58
LAPORAN KASUS Demam Berdarah Dengue Disusun Oleh : Hani Aqmarina (030.10.120) Pembimbing : dr. Santi Sumihar, SpPD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2014

DHF case

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dhf

Citation preview

Page 1: DHF case

LAPORAN KASUS

Demam Berdarah Dengue

Disusun Oleh :

Hani Aqmarina (030.10.120)

Pembimbing :

dr. Santi Sumihar, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA 2014

Page 2: DHF case

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3

BAB II Ilustrasi Kasus .............................................................................................. 4

BAB III Tinjauan Pustaka ................................................................................... .......... 15

3.1. Definisi .......................................................................................................... 15

3.2. Epidemiologi .............................................................................................. 15

3.3. Etiologi dan Faktor yang mempengaruhi.......................................................... 16

3.4. Patofisiologi ............................................................................................. 18

3.5. Manifestasi Klinis .................................................................................. 19

3.6. Diagnosis ...................................................................................................... 21

3.7. Diagnosis Banding .................................................................................. 26

3.8. Tatalaksana pada Dewasa ...................................................................... 27

3.9. Komplikasi .............................................................................................. 37

3.10. Prognosis .............................................................................................. 37

BAB IV Pengkajian Masalah ................................................................................... .......... 38

BAB V Kesimpulan .......................................................................................................... 40

Daftar pustaka ...................................................................................................................... 41

2

Page 3: DHF case

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang

ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik.

Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.(1)

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden

DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah

meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.(1)

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health

Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit

dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI

menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah

penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate

sebesar 1,01% (2007).(2)

3

Page 4: DHF case

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas

Nama : Tn. A

No. RM : 01329399

Usia : 18 tahun 10 bulan

Jenis kelamin : Pria

Alamat : Jl. Johir RT 05, RW 07, Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu,

Jakarta Selatan

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 20/12/1995

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Status pernikahan : Belum kawin

Pendidikan : SMA

Masuk instalasi rawat inap Gedung Teratai lantai 5 Selatan Rumah Sakit Fatmawati pada

tanggal 28 Oktober 2014

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis dengan ibu pasien pada

tanggal 28 Oktober 2014, di bangsal IRNA Teratai, ruang 522 A, RSUP Fatmawati.

A. Keluhan Utama

Demam sejak 6 hari SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien seorang pria, 18 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS

disertai menggigil, sudah dikompres dan diberi obat penurun panas namun tidak

membaik. Demam naik turun, tidak pernah diukur dengan termometer, selama 6 hari

tidak pernah ada hari bebas demam. Pasien juga mengeluh mual dan muntah setiap

kali makan. Muntah berisi makanan atau cairan yang baru diminum. Pasien mengaku

sakit kepala didaerah sekitar dahi, nyeri ulu hati dan sakit diseluruh persendian sejak

6 hari SMRS. BAB sedikit encer, namun frekuensi normal. BAK berwarna kuning.

Pasien sempat berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas, obat pusing, dan obat

4

Page 5: DHF case

lambung namun keluhan tidak juga membaik. 2 hari SMRS, pada tangan dan kaki

pasien muncul bintik-bintik merah. Pasien langsung dibawa ke puskesmas, cek darah

hasilnya trombosit 18.000, dan didiagnosis demam berdarah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Darah tinggi,

kencing manis, asma, alergi dan penyakit jantung-paru disangkal. Pasien mengaku

memiliki riwayat sakit maag.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama. Riwayat darah tinggi, kencing

manis, asma, dan penyakit jantung-paru pada keluarga disangkal.

E. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien merokok namun jarang, tidak mengonsumsi alkohol, sering minum jamu jika

badan panas dingin tapi tidak rutin. Pasien mengaku tidak pernah jajan sembarangan.

Selama sebulan ini tidak pernah berpergian keluar dari Jakarta. Lingkungan rumah

pasien sering dilakukan penyemprotan nyamuk demam berdarah sebulan sekali, tidak

ada air tergenang, dan warga sekitarnya sangat menjaga kebersihan. Tidak ada

tetangga maupun teman sekolah pasien yang menderita DBD.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2014, di bangsal IRNA Teratai,

ruang 522 A, RSUP Fatmawati.

A. Keadaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

BB : 60 kg

TB : 170 cm

BMI : 20,7

Keadaan Gizi : Gizi normal

B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,7ºC

5

Page 6: DHF case

C. Kepala dan Leher

Bentuk kepala : Normocephal

Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash –

Mata

Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra

Konjunctiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Pupil isokor, 3 mm

Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra

Reflek cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra

Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak

hiperemis

Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra

Nyeri tekan tragus -/-

Nyeri tekan aurikula -/-

Nyeri tarik aurikula -/-

Nyeri tekan retroaurikula -/-

Hidung

Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan –

Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-

Tidak ditemukan deviasi septum

Mulut

Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan bicara, sudut

bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan tersenyum.

Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral

Bibir tidak kering, tidak sianosis

Oral higiene cukup baik

Lidah tidak kotor, tidak tremor, lurus terjulur ditengah, tidak hiperemis, tidak

kering

Uvula terletak ditengah, tidak oedem

6

Page 7: DHF case

Faring tidak hiperemis

Tonsil T1-T1 tenang.

Leher

Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran

kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP

5-2 cmH2O.

Auskultasi : Tidak terdengar bruit

D. Thorax

Thorax Anterior

Inspeksi

Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang

tertinggal, pernapasan abdominotorakal

Tidak tampak retraksi sela iga

Tidak ditemukan eflouresensi yang bermakna pada kulit dinding dada

Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum

Tidak terlihat spider navy

Palpasi

Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan

pada dinding dada

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, thrill (-)

Teraba ictus cordis pada sela iga V, 1 jari medial dari linea midclavicularis kiri

Perkusi

Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor

Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan

Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 1 jari medial dari garis midcavicularis

kiri

Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri

Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi -/-, wheezing-/-

BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-), splitting (-)

Thorax Posterior

Inspeksi

7

Page 8: DHF case

Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis

Tidak terlihat eflouresensi

Tidak terlihat benjolan

Tidak terdapat kelainan vertebra

Palpasi

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris

Tidak ditemukan nyeri tekan

Perkusi

Tidak terdapat nyeri ketuk

Perkusi secara umum terdengar sonor

Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela iga XI

Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+

E. Abdomen

Inspeksi

Bentuk perut datar

Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (-)

Umbilikus terletak di garis tengah

Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Arterial bruit (-)

Palpasi

Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik

Nyeri tekan epigastrium (+)

Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba membesar

Ballotement -/-

Undulasi (-)

Perkusi

Shifting dullness (-)

F. Ekstremitas

Ektremitas atas

Inspeksi

8

Page 9: DHF case

Tangan kiri dan kanan simetris, tampak petekie tersebar di tungkai atas kiri dan

kanan

Palmar eritema (-)

Oedem (-)

Tidak sianosis, tidak ikterik

Clubbing finger –

Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat bergerak aktif

dan bebas

Tidak ada gerakan involunter

Palpasi

Tidak terdapat nyeri tekan

Akral hangat

Pitting edema -/- -/-

Refleks patologis Hoffmann Tromner -/-

Flapping tremor -/-

Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

Kekuatan otot normal 5555 5555

5555 5555

Ekstremitas bawah

Inspeksi

Tungkai kiri dan kanan simetris, tampak ptekie pada kedua tungkai bawah.

Tidak sianosis, tidak ikterik

Clubbing finger –

Kedua tungkai dapat bergerak aktif dan bebas

Palpasi

Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri

Pitting oedem - -

- -

Klonus patella -/-, klonus achilles -/-

Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Hasil laboratorium

9

Page 10: DHF case

Pemeriksaan 27/10/2014; 17:45 Nilai RujukanHematologi

Hemoglobin 18,9 13,2- 17,3 g/dlHematokrit 52 33-45 %

Leukosit 4,1 5-10 ribu/ULTrombosit 30 150-440 ribu/ULEritrosit 5.96 4,4-5,9 juta/UL

VER/HER/KHER/RDWVER 86,4 80-100 flHER 31,6 26-34 pg

KHER 36,0 32-36 g/dlRDW 14,2 11.5-14.5 %

Elektrolit DarahNatrium 135 135 – 147 mmol/LKalium 5,00 3.10 – 5.10 mmol/LKlorida 100 95 – 108 mmol/L

SERO-IMUNOLOGIAnti Dengue IgG Positif NegatifAnti Dengue IgM Positif Negatif

Hasil follow up laboratorium

Pemeriksaan 28/10 06:10

28/1019:21

29/1017:09

30/1004:43

30/1021:24

31/1007:52

01/1005:27

HematologiHemoglobin 17.2 15.6 15.4 15.2 14.7 14.2 14.9Hematokrit 51 47 44 45 44 42 43

Leukosit 5.8 4.3 3.9 5.5 7.0 10.5 8.9Trombosit 11 10 15 14 23 42 83Eritrosit 5,92 5,47 5.07 5.37 5.14 4.95 4.96

VER 85.5 85 87.1 84 85.7 84.9 87.0HER 29.1 28.5 30.3 28.4 28.7 28.7 30.1

KHER 34.1 33.6 34.8 33.8 33.5 33.8 34.6RDW 13.9 14.2 13.0 14.0 14.4 14.2 13.4

2.5 Resume

Pasien laki-laki, 18 tahun datang dengan keluhan demam naik turun sejak 6 hari sebelum

masuk rumah sakit. Pasien mengeluh demam disertai mual, muntah setiap kali makan,

nyeri kepala, dan nyeri ulu hati. Pada kedua tungkai atas dan bawah pasien muncul bintik-

10

Page 11: DHF case

bintik merah. Mimisan, gusi berdarah, muntah darah maupun BAB hitam disangkal.

Kebiasaan jajan sembarangan disangkal. Riwayat bepergian disangkal.

Pemeriksaan fisik :

Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi normal (20,7)

Terdapat nyeri tekan epigastrium.

Palpasi hepar teraba 1 cm dibawah arcus costae.

Pemeriksaan Laboratorium :

Kesan :

Peningkatan hematokrit

Leukopenia

Trombositopenia

2.6 Daftar Masalah

Dengue hemorrhagic fever grade 1

2.7 Rencana Pemeriksaan

Cek DPL/ 12 jam, IgG dan IgM anti dengue.

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Non medikamentosa

IVFD: Ringer lactat 500 ml/ 6 jam

Diet lunak 1900 kkal/hari

- 30 kkal/kgBB TB = 170 cm, BB idaman = 63 kg

- Aktivitas + 10%

Hasilnya : 1890 kkal + 10 % ≈ 1900 kkal/hari

Hidrasi adekuat

Cairan yang dibutuhkan: 1500 + (60 – 20) x 20 = 1500 + 800 = 2300 ml/kgBB

UMU balans seimbang

2.8.2 Medikamentosa

Paracetamol 3 x 500 mg p.o

Ondancentron 3 x 1 ampul

IVFD koloid/12 jam

11

Page 12: DHF case

IVFD RL 500 ml/6 jam

2.9 Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

2.10 Follow up

1) Follow up tanggal 29 Oktober 2014

Subjektif Demam tidak ada, mual (+), muntah (-), makan habis.

Objektif TSS.CM.

TD : 100/70 mmHg FN : 72 x/menit RR : 20 x/menit T : 37oC

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (+), Hepar dan

lien tidak teraba, Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/-

Assessment DHF grade 1

Planning Rdx/ Cek DPL/12 jam

Rtx/

IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam

Diet lunak 1900 kkal/hari

UMU balans / 24 jam

Paracetamol 3 x 500 mg p.o

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Ondancentron 3 x 8 mg iv

Sucralfat 4 x CI

2) Follow up tanggal 30 Oktober 2014

12

Page 13: DHF case

Subjektif Demam tidak ada, lemas (+), mual (+), muntah (-), makan habis.

Objektif TSS.CM.

TD : 100/70 mmHg FN : 74 x/menit RR : 20 x/menit T : 37oC

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan

lien tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/-

Assessment DHF grade 1

Planning Rdx/ DPL/12 jam

Rtx/

IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam

Diet lunak 1900 kkal/hari

Paracetamol 3 x 500 mg p.o

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Ondancetron 3 x 8 mg iv

Sucralfat 4 x CI

3) Follow up tanggal 31 Oktober

Subjektif Demam tidak ada, lemas (-), mual (-), muntah (-), makan habis.

Objektif TSS.CM.

