikasi alopurinol adalah untuk

profilaksis gout dan batu asam urat dan kalsium oksalat di ginjal (Anonim, 2000).

Page 68: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

45

10. Obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah

Tabel XV. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Gizi dan Darah yangDigunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005n=7

2006n=2

2007n=12

%total

Anemia defisiensi besi fero sulfat tablet besi 1 - - 4,8Anemiadankelainandarahlainnya

Anemia megaloblastik asam folat asam folat 2 - - 9,5

Pemberian oral asamaminoesensial Ketosteril® 1 - - 4,8

normal salin normal salin - - 1 4,8Ca, K, Na, Cl,asetat asering® 1 - 1 9,5

Na, Cl, glukosa KaEN 1B® 1 - - 4,8

natrium laktat Ringer Laktat® 2 1 2 23,8

dekstrosa 5% 3 1 3glukosa

dekstrosa 10% 2 - 147,6

natrium klorida NaCL 0,9% 1 1 7 42,9

Pemberian intravena

eritrosit PRC 4 - 3 33,3

Cairan danelektrolit

Plasma danpengganti plasma albumin albumin 1 - 1 9,5

Nutrisiintravena -

Na, Cl, danasam-asamamino

Aminoleban® 2 - 1 14,3

Fosfor kalsiumkarbonat

kalsiumkarbonat 2 - - 9,5

MineralKalium kalium L-

aspartat Aspar-K® 1 - - 4,8

Kelompok vitamin B vitamin B6 vitamin B6 - - 1 4,8Vitamin

Vitamin K vitamin K vitamin K 2 - 7 42,9Kelainanmetabolisme

Porfiria akut pirazinamida pirazinamida - - 1 4,8

Page 69: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

46

Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan cairan dan

elektrolit dan vitamin. Pada golongan cairan dan elektrolit kelompok pemberian

glukosa secara intavena berupa pemberian dekstrosa 5% dan dekstrosa 10%

merupakan jenis obat terbanyak yang digunakan. Pemberian keduanya bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan normal atau untuk menggantikan kekurangan cairan

yang cukup besar atau adanya kehilangan cairan yang berkelanjutan (Anonim,

2000). Golongan kedua terbesar adalah vitamin K yang diperlukan untuk faktor

pembekuan darah untuk mencegah dan mengobati perdarahan. Karena vitamin K

larut lemak, penderita dengan malabsorpsi lemak, khususnya pada penyakit hati,

bisa menjadi defisien sehingga diberikan vitamin K. Golongan kedua besar lainnya

adalah natrium klorida yang diindikasikan pada keadaan kehilangan natrium dan

biasanya perlu diberikan secara intravena (Anonim, 2000).

11. Obat sistem hepatobilier

Tabel XVI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Sistem Hepatobilier Sendiyang Digunakan pada Terapi Kasus Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Jumlah Kasus

Golongan

Kelompok Zat Aktif Jenis Obat 2005

n=72006n=2

2007n=12

%total

- Schizandrin C derivat Hp Pro® l 2 4 33,3

- ursodeoxycholic acid Urdafalk® - - 4 19,0

-

silymarin, oleumxanthorrhizae, ekstrakcurcuma, echinacea

Hepasil®

- - l 4,8

-lecithin, vit B1, vit B2, vit B12,nicotinamide, vit E

Lesichol®- - l 4,8

-lecithin, vit B1, vit B2, vit B12,nicotinamide, vit E, βcarotene

Lesifit®l - - 4,8

-lecithin, vit B1, vit B2, vit B6,vit E

Cholesvit® l - - 4,8

Hepatikprotektor

rhizoma curcuma Curcuma® - - 2 9,5

Page 70: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

47

Hepatoprotektor adalah obat digunakan untuk melindungi fungsi hati dari

kerusakan yang lebih berat akibat adanya inflamasi hati dan kondisi lain.

Hepatoprotektor dapat memberikan perlindungan terhadap virus, kuman atau toksin.

Jenis obat yang banyak digunakan adalah Hp Pro® dan Urdafalk®. HpPro® berfungsi

untuk mengurangi peradangan hati dan normalisasi fungsi hati, sedangkan Urdafalk®

digunakan untuk terapi hepatitis kolestatis dan hepatitis aktif kronik, kandungan

ursodeoxycholic acid dapat memperbaiki kolestasis terkait sepsis dengan cara

menurunkan asam empedu di dalam darah (Anonim, 2008 g).

Lecithin dalam tubuh berupa fosfolipid. Hati secara alami memproduksi

lecithin namun dengan adanya kerusakan hati maka produksinya akan berkurang.

Dengan adanya kandungan lecithin pada berbagai jenis obat hepatoprotektor dapat

memenuhi kebutuhan fosfolipid sel-sel hati yang mengalami kerusakan sehingga

dapat memperbaiki dan mengembalikan fungsi hati. Kandungan vitamin B1 juga

sangat membantu perbaikan sel-sel hati sehingga proses tersebut berlangsung lebih

efektif dan dapat berfungsi menyusun kembali sel-sel hati yang rusak. Vitamin B2,

B6 dan B12 berfungsi untuk membantu pembentukan eritrosit.

C. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs)

Berikut adalah pembahasan Drug Therapy Problems (DTPs) pada

keduapuluh satu kasus, di mana pada masing-masing kasus tersebut akan dianalisis

dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment and Plan).

Page 71: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

48

Tabel XVII. Kajian DTPs Kasus 1 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 1. No. RM 01.18.89.91 (04/06/05-13/06/05)SubjectiveLaki-laki/62 tahun. DU: Sirosis Hepatis Child C. DL: Hepatitis B Kronis, Suspect SpontaneousBacterial Peritonitis. Keluhan utama : perut membesar dan sebah. Keadaan umum : terlihat lemah, CM,gizi kurang dan tampak pucat. Enam HSMRS pasien muntah darah dan BAB hitam, perut membesardan sebah namun badan tidak kuning. HMRS pasien merasa kembung, perut semakin membesar, mual,muntah darah, demam dan BAB tidak berdarah. Keadaan pulang : membaikObjective

Tanggal periksa (Juni2005)Parameter

4 9Nilai normal

SGOT 65,8 ↑ 71,1↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 49↑ 44,8↑ 10,0-40,0 IU/LAlbumin 1,88↓ - 3,50-5,00 g/dlAFP 115,80↑ - 1-15 ng/mlPTT 21,2↑ 18↑ 10,8-14,3 detik

HBsAg : positifSuhu (°C) : 37Nadi (kali/menit) : 92BP (mmHg) : 140/60 mmHgRR (kali/menit) : 28

PenatalaksanaanTanggal (Juni 2005)Nama Obat 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Diet Hepar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Infus D 5% lini D5%:NaCl 0,9% 1:114 tpmx √ √ x

Infus D10%:aminoleban=1:1 lini √ √ √ √ √ √ √O2 4-5 liter/menit √ √ √ √Inj vit K II A/12 jam II A/24 jamx √ √ √ √ x x x xInj vit. K I A/8 jam vit K 3x100 mgx √ xInj Lasix® I A/24 jam √ √ √ √ √Lasix® 1x40 mg √ √ √ √ √Aldacton® 1x100mg 2x50mgx √ √ x √ √ √ √ √ √ √Aspar K® 1x300 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Duphalac® 1 x CII 3xCIIx √ √ √ √ √ x x x x xInj cefotaxime 1 g/8 jam √ √ √ √ √ √ √Transfusi PRC √ √ √ √ √ √ √Transfusi albumin √Radin® IA/12 jamranitidin 2x150 mgx √ √ √ √ √ √ √ √ xpropranolol 2x20 mg √ √ √amoxicillin 3x500 mg √ √

Assessment1. Dosis injeksi vitamin K terlalu besar.

DTPs : dosis terlalu besar.2. Pemberian kalium (Aspar-K®) tidak boleh diberikan bersama spironolakton. DTPs : ADR.3. Laktulosa (Duphalac®) tidak terbukti bermanfaat dalam terapi ensefalopatia hepatik.

DTPs : obat tidak efektif.4. Perlu tambahan lamivudin tablet/suspensi oral 1x100mg untuk terapi hepatitis B kronis yang telah

mengalami sirosis dekompensata. DTPs : perlu tambahan terapi obat.Plan1. Dosis terapi vitamin K sebesar 10 mg/hari sehingga dosis injeksi vitamin K dikurangi menjadi I

A/24 jam.2. Hentikan penggunaan kalium (Aspar-K®).3. Hentikan penggunaan laktulosa (Duphalac®), dan ganti dengan neomisin dosis 500-2000 mg setiap

6-8 jam.4. Tambahkan terapi lamivudin tablet/suspensi oral 1x100 mg.

Page 72: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

49

Tabel XVIII. Kajian DTPs Kasus 2 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 2. No. RM 01.18.89.91 (10/09/05-20/09/05)

SubjectiveLaki-laki/62 tahun.DU : Sirosis Hepatis Child C Degenerasi Maligna.DL : Hepatitis B Kronis.Komplikasi : Ensefalopati Hepatik Grade I.Keluhan utama : BAB hitam. Pasien adalah penderita Sirosis Hepatis Child C tegak sejak bulan Juni2005 dan selanjutnya kontrol ke poliklinik gastro.Keluhan yang dialami saat masuk rumah sakit adalah perut semakin besar, tidak muntah darah.Riwayat penyakit dalam keluarga bapak sakit kuning (25 tahun yang lalu) dan adik sakit kuning (15tahun yang lalu).RPD : tidak ada riwayat sakit kuning.Kondisi umum pasien terlihat lemah, CM dan gizi cukup.Keadaan pulang : membaikObjective

Tanggal (September2005)Parameter

10 16Nilai normal

SGOT 153↑ - 15,0-46,0 U/LSGPT 84↑ - 11,0-66,0 U/L

Albumin 1,64↓ 1,50↓ 3,50-5,00 g/dlGlobulin 3,4 - 2,4-3,5 g/dl

Protein Total 5,03↓ 5,90↓ 6,30-8,20 g/dlGGT 105↑ - 8,0-78,0 U/LAFP 115,80↑ - 1-15 ng/ml

APTT 33,2 - 23,9-36,2 detik

HBsAg : positifSuhu (°C) : 36,5Nadi (kali/menit) : 112BP (mmHg) : 110/70RR (kali/menit) : 24

PenatalaksanaanTanggal ( belasan September 2005)Nama Obat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0NGT Diet Hepar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √O2 3 liter/menit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Inf D10% : Aminoleban 2:1 20 tpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Transfusi PRC √ √ √ √ √ √ √ √Inj cefotaxime 1g/8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Inj vit K I A/8 jam II A/8 jamx √ √ √ √ √ √ √ x xColistin® 3x2 250.000 IU √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Duphalac® 3xCII √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √spironolactone 1x100mg √ √ √ √ √ √ √spironolactone 2x100mg √ √ √ √Inj Acran® 1A/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √Lasix® 1x40 mg √ √ √ √ √ √ √ √

Assessment1. Dosis injeksi vitamin K terlalu besar. DTPs : dosis terlalu besar.2. Laktulosa (Duphalac®) tidak terbukti bermanfaat dalam terapi ensefalopatia hepatik.

DTPs : obat tidak efektif.3. Perlunya tambahan lamivudin tablet/suspensi oral 1x100mg untuk terapi hepatitis B kronis yang

telah mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlu tambahan terapi obat.

