Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    1/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 120

    EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI

    PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

    Abstrak

    Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak

    upaya untuk mencapai target yang ditetapkan. Pembangunan pembangkitlistrik baru dan mengupayakan penggunaan energi baru terbarukan menjadi

    solusi untuk pencapaian target tersebut. Namun pelaksanaan strategi tersebut

    masih mengalami beberapa kendala dan dilaksanakan kurang maksimal. Rasio

    elektrifikasi beberapa daerah masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena

    dalam pelaksanaan strategi tersebut, PLN masih berfokus di area Jawa.

    Penggunaan pembangkit listrik bertenaga uap yang menjadi solusi pengganti

    pembangkit listrik bertenaga diesel dengan bahan bakar minyak, masih

    didominasi daerah Jawa, baik dari fisiknya maupun kapasitasnya. Kesulitan

    menjangkau daerah terpencil menjadi kendala utama dalam penyaluran

    pasokan listrik dari pembangkit listrik yang baru dibangun.

    A. Pendahuluan

    Sepanjang tahun 2013 yang lalu, PT Perusahaan Listrik Negara(Persero) mencatat

    rasio eletrifikasi nasional naik sekitar 4% dibanding tahun sebelumnya atau

    mencapai 79,3%. PLN menyatakan yang mendorong naiknya

    eletrifikasi nasional pada tahun 2013 yakni bertambahnya pelanggan baru serta

    adanya peningkatan jaringan listrik di pedesaan.

    Meskipun begitu, di tahun 2013 rasio elektrifikasi di sejumlah daerah di Indonesia

    Timur tercatat masih rendah. Hal ini terjadi karena beberapa daerah kurang

    mendapatkan pasokan listrik akibat lokasinya yang tidak tersentral atau terpusat.

    Daerah-daerah yang kurang mendapatkan pasokan listrik di wilayah Indonesia

    Timur tersebut adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat,

    Nusa Tenggara Timur, dan Papua yang masing-masing memiliki rasio elektrifikasi

    di bawah 60% (lihat grafik I).

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    2/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 121

    Grafik I. Rasio Elektrifikasi Daerah 2009-2013 (dalam %)

    Sumber: Statistik PLN 2009-2013

    B. Upaya PLN Meningkatkan Pasokan Listrik Daerah

    Kondisi fisik lingkungan daerah yang sulit dijangkau infrastruktur listrikmerupakan tantangan tersendiri bagi PLN dalam menghadirkan listrik bagi area

    tersebut. Banyak solusi telah ditawarkan bahkan telah dijalankan oleh PLN namun

    masih belum optimal dirasakan efeknya. Program yang dilakukan PLN diantaranya

    program listrik masuk desa yang didanai dari dana Daftar Isian Pelaksanaan

    Anggaran (DIPA). Tahun 2011, PLN mengajukan DIPA untuk program listrik

    masuk desa sebesar Rp 3,19 triliun. Namun, tidak semua anggaran tersebut

    terserap. Penyerapan anggaran untuk listrik masuk desa tersebut hingga

    November 2011 hanya sebesar Rp 1,27 triliun atau 39,72 persen dan hingga akhir

    tahun 2011, anggaran tersebut hanya terserap hingga Rp 2,99 triliun atau 93,4persen saja. Kendala utama program ini adalah transisi diberlakukannya Perpres

    54/2010 untuk Pengadaan Barang dan Jasa.

    Pembangunan listrik di pedesaan juga menjadi program corporate social

    responsibility(CSR) PLN yang menunjang peningkatan rasio elektrifikasi nasional.

    Program tersebut adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

    (PLTMH). Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu

    pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga

    penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara

    memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan jumlah debit air namun kapasitas listrik

    yang dimunculkan tergolong kecil (

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    3/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 122

    relatif terpencil, sulit diakses oleh jaringan listrik secara ekonomis, namun

    memiliki potensi sumber air yang potensial dan luas hutan yang memadai untuk

    menjamin pasokan air. Potensi sumber energi tenaga air ini tersebar sebanyak

    15.600 MW (20,8%) di Sumatera, 4.200 MW (5,6%) di Jawa, 21.600 MW (28,8%)

    di Kalimantan, 10.200 MW (13,6%) di Sulawesi, 620 MW (0,8%) di Bali, NTT dan

    NTB, 430 MW (0,6%) di Maluku, dan 22.350 MW (29,8%) di Papua, dari potensi

    nasional.