TD : 100/70 mmHg FN : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,7oC

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan

lien tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/-

13

Page 14: DHF case

Assessment DHF grade 1

Planning Rdx/ DPL/24 jam

Rtx/

IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam

Diet lunak 1900 kkal/hari

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Ondancetron 3 x 8 mg iv

Sucralfat 4 x CI

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever/DHF adalah

penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan manifestasi klinis berupa demam,

14

Page 15: DHF case

nyeri otot atau nyeri sendi, disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

diatesis hemoragik. Pada kasus DBD, terjadi kebocoran plasma sehingga menyebabkan

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok.(1)

3.2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden

DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah

meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. (1)

Menurut data epidemiologi WHO tahun 2009, jumlah kasus dengue meningkat selama 3

sampai 5 tahun terakhir khususnya di Thailand, Indonesia, dan Myanmar.(3)

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health

Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit

dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI

menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah

penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate

sebesar 1,01% (2007).(2) Menurut data dari WHO tahun 2009, di Indonesia terdapat 150.000

kasus DBD dilaporkan di tahun 2007 dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta

dan Jawa Barat.(3)

15

Page 16: DHF case

Tabel 3.2.1. Data kasus dengue yang dilaporkan pada negara-negara di South East Asia dari tahun 1985-2009.(4)

3.3. Etiologi dan Faktor yang Mempengaruhi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm, terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)

16

Page 17: DHF case

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.(1)

Nyamuk Aedes Aegypti adalah vektor utama yang mentransmisikan virus dengue,

namun pada Asia, lebih banyak oleh nyamuk Aedes Albopictus. Virus ditularkan pada

manusia melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang sudah terinfeksi. Spesies nyamuk Aedes

mudah beradaptasi dengan tempat tinggal manusia, sering tinggal pada genangan air di ban

bekas atau wadah kecil lainnya yang dibuang manusia.(5)

Gambar 3.3.1. Nyamuk Aedes Aegypti.(5) Gambar 3.3.2. Nyamuk Aedes Albopictus.(5)

Nyamuk Aedes betina sering menggigit manusia pada siang hari, biasanya gigitan

pada belakang leher dan pergelangan kaki. Ketika sedang menggigit, nyamuk mudah

diganggu, sehingga nyamuk akan berpindah menggigit individu lain disekitarnya. Tidak

jarang, satu keluarga terkena infeksi dengue dalam waktu 24-36 jam, sangat mungkin

disebabkan oleh gigitan dari satu nyamuk yang sama yang terinfeksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan transmisi virus dengue yaitu:

1. Vektor

Perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,

transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu

Terdapat penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan

jenis kelamin.

17

Page 18: DHF case

3. Lingkungan

Curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.(1)

3.4. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.(1)

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang bertugas dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue (antibody dependent

enhancement) berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan

makrofag.(1)

2. Limfosit T berupa T helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) bertugas dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi IFN gamma, IL-2, dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,

IL-5, IL-6, dan IL-10.(1)

3. Monosit dan makrofag berperan dalam proses fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Hal ini akan mempercepat replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Monosit akan mensekresi mediator inflamasi berupa TNF alfa, IL-1, PAF (platelet

activating factor), dan histamin sehingga terjadi disfungsi endotel dan terjadi

kebocoran plasma.(1)

4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a dan

C5a.(1)

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterogous infection yang

menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe

berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga menyebabkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi.(1)

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain

menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di

makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper

18

Page 19: DHF case

dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan

mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-ɑ, IL-1,

PAF (Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi

sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi

oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.(1)

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

Pada fase awal infeksi menunjukan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.

Karena itu terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

trombopoietin dalam darah meningkat sebagai usaha kompensasi keadaan trombositopenia.

Destruksi trombosit terjadi karena ada pengikatan fragmen C3g, terdapat antibodi virus

dengue, konsumsi trombosit selama koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi

trombosit terjadi karena adanya gangguan pelepasan ADP, kadar b-tromboglobulin

meningkat, dan munculnya PF4 sebagai petanda degranulasi trombosit.(1)

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan

difungsi endotel. Aktivasi koagulasi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway).

Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak.(1)

3.5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau demam yang

tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma yang

mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD). Infeksi dengan satu serotipe virus

dengue akan memberikan imunitas seumur hidup untuk serotipe tersebut tetapi tidak untuk

serotipe yang lain Manifestasi klinis tergantung pada virus dan faktor penjamu seperti umur,

imunitas, dan lain-lain.(3)

19

Page 20: DHF case

Skema 3.5.1. Manifestasi klinis virus dengue.(1,4)

Setelah masa inkubasi (4-6 hari), maka muncul fase penyakit yaitu fase febris, fase

kritis, dan fase penyembuhan.

1. Fase febris

Pasien demam tinggi secara mendadak. Demam akut biasanya 2-7 hari dan

sering diikuti dengan kemerahan di wajah., eritem di kulit, rasa sakit di seluruh

tubuh, mialgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien juga mengeluh nyeri tenggorakan

dan mata merah. Biasanya terdapat mual, muntah dan tidak nafsu makan. Uji torniket

positif pada fase ini akan meningkatkan kemungkinan terinfeksi dengue.

Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekie dan perdarahan membran mukosa

(perdarahan gusi atau epistaksis) mungkin terjadi. Jarang terjadi perdarahan vagina

yang masif dan perdarahan gastrointestinal.(3)

2. Fase kritis

Suhu demam mulai turun yaitu 37,5-38oC atau dapat kurang, biasanya hari ke-

3 hingga ke-7, mungkin dapat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga

hematokrit meningkat dan diikuti dengan leukopenia progresif. Tanda-tanda ini

adalah awal dari fase kritis. Periode dari kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-

48 jam. Syok dapat terjadi apabila volume plasma semakin berkurang akibat

kebocoran plasma. Biasanya sering diawali oleh warning sign. Suhu tubuh biasanya

subnormal saat syok.(3)

20

Page 21: DHF case

3. Fase penyembuhan

Pasien stabil selama 24-48 jam setelah fase kritis. Hematokrit stabil atau lebih

rendah setelah pemberian cairan. Sel darah putih biasanya mulai meningkat setelah

penurunan suhu tetapi jumlah trombosit belum kembali normal.(3)

.

1 Fase demam Dehidrasi, demam tinggi hingga gangguan neurologis,

kejang demam pada anak

2 Fase kritis Syok karena kebocoran plasma, perdarahan berat,

gangguan fungsi organ

3 Fase penyembuhan Hipervolemia

Tabel 3.5.1 Fase Klinis pada Infeksi Dengue.(3)

Gambar 3.5.1. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue.(3)

3.6. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.

21

Page 22: DHF case

Langkah-langkah diagnosis berdasarkan:

1. Anamnesis gejala, riwayat pengobatan, dan riwayat keluarga

2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan fisik keseluruhan dan pemeriksaan status

mental

3. Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan pemeriksaan spesifik virus dengue

Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan dua

atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retro-orbital

3. Mialgia/artralgia

4. Ruam kulit

5. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)

6. Leukopenia

Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang

sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.(1,3,4)

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD

ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi yaitu:

1. Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari, biasanya tipe demam bifasik.

2. Terdapat minimal satu diantara manifestasi perdarahan berikut:

- Uji bendung positif

- Petekie, ekimosis, atau purpura

- Perdarahan mukosa (epistaskis atau perdarahan gusi) atau perdarahan di tempat

lain

- Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µL)

4. Terdapat minimal satu diantara tanda plasma leakage atau kebocoran plasma yaitu :

- Hematokrit meningkat > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin

- Penurunan hematokrit < 20% setelah pemberian cairan dibandingkan nilai Ht

sebelumnya.

22

Page 23: DHF case

- Tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau

hiponatremia.(1,3,4)

Dari keterangan tersebut terlihat bahwa perbedaan utama antara Demam

Dengue dengan Demam Berdarah Dengue adalah pada DBD ditemukan adanya

kebocoran plasma.

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah

trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai

gambaran limfosit plasma biru.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis

relatif (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%

dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT. APTT, Fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

5. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

6. SGOT/SGPT dapat meningkat.

7. Ureum/kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

8. Elektrolit: sebagai paramater pemantauan pemberian cairan.

9. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah

atau komponen darah.

10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampao minggu ke-3, menghilang

setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder

IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

23

Page 24: DHF case

11. Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

12. NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke

delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesitifitas 100%

sama tingginya dengan spesitifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen

NS 1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.(1)

Hari Demam

Jenis Pemeriksaan Catatan Interpretasi

1-2 Hematologi - Hemoglobin (Hb)

- Hematokrit (Ht)

- Hitung leukosit

- Hitung trombosit

Biasanya normal

3 Hematologi :- Hemoglobin (Hb)

- Hematokrit (Ht)

- Hitung leukosit

- Hitung trombosit

- Hemokonsentrasi (peningkatan Ht ≥ 20%)

- Leukopenia

- Limfositosis relatif >45% dari total leukosit

- Limfosi plasma biru (>15% dari total leukosit atau >4% dari total limfosit)

- Trombositopenia (<100.000/µL) atau penurunan serial

- Trombosit <2/100 eritrosit (min dilihat 10 lapang pandang)

4-7 Hematologi- Hemoglobin (Hb)

