28
PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI Bab 1 KERANGKA PIKIR KEBIJAKAN PEMEKARAN (D (D (D (D (Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr . Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr . Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr . Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr . Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasrul Hanif ul Hanif ul Hanif ul Hanif ul Hanif, SIP , SIP , SIP , SIP , SIP.) .) .) .) .) A. Kebijakan Pemekaran: Proses Dan Indikator A.1. Proses Perumusan Kebijakan: Dari Hanya Inisiatif Daerah Menjadi Juga Inisiatif Nasional A.2. Indikator Pemekaran: Dari Hanya Kesiapan Daerah Menjadi Juga Kepentingan Nasional B. Manajemen Transisi: Menjamin Daerah Pemekaran Mampu Mandiri B.1. Belajar dari Kesulitan di Masa Lalu B.2. Merancang Manajemen Transisi Daerah Baru Hasil Pemekaran Catatan Akhir 1 2 3 9 13 13 17 22 v xv xix DAFTAR ISI

DAFTAR ISI - polgov.fisipol.ugm.ac.id · daerah, pemekaran atau pembentukan daerah otonomi baru mengalami ledakan luar biasa. Dalam waktu kurang dari lima tahun, jumlah daerah otonom

Embed Size (px)

Citation preview

PENGANTARUCAPAN TERIMA KASIHDAFTAR ISI

Bab 1KERANGKA PIKIR KEBIJAKAN PEMEKARAN(D(D(D(D(Drrrrr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasr. Pratikno, M.Soc.Sc. dan Hasrul Haniful Haniful Haniful Haniful Hanif, SIP, SIP, SIP, SIP, SIP.).).).).)A. Kebijakan Pemekaran: Proses Dan Indikator

A.1. Proses Perumusan Kebijakan: Dari HanyaInisiatif Daerah Menjadi Juga InisiatifNasional

A.2. Indikator Pemekaran: Dari Hanya KesiapanDaerah Menjadi Juga Kepentingan Nasional

B. Manajemen Transisi: Menjamin DaerahPemekaran Mampu MandiriB.1. Belajar dari Kesulitan di Masa LaluB.2. Merancang Manajemen Transisi Daerah

Baru Hasil PemekaranCatatan Akhir

12

3

9

1313

1722

vxvxix

DAFTAR ISI

xx

Bab 2JALAN DAMAI DARI ILAGA: PENTINGNYA PEMEKARANKABUPATEN PUNCAK DARI KABUPATEN PUNCAK JAYA(((((DrDrDrDrDr. Pur. Pur. Pur. Pur. Purwo Santoso, MAwo Santoso, MAwo Santoso, MAwo Santoso, MAwo Santoso, MA., Nanang Indra Kur., Nanang Indra Kur., Nanang Indra Kur., Nanang Indra Kur., Nanang Indra Kurniawan, SIPniawan, SIPniawan, SIPniawan, SIPniawan, SIP.,.,.,.,.,MPMPMPMPMPAAAAA., dan Arie Ruhyanto, SIP., dan Arie Ruhyanto, SIP., dan Arie Ruhyanto, SIP., dan Arie Ruhyanto, SIP., dan Arie Ruhyanto, SIP.).).).).)A. Pemekaran Wilayah Sebagai Strategi Nasional:

Penanggulangan Separatisme Di Tanah PapuaA.1. Memekarkan Kabupaten Puncak Jaya,

Memastikan Berlangsungnya IntegrasiDamai dalam NKRI

A.2. Memekarkan Kabupaten Puncak Jaya,Menyempurnakan Jangkauan NegaraTerhadap Rakyatnya

B. Pemekaran Puncak Jaya: Jalan Damai YangDipersiapkan Masyarakat

C. Meneguhkan Kepentingan Nasional di TingkatLokal

Catatan Akhir

Bab 3KELAYAKAN PEMEKARAN PUNCAK JAYA(W(W(W(W(Wawan Mas‘udi, SIPawan Mas‘udi, SIPawan Mas‘udi, SIPawan Mas‘udi, SIPawan Mas‘udi, SIP., MP., MP., MP., MP., MPAAAAA., Mif., Mif., Mif., Mif., Mif tah Adhi Iksanto, SIPtah Adhi Iksanto, SIPtah Adhi Iksanto, SIPtah Adhi Iksanto, SIPtah Adhi Iksanto, SIP,,,,,MiOMiOMiOMiOMiOAAAAA., dan Amir., dan Amir., dan Amir., dan Amir., dan Amirudin, SIPudin, SIPudin, SIPudin, SIPudin, SIP.).).).).)A. Kesiapan Daerah Pemekaran Puncak Jaya

A.1. Dukungan Substantif atasPersyaratan Administratif

A.2. Dukungan Substantif atasPersyaratan Teknis

A.3. Dukungan Substantif atasFisik Kewilayahan

B. Fisibilitas Kepentingan NasionalB.1. Aspek Pembangunan Pertahanan dan

Keamanan (Hankam)B.2. Pembangunan Politik NasionalB.3. Pembangunan Ekonomi Nasional

C. Argumen KelayakanCatatan Akhir

5960

62

68

8289

8990919293

25

26

29

33

39

4952

xxi

Bab 4REKOMENDASI KEBIJAKAN ’DASAR’(Drs. Cor(Drs. Cor(Drs. Cor(Drs. Cor(Drs. Cornelis Laynelis Laynelis Laynelis Laynelis Lay, MA, MA, MA, MA, MA., Drs. Har., Drs. Har., Drs. Har., Drs. Har., Drs. Haryanto, MAyanto, MAyanto, MAyanto, MAyanto, MA., dan Mada., dan Mada., dan Mada., dan Mada., dan MadaSukmajati, SIPSukmajati, SIPSukmajati, SIPSukmajati, SIPSukmajati, SIP., MPP., MPP., MPP., MPP., MPP.).).).).)A. Rekomendasi: Pembentukan Kabupaten Puncak

