Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    1/110

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    2/110

    EVALUASI PELAKSANAAN

    PROGRAM WAJIB BELAJAR

    PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN

    Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

    2009

    RREEPPUUBBLLIIKKIINNDDOONNEESSIIAA

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    3/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    ii

    Kata Pengantar

    Laporan Evaluasi Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) 9 Tahunmerupakan salah satu dari serangkaian kajian yang dilakukan di lingkup Deputi

    Evaluasi Kinerja Pembangunan pada tahun 2008. Dengan penyesuaian danpenyempurnaan laporan itu disusun kembali pada tahun 2009.

    Program Wajardikdas 9 Tahun sebagai titik berat kajian merupakan upaya untuk

    meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui peningkatan secaranyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun.

    Selain faktor output seperti jumlah guru dan jumlah sekolah, keberhasilanpembangunan pendidikan dasar dipengaruhi pula oleh karakteristik sosial

    ekonomi penduduk. Untuk itu, upaya lebih keras lagi perlu dilakukan agar rumahtangga penduduk miskin dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan baik.Diharapkan laporan kajian ini dapat memberikan masukan dalam penyusunankebijakan pembangunan pendidikan di masa yang akan datang.

    Kami sangat mengharap masukan, saran, dan kritik yang membangun apabilamasih terdapat kekurangan pada kajian ini. Terima kasih dan penghargaan kamiucapkan kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam

    penyusunan kajian ini.

    Jakarta, Desember 2009

    Plt. Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

    Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    4/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    iii

    Daftar Isi

    Kata Pengantar ii

    Daftar Isi iii

    Daftar Gambar v

    Daftar Tabel vii

    BAB I. PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Ruang Lingkup 3

    1.3. Tujuan Evaluasi 3

    BAB II. SEKILAS TENTANG PROGRAM

    WAJARDIKDAS 9 TAHUN 4

    2.1. Tujuan Wajib Belajar 4

    2.2. Pelaksanaan Wajib Belajar 5

    2.3. Analisis Determinan Wajardikdas 7

    2.4. Landasan Hukum Program Wajib Belajar

    Pendidikan Dasar 9 Tahun 12

    2.5. Outcome Program Wajardikdas 9 Tahun 14

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 23

    3.1. Analisa Kuantitatif 23

    3.2. Analisis Kualititatif 29

    3.3. Data 30

    BAB IV. HASIL REGRESI : FAKTOR-FAKTOR

    YANG MEMPENGARUHI APK DAN APM 33

    4.1. Nasional 33

    4.2. Sumatera 37

    4.3. Jawa 41

    4.4. Bali, NTB dan NTT 45

    4.5. Kalimantan 48

    4.6. Sulawesi 51

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    5/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    iv

    4.7. Papua dan Maluku 53

    BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN:

    EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM

    WAJARDIKDAS 9 TAHUN (2005-2007) 57

    5.1. Outcome Program Wajardikdas 57

    Angka Partisipasi Kasar (APK) 58

    Angka Partisipasi Murni (APM) 61

    5.2. Faktor-Faktor yang Signifikan Mempengaruhi

    Capaian APK dan APM 65

    5.2.1. Produk Domestik Regional Bruto 65

    5.2.2. Akses Air Bersih 66

    5.2.3. Rasio Murid Sekolah 69

    5.2.4. Tingkat Kemiskinan 71

    5.2.5. Angka Melek Huruf 72

    5.2.6. Dana Alokasi Umum (DAU) 74

    5.2.7. Dana Alokasi Khusus (DAK) 80

    5.2.8. Rasio Murid Guru 85

    BAB VI. KESIMPULAN 95

    Daftar Pustaka 98

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    6/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    v

    Daftar Gambar

    Gambar 2.1. Target dan Realisasi Disparitas APK

    Sekolah Dasar dan SMP Antara

    Kabupaten dengan Kota 17

    Gambar 2.2. APK dan APM Tingkat Sekolah Dasar

    2007 18

    Gambar 2.3. APK dan APM Tingkat Sekolah

    Menengah Pertama 2007 19Gambar 2.4. Disparitas APK dan APM Antara

    Kabupaten-Kota Dalam Provinsi 2007 20

    Gambar 2.5. APK SD dan SMP menurut Klasifikasi

    Daerah 22

    Gambar 5.1. APK SD/MI Tahun 2006 59

    Gambar 5.2. APK SMP/MTs Tahun 2006 60

    Gambar 5.3. APM SD/MI Tahun 2006 62

    Gambar 5.4. APM SMP/MTs Tahun 2006 63

    Gambar 5.5. Produk Domestik Regional Bruto

    Tahun 2006 66

    Gambar 5.6. Akses Air Bersih Tahun 2006 68

    Gambar 5.7. Rasio Murid Sekolah SD/MI Tahun

    2006 69Gambar 5.8. Rasio Murid Sekolah SMP/MTs

    Tahun 2006 70

    Gambar 5.9. Tingkat Kemiskinan Tahun 2006 72

    Gambar 5.10 Angka Melek Huruf Rata-Rata

    2004-2006 73

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    7/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    vi

    Gambar 5.11. Perkembangan Alokasi Anggaran

    Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

    9 Tahun Departemen Pendidikan Nasional 75

    Gambar 5.12. Kontribusi DAU terhadap Total P

    Penerimaan APBD Kabupaten/Kota 76

    Gambar 5.13. Persentase DAU Rata-Rata 2004-2006 77

    Gambar 5.14. Komposisi Dana Alokasi Khusus (DAK)

    2004-2007 81

    Gambar 5.15. Persentase DAK Rata-Rata Tahun

    2004-2006 82

    Gambar 5.16. Rasio Murid Guru 86

    Gambar 5.17. Rasio Siswa per Guru

    Tahun 2001/2002-2005/2006 88

    Gambar 5.18. Kepala Sekolah dan Guru menurut

    Tingkat Pendidikan Tahun 2006 89

    Gambar 5.19. Persentase Guru SD dan SMP

    yang Layak Mengajar Tahun 2007 91

    Gambar 5.20. Persentase Guru yang Lulus Sertifikasi

    Tahun 2007 93

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    8/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    vii

    Daftar Tabel

    Tabel 2.1. Indikator Kunci dan Target Kebijakan

    Pendidikan Nasional 2005-2009 16

    Tabel 3.1. Pemilihan Sampel 32

    Tabel 4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Nasional 34

    Tabel 4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APMSD/MI Nasional 35

    Tabel 4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Nasional 36

    Tabel 4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Nasional 37

    Tabel 4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Sumatera 38

    Tabel 4.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SD/MI Sumatera 39

    Tabel 4.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Sumatera 40

    Tabel 4.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Sumatera 41

    Tabel 4.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Jawa 42

    Tabel 4.10.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SD/MI Jawa 43

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    9/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    viii

    Tabel 4.11.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Jawa 44

    Tabel 4.12.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Jawa 45

    Tabel 4.13.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Bali, NTB dan NTT 46

    Tabel 4.14.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SD/MI Bali, NTB dan NTT 46

    Tabel 4.15.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Bali, NTB dan NTT 47

    Tabel 4.16.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Bali, NTB dan NTT 48

    Tabel 4.17.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Kalimantan 49

    Tabel 4.18.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APMSD/MI Kalimantan 49

    Tabel 4.19.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Kalimantan 50

    Tabel 4.20.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Kalimantan 50

    Tabel 4.21.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Sulawesi 51

    Tabel 4.22.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SD/MI Sulawesi 52

    Tabel 4.23.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Sulawesi 52

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    10/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    ix

    Tabel 4.24.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Sulawesi 53

    Tabel 4.25.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SD/MI Papua dan Maluku 54

    Tabel 4.26.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SD/MI Papua dan Maluku 54

    Tabel 4.27.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

    SMP/MTs Papua dan Maluku 55

    Tabel 4.28.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

    SMP/MTs Papua dan Maluku 56

    Tabel 5.1. Variabel Bebas yang Mempengaruhi APK

    dan APM 58

    Tabel 5.2. DAU Tahun 2004-2007 78

    Tabel 5.3. DAK Tahun 2004-2006 83

    Tabel 5.4. Persentase Kelayakan MengajarKepala Sekolah dan Guru menurut

    Jenjang Pendidikan Tahun 2006 90

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    11/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi

    pembangunan bangsa. Ketika di Asia Timur muncul negara-negara

    industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan

    negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

    yang terdidik dalam jumlah yang memadai. Karena itu, hampir semua

    bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama

    dalam program pembangunan nasional mereka. Sumber Daya Manusia

    bermutu yang merupakan produk pendidikan adalah merupakan kunci

    keberhasilan pembangunan suatu negara. Pendidikan merupakan salah

    satu pilar terpenting dalam pembangunan manusia, bahkan kinerja

    pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang

    pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melekaksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan

    dan ekonomi.

    Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin

    pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi

    dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan

    sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.Pembangunan pendidikan nasional di Indonesia dalam kurun waktu

    20042009 telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan

    internasional seperti Pendidikan Untuk Semua (Education For All),

    Konvensi Hak Anak (Convention on the right of child) danMillenium

    Development Goals (MDGs) serta World Summit on Sustainable

    Development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan

    sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    12/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    2

    keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan

    multikulturalisme, serta peningkatan keadilan sosial.

    Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for

    All Declaration) pada konferensi UNESCO, di Thailand (1990)

    merupakan komitmen bersama dalam menyediakan pendidikan dasar

    yang bermutu dan non diskriminatif. Realisasi deklarasi tersebut juga

    sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi Hak Pendidikan (sesuai

    pasal 26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia : Setiap orang berhak

    memperoleh pendidikan. Pendidikan harus Cuma-Cuma, setidak-

    tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.Pendidikan dasar diperlukan untuk menjaga perdamaian.

