8
Menelusuri tinggalan Arkeologi Kesultanan Samudera Pasai (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan Kesultanan Samudera Pasai, diselenggarakan oleh Lembaga Pentashihan & Mushaf alQuran, Di BQMI, TMII Jakarta, 18 Maret 2015 ) Oleh Budi Sulistiono Wilayah Samudera Pasai itu memang strategis karena menghadap Selat Malaka. Secara geografis Kesultanan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Peureulak di daerah Lhokseumawe (sekarang pantai timur Aceh). Lokasi bekas Kesultanan Samudera Pasai, kemungkinan di hulu Sungai Peusangan yang pada waktu itu merupakan jalur perdagangan penting. Sultan pertama Samudera Pasai adalah Malik ash-Sholeh. Ia diislamkan oleh Syeikh Ismail, seorang Ulama dari Makkah, yang kemudian memberinya nama Sultan Malik ash-Sholeh dan gelar Zillullah fil Ardh (bayangan Allah di bumi). Saat itu Samudera Pasai sangat strategis sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Kontak dagang dilakukan ke daerah semenanjung Malaka, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, hingga Gresik di Jawa Timur. Sukses besar ini telah menghantarkan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan yang ramai. Banyak pedagang dari Pegu, Calicut, Tamil, Arab, Cina dan India datang untuk berdagang dan menyebarkan Islam, karenanya tak heran jika Kesultanan ini memperoleh sumber pendapatan yang besar dari pajak perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan Pasai yang sangat strategis itu dijadikan sebagai tempat transit barang- barang dari berbagai negara sebelum diekspor ke tempat lain. Kesultanan Samudra Pasai mampu memanfaatkan ramainya perdagangan internasional yang dilakukan oleh para pedagang Islam. Dengan letaknya yang strategis ini, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Menurut catatan Ibnu Battutah, seorang pengelana yang pernah berkunjung ke Pasai pada 1345 (pada masa Sultan Mahmud Malik az-Zahir) menceritakan bahwa ketika itu jumlah penduduk di Ibu Kota Pasai adalah 20.000 orang.Kesultanan Islam Samudera Pasai semakin berkembang didukung kekuatan angkatan laut yang cukup besar menurut ukuran masa itu dan mutlak diperlukan untuk mengawasi perdagangan di wilayah kekuasaannya. Kesultanan Samudera Pasai menghasilkan komoditas perdagangan ekspor seperti lada, sutra, kapur barus dan banyak lagi komoditas ekspor yang bisa diperoleh karena Kesultanan Samudera Pasai adalah tempat pengumpul barang dari berbagai daerah. Selain itu, dalam Kesultanan Samudera Pasai terdapat beberapa jenis barang dari Cina yang dapat dibeli pedagang lainnya tanpa harus berlayar ke Cina. Perdagangan yang menjadi basis hubungan dan jaringan yang tetap dengan kerajaan-

(Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Menelusuri tinggalan Arkeologi Kesultanan Samudera Pasai

(Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan Kesultanan Samudera

Pasai, diselenggarakan oleh Lembaga Pentashihan & Mushaf alQur’an, Di BQMI,

TMII Jakarta, 18 Maret 2015 )

Oleh Budi Sulistiono

Wilayah Samudera Pasai itu memang strategis karena menghadap Selat Malaka.

Secara geografis Kesultanan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Peureulak di

daerah Lhokseumawe (sekarang pantai timur Aceh). Lokasi bekas Kesultanan

Samudera Pasai, kemungkinan di hulu Sungai Peusangan yang pada waktu itu

merupakan jalur perdagangan penting. Sultan pertama Samudera Pasai adalah Malik

ash-Sholeh. Ia diislamkan oleh Syeikh Ismail, seorang Ulama dari Makkah, yang

kemudian memberinya nama Sultan Malik ash-Sholeh dan gelar Zillullah fil Ardh

(bayangan Allah di bumi).

Saat itu Samudera Pasai sangat strategis sebagai pusat pelayaran dan

perdagangan di Nusantara. Kontak dagang dilakukan ke daerah semenanjung Malaka,

pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, hingga Gresik di Jawa Timur. Sukses besar

ini telah menghantarkan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan yang ramai.

Banyak pedagang dari Pegu, Calicut, Tamil, Arab, Cina dan India datang untuk

berdagang dan menyebarkan Islam, karenanya tak heran jika Kesultanan ini

memperoleh sumber pendapatan yang besar dari pajak perdagangan dan pelayaran.

