35
PRESENTASI KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) Pembimbing: dr. Aditiawarman, Sp. PD Disusun oleh : Novia Mantari G1A212102 Dera Fakhrunnisa G1A212103 Zuldi Erdiansyah G1A212109 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

dr. Adit - CKD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ckd

Citation preview

PRESENTASI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Pembimbing:

dr. Aditiawarman, Sp. PD

Disusun oleh :

Novia MantariG1A212102Dera FakhrunnisaG1A212103Zuldi ErdiansyahG1A212109

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. MARGONO SOEKARJOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2013LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh :Novia MantariG1A212102Dera FakhrunnisaG1A212103Zuldi ErdiansyahG1A212109

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikanPada tanggal : 1 Juni 2013

Dokter Pembimbing :

dr. Aditiawarman, Sp. PD

STATUS PENDERITA

A. Identitas PenderitaNama: Tn. KUmur : 56 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAlamat : Klampok RT 2 RW 2, BanjarnegaraAgama : IslamStatus : MenikahPekerjaan : Tidak bekerjaTanggal masuk RSMS: 21 Mei 2013Tanggal periksa : 27 Mei 2012No.CM:272639

B. AnamnesisKeluhan utama : Sesak napas.Keluhan tambahanKaki tangan membengkak dan perut membesar, mual.Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dialami pasien membuat pasien sering terbangun pada malam hari dan pasien juga merasa aktivitasnya menjadi terbatas. Keluhan dirasakan pasien semakin berat jika pasien beraktivitas seperti naik tangga dan berjalan agak jauh. Pasien merasa keluhannya berkurang jika pasien beristirahat serta tidur dengan posisi setengah berbaring dengan diganjal menggunakan 3 bantal untuk mengurangi keluhan sesak pada malam harinya. Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan perut mual tetapi tidak muntah, kaki, tangan membengkak, dan perutnya membesar sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, semakin hari pasien merasa kaki, tangannya membengkak dan perutnya semakin membesar dan tidak membaik sehingga pasien memutuskan untuk pergi ke RSMS.

Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat keluhan yang sama: Disangkal2. Riwayat hipertensi : Disangkal3. Riwayat DM : Disangkal4. Riwayat penyakit jantung: Disangkal5. Riwayat alergi: Disangkal6. Riwayat mondok: Disangkal7. Riwayat Pengobatan: Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga 1. Riwayat keluhan yang sama: Disangkal2. Riwayat sakit kuning: Disangkal3. Riwayat hipertensi : Disangkal4. Riwayat DM : Disangkal5. Riwayat penyakit jantung: Disangkal6. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

Riwayat sosial ekonomi1. OccupationalSaat ini pasien sudah tidak bekerja, sebelumnya pasien bekerja sebagai pengrajin keramik.2. DietPasien jarang mengonsumsi air putih dan lebih suka meminum minuman berenergi sejak usia 20 tahunan. Setiap hari pasien meminum 2-3 sachet minuman berenergi 3. DrugPasien merokok sebanyak 4-6 batang per hari sejak usia 20tahunan. Pasien tidak mengonsumsi alkohol

C. Pemeriksaan FisikDilakukan di bangsal Mawar kamar 3 RSMS, 27 Mei 2013.1. Keadaan umum : Sedang 2. Kesadaran : Compos Mentis3. Vital sign Tekanan Darah: 160/100 mmHgNadi: 100 x/menitRespiration Rate: 24 x/menitSuhu: 36,1 0C4. Berat badan : 68 kg5. Tinggi badan : 160 cm6. Indeks Massa Tubuh: 26,56 (overweight)7. Status generalis a. Pemeriksaan kepala1) Bentuk kepalaMesocephal, simetris, venektasi temporalis (+)2) RambutWarna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata3) MataSimetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)4) Telinga Discharge (-), deformitas (-)5) HidungDischarge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)6) MulutBibir sianosis (-), lidah sianosis (-)b. Pemeriksaan leherDeviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)Palpasi : JVP 5+3 cm c. Pemeriksaan thoraksParuInspeksi: Dinding dada tampak simetris, tidak tampakketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada (-)Palpasi: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiriPerkusi: Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor Batas paru-hepar SIC V LMCDAuskultasi: Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus -/- Ronki basah kasar -/- Wheezing -/-JantungInspeksi: Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari lateral LMCSPalpasi: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS dan kuat angkat (-)Perkusi: Batas atas kanan: SIC II LPSDBatas atas kiri: SIC II LPSSBatas bawah kanan: SIC IV LPSDBatas bawah kiri: SIC VI 2 jari lateral LMCSAuskultasi: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)d. Pemeriksaan abdomenInspeksi: CembungAuskultasi: Bising usus (+) normalPerkusi: Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)Palpasi: Nyeri tekan (-), undulasi (+)Hepar: Tidak terabaLien: Tidak terabae. Pemeriksaan ekstremitasPemeriksaanEkstremitas superiorEkstremitas inferior