Plan1. Dosis terapi vitamin K sebesar 10 mg/hari sehingga dosis injeksi vitamin K dikurangi menjadi I

A/24 jam.2. Hentikan penggunaan laktulosa (duphalac®), untuk terapi ensefalopati hepatik dapat digunakan

neomisin dengan dosis 500-2000 mg setiap 6-8 jam.3. Tambahkan terapi lamivudin tablet/suspensi oral 1x100 mg.

Page 73: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

50

Tabel XIX. Kajian DTPs Kasus 3 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 3. No. RM 01.29.06.73 (06/04/07-11/04/07)

SubjectiveLaki-laki/45 tahun.DU : Hepatititis B kronis.DL : Gastritis kronik ringan.Keluhan utama : mual. Dua MSMRS pasien mengeluh mual, tidak muntah, nafsu makan tidakmenurun, demam (kadang-kadang jika demam menggigil), BAB/BAK tidak ada kelainan.Satu HSMRS pasien mengeluh perut mual, tidak muntah, demam, tidak batuk, BAB/BAK tidak adakelainan dan sklera tidak kuning. Hari saat masuk rumah sakit keluhan menetap sehingga pasienperiksa ke RSUP Dr. Sardjito.RPD : tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi namun memiliki riwayatpenyakit malaria.RPK : jantung.Kondisi umum sedang, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.Objective

Tanggal periksa(April 2007)Parameter5 6

Nilai normal

SGOT 89↑ - <37 U/L

SGPT 101↑ - <41 U/LAlbumin - 3,5 3,50-5,00 g/dlALP - 77,0 38,0-126,0 U/L

Bilirubin Total 2,24 ↑ - ≤1 mg/dlProtein Total - 8,1 6,3-8,2 g/dlGGT - 112↑ 8,0-78,0 U/L

HBsAg : positifUSG abdomen : splenomegali dansuspect cholelitiasis kronisSuhu (°C) : 36Nadi (kali/menit) : 100BP (mmHg) : 110/80RR (kali/menit) : 18

PenatalaksanaanTanggal (April 2007)Nama Obat

6 7 8 9 10 11Diet Hepar √ √ √ √ √ √Hp Pro® 3x1 √ √ √ √ √ √Motilium® 3x1 10 mg AC √ √ √Urdafalk® 2x1 250 mg √ √ √Nexium® 1 vial/12 jam √ √ √Nexium® 1 A/24 jam √ √ √Biotriax® 1 A/12 jam √ √ceftriaxone 1 gram/12 jam √ √ √Infus Ringer laktat® √Infus dekstrosa 5% √ √Infus NaCl 0,9% √ √ √ √

Assessment1. Efek samping ceftriaxone (Biotriax®) salah satunya dapat meningkatkan nilai SGOT dan SGPT dan

menimbulkan gangguan fungsi heparDTPs : ADR.

2. Perlunya tambahan terapi interferon α-2βuntuk terapi hepatitis B kronis karena pasien belummengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat .

Plan1. Pantau nilai SGOT dan SGPT pasien secara berkala dan batasi penggunaan ceftriaxone (Biotriax®).2. Tambahkan terapi interferon α-2βsebanyak 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 74: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

51

Tabel XX. Kajian DTPs Kasus 4 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 4. No. RM 01.29.06.73 (29/09/07-08/10/07)

SubjectiveLaki-laki/45 tahun.DU : Suspect Non Hodgkin-limfom.DL : Hepatitis B kronis persisten.Keluhan utama : nyeri dada dan demam.Empat HSMRS pasien mengeluh nyeri di dada dan didaerah benjolan (daerah kelenjar di wajah, pipikanan), makan-minum biasa, mual, muntah, tidak sesak, dan tidak keringat dingin. Satu HSMRSpasien memeriksakan diri ke dokter X namun sampai HMRS keluhan yang dialami pasien menetapsehingga pasien dibawa ke UGD RSUP Dr. Sardjito kemudian dirawat bangsal.RPD : Hepatitis B Kronik.Kondisi umum : lemah dan CM.Keadaan pulang: belum sembuh.

ObjectiveTanggal (September-Oktober

2007)Parameter29/09 30/09 04/10 07/10

Nilai normal

SGOT 33,0 42,0 - 35,0 15,0-46,0 U/LSGPT 21,3 29,0 - 20,0 11,0-66,0 U/LALP - - 176,0↑ - 38,0-126,0 U/LBil. total - - 2,3↑ 0,8 0,2-1,3 mg/dlAlbumin 2,96↓ - - - 3,50-5,00 g/dlGlobulin 4,35↑ - - - 2,30-3,50 g/dlProtein total 7,31 - - - 6,40-8,30 g/dl

HBsAg : positifSuhu (°C) : 36Nadi (kali/menit) : 100BP (mmHg) : 110/80RR (kali/menit) : 18

PenatalaksanaanDiet TKTP (29/09/07-08/10/07)Infus RL:D10% = 1:1 16 tpmHp Pro 2x1 (29/09/07-05/10/07)Hp Pro 3x1 (06/10/07-08/10/07)Mucosta 2x100 mg (29/09/07-08/10/07)Rifampisin 1x450 mg (29/09/07-05/10/07)INH 1x300 mg (29/09/07-05/10/07)B6 1x10 mg (30/09/07-05/10/07)PZA 3x500 mg (29/09/07-05/10/07)Transfusi PRC (29/09/07)

Etambutol 3x250 mg (29/09/07-05/10/07)Urdafalk 2x250 mg(06/10/07-08/10/07)Injeksi Triject 1 g/12 jam (29/09/07-03/10/07)Injeksi Pelastin 250 mg/6 jam (03/10/07-08/10/07)Inj Invomit 4 mg/24 jam (03/10/07-06/10/07)Inj Somerol 1vial/12 jam (05/10/07-07/10/07)Sistenol 3x1 k/p (02/10/07-03/10/07, 05/10/07)Lasix k/p IA pre transfusi 29/09/07Lasix ½A pretransfusi 04/10/07

Assessment1. Efek samping etambutol pada hepar dapat menyebabkan hepatotoksisitas.

DTPs : ADR.2. Metil prednisolon (Somerol®) kontraindikasi terhadap penyakit hati.

DTPs : ADR.3. Pada tanggal 2 Oktober 2007 pasien tidak demam sehingga pemberian Sistenol® tidak

diperlukan.DTPs : terapi obat tanpa indikasi.

4. Tambahkan interferon α-2βuntuk terapi hepatitis B kronis.DTPs : perlu tambahan terapi obat .

Plan1. Batasi penggunaan etambutol.2. Hentikan penggunaan metil prednisolon (Somerol®).3. Hentikan penggunaan Sistenol® (kombinasi parasetamol dan n-acetylcystein).4. Tambahkan terapi interferon 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 75: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

52

Tabel XXI. Kajian DTPs Kasus 5 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 5. No. RM 01.26.95.61 (18/11/06-27/11/06)

SubjectiveLaki-laki/23 tahun.DU : Kolesistisis kronik.DL : Hepatitis B kronik.Keluhan utama : demam. Pasien demam tinggi saat menjelang tidur malam, batuk tidak berdahak, mual,tidak muntah. BAK tidak ada kelainan, BAB sedikit-dikit : tidak ada manifestasi pendarahan.Kondisi umum lemah, gizi cukup, CM.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (November 2006)Parameter

18 19 21 25Nilai Normal

SGOT 138↑ 133↑ - 106↑ 15-46 U/LSGPT 180↑ 192↑ - 111↑ 11-66 U/LALP - - 137↑ - 38,0-126,0 U/LBil. total - - 0,8 - 0,2-1,3 mg/dlAlbumin - - 3,1↓ - 3,5-5,0 g/dlProtein Total - - 6,8 - 6,3-8,2 g/dlGGT - - 263↑ - 8,0-78,0 U/L

HBsAg : positifHBeAg : negatifAnti HBc IgM : negatifSuhu (°C) : 38,7Nadi (kali/menit) : 100BP (mmHg) : 120/70RR (kali/menit) : 20

PenatalaksanaanTanggal (November 2007)Nama Obat

18 19 20 21 22 23 24 25 26 27Diet TKTP √ √ √ √Diet TKTP DH IIx √ √ √ √ √ √Infus RL® 30 tpm √ √ √Infus D5% lini √ √ √parasetamol 3x100 mg √ √ √Sistenol® 3x1 √ √ √ √ √ √Radin® 2x150 mg √ √ √ √Fluimucyl® 3xC1 √ √ √ √ √Hp Pro® 3x1 √ √ √ √ √ √ √Imreg® 2x1 √ √ √ √ √Farmacrol® syr 3x1c √ √ √ √Levopront® syr 3x1C √ √ √ √Inj.Tricefin® 2g/24 j √ √ √ √ √ √ √Inj Pantosal® 1x1 √ √ √ √ √

Assessment1. Levodropropizine (Levopront®) kontraindikasi terhadap terbatasnya fungsi hati.

DTPS : ADR.2. Pantoprazol (Pantosol®) kontraindikasi terhadap kerusakan fungsi hati.

DTPs : ADR.3. Perlunya tambahan terapi interferon α-2βuntuk mengatasi hepatitis B kronik yang belum

mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Hentikan pemakaian levodropropizine (Levopront®) dan ganti dengan antitusif seperti benzonatate

100 mg 3x/hari.2. Hentikan penggunaan pantoprazol (Pantosol®).3. Tambahkan terapi interferon α-2βsebesar 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 76: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

53

Tabel XXII. Kajian DTPs Kasus 6 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 6. No. RM 01.28.72.96 (15/03/07-10/04/07)

SubjectiveLaki-laki/41 tahun, DU : Hematemesis melena et causa Ruptur Varises Esophagus. DL : SirosisHepastis B Child B; Hepatitis B kronis. Satu HSMRS pasien tiba-tiba muntah darah kehitaman,mual, BAK seperti teh, tinja berwarna ter. RPD : Riwayat hemel sebelumnya ±2 tahun yang lalu ± 2gelas, BAB juga hitam seperti petis namun pasien hanya rawat jalan. Riwayat minum obat dan jamupegal linu ±2 tahun sebanyak 2-3x /minggu. Tidak ada riwayat sakit kuning. Kondisi umum :lemah,CM, gizi cukup. Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (Maret-April 2007)

Parameter 15 26 05 09 Nilai normal

SGOT 107 70,9 108,5 66,1 10,0-42,0 IU/LSGPT 113 47,8 64,5 42,1 10,0-10,0 IU/LBil.total 1,49↑ - - 0,85 0,2-1 mg/dlAlbumin 1,71↓ 1,94↓ 1,85↓ 1,27↓ 3,50-5,00 mg/dlGlobulin 4,0↑ - - - 2,4-3,5 g/dlAPTT - 41↑ - - 23,9-36,2 dtk

HBsAg : positifEndoskopi : varisesesofagus grade IIdengan gastropatihipertensi portaPemeriksaan abdomen :asitesNadi (kali/menit) : 104BP(mmHg) : 120/75

PenatalaksanaanNGT spooling DH I (15/03/07-20/03/07)DH III (21/04/07-27/04/07)DH II RGR (28/03/07-10/04/07)Inj Transamin® IA/8jam (15/03/07-16/03/07)Inj vit K IA/8 jam (15/03/07-25/03/07)vit K 3x100mg (26/03/07-10/04/07)Pralax® 3xC1 (16/03/07)spironolactone 1x25mg (21/03/07, 03/04/07spironolactone 2x25mg (22,23/03/07; 30/03/07-01,02/04/07;,04/04/07-10/04/07)spironolactone 2x50mg (24/03/07-29/03/07)Inj cefotaxime 1g/8jam(26,28,29/03/07);(07-10/04/07)