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional, menjamin hak atas pendidikan dasar bagi warga

    negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk

    meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia adalah melalui

    peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat

    menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.Program ini dimulai pada tahun 1994 dengan mentargetkan semua

    warga negara Indonesia memiliki pendidikan minimal setara Sekolah

    Menengah Pertama dengan mutu yang baik. Sehingga diharapkan

    seluruh warga negara Indonesia dapat mengembangkan dirinya lebih

    lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang

    sesuai dengan potensi yang dimiliki, sekaligus berperan serta dalam

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketika

    dicanangkan pada tahun 1994, Program Wajib Belajar PendidikanDasar 9 Tahun diharapkan dapat tuntas pada tahun 2003/2004. Namun

    krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan

    target tersebut tidak dapat tercapai. Target penuntasan Wajar

    disesuaikan dari 2003/2004 menjadi 2008/2009. Untuk mengetahui

    pencapaian hasil kerja atau outputberdasarkan alokasi biaya atau input

    yang ditetapkan terkait dengan program Wajardikdas 9 Tahun, maka

    evaluasi pelaksanaan program tersebut sangat penting untuk dilakukan.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    13/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    3

    1.2.

    Ruang Lingkup

    Evaluasi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan

    Dasar 9 Tahun ini akan fokus pada evaluasi outcomes yang

    berkaitan dengan:

    1. Pengaruh faktor input dan faktor output SD/MI dan

    SMP/MTs terhadap outcomes Wajardikdas (APK dan APM

    tingkat SD/MI dan SMP/MTs).

    2. Pengaruh faktor eksternal dan karakteristik wilayah terhadap

    outcomes Wajardikdas (APK dan APM tingkat SD/MI dan

    SMP/MTs).

    1.3.

    Tujuan Evaluasi

    Secara khusus, tujuan dari evaluasi ini adalah untuk; (1)

    Mengidentifikasi faktor input dan output yang mempengaruhi outcomes

    program Wajardikdas 9 tahun (APK dan APM tingkat SD/MI dan

    SMP/MTs); (2) Memperoleh gambaran pelaksanaan program

    Wajardikdas, yang berkaitan dengan faktor input dan faktor output

    program Wajardikdas.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    14/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    4

    BAB IISEKILAS TENTANG PROGRAM

    WAJARDIKDAS 9 TAHUN

    Wajib Belajar telah menjadi prioritas kebijakan PemerintahIndonesia sejak awal tahun 70-an. Sejak dikeluarkan Inpres No 10 pada

    tahun 1973, Pemerintah secara terencana meningkatkan pembangunan

    sarana pendidikan dasar. Pada tahun 1983, Pemerintah Indonesia

    mencanangkan program Wajib Belajar 6 Tahun untuk anak usia 7-12

    tahun secara nasional. Sejalan dengan kesuksesan Program Wajib

    Belajar 6 Tahun, sejak bulan Mei tahun 1994, Pemerintah Indonesia

    melanjutkan program Wajib Belajar dengan Wajib Belajar 9 Tahun.

    Kelanjutan Program Wajib Belajar 9 Tahun ini dipicu oleh beberapafaktor sebagai berikut; (1) Lebih dari 50 persen angkatan kerja hanya

    berpendidikan SD atau kurang; (2) Program wajib belajar 9 tahun akan

    meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberi nilai tambah pula pada

    pertumbuhan ekonomi; (3) Semakin tinggi pendidikan akan semakin

    besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor yang produktif; (4)

    Dengan peningkatan program Wajib Belajar 6 Tahun menjadi Wajib

    Belajar 9 Tahun akan meningkatkan kematangan dan keterampilan

    siswa; dan (5) Peningkatan Wajib Belajar 9 Tahun akan meningkatkan

    umur kerja minimum dari 10 sampai 15 tahun (Syarif, 1994).

    2.1.

    Tujuan Wajib Belajar

    Program Wajib Belajar 9 Tahun didasari konsep pendidikan

    dasar untuk semua (universal basic education), yang pada hakekatnya

    berarti penyediaan akses terhadap pendidikan yang sama untuk semua

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    15/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    5

    anak. Hal ini sesuai dengan kaedah-kaedah yang tercantum dalam

    Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, tentang Hak Anak, dan

    tentang Hak dan Kewajiban Pendidikan Anak (Prayitno, 2000). Melaluiprogram wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat

    mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang

    perlu dimiliki semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup

    dengan layak di masyarakat dan dapat melanjutkan pendidikannya ke

    tingkat yang lebih tinggi baik ke lembaga pendidikan sekolah ataupun

    luar sekolah. Dengan wajib belajar, mereka akan dapat menjalani hidup

    dan menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Di samping itu, menurut

    May (1998) wajib belajar adalah merangsang aspirasi pendidikan anak

    yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

    kerja penduduk secara nasional. Oleh karena itu, target penyelenggaraan

    Wajib Belajar 9 Tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka

    partisipasi secara maksimal, namun perhatian yang sama ditujukan juga

    untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar yang sekarang ini masih

    jauh dari standar nasional. Agar sasaran tersebut terwujud secara

    optimal perlu diupayakan adanya kesinambungan penyelenggaraanpendidikan SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan sederajat

    berkenaan dengan berbagai komponen pendidikan yang mendukung.

    2.2. Pelaksanaan Wajib Belajar

    Pelaksanaan program Wajib Belajar 9 Tahun di Indonesia

    memiliki empat ciri utama, yaitu; 1) dilakukan tidak melalui paksaan

    tetapi bersifat himbauan, 2) tidak memiliki sanksi hukum tetapi

    menekankan tanggung jawab moral dari orang tua untuk

    menyekolahkan anaknya, 3) tidak memiliki undang-undang khusus

    dalam implementasi program, 4) keberhasilan dan kegagalan program

    diukur dari peningkatan partisipasi bersekolah anak usia 6-15 tahun.

    Menurut Ibrahim (1992) pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun dilakukan

    melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah

    meliputi program 6 tahun di SD dan program 3 tahun di SLTP. Untuk

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    16/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    6

    tingkat SD diberlakukan pada SD regular, SD Kecil, SD Pamong, SD

    terpadu, MI, Pondok Pesantren, SDLT, dan kelompok belajar Paket A.

    Sedangkan untuk tingkatan SLTP dilaksanakan SLTP Reguler, SLTPKecil, SLTP Terbuka dan SLTP-LB dan kelompok belajar Paket B.

    Sejak mulai diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada

    tahun 2000, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar

    dalam mengelola pemerintahan di daerah, termasuk pengelolaan

    pendidikan (PP No.25 tahun 2000). Dengan kebijakan otonomi daerah

    ini terbuka kesempatan bagi para ahli, praktisi, dan pengamat

    pendidikan untuk bersama-sama memberdayakan pendidikan secaramenyeluruh, termasuk Wajib Belajar 9 Tahun. Otonomi pendidikan

    merupakan salah satu kesempatan yang sangat baik bagi daerah untuk

    meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing yang

    merupakan tolok ukur kualitas sumber daya manusia. Ada keberagaman

    daerah dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu

    pihak ada daerah yang optimis, dan di pihak lain ada yang pesimis.

    Daerah yang merasa pesimis disebabkan oleh realitas kondisi

    daerahnya, khususnya kemampuan masyarakat untuk

    menyelenggarakan pendidikan yang berbeda-beda (Suyanto, 2001). Di

    samping itu muncul pula kepanikan bagi daerah dalam menyediakan

    dana alokasi umum (DAU) untuk menggaji guru dan pegawai yang

    didaerahkan. Di lain pihak, daerah yang optimis, yaitu daerah yang

    mampu membuat rencana anggaran untuk meningkatkan

    penyelenggaraan pendidikan di daerahnya.

    Namun demikian, apapun sikap daerah segala kendala yang

    muncul dalam penyelenggaraan Wajib Belajar 9 Tahun harus ditangani

    secara otonom oleh daerah masing-masing. Diyakini atau tidak,

    pendidikan dasar 9 tahun merupakan wahana yang paling efektif untuk

    meningkatkan pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu

    sumberdaya manusia Indonesia pada umumnya. Bagaimanapun berat

    dan sulitnya permasalahan yang ada pada awalnya, dengan adanya

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    17/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    7

    kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan akan dapat

    dikelola dengan lebih murah dan lebih cepat. Desentralisasi pendidikan

    dapat mengembangkan kreativitas siswa, guru, kepala sekolah, danmasyarakat. Untuk itu perlu diberlakukan manajemen berbasis sekolah

    (school based management) dengan tujuan agar sekolah dapat

    mengelola proses belajar mengajar dengan lebih baik sehingga dapat

    meningkatkan pembelajaran siswa. Artinya, manajemen berbasis

    sekolah harus mampu melaksanakan perbaikan proses belajar mengajar

    di kelas (classroom change) agar membuahkan pengalaman yang

    menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan siswa (Zais, 1976).

    2.3.

    Analisis Determinan Wajardikdas

    Keberhasilan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

    Sembilan Tahun (Wajardikdas 9 Tahun) dapat dilihat dari beberapa

    indikator capaian. Indikator utamanya adalah pencapaian APK

    SD/MI dan SMP/MTs. Beberapa indikator pendidikan dasar

    digunakan untuk menggambarkan kondisi dan tingkat pencapaianpembangunan pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah bersama

    orangtua dan masyarakat yangberkaitan dengan aspek perluasan

    dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan,

    relevansi, efesiensi dan efektivitas pengelolaan. Beberapa

    indikator tersebut antara lain:

    Angka Partisipasi, dilihat dari angka partisipasi kasar (APK) dan

    angka partisipasi murni (APM). Jika angka APK lebih besar dari

    APM, hal ini menunjukkan adanya anak di luar kelompok usia

    7-12 tahun yang bersekolah di SD/MI. Mereka adalah anak yang

    berusia di bawah 7 tahun dan diatas 12 Tahun. Sesuai dengan

    prioritas program Wajardikdas 9 tahun, adanya anak-anak

    berumur kurang dari 7 tahun tetapi sudah bersekolah di jenjang

    SD/MI dapat terjadi karena Sekolah tersebut masih dapat

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    18/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    8

    menampung siswa. Di sisi lain, adanya anak-anak usia di atas 12

    tahun yang masih bersekolah pada jenjang SD/MI dapat

    disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu (1) anak-anak tersebutterlambat masuk SD atau mereka masuk diatas usia 7 tahun, dan

    (2) adanya anak-anak yang mengulang kelas, sehingga mereka

    baru dapat menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar (SD) pada usia

    di atas 12 tahun. Selain itu, APK maupun APM juga dapat

    dilihat berdasarkan gender sehingga dapat diketahui

    keseimbangan pendidikan antara perempuan dan laki-laki. Hal

    yang sama terkait dengan APK dan APM juga terjadi untuk

    jenjang SMP/MTs.

