Upload
inyo-keys
View
72
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
DIKTAT KULIAH
SEBAGIAN MATERI KULIAH RANCANGAN PRODUKSI INDUSTRI
SEMESTER IV
DISUSUN OLEH:
LINA WINARTI, S.Farm, M.Sc., Apt
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkahNya
sehingga penulis bisa menyelesaikan diktat kuliah Rancangan Produksi Industri untuk
mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Jember Semester IV. Materi kuliah ini dibuat untuk
membantu mahasiswa Farmasi memahami mengenai inspeksi diri dan audit mutu, validasi,
dan Research & Development di industri Farmasi menurut pedoman CPOB (Cara Pembuatan
Obat yang Baik). CPOB sangat diperlukan di industri Farmasi karena mutu obat sangat
bergantung pada banyak aspek meliputi personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi
dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan
terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dan dokumentasi yang
kesemuanya diatur dalam pedoman CPOB dan petunjuk operasional CPOB.
Penulis menyadari bahwa materi yang ada didalam diktat ini masih banyak
kekurangan dan diperlukan perbaikan-perbaikan. Untuk itu saran dan masukan dari pembaca
sangat diperlukan. Akhir kata terima kasih saya ucapkan pada berbagai pihak yang membantu
penyelesaian diktat ini. Banyak kata yang kurang berkenan saya minta maaf.
Jember, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..iii
Pendahuluan………………………………………………………………………………1
Materi I……………………………………………………………………………………2
Materi II…………………………………………………………………………………..8
Materi III…………………………………………………………………………………16
Lampiran………………………………………………………………………………….24
PENDAHULUAN
Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan
pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur
secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk
menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan
tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan
kesehatan atau memelihara kesehatan.
Produk tidak cukup hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih
penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat bergantung pada bahan
awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006). CPOB meliputi aspek personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi
diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan
produk kembalian, dan dokumentasi.
Keseluruhan materi dalam pedoman CPOB dijelaskan dalam mata kuliah Rancangan
Produksi Industri bagi mahasiswa Farmasi semester IV. Dalam diktat ini akan diuraikan
materi tentang inspeksi diri dan audit mutu, validasi di industri Farmasi, dan Research &
Development di industri Farmasi.
MATERI I
INSPEKSI DIRI DAN AUDIT MUTU
SELF AUDIT (INSPEKSI DIRI)
Untuk menjamin kualitas, setiap perusahaan farmasi perlu untuk menerapkan dan
melaksanakan suatu sistem Quality Assurance (QA) yang efektif, dengan partisipasi aktif dari
manajemen dan personel. Untuk mengukur efektifitas sistem QA dan menyakinkan bahwa
sistem tersebut telah sesuai dengan CPOB/GMP, audit secara rutin harus dilaksanakan.
Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik
yang kritis, yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil. Penilaian terhadap
kekurangan atas pemenuhan CPOB sebagai berikut :
Tingkat Kekritisan Terdiri dari antara lain
Kritis (C)
Adalah kekurangan yang memengaruhi
mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi
fatal terhadap kesehatan konsumen sampai
kematian.
• Pencemaran silang bahan atau
produk.Produk steril diletakkan terbuka di
daerah non-aseptis.
• Air Murni atau Air untuk Injeksi tercemar.
• Salah penandaan.
• Karyawan yang belum terlatih bekerja di
daerah pengisian steril/aseptis.
Berdampak Besar (M)
Adalah kekurangan yang memengaruhi
mutu obat tetapi tidak berdampak fatal
terhadap kesehatan konsumen
• Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi atau
di luar batas kalibrasi.
• Penyimpangan dalam proses tidak
didokumentasi dengan benar.
• Ketidaklengkapan pengisian catatan bets.
• Tidak dilakukan inspeksi terhadap
perusahaan penerima kontrak.
Berdampak Kecil (m)
Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya
terhadap mutu obat dan tidak berdampak
terhadap kesehatan konsumen.
• Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal.
• Permukaan dinding retak.
• Catatan ditulis dengan pinsil.
• Seragam kerja tidak dipakai secara benar.
Audit bisa dilakukan oleh perusahaan itu sendiri (internal), atau dari vendors
(eksternal). Sebagai suatu alternatif, audit dapat dilakukan oleh konsumen atau badan
regulatory. Selain itu prinsip CPOB adalah “tulislah apa yang akan dikerjakan, kerjakanlah
apa yang telah ditulis, dan tulislah apa yang telah dikerjakan”.