Pelabuhan Pasai yang sangat strategis itu dijadikan sebagai tempat transit barang-

barang dari berbagai negara sebelum diekspor ke tempat lain. Kesultanan Samudra

Pasai mampu memanfaatkan ramainya perdagangan internasional yang dilakukan oleh

para pedagang Islam. Dengan letaknya yang strategis ini, maka Samudra Pasai

berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Menurut catatan Ibnu

Battutah, seorang pengelana yang pernah berkunjung ke Pasai pada 1345 (pada

masa Sultan Mahmud Malik az-Zahir) menceritakan bahwa ketika itu jumlah

penduduk di Ibu Kota Pasai adalah 20.000 orang.Kesultanan Islam Samudera Pasai

semakin berkembang didukung kekuatan angkatan laut yang cukup besar menurut

ukuran masa itu dan mutlak diperlukan untuk mengawasi perdagangan di wilayah

kekuasaannya. Kesultanan Samudera Pasai menghasilkan komoditas perdagangan

ekspor seperti lada, sutra, kapur barus dan banyak lagi komoditas ekspor yang bisa

diperoleh karena Kesultanan Samudera Pasai adalah tempat pengumpul barang dari

berbagai daerah. Selain itu, dalam Kesultanan Samudera Pasai terdapat beberapa jenis

barang dari Cina yang dapat dibeli pedagang lainnya tanpa harus berlayar ke Cina.

Perdagangan yang menjadi basis hubungan dan jaringan yang tetap dengan kerajaan-

Page 2: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

kerajaan luar seperti Malaka, Cina, India dan sebagainya, telah menjadikan Kesultanan

Samudera sangat terkenal dan berpengaruh di kawasan Asia Tenggara terutama pada

abad ke XIV dan XV. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan

Sriwijaya (684 M- 1377 M) di Selat Malaka.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Sholeh, datang seorang musafir dari

Venesia (Italia) tahun 1292, bernama Marcopolo. Melalui catatan perjalanannyalah

dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Marcopolo juga

memberitakan, tahun 1267 telah berdiri Kesultanan Islam, yaitu Samudra Pasai.

Kesultanan Samudera Pasai yang juga dikenal dengan Samudera Darussalam, adalah

Kesultanan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kini dalam wilayah

administratif Kabupaten Aceh Utara, 20 Km dari Kota Lhokseumawe. Menurut tradisi

Kesultanan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13, konon didirikan oleh Nizamuddin

Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat dicerahkannya,

kemudian mengangkat Muerah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan

Malik as-Sholeh (1285 - 1297). Sumber lain menyebutkan Kerajaan Samudra Pasai yang

didirikan oleh Muerah Silu bergelar Sultan Malik ash-Sholeh, sebagai raja pertama yang

memerintah tahun 1285 – 1297.

Sultan Malik as-Sholeh adalah salah seorang keturunan raja yang berhasil

mencerahkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kesultanan Samudera pada

tahun 1270 M. Menurut tradisi, ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari

Kesultanan Islam Peureulak. Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama

Malik adh-Dhahir dan Malik al-Mansur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malik as-

Sholeh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malik adh-Dhahir. Ia mendirikan

kesultanan baru bernama Pasai. Ketika Malik as-Sholeh mangkat, Malik adh-Dhahir

menggabungkan kedua kerajaan di daerah Peureulak, seperti Rimba Jreum dan

Seumerlang menjadi Samudera Pasai.

Di abad ke-13 M hingga awal abad ke-16 M, Pasai merupakan wilayah penghasil

rempah-rempah terkemuka di dunia, dengan lada sebagai salah satu komoditas

andalannya. Setiap tahunnya, Pasai mampu mengekspor lada sekitar 8.000 hingga 10

ribu bahara. Tak cuma itu, Pasai pun merupakan produsen komoditas lainnya seperti

sutra, kapur barus, serta emas.

Selain menjalin kongsi dengan negara-negara dari luar Nusantara, hubungan

dagang dengan pedagang-pedagang dari Pulau Jawa pun begitu baik. Bahkan, para

saudagar Jawa mendapat perlakuan yang istimewa. Mereka tak dipungut pajak.

Biasanya para saudagar dari Jawa menukar beras dengan lada. Hikayat Raja-raja Pasai

menyebutkan, "… begitu banyak barang yang diangkut sehingga kapal-kapal

Majapahit pulang dari Pasai bagaikan itik berenang. Hanya kelihatan kepalanya, akibat

membawa muatan terlampau banyak." Bukti kedekatan Samudera Pasai dengan Tanah

Jawa hingga berwujud kesinambungan Aceh-Jawa, atau antara Kerajaan Samudera

Pasai dan Keraton Mataram, kian nampak jelas. Misalnya, di makam Sultan Agung di

Page 3: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Imogiri, Yogya, terdapat guci air abad XVII kiriman Sultan Iskandar Muda dari

Samudera Pasai.

