distosia kala I e.c inersia uteri sekunder

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obgyn

Citation preview

BAB I

PENDAHULUANPersalinan lama (Prolonged Labor/Dystocia) masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Persalinan lama merupakan penyebab 8% kematian ibu di negara-negara berkembang. Namun angka ini sebenarnya terlalu menyederhanakan pemasalahan persalinan lama. Hal ini dikarenakan dalam angka ini belum tercakup jumlah kematian ibu akibat komplikasi dari persalinan lama itu sendiri (misalnya: sepsis, perdarahan ante partum, atau ruptur uterus).1Di lain pihak, dapat pula terjadi overdiagnosis terhadap persalinan lama. Di Amerika Serikat, persalinan lama merupakan indikasi dilakukannya sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain diagnosis yang tidak tepat, penggunaan anestesi epidural, kekhawatiran yang berlebihan dan keterbatasan ketersediaan waktu para klinisi. Tidak semua kondisi persalinan lama disebabkan oleh kondisi-kondisi patologis. Namun kondisi ini perlu dikenali karena persalinan lama bisa saja merupakan sebuah indikasi bahwa diperlukan pengawasan dan penanganan yang lebih intensif atau bahkan diperlukan tindakan intervensi untuk mengakhiri persalinan. Hal yang menarik adalah persalinan lama sebenarnya dapat dicegah, dan hendaknya usaha pencegahan ini menjadi perhatian bagi seluruh tenaga kesehatan.2,3

Berdasarkan hal diatas, penting bagi seorang tenaga kesehatan khususnya dokter umum untuk mengerti dan memahami kondisi persalinan lama ini agar dapat dilakukan diagnosa yang tepat, dan penanganan yang tepat waktu pula dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiPersalinan lama atau distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Untuk menentukan adanya distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia dapat terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan. Distosia pada kala I aktif persalinan dapat dikelompokkan menjadi proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak adanya kemajuan persalinan sama sekali (arrest disorder).1

2.2Epidemiologi Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50% ibu dengan janin presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologis. Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk proses persalinan baik intervensi medis maupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama. Di Amerika Serikat, distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.

2.3Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu power, passenger dan passage. Power mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin. Passage mewakili kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.2.4Klasifikasi Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua, disebut arrest disorder.1Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu disproporsi sefalopelfik (cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya adalah failure to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok kedua disebabkan secara murni oleh gangguan kekuatan persalinan.12.5Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya persalinan lama, dapat diterangkan dengan memahami proses yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir, segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka. Jaringan otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic proportion), menjadi semakin nyata saat janin turun. Abnormalitas dalam proporsi fetopelvik, biasanya akan semakin nyata saat kala II persalinan dimulai.42.6Gambaran KlinisGambaran klinis dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan.1,2,4Fase Laten MemanjangFriedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preparatory division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division) adalah saat pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul (engagement), fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul (pelvic division). Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan (preparatory division) dan pembukaan (dilatational division) persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Awitan fase laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara

Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan pada fase laten. Fase Aktif Memanjang Kemajuan persalinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam pembukaan serviks yang dimulai pada pembukaan 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, disertai kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal atau awitan persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti dan berapa lama fase aktif harus berlangsung. Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara adalah 1,2 cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Kira-kira 25% persalinan nulipara dipersulit oleh kelainan fase aktif, sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.Memahami analasis Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction (partus berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (partus macet/tidak maju).

Friedman mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementara itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Prognosis persalinan berkepanjangan (protraction) dan macet (arrest) ini cukup berbeda, dimana disproporsi sefalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi. Sedangkan disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan macet. Keterkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjangan dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik.

Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan penggunaan partograf dalam tatalaksana persalinan. Dimana berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda. Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan

Pola PersalinanNuliparaMultipara

Persalinan Lama (protraction)

Pembukaan< 1,2 cm/jam 2 jam> 2 jam

Tidak ada penurunan> 1 jam> 1 jam

Sumber: American College of Obstetrician and GynecologistsKala Dua MemanjangKala II persalinan berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinan nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.