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Selama tindakan perbaikan perlu adanya
monitoring untuk memastikan bahwa hal tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan
yang diinginkan tercapai, serta perlunya suatu mekanisme untuk mencegah masalah tersebut
terulang kembali di kemudian hari. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan
dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi meliputi personil, bangunan,
penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan
pemeliharaan gedung serta peralatan.
ASPEK INSPEKSI DIRI
Audit/inspeksi memberikan beberapa manfaat, di antaranya :
A. merupakan suatu alat untuk menilai semua aspek yang berhubungan dengan kualitas
dan risiko terhadap compliance,
B. audit memberikan dukungan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus,
C. audit merupakan bagian yang fundamental dalam sistem manajemen kualitas dan
D. audit merupakan hal yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku
TIM INSPEKSI DIRI
Anggota tim hendaklah dipilih dari bagian-bagian produksi, pengawasan mutu,
pemastian mutu, penelitian & pengembangan dan teknik. Jumlah anggota tim tergantung dari
kebutuhan masing-masing perusahaan, sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) orang. Tim ini
hendaklah terdiri dari tenaga teknis yang kompeten dan memiliki kesadaran tinggi akan
pentingnya pemastian mutu dalam kegiatan pembuatan obat.
Sebaiknya tim mengikutsertakan seorang dari manajemen perusahaan yang bila perlu
dapat mengambil keputusan langsung di tempat dan mempunyai kewenangan untuk
memerintahkan segera dilakukan perbaikan yang perlu. Anggota tim dapat ditunjuk dari
dalam atau dari luar perusahaan. Konsultan dari luar dapat juga masuk dalam tim untuk
memperoleh penilaian yang lebih objektif tentang kegiatan perusahaan.
JENIS INSPEKSI/AUDIT
ó Audit Internal (dilakukan oleh perusahaan)
ó Audit Eksternal (vendors)
ó Audit oleh konsumen
ó Audit oleh Badan Regulatory
INTERNAL AUDIT
Internal audit dilakukan oleh suatu organisasi terhadap sistem, prosedur dan fasilitas
yang dimilikinya. Peraturan di Eropa mensyaratkan suatu perusahaan farmasi melaksanakan
secara berulang self-inspections sebagai bagian dari sistem QA, untuk mengawasi
pelaksanaan dan kesesuaian dengan CPOB dan melakukan berbagai tindakan perbaikan yang
diperlukan. Di samping merupakan suatu persyaratan legal, internal audit merupakan sesuatu
yang vital dalam kegiatan bisnis. Sama pentingnya dengan pengawasan terhadap status
compliance terhadap peraturan yang berlaku, pelaksanaan internal audit yang baik akan
membantu menginformasikan dan memberikan pengertian bahwa kualitas merupakan
tanggung jawab setiap orang sehingga akan memicu perbaikan yang berkelanjutan.
Internal audit terdiri dari tiga tingkat pendekatan:
• Tingkat pertama – dilaksanakan oleh staff dari bagian atau departemen itu sendiri.
Audit ini bersifat pendek dan terbatas dalam ruang lingkup, fokus terhadap masalah,
seperti rumah tangga dan dokumentasi.
• Tingkat kedua – dipimpin oleh bagian QA, terdiri dari staff independen selama audit.
Audit ini lebih panjang/lama, tetapi lebih jarang dilakukan, dan lebih memperhatikan
terhadap sistem daripada rumah tangga.
• Tingkat ketiga – dilakukan oleh corporate compliance group. Sebagai alternatif,
mungkin dapat digunakan eksternal konsultan. Audit ini sering dilakukan untuk
mengukur kesiapan terhadap regulatory audit, namun dapat juga dilakukan untuk
menemukan suatu masalah yang kompleks pada suatu aktifitas spesifik yang kritis.
EKSTERNAL AUDIT
Eksternal audit adalah audit yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap vendors
atau subcontractors. Tidak ada persyaratan legal untuk melaksanakan audit ini, namun audit
ini mutlak diperlukan, karena perusahaan perlu untuk mengenal supplier dengan jelas.