    Angka Putus Sekolah. Jika ditemukan masih adanya anak yang

    putus sekolah pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor,

    diantaranya adalah faktor sosial ekonomi seperti membantu

    orang tuanya dalam mencari nafkah. Jika jumlah ini cukup tinggi

    maka akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap angka

    putus sekolah. Untuk itu perlu ditangani secara lebih serius,

    dengan mengefektifkan sejumlah lembaga pendidikan alternatif,sehingga tidak berdampak hilangnya akses anak usia 7-15 tahun

    terhadap lembaga-lembaga pendidikan dasar.

    Angka melanjutkan Lulusan SD/MI ke jenjang SMP/MTs.

    Semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin besar para

    lulusan SD/MI dapat melanjutkan ke SMP sesuai dengan

    program Wajardikdas 9 Tahun yang dicanangkan Pemerintah.

    Rasio siswa per sekolah pada jenjang SD/MI dan SMP/MTsyang menunjukkan kepadatan sekolah. Rasio siswa per sekolah

    berkaitan erat dengan rasio siswa per kelas, dimana standar ideal

    siswa per kelas adalah 32 siswa.

    Rasio siswa per guru. Semakin besar rasio siswa per guru ini

    menunjukkan adanya kekurangan guru pada jenjang tersebut.

    Rasio kelas per ruang kelas. Semakin besar nilainya

    menunjukkan ruang kelas tersebut digunakan untuk lebih dari

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    19/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    9

    satu kelas. Besarnya rasio tersebut mengindikasikan masih

    perlunya ruang kelas tambahan. Dalam hal ini diharapkan ruang

    kelas sama dengan jumlah kelas, sehingga tidak ada ruang kelasyang digunakan lebih dari sekali.

    Tingkat kelayakan guru. Angka ini menunjukkan persentase

    guru yang layak mengajar pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs.

    Mutu guru. Kinerja sekolah dapat terlihat dari mutu guru yang

    ditunjukkan dengan kesesuaian ijasah guru dengan bidang studi

    yang diajarkan.

    Tingkat Pelayanan Sekolah, yang menunjukkah terjadinyapemerataan dan keberhasilan program Wajib Belajar Sekolah

    Dasar sembilan tahun.

    Tingkat kesulitan sekolah. Dari angka ini dapat diketahui ada

    tidaknya hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan

    daerah. Misalnya APK cukup tinggi di daerah yang secara

    geografis tidak mendukung (terpencil). Hal ini menunjukkan

    minat anak untuk bersekolah di daerah tersebut cukup tinggi.

    Jika dikaitkan dengan kinerja dari program pendidikan nasional

    secara umum, berbagai indikator tersebut dapat dikelompokkan ke

    dalam tiga prioritas kebijakan pendidikan sebagai berikut ini.

    Mutu dan Relevansi Pendidikan

    Terkait dengan mutu dan relevansi pendidikan, beberapa

    indikator keberhasilan pendidikan perlu dimonitor. Mutu pendidikan

    dapat diukur dari seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan dapat

    memberikan efek terhadap prestasi belajar siswa secara optimal. Yang

    paling tepat untuk mengukur mutu pendidikan sebenarnya adalah hasil

    evaluasi ujian akhir yang diukur melalui Ujian Akhir Nasional, namun

    kegiatan monitoring yang dilakukan ini tidak secara langsung mengukur

    output pendidikan dalam pengertian prestasi belajar siswa secara

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    20/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    10

    akademis. Sedangkan yang dimaksud dengan relevansi pendidikan

    adalah, kesesuaian hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat

    dalam berbagai bidang, misalnya penghasilan lulusan, keterampilanlulusan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan

    sebagainya.

    Beberapa indikator mutu dan relevansi pendidikan yang dapat

    dipantau oleh sistem ini antara lain sebagai berikut: (1) Peningkatan

    persentase lulusan terhadap jumlah murid tingkat akhir yang mengikuti

    ujian, (2) Pendayagunaan sarana-prasarana belajar yang lebih optimal di

    sekolah-sekolah (seperti buku pelajaran, perpustakaan, alat pelajaran,media pendidikan, dan pendayagunaan lingkungan sebagai sumber

    belajar, (3) Peningkatan kualitas guru yang diukur dari rata-rata tingkat

    pendidikan guru dan jumlah penataran yang diikuti, dan (4) Persentase

    siswa pendidikan pra sekolah terhadap jumlah penduduk usia pra

    sekolah.

    I ndikator Pemerataan dan PerluasanPemerataan dan perluasan pendidikan sebaiknya bukan hanya

    diukur dari seberapa banyak jumlah sarana-prasarana belajar tetapi juga

    menyangkut persebaran sarana-prasarana pendidikan antarsekolah dan

    antardaerah. Hal ini akan menyangkut prinsip keadilan dalam

    pendidikan bagi setiap anak-anak dimanapun untuk memperoleh akses

    terhadap sarana pendidikan yang sama. Pemerataan dan perluasan

    pendidikan juga akan berkaitan dengan tingkat partisipasi pendidikan

    bagi semua anak usia sekolah dalam satuan-satuan pendidikan yang ada.Partisipasi pendidikan itu merupakan indikator pendidikan yang

    digunakan oleh semua negara, sehingga dapat dibandingkan antardaerah

    dan bahkan antar negara.

    Beberapa indikator pemerataan dan perluasan pendidikan yang

    dapat dipantau adalah sebagai berikut: (1) Peningkatan Angka

    Partisipasi Kasar (APK), yaitu persentase jumlah murid pada suatu

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    21/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    11

    satuan pendidikan terhadap jumlah penduduk usia yang berkaitan, baik

    secara agregat maupun menurut karakteristik siswa, (2) Angka

    Partisipasi Murni (APM), yaitu persentase jumlah murid pada usiasekolah tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu

    satuan pendidikan yang bersangkutan, baik secara agregat maupun

    menurut karakteristik siswa, (3) Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu

    jumlah siswa pada kelompok usia tertentu yang merepresentasikan

    beberapa satuan pendidikan, baik secara agregat maupun menurut

    karakteristik siswa, (4) Jumlah penerima beasiswa pada suatu satuan

    pendidikan atau suatu daerah tertentu, dengan tanpa membedakan

    beberapa variabel karakteristik siswa seperti: jenis kelamin, daerah,

    status sosial-ekonomi, dan sejenisnya, dan (5) Kelengkapan sarana dan

    prasarana pendidikan pada setiap satuan pendidikan, baik yang

    bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun

    masyarakat.

    I ndikator Manajemen Pendidikan

    Sampai saat ini masalah paling mendasar dalam sistempendidikan nasional adalah efisiensi manajemen pendidikan. Oleh

    karena itu berbagai ukuran efisiensi dan optimasi dalam manajemen

    pendidikan perlu dipantau dan dievaluasi secara terus-menerus dan

    dalam waktu yang teratur. Beberapa indikator manajemen pendidikan

    yang dapat dipantau secara terus-menerus adalah sebagai berikut:

    1. Besarnya (kenaikan) anggaran pendidikan (sekolah dan daerah

    otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat,

    pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti

    dunia usaha;

    2. Kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah

    yang diperoleh dari masyarakat;

    3. Kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru dan tenaga

    kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat;

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    22/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    12

    4. Perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di

    sekolah yang diukur dengan tingkat turn-over;

    5.

    Penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu

    satuan pendidikan tertentu;

    6. Penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan

    pendidikan; serta

    7. Peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari

    suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya.

    2.4.

    Landasan Hukum Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

    9 Tahun

    Seluruh kebijakan pendidikan yang telah diambil tidak terlepas

    dari reformasi kerangka hukum bidang pendidikan yang diawali dengan

    amandemen UUD RI (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia) 1945

    pada tahun 1999 sampai dengan 2002. Melalui amandemen ini, bangsaIndonesia menetapkan bahwa pendidikan tidak lagi hanya sekedar hak

    warga negara sebagaimana termaktub dalam UUD RI 1945 sebelum

    amandemen, melainkan lebih dari itu, juga merupakan hak azasi

    manusia. Oleh karena itu, setiap warga negara wajib mengikuti

    pendidikan dasar dan Pemerintah wajib pula membiayainya. Dalam

    sejarah perjalanan UUD 1945 yang telah mengalami 4 (empat) kali

    amandemen, hanya bidang pendidikan saja yang ditetapkan alokasi

    anggarannya sebesar 20 persen dari anggaran dalam APBN dan APBD.Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah bertekad untuk

    memajukan dunia pendidikan, terutama pendidikan dasar.

    Perubahan sangat mendasar dalam pengelolaan di bidang

    pendidikan terjadi setelah dilakukan amandemen kedua dan keempat.

    Amandemen kedua pada tahun 2000 memasukkan BAB XA tentang

    Hak Asasi Manusia, yang di dalamnya memuat Pasal 28 C ayat 1

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    23/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    13

    mengenai pendidikan sebagai hak azasi manusia. Sedangkan

    amandemen keempat pada tahun 2002 memasukkan BAB XIII tentang

    Pendidikan dan Kebudayaan, yang di dalamnya memuat Pasal 31 yangkhusus mengatur secara mendasar masalah pendidikan. Pasal 31 ayat 1

    menetapkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara,

    yang tentu saja konsisten dengan pasal 28 C ayat 1. Ayat 2 mewajibkan

    setiap warga negara mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

    membiayainya. Ayat 3 mengamanatkan Pemerintah untuk

    mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

    Oleh karena itu, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

    dan pemerintah wajib membiayainya, dan mengusahakan serta

    menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Untuk menjamin

    terlaksananya semua hal itu ayat 4 mengamanatkan negara untuk

    memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen

    dari APBN dan APBD, serta ayat 5 mengamanatkan Pemerintah

    memajukan teknologi.

    Satu tahun kemudian, amanat reformasi dalam amandemen UUD

    RI 1945 tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20

    Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tiga tahun

    kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UU Nomor 14 Tahun 2005

    tentang Guru dan Dosen, dan selanjutnya pada tahun 2007 dalam UU

    Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pada tingkat operasional,

    selanjutnya amanat UU No. 20 Tahun 2003 dan UU No. 14 Tahun 2005

    dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan pada tingkat

    yang lebih teknis pada berbagai Peraturan Menteri (Permen). UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan

    bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

    pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib

    memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat

    pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang

    sederajat). Selain itu yang penting adalah: (a) Kewajiban bagi orangtua

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    24/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    14

    untuk memberikan pendidikan dasar bagi anaknya (pasal 7 ayat 2), (b)

    Kewajiban bagi masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam

    penyelenggaraan pendidikan (pasal 9), dan (c) Pendanaan pendidikanmenjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan

    masyarakat (pasal 46 ayat 1).

    Pada tahun 1994 pemerintah telah mencanangkan Program Wajib

    Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sebagaimana tercantum

    dalam Inpres No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar

    Pendidikan Dasar, dan pada tahun 2006 tekad tersebut diperkuat dengan

    diterbitkan Inpres No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan NasionalPercepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan

    Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

    Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang

    Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan

    Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan

    bahwa Pendidikan termasuk dalam urusan pemerintahan yang dibagi

    bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. BerdasarkanPP tersebut maka Pendidikan termasuk urusan pemerintahan yang wajib

    diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah

    kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar.

    2.5. OutcomeProgram Wajardikdas 9 Tahun

    Keberhasilan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

    (Wajardikdas) 9 tahun dapat dilihat dari outcomes nya, yaitu APMSD/MI dan APK SMP/MTs. APM SD/MI mengalami peningkatan

    antara periode tahun 2004-2007, walaupun tidak terlalu signifikan.

    Sedangkan, APK SMP/MTs mengalami peningkatan yang sangat

    signifikan pada periode tahun 2005-2007.

    Arah kebijakan nasional secara umum sejalan dengan arah

    kebijakan desentralisasi. Dalam Rencana Strategis Departemen

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    25/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    15

    Pendidikan Nasional 2005-2009 salah satu pilarnya adalah pemerataan

    akses pendidikan. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan

    diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikanserta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari

    berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial,

    ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan

    intelektual serta kondisi fisik. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009

    Depdiknas melaksanakan upaya-upaya sistematis dalam pemerataan dan

    perluasan pendidikan, yaitu dengan mempertahankan APM-SD/MI pada

    tingkat 95 persen, memperluas SMP/MTs hingga mencapai APK 98

    persen serta menurunkan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke

    atas hingga 5 persen.

    Dari target di atas, tampak bahwa kebijakan pemerataan dan

    perluasan akses pendidikan difokuskan pada pendidikan dasar dan

    menengah. Hal ini erat kaitannya dengan program Wajib Belajar

    Pendidikan Dasar 9 Tahun dan desentralisasi pemerintahan. Di satu sisi

    Wajardikdas 9 tahun bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan

    perluasan pelayanan pendidikan dasar sehingga semua anak usia 7-15tahun setidaknya memperoleh pendidikan sampai sekolah menengah

    pertama atau sederajat. Sedangkan desentralisasi pendidikan ditujukan

    untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.

    Oleh karena itu dalam konteks desentralisasi, pemerataan dan

    perluasan akses pendidikan ditujukan pula untuk mengurangi

    kesenjangan akses pendidikan antar daerah. Pemerintah menargetkan

    penurunan disparitas APK pendidikan dasar dan menengah antara kotadan kabupaten secara signifikan. Hal ini tercermin dari Indikator kunci

    dan target kebijakan pendidikan nasional yang ditetapkan dalam

    Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Untuk

    tingkat pendidikan dasar misalnya, Depdiknas menargetkan penurunan

    disparitas APK antara kabupaten dan kota dari 2,49 persen di tahun

    2004 menjadi 2 persen di tahun 2009. Sementara itu, untuk tingkat

    pendidikan menengah pertama ditargetkan penurunan disparitas APK

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    26/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    16

    antara kabupaten dan kota dari 25,14 persen di tahun 2004 menjadi 13

    persen di tahun 2009.

    Tabel 2.1.

    Indikator Kunci dan Target Kebijakan Pendidikan Nasional

    2005-2009

    Pemerataan Akses

    Pendidikan2004 2005 2006 2007 2008 2009

    1.

    Disparitas APK PAUD

    antara kabupaten-kota

    16,94 16,94 15,54 14,04 12,54 11,04

    2.

    Disparitas APK

    SD/MI/SDLB antara

    kabupaten-kota

    2,49 2,49 2,40 2,30 2,15 2,00

    3. Disparitas APK

    SMP/MTs/SMPLB antara

    kabupaten-kota

    25,14 25,14 23,00 19,00 16,00 13,00

    4.

    Disparitas APK

    SMA/MA/SMK/ SMALB

    antara kabupaten-kota

    33,13 33,13 31,00 29,00 27,00 25,00

    5. Disparitas gender APK di

    jenjang pendidikanMenengah

    6,16 6,07 5,98 5,89 5,80 5,71

    6.

    Disparitas gender APK di

    jenjang pendidikan tinggi

    9,90 9,62 9,33 9,05 8,76 8,48

    7.

    Disparitas gender persentase

    buta aksara

    7,32 6,59 5,86 5,13 4,40 3,65

    Smber: Renstra Depdiknas 2005-2009.

    Secara umum pencapaian target (realisasi) penurunan disparitasAPK antara Kabupaten dengan Kota baik pada tingkat SD dan sederajat

    maupun SMP dan sederajat menunjukkan pencapaian-pencapain yang

    positif. Pada tingkat SD, disparitas APK Kabupaten dengan Kota

    mengalami penurunan dari 2,49 persen pada tahun 2004 menjadi 2,4

    persen di tahun 2007. Sementara itu pada tingkat SMP disparitas APK

    Kabupaten dengan Kota mengalami penurunan dari 25,1 persen di tahun

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    27/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    17

    2004 menjadi 23 persen di tahun 2007. Namun beberapa permasalahan

    masih menjadi kendala dalam mengoptimalkan pemerataan akses

    pendidikan dasar 9 tahun ini.

    Gambar 2.1.

    Target dan Realisasi Disparitas APK Sekolah Dasar dan SMP Antara

    Kabupaten dengan Kota

    19,0%

    23,0%

    25,1%25,1% 23,0%23,4%

    25,1%25,1%

    2,49% 2,49%

    2,40%

    2,30%

    2,49% 2,49%

    2,43%

    2,40%

    10%

    12%

    14%

    16%

    18%

    20%

    22%

    24%

    26%

    28%

    2004 2005 2006 2007

    Disparitas APK SD

    2,0%

    2,1%

    2,2%

    2,3%

    2,4%

    2,5%

    2,6%

    2,7%

    2,8%

    2,9%

    3,0%

    Disparitas APK SMP

    Target SMP Realisasi SMP Target SD Realisasi SD

    Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, Depdiknas, 2007, diolah.

    Pada tingkat SD dan sederajat misalnya, tahun 2007 ditargetkan

    disparitas APK Kabupaten dengan Kota sebesar 2,3 persen namun

    realisasinya masih mencapai 2,4 persen. Sementara itu disparitas

    Kabupaten dengan Kota tingkat SMP dan sederajat yang ditargetkan

    mencapai 19 persen pada tahun 2007, realisasinya sebesar 23 persen.

    Selain itu pula, terdapat kecenderungan semakin besarnya rentang

    antara target dengan realisasi disparitas APK antara Kabupaten dengan

    Kota sepanjang 2005-2007 baik di tingkat SD maupun SMP (Gambar

    2.1.).

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    28/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    18

    Gambar 2.2.

    APK dan APM Tingkat Sekolah Dasar 2007

    R i a u

    B a l i

    NTT

    NAD

    Sumut

    Sumbar

    Kepri

    Jambi

    Sumsel

    Bengkulu

    Lampung

    DKI Jakarta

    Jabar Jateng

    DIY

    Jatim

    NTB

    Kalbar

    KaltengKalsel

    KaltimSulut

    Sulteng

    Sulsel

    Sulbar

    Sultra

    Maluku

    Malut

    Banten

    Babel

    Gorontalo

    90

    91

    92

    93

    94

    95

    96

    97

    98

    105 110 115 120 125

    APK SD

    APMS

    D

    Indonesia: 94,90

    Indonesia: 115,51

    Papua barat

    107,3;87,51

    Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

    Belum optimalnya pemerataan akses pendidikan 9 tahun

    khususnya dalam kerangka desentralisasi pendididikan dapat terlihatdari beberapa hal. Pertama, masih terdapat provinsi-provinsi dengan

    akses pendidikan di bawah rata-rata nasional. Hal ini terlihat dari

    sebaran pencapaian APK dan APM baik di tingkat SD maupun tingkat

    SMP. Gambar di atas merupakan analisis kuadran untuk capaian APK-

    APM tahun 2007 tingkat Sekolah Dasar. Sumbu X dan Y dibentuk oleh

    nilai rata-rata nasional APK dan APM. Dari gambar tersebut dapat

    dilihat bahwa banyak provinsi yang telah memiliki APK tingkat SD di

    atas rata-rata nasional, walaupun dari sisi APM masih berapa di bawah

    tingkat nasional (kuadran II). Provinsi-provinsi dimaksud diantaranya

    adalah Gorontalo, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Kalimantan

    Timur. Namun masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki APM

    dan APK di bawah rata-rata nasional (Kuadran III). Provinsi-provinsi

    dimaksud diantaranya adalah Papua, Sulawesi Barat, Riau, Bengkulu

    dan Sumatra Utara. Sementara itu provinsi-provinsi seperti Jawa Timur,

    I

    IIIII

    IV

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    29/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    19

    Jawa Tengah, Bali dan Jawa Barat; memiliki APM dan APK di atas

    rata-rata nasional (Kuadran I).