DextraSinistraDextraSinistra

Edema++++

Sianosis----

Akral dingin----

Reflek fisiologis++++

Reflek patologis----

D. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium tanggal 23 Mei 2013Hematologi Darah Lengkap Hemoglobin : 8,8 g/dl(14 18 g/dl)Leukosit : 6190/uL(4800 10800/ul)Hematokrit : 26 %(42 52 %)Eritrosit : 3,1x106/ul(4,7 6,1 x 106/ul)Trombosit : 190.000/ul (150.000 400.000/ul)MCV: 82.3 fL(79 99 fL)MCH: 28.3pg(27 31 pg)MCHC: 34.4 %(33 37 %)RDW: 17.8 %(11,5 14,5 %)MPV: 9.4 fL(7.2 11.1 fL)Hitung Jenis Basofil : 0.0% (0.00 1.00 %)Eosinofil: 0.0% (2.00 4.00 %)Batang : 0.00%(2.00 5.00 %)Segmen : 92.3%(40.0 70.0 %)Limfosit : 3.7%(25.0 40.0 %)Monosit : 4.0%(2.00 8.00 %)Kimia Klinik Ureum darah: 179.7 mg/dl (14.90 30.52 mg/dl)Kreatinin darah: 10.63 mg/dl (0.00 1.30 mg/dl)Gula darah sewaktu: 126 mg/dl( 200 mg/dl)

E. Resume1. Anamnesis a. Sesak napasb. Kaki, tangan bengkak dan perut membesarc. Mual

2. Pemeriksaan fisika. Vital sign : TD: 160/100 mmHgb. Leher : JVP 5+3 cmc. Pemeriksaan toraksPerkusi Cor: Batas bawah kiri SIC VI 2 jari lateral LMCSd. Pemeriksaan abdomenInspeksi: CembungPerkusi: Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)Palpasi: Undulasi (+)e. EkstremitasEkstremitas superior dan inferior dextra et sinistra terdapat edema

3. Pemeriksaan Penunjang Ureum darah: 179.7 mg/dl (14.90 30.52 mg/dl)Kreatinin darah: 10.63 mg/dl (0.00 1.30 mg/dl)LFG :F. DiagnosisCKD Grade VHipertensi Grade II

G. Usulan Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan X Foto ThoraksPemeriksaan EKGPemeriksaan USG Abdomen

H. Penatalaksanaan

Non Farmakologi 1. Pembatasan cairan2. Hemodialisa rutinFarmakologi : 1. O2 3 L/mnt2. IVFD D5% 16 tpm3. Inj. Furosemide 3 amp. iv. / 8 jam.4. Inj. Bicnat 1 amp. / drip.5. Amlodipine 1x10 mg p.o.

Monitoring1. Balance cairan (output urin dan intake cairan)2. Takanan darah3. Ureum, Kreatinin, Hb, dan Gula darah

I. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam: dubia ad malam Ad functionam: dubia ad malam

BAB IPENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal ireversibel yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ (McCance dan Sue, 2006). Kidney Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60 mL/min//1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih (Levey et., al., 2005). Pasien dengan CKD akan memiliki perjalanan penyakit yang progresif menuju End Stage Renal Disease (ESRD) (McCance dan Sue, 2006).CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin buruk (Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005). Tanda dan gejala yang muncul pada CKD sering dideskripsikan sebagai uremia. Uremia merupakan beberapa gejala yang muncul dikarenakan terganggunya fungsi ginjal disertai akumulasi toksin pada plasma darah. CKD merupakan keadaan gangguan fungsi ginjal progresif yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun hipertensi dan diabetes mellitus merupakan 2 buah penyebab yang paling sering mendasari terjadinya CKD (McCance dan Sue, 2006). Penyebab lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal progresif adalah reduksi massa ginjal dan obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al., 2010).Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan sebaliknya (Eknoyan, 2009).

BAB IIISI

A. DefinisiChronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal ireversibel yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ. Kidney Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60 mL/min//1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih (Levey et., al., 2005). Pasien dengan CKD akan memiliki perjalanan penyakit yang progresif menuju End Stage Renal Disease (ESRD) (McCance dan Sue, 2006).

