7
DISUSUN OLEH : HARIYANING WIDYASTUTI NIM: 07.40.070 PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA Definisi Nyeri adalah suatu sensasi yang disebabkan karena rusaknya jaringan, bisa dikulit sampai jaringan yang paling dalam. Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali. (Warfields,1991; Park and Fulton,1991). Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat dibagi menurut berbagai cara, diantaranya berdasar pada sifat, kronologik, atau atas dasar patofisiologinya. Atas dasar sifat nyeri, terdapat 2 macam nyeri, ialah : 1. Nyeri tajam (sharp pain), nyeri ini berupa perasaan yang menyengat, lokasinya jelas dan rangsangan sangat cepat dijalarkan ke pusat. Nyeri jenis ini biasanya terdapat di kulit dan rangsangan bersifat tidak terus menerus. 2. Nyeri tumpul (dull pain), biasanya didahului oleh sharp pain. Nyeri ini dirasakan di kulit sampai jaringan yang lebih dalam, terasa menyebar dan lambat dijalarkan sedangkan rangsangan bersifat terus menerus.

DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

DISUSUN OLEH :HARIYANING WIDYASTUTINIM: 07.40.070

PEMBIMBING :ERFANDI S,Kep.

NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA

DefinisiNyeri adalah suatu sensasi yang disebabkan karena rusaknya jaringan, bisa dikulit

sampai jaringan yang paling dalam.Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali. (Warfields,1991; Park and Fulton,1991).

Klasifikasi NyeriNyeri dapat dibagi menurut berbagai cara, diantaranya berdasar pada sifat,

kronologik, atau atas dasar patofisiologinya.Atas dasar sifat nyeri, terdapat 2 macam nyeri, ialah :

1. Nyeri tajam (sharp pain), nyeri ini berupa perasaan yang menyengat, lokasinya jelas dan rangsangan sangat cepat dijalarkan ke pusat. Nyeri jenis ini biasanya terdapat di kulit dan rangsangan bersifat tidak terus menerus.

2. Nyeri tumpul (dull pain), biasanya didahului oleh sharp pain. Nyeri ini dirasakan di kulit sampai jaringan yang lebih dalam, terasa menyebar dan lambat dijalarkan sedangkan rangsangan bersifat terus menerus.

Atas dasar kronologi, nyeri dapat dibagi kedalam 2 golongan yaitu akut dan kronik.

Nyeri akutNyeri jenis ini merupakan suatu rangsangan yang sering mengakibatkan gerakan

tak terkendali (refleks) segera serta respons dari korteks serebri. Refleks yang dihasilkan merupakan usaha untuk mempertahankan homeostasis yang menyebabkan kontraksi otot-otot badan. Gerakan ini merangsang kelenjer-kelenjer dan vasomotor yang seterusnya menyebabkan perubahan sistem kardiovaskuler, pernafasan, perubahan dalam pencernaan dan pengaruhnya menyebar ke seluruh sistem endokrin tubuh. (Dwarakanath,1991;Portency,1997).

Respon korteks serebri termasuk perasaan emosional, kecemasan, ketakutan dan reaksi ”menyeringai”, atau berteriak. Meskipun tidak diobati, dengan tidak menggerakkan atau difiksasi daerah nyeri, nyeri sering dapat sembuh sendiri, tetapi bila

Page 2: DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

nyeri adalah karena luka, misalnya luka bakar atau luka pasca bedah, upaya tersebut tidak akan mempercepat penyembuhan.

Sebagai contoh, nyeri pasca bedah yang tidak diobati dapat menyebabkan rasa sakit seperti ”diplintir”, bisa mengakibatkan hipoventilasi (untuk menahan rasa nyeri) yang pada akhirnya dapat menyebabkan atelektasis dan pneumonia. Untuk pengobatan nyeri akut yang efektif, harus diketahui neurofisiologinya.

Rangsang nyeri di teruskan melalui 2 jenis serabut syaraf. Serabut besar bermielin disebut sebagai serabut A-delta, menghantar secara cepat stimulasi nyeri fisik yang dapat memberikan keterangan tentang lokasi dan intensitas nyeri. Serabut kedua, serabut C, merupakan penghantar lambat nyeri tonik berupa karakter nyeri misalnya ”tumpul”, ”menyengat” (aching) atau rasa ”terbakar”. Neuron sensorik berupa neuron bipolar yang badan selnya terletak di ganglia cornu dorsalis yang masuk ke medula spinalis melalui cornu dorsalis. Disini terjadi sinaps dengan interneuron dalan traktus spinotalamikus lateral dan posterior asendens. Traktus ini melanjutkan informasi sensorik ke batang otak dan talamus dengan proyeksi kearah korteks serebri. Saat ini juga diketahui bahwa rangsang nyeri dapat diteruskan melalui syaraf simpatis yang menyertai pembuluh darah dan organ dalam tubuh.