2.7Diagnosis

Adapun kriteria diagnosis dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi yang disarankan ditampilkan pada Tabel 2.2 dibawah ini.1,2,4

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu dalam mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua jenis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada fase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. Adapun contoh gambaran partograf untuk mendiagnosa persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan pada Gambar 2.3, sementara persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 3 Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Gambar 4 Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)

2.8Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akan dilakukan per abdominam melalui seksio sesarea.3,5Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lama merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badan 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi atau augmentasi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu atau palsu sering kali didiagnosa sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksio sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat (hypotonic uterus dysfunction atau inersia uteri). Tatalaksana yang dianjurkan adalah akselerasi persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan drip oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station 0 dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.2

2.9Komplikasi

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain adalah:2Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin, serta pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila terjadi persalinan lama.

Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan akan rupturnya segmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.

Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan dninding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang, kecuali di negara-negara yang belum berkembang.

Cedera Otot-otot Dasar Panggul Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul atau persarafan atau palsy penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul, sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.

Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1Identitas Pasien

Inisial

: NPL

Umur

: 27 tahun

Status

: Sudah Menikah

Agama

: Hindu

Suku/Bangsa

: Bali/Indonesia

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Desa Rendang

Nama Suami

: WW

Pekerjaan Suami

: Wiraswasta

Tanggal dijadikan kasus: 11 April 2015/Pk 08.00 WITA

3.2Anamnesis

3.2.1Keluhan Utama

Sakit perut hilang timbul

3.2.2Anamnesis Umum

Pasien datang dengan keluhan sakit perut hilang timbul sejak pukul 03.00 WITA (11/04/2015), sakit perut dirasakan dari punggung menjalar ke perut bagian atas dan bawah, makin lama dirasakan makin sering dan dirasakan makin keras dan tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh keluar lendir bercampur darah. Riwayat keluar air dari kemaluan (-). Gerak anak dirasakan baik, pertama kali dirasakan pada akhir bulan Oktober 2014.

3.2.3Anamnesis KhususRiwayat Menstruasi

Menarche umur 13 tahun, teratur setiap bulan dengan siklus setiap 28 hari, lamanya 3-4 hari tiap kali menstruasi

HPHT: 27 Juni 2014

TP

: 04 April 2015

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah 1 kali selama kurang lebih 1 tahun

Riwayat Persalinan

1. Hamil ini.

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Pasien kontrol di bidan secara teratur. Tes kehamilan positif pada akhir bulan Juli 2014. Tinggi badan pasien 155 cm. Selama kehamilan berat badan pasien terus meningkat dari berat badan 56 kg sebelum hamil, menjadi 67 kg. Tekanan darah pasien selama kontrol di bidan normal. Pasien tidak pernah kontrol di dokter kandungan.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi).

Riwayat Penyakit di Keluarga

Tidak ada dalam keluarga pasien memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi).

Riwayat Alergi Obat

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan.

3.3Pemeriksaan Fisik

3.3.1Status Present

Keadaan umum: Baik

Kesadaran

: E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah: 110/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu tubuh aksila : 36,7C

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 67 kg

3.3.2Status GeneralKepala

: Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen: Sesuai status obstetri

Ekstremitas: Akral hangat dan tidak ada oedem pada keempat

ekstremitas

3.3.3Status Obstetri

Mammae

Inspeksi

Hiperpigmentasi aerola mammae, ASI (-)

Payudara tampak tegang dengan puting menonjol

Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen

Inspeksi

Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae lividae, tidak tampak bekas luka sayatan.

Palpasi

Pemeriksaan Leopold

I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah process xiphoideus. Teraba bagian bulat dan lunak. Kesan bokong.

II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di kanan

III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).