Apalagi jika proyek yang ada dikerjakan oleh kontraktor dari luar, perusahaan harus
menyakinkan bahwa kontraktor tersebut kompeten untuk menyelesaikannya, dan compliance
terhadap CPOB. Dengan melaksanakan audit ini terdapat beberapa keuntungan bisnis yang
penting:
1. Membangun pengetahuan dan kepercayaan dalam perencanaan hubungan kerja
(partnership).
2. Memastikan bahwa persyaratan-persyaratan yang diperlukan telah dipenuhi dan
dimengerti.
3. Memungkinkan pengurangan aktifitas tertentu (seperti tes terhadap bahan awal pada
QC).
4. Mengurangi risiko kesalahan yang mungkin terjadi.
Ruang lingkup dari audit ini akan bervariasi, tergantung pada hubungan antara dua
perusahaan, yang mungkin berkisar dari suatu transaksi sederhana penjual-pembeli sampai
kepada suatu hubungan strategic joint venture. Umumnya, audit ini akan menjadi evaluasi
awal terhadap kemampuan dan kecocokan secara umum dari vendor/contarctor. Selanjutnya,
audit rutin akan dilakukan untuk mengukur compliance dengan standar persetujuan kontrak.
Frekuensi dari audit ini akan tergantung pada findings awal dan permasalahan kritis dari
vendor dan material yang disuplai. Kepercayaan diri vendor akan meningkat melalui tindakan
audit, sistem internal audit, third-party audit dan pengalaman vendor. Pelaksanakan internal
audit secara rutin memungkinkan untuk mengurangi tingkat eksternal audit.
Banyak supplier industri farmasi bersertifikat ISO 9001 atau ISO 9002 dan diaudit
secara rutin oleh badan sertifikasi tersebut. Perusahaan manufacturing atau packaging
memerlukan lisensi dan akan menjadi subyek regulatory audit.
REGULATORY AUDIT
Audit ini dilaksanakan oleh badan yang berwenang, untuk melihat kesesuaian suatu
perusahaan farmasi baik manufacture maupun supply. Badan yang berwenang tersebut antara
lain Medicine Control Agency (MCA) di Inggris, Food and Drug Administration (FDA) di
USA dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia. Semua perusahaan
farmasi manufacture yang berlisensi secara rutin dilakukan regulatory audit. Audit ini
mungkin tidak diumumkan sebelumnya (MCA melaksanakan 10% audit dengan cara ini),
karena perusahaan diharapkan compliance dengan CPOB setiap waktu. Badan regulatory dari
negara yang berbeda, dapat juga melakukan audit terhadap suatu perusahaan, misal FDA
mengaudit perusahaan di Eropa.
FREKUENSI INSPEKSI/AUDIT
Frekuensi inspeksi diri meliputi:
Ø Frekuensi triwulan atau setengah tahun;
Ø Frekuensi tahunan;
Ø Frekuensi insidentil
LAPORAN INSPEKSI DIRI
Laporan mencakup:
§ Hasil inspeksi diri;
§ Evaluasi serta kesimpulan;
§ Saran tindakan perbaikan.
TINDAK LANJUT
§ Manajemen perusahaan mengevaluasi laporan inspeksi diri dan tindakan perbaikan.
§ Dibuat program tindak lanjut yang efektif.
AUDIT MUTU
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu
meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas
terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Kesimpulan
1. Inspeksi diri merupakan cara untuk mengevaluasi tata kerja.
2. Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi aspek produksi dan pengawasan mutu.
3. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
4. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan Penilaian sistem manajemen mutu.
REFERENSI
Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia
Setiono, I, 2004, Hand Out Kuliah, Farmasi Sains & Industri Fakultas Farmasi Universtas
Gadjah Mada Jogjakarta
MATERI II
VALIDASI DI INDUSTRI FARMASI
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi.
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB,
2006).
• Quality doesn’t just happen !
• Quality can not be analyzed into a product
• Quality has to be designed & built into a product during the entire manufacturing process !
• This process has to be validated !
