Upload
jamridafrizal
View
23
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Abstrak. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Problem-based Learning (PBL) adalah salah satu model yang sering dipakai dalam pembelajaran yang berbasis masalah,keterlibatan siswa secara aktive untuk memecahkan masalah adalah inti dari model ini. PBL yang selama ini ada belum diwarnai dengan unsur islam, sebagai pengajar dan peserta didik muslim wajib memasukan unsur ini dalam pembelajaran agar mendapatkan kebaikan dari Allah di dunia dan di akhirat
Citation preview
jamridafrizalNim 7117140015
TP.A
PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
Dr.Khaerudin, M.Pd.
Dosen Prof.Dr.Diana Nomida Musnir, M.Pd
Dimensi Teologis Islam Dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
1
Jamridafrizal
Abstrak. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakansebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Problem-basedLearning (PBL) adalah salah satu model yang sering dipakai dalampembelajaran yang berbasis masalah,keterlibatan siswa secara aktive untukmemecahkan masalah adalah inti dari model ini. PBL yang selama ini adabelum diwarnai dengan unsur islam, sebagai pengajar dan peserta didikmuslim wajib memasukan unsur ini dalam pembelajaran agar mendapatkankebaikan dari Allah di dunia dan di akhirat
Kata kunci: Problem Based Learning (PBL), Model Pembelajaran, dismensiteologis islam dalam PBL
A. Apa Itu Model Pembelajaran?
Arends menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to
instruction that includes its goals, syntax, environment, and management ystem.”
Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga
model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan,
strategi, metode atau prosedur.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain dapat juga
diartikan bahwa Model instruksional diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa model instruksional memiliki arti yang sama
dengan pendekatan, strategi atau metode instruksional. Saat ini telah banyak
dikembangkan berbagai macam model instruksional, dari yang sederhana sampai
model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam
penerapannya..
Dimensi Teologi Islam Dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
2
Joice mengemukakan bahwa sebuah model instruksional pembelajatan mesti
memiliki lima unsur dasar yaitu (1) syntax, yaitu langkah-langkah operasional
instruksional, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam
instruksional, (3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya
Pengajar memandang, memperlakukan, dan merespon Peserta didik, (4) support
system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung
instruksional, dan (5) instructional dan nurturant effects—hasil belajar yang
diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang ditetapkan (instructional effects) dan
hasil belajar di luar yang ditetapkan (nurturant effects).
B. Apa Fungsi Model Dalam Pembelajaran?
Sebuah model dalam pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran. Oleh sebab itu, ketika kita memilih sebuah model
sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan
(kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat
kemampuan peserta didik. Tanpa sebuah model pembelajaran yang cocok maka
sebah pembelajaran tidak dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran
dan tidak akan mendapat sebuah hasil yang menggembirakan.
C. Dimensi Teologi Islam Dalam Model Pembelajaran
Teologis secara harfiah berasal dari bahasa Yunani berarti ilmu ketuhanan. Dalam
konteks makalah ini penulis menggaris bawahi bagaimana praktek pembelajaran
sesuai dengan nilai teologi islam, yaitu nilai yang berazaskan pada ajaran islam
dengan tujuan akhirnya adalah Tuhan Yang Satu (Allahu Ahad).
Dimensi teologi wajib ada dalam model pembelajaran, karena dapat memberikan
arah yang benar bagi pengajara dan peserta didik dalam pembelajaran. Tidak dapat
kita pungkiri bahwa pemberian dimensi teologi islam ini adalah untuk memberikan
paradigma baru dalam praktek pembelajaran karena selama ini praktek
pembelajaran tidak memiliki dasar teologi. Pemberian dimensi adalah ditujukan
3
untuk para pendidikan muslim, atau semua muslim yang terlibat dalam praktek
pembelajaran
Pembelajaran dengan segala modelnya adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh
semua pengajara dan peserta didik selama mereka dalam proses pendidikan, baik
formal, informal maupun non fomral. Dalam ajaran islam setiap aktivitas itu dapat
dianggap ibadah jika kita lakukan karena Allah sebagaimana yang dikatakan Allah
dalam “ Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.." (QS. Al An’am : 162)
Ibadah dalam islam tidak semata berupa ibadah mahdah tapi juga ghairu
mahdah.