- Hematokrit (Ht)

- Hitung leukosit

- Hitung trombosit

- Hapus darah tepi

- PT, APTT, D-Dimer/Fibrin, Monomer, Fibrinogen

Imunoserologi- Anti-Dengue IgM,

Bila dicurigai terjadi perdarahanWaspadai DIC(PT>, APTT>, D-Dimer +, atau Fibrin Monomer +, Fibrinogen <)

Peningkatan IgM dan atau IgGIgM +, IgG - : infeksi primer

24

Page 25: DHF case

IgG

- Uji HIKimia

IgM +, IgG + : infeksi sekunderIgM -, IgG + : riwayat terpapar/ dugaan infeksi sekunderIgM -, IgG - : bukan infeksi Flavivirus, ulangi 3-5 hari bila curiga≥ 1: 2560 infeksi sekunder FlavivirusSGOT/SGPT? Albumin?

8-10 Hematologi - Hemoglobin (Hb)

- Hematokrit (Ht)

- Hitung leukosit

- Hitung trombosit

- Hapus darah tepi

Normal pada fase penyembuhan

11-12 Imunoserologi- Uji HI Peningkatan titer > 4 kali

≤ 1 : 1280 infeksi Flavivirus akut primer≥ 1 : 2560 infeksi Flavivirus akut sekunder

Tabel 3.6.1. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis Demam Dengue/DBD.(6)

Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan tetepai

apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan

(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi

dengan pemeriksaan USG.(1)

Derajat Gejala Laboratorium

I Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artalgia ditambah uji bending postif

Trombositopenia (<100.000/µl), bukti ada kebocoran plasma

II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan

Trombositopenia (<100.000/µl), bukti ada kebocoran plasma

III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab serta gelisah)

Trombositopenia (<100.000/µl), bukti ada kebocoran plasma

25

Page 26: DHF case

1V Syok berat disertai tekanan darah dan nadi tidak terukur

Trombositopenia (<100.000/µl), bukti ada kebocoran plasma

Tabel 3.6.2. Klasifikasi Derajat DBD.(1)

WHO 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus

dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign, dan kriteria severe dengue.

Warning sign yaitu berupa nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan,

perdarahan mukosa, letargi, kelelahan, pemebesaran hati > 2 cm.(3)

Gambar 3.6.1. Warning signs pada kasus DBD.(3)

3.7. Diagnosis Banding

- Demam tifoid

- Campak

- Influenza

- Chikungunya

- Leptospirosis

- Malaria.(5)

Fase Demam

26

Page 27: DHF case

Flu-like sindrom Influenza, cacar, chikungunya, infeksi

mononucleosis, HIV

Penyakit ruam kulit Rubella, cacar, infeksi meningokokus,

reaksi obat, demam scarlet

Diare Rotavirus, infeksi enterik yang lain

Penyakit neurologis Meningo/ ensefalitis, kejang demam

Fase kritis

Infeksi Gastroenteritis akut, malaria, leptospirosis,

demam tifoid, hepatitis virus, HIV akut,

sepsis bacterial, syok sepsis

Keganasan Leukemia akut

Klinis yang lain Apendiksitis akut, kolelitis akut, KAD,

SLE, gagal ginjal

Tabel 3.7.1. Diagnosis Banding Berdasarkan WHO Didasarkan pada Fase Klinis Infeksi Dengue.(3)

3.8. Tatalaksana pada Dewasa

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simptomatis. Penatalaksanaan

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan

terapi substitusi komponen darah bilaman diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal

terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.

Proses kebocoran plasma dan trombositopeni pada umumnya terjadi pada hari ke-4 hingga 6

sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan

cairan akan kembali dari ruang interstisial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi

tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian

cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan

cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu diwaspadai.(2)

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopeni

yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak, dan tidak

mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran cerna. Sebagai terapi simptomatis

dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi

keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya

27

Page 28: DHF case

dihindari karena beresiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas

(lambung/duodenum).(2)

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD pada

dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5

kategori. Tatalaksana terinci yaitu protokol tatalaksana DBD dapat dilihat dibawah ini.(1,2)

Skema 3.8.1 Obervasi dan Tatalaksana di IGD.(1)

Protokol 1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

Apabila terdapat Hb, Ht, trombosit normal atau diantara 100.000-150.000 dapat dianjurkan

berobat jalan dan dalam 24 jam berikutnya dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit, dan

trombosit. Pasien harus segera kembali ke IGD bila kondisi memburuk.(1)

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif atau tanpa syok maka

diberikan cairan kristaloid dengan rumus sebagai berikut :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + (20 x (BB dalam kg - 20))

Setelah diberikan cairan maka dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah cairan tetap sama namun

pemeriksaan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.

