16
EMBRIOLOGI FARING Sebelum membahas mengenai embriologi dari faring, akan dijelaskan terlebih dahulu embriologi dari kepala dan leher manusia, dikarenakan perkembangan keduanya terjadi secara simultan dan berkesinambungan. Embriologi dari kepala diawali dari perkembangan mesenkim. Mesenkim untuk membentuk regio kepala berasal dari mesoderm paraksisal dan mesoderm lempeng lateral, krista neuralis, dan regio ektoderm yang menebal dan dikenal sebagai plakoda ektoderm. Mesoderm paraksisal (somit dan somitomer) membntuk dasar tengkorak dan sebagian regio oksipital, semua otot volunter regio kraniofasial, dermis dan jaringan ikat bagian dorsal kepala serta meningen sebelah kaudal dari prosensefalon. 1 Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilago laring serta jaringan ikat di daerah ini. Sel krista neuralis berasal dari neuroektoderm regio otak depan, tengah dan belakang akan bermigrasi ke ventral ke arkus faring dan ke rostral ke daerah wajah. Sel ini membentuk struktur tulang arkus

Embriologi Faring Dan Laring

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Embriologi Faring Dan Laring

EMBRIOLOGI FARING

Sebelum membahas mengenai embriologi dari faring, akan dijelaskan terlebih

dahulu embriologi dari kepala dan leher manusia, dikarenakan perkembangan

keduanya terjadi secara simultan dan berkesinambungan.

Embriologi dari kepala diawali dari perkembangan mesenkim. Mesenkim

untuk membentuk regio kepala berasal dari mesoderm paraksisal dan mesoderm

lempeng lateral, krista neuralis, dan regio ektoderm yang menebal dan dikenal sebagai

plakoda ektoderm. Mesoderm paraksisal (somit dan somitomer) membntuk dasar

tengkorak dan sebagian regio oksipital, semua otot volunter regio kraniofasial, dermis

dan jaringan ikat bagian dorsal kepala serta meningen sebelah kaudal dari

prosensefalon. 1

Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilago laring serta jaringan ikat di

daerah ini.

Sel krista neuralis berasal dari neuroektoderm regio otak depan, tengah dan

belakang akan bermigrasi ke ventral ke arkus faring dan ke rostral ke daerah

wajah. Sel ini membentuk struktur tulang arkus faring dan wajah bagian

tengah serta jaringan lain di daerah ini yaitu kartilago, tulang, dentin, tedon,

dermis, pia, arakhnoid, neuron sensorik, dan stroma kelenjar.

Sel plakoda ektoderm bersama dengan sel krista neuralis akan membentuk

neuron ganglion sensorik saraf kranial V, VII, IX dan X.

Gambaran paling khas dari pembentukan kepala dan leher dihasilkan oleh

arkus faring atau brankial faring (pharyngeaal arch). Arkus-arkus ini muncul pada

minggu ke-empat hingga ke-lima perkembangan dan ikut berperan dalam

menghasilkan penampilan luar embrio. Pada awalnya arkus ini terdiri dari jaringan

Page 2: Embriologi Faring Dan Laring

mesenkim yang dipisahkan oleh celah yang dikenal dengan celah faring (pharyngeal

cleft/groove). Secara bersamaan, terbentuknya arkus dan celah juga diiringi dengan

pembentukan kantong faring (pharyngeal pouch). Kantong ini menembus mesenkim

tetapi tidak membentuk hubungan terbuka dengan celah faring.