Ibadah mahdhah, pada dasarnya, kita dilarang untuk melakukannya, kecuali jika
terdapat dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut dituntunkan. Sehingga, siapa
saja yang mengajak kita untuk melakukan suatu ibadah maka kita menuntutnya
untuk membawakan bukti nyata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajarkannya hal ini dapat kita pahami dari hadit berikut”“Dari Aisyah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang melakukan
amal ibadah yang tidak kami ajarkan, maka amal ibadah tersebut adalah amal
ibadah yang tertolak.” (HR. Muslim,)
Ibadah ghairu mahdhah adalah : seluruh perilaku seorang hamba yang
diorientasikan untuk meraih ridha Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan
baku dari Rasulullah s.a.w.Dalam hadis Jarir ibn `Abdullah disebutkan bahwa
Rasulullah s.a.w. saw. bersabda:
“Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam (man sanna fîl Islâmsunnatan hasanah), maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orangyang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka;dan barangsiapa merintis jalan yang buruk dalam Islam (man sanna fîl Islâmsunnatan sayyi-ah), maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orangyang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa mereka.”
4
(Lihat antara lain: Shahih Muslim, II: 705, Hadis senada diriwayatkan oleh 5imam antara lain, Nasa’i, Ahmad, Turmudi, Abu Dawud dan Darimi).
Atau dengan kata lain definisi dari Ibadah Ghairu Mahdhah atau umum ialah:
segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah
belajar, dzikir, dakwah, tolong-menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip
dalam ibadah ini, ada 4:
1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah
dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.
2) Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah s.a.w., Karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang
menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya
disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah
dhalalah.
3) Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga
jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh
dilaksanakan.
4) Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Dengan demikian bahwa praktek “pembelajaran” adalah bernilai ghairu mahdah,
karena ini memang tidak ada dalil yang melarang, karena dianggap perbuatan
baik,rasional dan memiliki azas manfaat. Jadi “pembelajaran” dalam teologi islam
harus berdasarkan niat karena Allah. Karena sesuatu ibadah ditentukan oleh
niatanya, sebagaimanan dapat dipahami dari firman Allah dan hadis Nabi
Muhammad SAW.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Allah
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan. (QS:An-Nahl:97)
5
Dari Umar bin Khothob berkata : “Saya mendengar Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang itu tergantung terhadap apa yang dia
niatkan,(HR. Bukhori 1, Muslim )
“Dari Jabir RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya Allah
SWT tidak akan menerima amal seseorang kecuali dengan niat yang tulus
dan semata-mata mencari keridhoan-Nya”. (H.R. Nasa’i)
D. Problem-Based Learning
Problem-based Learning, adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan
Peserta didik untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga Peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampil-an untuk
memecahkan masalah PBL atau instruksional berbasis masalah sebagai suatu
pendekatan instruksional yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi Peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran.Apakah teori belajar ini bisa
diterapkan dalam prblem-based learning ( instruksional berbasis masalah. Terlebih
dahulu penulis memberikan pengertian tentang model instruksional berbasis
masalah yang selanjutnya disingkat dengan PBL. PBL adalah sebuah model
instruksional dimana adanya menyajikan problem yang kontekstual dengan
demikian dapat menstimulasi peserta didik untuk belajar. Di ruangan kelas
penerapan instruksional berbasis masalah dimana peserta didik bekerja dalam tim
untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).. Adapun langkah-langkah
pemecahan masalah dalam instruksional PBL ada enam tahapan, yaitu: (1)
konsep dasar, (2) mengidentifikasi masalah, (3) membimbing dan mengamati
masing kelompok dan Tugas yang mereka kerjakan analisis data, (4)
Mengembangkan dan presentasi pekerjaan peserta didik, (5) Menganalisis dan
mengevaluasi hasil pemecahan masalah, (6) penilaian. Dalam proses pemecahan
6
masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya,
demikian pula ketrampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.
Langkah mengidentifkasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting
dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman
belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi Pengajar
dan Peserta didik.
Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan
konteks materi instruksional, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan
tingkat berpikir Peserta didik dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan
instruksional. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh Pengajar
pada tahap ini. Walaupun Pengajar tidak melakukan intervensi terhadap masalah
tetapi dapat memfokuskan melalui pertanyaan-pertanyaan agar Peserta didik
melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini
Pengajar harus berperan sebagai fasilitator agar instruksional tetap pada bingkai
yang direncanakannya. Selain Pengajar sebagai fasilitator, Pengajar hendaknya
juga menyadari arti penting suatu pertanyaan dalam PBL. Pertanyaan hendaknya
berbasis “Why” bukan sekedar “How”. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
pemecahan masalah, ketrampilan Peserta didik dalam tahap tersebut hendaknya
tidak semata-mata ketrampilan “How”, tetapi kemampuan menjelaskan
permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses
pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses
belajar melalui PBL.
E. Problem Problem-Based Learning Dengan Dimensi Ketuhanan
Dengan memperhatikan uraian diatas bahwa Problem-based Learning yang
berjalan selama ini tidak memiliki dimensi teologis. Dalam tulisan ini penulis
memberikan sebuah warna baru dalam PBL yaitu dengan memberikan dimensi
teologi islam di dalamnya. Untuk dapat berfungsi dalam model PBL maka
penulis memasukan dimensi ini dalam lima unsur dari sebuah model
pembelajaran yang dapat dilihat dari masing-masing komponen dalam PBL.
7
Pertama. Syntaxt yaitu langkah-langkah instruksional PBL yaitu:
No langkah Aktivitaspengajar
Aktivitas pesertadidik
1 Konsepdasar
Pengajarmenyampaikantahapaninstruksionaldalam bentukgaris besar,kompetensi yangharus dikuasaiPeserta didik,guidanceinstruksionalyangdiibutuhkan.
Pengajar dapatmengelompokkanPeserta didikdengan jumlah 4-5orang Peserta didik.
Pengajara dan pesertadidik menjadikan salahtujuan instruksionaladalah salah satudalam rangkaberibadah kepada Allah
2 Pendefinisianmasalah
-Pengajarmemberikanmasalah yangberkaitandengan materimata pelajaranyang dibahaskepada setiapkelompok dalambentuk lembarkerja Pesertadidik.-Peran Pengajaradalah sebagaifasilitator dalaminstruksional.
Peserta didik salingmelakukanbrainstormingdalam kelompokmasing-masing,mencermatimasalah yangdiberikan, mengaturstrategi pemecahanmasalah, danmelakukanpembagian tugas
Masalah yangdidefenisikanmerupakan satukesatuan ujian tuhanyang mesti ditemukansolusinya, peserta didikdan pengajar mestidala kondisi tawadukkepada Allah
3 Membimbing danmengamatimasingkelompok danTugasyangmerekakerjakan
Pengajarmemantau danmendorongPeserta didikuntukmengumpulkaninformasi yangsesuai, danmencaripenjelasan dansolusi daripermasalahanyang ingin
Peserta didikmelakukan aktivitasdalam kelompoksesuai denganstrategi pemecahanmasalah yang telahditetapkan
Pengajar membimbingpeserta didik denganpenuh tanggung jawabpada Allah, pesertadidik melakukanaktivitas denganmengharapkanpertolongan Allah
Dimensi Teologis islam
8
dipecahkan.
4 Mengembangkandanpresentasipekerjaanpesertadidik
PengajarmembimbingPeserta didikdalammengembangkankarya merekamisalnya: laporanhasil kerjakelompok.
Peserta didikmenyajikan hasilkarya kelompokdalam suatu forumdiskusi kelas
Pengajar denganpenuh kesabaran danmengharappertolongan Allah agardapat membimbingpeserta didik dapatmengembangkanpekerjaan mereka,peserta didik denganpenuh tawadukmempresentasikanhasil karya mereka
5 Menganalisisdanmengevaluasihasilpemecahanmasalah
PengajarmembimbingPeserta didikuntuk merefleksidan mengadakanevaluasiterhadappenyelidikan danproses-prosesbelajar yangmereka pakai
Peserta didikmerefleksi danmengevaluasikegiatan yang telahmereka lakukandalam prosesinstruksional
Pengajar dan pesertadidik bersama-samamelakukan evaluasidengan hati dan fikiranterbuka agar diberikankekuatan untuk mampumerefleksikan hasilkegiatan yang sudahdilakukan
6 Penilaian Pengajarmelakukanpenilaian otentikberupa hasilkarya Pesertadidik secaraindividu dankelompok yangdiwujudkandalam bentukportofolio
Peserta didikmenyerahkanlaporan hasilpemecahanmasalah yang telahdikerjakan secaraberkelompok atautugas-tugas individulainnya.