IV. Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul, 4/5, divergen

Tinggi Fundus Uteri 35 cm

His (+) 2-3 kali/10 ~30- 35

Gerak janin (+)

Auskultasi

Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah umbilikus dengan frekuensi 12.11.12

Vagina

Inspeksi

Blood slym (+), bekas luka episiotomi (-)VT (Pk. 08.00 WITA)

Pembukaan serviks 1 cm, effacement 25%, ketuban (+), teraba kepala, denominator sulit dievaluasi, penurunan kepala Hodge I, tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.

Evaluasi Panggul

Promontorium tidak teraba

Linea innominata teraba 1/3-1/3 anterior

Lengkung sakrum cekung

Side wall sejajar

Spina Ischiadica tidak prominent

Arkus Pubis > 90

Distensia Intertuberositas sekepal tinju orang dewasa

Kesan Panggul Normal3.4 Pemeriksaan Laboratorium/USG

BPD37w2d

FL36w5d

AC34w3d

AVE 36w1d

EFW2758 gram

EDD07/05/2015

3.5Diagnosis

G1P0000, 41 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala, PK I Fase Laten (PBB 3720 gram)3.6Penatalaksanaan

Tx: Ekspektatif pervaginam

Mx: Keluhan, TTV

KIE: Pasien dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.7Perjalanan Persalinan Pasien

11 April 2015

Pk 12.00 WITA

SPasien mengeluh sakit perut hilang timbul, sakit perut semakin berat dibanding sebelumnya. Keluar blood slim (+), keluar air dari kemaluan (-).

OHis (+), 3-4x/10 ~ 35-40, Djj (+) 11.12.12 (140 kali/menit)

VT p 4 cm, eff 50%, ketuban (+),

teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, H I-II

tidak teraba bagian kecil/tali pusat

AssG1P0000, 41 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala, PK I Fase Aktif

PBB 3720 gramPKelola sesuai Partograf WHO

KIE Ibu dan keluarga tentang rencana dan tindakan (exp per vaginam)

Anjurkan ibu makan dan minum, mengatur pola nafas saat kontraksi, dan tenangkan ibu.

Pk.16.00 WITA

SPasien mengeluh sakit perut hilang timbul, sakit perut semakin berat dibanding sebelumnya. Keluar air dari kemaluan (+). Pasien tidak mau makan dan minum, pasien cemas dan berteriak-teriak tidak kuat menahan rasa sakit.

OHis (+), 3-4x/10 ~ 35-40, Djj (+) 11.12.12 (140 kali/menit),

VT p 8 cm, eff 75%, ketuban (-),

teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, H II-IIItidak teraba bagian kecil/tali pusat

AssG1P0000, 41 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala, PK I Fase Aktif

PBB 3720 gramPKelola sesuai Partograf WHO

KIE Ibu dan keluarga tentang rencana dan tindakan (exp per vaginam)

Anjurkan ibu makan dan minum, mengatur pola nafas saat kontraksi, dan tenangkan ibu.Pk.18.00 WITA

SPasien mengeluh ingin mengedan, pasien cemas dan menangis, tidak sabar ingin anaknya segera lahir. Pasien tidak mau makan dan minum.

OHis (+), 2x/10 ~ 25-30, Djj (+) 11.12.12 (140 kali/menit),

VT p 8 cm, eff 75%, ketuban (-),

teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, H II-III

tidak teraba bagian kecil/tali pusat

AssG1P0000, 41 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala + Partus Macet (Arrest disorder) e.c Inersia Uteri SekunderPBB 3720 gramPPersiapkan rujukan ke RS Bintang

Perbaiki power (his) :

O2 2 lpm

IVFD RL 1 flash tetes cepat, lanjut D5% 1 flash,

Rangsang taktil fundus dan puting susu,

Anjurkan ibu agar ibu lebih tenang, mengatur pola nafas, makan dan minum

KIE Ibu dan keluarga tentang rencana rujukan oleh karena persalinan macet

Pk.19.00 WITA

Evaluasi ulang sebelum rujukan

SPasien mengeluh ingin mengedan, pasien masih cemas, tidak sabar ingin anaknya segera lahir.