Kualitas dalam Farmasi didefinisikan sebagai:
1. Derajat suatu produk memeuhi spesifikasi:
a. Identitas
b. Kemurnian
c. Penampilan
d. Viskositas
e. Stabilitas, dsb
2. Derajat dimana memenuhi spesifikasi pengguna dan memenuhi kepuasan konsumen
Validasi perlu dilakukan karena:
1) Peraturan Pemerintah (persyaratan c-GMP/CPOB)
2) Mengurangi Problem di Produksi dan QC
3) Memperkecil Kemungkinan Kerja Ulang (Rework)
4) Lebih Menjamin Mutu Obat
5) Meningkatkan Kepercayaan Konsumen (pelanggan)
6) Meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi Produksi
7) Meningkatkan Keuntungan bagi Perusahaan
Tujuan Validasi:
1. Mengidentifikasi parameter yang kritis
2. Menerapkan batas toleransi yang dapat diterima (acceptable criteria) dari masing-
masing proses kritis
3. Memberi cara / metode pengawasan terhadap parameter proses yang kritis.
Tidak semua tahapan dalam proses produksi harus divalidasi, hanya berfokus pada proses
kritis saja. Kriteria tahapan proses yang perlu divalidasi adalah:
a. Setiap proses yang mengubah bentuk sediaan
b. Semua proses yang berpengaruh pada keseragaman produk
c. Setiap proses yang mempengaruhi identitas, kemurnian, kekuatan
d. Penyimpanan diperlama (temperature, RH)
Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut:
1. Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di
industri farmasi yang bersangkutan.
2. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara
garis besar pedoman pelaksanaan validasi.
3. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan
validasi
4. Pelaksanaan validasi
5. Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi (Manajemen
Industri Farmasi, 2007).
a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang
Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut kualifikasi.
Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi
(Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu:
1. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem
atau peralatan baru.
2. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)
Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi,
mencakup:
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi
dan gambar teknik yang didesain.
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari
pemasok.
c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
d. Verifikasi bahan konstruksi
3. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan
disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup:
- Kalibrasi
- Prosedur pengoperasian dan pembersihan
- Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif.
4. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)
Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa
sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan. Sasaran/ target PQ adalah :
a. Memastikan sistem dan peralatan bekerja sesuai yang diharapkan dan dengan
spesifikasi yang diinginkan.
b. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk obat pada
kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan (CPOB, 2006).
Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut:
b. Validasi metode analisa
Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa
(cara/prosedur pengujian) yang dilaksanakan dalam pengawasan mutu, senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan secara konsisten.
Cakupan (Ruang Lingkup):
1. Dilakukan untuk semua metode analisa yang digunakan untuk pengawasan kegiatan
produksi
2. Dilakukan dengan semua peralatan yang telah dikalibrasi dan diuji kesesuaian
sistemnya (alat & system sudah dikualifikasi)
3. Menggunakan Bahan baku pembanding yang sudah dibakukan dan disimpan ditempat
yang sesuai
4. Untuk metode analisa adopsi (prosedur sudah ada dari dokumen resmi, misalnya FI,
USP, BP NF, dll) parameter yang diuji hanya akurasi & presisi
5. Untuk metode analisa modifikasi atau eksplorasi (prosedur belum ada), semua
parameter harus diuji (validasi), yaitu spesifisitas/selektifitas, linieritas, akurasi,
presisi, limit of detection, limit of quantification, dan robustness)
Parameter-parameter metode analisa:
1. Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan suatu metode analisa untuk membedakan
senyawa yang diuji dengan derivate/metabolitnya
2. Linieritas (Linierity) adalah kemampuan suatu metode analisa untuk menunjukkan
hubungan secara langsung atau proporsional antara respon detector dengan perubahan
konsentrasi analit
3. Akurasi menyatakan kemampuan metode analisa untuk memperoleh nilai yang
sebenarnya (ketepatan ukuran)
4. Presisi/ketelitian merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk menunjukkan
kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogeny dan
dinyatakan dengan relative standard deviation
5. Limit of detection menunjukkan jumlah analit terendah dalam sampel yang dapat
dideteksi namun belum dapat dikuantifikasi
6. Limit of Quantification adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang sesuai
7. Robustness adalah kapasitas suatu metode analisa untuk tidak terpengaruh oleh variasi
kecil dalam parameter metode
Interpretasi hasil analisa dapat dilakukan terhadap rata-rata, simpangan baku dan hasil analisa
dengan ANAVA. Kriteria penerimaan ditunjukkan oleh mean untuk mengukur akurasi,
relative standar deviasi untuk mengukur presisi, sehingga semakin besar nilai akurasi dan
semakin kecil nilai standar deviasi relative maka metode analisa tersebut semakin baik.
c. Validasi proses produksi
Tujuan validasi produksi adalah :
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan
digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan
secara terus-menerus.
2. Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan
memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
Jenis-jenis validasi dalam proses produksi:
a. Validasi prospektif, dilakukan untuk produk-produk baru yang belum pernah
diproduksi dan dilakukan pada 3 batch pertama. Produk yang dihasilkan dalam
validasi prospektif dapat dijual untuk komersialisasi.
b. Validasi konkuren, dialkukan untuk produk yang sudah diproduksi dan terjadi
perubahan pada parameter kritis seperti peralatan, cara pembuatan, spesifikasi bahan
baku, cara pengujian yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk.
c. Validasi retrospektif, dilakukan untuk produk-produk yang sudah lama diproduksi dan
belum divalidasi, namun memerlukan data validasi sperti pada saat registrasi ulang.
Validasi ini dilakukan melalui penelusuran data produksi yang sedang berjalan dari
batch record minimum 10-20 batch.
Interpretasi hasil didasarkan pada hasil rata-rata, simpangan baku relatif dan hasil uji
ANAVA. Kriteria penerimaan bila proses produksi dapat dinyatakan memenuhi persyaratan
jika secara statistic menunjukkan konsistensi hasil pada setiap batchnya dan seluruh
parameter uji memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pada spesifikasi produk yang
bersangkutan.
d. Validasi proses pengemasan
Validasi pengemasan perlu dilakukan karena sebagian besar kesalahan ada di bagian proses
pengemasan, kesalahan di bagian pengemasan sangat sulit dideteksi dan ada anggapan bahwa
proses pengemasan bukan proses yang penting sehingga pengawasan sering diabaikan.
Kemasan strip atau blister yang harus divalidasi meliputi: jumlah tablet yang dikemas
terhadap jumlah tablet yang dihasilkan, penandaan (No.Batch, Mfg. Date, Exp.Date pada
strip, dus, dan karton), tes kebocoran strip/blister, jumlah tablet dalam strip/blister, jumlah
strip/blister dalam dus, jumlah dus dalam karton, kelengakapan (etiket, brosur, penandaan),
kerapian. Untuk kemasan botol (likuid) yang divalidasi meliputi: jumlah botol terhadap
jumlah likuid yang diproduksi, volume per botol, kebocoran (tutup), jumlah botol dalam dus,
jumlah dus dalam karton, kelengkapan (etiket, brosur, penandaan), dan kerapian.
Tujuan validasi proses pengemasan adalah:
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku
dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa mencapai persyaratan yang
ditentukan.
2. Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti
prosedur pengemasan yang telah ditentukan.
3. Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk
maupun batch.
d. Validasi pembersihan
Prosedur pembersihan harus divalidasi karena peralatan produksi digunakan untuk berbagai
produk, meningkatnya kontak permukaan antara bahan dengan alat/mesin serta tuntutan
CPOB.
Tujuan validasi pembersihan adalah:
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku
yang dilakukan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang.
2. Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek
pembersihan.
3. Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
4. Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang sudah ditetapkan
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Prosedur validasi pembersihan diberlakukan untuk bahan-bahan yang sulit dibersihkan,
produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan jelek, produk-produk yang mengandung
bahan yang sangat toksik, karsinogenik, mutagenic, serta teratogenik. Alat/mesin juga perlu
dilakukan validasi dalam proses pembersihannya, terutama peralatan/mesin baru. Untuk
peralatan dengan merk dan type sama hanya salah satu yang divalidasi sedangkan peralatan
yang berupa rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutanmasing-masing mesin
divalidasi secara terpisah, jika rangkaian mesin permanen validasi dilakukan bersama-sama.