Pengajar memberikanpenilain terhadap hasilkerja peserta didikdengan standar yangberkeadilan, danmemberikan perbaikandalam konteks salingmemperbaiki,bukanmencari kesalahan dankekurang. Apapun hasilkerja yang dibuat olehpeserta didik mestimendapat perhargaanyang menggembirakamereka
Kedua, Social System, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam
instruksional. Selama ini dalam pembelajaran termasuk BPL norma agama atau
nilai-nilai agama hampir tidak pernah ada dalam sistem ini. Dalam islam Aktivitas
instruksioanl adalah sebuah kegiatan yang bernilai ibadah. Nilai-nilai ini harus
9
tercermin dalam instruksional. Misalnya dengan membaca bismilah dan doa di
setiap awal instruksional dan membaca hamdalah di akhir instruksional. Nilai
Ketuhan sejatinya melekat dalam pembelajaran agar pembelajaran membawa
keselamatan dunia dan akhirat peserta didik
Ketiga, Principles Of Reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya Pengajar
memandang, memperlakukan, dan merespon Peserta didik. Pengajar tidak hanya
bertanggung jawab dalam menyambahan pengetahuan pada peserta didik, tapi
bertanggung jawab juga terhadap aklak mereka. Pengajar haruslah memandang
peserta didik sebagai amanah dari Allah untuk didik agar menjadi hamba taat
kepada Allah, rasulnya dan para pemimpinnya. Pengajar tidak hanya bertanggung
jawab pada lembaga pendidikan dan pemerintah tapi juga kepada orang tua dan
Allah swt. Pengajar harus memperlkukan peserta didik dengan penuh cinta dan
kasih sayang sehingga terjalin sebuah hubungan yang baik antara pengajar dan
peserta didik dalam jalinan yang penuh rahmat Allah
Keempat, Support System, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang
mendukung instruksional. Ini komponen yang penting, tanpa ini semua
pembelajaran mustahil bisa berjalan. Salah satu sara yang sangat penting adalah
tempat ibadah.lingkungan belajar bersih, bahan dan peralatan mesti yang tidak
bertentangan nilai keislaman, misalnya model peragaan yang “porno”
Kelima, Instructional and Nurturant Effects—hasil belajar yang diperoleh
langsung berdasarkan tujuan instruksional (instructional effects) dan hasil belajar
tidak langusng (nurturant effects).Dalam sebuah instruksional ada tujuan tertentu
yangharus dicapai, misalnya kemapuan bidang kognitif, afektif dan psikomotor,
tetap dimensi ketuhanan tidak ada dalam tujuan instruksional. Dalam konteks ini
penulis memasukan dimensi ketuhanan sebagai pada setiap tujuan instruksional,
sebelum memasukan tujuan yang lain. Sehingga setiap tujuan yang ditetapkan
dalam sebuah instruksional bersifat tauhid yaitu tujuan pada Yang Satu yaitu Allah
10
F. Penutup
Dapatlah penulis simpulkan bahwa model pembelajaran apapun termasuk PBL
tidaklah akan bernilai baik dunia dan akhirat di sisi Allah bila tidak diberi dimensi
teologi islam. Bagi pengajar yang beragama islam sejatinya memasukan unsur
keislaman dalam model pembelajarannya agar mendapat rahmat dan karunia dari
Allah SWT
Referensi
Al-Quran dan terjemahan. Kemenag RI, 2010s
Bukhari dan Muslim. Sahih Bukhari,Beirut: Darul Fikr,2000
Yew , Elaine H. J. (2011) What students learn in problem-based learning: a
process analysis. Centre for Educational Development, Republic Polytechnic,371–
395
Pedersen, Susan;Liu, Min(2003), THe transfer of problem-solving skills
from a problem-based learning, Journal of Research on Technology in Education;
Winter 2003; 35, 2;
Wilkerson, L. & Irby, D. (1998). Strategies for improving teaching
practice: A comprehensive approach to faculty development. Academic Medicine,
73, 387–396
Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & Tannenboum, M. D. 2001. Exploring
teaching: An introduction to education. New York: McGraw-Hill Companies.
Joyce, B. & Weil, M. 1982. Model of teachings. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Reigeluth, C. M. 1983. Instructioanl-design theories and models: An
overview of their current status. Volume I. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers