Upload
raymond-fox
View
70
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trakeotomi dan dan trakeostomi adalah istilah yang sering digunakan untuk
tindakan pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat
sementara. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi
sedangkan tindakan yang membuat stoma agar udara dapat masuk ke dalam paru-
paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan
trakeostomi.1,2
Para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar 124 SM
merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan bedah
mengenai keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova (1500-1570)
mengemukakan penanganan bedah yang berhasil pada angina Ludwig pada tahun
1546. Tahun 1546-1833, tindakan bedah seperti ini sangat ditakuti, dan hanya 28
trakeostomi yang dilaporkan berhasil selama tiga abad ini.2 Trousseau dan
Bretonneau juga mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka melakukannya
untuk menangani kasus difteria dengan angka keberhasilan 25 persen (angka
penyembuhan yang cukup tinggi pada saat itu).1 Sampai tahun 1900-an
trakeostomi hanya dilakukan pada pasien yang hampir meninggal dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam
trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang) dan trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan
secara baik. Sedangkan menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang
tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga.3
Trakeostomi letak tinggi mulai ditinggalkan ketika Chevalier Jackson pada
tahun 1909 menggambarkan teknik trakeostomi moderen. Jackson
menggambarkan bahwa tingginya kerusakan dan stenosis pada laring dan trakea
yang dihubungkan dengan tindakan trakeostomi letak tinggi dalam artikelnya
pada tahun 1921 yang berjudul “High Tracheotomy and Other Errors: The Chief
1
2
Cause of Chronic Laryngeal Stenosis.” Dalam artikel ini Jackson mengatakan
bahwa tingginya angka stenosis laring dan trakea akibat tindakan trakeostomi
letak tinggi, yang merusak kelenjar tiroid dan trakea. Jackson kemudian
menyarankan trakeostomi dibawah cincin trakea kedua yang secara signifikan
mengurangi stenosis laring dan trakea dan dapat menurunkan angka kematian dari
25% sampai 1-2%, terutama pada anak-anak. Teknik ini telah diikuti sampai
sekarang.4
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud trakeostomi?
2. Apa indikasi trakeostomi?
3. Siapakah petugas medis yang boleh melakukan trakeostomi?
4. Apa saja komplikasi trakeostomi?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Trakea
Trakea adalah sebuah tabung kartilaginosa dan membranosa yang dapat
bergerak. Dimulai sebagai lanjutan laring dari pinggir bawah kartilago krikoidea
setinggi korpus vertebrae servikalis VI. Berjalan turun ke bawah di garis tengah
leher. Di dalam rongga thorax, trakea berakhir pada carina dengan cara membelah
menjadi bronkus prinsipalis dekstra dan sinistra setinggi angulus sterni (di depan
diskus antara vertebra torakalis IV dan V), terletak sedikit agak ke kanan dari
garis tengah. Pada ekspirasi, bifurkasio dapat turun sampai setinggi vertebra
torakalis VI. Jaraknya sekitar 3 cm.
Pada orang dewasa, panjang trakea sekitar 11,25 cm dan diameter 2,5 cm.
Pada bayi, panjang trakea sekitar 4-5 cm dan diameter sekitar 3 mm. Selama
bertumbuhan anak-anak, diameter trakea bertambah sekitar 1 mm setiap tahunnya.
Tabung fibroelastika dipertahankan utuh dengan adanya kartilago hialin berbentuk
U (cincin) di dalam dindingnya. Ujung posterior kartilago yang bebas
dihubungkan oleh otot polos, muskulus trakealis.
Membran mukosa trakea dilapisi oleh epitel silinder bertingkat semu bersilia
serta mengandung banyak sel goblet dan glandula mukosa tubular.
4
Batas-batas trakea di dalam leher:
Anterior: Kulit, fascia, ismus glandula tiroidea (didepan cincin
kedua, ketiga dan keempat), vena tiroidea inferior, arcus jugularis,
arteria tiroidea ima (jika ada), dan vena brachiocephalica kiri pada
anak-anak, ditutupi oleh musculus sternocleidomastoideus dan
musculus sternohyoideus.
Posterior: nervus laringeus rekuren kanan dan kiri serta esofagus.
Lateral: lobus glandula tiroidea dan sarung karotis serta isinya.
Batas-batas trakea di dalam mediastinum superior:
Anterior: sternum, timus, vena brachiocephalica sinistra, pangkal
arteria brachiochepalica dan carotis communis sinistra, dan arcus aorta
Posterior: esofagus, nervus laringeus rekuren sinistra.
Kanan: vena azigos, nervus vagus dekstra, dan pleura.
Kiri: arcus aorta, arteri carotis communis sinistra, arteri subclavia
sinistra, nervus vagus sinistra dan nervus frenikus sinistra dan pleura.
2.2. Obstruksi Jalan Napas
5
1. Patofisiologi Obstruksi Jalan Napas
2. Tatalaksana Obstruksi Jalan Napas
2.3. Trakeostomi
1. Definisi
Trakeotomi dan dan trakeostomi adalah istilah yang sering
digunakan untuk tindakan pembukaan dinding anterior leher guna
mencapai trakea yang bersifat sementara. Insisi yang dilakukan pada
trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang membuat
stoma agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan
menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan
trakeostomi.1,2
2. Indikasi
Secara umum, indikasi trakeostomi adalah1,4,6
Mengatasi obstruksi jalan nafas atas
Membantu respirasi untuk periode yang lama
Mempermudah pengisapan sekret dari saluran nafas bawah
6
Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko
aspirasi
Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
sehingga memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.
3. Peralatan Trakeostomi
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah
spuit dengan obat analgesia, skalpel, pinset anatomi, gunting panjang
yang tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea
yang ukurannya cocok untuk pasien.
4. Prosedur Trakeostomi
a. Trakeostomi Elektif
b. Trakeostomi Darurat
5. Trakeostomi pada Bayi dan Anak
7
6. Perawatan Pasca Trakeostomi
7. Dekanulasi
8. Komplikasi
Komplikasi Intraoperatif
Komplikasi sering timbul selama pembedahan, namun ahli
bedah yang waspada akan dapat mengenali, mencegah dan mengatasi
komplikasi tersebut.3
Perdarahan dapat dicegah dengan diseksi garis tengah elektif,
dengan mengikat semua pembuluh darah dan pemeriksaan yang
cermat pada tiap permukaan dimana darah merembes.
Pneumotoraks merupakan komplikasi trakeostomi pada anak-
anak akibat posisi pleura, ini dapat dicegah seperti yang telah
dijelaskan di atas, dapat ditemukan secara dini melalui
auskultasi dan radiogram dada serta diatasi dengan pemasangan
tuba dada. Komplikasi ini jarang pada dewasa, namun bila
terjadi biasanya dengan tkenan intratoraks yang tinggi dan
dengan ruptur bleb emfisematosa.
Aspirasi
Henti jantung
Pneumomediastinum
8
Komplikasi Lanjut
Komplikasi ini cukup bermakna dalam hal variasi dan
jumlahnya, sehingga perlu usaha-usaha pencegahan. 3
Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh
utama, biasanya arteri inominata.
Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril ddan
humidifikasi. Antibiotik profilaksis harus dilarang karena
memungkinkan perkembangan bakteri oportunistik.
Obstruksi jalan napas terjadi akibat posisi tuba yang tergeser
atau oklusi lumen. Penanganannya tergantung pada berapa lama
terjadinya setelah pembedahan. Bila telah melampaui 48 jam
dilakukan trakeostomi, maka perawat dapat diperintahkan untuk
memotong tali pengikat leher, mengeluarkan tuba, dan
memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang menutup lumen
tuba harus dibersihkan. Memasukkan kembali tuba dapat
dilakukan setelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat
diinstruksikan untuk memasukkan kait ke dalam stoma dan
menahan jalan napas pada tempatnya, sebelum mengeluarkan
dan mengamati tuba yang baru saja dipasang. Bila situasi tidak
mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan sendiri oleh dokter.
Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan hati-hati
ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan menunjukkan
jalur kembali ke stoma untuk penggantian tuba. 3
Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang
hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba
bermanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan
tuba nasogastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit
primernya ataupun akibat pneumonia aspirasi lewat fistula.
