142

=D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

  • Upload
    lamdat

  • View
    259

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN
Page 2: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN
Page 3: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

MODUL

PRAKTIKUM

SINYAL DAN

SISTEM D 4 T E K N I K E L E K T R O I N D U S T R I

U N I V E R S I T A S N E G E R I P A D A N G 2 0 1 8

DIREKONSTRUKSI OLEH :

IR .RIKI MUKHAIYAR

M .ZAHKI MAYENDRA

Page 4: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nya telah

memberikan kesempatan untuk menyusun Modul Petunjuk Praktikum SInyal dan

Sistem untuk tahun ajaran 2018-2019 yang disesuaikan dengan Kurikulum

Program Studi Teknik Elektro industri tahun ini.

Petunjuk praktikum ini mengalami beberapa perubahan dibandingkan dengan

petunjuk praktikum sejenis sebelumnya . Perubahan dilakukan sebagai tindak

lanjut evaluasi dan perbaikan terhadap materi yang ada sebelumnya. Perubahan

tersebut dilakukan menyangkut penambahan materi dan sistem penilaian pada

setiap percobaan yang dilakukan. Perubahan terbatas juga dilakukan pada

penjabaran tujuan setiap percobaan untuk mempertegas apa yang hendak dicapai

melalui setiap percobaan dan menyatakannya dengan pernyataan yang dapat

diukur hasilnya.

Modul ini berisikan pengenalan penggunaan perngkat lunak MATLAB dalam

proses pengolahan sinyal dan sistem digital, pembangkitan sinyal, operasi dasar

sinyal, sampling dan analising, operasi konvolusi, transformasi fourier, analisa

sinyal dalam domain waktu dan frekuensi, transformasi fourier diskrit, filter

digital, desain filter, desain filter digita dengan teknik windowing dan desain bass

filter chebysev

Penulis menyadari bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karen

itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga modul ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkompeten

Aamiin

Padang agustus 2018

Penulis

Page 5: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

MODUL 0

PANDUAN UMUM KESELAMATAN DAN PENGGUNAAN

PERALATAN LABORATORIUM

0.1 Keselamatan

Pada prinsipnya, untuk mewujudkan praktikum yang aman diperlukan

partisipasi seluruh praktikan dan asisten pada praktikum yang bersangkutan.

Dengan demikian, kepatuhan setiap praktikan terhadap uraian panduan pada

bagian ini akan sangat membantu mewujudkan praktikum yang aman.

0.1.1 Bahaya Listrik

A. Perhatikan dan pelajari tempat-tempat sumber listrik (stop-kontak dan

circuit breaker) dan cara menyala-matikannya. Jika melihat ada kerusakan

yang berpotensi menimbulkan bahaya, laporkan pada asisten

B. Hindari daerah atau benda yang berpotensi menimbulkan bahaya listrik

(sengatan listrik/ strum) secara tidak disengaja, misalnya kabel jala-jala yang

terkelupas dll.

C. Tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya

listrik pada diri sendiri atau orang lain

D. Keringkan bagian tubuh yang basah karena, misalnya, keringat atau

sisa air wudhu

E. Selalu waspada terhadap bahaya listrik pada setiap aktivitas praktikum

Kecelakaan akibat bahaya listrik yang sering terjadi adalah tersengat arus

listrik. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diikuti praktikan jika hal itu terjadi:

A. Jangan panik

B. Matikan semua peralatan elektronik dan sumber listrik di meja

masing-masing dan di meja praktikan yang tersengat arus listrik

Page 6: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

C. Bantu praktikan yang tersengat arus listrik untuk melepaskan diri dari

sumber listrik

D. Beritahukan dan minta bantuan asisten, praktikan lain dan orang di sekitar

anda tentang terjadinya kecelakaan akibat bahaya listrik

0.1.2. Bahaya Listrik atau Panas yang Berlebih

A. Jangan membawa benda-benda mudah terbakar (korek api, gas dll.) ke

dalam ruang praktikum bila tidak disyaratkan dalam modul praktikum

B. Jangan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan api,

percikan api atau panas yang berlebihan

C. Jangan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya api atau

panas berlebih pada diri sendiri atau orang lain

D. Selalu waspada terhadap bahaya api atau panas berlebih pada setiap

aktivitas praktikum

Berikut ini adalah hal-hal yang harus diikuti praktikan jika menghadapi

bahaya api atau panas berlebih:

A. Jangan panik

B. Beritahukan dan minta bantuan asisten, praktikan lain dan

orang di sekitar anda tentang terjadinya bahaya api atau panas

berlebih

C. Matikan semua peralatan elektronik dan sumber listrik di meja

masing-masing

D. Menjauh dari ruang praktikum

Page 7: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

0.1.3 Bahaya lain

A. Dilarang membawa benda tajam (pisau, gunting dan

sejenisnya) ke ruang praktikum bila tidak diperlukan untuk pelaksanaan

percobaan

B. Dilarang memakai perhiasan dari logam misalnya cincin, kalung, gelang

C. Hindari daerah, benda atau logam yang memiliki bagian tajam dan dapat

melukai

D. Tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan luka pada diri sendiri

atau orang lain

HAL LAIN

Dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam ruang praktikum

0. 2 Penggunaan Peralatan Pratikum

Berikut ini adalah panduan yang harus dipatuhi ketika menggunakan alat-alat

praktikum:

A. Sebelum menggunakan alat-alat praktikum, pahami petunjuk penggunaan alat

itu.

B. Perhatikan dan patuhi peringatan (warning) yang biasa tertera pada badan alat,

Pahami fungsi atau peruntukan alat-alat praktikum dan gunakanlah alat-alat

tersebut hanya untuk aktivitas yang sesuai fungsi atau peruntukannya.

Menggunakan alat praktikum di luar fungsi atau peruntukannya dapat

menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan

C. Pahami rating dan jangkauan kerja alat-alat praktikum dan gunakanlah

alat-alat tersebut sesuai rating dan jangkauan kerjanya. Menggunakan alat

praktikum di luar rating dan jangkauan kerjanya dapat menimbulkan kerusakan

pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan

Page 8: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

D. Pastikan seluruh peralatan praktikum yang digunakan aman dari benda/

logam tajam, api/ panas berlebih atau lainnya yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada alat tersebut

E. Tidak melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan kotor, coretan, goresan

atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan

1.3 Sanksi

Pengabaian uraian panduan di atas dapat dikenakan sanksi tidak lulus mata

kuliah praktikum yang bersangkutan

Page 9: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

1 | M o d u l 1

MODUL 1

PENGENALAN MATLAB

I. Tujuan

1. Mempelajari bagaimana menulis fungsi dan m-file pada MATLAB

2. Memahami MATLAB secara mendalam

3. Mampu mengoperasikan dan memanfaatkannya sebagai perangkat

simulasi untuk pratikum sinyal dan sistem.

II. Dasar Teori

1. Pengertian MATLAB

MATLAB (Matrix Laboratory) adalah sebuah program untuk analisis dan

komputasi numerik. Pada awalnya, program ini merupakan interface

untuk koleksi rutin-rutin numerik dari proyek LINPACK dan

EISPACK, namun sekarang merupakan produk komersial dari

perusahaan Mathworks, Inc. MATLAB telah berkembang menjadi sebuah

environment pemrograman yang canggih yang berisi fungsi-fungsi built-in

untuk melakukan tugas pengolahan sinyal, aljabar linier, dan kalkulasi

matematis lainnya. MATLAB juga berisi toolbox yang berisi fungsi-fungsi

tambahan untuk aplikasi khusus .

MATLAB bersifat extensible, dalam arti bahwa seorang pengguna dapat

menulis fungsi baru untuk ditambahkan pada library, ketika fungsi-fungsi

built-in yang tersedia tidak dapat melakukan tugas tertentu. Kemampuan

pemrograman yang dibutuhkan tidak terlalu sulit bila Anda telah memiliki

pengalaman dalam pemrograman bahasa lain seperti CPASCAL.

MATLAB akan digunakan secara ekstensif pada praktikum ini.

