30
1 DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG. (Studi Pada Kelurahan Senggarang) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan Oleh : HENDRA SUMANTO NIM : 110565201169 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec... · alat tangkap, kemudian hidup dalam

  • Upload
    lyphuc

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG

LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT

HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG.

(Studi Pada Kelurahan Senggarang)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan

Oleh :

HENDRA SUMANTO

NIM : 110565201169

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

2

A B S T R A K

Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut investasi,

produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya sekedar ekonomi

tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan regulasi kebijakan

pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua dimensi itu tersentuh agar

keseimbangan ekologis dan keadilan sosial ekonomi dapat tercapai. Salah satu

daerah di Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.

Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota

Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI)

yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan

pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat

Tarik (seine nets). Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu

menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun sejak

adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki

alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dampak Peraturan Menteri

No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela

dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota

tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. Operasionalisasi konsep yang di

gunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Agustino (2006:191).

Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang. Analisis data yang di

gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.

Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri

No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela

dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak pihak khususnya nelayan.

Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah turunnya jumlah tangkapan

ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan mereka. Dampak ekonomi,

terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga sebelum adanya Peraturan

Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15

hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya

peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi

ikan pun menurun.

Kata Kunci : Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.

3

A B S T R A C T

Marine and fisheries issues not only concern investment, productivity as

well as promotion, because the dimensions are not merely economic but also

social, cultural and political, so that the necessary regulation of resource

management policy that allows all the dimensions of the ecological balance so

that it touched and economic social justice can be achieved. One of the areas in

the city of Tanjung Pinang which is surrounded by the sea is named Senggarang.

Named senggarang is subdistricts Tanjungpinang city, city of Tanjung Pinang,

Riau Islands province, Indonesia. Regulation of the Minister of marine and

fisheries No. 2 2015 based on the decline in Fish Resources (SDI) that threaten

the sustainability of, so for the sake of sustainability needs to be enacted to ban

the use of fishing Trawler Hela (trawls) and Trawl Pull (seine nets). Before the

existence of this ministerial regulation all fishermen are able to live out his family

more than enough because their income but since the existence of a trawl of many

fishermen who became unemployed due to not having the capture tool, then living

in distress.

The goal in this research is to know the impact of Ministerial Regulation

No. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela

against socio-economic condition of the fishing communities of the town named

Senggarang Village in Tanjung Pinang. Operasionalisasi concepts in use in this

study refers to the concept of Agustino (2006:191). Informants in this study that is

as much as 8 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of

qualitative data.

Based on research it can be concluded that the regulation of the Minister

no. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela

brings influence on many parties particularly fisherman. The influence of

perceived most fishing communities is the fall in the number of catches that have

an impact on the amount of their income. The economic impact, particularly on

the level of family income before the existence of this ministerial regulation of the

production of fish derived fisherman 1 day could reach 15 to 25 kg with revenues

of 300 to 500 thousand, but the regulations after the many fishermen who

eventually can't sail anymore, any fish production is declining.

Keywords: Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.

4

DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG

LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT

HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG

(Studi Pada Kelurahan Senggarang)

A. Latar Belakang

Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut

investasi, produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya

sekedar ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan

regulasi kebijakan pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua

dimensi itu tersentuh agar keseimbangan ekologis dan keadilan sosial

ekonomi dapat tercapai. Oleh karena itu, keterlibatan nelayan dalam proses

perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk mendapatkan dukungan

yang kuat terhadap law enforcement setiap kebijakan pengelolaan. Hal

pertama yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini adalah

penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolaan

sumberdaya ikan secara rasional (pembatasan hasil tangkapan, dan upaya

tangkapan).

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari

oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian,

sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan

alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi

dapat ditegaskan bahwa tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor

5

perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai

informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground)

yang dibagi ke dalam beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di

wilayah Republik Indonesia sudah mengalami over fishing atau over

exploited. Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat

besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Total luas laut

Indonesia sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia

(KKP, 2012).