Transf PRC s/d Hb ≥9 (15/03/07-16/03/07)Inj cefotaxime 1g/12 jam (30/03/07-06/04/07)

Collistin®3x250.000IU(16,20/03/07-05/04/07)Inj OMZ® IA/24 jam (16/03/07-20/03/07)Duphalac® 3x2C (16/03/07)ranitidin 2x150mg(17/03/07-10/04/07)Laxadin® 3xC1 (17/03/07-10/04/07)Sistenol® k/p (17/03/07-19/03/07)Inf D10%:Aminoleban®=2:1(17-21/03/07)Infus D5% 16 tpm (22/03/07 - 10/04/07)propranolol 2x10mg (21/03/07-23/03/07)propranolol 3x10mg (24/03/07-29/03/07)propranolol 2x20mg (30/03/07-04/04/07)propranolol 3x20mg ( 05/04/07-10/04/07)Ulsidex® 3x500 mg (09/04/07-10/04/07)Inj Nexium® IA/24 jam (15/03/07-19/03/07)Inj Sandostatin® IA(15/03/07-16/03/07)

Assessment1.Dosis injeksi vitamin K tanggal 15-25 Maret 2007 terlalu besar. DTPs : dosis terlalu tinggi.2.Laktulosa (Pralax®,Duphalac®) tidak efektif untuk ensefalopatia hepatik. DTPs : obat tidak efektif.3.Omeprazole (OMZ®) tidak efektif terhadap pendarahan variseal. DTPs : obat tidak efektif.4.Pada tanggal 2-5 dan 7-8 April 2007 pasien demam namun tidak diberikan antipiretik.

DTPs : perlu tambahan terapi obat.5.Dosis spironolactone untuk terapi asites yang dialami pasien selama perawatan (kecuali tanggal 24-

29 Maret 2007) dibawah dosis terapi. DTPs : dosis terlalu rendah.6.Perlu tambahan lamivudin karena pasien sudah mengalami sirosis dekompensata.

DTPs : perlu tambahan terapi obat .

Plan1. Dosis terapi vitamin K sebesar 10 mg/hari sehingga dosis injeksi vitamin K dikurangi menjadi I

A/24 jam.2.Hentikan penggunaan laktulosa dan ganti dengan neomisin dosis 500-2000 mg setiap 6-8 jam.3.Hentikan omeprazole (OMZ®) dan diganti dengan oktreotid selama 5 hari dengan pemberian iv

bolus 25-50 mcg diikuti dengan iv infusi kontinue 25-50 mcg/jam.4.Berikan antipiretik yaitu dapat diberikan Sistenol® untuk mengatasi demam pada 2-5,7-8/04/07.5.Tingkatkan dosis spironolactone dengan pemberian sebesar 100-400 mg sehari.6.Tambahkan pemberian lamivudin tablet atau suspensi dengan dosis 100 mg sehari sekali.

Page 77: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

54

Tabel XXIII. Kajian DTPs Kasus 7 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 7. No. RM : 01.28.72.96 (03/05/07-08/05/07)SubjectiveLaki-laki/41 tahun.DU : Sirosis Hepatitis Child B Post Endoskopi dan Ligasi Varises Esofagus II.DL : Hepatitis B kronis.Keluhan utama pro ligasi ke II varises esofagus pada sirosis hepatis child B.Pasien adalah penderita hepatitis B dengan Sirosis Hepatis Child B dengan riwayat hemel et causa

suspect varises esophagus yang tegak sejak Maret 2007.Tidak ada riwayat diabetes melitus, tidak ada riwayat minum alkohol, dan tidak ada riwayathipertensi .Riwayat minum obat dan jamu pegal linu ±2 tahun sebanyak 2-3x per minggu.Kondisi umum : baik, CM, gizi kurang.Keadaan pulang : membaik.

Objective

Tanggal (Mei 2007)Parameter

3 7Nilai normal

SGOT 137,7↑ 148,1↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 103,2↑ 106,3↑ 10,0-40,0 IU/LBil. total 1,23↑ 1,47↑ 0,2-1 mg/dlBilirubin direct 0,30 0,32↑ 0,00-0,32 mg/dlAlbumin 2,45↓ 2,14↓ 3,50-5,00 mg/dlGlobulin - 4,9↑ 2,4-3,5 g/dlProtein Total 7,35 7,09 6,40-8,30 g/dlGGT - 41,0 7,0-64 IU/LAPTT 35,9↑ - 23,9-36,2 detikPPT 18,5↑ - 10,8-14,3 detikHBsAg positifNadi (kali/menit) 70,82,84,-,68,60BP (mmHg) 110/70, 120/80, 100/70, -, 110/60, 100/90RR (kali/menit) 18Tinggi badan 162 cmBerat badan 54 kg

PenatalaksanaanTanggal (Mei 2007)

Nama Obat 3 4 5 6 7 8DH III √ √ √ √ √ √Infus NaCl 0,9% lini √ √propranolol 3x20 mg √ √ √ √ √ √spironolactone 2x25 mg √ √ √ √ √ √Ulsidex® tablet 3x1000 mg (kunyah) √ √ √ √ √ √vitamin K 3x100mg √ √ √ √ √ √

Assessment1. Dosis spironolactone untuk terapi asites terlalu rendah.

DTPs : dosis terlalu rendah.2. Perlunya penambahan terapi lamivudin untuk terapi hepatitis B kronis dimana pasien telah

mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Tingkatkan pemberian spironolactone menjadi sebesar 100-400 mg/hari..2. Tambahkan pemberian lamivudin tablet atau suspensi oral dengan dosis 100 mg sehari sekali.

Page 78: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

55

Tabel XXIV. Kajian DTPs Kasus 8 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007Kasus 8. No.RM 01.28.72.96 (29/05/07-02/06/07)

SubjectiveLaki-laki/41 tahun.DU : Post Ligasi III pada Sirosis Hepatis Child B.DL : Hepatitis B kronis.Pasien mau menjalani ligasi ke III.Pasien memilki riwayat hemel dan telah dilakukan ligasi I dan II dengan selang 1 bulan.Pasien tidak memiliki riwayat sakit kuning namun memiliki riwayat minum minum obat dan jamupegal linu ±2 tahun sebanyak 2-3x per minggu.Saat HMRS pasien kontrol ke poliklinik gastro kemudian pasien dirawat untuk menjalani ligasi III.Pada bulan Maret pasien telah terdiagnosis sebagai penderita Sirosis Hepatis Child B denganhepatitis B positif.Kondisi umum : baik, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (Mei 2007)Parameter

29Nilai normal

SGOT 125,5↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 94,9↑ 10,0-40,0 IU/LBilirubin Total 1,42↑ 0,20-1,00 mg/dlAlbumin 2,20↓ 3,50-5,00 g/dl)Globulin 4,2↑ 2,4-3,5 g/dlProtein Total 6,44 6,40-8,30 g/dlAPTT 35,0 23,9-36,2 detikPPT 20,0 ↑ 10,8-14,3 detikSuhu (°C) 36,7Nadi (kali/menit) 58, 84, 64,-, 66BP (mmHg) 100/72, 110/70, 110/70, -, 100/60RR (kali/menit) 20Tinggi badan (cm) 162Berat badan (kg) 55HBsAg positif

PenatalaksanaanTanggal (Mei-Juni 2007)Nama Obat 29 30 31 1 2

Diet Hepar IV √ √ √ √ √Infus NaCl 0,9% √vitamin K 3x100 mg √ √ √ √ √spironolactone 2x50 mg √ √ √ √ √ranitidin 2x150 mg √ √ √ √ √Transfusi PRC s/d Hb 9 √Curcuma® 3x1 √propranolol 2x20 mg √ √ √ √ √ISMN 2x10 mg √

Assessment1. Perlunya tambahan terapi lamivudin untuk terapi hepatitis B kronis karena pasien telah

mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlu penambahan terapi obat.

Plan1. Tambahkan pemberian lamivudin dengan tablet atau suspensi oral dengan dosis 100 mg 1x/hari.

Page 79: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

56

Tabel XXV. Kajian DTPs Kasus 9 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 9. No.RM : 01.16.96.75 (03/07/05-11/07/05)SubjectiveWanita/40 tahun. DU : Chronic Kidney Disease Stage V et causa Glomerulonephritis Chronic.

DL : Hipertensi stadium II dan hepatitis B kronis. Keluhan utama : lemas dan mual muntah.

Pasien terdiagnosis CKD grade V et causa suspect GNC sejak 6 bulan yang lalu (bulan Januari).Pasien pernah menjalani hemodialisa satu kali di RS. Sardjito, namun kemudian tidak menjalanihemodialisalagi karena merasa lebih baik yaitu tidak sesak, tidak mual, tidak mutah namun BAKdirasa kurang.

Tiga HSMRS pasien merasa badan lemas, demam naik turun tidak khas, mual, muntah sebanyak 4-5kali/hari, tidak batuk, tidak sesak namun muka pucat, dan BAK dirasa normal namun saat itu pasientidak periksa.

Hari saat pasien masuk rumah sakit, keluhan bertambah parah pasien merasa badan lemas, demam,mual, muntah 4-5 x/hari, pusing, BAB berwarna kuning-kehitaman. Namun, karena keluhan lemas,mual dan muntah menetap sehingga pasien diperiksa ke Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito,kemudian pasien dirawat di Instalasi Rawat Inap.

RPD : tidak riwayat diabetes melitus.

Kondisi umum : lemah, CM, gizi cukup namun tampak pucat.

Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (Juli 2005)Parameter

3 6Nilai normal

SGOT 13,1 - 10,0-42,0 IU/LSGPT 7,7↓ - 10,0-40,0 IU/LAlbumin - 3,21↓ 3,50-5,00 g/dlSuhu (°C) 37,7Nadi (kali/menit) 100BP (mmHg) 180/100Tinggi badan 152HbsAg positif

PenatalaksanaanTanggal (Juli 2005)Nama Obat

3 4 5 6 7 8 9 10 11Diet RPRGRK Protein 0,6g/kg/hari √ √ √ √ √ √ √ √ √

Infus D5% lini √ √ √ √ √ √ √ √O2 3 liter/menit √ √ √ √ √ √ √ √ √CaCO3 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √Adalat Oros® 1x30 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √Inj Lasix® 1A/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √Lasix® 1x40 mg pagi √Asam folat 3x0,4 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √Ketosteril® 3x630 mg √ √ √Transfusi PRC √

Assessment1. Perlunya suplemen kalium akibat pemakaian furosemid (Lasix®).

DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Tambahkan terapi suplemen kalium untuk mengatasi hipokalemia.2. Lakukan liver biopsi untuk mengetahui apakah pasien sudah mengalami nekroinflamasi.

Page 80: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

57

Tabel XXVI. Kajian DTPs Kasus 10 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 10. No RM : 01.16.96.75 (28/08/05-02/09/05)SubjectiveWanita/40 tahun. DU : Chronic Kidney Disease Stage V et causa suspect GlomerulonephritisChronic. DL : Hipertensi stadium II, Hepatitis B kronis. Keluhan utama : sesak nafas.Pasien adalah penderita CKD stadium V ec suspect GNC sejak Januari 2005. Hemodialisa rutindilakukan sekali semingu, namun pasien baru menjalani hemodialisa tiga kali yang terakhir dilakukanpada pada bulan Juli 2005, setelah itu pasien tidak kontrol maupun minum obat.Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak nafas, yaitu sesak kalau melakukanusaha, sesak apabila berbaring, sesak pada saat malam dan berbaring, batuk tidak berdahak, mual,tidak muntah, tidak demam, BAK dirasa menurun dan tidak nyeri saat BAK namun saat itu pasientidak periksa.Dua HSMRS keluhan yang dialami menetap disertai BAB cair 4x, tidak berlendir darah, dan merasalemas kemudian pasien diperiksa di Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito dan kemudian dirawat diInstalasi Rawat Inap. Kondisi umum : lemah, CM, gizi cukup. Keadaan pulang : membaik.Objective

Tanggal (Agustus 2005)Parameter 28 Nilai normal

SGOT 18,6 10,0-42,0 IU/LSGPT 14,5 10,0-40,0 IU/LAlbumin 2,94↓ 3,50-5,00 g/dlProtein Total 6,39↓ 6,40-8,30 g/dlSuhu (°C) 36,8Nadi (kali/menit) 100BP (mmHg) 190/120RR (kali/menit) 32HBsAg positif

PenatalaksanaanTanggal (Agustus-September 2005)Nama Obat

28 29 30 31 1 2Diet RPRGRK (prot 0,6 g/kgBB/hari √ √ √ √ √ √O2 2 liter/menit √ √O2 3 liter/menit √ √ √ √Infus dekstrosa 5% lini √ √ √ √ √ √Injeksi Lasix® 1 A/8 jam √ √ √ √ √ √CaCO3 3x1 √ √ √ √ √ √asam folat 3x0,4 mg √ √ √ √ √ √irbesartan 1x300mg (malam) √ √ √ √ √ √Tensivask® 1x10mg pagi hari √ √ √ √ √ √New Diatab® 600 mg k/p √ √bisoprolol 1x5 mg (maintate) √ √ √ √Maintate® 1x5 mg √ √Hytrin® 1mg pada malam hari √ √ √

Assessment1. Perlunya suplemen kalium akibat pemakaian furosemid (Lasix®).

DTPs : perlu tambahan terapi obat.2. Dosis amlodipin (Tensivask®) terlalu tinggi.

DTPs : dosis terlalu tinggi.3. Dosis bisoprolol pada pasien terlalu tinggi.

DTPs : dosis terlalu tinggi.Plan1. Tambahkan terapi suplemen kalium untuk mengatasi terjadinya hipokalemia.2. Kurangi dosis amlodipin (Tensivask®) karena pasien mengalami gangguan hepar sehingga dosis

yang disesuaikan menjadi sebesar 2,5 mg sehari.3. Dosis bisoprolol pada pasien dengan gangguan fungsi hepar disesuaikan sebesar 2,5mg/hari.4. Lakukan liver biopsi untuk mengetahui apakah pasien sudah mengalami nekroinflamasi.

Page 81: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

58

Tabel XXVII. Kajian DTPs Kasus 11 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 11. No RM 00.59.20.53 (23/09/05-08/10/05)SubjectiveWanita/41 tahun. DU : Septikemia et causa Klebsiela Pneumonia.DL : Bronchitis akut membaik, Hepatitis B Kronik, Hemorroid interna Grade III, Faringitis kronis.Komplikasi : Anemia defisiensi besi et causa blood loss.Keluhan utama : demam (kiriman senior gastro dengan obs. Febris hari VI, hematosezia echemorroid, dispepsia, anemia ec perdarahan. Sejak 6 HSMRS pasien mengeluh demam mendadak,menggigil, naik turun, mual, muntah, nyeri ulu, tidak kuning, nafsu makan menurun, lemas, BAKdbn dan BAB berdarah segar ± 2 gelas, tidak nyeri saat BAB. Keluhan menetap dan dahak putih tidakberdarah.RPK : Ibu kanker hati dan ayah sakit hepar.Kondisi umum : sedang, CM, gizi lebih (obesitas).Keadaan pulang : membaik.Objective

Tanggal (September-Oktober2005)Parameter

23 1 3Nilai normal

SGOT 46 U/L - - 15,0-46,0 U/LSGPT 37 U/L - - 11,0-66,0 U/LALP - 78 - 32-92 IU/LBil. Total - 2,05↑ - 0,20-1,00 mg/dlAlbumin - - 2,77↓ 3,50-5,00 g/dlProtein Total - - 7,04 6,40-8,30 g/dlGGT - 70,2↑ 7,0-64,0 IU/L

Suhu (ºC) : 37,9Nadi (kali/menit) : 100BP (mmHg) : 140/90RR (kali/menit) : 20HBsAg : positifAnti HBc IgM : negatif

PenatalaksanaanDiet TKTP(23/09/05-08/10/05)Inj Asering® 30 tpm (23/09/05-25/09/05)Sistenol® 3x1 (23/09/05-01/10/05)O2 k/p (23/09/05-25/09/05)Inj Sotatic® 1A/8 jam (23/09/05-25/09/05)Inj OMZ® 1A/24 jam (23/09/05-25/09/05)Dexanta® 3 x cI (23/09/05)Inj ceftriaxone 1g/12 jam (23/09/05-25/09/05)Inj ceftriaxone 1g/24jam (26/09/05-03/10/05)Transf PRC s/d Hb ≥10 (23/09/05-01/10/05)DMP 3x2 15mg(24/09/05-08/10/05)Inj Kalnex® 500mg/8jam (24-27/09/05,29/09/05-07/10/05)

Kalnex® 3x500mg (08/10/05)Inf RL® 20 tpm(24/09/05-07/09/05)amoxicillin 3x500mg (24/09/05-25/09/05)asam mefenamat 3x500mg (24/09/05-25/09/05)prednison 2x5mg (24/09/05-25/09/05)Inj Radin® 1A/12 jam (26/09/05-07/10/05)Radin® 2x150mg (08/10/05)Tablet besi 3x200 mg(28/09/05-07/10/05)Inj ceftazidime 1g/8 jam (04/10/05-07/10/05)ambroxol 3x30 mg (05/10/05-08/10/05)gatifloxacin 1x1 (08/10/05)Ardium® 2x500 mg (08/10/05)

Assessment1. Efek samping ceftriaxone dapat menimbulkan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.2. Efek samping amoxicillin meningkatkan AST dan ALT, kolestatic jaundice, hepatic kolestatic,

hepatitis cytolitic akut. DTPs : ADR.3. Prednison kontraindikasi terhadap penyakit hati. DTPs : ADR.4. Efek samping ceftazidime dapat menimbulkan gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan

ikterus kolestatik. DTPs : ADR.5. Perlunya tambahan terapi untuk terapi hepatitis B kronis yaitu pemberian interferon α-2βkarena

belum terjadi sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Batasi penggunaan ceftriaxone.2. Batasi penggunaan amoxicillin.3. Hentikan penggunaan prednison.4. Batasi penggunaan ceftazidime.5. Tambahkan terapi interferon α-2βsebanyak 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 82: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

59

Tabel XXVIII. Kajian DTPs Kasus 12 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 12. No. RM 01.11.45.25 (04/05/07-12/05/07)SubjectiveLaki-laki/47 tahun (kiriman dari RS. Wates)DU : Sirosis Hepatis Child B Post Endoskopi dan Ligasi Varises Esofagus.DL : Hepatitis B kronis, Diabetes Melitus Tipe II Non Obesitas.Sebelumnya, pasien mengeluh muntah darah, BAB hitam, tidak demam, BAK seperti teh, mata tidakkuning. Riwayat perut membesar.Keluhan yang dialami adalah pasien tidak muntah darah, BAB hitam, BAK seperti air teh, tidakdemam, tidak mual. Pasien direncanakan menjalani Endoskopi /STE.Riwayat Diabetes melitus diketahui sejak ±3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.Riwayat minum jamu-jamu untuk stamina.Kondisi umum : baik, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : belum sembuh.Objective

Tanggal (Mei 2005)Parameter4 6 10

Nilai normal

SGOT 301,3↑ - 316,3↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 219,2↑ - 215,1↑ 10,0-40,0 IU/LALP - - 338↑ 32-92 IU/LBilirubin Total 3,90↑ - 3,57↑ 0,20-1,00 mg/dlAlbumin 1,64↓ - 2,07↓ 3,50-5,00 g/dlProtein Total 5,70↓ - 7,33 6,40-8,30 g/dlGGT 196,7↑ 7,0-64,0APTT 36,3↑ 35,4 23,9-36,2 detikPPT 21,5↑ 18,5 10,8-14,3 detikHBsAg positifSuhu (ºC) 36,5Nadi (kali/menit) 64, 70, 70, 80, 72, 76, 56, 56, 60

BP (mmHg) 100/60, 100/60,100/60, 100/70, 100/60, 100/60, 100/70, 90/60,100/60

RR (kali/menit) 20

PenatalaksanaanTanggal (Mei 2005)Nama Obat

4 5 6 7 8 9 10 11 12Diet Hepar √ √ √ √ √ √ √ √ √ranitidin 2x150 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √Carpiaton® 2x50 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √propranolol 2x5 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √vit K 3x100 mg √ √vit K 3 x 2 100mg √Injeksi vit K IIA/8 jam √ √ √Insulatard® 0-0-8 √ √

Assessment1. Dosis terapi injeksi dan dosis oral (tanggal 8 Mei 2005) vitamin K diatas dosis terapi.

DTPs : dosis terlalu tinggi.2. Perlunya tambahan terapi lamivudin untuk pengobatan hepatitis B kronis karena pasien sudah

mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Dosis terapi injeksi vitamin K sebesar1 mg/hari sehingga pemberian injeksi diturunkan menjadi I

ampul/24 jam dan dosis oral diturunkan menjadi 3x100 mg per hari2. Tambahkan pemberian lamivudin dengan tablet atau suspensi oral dengan dosis 100mg 1x/hari.

Page 83: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

60

Tabel XXIX. Kajian DTPs Kasus 13 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 13. No. RM 01.11.45.25 (11/06/07-13/06/07)

SubjectiveLaki-laki/47 tahun.DU : Post Ligasi ke II pada Sirosis Hepatis dengan Varises Esofagus.DL : Hepatitis B Kronik.Keluhan utama : pro ligasi ke-2 pada Sirosis hepatis pada Varises esofagus post ligasi I.Riwayat muntah darah dan BAB hitam sejak 1 bulan yang lalu.Keluhan saat ini tidak nyeri perut, tidak mual, tidak muntah darah, tidak BAB hitam, perut tidakmembesar, dan tidak kuning.Kondisi umum : baik, CM, dan gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal

(Juni2005)

Parameter

11

Nilai normal

SGOT 210,2↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 144,5↑ 10,0-40,0 IU/LAlbumin 2,00↓ 3,50-5,00 g/dlGlobulin 6,1↑ 2,4-3,5g/dlProtein Total 8,11 6,40-8,30 g/dlAPTT 37,1↑ 23,9-36,2 detikPPT 19,8↑ 10,8-14,3 detik

HBsAg : positifSuhu (ºC) : 36,5Nadi (kali/menit) : 84, 68, 84BP (mmHg) : 120/70, 100/70,120/70RR (kali/menit) : 20

PenatalaksanaanTanggal (Juni 2007)Nama Obat 11 12 13

Diet Hepar+ extra putih telur √ √ √Infus NaCl 0,9% lini √ √Carpiaton® 2x50 mg √ √propranolol 2x10 mg √ √ √Injeksi vit K II A/8 jam √ √vit K oral 3x100 mg √Insulatard® 8-0-0 √ √ √Curcuma® 3x200 mg √ √ √Transfusi albumin √ √Inpepsa® sirup 3xC1 √ √Letonal® 1x50 mg √

Assessment1. Dosis injeksi vitamin K diatas dosis terapi.

DTPs : dosis terlalu tinggi.2. Dosis spironolactone (Letonal®) dibawah dosis terapi.

DTPs : dosis terlalu rendah.3. Perlunya terapi tambahan untuk terapi hepatitis B kronis yaitu dengan pemberian lamivudin

karena pasien telah mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya terapi tambahan.

Plan1. Turunkan dosis injeksi vitamin K menjadi I ampul/24 jam sehingga dosis terapi yang diterima

sebesar 10 mg/hari.2. Tingkatkan dosis dengan pemberian spironolactone (Letonal®) sebesar 100-400 mg sehari.3. Pemberian terapi tambahan berupa lamivudin tablet/suspensi oral dengan dosis 1x100 mg/hari.

Page 84: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

61

Tabel XXX. Kajian DTPs Kasus 14 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 14. No. RM 01.22.53.37 (30/04/07-16/05/07)Subjective

Laki-laki/44 tahun. DU : Hepatitis B Kronis.DL : Diabetes Melitus. Penderita merasa mual, muntah, mata kuning. Sklera dan kulit berwarnakuning. Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal

(April-Mei 2007) Nilai normalParameter28 30 7 14

SGOT 1060,5↑ 1186↑ 1489↑ 245↑ 0–37 U/LSGPT 1600↑ 1682↑ 2359↑ 536↑ 0–41 U/LGama-GT 219,1↑ 8–61 U/LALP 134,0↑ 38-126 U/LBil. Total 3,9↑ 8,5↑ 10,2↑ 0,20-1,00mg/dlBil. Direct 1,16↑ 5,26↑ 6,99↑ 0,00-0,30 mg/dlBil.Unconj

2,7 ↑ 3,3↑ 3,2↑ 0,0-1,1 mg/dl

Albumin 3,4↓ 3,0↓ 3,5-5,0 g/dlProt. Total 7,5 7,8 6,3-8,2 g/dlGGT 261↑ 7,0-64,0 IU/LAPTT 28,0 23,9-36,2 detikPPT 16,3 10,8-14,3 detik

HBsAg : positifAnti HCV total :negatfAnti HAV IgM :negatifAnti HBc IgM :negatifSuhu (ºC) : 36,4Nadi (kali/menit) : 80BP (mmHg) : 115/80RR (kali/menit) : 20TB (cm) : 173BB (kg) : 82

PenatalaksanaanDiet hepar (30/04/07-16/05/07)Inj Asering® IIA/12 jam (03/05/07 dan 07/05/7)Lesichol® 3x300mg (30/04/07-16/05/07)Vometa® 3x10mg AC (sebelum makan) (30/04/07-04/05/07)Hp Pro® 3x1 (09/05/07-16/05/07)Dekstromethorfan (DMP) 3x5mg (05/05/07-16/05/07)Baraclude® 1x0,5mg (09/05/07-13/05/07)Urdafalk® 2x250 mg(15/05/07-16/05/07)Inj vitamin K IA/12jam (03/05/07-15/05/07)vitamin K 2x100mg (15/05/07-16/05/07)Hepasil® 3x1 (30/04/07-08/05/07)Ringer Laktat Novolet® 3x4 UI (08/05/07-14/05/07)Insulatard® 1x8 (16//05/07)Assessment1. Dekstrometorfan kontraindikasi bagi pasien dengan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.2. Terapi entecavir (Baraclude®) bukan obat yang paling efektif terhadap hepatitis B kronis yang

telah mengalami sirosis dekompensata. DTPs : obat yang tidak efektif.3. Dosis ursodeoxycholic acid (Urdafalk®) dibawah dosis terapi. DTPs : dosis terlalu rendah.4. Dosis vitamin K oral dibawah dosis terapi dan dosis injeksi vitamin K diatas dosis terapi.

DTPs : dosis terlalu rendah dan dosis terlalu tinggi .5. Perlunya tambahan terapi untuk hepatitis B kronis berupa lamivudin karena pasien telah

mengalami sirosis dekompensata. DTPs : perlunya tambahan terapi.Plan1. Dekstromethorfan diganti dengan antitusif lain seperti benzonatate 100 mg 3x/hari.2. Ganti terapi entecavir (Baraclude®) dengan lamivudin tablet/suspensi oral dengan dosis 1x100

mg.3.Dosis terapi ursodeoxycholic acid (Urdafalk®) sebesar 8-10 mg/kgB/hari dimana berat badan

pasien sebesar 82 kg sehingga dosisnya ditingkatkan menjadi 656- 820 mg/hari yang terbagidalam 2-3 dosis.

4. Naikkan dosis vitamin K oral menjadi 3x100 mg sehari dan dosis injeksi vitamin K diturunkanmenjadi IA/24 jam sesuai dengan dosis terapi

5. Pemberian terapi tambahan berupa lamivudin tablet/suspensi oral 100 mg sekali sehari.

Page 85: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

62

Tabel XXXI. Kajian DTPs Kasus 15 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 15. No. RM 01.30.04.13 (08/06/07-18/06/07)SubjectiveLaki-laki/58 tahun.DU : Hepatitis B kronis. DL : Acute Intenstisial Pneumoniae, ARF membaik ec SuspectPulmonephritis, Suspect urolitiasis dextra. Keluhan utama: sesak nafas.5HSMRS pasien mengeluh kencing seperti teh, ada bintik-bintik pendarahan di kedua mata danlemas. Saat HMRS pasien mengeluh sesak yaitu sesak saat melakukan usaha namun tidak sesak saatberbaring dan tidak sesak saat malam dan saat berbaring, tidak demam, mual, tidak muntah, badankuning, perut kembung, lemah, tidak nyeri otot, mata merah, tidak kabur, tidak ada kotoran mata.Pasien merokok sejak muda ± 1,5 bungkus/hari.RPD : tidak ada riwayat sakit kuning, tidak ada riwayat asma.Kondisi umum : lemah, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (Juni 2007) Nilai normalParameter

9 11 12 14SGOT 71,3↑ 61 ↑ 10-42 IU/LSGPT 40,8↑ 77↑ 10-40 IU/LALP 121↑ 32-92 IU/LBil.Total 15,96↑ 14,03↑ 5,07↑ 0,2-1,0 mg/dl

Albumin 1,75↓ 2,63↓ 3,5–5,0 g/dlGlobulin 4,7↑ 2,4-3,5g/dlProt.Total 6,46 6,56 6,4–8,3 g/dl

GGT 81,7↑ 7-64 IU/LAPTT 35,3 23,9–36,2 detikPPT 15,2↑ 10,8–14,3 detik

HBsAg : positifHBeAg : negatifHBcAg : negatifAnti HAV IgM : negatifAnti HBC IgM : negatifAnti HAV total : positifAnti HCV total : negatifSuhu (ºC) : 36,9Nadi (kali/menit) : 96x/menitBP (mm/Hg) : 120/80RR (kali/menit) : 26

PenatalaksanaanDiet TKTP (08/06/07-18/06/07)O2 NRM 8 liter/menit (08/06/07)O2 3 liter/menit (09/06/07-11/06/07)Inj NaCl 0,9% 20 tpm (08/06/07-18/06/07)Inj ceftriaxone 1 g/12 jam (08/06/07-18/06/07)Sistenol® kalau perlu (08/06/07)azytromycin 3x500mg (08/06/07)azitromicin 1x500 (09/06/07-10/06/07)azytromicin 500mg/24 jam (11/06/07-12/06/07)

kloramfenikol eo 2 dd u e ODS (08/06/07)allopurinol 2x100mg (08/06/07)allopurinol 1x100mg (09/06/07-10/06/07)metil prednisolon 62,5mg/12 jam (09/06/07-17/06/07)Inj omeprazole IA/24 jam (12/06/07-17/06/07)Urdafalk® 2x250mg (13/06/07)Hp Pro® 3x1 (13/06/07)ketokonazol 1x200mg (15/06/07-18/06/07)

Assessment1. Efek samping yang ditimbulkan ceftriaxone berupa gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.2. Azitromicin kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.3. Metil prednisolon kontraindikasi pada pasien penyakit hati.

DTPs : ADR.4. Ketokonazol kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan fungsi hati.

DTPs : ADR.5. Perlunya tambahan terapi lamivudin untuk terapi hepatitis B kronis karena pasien telah

mengalami sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Batasi penggunaan ceftriaxone.2. Hentikan penggunaan azitromicin.3. Hentikan penggunaan metil prednisolon.4. Hentikan penggunaan ketokonazol.5. Tambahkan terapi lamivudin tablet/suspensi oral dengan dosis 100 mg sekali sehari.

Page 86: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

63

Tabel XXXII. Kajian DTPs Kasus 16 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 16. No. RM 01.18.63.05 (15/05/05-22/05/05)SubjectiveLaki-laki/50 tahun.DU : Sepsis et causa Streptococcus Alfa.DL : Hepatitis B Kronis, Infeksi Saluran Kemih. Keluhan utama : diare dan demam.Sejak ± 2 minggu terakhir pasien demam tidak tinggi terutama sore hari, tidak menggigil, nafsumakan menurun, tidak ada tanda-tanda pendarahan, gusi tidak berdarah, BAB cair sampai 3-4x/haritidak berdarah, tidak berlendir, tiap kali BAB cair jumlah banyak, warna kuning, tidak sakit kepala,sudah tidak nyeri otot, sudah tidak sakit belakang kepala, tidak mual, tidak muntah.Sejak 4 hari terakhir tidak BAB, demam menetap naik turun, BAK tidak seperti teh, mata/badantidak kuning, tidak terjadi perdarahan.Saat HMRS keluhan yang dialami pasien semakin bertambah berat.Kondisi umum : lemah, CM, gizi cukup. Keadaan pulang : membaik.

Objective

Tanggal(Mei 2005)Parameter

12 14Nilai normal

SGOT 61,4↑ 0,0-37,0 U/LSGPT 85,6↑ 0,0-41,0 U/LBilirubin total 0,86 0,20-1,30 mg/dl

HBsAg : positifAnti HBe : positifHBeAg : negatifIgM anti HBc : negatifAnti HBs : negatifSuhu (ºC) : 36,6

Penatalaksanaan

Tanggal (Mei 05)

Nama Obat15 16 17 18 19 20 21

2

2

Diet TKTP diet hepar IIx √

Diet hepar II √ √ √ √ √ √ √

Inj RL 30 tpm √

Inj. KaEN 1B 20 tpm √ √ √ √

Lesifit 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √

Sistenol 3x1 √ √ √ √ √

Frego 3x5 mg √ √ √ √ √

Inj Ceftriazon 1 g/12 jam √ √ √ √ √ √ √ √

Inj Garamycin 80 mg 3x1 √ √ √

Inj Novalgin 2A/24jam i.m. (k/p) √ √

Assessment1. Efek samping ceftriaxone dapat menimbulkan gangguan fungsi hati.

DTPs : ADR.2. Tambahkan terapi lamivudin untuk terapi hepatitis B kronis yang sudah mengalami sirosis hati

dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Batasi penggunaan ceftriaxone.2. Tambahkan terapi lamivudin tablet/suspensi oral dengan dosis 100 mg sekali sehari.

Page 87: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

64

Kasus 17 No. RM 00.59.63.39 (29/03/07-07/04/07)SubjectiveLaki-laki/89 tahun.DU : Penyakit Paru Obstruktif Kronis et causa Bronchitis Kronik.DL : Hepatitis B Kronis dan Suspect Benigna Prostat Hiperplasia.Keluhan utama : sesak nafasSepuluh HSMRS pasien mengeluh sesak nafas, batuk, dahak putih tidak berdarah, tidak demam,BAB/BAK tidak ada kelainan. 2 HSMRS, keluhan memberat. Pasien di-nebulizier di UGD RSUPDr. Sardjito, keluhan membaik, pasien boleh pulang.Saat HMRS pasien megeluh sesak nafas kambuh lagi sehingga dirawat inap.RPD : riwayat merokok lintingan ± 50 tahun, namun sudah berhenti ±10 tahun yang lalu.Kondisi umum : lemah, gizi kurang dan tampak sesak.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal (Maret-April 2007)Parameter

29 04 07Nilai normal

SGOT 211 U/L↑ 29 IU/L15-46 U/L10-42 IU/L

SGPT 119 U/L↑ 58,9 IU/L↑ 11-66 U/L10-40 IU/L

ALP 59 32-92 IU/LBil total 0,67 0,20-1mg/dlBil Direct 0,10 0,0-0,3 mg/dlBil Indirect 0,6 ≤0,75 mg/dlAlbumin 3,44↓ 2,30↓ 2,77↓ 3,50-5,00Globulin 3,9↑ 2,6 2,6 2,4-3,5 g/dlProtein Total 7,31 4,95↓ 5,39↓ 6,4-8,3 g/dlGGT 21,4 7,0-64,0 IU/LHbsAg positifSuhu (ºC) afebrisNadi(kali/menit) 96BP(mmHg) 130/80RR(kali/menit) 24

Penatalaksanaan

Diet TKTP RKH (29/03/07 – 07/04/07)infus NaCl 0,9% lini (29/03/07)infus normal salin 16 tpm (30/03/07-01/04/07)infus D5% 16 tpm (05/04/07-06/04/07)O2 3-8 liter/menit (29/03/07)Inj ceftriaxone 1g/12 jam (29/03/07 –04/04/07)azitromicin 1x500 mg (29/03/07 – 01/04/07)

Fluimucyl® sirup 3xcI (29/03/07 – 07/04/07)Inj MP 62,5 mg/12 jam (29/03/07)inj MP 62,5 mg/6 jam(30/03/07-03/04/07)inj MP 62,5 mg/24 jam (04/04/07)MP 4 mg 2-1-0 (05/04/07 – 07/04/07)Nebulizer (atrovent® 2 cc + Pulmicort® 2cc)per 8 jam (29/03/07 – 07/04/07)Curcuma® 3x200 mg (07/04/07)

Assessment1. Efek samping ceftriaxone dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.2. Azitromicin kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.3. Metil prednisolon kontraindikasi pada pasien dengan penyakit hati.

DTPs : ADR.4. Perlunya tambahan terapi untuk terapi hepatitis B kronis pada pasien yang belum mangalami

sirosis dekompensata.DTPs : perlunya tambahan terapi obat.

Plan1. Batasi penggunaan ceftriaxone.2. Hentikan penggunaan azitromicin.3. Hentikan penggunaan metil prednisolon.4. Tambahkan pemberian interferon α-2βsebesar 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 88: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

65

Tabel XXXIV. Kajian DTPs Kasus 18 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 18. No.RM : 01.30.56.28 (11/07/07-20/07/07)SubjectiveLaki-laki/48 tahun. DU : ARF ec Prerenal.DL : Hepatitis B Kronis, Pneumonia ec non Spesifik membaik. Komplikasi : Trombositopeniamembaik suspect Infeksi Viral. Keluhan utama: demam (kiriman dari rumah sakit lain dengandiagnosis Leptospirosis dengan Acute Renal Failure/Weil Disease).Pasien dirujuk ke RS. Sardjito untuk rencana hemodialisa cito. Sebelumnya, pasien merasa lemas,demam, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, nyeri otot, tidak diare, BAK seperti teh dan 6 hariyang lalu pasien diare 5x, namun tidak ada keluhan sesak nafas.RPD : tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat sakit kuning.Kondisi umum : sedang, CM, lemah. Keadaan pulang : membaik.Objective

Tanggal(Juli 2007)Parameter

11 19Nilai normal

SGOT 67,5↑ 72,0↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 47,5↑ 45,2↑ 10,0-40,0 IU/LALP 139↑ 32-92 IU/LBil total 2,49↑ 0,20-1mg/dlBil Direct 0,97 0,00-0,30 mg/dlAlbumin 1,95↓ 2,08↓ 3,50-5,00 g/dlGlobulin 4,3↑ 2,4-3,5g/dlProtein Total 5,65↓ 6,44 6,40-8,30 g/dlGGT 200,3↑ 7,0-64,0 IU/LAPTT 26,0 23,9-36,2 detikPPT 19,4↑ 10,8-14,3 detikHBsAg positifHBeAg negatifAnti HbeAg negatifIgM anti HBc negatifSuhu (ºC) 37,5Nadi (kali/menit) 100BP (mmHg) 130/90RR (kali/menit) 26

Penatalaksanaan

Diet RPRGRK (Protein 0,6 gram/kgBB/hari)(11/07/07-16/07/07)Diet TKTP + EPS (17/07/07-20/07/07)Infus NaCl 0,9% lini 20 tpm (11/07/07-20/07/07)O2 8 liter/menit (11/07/07)O2 3 liter/menit (12/07/07-20/07/07)

Inj ceftriaxone 1g/12 jam (11/07/07-20/07/07)Inj ranitidin 1A/12 jam (13/07/07-19/07/07)Inj radin® 1A/12 jam (20/07/07)ambroxol 3x1 (13/07/07 – 20/07/07)Azitromicin 1 x 500 mg (13/07/07-15/07/07)parasetamol 3x100mg (17/07/07-18/07/07)

Assessment1. Efek samping ceftriaxone dapat menimbulkan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.2. Azitromicin kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan fungsi hati. DTPs : ADR.3. Penggunaan parasetamol tidak sesuai karena pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda

terjadinya demam. DTPs : terapi obat tanpa indikasi.4. Perlunya tambahan terapi interferon α-2β pada pasien yang belum mengalami sirosis

dekompensata. DTPs : perlunya tambahan terapi obat.Plan1. Batasi penggunaan ceftriaxone.2. Hentikan penggunan azitromicin.3. Hentikan penggunaan parasetamol.4. Tambahkan pemberian interferon α-2βsebesar 5 juta unit/hari secara injeksi subkutan.

Page 89: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

66

Tabel XXXV. Kajian DTPs Kasus 19 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 19. No. RM 01.04.09.79 (28/05/07-05/06/07)SubjectiveWanita/67 tahun, DU : Kanker mamae kiri T1NoMo.DL : Hipertensi stage 2, obs. Hematoma, Hepatitis B Kronis Persisten.Keadaan pulang : membaik.

ObjectiveTanggal

(Mei-Juni 2007)Parameter28 30 31 04

Nilai normal

SGOT 28,0 35 15,0-46,0 U/LSGPT 33,0 29 11,0-66,0 U/LBil total 0,3 0,2-1,3 mg/dlBil Direct 0 0,00-0,40 mg/dlBil unconj. 0,3 0,00-1,1 mg/dlAlbumin 4,3 3,23↓ 3,50-5,00 g/dlGlobulin 2,5 2,4-3,5 g/dlProtein Total 7,7 4,70↓ 6,40-8,30 g/dlAPTT 26,1 28,8 23,9-36,2 detikPPT 12,8 18,4↑ 10,8-14,3 detikHBsAg positifSuhu (ºC) 36,7

PenatalaksanaanDiet rendah garam (28-31/05/07; 04-05/06/07)Diet TKTP rendah garam (01/06/07-03/06/07)Noperten® 1x10mg (28/05/07-31/05/07)Noperten® 1x5mg (01/06/07)Maintate® 1x2,5mg (28-01/06/07; 03-04/06/07)Maintate® 1x5mg (pagi) (02/06/07; 05/06/07)Plavix® 1x75mg sore (29/05/07-05/06/07)Frego® 3x5mg (29/05/07-05/06/07)Augmentin® 3x500 (01/06/07-05/06/07)Mefinal® 3x500 (31/05/07-01/06/07)

Kalnex® 3x500 (01/06/07-05/06/07)Pantosol® 1x1 (sore) (02/06/07-05/06/07)Brainact ®2x500 g (01/06/07-05/06/07)Aprovel® 1x5mg (sore) (02/06/07-03/06/07)vitamin K 3x100mg (04/06/07-05/06/07)DMP 3x1 (04/06/07-05/06/07)telmisartan 1x50mg (sore) (05/06/07)Fluimucyl® 3xcI (01/06/07-02/06/07)Inj cefotaxime 1g/12jam (30/05/07-31/05/07)Ditranex® 3x250mg (30/05/07-31/05/07)Rantin® 2x150mg (31/05/07-01/06/07)

Assessment1. Efek samping Augmentin® (kombinasi amoxicillin dan asam klavulanat) dapat menyebabkan

kolestatic jaundice dan hepatic disfunction.DTPs : ADR.

2. Asam mefenamat (Mefinal®) kontraindikasi pada pasien gangguan fungsi hati.DTPs : ADR.

3. Pantosol ® kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan fungsi hati.DTPs : ADR.

4. Dosis valsartan (Aprovel®) di bawah dosis terapi pada pasien yang mengalami gangguan fungsihepar. DTPs : dosis terlalu rendah.

5. Dekstrometorfan kontraindikasi bagi pasien dengan gannguan fungsi hati.DTPs : ADR.

Plan1. Batasi penggunaan Augmentin® (kombinasi amoxicillin dan asam klavulanat)2. Hentikan penggunaan asam mefenamat (Mefinal®).3. Hentikan penggunaan pantoprazol (Pantosol®).4. Pada gangguan hati ringan-sedang dosis terapi valsartan (Aprovel®) dimulai sebesar dosis sebesar

1x40 mg dan dapat ditingkatkan sampai 1x80 mg.5. Hentikan penggunaan dekstrometorfan dan dapat diganti dengan antitusif lain seperti benzonatate

yang tidak berbahaya bagi hepar.6. Lakukan biopsi hepar untuk mengetahui apakah pada pasien mengalami nekroinflamsi.