Nyeri KronisKelainan ini dapat somatik atau psikologik atau keduanya (Dwarakanath 1991,

Portency 1997). Definisi tersebut seringkali diberi batasan parameter waktu, yang beberapa ahli menyatakan 3 bulan, sedangkan ahli lain memberi batasan 6 bulan atau lebih. Secara patofisiologik nyeri dibedakan menjadi: nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik, nyeri psikologik dan nyeri campuran atau yang sebabnya tak bisa ditentukan.

Nyeri nosisepsif berasal dari rangsangan reseptor nyeri dan bisa timbul akibat peradangan, deformasi mekanik atau perlukaan progresif. Jenis nyeri ini biasanya bereaksi baik dengan obat analgesik dan upaya non-farmakologik.

Nyeri neuropatik diakibatkan oleh kerusakan dari sistem syaraf pusat atau s.s. perifer. Jenis nyeri ini biasanya bereaksi buruk terhadap analgesik konvensional akan tetapi baik terhadap pengobatan anti-konvulsan, anti depresan dan anti aritmik, juga terhadap strategi non farmakologik.

Berbagai jenis nyeri mempunyai asal yang bersifat campuran, dan oleh karenanya memerlukan kombinasi dari berbagai macam terapi. Faktor psikologik mungkin memegang peran besar atas terjadinya nyeri kronis dan keadaan ini memerlukan berbagai pendekatan spesifik lain ketimbang pemberian analgesik.

Prevalensi nyeri kronis meningkat pada lansia. Pada sebagian besar lansia, nyeri merupakan masalah yang akan mempengaruhi aktifitas kegiatan sehari-hari dan kualitas hidupnya. Nyeri juga merupakan kadaan yang sangat mengganggu dan menyebabkan penyakit lain menjadi lebih parah.

Pada lansia assesment dan pengobatan yang teliti pada penderita nyeri kronis dapat memberi hasil yang memuaskan. Pada penelitian didapatkan 66% lansia yang dirawat di nursing home (panti rawat wredha) menderita nyeri kronis dan dari 66% ini 34% tidak terdeteksi sebelumnya. Pada lansia sering tidak melaporkan rasa nyeri dan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan nyeri. Keengganan ini mungkin dikarenakan adanya anggapan bahwa rasa nyeri itu umum didapat pada lansia serta rasa khawatir bahwa dokter mungkin akan menganggap remeh rasa nyeri tersebut.

Page 3: DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

Para dokter seharusnya mendengarkan keluhan nyeri ini secara serius. Karena bila asesmen tidak adekuat, penanganan sering tidak adekuat pula. Penting bagi klinisi untuk mendapatkan data lebih jauh dari anamnesis mengenai riwayat nyeri serta mengadakan evaluasi lanjutan. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa dibeberapa rumah sakit penanganan nyeri tidak adekuat dan tidak efektif.

Beberapa keadaan yang menyebabkan hal tersebut adalah...1. Kekurangan pengetahuan atau perhatian pada kontrol nyeri :

Kurang pengertian tentang patofisiologi dari nyeri Ketidaktahuan tentang obat-obatan analgesik Kurang trampil dalam cara pemberian obat analgesik secara regional.

2. Kekeliruan asesmen nyeri dan penyembuhannya3. Kekeliruan dalam komunikasi

karena rasa nyeri yang tak tertahankan, penderita sering menekankan perlunya analgesik pada para medis yang bertanggung jawab merawatnya.

4. Ketakutan akan adiksipara staf medis memberikan pengobatan yang kurang adekuat.

5. Ketakutan efek samping obat.6. Takut terjadi masking effect

PenatalaksanaanDalam penatalaksanaan nyeri, diagnosis spesifik untuk menentukan tipe nyeri

akan sangat membantupemilihan analgesik atau terapi lain. Diagnosis yang spesifik tersebut juga mengarahkan pengertian atas penyebab rasa nyeri. Bila nyeri disebabkan oleh penyakit vaskuler perifer, misalnya, obat-obat untuk memperbaiki sirkulasi, kompres hangat, perlindungan pada daerah ekstremitas, dan pemberian perhatian yang lebih pada daerah kulit dan kuku, sedangkan obat yang mengganggu sirkulasi jarus dihentikan.

Nyeri terus menerus yang membaik dengan obat lebih baik diberikan dosis teratur dengan interval yang tepat untuk mendapatkan efek obat yang menetap selama 24 jam. Menunggu sampai nyeri menjadi berat sebelum diberikan obat akan menyebabkan waktu yang lebih lama untuk mengontrol rasa nyeri dan seringkali membuat penderita akan sangat terfokus pada rasa nyeri tersebut.

Efek samping harus sudah diperkirakan dan sebaiknya diadakan tindakan pencegahan. Konstipasi merupakan efek samping yang sering (terutama dengan opiat), sedasi dan konfusio, dispepsia (obat AINS).

Berbagai obat dan tatacara pengobatan yang sering digunakan pada penatalaksanaan nyeri : I. Analgesik sederhana:

Parasetamol dan aspirin merupakan analgesik sederhana, dimana aspirin juga mempunyai efek anti-inflamasi. Dalam penatalaksanaan nyeri, aspirin tidak lebih baik dari obat AINS lain dan penggunaannya tidak di rekomendasikan untuk pemakaian rutin yang teratur.