Metode Pengambilan Contoh (Sampling Plan)
1. Metode Apus (Swab Sampling Method)
Pengambilan contoh dengan cara apus, umumnya menggunakan bahan apus (swab
Material) yang dibasahi dengan pelarut yang langsung dapat menyerap residu dari
permukaan alat. Bahan yang digunakan untuk sampling (swab material) harus:
a. Kompatibel dengan solvent dan metode analisanya
b. Tidak ada sisa-sisa serat yang mengganggu analisa
c. Ukuran harus disesuaikan dengan area samplingnya
2. Metode Pembilasan Akhir (Rinse Sampling Method)
a. Umumnya dilakukan untuk alat mesin yang sulit dijangkau dengan cara apus
(banyak pipa-pipa, lekukan, dll)
b. Pelarut (bilasan akhir) dapat digunakan pelarut organic (methanol, alcohol) atau
hanya aquademineralisata, pelarut kemudian ditampung dan dianalisa
c. Kelebihan: jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan mencerminkan kondisi
seluruh permukaan alat
d. Kekurangan : ada kemungkinan tidak seluruh sisa bahan (residu) larut dalam
bahan pelarut sehingga residu tidak bisa terdeteksi
3. Metode dengan Menggunakan Plasebo
a. Dilakukan dengan cara pengolahan produk yang bersangkutantanpa bahan aktif
dengan peralatan yang sudah dibersihkan kemudian dianalisa
b. Tidak disarankan karena tidak reprodusibel
Kriteria penerimaan:
a. Kriteria Dosis: cemaran bahan aktif tidak lebih dari 0.001X dosis harian maksimal
perhari dari produk selanjutnya.
b. Kriteria ppm: Produk berikutnya mengandung tidak lebih dari 10 ppm cemaran
produk sebelumnya
c. Bersih secara visual: pada alat yang telah dibersihkan, tidak terlihat secara visual
adanya sisa produk sebelumnya
Kesimpulan
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses,
prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi
maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi meliputi
kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang, validasi metode analisa, validasi
proses produksi, validasi proses pengemasan, validasi pembersihan.
Referensi
Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Industri Farmasi, Global Pustaka, Yogyakarta
Setiono, I, 2004, Hand Out Kuliah, Farmasi Sains & Industri Fakultas Farmasi Universtas
Gadjah Mada Jogjakarta
MATERI III
RESEARCH & DEVELOPMENT
Penelitian dan Pengembangan (Research and Development, R&D) telah menjadi inti (core)
dari industri Farmasi. Keberhasilan dari industri farmasi terletak pada kompetensi
organisasional R&D termasuk tim kerja, knowledge management dan hubungan yang kuat
dengan opinion leader (Holland dan Lazo, 2004). Menurut Holland dan Lazo (2004) inovasi
dapat pula dilakukan melalui sumber eksternal yakni aliansi dengan perusahaan yang berhasil
mengembangkan teknologi tersebut. Sebagai contoh, Aventis mengelola aliansi portal (web)
yang kompleks dengan 300 universitas dan perusahaan bioteknologi. Pada perusahaan seperti
ini, pengelolaan aliansi menjadi kompetensi kunci.
Tugas R&D adalah mengembangkan produk yang telah ada baik perbaikan bentuk sediaan,
perbaikan kemasan maupun perbaikan formula. Selain itu juga memformulasi produk baru,
koordinasi dengan QC untuk pengembangan proses analisis dan produksi, mencari produk
baru bersama bagian pemasaran, mengawasi proses pelaksanaan skala produksi, registrasi,
dan dokumentasi.
Struktur Organisasi R&D adalah sebagai berikut:
a. R&D bidang formulasi bertugas untuk membuat dan mengembangkan formula,
bertanggung jawab terhadap mutu rancangan, melakukan penelitian untuk mendapatkan
formula baru berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran.
Alur Kerja bidang pengembangan formula:
b. R&D bidang standarisasi merupakan bagian R&D yang bertugas melakukan analisis dan
evaluasi terhadap produk mulai dari pembelian bahan baku sampai produk jadi.
Tujuannya adalah untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Analisis &
evaluasi yang dilakukan meliputi:bahan baku, bahan pengemas, validasi metode analisis,
stabilitas. Bagian standarisasi bahan baku bertugas mengelola sampel bahan baku,
memeriksa kesesuaian sampel dengan spesifikasi, meloloskan/menolak penggunaan
sampel bahan baku, dan membuat spesifikasi bahan baku yang dapat digunakan dalam
formulasi.