B. Klasifikasi Chronic Kidney Disease diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin buruk.Tabel 1. Klasifikasi Chronic Kidney Disease DerajatDeskripsiKlasifikasi Berdasarkan Keparahan

GFRmL/min/1.73 m2Keadaan Klinis

1Kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat 90Albuminuria, proteinuria, hematuria

2Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan60-89Albuminuria, proteinuria, hematuria

3Penurunan GFR sedang30-59Insufisiensi ginjal kronik

4Penurunan GFR berat15-29Insufisiensi ginjal kronik, pre-ESRD

5Gagal ginjal< 15Atau dialisisGagal ginjal, uremia, ESRD

(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005)

C. Etiologi Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2006) :1. Gangguan imunologisa. Glomerulonefritisb. Poliartritis nodosac. Lupus eritematous2. Gangguan metabolika. Diabetes Mellitusb. Amiloidosisc. Nefropati Diabetik3. Gangguan pembuluh darah ginjala. Arterisklerosisb. Nefrosklerosis4. Infeksia. Pielonefritisb. Tuberkulosis5. Gangguan tubulus primerNefrotoksin (analgesik, logam berat)6. Obstruksi traktus urinariusa. Batu ginjalb. Hipertopi prostatc. Konstriksi uretra7. Kelainan kongenitala. Penyakit polikistikb. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis)

D. EpidemiologiInsidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya di Malaysia, dan di negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2007). Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.Beberapa penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2000 antara lain Glomerulonefritis (46,39%), Diabetes Mellitus (18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi (8,46%), dan penyebab yang lain dengan presentase sebesar (13,65%) (Murray et al, 2007).

E. PatofisiologiCKD merupakan keadaan gangguan fungsi ginjal progresif yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun hipertensi dan diabetes mellitus merupakan 2 buah penyebab yang paling sering mendasari terjadinya CKD (McCance dan Sue, 2006). Penyebab lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal progresif adalah reduksi massa ginjal dikarenakan infeksi dan obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al., 2010).

Nefropati HipertensifHipertensi dapat mengakibatkan terjadinya CKD melalui beberapa mekanisme:1. Vaskulopati ginjal yang terjadi pada arteri dan arteriol preglomerular. Vaskulopati yang terjadi diakibatkan oleh aterosklerosis, disfungsi endotel, penebalan dinding pembuluh darah, serta fibrosis pada hipertensi2. Kerusakan mikrovaskuler pada kapiler glomerulus3. Kerusakan barrier filtrasi (podosit, sel mesangial, dan membrana basalis) di glomerulus karena glumerulosklerosis.4. Fibrosis interstitial.

Hipertensi dapat meningkatkan aliran darah ginjal pada glomerulus yang secara progresif akan menyebabkan kerusakan endotel dan barrier filtrasi glomerulus. Kerusakan sel tersebut akan diikuti inflamasi yang menyebabkan kematian sel podosit dan sel mesangial. Disfungsi endotel akan menyebabkan vasokonstriksi sehingga mengurangi aliran darah ke glomerulus ginjal. Penurunan aliran darah akan diikuti penurunan tekanan glomerulus yang mengakibatkan penurunan pada GFR. Inflamasi dan kematia sel yang terjadi akibat kerusakan pada ginjal akan menyebabkan fibrosis dan glomerulosklerosis. Fibrosis dan glomerulosklerosis menyebabkan tereduksinya kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya. Keadaan ini dikompensasi oleh tubuh dengan mengeluarkan zat vasoaktif dan growth factor yang menyebabkan hipertrofi structural dari neuron yang tersisa. Usaha tersebut dalam tujuan mengemablikan fungsi normal ginjal, dalam keadaan ini LFG dapat normal atau bahkan meningkat. Hipertrofi ginjal secara progresif akan berubah menjadi fungsi yang tidak sesuai oleh Karena tingginya beban kerja yang harus ditanggung. Hipertrofi glomerulus berlanjut menjadi glomerulosklerosis sehingga menurunkan aliran darah ginjal. Penurunan aliran darah ginjal tersebut akan diikuti penurunan tekanan darah pada glomerulus yang menyebabkan penurunan GFR (Lopez-Novoa et., al., 2010).