Parasetamol merupakan analgesik yang paling sering digunakan, aman dan dapat diberikan secara teratur. Metabolismenya melalui glukuronidasi yang pada usia lanjut tidak berubah kapasitasnya. Hepatotoksisitas terjadi pada dosis yang lebih tinggi, dan dosis 4 g/hari merupakan dosis maksimal harian. Kadang-kadang dosis sampai 6 g/hari biisa diberikan, akan tetapi dosis tinggi seperti itu sebaiknya tidak diberikan dalam jangka

Page 4: DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

panjang. Apabila penekanan nyeri memerlukan dosis sampai 6 g/hari, maka parasetamol dengan dosis yang lebih rendah yang dikombinasi dengan fosfat kodein seringkali akan memberikan penyembuhan nyeri yang lebih baik.

II. Obat AINSObat AINS merupakan analgesik efektif dengan daya anti-inflamasi. Obat ini

sering digunakan pada artritis dan nyeri muskuloskeletal serta keluhan nyeri lain yang berdasar atas peradangan.

Untuk pemakaian pada usia lanjut, harus diperhatikan bahwa ekskresi ginjal sudah menurun, oleh karena itu obat AINS yang diekskresikan lewat ginjal (diflunisal, indometasin, naproksen, dan ketoprofen) harus diberikan dengan agak hati-hati. Perlu diperhatikan pula efek samping pada saluran cerna, yang seringkali meningkat dengan lunjutnya usia.

Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain konfusio, tinnitus, agitasi dan retensi cairan. Pada usia lanjut, harus diperhatikan bahwa terapi dengan obat AINS tidak harus diberikan selamanya, dan secara periodik harus diadakan reviu. Apabila inflamasi sudah terkontrol, fisioterapi mungkin dapat mempertahankan fungsi tubuh dan analgesik sederhana sudah cukup untuk mengobati nyeri ringan yang timbul.

III. Anti-konvulsanKarbamasepin, valproat sodium dan fenitoin sering digunakan pada nyeri

neuropatik. Pada usia lanjut, nyeri pasca-herpetika, nyeri pasca stroke dan nyeri neuropati perifer sering terdapat dan obat anti konvulsan ini lebih efektif dibanding analgesik untuk mengontrolnya. Efek samping sentral berupa sedasi, konfusio dan penurunan konsentrasi.

IV. AntidepresanNyeri kronik sering didapatkan dalam bentuk campuran dengan depresi klinik.

Depresi dapat diterapi dengan obat anti-depresan dan/atau psikoterapi. Apabila pengobatan ditujukan untuk depresinya dan bukan untuk nyeri neuropatik maka golongan SSRI, moklobemit atau anti-depresan merupakan pilihan karena efek sampingnya lebih baik.

V. Obat-obat lainKapsaisin merupakan obat topikal yang digunakan untuk nyeri neuropatik.

Kapsaisin mungkin berefek baik pada nyeri neuropatik neuralgia pasca herpetika, nyeri neuropatik perifer dan pada beberapa luka syaraf.

VI. Terapi fisik dan rehabilitasi lainLanjut usia dengan nyeri kronik biasanya mengalami perubahan fungsi pada

sendi-sendi, kekuatan otot, gerak langkah, postur, mobilitas, tingkat kebugaran dan ketergantungan sebagai akibat dari nyeri yang diderita

Teknik fisioterapi spesifik, antara lain olah-raga ringan, pelatihan pada gerak langkah, hidroterapi, interferential dan terapi panas atau dingin sangat berharga dalam pengurangan rasa nyeri.Terapi psikologik :

Page 5: DISUSUN OLEH - stikeskabmalang.files.wordpress.com file · Web viewHARIYANING WIDYASTUTI. NIM: 07.40.070. PEMBIMBING : ERFANDI S,Kep. NYERI DAN TATALAKSANAAN NYERI PADA LANSIA. Definisi

Lansi seringkali memerlukan intervensi psikologik untuk penatalaksanaan nyeri kroniknya. Edukasi tentang apa itu nyeri dan akibatnya, konseling, relaksasi, imagery, bio-feedback, teknik pengalihan (distraction), hipnosis atau meditasi bisa bermanfaat.

PenutupNyeri pada lansia dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, fisik dan

psikologis. Penanganan nyeri pada lansia, tergantung dari lokasi, lamanya nyeri tersebut berlangsung dan berbagai faktor lain yang mempengaruhinya. Nyeri akut harus diselesaikan segera, dan penanganan nyeri kronis harus dilakukan secara hati-hati. Penanganan nyeri harus dilakukan dengan asesmen yang sering melibatkan: psikiater, occupational therapist dan dibawah pimpinan geriatrist dari penyakit dalam. Terapi nyeri dapat dengan cara pemberian obat secara oral, injeksi, perilaku, operasi dan lain-lain yang melibatkan disiplin ilmu lain.

Referensi :Utama, Hendra, GERIATRI ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke-2, Jakarta, 2000