Perbaikan bedah amat kompleks dan melibatkan penempatan
otot-otot leher di antara trakea dan esofagus setelah perbaikan
primer pada fistula. 3
9
Steonis trakea semakin meningkat karena pasen seringkali
memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba
bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu
komplikasi melainkan suatu parut pasca operasi yang telah
diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter
lumen 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau
kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan
eksisi endoskopik atau memasang stent pada jalan napas. 3
BAB III
PEMBAHASAN
10
3.1. Apa yang dimaksud trakeostomi?
Trakeotomi dan dan trakeostomi adalah istilah yang sering digunakan untuk
tindakan pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat
sementara. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi
sedangkan tindakan yang membuat stoma agar udara dapat masuk ke dalam paru-
paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan
trakeostomi.1,2
3.2. Apa indikasi trakeostomi?
Secara umum, indikasi trakeostomi adalah1,4,6
Mengatasi obstruksi jalan nafas atas
Membantu respirasi untuk periode yang lama
Mempermudah pengisapan sekret dari saluran nafas bawah
Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi
Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher sehingga
memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.
3.3. Siapakah petugas medis yang boleh melakukan trakeostomi?
3.4. Apa saja komplikasi trakeostomi?
Komplikasi Intraoperatif
Komplikasi sering timbul selama pembedahan, namun ahli bedah yang
waspada akan dapat mengenali, mencegah dan mengatasi komplikasi tersebut.3
Perdarahan dapat dicegah dengan diseksi garis tengah elektif, dengan
mengikat semua pembuluh darah dan pemeriksaan yang cermat pada tiap
permukaan dimana darah merembes.
Pneumotoraks merupakan komplikasi trakeostomi pada anak-anak akibat
posisi pleura, ini dapat dicegah seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat
ditemukan secara dini melalui auskultasi dan radiogram dada serta diatasi
dengan pemasangan tuba dada. Komplikasi ini jarang pada dewasa, namun
11
bila terjadi biasanya dengan tkenan intratoraks yang tinggi dan dengan
ruptur bleb emfisematosa.
Aspirasi
Henti jantung
Pneumomediastinum
Komplikasi Lanjut
Komplikasi ini cukup bermakna dalam hal variasi dan jumlahnya, sehingga
perlu usaha-usaha pencegahan. 3
Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya
arteri inominata.
Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril ddan humidifikasi.
Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan
bakteri oportunistik.
Obstruksi jalan napas terjadi akibat posisi tuba yang tergeser atau oklusi
lumen. Penanganannya tergantung pada berapa lama terjadinya setelah
pembedahan. Bila telah melampaui 48 jam dilakukan trakeostomi, maka
perawat dapat diperintahkan untuk memotong tali pengikat leher,
mengeluarkan tuba, dan memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang
menutup lumen tuba harus dibersihkan. Memasukkan kembali tuba dapat
dilakukan setelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat diinstruksikan
untuk memasukkan kait ke dalam stoma dan menahan jalan napas pada
tempatnya, sebelum mengeluarkan dan mengamati tuba yang baru saja
dipasang. Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan
sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan
hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan menunjukkan
jalur kembali ke stoma untuk penggantian tuba. 3
Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan
telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba bermanset dan ventilasi
terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba nasogastrik, namun seringkali
meninggal akibat penyakit primernya ataupun akibat pneumonia aspirasi
12
lewat fistula. Perbaikan bedah amat kompleks dan melibatkan penempatan
otot-otot leher di antara trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada
fistula. 3
Stenosis trakea semakin meningkat karena pasen seringkali memerlukan
ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset. Menurut Fearon,
stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan suatu parut pasca
operasi yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila
diameter lumen 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau
kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan eksisi
endoskopik atau memasang stent pada jalan napas. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Russell, Claudia dan Matta, Basil. 2004. Trachesotomy a multiprofesional
13
2. handbook. Cambridge: New York
3. Adam, GL., Boies, LR., dan Higler, PA. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit
THT. EGC: Jakarta
4. Soepardi. EA., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
5. Weissler, C Mark, et al. 2006. Head & NeckSurgery-Otolaryngology.
Lippincott Williams & Wilkins. 4th Edition; 786-795.
6. Bhandary, Rakesh dan Niranjan, Niraj. 2011. Tracheostomy Anaesthesia
Tutorial Of The Week 241. (Http://www.totw.anesthesiologists.org, diakses
4 Juni 2014).