c. Kemasan sangat penting karena sangat menentukan harga jual produk, memberi proteksi
terhadap obat yang diwadahi serta sebagai identitas produk. Tugas R&D bagian kemasan
adalah melakukan pengembangan kemasan produk baru, pengurangan biaya kemasan
yang telah ada, serta mengoptimalkan kemasan dan proses pengemasan. Pengembangan
kemasan meliputi:
• Desain:
▫ Dilengkapi penandaan sesuai Depkes
▫ Informasi penting tentang produk
▫ Praktis
• Material :
▫ Netral/inert terhadap produk
▫ Dilakukan uji stabilitas dan kompatibilitas antara kemasan dan produk
(dengan bagian produksi)
▫ Harga murah
▫ Menentukan supplier (dengan bagian pembelian)
Yang harus ada dalam kemasan yaitu:
• Nama
• Komponen bahan aktif (bahan tambahan ≠ harus)
• No registrasi
• No batch
• Nama & alamat pabrik pembuat
• Indikasi, kontra indikasi, petunjuk penyimpanan
d. Bidang validasi metode analisa melakukan standarisasi metode dan uji untuk pengecekan
bahan baku, produk antara, ruahan, dan produk jadi, pemeriksaan kimia terhadap produk
yang diteliti stabilitasnya oleh R&D, transfer hasil prosedur analisis ke QC, membantu
penentuan spek produk ruahan dan produk jadi.
Bidang stabilitas bertugas melakukan uji stabilitas. Uji stabilitas dapat dibagi 2 :
▫ Uji jangka panjang
ñ Setiap 3 bulan selama tahun pertama
ñ Setiap 6 bulan selama tahun kedua
ñ Setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan
(Penyimpanan 300 C ± 20C dan RH 70%±5% minimal 3 batch)
▫ Uji dipercepat
ñ Kondisi penyimpanan 400 C ± 20C dan RH 75%±5%
e. Bidang Registrasi bertugas melakukan pendaftaran produk ke Balai POM dalam waktu
bersamaan dengan trial formulasi skala produksi. Bagian registrasi ini dibantu oleh
seorang administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu produk.
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar,
tujuannya untuk memberi perlindungan yang optimal kepada masyarakat dari peredaran
obat yang tidak memiliki persyaratan efikasi, keamanan, mutu, dan kemanfaatannya.
Syarat obat untuk mendapat ijin edar adalah:
a. Efikasi (khasiat meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
uji preklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain yang sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
b. Proses produksi yang memenuhi syarat CPOB, spesifikasi & metode analisa
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sah
c. Penandaan berisi informasi lengkap & obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman
d. Syarat tambahan: sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau
Ketentuan izin edar:
a. Izin edar berlaku 5 tahun
b. Obat jadi yang telah mendapat no registrasi wajib memproduksi atau
mengimport dan mengedarkan obat selambat-lambatnya 12 bulan setelah izin
dikeluarkan
Evaluasi kembali
a. Obat dengan resiko efek samping lebih besar vs efektifitasnya
b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo
c. Obat tidak memenuhi persyaratan bioavailability/bioeqivalency
Pembatalan izin edar
a. Berdasarkan pemantauan tidak memenuhi persyaratan
b. Penandaan atau promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Izin industri farmasi/PBF yang mendaftarkan, memproduksi, atau
mengedarkan dicabut
d. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan atau
peredaran obat
Nomor registrasi obat ditunjukkan sebagai berikut:
• Terdiri 15 digit (3 huruf dan 12 angka)
• ABC123456789101112
• Contoh:DBL011080371611
▫ Digit 1:obat dagang (D) atau generik (G)
▫ Digit 2:golongan obat (B,T,K,N,P)
▫ Digit 3:asal obat impor (I) atau lokal (L)
▫ Digit 4-5:tahun daftar (2001=01)
▫ Digit 6-8:nomor urut pabrik (108=Berlico Mulia Farma)
▫ Digit 9-11:nomor urut obat jadi yang disetujui dari pabrik tersebut
▫ Digit 12-13:macam jenis bentuk sediaan yang ada (16=tablet salut non
antibiotik)
▫ Digit 14:kekuatan sediaan
▫ Digit 15:kemasan
Perusahaan di luar negri biasanya tidak ada bagian Research Product Development karena
berupa multicompany dimana anak perusahaan ada di banyak negara. Bagian research
dipusatkan di satu negara/perusahaan sentral. Alokasi dana untuk penelitian dan
pengembangan obat sangat besar dan alokasi terbesar untuk uji klinik. Proses penemuan obat
baru adalah sebagai berikut:
• Sintesis & screening molekul
• Studi pada hewan percobaan
• Studi pada manusia sehat (Healthy volunteers)
• Studi pada manusia sakit (pasien)
• Studi pada pasien dg populasi yang lebih besar
• Studi lanjutan (post marketing surveillance)
1. Sintesis & screening molekul
a. Pada tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang berpotensi sebagai obat disintesis,
dimodifikasi, atau bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau molekul obat
yang diinginkan.