Sebagai Kesultanan Islam, Samudera Pasai juga memiliki kontribusi yang besar

dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Jawa. Samudera Pasai banyak

mengirimkan ulama serta muballigh untuk menyebarkan agama Allah SWT ke Pulau

Jawa. Selain itu, banyak juga ulama Jawa yang menimba ilmu agama di Pasai. Menurut

tradisi, Wali Songo merupakan bukti eratnya hubungan antara Samudera Pasai dengan

perkembangan Islam di Pulau Jawa. Konon, Sunan Kalijaga merupakan menantu

Maulana Ishak, Sultan Pasai. Selain itu, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di

wilayah Cirebon serta Banten, menurut tradisi putera daerah Pasai. Juga sejumlah

bangsawan Aceh ikut pindah ke Majapahit (berdiri 1296 M) dan kelak menjadi

penyebar agama Islam pertama di Jawa. Antara lain adik Putri Champa bernama

Pangeran Makhudum yang nantinya dikenal sebagai Sunan Ampel. Dengan izin kakak

iparnya Raja Majapahit yang masih beragama Hindu, Makhudum diizinkan membuka

pesantren. Izin tersebut diberikan agar dia bersedia menetap di Jawa dan kakaknya

tidak merasa kesepian. Makhudum memilih Desa Ampel Gading di pinggir Sungai

Mas, Surabaya, dan kemudian menjadi salah seorang Wali. Kalau kita mendalami Serat

Tajussalatin (kodifikasi hukum tata pemerintahan dan petunjuk memerintah dengan

prinsip keadilan), kian jelas keterjalinan Samudera Pasai. Buku berbahasa dan berhuruf

Jawa yang dipakai di Keraton Yogya tersebut merupakan salinan dari Kitab Tajussalatin,

tulisan berhuruf Jawi berbahasa Pasai, berasal dari masa pemerintahan Sultan Alaud-

Din Ri’ayat Syah (1589-1604). Syekh Yusuf-seorang sufi dan ulama penyebar Islam di

Afrika Selatan yang berasal dari Makassar, juga pernah menimba ilmu di Pasai. Data ini

membuktikan bahwa meskipun zaman itu masih belum canggih, namun sudah terjalin

jaringan intelektual antara Aceh dan Jawa dan juga dengan seluruh Nusantara.1

Dengan demikian, masa pemerintahan Malik as-Sholeh, Samudera Pasai memiliki

kontribusi yang besar dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Air.

Setelah Sultan Malik as-Sholeh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh

keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik adz-Dzahir I (1297

– 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar

Sultan Malik adh-Dhahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai

berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-Kesultanan Islam di

India maupun Arab. Melalui catatan kunjungan Ibnu Battutah tahun 1345 dapat

diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun

dan diatur secara arsitektur India dan patihnya bergelar Amir. Petualang Muslim asal

Maroko ini, juga menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan dan kemajuan

Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari pada tahun 1345

M. Sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah. Basis

1 Harian KOMPAS, “Teuku Ibrahim Alfian, Keterikatan Samudera Pasai-Mataram”, 06 Mei 2003

Page 4: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Menurut cerita Ibnu Battutah,

perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung

oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman

berdagang di Samudra Pasai. Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting

adalah lada, kapur barus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah

dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan deureuham (dirham).

Mata uang tersebut menggunakan nama-nama Sultan : Alauddin, Sultan Manshur

Malik Az-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11

mata uang dirham di antaranya bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik Az-Zahir,

Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah, semuanya adalah raja-raja Samudera Pasai pada

abad ke-14 M dan 15 M. Hal ini menunjukkan kemakmuran Pasai.

Kesultanan Samudra Pasai memiliki pengaruh atas pelabuhan-pelabuhan

penting di Pidie, Peureulak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa

pemerintahan Sultan Malik adh-Dhahir II. Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa

dampak pada kehidupan sosial, masyarakat Samudra Pasai menjadi makmur. Dan di

samping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan

dan hidup saling menghormati sesuai dengan Syari’at Islam.

Kesultanan ini memiliki kabinet dan angkatan perang. Di darat dan laut,

pasukannya tangguh. Hubungan diplomatiknya lancar. Bisnis ke Cina, Terengganu,

dan Pattani, dengan birokrasi yang relatif mulus. Bilateral dengan Turki yang dikuasai

oleh Ottoman (Usmani) masa itu, juga mesra. Fatwa demi fatwa disetujui oleh Sultan

sekaligus Khalifah Usmaniyah. Atas rancangan usulan dari Kesultanan Samudera

Pasai, Khalifah tunggal di Istambul (dulu Anatoli Tengah) berkompeten untuk

memutuskan hukum.Samudera Pasai saat jayanya mempunyai semacam Mahkamah

Agung sendiri.

Sebagai sebuah kerajaan yang berpengaruh, Pasai juga menjalin persahabatan

dengan penguasa negara lain, seperti Champa, India, China, Majapahit, dan Malaka.