28

Page 29: DHF case

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka berikan cairan sesuai

protokol 3.

Gambar 3.8.2. Pemberian Cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.(1)

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukan defisit cairan tubuh sebesar 5%.

Terapi awal adalah pemberian cairan dengan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7

ml/kgbb/jam. Kemudian pasien dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.

*Bila terjadi perbaikan (Ht turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi

urin meningkat) maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgbb/jam. Kemudian

dilakukan pemantauan kembali setelah 2 jam. Bila perbaikan maka jumlah cairan infus

dikurangi menjadi 3 ml/kgbb/jam. Bila tetap membaik dalam pemantauan maka

pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

*Bila keadaan tidak membaik yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, TD

turun < 20 mmHg, produksi urin menurun maka kebutuhan cairan harus dinaikan

menjadi 10 ml/kgbb/jam. Bila dalam 2 jam keadaan menunjukn perbaikan maka jumlah

cairan menjadi 5 ml/kgbb/jam tetapi bila keadaan tidam membaik maka naikkan cairan

infus menjadi 15 ml/kgbb/jam. Bila keadaan semakin memburuk dan didapatkan tanda-

tanda syok maka masuk ke dalam protokol 5.

29

Page 30: DHF case

Gambar 3..8.3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%.(1)

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan pada pasien dewasa adalah epistaksis yang tidak terkendali walaupun

sudah diberikan tampon hidung, hematemesis dan melena atau hematoskesia, hematuria,

perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi sebanyak 4-5 cc/kgbb/jam. Dalam kasus ini

pemberian cairan tetap sama seperti keadaan DBD tanpa syok namun pemeriksaan tanda vital

dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin. Pemeriksaan hematologi rutin sebaiknya

dilakukan tiap 4-6 jam.

Pemberian heparin bila secara klinis dan laboratorium menunjukkan tanda-tanda KID.

FFP diberikan bila defisiensi faktor pembekuan (PT dan APTT memanjang). PRC dapat

30

Page 31: DHF case

diberikan bila Hb < 10g%. Transfusi trombosit hanya diberikan bila jumlah trombosit <

100.000 dengan perdarahan spontan dan masif disertai atau tanpa KID.

Gambar 3..8.4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa.(1)

Protokol 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Pasien diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal diberikan cairan kristaloid

guyur sebanyak 10-20 ml/kgbb dan evaluasi setelah 15-30 menit. Bila syok teratasi (TD

sistolik > 100 mmHg dan frekuensi nadi kurang dari 100x/menit dengan volume cukup, akral

hangat, kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5-1 cc/kgbb/jam) maka jumlah cairan dikurangi

menjadi 7 ml/kgbb/jam.

Bila dalam waktu 1-2 jam keadaan tetap stabil maka pemberian cairan menjadi 5

ml/kgbb/jam. Selanjutnya bila 1-2 jam tetap stabil maka menjadi 3 ml/kgbb/jam. Bila dalam

24-48 jam tetap stabil dan diuresis cukup maka cairan infus dapat dihentikan.

Pengawasan harus dilakukan kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam

pertama setelah terjadi syok. Diperlukan pemeriksaan tanda vital dan diuresis diusahakan 2

ml/kgbb/jam. Pemeriksaan hematologi rutin untuk memantau perjalanan penyakit.

31

Page 32: DHF case

Gambar 3.8.5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa.(1)

32

Page 33: DHF case

Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat

dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah

sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi

(kelompok C).(3)

1. Kelompok-A

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum

secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai

warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga

melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan

diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul.

Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang

mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval

pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran

cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma

atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).(3)

2. Kelompok-B

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria

rawat pasien DBD adalah

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,

berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),

neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,

overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.

33

Page 34: DHF case

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin

0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5

ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai

respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan

dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan

Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1-2 jam.

Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5

ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran

plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output

dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter

yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat

fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,

selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.(3)

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL

dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau

overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk

memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume

dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan

laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.(3)

3. Kelompok-C

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD

berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan

kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat

periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht

sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi

sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas

34

Page 35: DHF case

tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).(3)

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Skema 3.8.6. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi.(3)

Terapi pada Syok Hipotensi

35

Page 36: DHF case

Skema 3.8.7. Algoritma Pasien Syok Hipotensi.(3)

Tatalaksana home care :

Bed rest adekuat

Konsumsi cairan yang cukup > 5 gelas ukuran sedang, susu, jus buah, cairan

isotonik, air tajin

Parasetamol (tidak boleh lebih dari 4 gram per hari)

36

Page 37: DHF case

Menggosok tubuh dengan air hangat

Eliminasi nyamuk di sekitar rumah dan lingkungan

Jangan mengkonsumsi NSAID atau aspirin tanpa anjuran dokter

Tidak diperlukan antibiotik

Segera ke rumah sakit bila : perdarahan, sering muntah, nyeri abdomen, kejang

atau perubahan status mental, pucat, akral dingin, sesak nafas.(3)

Pasien DBD rawat inap dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan

membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan

pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

Hematokrit stabil tanpa cairan intravena.(3)

3.9. Komplikasi

Komplikasi biasanya berhubungan dengan syok berkepanjangan yang

mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan berat sebagai akibat dari DIC dan

multiorgan failure seperti disfungsi hepatik dan renal. Terapi pengganti cairan selama

periode kebocoran plasma dapat menyebabkan efusi yang masif sehingga terjadi kongesti

pulmonal dan atau gagal jantung. Jika meneruskan terapi pengganti cairan setelah periode

kebocoran plasma dapat menyebabkan udem pulmonal akut atau gagal jantung.(4)

3.10. Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad sanationam : bonam

Ad functionam : bonam

BAB IV

37

Page 38: DHF case

PENGKAJIAN MASALAH

Demam berdarah dengue

Dasar diagnosis

a. Anamnesis

Pasien demam tinggi sejak 6 hari sebelum masuk RS

Demam mendadak tinggi disertai nyeri kepala disekitar dahi dan mata

Mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan BAB hitam disangkal

Muncul bintik-bintik merah 2 hari sebelum masuk RS

b. Pemeriksaan fisik

Nyeri tekan epigastrium positif

Palpasi hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae

Petekie tersebar di kedua tungkai atas dan bawah

c. Pemeriksaan penunjang

- Hematokrit : 52 %

- Leukosit : 4.100 sel/mm3

- Trombosit : 30.000 sel/mm3

Pembahasan

Demam berdarah dengue yang terjadi pada pasien ini termasuk ke dalam derajat I

dimana terdapat gejala dan tanda berupa:

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Petekie, purpura, ekimosis

Perdarahan mukosa (paling sering epistaksis atau perdarahan gusi)

Hematemesis dan melena

3. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal)

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : Efusi pleura, asites, hipoproteinemia

4. Trombositopenia (<100.000/uL)

38

Page 39: DHF case

Pada pasien ini juga didapatkan adanya gejala berupa mual, muntah setiap kali makan,

nafsu makan menurun, badan terasa pegal dan ngilu, serta adanya nyeri ulu hati. Gejala-

gejala tersebut sering menyertai pasien dengan demam berdarah dengue.

Penatalaksanaan

1. Tirah baring

2. Pemeriksaan DPL/12 jam

3. Diet lunak 1900 kkal

4. IVFD RL 500 cc/ 6 jam

5. Paracetamol 3 x 500 mg p.o

6. Omeprazole 1 x 40 mg iv

7. Ondancentron 3 x 8 mg iv

8. Sucralfat 4 x CI

9. Observasi tanda-tanda perdarahan

Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

perdarahan. Pada pasien ini termasuk ke dalam demam berdarah dengue derajat I,

sehingga tatalaksana cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan.

39

Page 40: DHF case

BAB V

KESIMPULAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang

ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri sendi

yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik.

Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan

tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi,

hilangnya napsu makan, mual-mual dan ruam.

40

Page 41: DHF case

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo

A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 2773-9

2. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah

Dengue. Medicinus: Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical

Application. Vol 22. Edisi Maret-Mei. Jakarta: 2009

3. WHO. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France:

2009.

4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue

Haemorrhagic Fever. India: 2011

5. Shepherd SM. Dengue. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/215840-

overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed on November 8th, 2014.

6. Rosita R, Suseno U, Lebang Y, Pohan HT, Suhendro, Satari HI et al. Pedoman

tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Depkes RI. Jakarta:

Departemen Kesehatan; 2005.

41