    PLN sendiri dengan program CSR-nya telah membantu pembangunan PLTMH

    bekerja sama dengan perguruan tinggi. Salah satu unit PLTMH hasil kerja sama ini

    dibangun di Desa Pesawaran Indah, Lampung. Beberapa unit PLTMH kerja sama

    PLN dengan Universitas Gadjah Mada, juga dibangun di beberapa lokasi lain, yakni:

    Dusun Lebak Picung, menerangi 52 KK, 1 sekolah dasar dan 1 musholla; Desa Adat

    Susuan Karang Asem, Provinsi Bali dengan kapasitas 25 KW; Dusun KampungSawah, kapasitas 6 KW, menerangi 40 KK; Dusun Bojong Cisono, kapasitas 6KW,

    menerangi 70 KK; Dusun Cibadak, kapasitas 6 KW, menerangi 266 KK; Dusun

    Cisuren, kapasitas 12KW, menerangi 120 KK; Dusun Ciawi, kapasitas 6KW,

    menerangi 180 KK; Dusun Luewi Gajah, kapasitas 6 KW, menerangi 70 KK; Dusun

    Parakan Darai, kapasitas 10 KW, menerangi 54 KK; PLTMH di Sungai Code,

    Yogyakarta.

    Selain memanfaatkan energi yang berasal dari tenaga air, PLN juga mengupayakan

    pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam menyajikan listrik bagi

    Indonesia, diantaranya penggunaan panas bumi dalam pembangkitan listrik. Salah

    satu area di Indonesia, Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alam panas bumi

    yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia. Potensi panas

    bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi yang dimiliki

    Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah dimanfaatkan

    untuk pembangkit listrik seperti:

    1. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Kamojang di dekat Garut,

    memiliki unit 1, 2, 3 dengan kapasitas total 140 MW. Potensi yang masih

    dapat dikembangkan sekitar 60 MW.2. PLTP Darajat, 60 km sebelah tenggara Bandung dengan kapasitas 55 MW

    3. PLTP Gunung Salak di Sukabumi, terdiri dari unit 1, 2, 3, 4, 5, 6 dengan

    kapasitas total 330 MW

    4. PLTP Wayang Windu di Pangalengan dengan kapasitas 110 MW.

    Meski begitu, pemanfaatan energi panas bumi tidak tanpa kendala. Energi panas

    bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah

    permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya". Investasi untuk

    menggali energi panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan

    berisiko tinggi. Investasi untuk kapasitas di bawah satu MW, berkisar US$ 3.000-

    5.000 per kilowatt (kW). Sementara untuk kapasitas di atas satu MW, diperlukan

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    4/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 123

    investasi US$ 1.500-2.500 per kW. Tantangan selanjutnya adalah akibat sifat panas

    yang "site specific" kondisi geologis setempat. Karakter produksi dan kualitas

    produksi akan berbeda dari satu area ke area yang lain. Penurunan produksi yang

    cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang harus ditanggung oleh

    pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang baik, dapat

    menimbulkan banyak masalah di pembangkit. Misalnya, kandungan gas yang tinggi

    mengakibatkan investasi lebih besar di hilir atau pembangkitnya. Di sisi lain,

    adanya potensi panas bumi di suatu daerah biasanya di pegunungan dan terpencil-

    sering tak bisa dimanfaatkan karena kebutuhan listrik di daerah itu sedikit

    sehingga belum ekonomis untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan energi panas

    bumi tersebut.

    Selain PLTMH dan PLTP, PLN terus memberikan bauran energi untuk pembangkit

    listrik di Indonesia. Salah satunya menggantikan pembangkit listrik yangmenggunakan BBM dengan sumber energi yang lebih murah seperti gas. Wilayah

    yang tidak bisa dijangkau oleh pipa gas pun diganti dengan teknologi gas bumi

    kompresi (Compressed Natural Gas/CNG).

    Penggantian pembangkit baru saja dilakukan di Bawean, Jawa Timur. PLN bekerja

    sama dengan anak perusahaannya, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), telah

    membangun Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkapasitas 3x1 megawatt

    (mw). Di PLTMG ini, dua unit mesin gas telah beroperasi dengan kapasitas total 2

    mw, sedangkan satu unit terakhir akan segera menyusul.

    Pasokan gas nanti didapat dari terminal CNG Gresik. CNG tersebut disimpan dalam

    tabung-tabung dan diangkut dengan kapal laut dari Gresik. Kemudian, melintasi

    laut Jawa sejauh 80 mil laut atau 120 kilometer ke Pulau Bawean. Tapi pihak

    perseroan harus mengeluarkan ongkos produksi yang tidak murah untuk membeli

    BBM. Setiap bulan mesin diesel pada pembangkit tersebut mengonsumsi 503.096

    liter BBM. Ditambah dengan biaya transportasi BBM dan sewa mesin, biaya

    produksi listrik di wilayah itu mencapai Rp 2.800 per kWh (kilowatt per jam). Hal

    ini merupakan kendala dalam penerapan teknologi CNG, namun meskipun begitu,

    dengan menggunakan CNG dan mengurangi pemakaian BBM dalam pembangkitanlistrik, PLN sendiri dapat menghemat sekitar Rp. 1,488 miliar per bulan.

    Jika dilihat dari beberapa situasi ini, PLN sebenarnya telah berupaya untuk

    meningkatkan pelayanannya agar diterima di daerah. Namun masih ada beberapa

    hal yang mungkin menjadi kelemahan dari masing-masing solusi karena kondisi di

    daerah yang tidak memungkinkan. Dengan kondisi seperti itu, perlu dikaji pula

    apakah lebih baik menghadirkan banyak pembangkit listrik baru dengan kapasitas

    kecil di daerah-daerah yang sulit terjangkau infrastruktur listrik ataukah

    menghadirkan beberapa pembangkit listrik yang berkapasitas besar namun masih

    perlu dipertimbangkan bagaimana penyaluran listriknya ke area yang terpencil.

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    5/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 124

    C. Efisiensi Pembangkit Listrik Indonesia

    Tahun 2013 pembangkit listrik yang telah dibangun dalam program fast track10.000 MW mulai dioperasikan. Dari sekian banyak pembangkit listrik yang

    dibangun, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memiliki peningkatan jumlah

    pembangkit yang progresif dari tahun ke tahun (gambar I). Dari segi kapasitas

    PLTU juga memiliki kapasitas terpasang paling tinggi.

    Gambar 1. Perbandingan Jumlah dan Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Indonesia

    Sumber: Statistik PLN, 2013

    PLTU dijadikan pembangkit listrik utama pengganti Pembangkit Listrik Tenaga

    Diesel (PLTD), meskipun begitu dari segi jumlah dan kapasitas serta daya mampu

    pembangkit listrik ini masih terpusat di wilayah Jawa dan Bali. Di luar Jawa dan

    Bali, pembangkit yang banyak dipakai adalah pembangkit listrik tenaga diesel yang

    berbahan bakar minyak. Pembangkit listrik ini masih mendominasi sebagai

    penyedia pasokan listrik di area luar Jawa dan Bali.

    Gambar 2. Perbandingan Jumlah, Kapasitas Terpasang, Daya Mampu Pembangkit Listrik

    Tenaga Uap di Jawa dan Luar Jawa Tahun 2013

    Sumber: Statistik PLN 2013

    Jika dilihat dari optimalisasi penggunaannya, pembangkit listrik tenaga uap dan

    gas memiliki optimalisasi penggunaan yang rendah di luar Jawa. Terlihat di

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    6/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 125

    gambar 3, bahwa di luar Jawa, daya mampu pembangkit listrik masih belum

    sepenuhnya dioptimalkan untuk memenuhi kapasitas terpasang dari 2 jenis

    pembangkit tersebut. Sedangkan di Jawa, optimalisasi penggunaan PLTD-lah yang

    paling rendah, karena penggunaan pembangkit listrik dengan BBM mulai

    ditinggalkan.

    PLTU tidak terlalu optimal digunakan di Luar Jawa karena dalam membangun

    pembangkit listrik ini dibutuhkan lahan yang luas dan harus ditempatkan di

    daerah yang dekat dengan sumber air yang melimpah karena membutuhkan air

    pendingin yang cukup banyak. Selain itu emisi gas buang tidak ramah lingkungan

    (biasanya untuk bahan bakar batubara atau residu).

    Gambar 3. Perbandingan Pembangkit Listrik di Jawa dan Luar Jawa tahun 2013

    Sumber Statistik PLN, 2013

    Pembangkit listrik tenaga gas juga kurang optimal dioperasikan di luar Jawa, hal

    ini terjadi karena sifat dasar dari PLTG yaitu daya yang dihasilkan memang relatif

    rendah dan perlu sering dilakukan pemeriksaan terhadap area yang dilewati gas

    panas. Pembangkit listrik ini merupakan pembangkit yang memiliki efisiensi

    rendah.

    Dari segi biaya operasi, sesuai tabel 1 dapat dibandingkan pembangkit listrik mana

    yang memberi pasokan listrik dengan biaya yang murah namun energi yang

    dihasilkan besar, yaitu adalah PLTU, namun seperti yang tadi disampaikan bahwa

    PLTU masih sedikit dibangun di luar Jawa dan Bali.

    Tabel 1. Biaya Operasional PLN Sesuai Jenis Pembangkit

    Sumber: Statistik PLN, 2013

    Bahan Bakar *) PemeliharaanPenyusutan

    AktivaLain-lain Pegawai Jumlah

    PLTA 3,519 220 13,010 24.78 40.70 83.94 3.26 13.99 166.67

    PLTU 15,554 71 80,926 555.50 49.42 108.66 1.86 4.08 719.52

    PLTG 2,894 77 5,917 2,633.42 124.48 181.38 2.17 12.83 2,954.28

    PLTGU 8,814 66 36,423 1,022.08 54.79 74.74 3.16 4.44 1,159.21

    PLTP 568 14 4,345 853.57 108.68 125.33 1.91 14.02 1,103.51

    PLTD 2,848 4,422 3,594 2,375.01 592.60 188.68 19.50 110.35 3,286.14

    Jenis

    Pembangkit

    Biaya Operasional Rata-rata (juta Rp/GWh)Energi yg

    Diproduksi

    (GWh)

    Jumlah

    Pembangkit

    Kapasitas

    Terpasang

    (MW)

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    7/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 126

    Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa biaya operasional per GWh yang paling tinggi

    adalah untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak (PLTD) namun energi

    yang diproduksi sangatlah sedikit. Hal ini karena bahan bakar PLTD merupakan

    bahan bakar dengan harga tinggi dan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah

    terhadap US Dollar yang tidak stabil dan cenderung melemah. Selain itu biaya

    pemeliharaan per Gwh untuk pembangkit ini sangat tinggi dibandingkan dengan

    pembangkit lainnya. Hal ini merupakan kondisi inefisiensi yang hingga kini masih

    terjadi, karena minyak masih digunakan dan pemakaiannya tidak menunjukkan

    kondisi penurunan bahkan dari tahun ke tahun cenderung bertambah, seperti

    terlihat di tabel 2.

    Tabel 2. Pemakaian Bahan Bakar per Jenis Pembangkit

    Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012

    Hal yang sama seperti pemakaian BBM, di pembangkit listrik dengan tenaga gas

    (PLTG) juga terjadi inefisiensi, dimana energi yang diproduksi sedikit namun

    mengeluarkan biaya yang relatif tinggi, terutama biaya bahan bakar, mengingat

    biaya bahan bakar gas merupakan bahan bakar dengan harga paling tinggi.

    D.Penutup

    Dalam meningkatkan pasokan listrik nasional PLN telah mengupayakan beberapa

    strategi untuk mencapai target rasio elektrifikasi, namun masih banyak ditemui

    daerah yang belum terjangkau aliran listrik dengan kendala kondisi area yang

    tidak memungkinkan dibangun infrastruktur listrik. Solusi dari hal ini telah

    diajukan bahkan telah dilaksanakan namun upaya ini sepertinya belum

    dilaksanakan optimal. Pembangunan pembangkit listrik uap besar-besaran

    dilakukan di area Jawa dan diperuntukkan untuk memasok listrik dan

    menggantikan peran pembangkit listrik tenaga diesel di area Jawa saja. Sementara

    itu di area lain terutama Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, upaya ini dilaksanakanjuga namun masih dalam skala kecil. Penggunaan energy terbarukan juga

  • 7/25/2019 Efisiensi Operasional Pembangkit Listrik Demi Peningkatan Rasio Elektrifikasi Daerah20140821143056

    8/8

    Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN| 127

    diupayakan namun seperti PLTU, hanya dilakukan di beberapa area saja dan dalam

    skala kecil.

    Untuk dapat memaksimalkan hasil upaya penyaluran listrik ke daerah, PLN perlu

    memfokuskan perhatiannya untuk menghadirkan pembangkit di area luar Jawadan Bali. Jika kondisi geografis menjadi kendala, maka PLN perlu mencari solusi

    yang sesuai dengan kondisi geografis tersebut tanpa mengabaikan sisi ekonomis

    dari solusi yang ditawarkan. PLN perlu memanfaatkan potensi alam yang dimiliki

    Indonesia dalam menghadirkan listrik,, misalnya potensi listrik dari tenaga air di

    luar Jawa sangat menguntungkan jika dapat digali lebih optimal. (MN)