Arkus faring tidak hanya membentuk leher, tetai juga berperan penting dalam

pembentukan wajah. Pada akhir mnggu ke empat, bagian tengah wajah dibentuk oleh

stomodeum dikelilingi oleh pasangan arkus pertama faring. Ketika embrio berusia 6

minggu, dikenali adanya 5 tonjolan mesenkim :

Prominensia mandibularis

Kaudal dari stomodeum

Prominensia maksilaris

Lateral dari stomodeum

Prominensia frontonasalis

Pembentukan wajah kemudian dilengkapi oleh pembentukan prominensia

nasalis. Diferensiasi struktur yang berasal dari kantong, celah, dan arkus bergantung

pada interaksi epitel-mesenkim. 1

Embrio manusia mempunyai lima pasang kantung faring. Pasangan yang

terakhir adalah kantung atipik dan sering dianggap sebagai kantung ke-4. Karena

epitel endoderm yang melapisi kantung-kantung ini menghasilkan sejumlah organ

penting, nasib tiap-tiap kantung akan dibahas secara terpisah. 2

1. KANTONG FARING PERTAMA

Kantong faring pertama membentuk sebuah divertikulum yang

menyerupai sebuah tangkai, yaitu recessus tubotympanicus, yang

berdampingan dengan epitel yang membatasi celah faring pertama, yang kelak

Page 3: Embriologi Faring Dan Laring

menjadi meatus acusticus externus. Bagian distal divertikulum ini melebar

menjadi bangunan yang menyerupai kantung, yaitu cavum tympani primitif

atau rongga telinga tengah primitif, sedangkan bagian proksimalnya tetap

sempit, membentuk tuba auditiva (eustachi). Epitel yang melapisi kavum

timpani kelak membantu dalam pembentukan membrane tympani atau

gendang telinga.

2. KANTONG FARING KEDUA

Lapisan epitel kantung ini berproliferasi dan membentuk tunas-tunas

yang menembus ke dalam mesenkim di sekelilingnya. Tunas-tunas ini

kemudian disusupi oleh jaringan mesoderm, sehingga membentuk primordium

tonsilla palatina. Selama bulan ke-3 hingga ke-5, tonsil berangsur-angsur

diinfiltrasi oleh jaringan getah bening. Sebagian dari kantung ini masih tersisa

dan pada orang dewasa ditemukan sebagai fossa tonsillaris.

3. KANTONG FARING KETIGA

Tanda khas kantung ketiga dan keempat adalah adanya sayap dorsal

dan sayap ventral pada ujung distalnya. Dalam minggu ke-5, epitel sayap

dorsal kantung ketiga berdeferensiasi menjadi glandula parathyroidea inferior.

Sedangkan sayap ventralnya berdeferensiasi membentuk timus. Kedua

primordium kelenjar ini terputus hubungannya dari dinding faring, dan timus

kemudian bermigrasi kearah kaudal dan medial, sambil menarik glandula

parathyroidea bersamanya. Walaupun bagian utama timus bergerak dengan

cepat menuju ke kedudukan akhirnya di dalam rongga dada (untuk bersatu

dengan pasangannya dari sisi yang lain), ekornya kadang-kadang menetap atau

menempel pada kelenjar tiroid atau sebagai sarang-sarang timus yang terpisah.

Page 4: Embriologi Faring Dan Laring

Pertumbuhan dan perkembangan timus berlanjut terus setelah lahir

hingga masa pubertas. Pada anak yang masih kecil, kelenjar ini menempati

banyak sekali ruang dada dan terletak dibelakang sternum dan didepan dada

pericardium serta pembuluh-pembuluh besar. Pada orang yang lebih besar,

kelenjar ini sulit dikenali karena mengalami atrofi dan digantikan oleh

jaringan lemak.

Jaringan paratiroid dari kantung ketiga pada akhirnya terletak di

permukaan dorsal kelenjar tiroid dan membentuk glandula parathyroidea

inferior.

4. KANTONG FARING KEEMPAT

Epitel sayap dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea

superior. Ketika kelenjar paratiroid tidak lagi berhubungan dengan dinding

faring, kelenjar ini menempelkan diri ke kelenjar tiroid yang bermigrasi ke

arah kaudal dan akhirnya terletak pada permukaan dorsal kelenjar ini sebagai

kelenjar paratiroid superior.

5. KANTONG FARING KELIMA

Kantung faring kelima adalah kantung faring terakhir yang

berkembang dan biasanya dianggap sebagai bagian dari kantung ke-4.