Sekarang JugaB. Skenario Menuju Pemekaran Puncak Dari Puncak

JayaC. Manajemen TransisiCatatan Akhir

Bab 5PROSES PEMEKARAN DAN PENGEMBANGANKABUPATEN BARU(Drs. Bambang Pur(Drs. Bambang Pur(Drs. Bambang Pur(Drs. Bambang Pur(Drs. Bambang Purwokwokwokwokwoko, MAo, MAo, MAo, MAo, MA. dan A. dan A. dan A. dan A. dan AAAAAAGN Ari Dwipayana,GN Ari Dwipayana,GN Ari Dwipayana,GN Ari Dwipayana,GN Ari Dwipayana,SIPSIPSIPSIPSIP., MS.i.)., MS.i.)., MS.i.)., MS.i.)., MS.i.)A. PengantarB. Kerangka Pengelolaan Proses TransisiC. Pengelolaan Proses PemekaranD. Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah

BaruD.1. Pengembangan kapasitas policy-making di

tingkat lokalD.2. Pengembangan kapasitas penyelenggaraan

pelayanan publik.D.3. Pengambangan Kapasitas Memberdayakan

Ekonomi RakyatE. Urgensi Tindak Lanjut

DAFTAR PUSTAKA

97

98

103111112

113113116126

137

139

143

145147

149

Usulan pemekaran daerah otonom yang diajukanoleh Kabupaten Puncak Jaya, seperti halnyadengan usulan pemekaran yang diajukan oleh

puluhan daerah otonom lainnya, harus dianalisis secarakomprehensif. Kebijakan pemekaran daerah, atau dengan katalain pembentukan daerah otonom baru, harus memberikankontribusi yang maksimal bagi kepentingan bangsa, baik ditingkat nasional maupun daerah. Kepentingan ini mencakupbaik bidang ekonomi, pelayanan publik, politik, pertahanankeamanan, maupun dimensi-dimensi lainnya dalam kehidupanberbangsa dan bernegara.

Bab ini akan memfokuskan pada analisis kerangka pikirkebijakan pemekaran wilayah. Elaborasi dalam Bab ini akandiawali dengan evaluasi atas kerangka pikir kebijakanpemekaran yang ada saat ini, baik yang tertuang dalamUndang-undang, Peraturan Pemerintah, maupunimplementasinya di lapangan. Dalam pembahasan ini jugaakan diuraikan temuan tentang beberapa limitasi dari kebijakanpemekaran yang selama ini ada sehingga menyebabkan tujuannormatif dari pemekaran itu sendiri justru tidak bisa dicapaisecara maksimal. Selanjutnya, berangkat dari limitasi dari

1 KERANGKA PIKIRKEBIJAKAN PEMEKARAN

Dr. Pratikno, M.Soc.Sc.Hasrul Hanif, SIP.

2 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

kebijakan dan praktek pemekaran selama ini, kajian dalam Babini akan menawarkan pengkayaan kerangka pikir kebijakanpemekaran, baik yang berkaitan dengan inisiasi kebijakanmaupun indikator kelayakan pemekaran daerah. Selain itu,manajemen transisi pasca pemekaran juga menjadi bahasanpenting sehingga daerah baru hasil pemekaran mampumenjalankan fungsinya dengan baik sejak awal dibentuk.

A. KEBIJAKAN PEMEKARAN: PROSES DAN INDIKATOR

Peluang bagi pemekaran daerah otonom, ataupembentukan daerah otonom baru, bukanlah hal yang barudalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Bahkan sejaksistem pemerintahan di Indonesia cenderung sentralisitis padamasa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak dilakukanpembentukan daerah otonom baru. Distrik-distrik yangsemakin menguat karakter urbannya kemudian dijadikan KotaAdministratif. Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakinmenguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkatdengan Pemerintah Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkanpembentukan pemerintah kabupaten ataupun Provinsi baru.

Pada masa pasca Orde Baru menyusul ditetapkannya UUNo. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi yang luas kepadadaerah, pemekaran atau pembentukan daerah otonomi barumengalami ledakan luar biasa. Dalam waktu kurang dari limatahun, jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah lebihdari 30 persen. Kebijakan pemekaran ini menimbulkan pro dankontra. Namun jika diteliti secara mendalam, arah kebijakanpemekaran daerah otonom yang ada saat ini belum banyakmempertimbangkan kepentingan nasional.

Untuk bisa mendalami problem dan limitasi kerangka pikirkebijakan pemekaran selama ini, pembahasan pada sub-babini akan dibagi dalam dua bagian, yaitu proses inisiasi danperumusan kebijakan, dan kedua, indikator fisibilitas kebijakanpemekaran.

3Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

A.1. Proses Perumusan Kebijakan: Dari Hanya Inisiatif DaerahMenjadi Juga Inisiatif Nasional

Kebijakan pemekaran daerah yang selama ini ada dalamberbagai regulasi nasional sangat kuat mengatur dimensiproses kebijakan. Dalam pengaturan proses kebijakan tersebut,aturan tentang proses dan mekanisme inisiasi pemekarandaerah mendapatkan porsi yang dominan. Proses inisiasipemekaran yang dikembangkan sangat kental dengan nuansabuttom-up. Hal ini bisa dilihat dari regulasi yang ada sampaisekarang ini.

Dalam regulasi tentang proses pemekaran yang ada yaituPP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan danKriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerahdan RPP tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan danPenggabungan Daerah tahun 2006 (draf 8 September 2006)1

ditegaskan bahwa proses inisiasi pemekaran daerah tergantungpada kuatnya dukungan dan inisiatif daerah. Hal ini terlihat

Alur Poses Inisiasi Pemekaran Daerah:1. Penyaringan aspirasi masyarakat;2. Kajian akademis independen ;3. Pemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakah aspirasi

pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak;4. Jika disetujui, daerah induk melanjutkan usulan tersebut ke level

daerah yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuan daripemerintah daerah atasan;

5. Pemerintah pusat, dalam hal ini Depdagri kemudian membuatkajian akademis terhadap usulan pemekaran tersebut;

6. Hasil kajian akademis dari Depdagri akan diverifikasi oleh DPODsebagai bahan pertimbangan oleh Presiden;

7. Setelah Presiden menyetujui, selanjutnya Presidenmengamanatkan kepada Mendagri untuk menyiapkan RUUPembentukan Daerah.

4 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

jelas bila kita mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerahsesuai dengan Pasal 16 dan 17 dalam PP No. 129 Tahun 2000dan Pasal 17 dan 18 dalam RPP tentang Tata Cara Pembentukan,Penghapusan dan Penggabungan Daerah tahun 2006. Prosesinisiasi diawali dengan proses penyaringan aspirasimasyarakat. Setelah aspirasi masyarakat terjaring, makapemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakahaspirasi pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak. Prosespersetujuan tersebut bisa dilakukan setelah ada bahanpertimbangan berupa dokumen aspirasi masyarakat dan kajianakademis independen.

Selanjutnya daerah induk melanjutkan usulan tersebut kelevel daerah yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuandari pemerintah daerah atasan. Proses inisiasi dan persetujuantersebut akan berakhir di level pemerintah pusat. Pemerintahpusat, dalam hal ini Depdagri kemudian membuat kajianakademis terhadap usulan pemekaran tersebut. Hasil kajianakademis dari Depdagri akan diverifikasi oleh DewanPertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) agar nantinya dijadikanbahan pertimbangan oleh Presiden. Setelah Presidenmenyetujui, selanjutnya Presiden akan mengamanatkankepada Mendagri untuk menyiapkan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Daerah.

Wacana publik dan kajian-kajian akademis yang ada jugasangat kuat menempatkan peran daerah sebagai variabel utamamunculnya inisiasi pemekaran daerah. Dalam wacana publikdan kajian akademis tersebut diuraikan lebih rinci beberapaalasan utama mengapa sebuah daerah berinisiasi untukmelakukan pemekaran daerah:2

1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah.

Menurut data IRDA (Indonesia Rapid Decentraliza-tion Appriasal), kebutuhan untuk pemerataanekonomi menjadi alasan paling populer digunakanuntuk memekarkan sebuah daerah. Misalnya kasuspemekaran Minahasa Utara di Sulawesi Utara.

5Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

2. Kondisi geografis yang terlalu luas.

Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayananpublik tidak pernah terlaksana dengan optimalkarena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnyaluas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaanpemerintahan dan pelayanan publik tidak efektifseperti kasus pemekaran kabupaten Bone Bolangodi provinsi Gorontalo.

3. Perbedaan Basis Identitas. Alasan perbedaan identitas(etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadisalah satu alasan pemekaran.

Tuntutan pemekaran muncul karena biasanyamasyarakat yang berdomisili di daerah pemekaranmerasa sebagai komunitas budaya tersendiri yangberbeda dengan komunitas budaya daerah induk. Initerlihat dalam kasus pembentukan Kabupaten SolokSelatan di Sumatera Barat, Kabupaten Wakatobi diSulawesi Tenggara dan pembentukan KabupatenPakpak Bharat di Sumatera Utara.

4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauanpolitik yang tidak bisa diselesaikan seringkalimenimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerahseperti pada kasus usulan pembentukan SumbawaBarat di Nusa Tenggara Barat dan wacanapembentukan Provinsi Sulawesi Timur, dansebagainya.3

Proses inisiasi yang sarat dengan kepentingan daerah dankuatnya aktor lokal ini kemudian dianggap memunculkanbeberapa kecenderungan yang kelak menjadi potensikegagalan proses kebijakan pemekaran memenuhi tujuannormatifnya. Beberapa kecenderungan yang muncul dalamproses inisiasi dan kelak dikemudian hari dianggap sebagaifaktor penting penyebab kegagalan kebijakan pemekarantersebut adalah:4

6 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

1. Politik uang

Untuk menggolkan kepentingan daerah adakecenderungan munculnya politik uang dalam prosesinisiasi pemekaran. Hal ini dipicu oleh panjangnyamata rantai prosedur dan syarat proses pemekaransuatu daerah. Akibatnya proses inisiasi danpembentukan daerah pemekaran menguras anggarandan sumber daya ekonomi serta politik publik.

2. Politik identitas

Untuk menguatkan alasan urgensi pemekaran sebuahdaerah, seringkali ada mobilisasi dukungan politikmasyarakat yang tidak jarang berbasis sentimen etnisdan/atau agama mengakibatkan politik identitas turutmewarnai proses pemekaran. Akibatnya ketika daerahpemekaran terbentuk representasi politik tidak sajadituntut dalam institusi demokrasi tetapi juga dilembaga birokrasi

3. Free rider

Anggapan bahwa pemekaran adalah investasi politikdan ekonomi memicu hadirnya aktor lokal yangmenjadi free rider yang bersedia mengalokasikansumber daya keuangannya, baik dana privat maupunpemerintah.

Proses inisiasi kebijakan pemekaran yang dimonopoliproses inisiatif dari bawah ini menutup peluang bagimunculnya kebijakan pemekaran daerah yang didasari olehkepentingan pemerintah nasional (pusat) untuk meningkatkanefektivitas fungsi pemerintah nasional. Beberapa permasalahannasional sebenarnya bisa diminimalisir antara lain melaluipemekaran daerah walaupun wilayah tersebut belummemenuhi syarat untuk bisa mandiri menjadi sebuahpemerintahan daerah otonom.

Sebagaimana disadari oleh banyak pihak, Indonesia masihmenghadapi beberapa permasahan masalah nasional yangsangat krusial, yang bisa jadi bisa diminimalisir melalui

7Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

kebijakan nasional. Masalah-masalah tersebut antara lain:

1. Masalah Disparitas Pembangunan Ekonomi danSosial

Ketimpangan antara Indonesia Barat dan IndonesiaTimur, antara Jawa dan Luar Jawa masih sangatmewarnai kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saatini. Kategori daerah di Indonesia berdasarkan lajupertumbuhan dan pendapatan per kapita sangatvariatif dan menunjukkan disparitas yang relatif lebar.Bila kita bisa membandingkan secara acak PDRB perkapita dan pertumbuhan PDRB antara tahun 1993-2000, ketimpangan ini sangat menonjol. Rata-rataPDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta sebesar6.910.746 dan di NTT hanya sebesar 709.496.Pertumbuhan PDRB rata-rata di DKI Jakarta sebesar3,25 persen dan Provinsi Maluku sebesar -1,60persen. Human Development Index (HDI) di DKIJakarta berkisar 70, sedangkan di Provinsi NTBsebesar 49. 5 Hal ini membawa implikasi padamasalah politik nasional, terutama integrasi nasionaldan deligitimasi pemerintah pusat.