    Sementara itu untuk APK-APM tingkat SMP menunjukkan

    kondisi yang sedikit berbeda (Gambar 2.3). Pemetaan dengan analisis

    kuadran untuk APK-APM SMP tahun 2007 menunjukkan 2

    kecenderungan umum. Pertama, provinsi-provinsi yang memiliki APK-

    APM di bawah rata-rata nasional (kuadran III). Provinsi-provinsi

    dimaksud diantaranya adalah Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan

    Selatan dan NTT. Kedua, provinsi-provinsi yang memiliki APK-APM

    di atas rata-rata nasional (Kuadran I). Provinsi-provinsi dimaksud

    diantaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Riau dan Sumatra Utara.

    Hanya sedikit provinsi yang berada di kuadran II atau IV. Secara umum

    dapat dikatakan masih cukup besar kesenjangan APK-APM di tingkat

    SMP, apalagi jika dibandingkan dengan pencapaian APK-APM di

    tingkat Sekolah Dasar.

    Gambar 2.3.

    APK dan APM Tingkat Sekolah Menengah Pertama 2007

    NTT

    NADSumut

    Sumbar

    Riau

    Kepri

    Jambi

    Sumsel

    Bengkulu

    Lampung

    Jabar

    Jateng

    Jatim

    NTB

    Kalbar

    KaltengKalsel

    Kaltim

    Sulut

    Sulteng

    Sulsel

    Sulbar

    Sultra

    Maluku

    Malut

    Papua

    Papua Barat

    Babel

    Gorontalo

    55

    58

    61

    64

    67

    70

    73

    76

    79

    60 65 70 75 80 85 90 95 100

    APK SMP

    APMS

    MP

    Indonesia: 71,60

    Indonesia: 85,15

    DKI Jakarta (105,69; 88,48)

    DI Yogyakarta (106,62; 87,68)

    Banten (50,77; 57,15)

    Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

    III

    IV I

    II

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    30/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    20

    Gambar 2.4.

    Disparitas APK dan APM Antara Kabupaten-Kota

    Dalam Provinsi 2007

    Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

    Disparitas APK SD/MI

    Kabupaten - Kota 2007

    20,0719,7718,8718,08

    17,9717,89

    13,5113,2013,0812,5611,6711,249,689,388,368,257,056,33

    5,765,764,973,93

    3,513,363,303,23

    2,422,411,751,280,17

    22,95

    6,08

    -204060

    BengkuluSumbar

    DIYBaliSulteng

    GorontaloKaltim

    SulutKalbar

    NTBKalselKepri

    DKI JakartaPapuaSulteng

    JatimJabar

    MalukuNAD

    IndonesiaSumut

    KaltengPapua Barat

    NTTBabelSulsel

    SumselLampung

    BantenJambiJateng

    RiauMalut

    Disparitas APK SMP/MTs

    Kabupaten - Kota 2007

    51,645,3

    34,133,333,1

    32,832,232,132,030,830,430,129,428,728,327,1

    25,725,6

    23,523,523,222,822,622,6

    18,417,913,7

    12,111,611,0

    8,61,3

    23,9

    - 20 40 60

    KaltengNTTKalbarSumbarSulteng

    PapuaPapua BaratBantenGorontaloBabelDIYSumutBengkuluJabarDKI JakartaMalukuNAD

    KalselIndonesiaSumselKepriJatengKaltimBaliLampungSultraJatimSulsel

    NTBJambiRiauSulutMalut

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    31/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    21

    Kedua, masih banyaknya provinsi dengan disparitas antara

    kabupaten-kota yang lebih tinggi dibandingkan disparitas kabupaten-

    kota secara nasional. Dari Gambar 2.4. ini tampak bahwa masih banyak

    provinsi-provinsi dengan APK yang berada di bawah rata-rata nasional.

    Untuk APK SD misalnya dengan disparitas antara kabupaten-kota di

    tingkat nasional sebesar 6,08 persen (tahun 2007), provinsi-provinsi

    seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara memiliki disparitas

    di atas tingkat nasional. Bahkan Propinsi seperti Bengkulu dan

    Sumatera Barat memeliki disparitas antara kota dan kabupaten hingga

    di atas 20 persen. Hal yang sama ditunjukkan pula oleh disparitas APMbaik di tingkat SD maupun tingkat SMP.

    Ketiga, masih tingginya disparitas antara kabupaten dengan kota

    untuk tingkat pendidikan SD dengan SMP. Secara nasional disparitas

    APM kabupaten-kota mencapai 2,2 persen untuk tingkat SD dan

    mencapai 20,06 persen untuk SMP. Demikian juga untuk masing-

    masing provinsi, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Tengah

    memiliki disparitas kabupaten-kota untuk APK SMP masing-masingsebesar 45,3 persen dan 51,6 persen serta 36,22 persen dan 40,14 persen

    untuk APM. Kedua provinsi ini menunjukkan disparitas kabupaten-kota

    yang terbesar diantara provinsi lainnya.

    Keempat, kesenjangan akses pendidikan juga masih terjadi antar

    daerah-daerah seperti misalnya kota-kabupaten, Jawa-Luar Jawa,

    Daerah Tertinggal-Non Daerah Tertinggal maupun Daerah Otonom

    Baru-Non Daerah Otonom Baru. Gambar 2.5. menunjukkankesenjangan antar daerah dimaksud. Secara umum, daerah kota

    menunjukkan akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan

    kabupaten. Sementara itu, daerah-daerah tertinggal memiliki akses

    relatif rendah dibandingkan daerah lainnya. Satu hal yang menarik

    dalam hal pencapaian APK baik SD maupun SMP ini ditunjukkan

    bahwa daerah otonom baru (DOB) menunjukkan rata-rata APK yang

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    32/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    22

    lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya (bukan DOB). Dari sini dapat

    pula dikataan bahwa pemekaran daerah memiliki dampak yang positif

    paling tidak dalam pemerataan akses pendidikan dasar 9 tahun.

    Gambar 2.5.

    APK SD dan SMP menurut Klasifikasi Daerah

    Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

    APK SD

    121,8

    Kota

    119,4 119,5 119,5

    113,47113,97113,73Kabupaten

    113,49

    Jawa

    118,5

    115,1114,9114,7Luar Jawa

    114,0115,1114,9114,7

    110

    112

    114

    116

    118

    120

    122

    124

    2004 2005 2006 2007

    APK SD

    DOB

    115,94

    115,46115,29

    115,12Non DOB

    113,61

    114,38114,14113,90

    DT

    112,06

    113,84113,58113,32

    Non DT

    117,77

    116,17116,02115,88

    110

    111

    112

    113

    114

    115

    116

    117

    118

    119

    2004 2005 2006 2007

    APK SMP

    101,8

    107,5

    103,8Kota

    119,4

    Kabupaten

    113,49

    77,67

    81,5983,08

    88,9

    93,2

    96,8Jawa

    118,5

    76,3

    79,5

    83,4Luar Jawa

    114,0

    65

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    105

    110

    115

    2004 2005 2006 2007

    APK SMP

    DOB

    89,92

    89,84

    86,28

    82,04 Non DOB

    80,6980,90

    76,3774,31

    DT

    78,5177,40

    72,93

    70,48

    Non DT

    93,9094,84

    91,46

    86,90

    65

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    00

    2004 2005 2006 2007

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    33/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    23

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1.

    Analisa Kuantitatif

    Untuk dapat mengetahui dampak input dan output Wajardikdas

    terhadap outcome, maka digunakan Metode Panel Data Analysis.

    Sebagaimana metode ekonometrika lainnya, metode analisa data panel

    ini dapat digunakan untuk menguji atau memperkirakan dampak dariperubahan satu faktor terhadap outcome yang diharapkan (misalnya:

    Angka Partisipasi Sekolah). Kelebihan estimasi menggunakan data

    panel adalah sebagai berikut:

    1. Menghasilkan kumpulan data yang lebih informatif, lebih

    bervariasi, memperbaiki degree of freedom, lebih efisien dan

    menurunkan colinearityantar variabel (Baltagi, 2001:6).

    2.

    Memungkinkan menganalisa beberapa isu penting dalamperekonomian yang tidak dapat diterangkan dengan analisa time

    seriesatau cross section(Hsiao, 1989: 2).

    3. Menghitung tingkat keberagaman karakteristik individu yang

    lebih tinggi dibandingkan dengan analisa time series (Baltagi,

    2001:6).

    4. Memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam pemodelan

    perbedaan perilaku dibandingkan dengan analisa cross section(Greene, 1997:615).

    5. Mampu menerangkan lebih baik dalam dynamic adjustment

    (Baltagi, 2001:6).

    Adapun model dasar yang digunakan dalam evaluasi ini adalah

    Model Bank Dunia 2007 mengenai investasi pendidikan. Model ini

    mengangkat masalah Investasi dalam Pendidikan di Indonesia dengan

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    34/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    24

    menggunakan satu model dasar yang meneliti sisi penawaran dan

    permintaan sebagai penentu (determinat) dari outcomes pendidikan.

    Spesifikasi model yang digunakan adalah sebagai berikut:

    ii LKDScARPoGDRPSEER

    111098765432211

    Dimana:

    = Kabupaten/ kota = 1N

    R = Net Enrollment Rates

    E1 = Log dari pengeluaran pendidikan per jumlah penduduk

    dalam usia sekolah (Total pengeluaran pendidikan perjumlah penduduk usia 7-18 Tahun).

    E2 = Log dari rata-rata belanja pemerintah kabupaten/kota

    (per populasi penduduk usia sekolah) dari 2001-2003.

    S = Belanja untuk gaji tenaga pendidikan terhadap total

    belanja pendidikan (rasio belanja pegawai terhadap

    toal belanja pendidikan).

    GDRP = Log PDRB per kapita.

    Po = Poverty Head CountR = Remote Area (Jarak rata-rata geometrik dari desa

    terhadap kabupaten terdekat)

    A = Akses jalan (% desa dengan akses jalan paving)

    Sc = Jumlah sekolah SD dan SMP tiap KM2

    D = Bencana, variabel yang mengindikasi apakah daerah

    merupakan daerah pasca bencana selama 1 tahun yang

    lalu.

    K = Dummy untuk kabupaten/ kota (urban /rural)

    L = Persentase penduduk dalam usia sekolah yang bekerja

    Berdasarkan model investasi pendidikan Bank Dunia tersebut,

    maka dilakukan pengembangan model dan modifikasi model tanpa

    meninggalkan esensinya dengan mempertimbangkan data yang dimiliki.

    Pengembangan model dalam kajian ini bertujuan untuk menganalisis

    dampak sejumlah faktor terhadap outcomes Wajardikdas 9 Tahun.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    35/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    25

    Salah satu outcomesutama dalam pelaksanaan program Wajardikdas 9

    Tahun adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk tingkat sekolah

    dasar dan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk sekolah menengahpertama. Faktor pertama yang digunakan adalah faktor output dalam

    pendidikan yang dikombinasikan dengan faktor eksternal dan faktor

    karakteristik wilayah. Dalam kajian ini akan disajikan hasil dari APK

    dan APM baik untuk SD maupun SMP.

    Adapun Persamaan Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi

    Kasar dapat dituliskan sebagai berikut:

    Dalam spesifikasi ini, simbol-simbol didefinisikan sebagai

    berikut:

    APSDMI = Angka Partisipasi Murni dan Angka

    Partisipasi Kasar Sekolah Dasar dan

    Madrasah Ibtidaiyah

    APSSMMTs = Angka Partisipasi Murni dan Angka

    Partsipasi Kasar Sekolah MenengahPertama dan Madrasah Tsanawiyah

    Rycko = Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    Terhadap Rata-Rata Nasional

    POV = Tingkat Kemiskinan

    AIRA = Akses Air Bersih

    RLF = Jumlah Angkatan Kerja

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    36/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    26

    LITER = Angka Melek Huruf

    STAT = Dummy untuk kabupaten/kota

    DT = Dummy untuk daerah Indonesia

    Tertinggal

    JAWA = Dummy untuk daerah yang berada di

    Pulau Jawa/Luar Pulau Jawa

    RDAU = Rasio Dana Alokasi Umum Terhadap

    APBD

    RDAK = Rasio Dana Alokasi Khusus TerhadapAPBD

    RPAD = Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap

    APBD

    MGSDMI = Rasio Murid Guru SD/MI (Murid/Guru

    SD/MI)

    DTSDMI = Rasio Murid Sekolah SD/MI

    (Murid/Sekolah SD/MI)MGSMTS = Rasio Murid Guru SMP/MTs

    (Murid/Guru SMP/MTs)

    DTSMTS = Rasio Murid Sekolah SMP/MTs

    (Murid/Sekolah SMP/MTs)

    Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian

    outcome dari Program Wajardikdas 9 Tahun, yaitu faktor input dan

    output program serta faktor eksternal seperti karakteristik sosial

    ekonomi suatu daerah. Yang termasuk faktor input antara lain alokasi

    Dana Alokasi Khusus untuk Pendidikan, Rasio Dana Alokasi Umum

    Terhadap APBD, Rasio Dana Alokasi Khusus Terhadap APBD, dana

    BOS (BOS tunai dan BOS Buku). Dalam hal ini, tercapainya outcome

    program Wajardikdas dipengaruhi oleh besarnya dana dan pembiayaan-

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    37/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    27

    pembiayaan yang dialokasikan untuk program tersebut. Dengan hipotesis

    bahwa terdapat hubungan positif antara besarnya dana yang dialokasikan

    dengan pencapaian APK dan APM.

    Sedangkan, output Wajardikdas antara lain unit sekolah baru

    (USB), ruang kelas baru (RKB), perpustakaan dan rehabilitasi prasarana

    dan sarana SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs/SMPLB, dan guru.

    Melalui perbaikan ruang kelas, maka akan meningkatkan daya tampung

    siswa secara maksimal. Demikian halnya dengan rehabilitasi gedung

    sekolah, dengan demikian dapat meningkatkan daya tampung secara

    maksimal dan memperlancar proses pembelajaran. Pembangunan USB-RKB dapat mendekatkan lembaga pendidikan dengan tempat tinggal

    siswa serta dapat menambah daya tampung. Pembangunan perpustakaan

    dan laboratorium akan meningkatkan mutu dan proses pembelajaran.

    Berkaitan dengan guru, maka yang harus diperhatikan adalah

    peningkatan ketersediaan guru yang akan memperlancar proses

    pembelajaran, serta peningkatan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi

    guru, sehingga guru dapat mengajar secara profesional sesuai dengan

    kompetensinya.

    Dalam model ini faktor output yang digunakan antara lain Rasio

    Murid Guru SD/MI, Rasio Murid Sekolah SD/MI (daya tampung

    sekolah SD/MI), Rasio Murid Guru SMP/MTs dan Rasio Murid

    Sekolah SMP/MTs (daya tampung sekolah SMP/MTs). Dengan

    hipotesis terdapat hubungan yang negatif antara Rasio Murid guru

    SD/MI dan SMP/MTS terhadap APK dan APM SD/MI dan SMP/MTs.

    Semakin banyak guru yang tersedia akan meningkatkan APK dan APM.Sedangkan hubungan antara rasio murid sekolah dengan APK dan APM

    diharapkan positif. Artinya semakin banyak sekolah yang tersedia akan

    meningkatkan APK dan APM.

    Sedangkan untuk faktor eksternal, antara lain angka melek huruf,

    tingkat kemiskinan, pendapatan masyarakat, jumlah angkatan kerja,

    serta akses terhadap fasilitas umum. Tingkat kemiskinan diharapkan

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    38/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    28

    mempunyai hubungan negatif terhadap besarnya APK dan APM.

    Sedangkan, angka melek huruf diharapkan mempunyai hubungan

    positif terhadap APK dan APM. Dengan argumentasi bahwa ketikaangka melek huruf meningkat (mencerminkan tingkat pendidikan

    masyarakat) maka hal ini akan dapat meningkatkan kesadaran

    masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Demikian juga dengan

    tingkat kemiskinan. Tingkat pendapatan masyarakat dan akses terhadap

    fasilitas umum mempunyai hubungan yang positif terhadap APK dan

    APM. Dengan semakin terpenuhinya akses fasilitas umum, maka akan

    memudahkan siswa untuk menjangkau sekolah. Tingkat pendapatan

    masyarakat yang juga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan

    masyarakat, juga akan mempengaruhi orangtua dan anak untuk

    melanjutkan sekolah.

    Selain itu, juga terdapat beberapa faktor karakteristik daerah yang

    dapat mempengaruhi pencapaian APK dan APM. Antara lain

    Kabupaten/Kota, Daerah Tertinggal, dan keberadaan daerah di Pulau

    Jawa/Luar Pulau Jawa. Faktor karakteristik daerah digunakan sebagai

    variabel dummy. Dengan manggunakan beberapa variabel dummytersebut diharapkan dapat diketahui apakah karekteristik tertentu dari

    suatu daerah akan mempengaruhi capaian APK dan APM. Sebagai

    hipotesis sementara daerah kota akan mempunyai tingkat capaian yang

    lebih tinggi daripada kabupaten. Hal ini dimungkinkan karena beberapa

    indikator input dan output daerah kota lebih baik daripada kabupaten.

    Demikian juga halnya jika daerah tersebut bukan merupakan daerah

    tertinggal (dilihat dari besarnya desa tertinggal di daerah tersebut). Hal

    yang sama juga terjadi untuk daerah di luar dan di Pulau Jawa. Dapat

    diduga bahwa daerah di Jawa capaiannya lebih baik daripada daerah di

    luar Jawa.

    Terdapat beberapa penelitian yang mendukung adanya hubungan

    antara tingkat pendidikan dan pendapatan yang menjadi salah satu

    alasan bahwa capaian APK dan APM di daerah dipengaruhi oleh

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    39/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    29

    pendapatan yang diproksi dengan PDRB. Penelitian tersebut

    diantaranya pernah dilakukan oleh Schultz (1960), Becker (1964) dan

    Mincer (1974). Ketiganya menyimpulkan bahwa hubungan antara rata-rata tingkat pendidikan dengan pendapatan (diperimbangkan juga faktor

    distribusinya) mempunyai hubungan positif. Selain itu, Bils dan

    Klenow (2000) melakukan penelitan yang menghasilkan kesimpulan

    bahwa terdapat korelasi antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi,

    dimana semakin tinggi tingkat pertumbuhan akan menyebabkan

    pendidikan yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi sabagai

    variabel bebas dan tingkat pendidikan sebagai variabel terikatnya,

    bukan sebaliknya.

    3.2. Analisis Kualititatif

    Dari hasil analisis kuantitatif akan diperoleh gambaran secara

    umum evaluasi kegiatan-kegiatan program Wajardikdas. Sebagai satu

    hasil desk studi, hasil analisis kuantitatif ini perlu diverifikasi di

    lapangan melalui diskusi dengan narasumber baik stakeholder di daerah

    maupun tim teknis di tingkat pusat. Di samping itu, juga digunakananalisis kualitatif untuk merumuskan berbagai bahan masukan

    mengenai pelaksanaan program Wajardikdas 9 tahun. Analisis ini

    dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkategorisasi dan meng-

    interpretasikan secara komprehensif hasil studi yang dilakukan. Miles,

    dalam Moleong (2000) juga mengungkapkan studi kualititatif dilakukan

    beberapa tahap kegiatan analisis yakni :

    1.

    Metode Identifikasi.Kegiatan ini dilakukan setelah semua informasi dan data

    terkumpul yang didasarkan atas beberapa fokus studi di atas.

    Identifikasi ini secara sederhana dilakukan berdasarkan poin-

    poin penting dan hal-hal yang menarik maupun kesamaan

    informasi maupun pandangan narasumber.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    40/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    30

    2. Metode Kategorisasi

    Yaitu pengelompokkan data berdasarkan hasil identifikasi yang

    disandingkan dalam sebuah matriks yang didasarkan pada fokus

    studi serta sumber informasi. Kategorisasi juga dilakukan

    sebagai dasar penyusunan kerangka kerja logis.

    3. Metode Interpretasi/penafsiran

    Yang dilakukan setelah pengaitan hubungan antar data.

    Interpretasi juga dilakukan dengan disertai teori-teori yang

    relevan. Sesuai kaidah penelitian kualitatif, melalui metodeanalisis yang dipilih, tim peneliti dapat membuat interpretasi

    dan dapat mempunyai kekuatan argumentasi didasarkan data

    yang diperoleh dari lapangan.

    3.3. Data

    Jenis dan Sumber Data

    Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder dan

    data primer. Data sekunder yang digunakan dalam studi ini bersumber

    dari berbagai publikasi instansi dan lembaga terkait. Untuk data-data

    yang berkait dengan komponen kegiatan program Wajardikdas 9 tahun

    seperti output Guru, ruang kelas, sekolah dan lainnya; digunakan data

    sekunder yang bersumber dari Departemen Pendidikan Nasional.

    Sementara itu data yang berkaitan dengan kerangka makro, perencanaan

    dan anggaran digunakan data sekunder yang bersumber dari Bappenas

    dan Departemen Keuangan. Data sekunder pendukung lainnya yang

    berkaitan dengan kependudukan dan kewilayahan digunakan data yang

    bersumber data BPS.

    Selain itu juga untuk mendukung analisis dengan data sekunder di

    atas, digunakan data dan informasi yang bersifat primer yang bersumber

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    41/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    31

    dari stakeholder pendidikan dasar baik di tingkat pusat maupun di

    tingkat daerah. Data dan informasi yang bersifat primer ini

    dikumpulkan melalui indepth interview dan FGD yang dilakukan baikdi tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Deskripsi mengenai

    mekanisme indepth interview dan FGD dijabarkan lebih lanjut pada

    bagian lain laporan ini.

    Pengumpulan Data dan Sampling

    Evaluasi ini menggunakan data sekunder dari dokumen-dokumen

    pemerintah, seperti RPJM, RKP, Renstra, laporan-laporan resmi dariDepdiknas untuk analisa kuantitatif. Selain data sekunder, evaluasi ini

    akan menggunakan data primer untuk mempertajam analisa kualitatif.

    Provinsi dipilih berdasarkan kriteria besarnya Angka Partisipasi Murni

    (APM) SD-SMP setara dan Anggaran Pendidikan Dasar dan Menengah.

    Berdasarkan kriteria dan pertimbangan tersebut di atas, empat provinsi

    terpilih adalah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Riau dan Sumatera

    Selatan. Jawa Timur mewakili daerah dalam kelompok normatif tinggi,

    atinya baik APM maupun anggaran Dikdasmen 2006 berada di atas

    rata-rata nasional. Kalimantan Selatan mewaliki daerah normatif

    rendah, yaitu daerah yang mempunyai APM di atas rata-rata nasional

    sedangkan anggaran Dikdasmen pada tahun 2006 berada di bawah rata-

    rata nasional. Provinsi Riau mewakili daerah pada kelompok anomali

    positif, artinya APM berada di bawah rata-rata nasional, sedangkan

    anggaran Dikdasmen pada tahun 2006 berada di atas rata-rata nasional.

    Sumatera Selatan mewakili kelompok anomali negatif, yaitu baik APMmaupun anggaran Dikdasmen 2006 berada di bawah rata-rata nasional.

    Di setiap provinsi dilakukan in-depth interview dan Focus Group

    Interview (FGI) terhadap stakeholder yang terkait dengan program

    Wajardikdas 9 Tahun untuk verifikasi hasil analisa serta untuk

    mengetahui persepsi program Wajardikdas di empat provinsi tersebut.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    42/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    32

    Tabel 3.1.

    Pemilihan Sampel

    No. Sampling BasedNormatif

    Tinggi

    Normatif

    Rendah

    Anomali

    Positif

    Anomali

    Negatif

    1APK-Anggaran

    DikdasmenJabar Sulteng Sumbar

    JawaTimur

    2APM-Anggaran

    Dikdasmen 2006Jatim Kalsel Riau Sumsel

    3 APM-APK DIY Papua Riau Gorontalo

    4APK-PDRB per

    KapitaKep. Riau NTT DIY Papua

    5APM-PDRB per

    KapitaRiau NTT DIY Papua

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    43/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    33

    BAB IV

    HASIL REGRESI:

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

    APK DAN APM

    Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model panel data

    dari 440 kabupaten/kota di Indonesia dari tahun 2004-2006, maka

    dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

    4.1.

    Nasional

    Hasil regresi menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Murni

    SD/MI, Angka Partisipasi Kasar SD/MI dan Angka Partisipasi Kasar

    SMP/MTs dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto, akses

    air bersih, angka melek huruf, rasio murid sekolah, rasio murid guru dan

    kemiskinan. Terlihat di sini bahwa APM SD/MI, APK SD/MI dan APK

    SMP/MTs tidak hanya dipengaruhi oleh sisi penawaran dari sektor

    pendidikan, tapi juga dari sektor permintaan. Semakin banyak guru dan

    sekolah akan meningkatkan APM SD/MI, APK SD/MI dan APK

    SMP/MTs.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    44/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    34

    Tabel 4.1.

    Faktor-Faktor

    yang Mempengaruhi APK SD/MI Nasional

    Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.076778* 4.110717

    Akses Air Bersih 2.711565* 37.45248

    Angka Melek Huruf -1.904861* -20.60537

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.231774*** -1.700838

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131564* 3.297393

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.090350** -2.568953

    Tingkat Kemiskinan -0.027549*** -1.666266

    Adjusted R-squared 0.901847

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Selain itu, karakteristik sosial ekonomi wilayah juga memegang

    peranan penting dalam peningkatan APM SD/MI, APK SD/MI dan

    APK SMP/MTs, seperti akses air bersih dan angka melek huruf. Akses

    air bersih menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah

    tersebut dan memiliki hubungan yang positif dengan APM SD/MI.

    Semakin sejahtera masyarakat tersebut, maka semakin besar anggaranrumah tangga yang dapat dialokasikan untuk pendidikan. Selain itu,

    dengan semakin sejahtera masyarakat tersebut, maka anak-anak tidak

    perlu membantu orang tuanya untuk mencari nafkah, sehingga mereka

    dapat bersekolah. Dalam hal ini, dana alokasi khusus memiliki dampak

    yang positif terhadap APM SD/MI dan APK SMP/MTs.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    45/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    35

    Tabel 4.2.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Nasional

    Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.081356* 4.844254

    Akses Air Bersih 1.972894* 23.12154

    Angka Melek Huruf -1.203693* -10.22201

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.240565*** -1.707245

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131332* 2.936992

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.090502** -2.019313

    Tingkat Kemiskinan -0.027079** -2.342351

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.016126*** 1.932059

    Adjusted R-squared 0.886536

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    46/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    36

    Tabel 4.3.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Nasional

    Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.078094* 4.685874

    Akses Air Bersih 2.360315* 35.24491

    Angka Melek Huruf -1.580470* -16.80796

    Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.244102*** -1.820343

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.196896* 7.312505

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

    APBD-0.153360* -5.675825

    Tingkat Kemiskinan -0.028160*** -1.937160

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

    APBD0.016129*** 1.879393

    Adjusted R-squared 0.893469

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Lebih lanjut, untuk Angka Partsipasi Murni SMP/MTs

    dipengaruhi oleh faktor input pembiayaan (dana alokasi umum, dana

    alokasi khusus), Produk Domestik Regional Bruto dan angka melek

    huruf. Dengan perkataan lain APM SMP/MTs tidak dipengaruhi factor

    output SMP/MTS (rasio murid guru SMP/MTs dan rasio murid sekolah

    SMP/MTs).

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    47/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    37

    Tabel 4.4.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Nasional

    Variabel Tidak Bebas: APM SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto terhadap

    rata-rata nasional0.977557* 108.7135

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.113300** -2.096720

    Angka Melek Huruf -0.021072* -5.719985Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.008336* 4.583468

    Adjusted R-squared 0.982429

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    4.2.

    SumateraBerdasarkan hasil regresi per pulau, diketahui bahwa APK

    SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau Sumatera

    dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), akses air

    bersih, angka melek huruf, rasio murid guru, rasio murid sekolah, Dana

    Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, tingkat kemiskinan dan

    pendapatan asli daerah. Koefisien untuk PDRB, akses air bersih, rasio

    murid guru, rasio murid sekolah, tingkat kemiskinan dan Dana Alokasi

    Khusus menunjukkan tanda sesuai yang diharapkan. Semakin tinggi

    PDRB, akses air bersih, jumlah guru, jumlah sekolah dan Dana Alokasi

    Khusus di daerah-daerah di Pulau Sumatera akan meningkatkan APK

    SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di daerah tersebut.

    Lebih lanjut, semakin rendah tingkat kemiskinan di daerah-daerah

    di Pulau Sumatera akan meningkatkan APK SD/MI, APM SD/MI dan

    APK SMP/MTs di Pulau Sumatera. Sedangkan untuk koefisien Dana

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    48/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    38

    Alokasi Umum dan pendapatan asli daerah tidak memberikan tanda

    sesuai yang diharapkan. Hasil regresi menunjukkan semakin tinggi

    Dana Alokasi Umum dan pendapatan asli daerah maka akanmenurunkan APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau

    Sumatera.

    Tabel 4.5.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Sumatera

    Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

    Variabel Koefisien t-StatistikRasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.098050* 4.029139

    Akses Air Bersih 3.516948* 10.87035

    Angka Melek Huruf -1.633439* -28.62164

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.138194** -2.394641

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.174514* 3.367378

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.158839* -2.955319

    Tingkat Kemiskinan -0.026381* -2.985773Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.042265* 3.436729

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.030613** -1.980118

    Jumlah Angkatan Kerja -1.008180* -2.669166

    Adjusted R-squared 0.898480

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    49/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    39

    Tabel 4.6.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Sumatera

    Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.096854* 4.091205

    Akses Air Bersih 2.237844* 6.898597

    Angka Melek Huruf -1.061186* -19.02510

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.146951** -2.601000

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.165003* 3.238149

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.147722* -2.701593

    Tingkat Kemiskinan -0.027505* -2.947435

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.045034* 3.981653

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.031675** -2.405074

    Adjusted R-squared 0.877867

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    50/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    40

    Tabel 4.7.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Sumatera

    Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.096610* 4.117671

    Akses Air Bersih 2.893954* 8.540914

    Angka Melek Huruf -1.361039* -36.14922

    Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.155252** -2.224515

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.190214* 5.184828

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

    APBD-0.174908* -5.361128

    Tingkat Kemiskinan -0.026538* -2.874317

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

    APBD0.040445* 3.881820

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.026822*** -1.859926

    Jumlah Angkatan Kerja -0.693564*** -1.875052Adjusted R-squared 0.889106

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Dari hasil regresi APM SMP/MTs di Pulau Sumatera,

    menunjukkan bahwa APM SMP/MTs dipengaruhi oleh Produk

    Domestik Regional Bruto, rasio murid sekolah dan dana alokasi umum.Variabel-variabel lain seperti jumlah guru, tingkat kemiskinan, dana

    alokasi khusus, pendapatan asli daerah, angka melek huruf, akses air

    bersih dan jumlah angkatan kerja tidak mempengaruhi APM SMP/MTs

    di Pulau Sumatera.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    51/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    41

    Tabel 4.8.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Sumatera

    Variabel Tidak Bebas: APM SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.889368* 144.7513

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.094525* 3.043892

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.108500* -2.617168

    Adjusted R-squared 0.985205

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    4.3.

    Jawa

    Hasil regresi APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs

    menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di

    Pulau Jawa dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto, akses

    air bersih, angka melek huruf, rasio murid guru, rasio murid sekolah,

    dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan pendapatan asli daerah.

    Berbeda dengan yang terjadi di Pulau Sumatera, APK SD/MI, APM

    SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau Jawa tidak dipengaruhi oleh

    tingkat kemiskinan. Semua koefisien dalam hasil regresi sesuai dengan

    yang diharapkan kecuali untuk koefisien dana alokasi umum, angka

    melek huruf dan pendapatan asli daerah.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    52/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    42

    Tabel 4.9.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Jawa

    Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.059697** 2.028994

    Akses Air Bersih 3.391389* 9.570248

    Angka Melek Huruf -1.658186* -38.42005

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.133773** -2.552648

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.168800* 3.634498

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

    APBD-0.159090* -3.282316

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

    APBD0.045731* 3.363481

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.033673** -2.291331

    Jumlah Angkatan Kerja -0.869071** -2.008927

    Adjusted R-squared 0.876612

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    53/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    43

    Tabel 4.10.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Jawa

    Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.059190*** 1.856114

    Akses Air Bersih 2.115185* 6.243977

    Angka Melek Huruf -1.149257* -18.13486

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.140564* -2.801881

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.158347* 3.433768

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.145383* -2.986876

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.047074* 3.662207

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.033522** -2.347194

    Adjusted R-squared 0.850987

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    54/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    44

    Tabel 4.11.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Jawa

    Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.057148*** 1.839534

    Akses Air Bersih 2.794775* 7.833466

    Angka Melek Huruf -1.430296* -37.61932

    Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.148784** -2.275301

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.211877* 7.854631

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.198957* -14.10825

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.044040* 3.802586

    Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.029349*** -1.828683

    Adjusted R-squared 0.865553

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Lebih lanjut, dari hasil regresi APM SMP/MTs diketahui bahwa

    APM SMP/MTs di Pulau Jawa dipengaruhi oleh Produk Domestic

    Regional Bruto, rasio murid sekolah dan dana alokasi umum. Patut

    digarisbawahi disini, faktor output sektor pendidikan yaitu jumlah guru

    dan karakteristik sosial ekonomi wilayah (tingkat kemiskinan, akses air

    bersih, angka melek huruf) tidak mempengaruhi APM SMP/MTs diPulau Jawa, hal ini mungkin disebabkan Pulau Jawa lebih developed

    dibandingkan dengan pulau-pulau lain.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    55/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    45

    Tabel 4.12.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Jawa

    Variabel Tidaak Bebas: APM SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.888118* 500.8579

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.091550*** 1.759806

    Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

    APBD -0.109013** -2.034745

    Adjusted R-squared 0.984092

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    4.4.

    Bali, NTB dan NTT

    Hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI dan

    APK SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT dipengaruhi oleh produk

    domestic regional bruto, akses air bersih, angka melek huruf, dana

    alokasi khusus, rasio murid guru dan rasio murid sekolah. Tingka

    kemiskinan, dana alokasi umum, jumlah angkatan kerja dan pendapatan

    asli daerah tidak mempengaruhi APK SD/MI, APM SD/MI dan APK

    SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    56/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    46

    Tabel 4.13.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Bali, NTB dan NTT

    Variabel Tidak Bebas : APK SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Brutoterhadaprata-rata nasional

    0.175733* 4.520846

    Akses Air Bersih 3.490324* 14.71599

    Angka Melek Huruf -2.687008* -9.081887

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.214985* -21.54179

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.222308* 3.363073

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.063241*** -1.724599

    Adjusted R-squared 0.904322

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%** signifikan pada derajat kepercayaan 5%* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Tabel 4.14

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Bali, NTB dan NTT

    Variabel Tidak Bebas : APM SD/MI

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto terhadaprata-rata nasional

    0.172864* 4.682514

    Akses Air Bersih 2.689874* 11.77904

    Angka Melek Huruf -1.925692* -6.859082

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.231255* 11.50066

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.243356* 3.268313

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.061187*** -1.921033

    Adjusted R-squared 0.884561

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%** signifikan pada derajat kepercayaan 5%* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    57/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    47

    Tabel 4.15.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Bali,

    NTB dan NTT

    Variabel Tidak Bebas : APK SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional

    Brutoterhadap rata-rata nasional0.171418* 4.137493

    Akses Air Bersih 3.070322* 13.06765

    Angka Melek Huruf -2.296683* -7.934807

    Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.249504* -8.610191

    Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.218861* 2.846654

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

    APBD-0.068817*** -1.895376

    Adjusted R-squared 0.894658

    Keterangan: ***signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Selanjutnya, APM SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT

    dipengaruhi produk domestik regional bruto, akses air bersih, angka

    melek huruf dan dana alokasi khusus. Hal ini menunjukkan bahwa

    factor output di sektor pendidikan (jumlah guru dan jumlah sekolah)

    tidak mempengaruhi APM SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT.

    Hanya koefisien PDRB dan angka melek huruf yang menunjukkansesuai dengan tanda yang diharapkan, sedangkan koefisien akses air

    bersih dan dana alokasi khusus menunjukkan tanda terbalik.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    58/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    48

    Tabel 4.16.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Bali,

    NTB dan NTT

    Variabel Tidak Bebas : APM SMP/MTs

    Variabel Koefisien t-Statistik

    Rasio Produk Domestik Regional Bruto

    terhadap rata-rata nasional0.918323* 62.43071

    Akses Air Bersih -0.582024* -1.941161

    Angka Melek Huruf 0.247084** 2.287796

    Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.033195* -12.68169

    Adjusted R-squared 0.984314

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

    * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    4.5.

    Kalimantan

    Dari hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI

    dan APK SMP/MTs di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh akses air

    bersi, angka melek huruf, rasio murid guru dan rasio murid sekolah.

    Kecuali koefisien angka melek huruf, semua koefisien dari variabel-

    variabel tersebut menunjukkan tanda sesuai yang diharapkan. Semakin

    besar akses air bersih, jumlah sekolah dan jumlah guru akan

    meningkatkan APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau

    Kalimantan.

  • 7/23/2019 Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun.pdf

    59/110

    Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

    49

    Tabel 4.17.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Kalimantan

    Variabel tidak Bebas : APK SD/MI

    Variabel Koeffisien t-Statistik

    Akses Air Bersih 3.089036* 20.11029

    Angka Melek Huruf -2.926424* -10.59775

    Rasio Murid Guru SD + MI -0.175082* -5.217537

    Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.153286* 13.15548

    Jumlah Angkatan Kerja 0.707082** 2.593842

    Adjusted R-squared 0.875242

    Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

    ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

    Tabel 4.18.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Kalimantan

    Variabe