Maksud diterbitkannya Permen KP. No. 02 Tahun 2015 Tentang

Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik

adalah untuk menghentikan sementara penggunaan alat penangkapan ikan

yang dianggap merusak lingkungan agar sumber daya ikan tidak punah.

Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali sumberdaya ikan yang telah

berkurang/rusak sampai pada akhirnya dapat dimanfaatkan kembali secara

optimal.

Tanjungpinang adalah ibu kota Kepulauan Riau, Indonesia. Sebagian

wilayah Tanjungpinang merupakan dataran rendah, kawasan rawa bakau, dan

sebagian lain merupakan perbukitan sehingga lahan kota sangat bervariasi

dan berkontur. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana

sekitar 95% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan

wilayah darat. (Demografi Kota Tanjungpinang, 2016).

Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang

cukup banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di

6

Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.

Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota

Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Jumlah nelayan di Kota

Tanjungpinang tahun 2015 adalah 4.621. Nelayan di Kota Tanjungpinang

menggunakan alat tangkap yang beragam jumlahnya seperti jaring insang

mencapai 21%, pancing 25% dan jaring angkat 13%. Sedangkan pukat hela

dan pukat tarik dahulunya digunakan sebesar 29 % Sisanya adalah yang

menggunakan alat tangkap perangkap yang hanya mencapai 12% totalnya.

Nelayan Kota Tanjungpinang juga melakukan penangkapan ikan pelagis

kecil pelagis besar dan demersal serta karang. (Sumber : Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2015)

Kelurahan Senggarang dengan luas wilayah 23,0 Km², Senggarang

merupakan desa kecil di Pulau Bintan, Senggarang adalah sebuah kawasan

pemukiman penduduk di Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Mata

pencaharian penduduk di sini cukup beraneka ragam. Banyak keluarga yang

menggantungkan hidupnya dengan laut misalnya menjadi nelayan, penarik

boat bahkan bekerja di kapal-kapal barang / pesiar. (Sumber : Kantor

Kelurahan Senggarang, 2016)

Selama ini nelayan mengalami kesulitan modal usaha dan kerja untuk

mengubah alat tangkap. Karena dengan berubahnya alat tangkap, maka

bentuk kapal, ukuran kapal, dan mesin kapal secara teknik juga harus

berubah. Pemerintah justru tidak perlu melarang kapal pukat untuk

beroperasi. Tetapi, harusnya diperkuat dengan pembinaan untuk dikaryakan

7

dalam rangka mengamankan laut Indonesia terhadap pencurian dari kapal

ikan asing.

Baru-baru ini Pemrintah Kota Tanjungpinang memberi bantuan alat

tangkap ramah lingkungan berupa jaring dan bubuh kepiting untuk Kelurahan

Senggarang sebanyak 54 kepala keluarga.Masing-masing kepala keluarga itu

menerima jaring sebanyak 10 unit dan bubuh kepiting sebanyak 50 unit

bantuan ini bertujuan agar nelayan dapat mencari nafkah dengan alat baru

selain pukat yang biasa mereka gunakan namun bantuan ini belum

sepenuhnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

(http://antarakepri.com/berita/19296/ratusan-nelayan-tanjungpinang-dapat-

bantuan-jaring).

Berdasarkan data yang di lapangan Kelurahan Senggarang Kota

Tanjungpinang sedah mengalami over fishing Saat ini sebanyak 25 nelayan

asal Senggarang, membuat kesepakatan bersama tidak menggunakan pukat

gamat dalam menangkap ikan di wilayah perairan Tembeling,Bintan dan

Senggarang.hal ini dikarnakan banyak terjadi kerusakan alam bawah laut di

sekitar kota tanjungpinang terutama terumbu karang dan biotanya.setelah

pelarangan, nelayan di senggarang merasakan dampak peraturan menteri

tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri penghasilan nelayan

menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap tersebut akan membuat

hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan membuat penghasilan

nelayan berkurang. Sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan

8

yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan

pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya peraturan tersebut

banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi ikan pun

menurun. (Sumber : Wawancara, Zainuddin sebagai ketua kelompok nelayan,

Senin 2 Mei 2016, pukul 12.30 Wib)

Dulu di Senggarang saja sehari bisa menghasilkan 1.275 Kg perhari,

dapat dijual dengan harga Rp. 18.000 s/d Rp. 40.000 tergantung jenis ikan

yang didapatkan. Namun Penghasilan mereka saat ini setiap hari tidak lebih

dari 500 Kg yang bisa di pasarkan karena banyak nelayan yang tidak melaut

karena dianggap tidak dapat mematuhi aturan Peraturan Menteri tersebut.

(Sumber : Wawancara, Ahmad sebagai Toke, Senin 2 Mei 2016, pukul 18.30

Wib)

Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu

menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun

sejak adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak

memiliki alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan. Penggunaan pukat

tarik juga sering menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi

daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi alat tangkapnya menjadi

alat tangkap yang mirip dengan prinsip kerja trawl. Sejak saat itu, eksploitasi

terhadap sumberdaya ikan terjadi secara besar-besaran dan konflik antar

nelayan juga terus terjadi. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif

seperti Nelayan tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga

9

berdampak pada hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi

koflik sosial akibat terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di

masyarakat nelayan. Adanya potensi perubahan sosial di masyarakat; dan

Terganggunya pasokan ikan untuk konsumsi dalam negeri (jangka pendek).

(Sumber : Pusat penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

(PPESKP), 2015 dalam http://bbpse.litbang.kkp.go.id/)

Dari latar belakang diatas, maka penulis bermaksud meneliti lebih lanjut

dalam bentuk penulisan usulan penelitian dengan memilih judul penelitian:

“DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG

LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT

HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL

EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG”

(Studi Pada Kelurahan Senggarang)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dari itu yang menjadi

permasalahan di dalam penelitian ini dirumuskan sebagi berikut : Bagaimana

dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi

masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang?

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui

dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan

alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial

ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang

2. Kegunaan Penelitian.

Kegunaan dari penelitian ini, adalah:

a. Kegunaan Bagi Akademis

Sebagai salah satu syarat guna penyelesaian Studi S1 ilmu

Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Maritim Raja Ali Haji.

b. Kegunaan Teoritis

Diharapkan dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan

di bidang implementasi (pelaksanaan kebijakan) pemerintahan

serta dapat di jadiakan bahan acuan untuk masa yang akan

datang bagi yang ingin melakukan penelitian mengenai dampak

Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan

penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik

terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota

tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang.

c. Kegunaan Praktis

11

Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan

sumbangsih dan manfaat bagi pemerintah,masyarakat kota

tanjung pinang dan wilayah maritim lain nya dalam rangka

penerapan dan pelaksanaan dalam rangka menjaga kelestaria

alam khusus nya di laut.

D. Kerangka Teori

1. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus

kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik

tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan

dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Menurut Dunn (2003:601)

menyatakan bahwa evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik

terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya

nilai juga dapat dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan

dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Evaluasi kebijakan

adalah proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil,

yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target

kebijakan yang ditentukan. Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi

kebijakan Badjuri & Yuwono (2002:140-141) menyajikan tabel indikator evaluasi

kebijakan sebagai berikut :

1. Input (masukan) adalah Masalah kebijakan publik ini timbul karena

adanya factor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang

melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya

12

masalah kebijakan publik tersebut, yang berupa tuntutan-tuntutan,

keinginan- keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang

diharapkan segera diatasi melalui suatukebi jakan publik. Masalah itu

dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik

baru. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah sumber daya

pendukung dan bahanbahan dasar yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan ? berapakah SDM (sumber daya), uang atau

infrastruktur pendukung lain yang diperlukan?

2. Process (proses) adalah Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi

kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan

interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam

membentuk sebuah kebijakan. bagaimanakah sebuah kebijakan

ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada

masyarakat ? bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode /

cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut ?

3. Outputs (hasil) adalah produk Kebijakan publik berupa peraturan,

Undang-Undang dan Perda yang hasilnya dapat dirasakan oleh

masyarakat. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah hasil

atau produk yang dihasilkan sebuah kebijakan publik ? berapa orang

yang berhasil mengikuti program / kebijakan tersebut ?

4. Outcomes (dampak) adalah Kebijakan Publik berisikan hal yang

positif dan negatif terhadap target group. Fokus penilaian adalah

apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang

13

terkena kebijakan ? berapa banyak dampak positif yang dihasilkan ?

adakah dampak negatifnya ? seberapa seriuskah ?

Dunn (2003;610) menyatakan bahwa kriteria-kriteria evaluasi

kebijakan publik yaitu :

a. Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil

(akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya

tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis,

selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya”

(Dunn, 2003:429).

b. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan

untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang

merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan

hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur

dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan

biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas

tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430).

c. Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah

dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N.

Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan

seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau

kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).

d. Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan

keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William

14

N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan

dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat

dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat

(Dunn, 2003:434).

e. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari

suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas

penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan

bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh

suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai

kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437).

f. Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan

rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang

direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria

kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini

menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk

merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).

Selanjutnya, Howlett dan Ramesh (2000:170) menyatakan bahwa secara

umum evaluasi kebijakan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu : At

general level, policy evaluations can be classified in three broad categories

administrative evaluation, judicial evaluation, dan political evaluation which

differ in the way they are conducted, the actor they involve, and their effects.

15

Evaluator kebijakan harus mengetahui secara jelas aspek-aspek apa yang

perlu dikajinya. Disamping itu harus mengetahui sumber-sumber informasi yang

perlu dikejarnya untuk memperoleh data yang valid. Selain mengetahui teknik

analisis yang tepat untuk melakukan evaluasi. Sejumlah metode dapat digunakan

untuk membantu dalam mengevaluasi kebijakan, namun hampir semua teknik

yang ada dapat juga digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode

evaluasi lainnya.

2. Dampak Kebijakan

Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan dampak, baik itu

dampak positif maupun negatif. dampak positif dimaksudkan sebagai dampak

yang memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah kebijakan dan memberikan

manfaat yang berguna bagi lingkungan kebijakan. sedangkan dampak negatif

dimaksukan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan

kebijakan dan tidak diharapkan terjadi. Soemarwoto dalam giroth (2004:12)

menyatakan bahwa dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat

suatu aktifitas.

Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu

kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata. Menurut Anderson dalam

Agustino:2006:190) semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan , baik yang

langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk efek simbolis atau

efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan pemerintah.

Kegiatan ini diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya

memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan public,

16

karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatikan perubahan

yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi

politik.

Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Objek yang

dimaksud sebagai sasaran kebijakan harus jelas. Misalnya masyarakat miskin

(berdasarkan keriteria tertentu), para pengusaha kecil, kelompok anak-anak

sekolah yang termarjinalkan, atau siapa saja yang menjadi sasaran. Efek yang

dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika berbagai kombinasi sasaran

tersebut dijadikan fokus masa analisisnya menjadi lebih rumit karena prioritas

harus diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud. Disamping itu, perlu

dipahami bahwa kebijakan kemungkinan membawa konsekuensi yang diinginkan

atau tidak diinginkan.

Ketika kita berbicara tentang outcome dalam evaluasi kebijakan, maka

sedikitnya mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang ingin kita selesaikan

dengan kebijakan yang dikeluarkan, bagaimana usaha kita untuk

melaksanakannya, dan bila ada, apa yang kita kerjakan terhadap hasil yang

dicapai (dampak atau hasil dan hubungannya dengan kebijakan itu). Dampak dari

kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino (2006:191) :

1. “Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan

melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan

terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa

kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak

diharapkan.

17

2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau

dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect.

3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti

pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini.

4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang

merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman

dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya

sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan

setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”.

Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan

publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari

lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai

pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik;

penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik

pada masyarakat, baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat,

baik berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang

tidak diharapkan.

E. Konsep operasional

Fungsi dari konsep operasional adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi

fenomena atau gejala-gejala yang diamati dengan jelas, logika, atau penalaran

yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau

dikaji. Dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino

18

(2006:191) :

1. Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan

melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan

terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa

kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak

diharapkan.

2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau

dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect.

3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti

pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini.

4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang

merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman

dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya

sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan

setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mana ia berupaya

menggambarkan dan menjekaskan,mengungkap fakta, keadaan, fenomena,

variabel dan keadaan yang terjadi di lapangan atau tempat yang akan di

teliti.menurut Sugiyono(2012:11) “Penelitian deskriptif kualitatif adalah

19

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,baik satu

variabel atau lebih (indevendent)yang di tanya dinyatakan dalam bentuk kata

,kalimat dan gambar tanpa membuat perbandingan,atau menghubungkan

antar variabel satu dengan variabel lainnya”.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan senggarang.Alasan memilih

lokasi penelitianyang mana daerah ini merupakan daerah tempat tinggal

masyarakat nelayan tanjungpinang yang bersinggungan langsung karna

masyarakat nelayan di sini umum nya melaut menggunakan alat tangkap ikan

jenis pukat, di daerah ini juga para nelayan merasakan adanya dampak dari

peraturan menteri tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri adalah

penghasilan nelayan menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap

tersebut akan membuat hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan

membuat penghasilan nelayan berkurang.

3. Informan

Dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel melainkan

infirman.penentuan imformasi sebagai sumber data di lakukan dengan teknik

purposive. menurut Sugiyono (2012:216) menyebutkan purposive adalah

penentuan sumber data yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan

tertentu.penentuan informen dapat di lihat dari tabel berikut ini :

20

Tabel I.1

Informan

No Jenis Informan Jumlah

1. Lurah Senggarang 1 orang

2. Masing-masing ketua pengurus Himpunan

Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)

Tingkat Daerah.

1 orang

3. Masyarakat Nelayan 6 orang

Jumlah 8 orang

Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016.

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan melalui

wawancara. Data primer akan diambil data yang meliputi data tentang dampak

Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi

masyarakat nelayan kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dengan tidak melalui wawancara, namun

melalui dokumen-dokumen dan literatur, seperti gambaran umum lokasi

penelitian, data uraian tugas dan fungsi, data struktur organisasi, data peralatan

kerja yang dimiliki, data sarana dan prasarana yang mendukung dampak

Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

21

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi

masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian maka digunakan tehnik, yaitu :

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan terhadap subjek maupun objek penelitian sehingga dapat diperoleh

data atau keterangan serta informasi yang jelas tentang hal yang diteliti. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan yaitu penulis tidak

melakukan aktivitas yang bisa mempengaruhi objek yang diteliti. Observasi

yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan dampak Peraturan

Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan

kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang. Observasi dilakukan

mulai dari pendataan masyarakat miskin, hingga penyaluran kepada

masyarakat yang berhak. Penulis menggunakan daftar checklist dan catatan

harian dalam observasi.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan

pembicaraan berupa tanya jawab secara langsung dengan informan mengenai

pembahasan penelitian. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

tidak terstruktur. Menurut Arikunto (2006:227) pedoman wawancara tidak

terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang

akan ditanyakan. Wawancara dilakukan kepada pegawai dinas sosial, aparatur

22

desa, serta penerima manfaat yaitu masyarakat. Hal ini untuk mengetahui

secara mendalam tentang dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015

tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik

terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada

Kelurahan Senggarang. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah

pedoman wawancara.

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari informan dikumulkan lalu dipisahan menurut

jenis data,kelompok data,kemudian data tersebut dianalisis secara Deskriftif

Kualitatif.Analisis data peneitian inidilakukan melalui sebuah proses yang

terdiri dari beberapa tahap yang dimulai sejak pengumpulan Data,kemudian

dikerjakan secara Intensif hingga penelitian selesai untuk memperoleh

kesimpulan.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan

Huberman Dalam Sugiyono (2012:246) Yaitu:

1. Reduksi data (Data Reduction) diartikan sebagai proses dimana

peneliti melakukan pemilihan dan penyederhanaan data hasil

penelitian.

2. Penyajian data (Data display) yaitu sekumpulan imformasi tersusun

sehingga memberikan kemudahan dalam penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi (Conclution Drawing

/Verification) merupakan usaha untuk memahami data yang di

peroleh. Poses penariakn kesimpulan merupakan proses yang

23

membutuhkan pertimbangan yang matang. Kesimpulan yang di tarik

segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali

sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang

lebih cepat.

H. Teknik Validitas Data

Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana

alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Uji validitas

dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi. Teknik keabsahan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Metode triangulasi merupakan

salah satu metode yang paling umum dan sering di gunakan dalam pengujian

validitas penelitian kualitatif.

Metode triangulsi ini merupakan cara pengkombinasian antara penelitian

kuantitatif dan kualitatif yaitu dengan cara mengecek antara satu tipe hasil

penelitian (kuantitatif misalnya) dapat dicek dengan hasil penelitian yang

diperoleh dari tipe penelitian yang lain (kualitatif). Triangulasi ini umumnya

dimaksudkan untuk meningkatkan validitas hasil penelitian. Fungsi dari

penggunaan metode triangulasi adalah untuk memahami fenomena sosial dan

konstruksi psikologis, karena untuk pemahaman hal tersebut, tidak cukup hanya

menggunakan satu alat ukur saja. Akan tetapi menekankan digunakannya lebih

dari satu metode dan banyak sumber data termasuk di antaranya adalah sejumlah

peristiwa yang terjadi. Jenis-Jenis Metode Triangulasi Menurut Sugiyono (2012:

370) ada 3 macam yakni triangulasi sumber, teknik dan waktu.

24

DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015

TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN

IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA

TANJUNGPINANG

(Studi Pada Kelurahan Senggarang)

Indonesia memiliki banyak wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang

luas dan bermakna strategis sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional. Selain

memiliki nilai ekonomis, sumber daya kelautan juga mempunyai nilai ekologis, di

samping itu, kondisi geografis Indonesia terletak pada geopolitis yang strategis,

yakni antara lautan Pasifik dan lautan Hindia yang merupakan kawasan paling

dinamis dalam arus percaturan politik, pertahanan, dan kemanan dunia. Kondisi

geo-ekonomi dan geo-politik tersebut menjadikan sektor kelautan sebagai sektor

yang penting dalam pembangunan nasional. Khusus untuk perikanan tangkap

potensi Indonesia sangat melimpah sehingga dapat diharapkan menjadi sektor

unggulan perekonomian nasional. Untuk itu potensi tersebut harus dimanfaatkan

secara optimal dan lestari, tugas ini merupakan tanggung jawab bersama

pemerintah, masyarakat, dan pengusaha guna meningkatkan pendapatan

masyarakat dan penerimaan negara yang mengarah pada kesejahteraan

rakyat.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh

penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi

keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan

ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa

tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk

mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar

daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa

25

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah

mengalami over fishing atau over exploited.

Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang cukup

banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di Kota

Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah

Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan

Riau, Indonesia. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

(Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif seperti Nelayan

tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga berdampak pada

hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi koflik sosial akibat

terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di masyarakat nelayan. Adanya

potensi perubahan sosial di masyarakat; dan Terganggunya pasokan ikan untuk

konsumsi dalam negeri (jangka pendek).

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan

Menteri Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan

Ikan Pukat Hela Dan Pukat Tarik membawa dampak Terhadap Kondisi Sosial

Ekonomi Masyarakat Nelayan Kota Tanjungpinang Pada Kelurahan Senggarang.

Hal ini dapat dilihat dari :

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa

bahwa Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak

pihak khususnya nelayan. Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah

26

turunnya jumlah tangkapan ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan

mereka. Dampak ekonomi, terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga

sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1

hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu,

namun setelah adanya peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak

dapat melaut lagi, produksi ikan pun menurun.

Kemudian kelompok lain yang merasakan dampak peraturan ini adalah

toke. Ketergantungan antara nelayan dengan tauke memang tidak bisa dihindari,

berbagai sebab menjadi pemicu sehingga nelayan banyak yang menggantungkan

hidupnya pada tauke. Ketergantungan ini paling utama dikarenakan keterbatasan

nelayan untuk mengakses sumber daya perikanan sebagai akibat terbatasnya

kemampuan mereka dalam menyediakan sarana produksi, adanya kelompok lain

seperti toke yang terkena dampak dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015

tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik

ini, karena nelayan toke tidak mendapatkan ikan yang banyak lagi dari nelayan

buruhnya.

Namun Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan

penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa dampak

yang baik untuk masa yang akan datang, dampak yang paling nyata untuk masa

yang akan datang adalah menyelamatkan ekosistem laut, Apabila sumber daya

ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak rasional serta melebihi batas maksimum

daya dukung ekosistemnya, maka dapat mengakibat kerusakan dan berkurangnya

sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila tidak segera diatasi juga dapat

27

mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut. Sejak di keluarkannya

PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 aktifitas nelayan ada yang terhenti namun ada

juga yang masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi dengan alasan untuk

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari nelayan. Secara langsung pemberlakuan

aturan tersebut di perkirakan akan memberikan dampak pada aspek seperti

perubahan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, perubahan

pada lingkungan dan perubahan terhadap keadaan sosial dan ekonomi nelayan,

harus diingat bahwa manusia dalam hal ini masyarakat pesisir/nelayan adalah

salah satu elemen yang harus turut dipertimbangkan dalam suatu pembangunan.

Dampak yang di timbulkan dari kebijakan ini baik dampak secara langsung

maupun tidak langsung. Banyak nelayan yang mengeluh dana akhirnya terjerat

kembali kepada lingkaran kemiskinan. Perikanan Indonesia dikejutkan dengan

terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor

2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan

Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Peraturan tersebut dianggap

akan mematikan mata pencaharian ribuan nelayan di Indonesia termasuk nelayan

kecil karena sebagian besar jenis alat tersebut dioperasikan oleh nelayan skala

kecil.

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah sebaiknya terus mengawasi pelaksanaan Peraturan

28

Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik ini agar tidak ada lagi

nelayan yang menggunakannya secara sembunyi-sembunyi.

2. Sebaiknya Pemerintah juga memberikan solusi bagi para nelayan yang

merasakan dampak negatif dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015

tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat

tarik

3. Sebaiknya ada sosialisasi bagi masyarakat nelayan terhadap Peraturan

Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat

penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik serta alat tangkap yang layak

untuk digunakan di wilayah Senggarang.

29

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan.

Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha

Badjuri, Abdulkahar dan Yuwono, Teguh, 2002, Kebijakan Publik: Konsep dan

Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro

Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada

University Press

Giroth, Lexie M, 2004, Edukasi dan Profesi Pamong Praja : Publik Policy Studies,

Good Governance and Performance Driven Pamong Praja, STPDN Press,

Jatinangor

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja

Rosdakarya.

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru I). PT Rineka

Cipta : Jakarta

Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi.

Jakarta : PT.Elex Media Komputindo

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada :

Jakarta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:

ALFABETA

Subarsono, AG.2011. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori dan.

Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

30

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku

Kita.

Jurnal :

Abdul Qodir Jaelani, Udiyo Basuki. 2014. Illegal Unreported and Unregulated

(IUU) Fishing: Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam

Membangun Poros Maritim Indonesia. Vol. 3, No. 1, Juni 2014

Nanik Ermawati, Zuliyati. 2014. Dampak Sosial Dan Ekonomi Atas Peraturan

Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 2/Permen-Kp/2015 (Studi Kasus

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Jurnal. Kajian Multi Disiplin Ilmu

untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis

Kesejahteraan Rakyat.

Dokumen :

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 Larangan

Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik

(SEINE NETS) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik

Indonesia.