b. Dengan perkembangan IT dapat dilakukan sintesis molekul secara masal
menggunakan komputer secara cepat mencapai ratusan ribu molekul per minggu.
c. Selain itu komputer dapat menunjukkan manipulasi dari site of biochemical action
dan prediksi tentang toksisitas dan efikasi dari struktur kimia dimaksud serta efek
biologisnya (Molecular Docking)
2. Studi pada hewan percobaan
Percobaan Pra Klinik merupakan persyaratan untuk calon obat untuk mengetahui efek
farmakologi, profil farmakokinetik, dan toksisitas obat yang meliputi:
a. Uji toksisitas akut dan kronik
b. Pengujian teratogenitas, mutagenesis, karsinogenitas
Hewan uji :mencit, tikus, hamster, kelinci, marmot, anjing, primate
3. Studi pada manusia
Uji klinik diteliti kelayakannya oleh komite etik mengikuti deklarasi Helsinki. Uji klinik
terdiri 4 fase:
a. Fase I
Calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang diamati
pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
b. Fase II
Calon obat diuji pada pasien tertentu diamati efikasi pada penyakit yang diobati.
Diharapkan obat memiliki efek yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak
toksik. Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan
obat.
c. Fase III
Melibatkan kelompok besar pasien, obat dibandingkan efek dan keamanannya
terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Data uji preklinik dan klinik sesuai
indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dalam
bentuk sediaannya ke BPOM. Setelah calon dibuktikan sekurang kurangnya memiliki
efek dan keamanan sesuai obat yang sudah ada diijinkan diproduksi dan dipasarkan
secara legal dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan dokter.
d. Fase IV
Setelah obat dipasarkan dilakukan post marketing surveillance yang diamati pada
pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia, dan ras. Studi ini dilakukan dalam
jangka panjang untuk melihat terapetik dan pengalaman jangka panjang dalam
menggunakan obat. Setelah studi fase IV masih ada kemungkinan obat ditarik dari
pasaran (cerivastatin, entero-vioform, PPA, triglitazon, viox.
R&D Perusahaan Farmasi Domestik Indonesia
Industri farmasi indonesia bergerak pada produksi dan pemasaran branded generik, obat
generik, dan obat lisensi perusahaan farmasi luar negri. Industri farmasi indonesia adalah
industri formulasi bukan research based company. Riset hanya terbatas pada formulasi
produk bukan pengembangan bahan baku. R&D industri farmasi indonesia tidak feaseble
untuk penemuan molekul obat baru (New Chemical Entity) karena biaya NCE > 300 juta US
dollar. R&D industri farmasi indonesia diarahkan untuk pengembangan New Delivery
System (Sustain released) dan penelitian obat herbal (fitofarmaka:ekstrak temulawak, ekstrak
meniran). R&D industri farmasi tidak harus dilakukan sendiri tapi bisa aliansi dan kolaborasi
dengan lembaga penelitian di perguruan tinggi.
Kesimpulan
Penelitian dan Pengembangan (Research and Development, R&D) telah menjadi inti (core)
dari industri Farmasi. Keberhasilan dari industri farmasi terletak pada kompetensi
organisasional R&D termasuk tim kerja, knowledge management dan hubungan yang kuat
dengan opinion leader. Industri farmasi indonesia bergerak pada produksi dan pemasaran
branded generik, obat generik, dan obat lisensi perusahaan farmasi luar negri. Industri
farmasi indonesia adalah industri formulasi bukan research based company. Riset hanya
terbatas pada formulasi produk bukan pengembangan bahan baku.
Referensi
Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Holland, S., Lazo, B., 2004, The Global Pharmaceutical Industry, Manchester Business School
Sampurno, 2007, Kapabilitas Teknologi dan Penguatan R&D : Tantangan Industri Farmasi Indonesia, Majalah Farmasi Indonesia, Universitas Gadjah Mada
Setiono, I, 2004, Hand Out Kuliah, Farmasi Sains & Industri Fakultas Farmasi Universtas Gadjah Mada Jogjakarta
LAMPIRAN CPOB 2006 INSPEKSI DIRI