Kantung ini menghasilkan corpus ultimobranchiale yang terletak menyatu ke

dalam glandulathyroidea. Pada orang dewasa, sel-sel corpus ultimobranchiale

menghasilkan sel parafolicular atau sel C dari glandula thyroidea. Sel-sel ini

mensekresi kalsitonin, yaitu suatu hormon yang mengatur kadar kalsium

darah.

Page 5: Embriologi Faring Dan Laring

Wajah mulai berkembang selama minggu ke-3 pada saat embrio berukuran

kira – kira 3 mm. Pada tahap ini prochondral plate (calon membrane buccopharyngeal

) mulai terlihat di bilaminar embryonic disc. Dimana prochondral plate ini terletak di

stomodeum (Primititive Oral Cavity), yang sebelah cranial dibatasi prominensia

frontal, di bagian depan dan caudal dibatasi oleh pericardial swelling atau disebut juga

tonjolan pericardium. Membrane buccopharyngeal ini membentuk dasar dari

stomodeum yang nantinya akan pecah pada akhir minggu ke-3 sehingga terbentuklah

hubungan komunikasi antara stomodeum dengan ujung cranial usus yang disebut

faring. 2

Selama pembengkokan embrio, beberapa hari kemudian akan terjadi

akumulasi mesenkim di region foregut pada kedua sisi yang kemudian menjadi

pharyngeal arches atau branchial arches atau disebut juga lengkung faring. Dimana

branchial arches ini dipisahkan satu dengan yang lain oleh branchial fold yang

disebelah dalamnya membatasi branchial pouches atau kantong faring.

Kira – kira akhir minggu ke-3, berkembang suatu struktur yang tidak terkait

Page 6: Embriologi Faring Dan Laring

dengan rongga mulut. Suatu kantung (pouch) berkembang pada atap stomodeum tepat

didepan membrane buccopharyngeal. Kantung ini adalah kantung rathe atau rathke’s

pouch, yang melekuk ke dalam kearah otak. Kemudian sel – sel ektodermal dalam

pouch ini akan berproliferasi dan bermigrasi kearah ventral dari forebrain dan

berdeferensiasi untuk membentuk lobe anterior glandula pituitary lobus anterior

kelenjar hipofisis. Struktur ini akhirnya akan terpisah dari ektodermal oral. 3

Pada minggu ke-5, pada saat embrio berukuran kira – kira 6 mm, terbentuk

penebalan epithelium yang terletak bilateral pada permukaan anterior wajah, diatas

mulut primitif. Plakoda – plakoda nasal (olfaktorii) umumnya permukaannya

terangkat secara bersamaan tetapi segera membentuk lekukan kecil di tengah, yakni

olfactory pits. Dan semua elemen yang akan berperan dalam membentuk wajah

sekarang sudah ada, yakni mata (plakoda lensa yang berkembang pada saat yang sama

dengan plakoda olfaktori tetapi letaknya lebih ke dorsal), lipatan nasal lateral,

prosesus frontonasalis, dan prosesus maksilaris dn mandibularis. 4

Page 7: Embriologi Faring Dan Laring

EMBRIOLOGI LARING

Seluruh sistem pernafasan merupakan hasil pertumbuhan faring primitif. Pada

saat embrio berusia 3,5 minggu suatu alur yang disebut laringotrakeal groove tumbuh

dalam embrio pada bagian ventral foregut. Alur ini terletak disebelah posterior dari

eminensia hipobronkial dan terletak lebih dekat dengan lengkung ke IV daripada

lengkung ke III. 5

Selama masa pertumbuhan embrional ketika tuba yang single ini menjadi dua

struktur, tuba yang asli mula-mula mengalami obliterasi dengan proliferasi lapisan

epitel, kemudian epitel diresopsi, tuba kedua dibentuk dan tuba pertama mengalami

rekanulisasi. Berbagai malformasi dapat terjadi pada kedua tuba ini, misalnya fistula

trakeoesofageal. Pada maturasi lanjut, kedua tuba ini terpisah menjadi esofagus dan

bagian laringotrakeal. 5

Pembukaan laringotrakeal ini adalah aditus laringeus primitif dan terletak

diantara lengkung IV dan V. Aditus laring pada perkembangan pertama berbentuk

celah vertikal yang kemudian menjadi berbentuk T dengan tumbuhnya hipobrachial

eminence yang tampak pada minggu ke 3 dan kemudian akan tumbuh menjadi

epiglottis. Sepasang aritenoid yang tampak pada minggu ke 5 dan pada perkembangan

selanjutnya sepasang massa aritenoid ini akan membentuk tonjolan yang kemudian

akan menjadi kartilago kuneiforme dan kartilago kornikulata. Kedua aritenoid ini

dipisahkan oleh incisura interaritenoid yang kemudian berobliterasi. Ketika ketiga

organ ini tumbuh selama minggu ke 5 – 10, lumen laring mengalami obliterasi, baru

pada minggu ke 9 kembali terbentuk lumen yang berbentuk oval. Kegagalan

pembentukan lumen ini akan menyebabkan atresia atau stenosis laring. Plika vokalis

sejati dan plika vokalis palsu terbentuk antara minggu ke 8 – 9.6

Page 8: Embriologi Faring Dan Laring

Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring

median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan benih laring.

Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke 21 kehidupan

embrio. Perluasan alur ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih

dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau

ke 28. bagian yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi

laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari,

sedangkan kartilago, otot dan sebagian besar pita suara (korda vokalis) terbentuk

dalam 3 atau 4 minggu berikutnya.7

Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Karena

perkembangan laring berkaitan erat dengan perkembangan arkus brankialis embrio,

maka banyak struktur laring merupakan derivat dari aparatus brankialis. 8

Otot-otot laring pada mulanya muncul sebagai suatu sfingter intrinsik yang

terletak dalam tunas kartilago tiroid dan krikoid. Selama perkembangan selanjutnya,

sfingter ini terpisah menjadi massa otot-otot tersendiri (mudigah 13 – 16 mm). Otot-

otot laring pertama yang dikenal adalah interaritenoid, ariepiglotika, krikoaritenoid

posterior dan krikotiroid. Otot-otot laring intrinsik berasal dari mesoderm lengkung

Page 9: Embriologi Faring Dan Laring

brakial ke 6 dan dipersarafi oleh N. Rekuren Laringeus. M. Krikotiroid berasal dari

mesoderm lengkung brakial ke 4 dan dipersarafi oleh N. Laringeus Superior.

Kumpulan otot ekstrinsik berasal dari eminensia epikardial dan dipersarafi oleh N.

Hipoglosus.3

Tulang hyoid akan mengalami penulangan pada enam tempat, dimulai pada

saat lahir dan lengkap setelah 2 tahun. Katilago tiroid akan mulai mengalami

penulangan pada usia 20 sampai 23 tahun, mulai pada tepi inferior. Kartilago krikoid

mulai usia 25 sampai 30 tahun inkomplit, begitu pula dengan aritenoid.8

Page 10: Embriologi Faring Dan Laring

DAFTAR PUSTAKA

1. Brown Scott. Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth & Co

Ltd. 1997. Hal 1/12/1-1/12/18

2. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck

Surgery . Eight edition. Connecticut: McGraw-Hill. 2003. Hal 598-606

3. Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential

Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-

Hill, 2003. Hal 241-242.

4. Rohen JW. Embriologi Fungsional: Pemeriksaan Sistem Fungsi Organ Manusia.

Ed. 2. Jakarta: EGC, 2009. Hal 137-138.

5. Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery – Otolaryngology. Vol 1. 2nd

edition. Philadelphia: Lippincott – Raven Publishers, 1996.

6. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear, head

and neck. 13th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1993

7. Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology - Head

and Neck Surgery. 2nd edition. St Louis : Mosby, 1993.

8. Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons. Volume

1: Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966. Hal 425-456