Page 90: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

67

Tabel XXXVI. Kajian DTPs Kasus 20 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 20. No. RM 00.58.45.29 (18/03/05-24/03/05)

SubjectiveLaki-laki/45 tahun.DU : Hepatitis B Kronik.Keluhan utama : lemah.Pasien adalah penderita hepatitis B sejak 1997 dan setelah itu pasien juga pernah menjalaniperawatan rawat inap pada tahun 1998 dan 2000, dimana pada tahun 2000 pasien didiagnosishepatitis B kronik aktif.Pasien rutin untuk memeriksa SGOT dan SGPT, selain itu pasien kadang-kadang mengkonsumsitemulawak dan curcuma.Enam HSMRS pasien memeriksa SGOT dan SGPT ternyata hasilnya diatas batas atas nilai normal.Pasien saat itu mengeluh lemas, mual, namun tidak muntah, tidak demam, BAK seperti teh, BABbiasa.Dua HSMRS pasien merasa lemas, mual, nafsu makan minum menurun, tidak demam dan keluhanyang dirasakan menetap.Pasien disarankan untuk dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito untuk menjalanipemeriksaan HBeAg dan HBcAg namun pasien menolak.Saat hari masuk rumah sakit keluhan yang dirasakan pasien menetap kemudian pasien memintauntuk dirawat.RPD : tidak ada riwayat sakit kuning, tidak ada riwayat transfusi, tidak ada riwayat penggunaanobat-obatan, dan tidak ada riwayat mengkonsumsi alkohol.Kondisi umum : baik, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.

Objective

Tanggal (Maret 2005)Parameter12 16 21

Nilai normal

SGOT 255↑ 356,7↑ 412,3↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 449,4↑ 586,2↑ 388,5↑ 10,0-40,0 IU/LHBsAg positifHBeAg negatifIgM anti HBc negatifSuhu (ºC) 37Nadi(kali/menit) 72BP (mmHg) 100/60RR (kali/menit) 20

Penatalaksanaan

Tanggal (Maret 2005)Nama Obat

18 19 20 21 22 23 24

DH III √ √ √ √ √ √ √

Hp Pro® 3x1 √ √ √ √ √ √ √

Vometa® 3x10 mg √ √ √ √

Cholesvit® 2x1 √ √ √ √

Assessment-

Plan1. Lakukan biopsi hepar untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami nekroinflamasi atau

tidak.

Page 91: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

68

Tabel XXXVII. Kajian DTPs Kasus 21 Hepatitis B Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUPDr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus 21. No. RM 00.58.45.29 (20/10/06-26/10/06)

SubjectiveLaki-laki/46 tahun.DU : Observasi Febris et causa suspect Typhoid Fever.Diagnosis lain : Hepatitis B Kronis.Keluhan utama : demam dan nyeri kepala.Pasien adalah penderita hepatitis B sejak 1997.Pasien pada tahun 2000 didiagnosis hepatitis B kronik aktif.Pasien terakhir kali menjalani perawatan pada bulan Maret tahun 2005 di RSUP Dr. Sardjito.Selama ±1 MSMRS pasien merasa demam (pada malam hari lebih tinggi) dan sakit kepala terutamasaat menyelesaikan pekerjaan kantor, BAK/BAB dalam batas normal, tidak batuk, tidak sakit waktuBAK namun sudah 2 hari terakhir pasien tidak BAB. Pasien dirawat karena keluhan sakit kepalamemberat, demam, mual namun tidak batuk.RPD : Hepatitis B kronis.Kondisi umum : sedang, CM, gizi cukup.Keadaan pulang : membaik.

Objective

Tanggal(Oktober 2006)Parameter

20Nilai normal

SGOT 60,8↑ 10,0-42,0 IU/LSGPT 58,3↑ 10,0-40,0 IU/LAlbumin 3,41↓ 3,50-5,00 g/dlGlobulin 4,2↑ 2,4-3,5 g/dlProtein Total 7,62 6,40-8,30 g/dlHBsAg positifSuhu (ºC) 38Nadi (kali/menit) -BP (mmHg) -RR (kali/menit) -

Penatalaksanaan

Tanggal (Oktober 2006)Nama Obat

20 21 22 23 24 25 26

Diet TKTP √ √ √ √ √ √ √Infus NaCl 0,9% lini √ √ √ √ √ √

Sistenol® 3x1 √ √ √ √ √

Hp Pro® 3x1 √ √ √ √ √ √ √

Injeksi Radin® 1A/12 jam √ √ √ √ √ √

Radin® 2x150mg tablet √

ciprofloksasin 2x500mg √ √ √ √ √ √

Assessment-

Plan1. Lakukan biopsi hepar untuk mengetahui apakah pasien mengalami nekroinflamasi.

Page 92: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

69

Pada masing-masing kasus yang telah dibahas dengan metode SOAP

kemudian akan dirangkum menjadi masing-masing kategori Drug Therapy

Problems, yaitu adanya terapi obat tanpa indikasi, adanya indikasi penyakit yang

tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis yang kurang, terjadinya

adverse drug reaction dan dosis yang berlebih dalam penggunaan obat di RSUP Dr.

Sardjito pada periode 2005-2007.

Pada masing-masing kategori akan dijabarkan jenis obat yang

menyebabkan terjadinya DTPs, kemudian dari masing-masing jenis obat tersebut

akan dibahas bagaimana dan mengapa hal tersebut dapat terjadi sekaligus

memberikan rekomendasi yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi permasalahan

tersebut.

1. Dosis terlalu rendah

Tabel XXXVIII. Kasus DTPs Dosis Terlalu Rendah pada Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

6, 7 spironolactone Pada kasus 6 (kecuali tanggal 24-29 Maret2007) dosis yang diberikan dibawah 100-400 mg/hari.

Tingkatkan pemberian dosismenjadi 100-400 mg/hari

13 spironolactone(Letonal®)

Dosis yang dianjurkan adalah sebesar 100-400 mg/hari namun pasien hanya menerima50 mg/hari

Tingkatkan dosis denganpemberian 100-400 mg/hari

14 ursodeoxycholicacid(Urdafalk®)

Dosis yang seharusnya diterima adalahsebesar 656-820 mg/hari sedangkan padakasus pasien hanya menerima dosis 500mg/hari

Tingkatkan dosis sesuai rangedosis

14 vitamin K Dosis oral yang diterima hanya 200 mg/harisedangkan dosis terapinya sebesar 300mg/hari

Naikkan dosis vitamin K oralmenjadi 3x100 mg/hari sesuaidengan dosis terapi

19 valsartan(Aprovel®)

Pada gangguan hati ringan-sedang dosisterap dimulai sebesar 1x40 mg/hari namunpada kasus dosis yang diterima hanya 5mg/hari

Tingkatkan dosis Aprovel®

sebesar dosis terapi awal dandapat ditingkatkan menjadisebesar 1x80 mg/hari

Page 93: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

70

2. Obat yang tidak efektif

Tabel XXXIX. Kasus DTPs Terapi Obat yang Tidak Efektif pada Hepatitis B Kronis diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi1, 2, 6 laktulosa

(Duphalac®

dan Pralax®)

Laktulosa terbukti tidak bermanfaatdalam terapi ensefalopati hepatik

Hentikan penggunaan Duphalac®

dan Pralax®, untuk terapiensefalopati hepatik dapat diberikanneomisin dengan dosis 500-2000 mgsetiap 6-8 jam

6 omeprazole Pemberian omeprazole tidak afektifterhadap pendarahan variseal

Hentikan pemberian omeprazole dandapat diganti dengan oktreotidaselama 5 hari dengan pemberian ivbolus 25-50 mcg diikuti dengan ivinfusi kontinue 25-50 mcg/jam

14 entecavir(Baraclude®)

Baraclude® bukan terapi yang palingefektif terhadap hepatitis B kronisyang telah mengalami dekompensata

Ganti terapi Baraclude® denganlamivudin tablet/suspensi oraldengan dosis 1x100 mg secara oral

3. Dosis terlalu tinggi

Tabel XXXX. Kasus DTPs Dosis Terlalu Tinggi pada Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi1, 2, 6,12, 13,14

vitamin K Pasien mendapatkan dosis injeksi diatas dosisterapi yaitu diatas 10 mg. (Pada kasus 6 terjadidosis terlalu tinggi pada tanggal 15-25 Maret2007).Dosis oral (pada kasus 12) diatas dosis terapi yaitusebesar 3x2 100 mg per hari sebaiknya diturunkanmenjadi 3x100 mg per hari.

Turunkan dosis injeksimenjadi sebesar 1A/24 jam

Turunkan dosis oralmenjadi 3x100 mg per hari

10 amlodipin(Tensivask®)

Pada pasien gangguan hepar dosis yangdiperbolehkan menjadi sebesar 2,5 mg/harisedangkan dosis yang diterima sebesar 10 mg/hari.

Turunkan dosis Tensivask®

dengan pemberian sebesar2,5 mg/hari

10 bisoprolol Pada pasien dengan gangguan fungsi heparpenyesuaian dosis yang disarankan adalah sebesar2,5mg/hari

Turunkan dosis bisoprololmenjadi sebesar 2,5mg/hari

4. Terapi obat tanpa indikasi

Tabel XXXXI. Kasus DTPs Terapi Obat Tanpa Indikasi pada Hepatitis B Kronis diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi4 Sistenol®

(kombinasiparasetamol dann-acetylcysteine)

Pada kasus 4 yaitu pda tanggal 2 Oktober 2007 pasientidak demam sehingga Sistenol® tidak sesuai indikasi.

Hentikan penggunaanSistenol® (kombinasiparasetamol dan n-acetylcysteine)

18 parasetamol Penggunaan parasetamol tidak sesuai indikasi dimanapasien tidak menunjukkan gejala dan tanda terjadinyademam

Hentikan penggunaanparasetamol

Page 94: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

71

5. Adverse drug reaction

Tabel XXXXII. Kasus DTPs Adverse Drug Reaction pada Hepatitis B Kronis di InstalasiRawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi1 kalium

(Aspar-K®)Kontraindikasi terhadap diuretika hematkalium

Hentikan penggunaan aspar-K®

4 Metil prednisolon(Somerol®)

Kontraindikasi terhadap penyakit hati Hentikan penggunaan somerol®

4 etambutol Efek sampingnya dapat menyebabkanhepatotoksisitas

Batasi penggunaan etambutol

5 levodropropizine(Levopront®)

Kontraindikasi terhadap terbatasnya fungsihati

Hentikan penggunaanLevopront® untuk mengatasibatuk tidak berdahak dapatdiganti dengan antitusifseperti benzonatate 3x100mg/hari

5, 19 pantoprazol(Pantosol®)

Kontraindikasi terhadap kerusakan fungsihati

Hentikan penggunaanPantosol®

3, 11,15, 16,17, 18

ceftriaxone(Biotriax®)

Efek sampingnya dapat menimbulkangangguan fungsi hati dan meningkatkannilai SGOT dan SGPT

Batasi penggunaan ceftriaxonedan pantau nilai SGOT danSGPT

11 amoxicillin Efek sampingnya dapat menyebabkanmeningkatnya AST dan ALT, kolestaticjaundice , hepatic kolestatic, dan hepatitiscytolitic akut

Batasi penggunaan amoxicillin

11 prednison Kontraindiksi terhadap penyakit hati Hentikan penggunaanprednison

11 Ceftazidime Efek sampingnya dapat menimbulkangangguan fungsi hati, hepatitis sementaradan ikterus kolestatik

Batasi penggunaan ceftazidime

14, 19 dekstromethorphan Kontraindikasi bagi pasien dengangangguan fungsi hati

Hentikan dekstrometorfan dandiganti dengan antitusif lainseperti benzonatate 100 mg3x/hari

15, 17,18

azitromicin Kontraindikasi terhadap pasien dengangangguan fungsi hati

Hentikan pemakaianazitromicin

15, 17 metil prednisolon Kontraindikasi terhadap penyakit hati Hentikan pemakaian metilprednisolon

15 ketokonazol Kontraindikasi terhadap pasien dengangangguan fungsi hati

Hentikan penggunaanketokonazole

19 amoxicillin danasam klavulanat(Augmentin®)

Efek sampingnya menyebabkan kolestaticjaundice dan hepatic disfungtion

Batasi penggunaan Augmentin®

19 (asam mefenamat)Mefinal®

Kontraindikasi pada pasien dengangangguan fungsi hati

Hentikan penggunaanMefinal®

Page 95: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

72

6.Perlu tambahan terapi obat

Tabel XXXXIII. Kasus DTPs Perlu Tambahan Terapi Obat pada Hepatitis B Kronis diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2005-2007

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi1, 2, 6, 7,8, 12, 13,14, 15, 16

lamivudin Perlu ditambahkan untuk terapihepatitis B kronis, dimana padapasien telah mengalami sirosisdekompensata

Berikan lamivudin tablet/suspensioral 1x100 mg

3, 4, 5, 11,17, 18

interferon α-2β Ditambahkan untuk terapi hepatitisB kronis, dimana pasien belummengalami sirosis dekompensata

Tambahkan terapi interferon α-2βsebanyak 5 juta unit/hari secarainjeksi subkutan

6 Sistenol® Pada tanggal 2-5 dan 7-8 April 2007pasien mengalami demam namuntidak diberikan antipiretik

Tambahkan antipiretik sepertiSistenol®

9, 10 Suplemenkalium

Pemakaian diuretik kuat dapatmenyebabkan hipokalemia

Tambahkan suplemen kalium

D. Rangkuman Pembahasan

Pada penelitian ini, jumlah kasus hepatitis B kronis yang dianalisa sebanyak

21 kasus. Karakteristik kasus hepatitis B kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr.

Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007 berdasarkan kelompok usia, menunjukkan

bahwa persentase kasus hepatitis B kronis kelompok usia <30 tahun sebesar 4,8%

dan pada kelompok usia ≥30 tahun sebesar 95,2%. Karakteristik kasus hepatitis B

kronis berdasarkan kelompok jenis kelamin, menunjukkan bahwa persentase kasus

hepatitis B kronis dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 81,0% dan kasus pada

pasien jenis kelamin wanita sebesar 19,0%.

Persentase ketiga terbesar distribusi kelas terapi kasus hepatitis B kronis di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007 adalah obat

gizi dan darah sebesar 100%, obat saluran cerna sebesar 76,2% dan obat infeksi

sebesar 66,7%. Pada masing-masing kelas terapi yaitu obat yang bekerja pada

saluran cerna jenis zat aktif terbanyak yang digunakan pada kasus hepatitis B kronis

adalah ranitidin (47,6%) dan laktulosa (19,0%). Pada kelas terapi obat yang

Page 96: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

73

digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler jenis zat aktif yang terbanyak

digunakan adalah spironolakton (38,1%) dan propranolol (28,6%). Pada kelas terapi

obat yang bekerja pada sistem saluran pernapasan jenis zat aktif yang paling banyak

digunakan adalah oksigen (33,3%), asetilsistein (14,3%) dan dekstrometorfan

(14,3%). Pada kelas terapi obat yang bekerja pada sistem saraf pusat jenis zat aktif

yang paling banyak digunakan adalah domperidon (14,3%). Pada kelas terapi obat

yang bekerja sebagai analgesik jenis zat aktif yang paling banyak digunakan adalah

kombinasi parasetamol dan n-acetylcysteine(28,6%). Pada kelas terapi obat yang

digunakan untuk pengobatan infeksi jenis zat aktif yang paling banyak digunakan

adalah seftriakson (42,9%) dan sefotaksim (19,0%).

Pada kelas terapi obat-obat hormonal jenis zat aktif yang paling banyak

digunakan adalah suspensi netral isophane (14,3%) dan metil prednisolon (14,3%).

Pada kelas terapi obat yang mempengaruhi gizi dan darah jenis zat aktif yang paling

banyak digunakan adalah glukosa (47,6%), natrium klorida (42,9%) dan vitamin K

(42,9%). Pada kelas terapi obat untuk penyakit otot skelet dan sendi jenis zat aktif

yang paling banyak digunakan adalah alopurinol (4,8%) dan pada kelas terapi obat

sistem hepatobilier obat yang terbanyak digunakan adalah schizandrin C derivat

(33,3%) dan ursodeoxycholic acid (19,0%), serta Imreg® (4,8%)merupakan jenis obat

yang digunakan sebagai imunomodulator.

Pada analisa terjadinya Drug Therapy Problems pada masing-masing kasus

didapatkan hasil bahwa adanya terapi obat tanpa indikasi sebanyak 2 kasus (9,5%),

perlunya tambahan terapi obat sebanyak 18 kasus (85,7%), obat yang tidak efektif

sebanyak 4 kasus (19,0%), dosis terlalu rendah sebanyak 5 kasus (23,8%), dan dosis

Page 97: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

74

terlalu tinggi sebanyak 7 kasus (33,3%) serta adverse drug reaction sebanyak 11

kasus (52,4%).

Page 98: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis terhadap data kasus hepatitis B kronis di Instalasi Rawat

Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2005-2007 maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. karakteristik kasus hepatitis B kronis berdasarkan kelompok usia paling banyak

terjadi pada kelompok ≥30 tahun (95,2%) dan berdasarkan jenis kelamin paling

banyak terjadi pada laki-laki (81,0%) serta berdasarkan komplikasi sirosis pada

kasus yang dianalisa paling banyak belum mengalami sirosis (52,4%).

2. pola pengobatan kasus hepatitis B kronis menggunakan 11 kelas terapi obat,

yaitu obat saluran cerna, obat kardiovaskuler, obat saluran pernapasan, obat

sistem saraf pusat, obat analgesic, obat infeksi, obat hormonal, obat gizi dan

darah, obat otot skelet dan sendi, obat sistem hepatobilier dan obat antineoplastik

dan imunomodulator. Tiga kelas terapi yang paling banyak digunakan adalah

obat gizi dan darah (100,0%), obat saluran cerna (69,6%) dan obat infeksi

(60,9%),

3. Pada kasus hepatitis B kronis di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode 2005-2007 terjadi Drug Therapy Problems sebagai berikut :

a. terapi obat tanpa indikasi sebanyak 3 kasus (14,3%)

b. perlu tambahan terapi obat sebanyak 18 kasus (85,7%)

c. obat yang tidak efektif sebanyak 4 kasus (19,0%)

Page 99: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

76

d. dosis terlalu rendah sebanyak 5 kasus (23,8%)

e. dosis terlalu tinggi sebanyak 7 kasus (33,3%)

f. adverse drug reaction sebanyak 11 kasus (52,4%)

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah :

1. bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta perlu adanya pengembangan Standar

Pelayanan Medis bagi kasus hepatitis B kronis.

2. untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan :

a. penelitian mengenai Drug Therapy Problems pada kasus hepatitis B kronis

di rumah sakit swasta besar lain dan,

b. penelitian mengenai Drug Therapy Problems pada kasus hepatitis B kronis

secara prospektif.

Page 100: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

77

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 1-375, DepKes RI,Jakarta

Anonim, 2002, Hepatitis B,http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisB_whocdscsrlyo2002_2.pdf,diakses tanggal 23 April 2008.

Anonim, 2008 a, Masalah Penggunaan Obat di Institusi Pelayanan Kesehatan,<http://www.farklin.com/images/multirow3fdeaal1d57e4e.pdf>, diaksestanggal 23 April 2008

Anonim, 2008 b, Surface and Bed of Live,<http://medliner.narod.ru/netter/hepar_speredi.JPG>, diakses tanggal 5 Mei2008

Anonim, 2008 c, The Hepatitis B Virus,<http://www.hon.ch/Library/Theme/HepB/hbvirus.GIF>, diakses tanggal 23April 2008

Anonim, 2008 d, RS DR. Sardjito Yogyakarta, http://sardjito.net/?page_id=18,diakses tanggal 23 April 2008

Anonim, 2008 e, Farmakokinetika Klinik dan Dasar-dasar Pengaturan Dosis Obatdalam Klinik, http://www.farklin.com/images/multirow3f27183ac359b.pdfdiakses tanggal 5 Januari 2009

Anonim, 2008 f, Hepatitis B, http://images.google.co.id/imgres?imgurl=, diaksestanggal 5 Januari 2009

Anonim, 2008 g, Asam Ursodeoksikolat Perbaiki Kolestasis,http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=760, diakses tanggal 7 Januari 2009

Anonim, 2008 h, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 1-510, ISFI Penerbitan,Jakarta

Anonim, 2008 i, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 7 2007/2008, 1-379,CMPMedica Asia Pte LTd, Singapore

Algren D. A., 2008, Review of N-Acetylcysteine for The Treatment of Acetaminophen(Paracetamol) Toxicity in Pediatricsi, Second Meeting of The Subcommitte ofthe Expert Committe on the Selection and Use of Essential Medicines,Geneva

Page 101: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

78

Cipolle, R.J. dan Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’sGuide, Second Edition, 172-173, 178-179, 197, McGraw-Hill, New York

DiPiro, J.T., et al., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach , 6th ed.,737-757, McGraw-Hill, New York

Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 1-1692, 1717, 2006, Drug InformationHandbook 14th Edition, Lexi-Comp, America

Lesmana, L.A., 2006, Panduan Tata Laksana Infeksi Hepatitis B Kronik 26 Agustus2006, Risalah Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Jakarta

Pearce, E., 2008, Anatomy & Physiology for Nurses, diterjemahkan oleh Handoyo,S.Y., 201-203, Gramedia, Jakarta

Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran danKesehatan, 10-11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Price, S.A. and Wilson, L.M., 1994, Patofisiologis Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit, 4th ed., 426-427, Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sabrina, 2008, Pengobatan Tidak Rasional Marak di Indonesia,http://salsabila17.multiply.com/journal/item/19/Pengobatan_Tidak_Rasional_Marak_Di_Indonesia, diakses tanggal 5 Januari 2009.

Sari, W., 2008, Care Yourself, Hepatitis, 31, Plus+, Jakarta

Siregar, F.A., 2008, Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat dan UpayaPencegahan, Laporan Penenlitian, Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sumatera Utara, Sumatera Utara

Soemoharjo, S., 2008, Hepatitis Virus B Edisi 2, 1, 2, 11, 20-21, 67-75, BukuKedokteran EGC, Jakarta

Walker, R., dan Edwards C., 2001, Clinical Pharmacy and Therapeutics 2nd edition,195-211,Churchill Livingstone, New York

Page 102: EVALUASI PERESEPAN PADA PASIEN HEPATITIS B KRONIS DI

79

BIOGRAFI PENULIS

Florencia Abon Wenge merupakan anak ketiga dari

pasangan Fransiskus Raya Wenge dan Maria Kidi

Langoday, lahir di Jakarta pada tanggal 4 Oktober

1986. Pendidikan Pendidikan awal dimulai di Taman

Kanak-Kanak Budi Mulia Jakarta pada tahun 1992.

Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar

Budi Mulia Jakarta pada tahun 1993-1999.

Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah

Pertama Budi Mulia Jakarta pada tahun 1999-2002. Kemudian naik ke jenjang

pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 68 Jakarta pada tahun 2002-2005.

Selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada

tahun 2009. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Botani Dasar (2007), Asisten

Praktikum Farmasi Fisika II (2007) dan Asisten Farmakologi Dasar (2008).