2. Kerapuhan Identitas Ke-Indonesiaan

Bagi masyarakat di wilayah pinggiran yang jauh darilalu lalang komunikasi sosial, simbol dan efektivitaske-Indonesiaan tidak terasa. Tatkala masyarakatdaerah tidak merasakan kehadiran negara secarakongkrit dalam wujudnya berupa pelayanan kepadamasyarakat, maka identitas kebangsaan tidak pernahmelekat di masyarakat. Apalagi jika masyarakattersebut hanya bisa mendengar cerita tentangpembangunan dan kesejahteraan yang dinikmati olehdaerah lain yang mempunyai pemerintahan daerahyang efektif. Fenomena ini bisa berlanjut denganpenguatan identitas lokal seperti etnisitas, adat danagama yang menyaingi identitas ke Indonesiaan.

8 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

3. Kerapuhan Penjagaan Kewilayahan Aktif

Dengan wilayah kepulauan yang sangat luas, wilayahIndonesia bukan hanya daratan tetapi juga lautan.Sebuah pulau yang berada di ujung pinggir terluarIndonesia akan berfungsi sebagai titik terluar yangmenentukan cakupan wilayah Indonesia. Oleh karenaitu, hilangnya sebuah pulau terluar juga akanmengakibatkan hilangnya jarak antara pulau itudengan wilayah daratan berikutnya.

Pulau-pulau terluar ini perlu penjagaan aktif melalui buktipenggunaan aktif wilayah ini oleh pemerintah Indonesia.Terlepasnya pulau-pulau terluar dari wilayah Indonesia sepertisengketa Ambalat, Sipadan dan Ligitan, serta Pulau Pasir diProvinsi NTT yang juga diklaim sebagai wilayah Australia,menunjukkan keseriusan permasalahan ini.6 Padahal, banyakpulau yang tidak berpenduduk7 dan bahkan tidak bernama. DiProvinsi Kaltim saja masih terdapat 138 pulau yang tidakbernama dan berada di daerah perbatasan dengan wilayahnegara lain. Salah satu pengalaman penting yang bisa dipetikdari terlepasnya pulau Sipadan dan Ligitan adalah bahwaInggris sebagai bekas tuannya Malaysia pernah memiliki apayang disebut effective sovereigty atas kedua pulau tersebut dimasa lalu. Karenanya, ada kebutuhan yang sangat mendesakbagi Indonesia untuk menghadirkan Indonesia secara lebihkongkrit di kawasan-kawasan terluar kita.

Kondisi tersebut akan bisa teratasi dengan antara lainmenggunakan mekanisme pemekaran wilayah. Kebijakanpemekaran bisa digunakan sebagai salah satu solusi. Secarainformal dan tersirat, tampaknya pemerintah pusat juga pernahmelakukan upaya pemekaran daerah-daerah yang tidakmemiliki kesiapan untuk dimekarkan dengan alasan untukmenjaga kepentingan nasional, seperti pembentukankabupaten-kabupaten di sisi utara wilayah Indonesia. Olehkarena itu, walaupun tidak secara legal formal, proses inisiasikebijakan pemekaran perlu dimulai juga oleh pemerintah pusatuntuk kepentingan implementasi kebijakan nasional.

9Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

A.2. Indikator Pemekaran: Dari Hanya Kesiapan DaerahMenjadi Juga Kepentingan Nasional

Bila inisiatif daerah muncul untuk memekarkan daerahnyamaka selanjutnya akan muncul proses penentuan kelayakansebuah daerah untuk dimekarkan. Regulasi yang ada,mensyaratkan adanya kesiapan daerah untuk pemekaran.Dalam PP No. 129 Tahun 2000 Pasal 3 sampai dengan Pasal 10dan RPP Tata Cara Pembentukan, Penghapusan danPenggabungan Daerah (draf tanggal 8 September 2006) Pasal5 sampai dengan dijelaskan bahwa sebuah daerah bila ingindimekarkan harus memenuhi beberapa prasyarat yangmerupakan indikator kesiapan daerah. Syarat-syarat tersebutmencakup syarat administrasi, syarat teknis dan syarat tekniskewilayahan.

Syarat administrasi untuk pembentukan Kabupaten/ Kotamencakup adanya:

1. Keputusan DPRD kabupaten/kota Induk tentangpersetujuan pembentukan calon daerah kabupaten/kota;

2. Keputusan bupati/walikota Induk persetujuanpembentukan calon daerah kabupaten/kota;

3. Keputusan DPRD Provinsi Induk tentang persetujuanpembentukan calon daerah kabupaten/kota;

4. Keputusan gubernur persetujuan pembentukan calondaerah kabupaten/kota;

5. Rekomendasi Mendagri;

Sedangkan syarat administrasi pembentukan Provinsimencakup adanya:

1. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yagakan menjadi cakupan wilayah calon Provinsi tentangpersetujuan pembentukan calon Provinsi beradasrkan

10 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

Hasil Rapat Paripurna.

2. Keputusan bupati/walikota diteatapkan dengankeputusan bersama bupati/walikota wilayah calonProvinsi tentang persetujuan pembentukan calonProvinsi.

3. Keputusan DPRD Provinsi Induk tentang persetujuanpembentukan calon Provinsi berdasarkan hasil RapatParipurna.

4. Keputusan Gubernur tentang persetujuanpembentukan calon Provinsi.

5. Rekomendasi Mendagri

Syarat teknis mencakup 11 indikator, yaitu: kemampuanekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik; jumlahpenduduk, luas daerah, pertahanan, keamanan, pertimbangankemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, danrentang kendali pelaksanaan pemerintahan daerah. Indikator-indikator ini sangat menekankan pada dimensi kesiapandaerah semata, dan sama sekali tidak berkaitan dengan urgensikepentingan nasional yang ada di daerah yang akandimekarkan.

Sebagai ilustrasi dari syarat teknis yang hanyamemfokuskan kesiapan daerah ini bisa dilihat dari sub-indikatornya. Indikator kemampuan ekonomi dijabarkan kedalam PDRB per kapita, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusiPDRB. Potensi daerah mencakup rasio bank dan lembagakeuangan, rasio kelompok pertokoan, rasio pasar, rasio sekolahSD/ SLTP / SLTA, rasio fasilitas kesehatan, rasio tenaga medis,dan seterusnya. Tatkala mengelaborasi indikatorpertahananpun, fokus kebijakan yang ada saat ini sangatmengedepankan pada isu kesiapan daerah dalam pertahanan,yang sub-indikatornya mencakup rasio jumlah personil aparatpertahanan, dan karaktersitik wilayah dilihat dari sudutkeamanan. Sedangkan urgensi kepentingan pertahanannasional yang akan dipecahkan melalui kebijakan pemekaranjustru tidak disinggung sama sekali.

11Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

Jika kebijakanpemekaran jugadiorientasikan pada upayapenyelesaian masalahnasional, maka indikatorpemekaran daerah bukanhanya karena daerahtersebut menunjukkankesiapannya menjadi daerahotonom. Bisa saja terjadisebuah daerah perlu untukdimekarkan karenamendesak dan pentingdilihat dari sudutkepentingan nasional. Tentu saja indikator kesiapan daerahakan tetap menjadi indikator penting dalam pemekaran.Namun dalam kasus ini sebuah daerah bisa dibentuk terlebihdahulu, kemudian difasilitasi oleh pemerintah nasional dandaerah induk untuk bisa memenuhi indikator minimal kesiapandaerah. Proses pemekaran seperti ini akan lebih banyakdiinisiasi oleh pemerintah pusat, dan kemudian difasilitasi agardaerah tersebut setelah pembentukannya menjadi daerah yangbisa memenuhi syarat kesiapan minimal sebagai daerahotonom.

Ada beberapa alasan yang mendukung argumenpentingnya kebijakan pemekaran untuk mengatasi masalahnasional tersebut: 8

1. Pembangunan Ekonomi Nasional

Pemekaran merupakan strategi untuk menciptakandan mendorong munculnya aktivitas perekonomiandan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerahperbatasan dan tertinggal. Kehadiran daerah-daerahbaru akan mendorong pembangunan infrastrukturdasar dan sarana-saran pelayanan publik dasar.bilaberbagai infrastruktur dasar sudah memadai makasangat terbuka peluang daerah tersebut akan

Pembentukan pemerintahdaerah baru harus berada

dalam kerangka penyelesaianmasalah nasional di tingkat

lokal. Kalau toh eksponenlokal merasa tidak

memerlukan adanyapemerintah kabupaten baru,

namun kalkulasi nasionalmengharuskan adanya hal itu,

maka kabupaten barutersebut perlulah dibentuk.

12 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebihakseleratif.

2. Pembangunan Politik Nasional: Penguatan IdentitasKe-Indonesiaan.

Pemekaran akan mendekatkan pelayanan padamasyarakat sehingga negara akan dirasakankehadirannya sangat riil oleh masyarakat. Yangmenarik kehadiran negara dalam hal ini tidak denganwajah koersif tapi lebih pada pemberian pelayanan.Kondisi ini akan memupuk identitas Ke-Indonesiaanyang lebih kuat karena masyarakat di daerahpemekaran akan merasakan manfaat langsung daripelayanan publik yang ada serta merasa diperlakukansama dengan warga negara yang lain. Mereka akantetap merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

3. Pembangunan Pertahanan dan Keamanan:PenjagaanKewilayahan Aktif.

Pembentukan daerah pemekaran baru bisamendorong adanya penjagaan wilayah secara aktif.Misalnya kasus klaim ladang minyak di Ambalat akanmemberikan motivasi tersendiri bagi KalimantanTimur (Kaltim) agar Provinsi Kalimantan Utara(Kaltara) bisa cepat terbentuk sehingga ada upayapengawasan intensif terhadap wilayah Indonesia.Dengan terbentuknya Kaltara maka jarakpengawasan akan semakin dekat. Berbagai instansi/kantor/lembaga/badan setingkat Provinsi akanterbentuk, termasuk untuk mendukung pengamananteritorial wilayah NKRI.9

Tiga butir di atas merupakan indikator untuk melacakurgensi nasional bagi pemekaran, atau pembentukan, sebuahdaerah otonom. Berangkat dari indikator ini, pemerintah pusatbisa menginisiasi kebijakan nasional tanpa menunggu kesiapandaerah. Adalah menjadi tugas pemerintah nasional untukmengembangkan sebuah wilayah agar menjadi siap dan

13Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

memenuhi standar kesiapan sebuah wilayah menjadi daerahotonom.

B. MANAJEMEN TRANSISI: MENJAMIN DAERAHPEMEKARAN MAMPU MANDIRI

Terpenuhinya prasyarat kelayakan pemekaran yang diikutidengan pembentukan sebuah daerah otonom tidak secaraotomatis akan menjamin pencapaian tujuan pemekaran.Sebagai daerah otonom yang baru lahir, daerah pemekaranmenghadapi permasalahan yang sangat kompleks dalammenjalankan fungsinya di bidang pemerintahan, pembangunandan pelayanan umum. Oleh karena itu, diperlukan manajementransisi yang handal yang menjamin bekerjanya fungsi-fungsipemerintahan daerah secara baik sejak awalpembentukkannya.

Pada sub-bab ini akan dibahas tentang manajemen transisidaerah pemekaran yang menuntut dukungan pemerintahpusat, pemerintah daerah atasan dan pemerintah daerah induk.Selain itu, manajemen transisi juga menuntut agenda kebijakandaerah pemekaran yang tepat, sesuai dengan urgensikepentingan dan budaya masyarakat, serta mampumendayagunakan potensi yang ada secara maksimal untukmemecahkan permasalahan-permasalahan daerah.Pembahasan di sub-bab ini akan dimulai dengan permasalahanyang banyak muncul di daerah-daerah baru hasil pemekaran,kemudian akan dielaborasi prinsip-prinsip manajemen transisidaerah pemekaran beserta konsekuensi kebijakan-kebijakannya.

B.1. Belajar dari Kesulitan di Masa Lalu

Sejak UU No. 22 Tahun 1999 dilaksanakan, telah lebih dari100 pemekaran daerah otonom. Dalam evaluasi yang dilakukan

14 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

oleh Departemen DalamNegeri, dari 104 daerahotonom baru (lima Provinsidan 97 kabupaten) hasilpemekaran yang dilakukandari tahun 2000 sampai2004, sekitar 76 diantaranya masihbermasalah.10 Walaupunkategori bermasalah inimasih mudah untukdiperdebatkan, setidaknyaangka ini menunjukkankerumitan problema yangdihadapi oleh daerah baruhasil pemekaran. Bentukpermasalahannya sangatbervariasi, dan bersumberdari berbagai macamsebab. Kompilasi dariberbagai sumbermenunjukkan bahwaterdapat beberapa bentukpermasalahan yangdihadapi oleh daerahpemekaran:11

1. Aset daerahinduk yangb e l u mdiserahkan ked a e r a hpemekaran. Daerah-daerah pemekaran yang berhasildalam proses transisi justru mendapat dukungandana dan asistensi kabupaten Induk, berupadukungan SDM dan infrastuktur (sumbawa,Gorontalo), gaji pegawai (Solok)12

Bentuk-Bentuk Permasalahanyang dihadapi DaerahPemekaran :1. Aset daerah induk belum

diserahkan ke daerahpemekaran;

2. Tidak ada manajementransisi dan konsensuspengelolaan daerah pascapemekaran yang disepakatiantara daerah induk dandaerah pemekaran;

3. Daerah pemekaran tidakmenyiapkan perangkat-perangkat administratif danlegal baru;

4. Daerah pemekaran tidakpunya potensi sumberdayadaerah yang bisa dikonversimenjadi sumber-sumberekonomi baru;

5. Daerah induk belum/ tidakmengakui daerah yangdilahirkannya; dan

6. Kegagalan daerah dan elitlokal mengelola kontroversidan potensi konflik di tengahmasyarakat, yang kemudianmemicu konflik horizontalataupun konflik vertikal.

15Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

2. Tidak ada manajemen transisi dan konsensuspengelolaan daerah pasca pemekaran yang disepakatiantara daerah induk dan daerah pemekaran. Kasusperebutan Gedung dan fasilitas publik (SerdangBedagai), sumberdaya alam (Pakpak Bharat),penetapan pejabat bupati (Pakpak Bharat), danpembagian dana perimbangan (Serdang Begadai).13

Kasus peletakan ibukota yang masih belum pastikarena ketiadaan konsensus diantara elit lokal.Bahkan ada daerah yang baru saja dibentuk, sudahmemekarkan daerah baru lagi. Contohnya, KabupatenLuwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dibentuk tahun1999 dari hasil pemekaran Kabupaten Luwu. Baruberumur tiga tahun, Kabupaten Luwu Utara sudahmenghasilkan pemekaran Kabupaten Luwu Timurpada tahun 2003.

3. Daerah pemekaran tidak menyiapkan perangkat-perangkat administratif dan legal baru. 14 Daerahgagal menyiapkan perangkat-perangkat administra-tif sehingga daerah baru tidak lagi mengandalkanperangkat adminstratif yang sama dengan daerahinduk (seperti produk hukum, tata organisasi, dansebagainya)15

4. Daerah pemekaran tidak punya potensi sumberdayadaerah yang bisa dikonversi menjadi sumber-sumberekonomi baru. Hal ini menyebabkan daerah yang barudimekarkan bergantung pada kabupaten induk.16

5. Daerah induk belum/ tidak mengakui daerah yangdilahirkannya. Misalnya, Provinsi Irian Jaya Baratsampai sekarang belum diakui keberadaannya olehProvinsi induknya Papua.

6. Kegagalan daerah dan elit lokal mengelolakontroversi dan potensi konflik di tengah masyarakat,yang kemudian memicu konflik horizontal ataupunkonflik vertikal.17 Contoh pemekaran KabupatenPolewali Mamasa yang menimbulkan konflik horizon-

16 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

tal. Konflik di kawasan Aralle, Tabulahan, dan Mambidipicu oleh pemekaran Kabupaten Polewali Mamasamenjadi Kabupaten Polewali Mandar dan KabupatenMamasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11Tahun 2002. Namun, pemekaran itu justru melahirkankonflik horizontal antara kelompok yang pro-pemekaran (setuju bergabung dengan Mamasa) danyang kontra pemekaran (tetap bergabung denganPolewali Mandar).

sKegagalan dalam pengelolaan daerah di awal-awal tahunpembentukkannya ini menunjukkan kegagalan untukmembangun manajemen transisi yang menjamin sebuahdaerah otonom baru mampu menjalankan fungsi-fungsidasarnya sejak awal kelahirannya. Regulasi yang ada tidakpernah mengatur secara tegas tentang bagaimana prosestransisi pengelolaan daerah-daerah baru setelah dimekarkandari daerah induknya. Dalam PP No. 129 Tahun 2000 (Pasal18), pemerintah hanya mengatur secara jelas prosespembiayaan daerah pemekaran. Sedangkan persoalanpenyiapan infrastruktur daerah pemekaran, manajemen aset,transfer sumberdaya, penentuan lokasi ibukota daerahpemekaran, dan sebagainya tidak ada aturan yangmengaturnya secara tegas.

Kalaupun muncul pasal yang mengatur hal yang terkaitproses transisi pengelolaan daerah pemekaran yang ada hanyaseputar proses pembiayaan daerah pemekaran. Itu pun hanyamenekankan peran dan kewajiban daerah induk dan daerahpemekaran semata. Sedangkan peran dan kewajibanpemerintah pusat tidak diatur secara jelas. Pemerintah pusathanya menerima laporan data untuk digunakan dalam evaluasikemampuan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 PPNo. 129 Tahun 2000.

Semua kewajiban yang mesti dipenuhi oleh pemerintahdaerah induk dan pemerintah pemekaran yang telah diuraikandalam pasal-pasal di PP No. 129 Tahun 2000 juga tidak pernah

17Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

mengatur sangsi yang tegas bila kemudian mereka tidakmemenuhi kewajibannya. Misalnya: peraturan pemerintahyang ada hanya mengimbau daerah induk untuk menyerahkanpersonal, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D).Dalam banyak hal ternyata tidak semua daerah indukmemenuhinya. Data Depdagri tahun 2005 menyebutkan,sebanyak 87,71 persen dari 148 daerah otonom baru belummendapatkan personel, peralatan, pembiayaan dan dokumen(P3D) dari daerah induk.18 Akibatnya banyak kasus deadlockantara daerah induk dan daerah pemekaran yang terjadi setelahpemekaran seringkali diselesaikan di depan peradilan.

Kecenderungan yang sama juga terlihat dalam wacanapublik yang berkembang. Berbagai kajian tentang prosestransisi pengelolaan daerah pemekaran selama ini hanyamembidik sisi administrasi semata dan tidak banyak membidikurgensi manajemen transisi. Kalaupun muncul wacana tentangmanajemen transisi, mereka lagi-lagi terjebak pada variabelperan daerah dan aktor lokal sebagai varibel penentukeberhasilan dan kegagalan proses transisi pengelolaan daerahpemekaran. Bahkan tak jarang wacana publik yangberkembang justru menyalahkan masyarakat karena dianggaptidak siap menghadapi pemekaran daerah. Padahal, tidaklahmasuk akal jika sebuah daerah otonom yang baru saja lahirkemudian dituntut untuk bisa bekerja normal tanpa dibantuoleh daerah induk maupun pemerintah atasannya. Atas alasanini, manajemen transisi daerah baru hasil pemekaran sangatmendesak untuk dirancang secara teliti dan komprehensif sertadilekatkan dalam kebijakan pemekaran. Manajemen transisiini bukan hanya menjadi tanggung jawab daerah pemekaransaja, tetapi juga melibatkan peran daerah induk, daerah atasandan pemerintah pusat.

B.2. Merancang Manajemen Transisi Daerah Baru HasilPemekaran

18 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

Esensi dari manajemen transisi adalah sebuah desainmanajemen untuk menjamin daerah baru hasil pemekaranmampu untuk mempercepat proses kesiapannya menjalankanfungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom. Desainmanajemen transisi ini diperlukan untuk membantu daerahbaru hasil pemekaran untuk memecahkan permasalahankompleks yang dihadapinya di tengah kemampuan danpengalamannya yang sangat terbatas sebagai unitpemerintahan daerah otonom baru. Kesenjangan (gap) antarapermasalahan (problems) sekaligus kebutuhan (needs) dengankemampuan (capacity) inilah yang dijembatani agar di tahun-tahun awal pembentukannya (terutama 5 tahun pertama)sebuah daerah otonom hasil pemekaran bisa efektifmengembangkan diri dalam menjalankan fungsi-fungsipemerintahan, pembangunan dan pelayanan dengan baik.

Sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran, sebuahpemerintah daerah otonom pada umumnya menghadapipermasalahan yang jauh lebih rumit dibandingkan dengandaerah otonom lama. Permasalahan ini terutama mencakupbeberapa hal:

1. Bidang Pemerintahan

a. Sumberdaya aparatur yang sangat terbatas, baikdari sisi jumlah, kualifikasi administratif (sepertigolongan kepegawaian sebagai prasyarat untukmenduduki jabatan tertentu), serta kualifikasiteknis dan substantif.

b. Sumberdaya fiskal yang sangat terbatas.

c. Infrastruktur fisik pendukung prosespemerintahan, seperti gedung dan peralatanperkantoran.

d. Pengalaman lembaga dalam menjalankan fungsipemerintahan yang sangat terbatas, bahkanbelum adanya kebijakan yang akan diteruskanatau dikembangkan, sehingga harus dibuatkebijakan baru.

19Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

2. Bidang Ekonomi

a. Institusi ekonomi seperti pelaku produksi,distribusi dan keuangan (lembaga keuangan bankmaupun non-bank) yang sangat terbatas.

b. Insfrastruktur pendukung pembangunan ekonomiyang sangat terbatas, mulai dari transportasi,komunikasi dan relasi dengan pelaku ekonomidari luar.

3. Bidang Pelayanan Publik

a. Infrastruktur fisik pelayanan yang terbatas, sepertirumah sakit, sekolah, dan pasar.

b. Kuantitas dan kualitas aparat yang juga sangatterbatas, karena mengandalkan transfer daridaerah induk.

4. Bidang Sosial dan Politik

a. Perebutan sumberdaya antara daerah baru hasilpemekaran dengan daerah induk maupun daerahtetangga.

b. Perebutan posisi-posisi politik dan birokratikdalam pemerintahan antar kelompok yang adadalam masyarakat, namun belum adapelembagaan dan preseden sebelumnya.

c. Pelembagaan manajemen konflik yang belumterbentuk akibat posisi sebagai daerah baru.

Untuk menutup kekurangan yang sangat besar tersebut,daerah baru hasil pemekaran sangat mengandalkan pembagian(transfer) dari pemerintah daerah induk. Padahal, sebagaimanatelah dikemukakan di atas, kemampuan daerah indukseringkali sangat terbatas, atau daerah induk enggan untukmenstranfer P3D yang telah diperintahkan oleh UU untukdiserahkan ke daerah baru hasil pemekaran. Hal inimengakibatkan pemerintah daerah otonomi baru tidakmempunyai kemampuan untuk menyelesaikan permasalahanyang dihadapi, yang kemudian mengakibatkan implementasi

20 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan bisamenjadi lebih buruk dibandingkan tatkala masih menjadibagian dari daerah induk. Oleh karena itu, manajemen transisidirancang untuk meminimalisir implikasi negatif daripemekaran dan untuk mempercepat peningkatan kapasitasdaerah pemekaran untuk menjalankan fungsi-fungsi dasarnya.

Berdasarkan pada identifikasi permasalahan di atas,kebijakan transisi harus mengacu kepada beberapa prinsip,terutama:

1. Mewajibkan dukungan pemerintah daerah induk,pemerintah daerah atasan dan pemerintah pusat.

Pengembangan manajemen transisi harusmemberikan distribusi tanggung jawab yang jelaskepada daerah induk, daerah atasan dan pemerintahpusat yang disertai dengan mekanisme monitoring,evaluasi dan pemberian sanksi sebagaimanaditetapkan dalam Undang-undang pembentukandaerah.

2. Diarahkan pada pemenuhan kebutuhan mendesakdaerah pemekaran dan sekaligus diarahkan padakeberlanjutan fungsi pemerintahan.

Manajemen transisi ini perlu menegaskan proses dansubstansi kebijakan dasar yang harus diprioritaskandaerah otonom baru sesuai dengan urgensi yang adadalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan untukmenghindari logika ‘semua dijalankan’ (humsterwheel) tanpa prioritas yang jelas danmenghamburkan energi yang terbatas.

3. Mendayagunakan potensi daerah pemekaran secaramaksimal, baik potensi yang ada di pemerintahmaupun di masyarakat.

Manajemen transisi perlu mengidentifikasisumberdaya yang ada dalam masyarakat untukdidayagunakan, termasuk kontribusi fisik sepertilahan untuk kantor, maupun kepedulian masyarakat

21Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

lainnya.

4. Mendayagunakan budaya dan institusi-institusiutama di daerah, seperti institusi agama, adat daninstitusi lokal lainnya dalam menjalankan fungsikepemerintahan

Di tengah keterbatasan institusi negara dan kekuataninstitusi non-negara yang telah lama ada dan aktif,manajemen transisi harus menempatkan posisiinstitusi non-negara yang sebelumnya telah aktifuntuk terlibat dalam aktivasi fungsi kepemerintahandi daerah baru hasil pemekaran.

5. Sensitif terhadap budaya dan nilai-nilai sosial dalammasyarakat.

Dalam upaya untuk mengaktivasi fungsikepemerintahanan, manajemen transisi harusmenghindarkan pemerintah daerah otonom baruberbenturan dengan budaya masyarakat setempatyang bisa memperparah permasalahan yang telahada. Setiap masyarakat, apalagi masyarakat yangmempunyai interaksi sosial yang relatif terbatasdengan dunia luar, pada umumnya sangat memegangteguh tradisi dan nilai-nilai spesifik masyarakatsetempat. Oleh karena itu, manajamen transisi tidakbisa diseragamkan antara daerah yang satu dengandaerah lainnya.

6. Bersikap adil dan menjamin pemerataan akseskelompok-kelompok masyarakat dalam sistempemerintahan yang baru.

Dalam rangka membantu pemerintah daerah otonombaru untuk membangun dan meningkatkan legitimasipolitik secara berkelanjutan, manajemen transisiharus mampu mendorong dan memfasilitasipemerintah daerah baru mengembangkan proses dansubstansi kebijakan yang adil dalam perspektifmasyarakat setempat dan menjangkau seluruh

22 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

lapisan masyarakat yang tersebar di seluruh pelosokdaerah.

7. Membantu pemerintah daerah pemekaran dengantetap menjunjung otonomi dan demokrasi daerah.

Walaupun manajemen transisi mewajibkanpemerintah daerah otonom, pemerintah daerahatasan dan pemerintah pusat untuk terlibat dalamperiode transisi, tetapi manajemen transisi harusmenjamin otonomi pelaku pemerintahan di daerahpemekaran sehingga mampu mengembangkankapasitas diri secara berkelanjutan.

Substansi manajemen transisi ini sebagian perluditegaskan dalam Undang-Undang pemekaran ataupembentukan daerah otonom baru, terutama yang berisikewajiban yang disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya.Tetapi, sebagian substansi manajemen transisi ini lebihmenekankan pada komitmen para pihak (pemerintah pusat,pemerintah daerah atasan, pemerintah daerah induk danmasyarakat) untuk mendukung percepatan peningkatankapasitas daerah baru hasil pemekaran. Perilaku para pihakdalam kebijakan dan manajemen pemerintahan sehari-harimempunyai kontribusi penting untuk mendukung daerahpemekaran.

CATATAN AKHIR

1. Saat ini Pemerintah sedang menyiapkan revisi terhadapPP 129 Tahun 2000 dan masih dalam bentuk RPP tentangTata Cara Pembentukan, Penghapusan dan PenggabunganDaerah tahun 2006 (Draf 8 September 2006). Untukkepentingan kajian akademik ini, Tim S2 PLOD UGMmenggunakan RPP tersebut sebagai basis analisis regulasi,karena kemungkinan besar RPP ini dalam waktu dekatakan ditetapkan menjadi PP sebagai pengganti PP 129tahun 2000.

23Kerangka Pikir Kebijakan Pemekaran

2. R. Alam Surya Putra, Pemekaran Daerah Baru di Indone-sia: Kasus di Wilayah Penelitian IRDA,makalahdisampaikan pada seminar Internasional “ DinamikaPolitik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11 – 14 Juli 2006.

3. Riwanto Tirtosudarmo, Provinsi Sulawesi Timur: KonflikKomunal dan Pemekaran Wilayah di Sulawesi Tengah,makalah disampaikan pada seminar Internasional“Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11 – 14Juli 2006

4. Potret Lima Tahun Pemekaran Daerah, Jawa Pos, 21 No-vember 2005

5. Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah,Elangga, 2004.

6. Pentingnya Mengamankan Wilayah Perbatasan, Kompas,5 Maret 2005

7. Dua Pulau Lagi Terancam Dikuasai Malaysia, Kompas, 6Maret 2005

8. Wawancara dengan Fachrudin dan Ben Vincent, AnggotaKomisi II DPR RI, 30-31 Agustus 2006.

9. Dua Pulau Lagi Terancam Dikuasai Malaysia, Kompas, 6Maret 2005

10. Semakin Menjauh dari Kesejahteraan Rakyat, Kompas, 3Maret 2006

11. Ibid.

12. Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu, Kompas,9 Agustus 2006

13. R. Alam Surya Putra, ibid.

14. ibid.

15. ibid.

16. Ibid.

17. Presiden Prihatin Pemekaran Akibatkan Perkelahian,Kompas, 05 September 2003. Eka Suaib, Defisit PolitikPemekaran Wilayah, makalah disampaikan pada seminarInternasional “Dinamika Politik Lokal di Indonesia”,Salatiga, 11 – 14 Juli 2006.

24 Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

18. Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu, Kompas,19 Agustus 2006