OHis (+), 2x/10 ~ 25-30, Djj (+) 11.12.12 (140 kali/menit),

VT p 8 cm, eff 75%, ketuban (-), edema serviks di bagian anterior

teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, H II-III

tidak teraba bagian kecil/tali pusat

AssG1P0000, 41-42 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala + Partus Macet (Arrest disorder) e.c Inersia Uteri Sekunder

PBB 3720

PRujuk ke RS Bintang

O2 2 lpm

IVFD RL 1 flash tetes cepat, lanjut D5% 1 flash,

Anjurkan ibu agar ibu lebih tenang, mengatur pola nafas, makan dan minum

KIE Ibu dan keluarga tentang rencana rujukan oleh karena persalinan macet

BAB IVPEMBAHASAN

4.1Masalah DiagnosisLaporan kasus ini membahas seorang ibu primigravida dengan usia kehamilan 41 minggu yang mengalami persalinan lama (arrest disorder) yang disebabkan oleh inersia uteri sekunder. Ibu datang dengan keluhan sakit perut hilang timbul yang mulai dirasakan teratur sejak pukul 03.00 WITA. Saat datang ke Puskesmas, ibu didiagnosis dengan G1P0000, UK 41 minggu, Tunggal/Hidup, Presentasi Kepala, PK I Fase Laten (PBB 3720 gram) dengan rencana terapi ekspektatif per vaginam. Pukul 12.00 WITA ibu memasuki fase aktif, kontraksi (his) teratur dengan frekuensi 3-4 kali setiap 10 menit selama 40-45 detik. Ibu kemudian diobservasi dengan panduan partograf WHO. Kemajuan persalinan (pembukaan serviks) berada mengikuti garis waspada, pada pukul 16.00 WITA pembukaan serviks 8 cm dengan kontraksi (his) 3 kali setiap 10 menit selama 40 detik. Diharapkan dalam waktu 2 jam ibu akan mengalami pembukaan lengkap. Pukul 18.00 WITA dilakukan evaluasi, ditemukan pembukaan tetap 8 cm, kontraksi (his) mengalami penurunan frekuensi dan intensitas, his berlangsung hanya 2 kali setiap 10 menit dengan durasi 25-30 detik. Ibu kemudian didiagnosis dengan persalinan macet (arrest disorder) e.c inersia uteri sekunder.

Jika meninjau klasifikasi atau kriteria diagnostik persalinan lama berdasarkan American College of Obstetrician dan Gynecologists, pada kasus ini seharusnya diagnosis persalinan lama, yakni protraction disorder, sudah dapat didiagnosis pada pukul 16.00 WITA dimana kecepatan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm/jam. Namun, jika mengikuti kriteria diagnosis WHO, protraction disorder didiagnosis jika kecepatan pembukaan serviks kurang dari 1cm/jam selama minimal 4 jam yang dicatat pada partograf WHO. Pada kasus ini, pada pukul 18.00 WITA, tidak terjadi kemajuan pembukaan dan penurunan kepala janin selama 2 jam sehingga diagnosis partus macet (arrest disorder) dapat dibuat.4.2Masalah Etiologi/Faktor Risiko

Jika meninjau etiologi dari persalinan lama, maka kita harus selalu mempertimbangkan faktor 3P, yakni power, passage, dan passenger. Power atau kontraksi uterus (his) pada kasus ini mengalami gangguan. Pada awal fase aktif persalinan, his adekuat dan disertai kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala janin. Namun, mendekati akhir fase aktif, his menjadi tidak adekuat untuk menyebabkan kemajuan pembukaan dan penurunan kepala janin. Kondisi seperti ini didiagnosis sebagai inersia uterus sekunder oleh karena his pada awalnya adekuat namun karena berbagai faktor menjadi tidak adekuat untuk menyebabkan kemajuan persalinan. Passage pada kasus ini normal, ukuran panggul normal dan tidak ada kelainan atau obstruksi jalan lahir. Passanger juga normal, ukuran janin tidak terlalu besar (TBBJ