Menurut Marco Polo, Sultan Malik as-Saleh sangat menghormati Kubilai Khan,

penguasa Mongol. Hubungan diplomatik dengan Cina sangat lancar. Laksamana

Muhammad Cheng Ho berkali-kali mengirim utusan ke sini. Ekspedisi-ekspedisi yang

membawa insinyur perkapalan, ahli senjata, sarjana pertanian, dan muballig,

mempererat Pasai-Cina. Salah satu wujud kemesraan ini, hingga sekarang yang masih

tersisa, dapat disaksikan berupa lonceng Cakra Donya sebagai hadiah Kaisar kepada

Sultan Malikud-Dhahir.2

2 Cakra Donya adalah hadiah berupa bel itu terbuat dari besi dan diproduksi pada tahun 1409 M.

Bel itu dipindahkan ke Banda Aceh sejak Portugis dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayyat Syah. Hadiah

ini disimpan di Museum Banda Aceh.

Page 5: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan

musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat

pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang memberikan tanda mata (souvenir).

Sebagai kesultanan besar, di kesultanan ini juga berkembang suatu kehidupan yang

menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil

memanfaatkan huruf Arab, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah

yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara

karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai. Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis

sekitar tahun 1360 M. Hikayat Raja Pasai menandai dimulainya perkembangan sastra

Melayu klasik di bumi Indonesia. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan

oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawwuf. Di antara buku tasawwuf

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzu/, karya Maulana

Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum

Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit

peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat

tamaddun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.Pada masa selanjutnya pemerintahan

Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang

juga bergelar Sultan Malik adh-Dhahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu,

kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak

adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui

secara jelas.

Samudra Pasai mengembangkan sikap keterbukaan dan kebersamaan. Namun,

Sekitar tahun 1511 M, Samudera Pasai, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh

dan pesisir timur Sumatera seperti Peureulak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya

(Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh

kolonial Portugis. Samudera Pasai ditaklukkan Portugis pada 1521, dan selama tiga

tahun diduduki. Pada tahun 1524 Sultan Ali Mughayyat Syah, berhasil

menyelamatkan dan merebut Pasai dari tangan Portugis. Apa pun kondisinya,

Samudra Pasai – tercatat dalam sejarah telah berperan sebagai pusat penyebaran Islam

ke berbagai kawasan.

Peninggalan

Sebagai bekas Kesultanan Islam besar, Samudra Pasai meninggalkan berbagai

jenis sisa budaya dan tradisi yang sebagian terekam dalam artefak, naskah, dan tradisi

tutur. Tinggalan budaya material (arkeologi) Samudra Pasai antara lain dapat diamati

dari sebaran makam Islam awal. Hal ini dibuktikan adanya batu nisan makam Sultan

Malik as-Sholeh (wafat, 1296), Sultan pertama Samudra Pasai.

Page 6: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Nisan makam Sultan Malik ash-Sholeh

Batu nisan Sultan Malik as-Sholeh - batunya terbuat dari bahan pualam putih diukir

dengan tulisan arab yang sangat indah berisikan ayat al-Quran dan keterangan tentang

tokoh yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Di tempat ini juga dapat

disaksikan situs-situs makam kuno Kuta Kerang, Beuringin, Bate Ballee, Kota Krueng,

Peut Ploh Peut, Pie, Mancang, dan Blang Pria.

Page 7: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

Dari muka tanah di Peut Plot Peut, dekat Meusanah Beuringin berhasil dikumpulkan

sample-sampel pecahan gerabah local dalam jumlah besar yang umumnya polos,

manik-manik dari batu (mutesala) serta fragmen gelang-gelang kaca, pecahan keramik

asal Cina Annam dan Siam yang seluruhnya dari abad ke- 14-17 M. Temuan penting

lain adalah pecahan gerabah local dan keramik asing, serat fragmen-fragmen benda

dari besi, perunggu dan timah. Selain itu, ditemukan dua mata uang kuna dari timah

yang berasal dari masa pemerintahan Sultan Malik Al Zahir. Deureuham atau Dirham

merupakan alat pembayaran dari emas tertua di Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan

kemakmuran Pasai. Tinggalan arkeologi lainnya adalah Cakra Donya adalah hadiah

yang diberikan Kaisar Cina kepada Sultan Samudera Pasai. Hadiah berupa bel itu

terbuat dari besi dan diproduksi pada tahun 1409 M. Bel itu dipindahkan ke Banda

Aceh sejak Portugis dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayyat Syah. Ditemukan pula

Page 8: (Disampaikan dalam Diskusi Persiapan Pameran Peninggalan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39266/2/Fulltex.pdf · Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan, "… begitu

prasasti berbahasa Tamil di Barus dan Banda Aceh. Ini bukti kontak lain dengan

wilayah luar di daerah Aceh.