Perjalanan penyakit CKD secara umum terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu (McCance dan Sue, 2006):1. Penurunan Fungsi Ginjal. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR < 50%. Pada keadaan ini, tanda dan gejala CKD belum muncul, namun sudah terdapat peningkatan pada ureum dan kreatinin darah.2. Insufisiensi Ginjal. Insufisiensi ginjal menandakan bahwa ginjal sudah tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara normal, pada keadaan ini GFR mengalami penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta disfungsi ginjal yang ringan sudah muncul. Nefron yang masih berfungsi akan melakukan kompensasi untuk memaksimalkan fungsi ginjal. Kelainan konsentrasi urin, nokturia, anemia ringan, dan gangguan fungsi ginjala saat stres dapat terjadi pada tahapan ini.3. Gagal Ginjal. Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia, asidosis, ketidakseimbangankonsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan elektrolit (hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan gagal ginjal terjadi saat GFR < 20% dan penyakit mulai memberikan efek pada sistem organ lain.4. ESRD. End Stage Renal Disease merupakan tahapan terakhir dari gangguan fungsi ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang berat. GFR hampir tidak ada lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi juga terganggu, dikarenakan perubahan yang besar dari elektrolit, regulasi cairan, dan gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan kardiovaskuler, hematologi, neurologi, gastrointestinal, endokrin, metabolik, gangguan tulang dan mineral juga dapat terjadi.

F. Manifestasi KlinisManifestasi klinis CKD terdiri dari kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan kardiovaskular (Murray et al., 2007).a. Kelainan hemopoeisisAnemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik (Suwitra, 2007).Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya ((Murray et al., 2007; Suwitra, 2007).Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL (Suwitra, 2007).b. Kelainan saluran cernaMual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.c. Kelainan mataVisus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.d. Kelainan kulitGatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost (Kumar et al., 2007).e. Kelainan kardiovaskularPatogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

G. Penegakan DiagnosisPenegakan diagnosis CKD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mengenai manifestasi klinis yang ada pada pasien dan dibantu hasil pemeriksaan penunjang. 1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisika. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.b.Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai koma.c.Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.2.Pemeriksaan Laboratorium a.Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi masih dalam batas normal. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.b. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan kreatinin serum, dan penghitungan TKKc. Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin dan asam urat.d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.3.Gambaran radiologis;a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opakb. USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.4.BiopsiBiopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara invasif sulit ditegakkan (Suwitra, 2007).

H. PenatalaksanaanDiagnosis CKD harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan dari terapi CKD adalah (K/DOQI, 2002):1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit DasarnyaWaktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat (Suwitra, 2006).2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi KomorbidPenting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra, 2006).3. Memperlambat Pemburukan Fungsi GinjalFaktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah dengan (Suwitra, 2006):a. Pembatasan asupan proteinPembatasan mulai dilakukan pada LFG 60 ml/menit, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia, dengan demikian pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasa fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia (Suwitra, 2006).b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulusPemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan ACE inhibitormelalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan pencegahan terhadap koplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan (Suwitra, 2006).5. Pencegahan dan Terapi terhadap KomplikasiPenyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi, yaitu sebagai berikut (Suwitra, 2006):a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89 ml/menit) : tekanan darah mulai meningkatb. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosisteinemiac. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemiad. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau TransplantasiTerapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk berkembang lebih cepat (K/DOQI, 2002).

I. KomplikasiPasien dengan CKD akan mengalami peningkatan kadar urea dan serum darah karena gagalnya sekresi yang disebabkan oleh penurunan fungsi filtrasi pada glomerulus. Kalium juga merupakan ion yang disekresikan melalui ginjal. Pasien CKD akan mengalami keadaan hiperkalemia. Pasien CKD dapat mengalami veskulopati serta retensi cairan dalam tubuh. Vaskulopati dapat menyebabkan kerusakan endotel serta respon vasokonstriksi pembuluh darah yang berujung pada keadaan hipertensi. Retensi cairan yang terjadi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan overload cairan. Hasil limbah nitrogen (ureum dan kreatinin) dapat memicu reaksi inflamasi pada organ organ di sekitar ginjal. Reaksi inflamasi pada jantung yang diikuti dengan hipertensi dan overload cairan akan membebani kerja jantung. Jantung yang tidak dapat mengkompensasi akibat dari CKD dapat berakhir pada keadaan gagal jantung kongestif (CHF). CHF yang berkelanjutan dapat mengakibatkan edema pulmo apabila tidak ditangani (McCance dan Sue, 2006).Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan sebaliknya (Eknoyan, 2009).

J. PrognosisPasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%) (Medscape, 2011).K. PencegahanUpaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

DAFTAR PUSTAKA

Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease. US Nephrology: 13-7.

Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. New York: National Kidney Foundation.

Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. 2007. Robbins buku ajar patologi volume 2 edisi 7. Jakarta: EGC.

Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International: 67; 2089-2100.

Lopez-Novoa, Jose M., Carlos MS., Ana B. RP., Francisco J. L. H. 2010. Common Pathophysiological Mechanism of Chronic Kidney Disease: Therapeutic Perspectives. Pharmacology and Therapeutics: 128; 61-81.

McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.

Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. hlm 168-70.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid I. Jakarta Balai Penerbit FKUI. p. 725 33 ; 766 71.

Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.