Modul ini memberikan tinjauan singkat mengenai MATLAB dan

kapabilitasnya dengan penekanan pada isu pemrograman. Seluruh materi

pada modul ini merupakan terjemahan bebas dari buku “DSP First, A

Multimedia Approach” karangan James H. McClellan, Ronald W. Schafer,

dan Mark A. Yoder, terbitan Prentice-Hall (1998), khususnya Appendix B

dan C.

Page 10: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

2 | M o d u l 1

MATLAB ® merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang

dikembangkan oleh MathWorks dan dikhususkan untuk komputasi numerik,

visualisasi, dan pemrograman. Dengan memanfaatkan MATLAB, pengguna

dapat melakukan analisis data, mengembangkan algoritma, dan membuat

model maupun aplikasi. Bahasa, tools, dan fungsi-fungsi built-in akan

memudahkan pengguna untuk mengeksplorasi berbagai pendekatan dan

memperoleh solusi lebih cepat dibandingkan menggunakan spreadsheets

atau bahasa pemrograman tradisional, seperti C/C++ atau Java™.

MATLAB menggunakan konsep array/matrik sebagai standar variabel

elemennya tanpa memerlukan pendeklarasian array seperti pada bahasa

lainnya. Selain itu juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi dan bahasa

pemrograman eksternal seperti C, Java, .NET, dan Microsoft® Excel®.atau

FORTRAN.

2. Perangkat yang diperlukan

- PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (soundcard,Microphone,

Speaker active, atau headset),

- Sistem operasi windows dan perangkat lunak matlab yang dilengkapi

dengan toolbox DSP.

3. Langkah Percobaan

a. Memulai Matlab

Perhatikan Dekstop pada layar monitor PC, anda mulai

MATLAB dengan melakukan:

- double-clicking pada shortcut icon MATLAB

Gambar 1.1. Icon MATLAB pada desktop PC

Page 11: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

3 | M o d u l 1

- Selanjutnya anda akan mendapatkan tampilan seperti pada Gambar

berikut ini.

Gambar 1.2. Tampilan awal Matlab

Sedangkan untuk mengakhiri sebuah sesi MATLAB, anda bisa melakukan

dengan dua cara, pertama pilih File -> Exit MATLAB dalam window utama

MATLAB yang sedang aktif, atau cara kedua lebih mudah yaitu cukup

ketikkan type quit dalam Command Window.

b. Menentukan Direktori Tempat Bekerja

Anda dapat bekerja dengan MATLAB secara default pada directory

Work ada di dalam Folder MATLAB. Tetapi akan lebih bagus dan rapi, jika

anda membuat satu directory khusus dengan nama yang sudah anda

kususkan, “dargombes” atau nama yang lain yang mudah untuk diingat.

Hal ini akan lebih baik bagi anda untuk membiasakan bekerja secara rapi

dan tidak mencampur program yang anda buat dengan program orang

lain. Untuk itu Arahkan pointer mouse anda pada kotak bertanda … yang

ada disebelah kanan tanda panah kebawah (yang menunjukkan folder yang

Page 12: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

4 | M o d u l 1

sedang aktif). Pilih new directory, selanjutnya ketikkan “dargombes”, dan

diikuti dengan click Ok.

Gambar 1.3. Membuat Folder baru tempat program

c. Memulai Perintah Sederhana

Langkah kita yang pertama adalah dengan menentukan variable

scalar dengan cara melakukan pengetikan seperti berikut:

» x = 2 (selanjutnya tekan “Enter”)

x =

» y = 3

y = 3

» z = x + yz = 5

Nah bagaimana dengan yang satu berikutnya ini? Disini kita mulai

dengan mendefinisikan dua buah vector, yaitu vector x dan vector y:

» x = [1 2 3]

x = 1 2 3

» y = [4 5 6]

y = 4 5 6

Page 13: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

5 | M o d u l 1

Selajutnya ketik:

» y (1)

ans = 4 dan ulangi untuk y (2) and y(3).

Apakah hasilnya seperti berikut ini?

Gambar 1.4. Contoh tampilan grafik dengan perintah stem

d. Menyusun Progam Sederhana

Anda dapat mengedit suatu file text yang tersusun dari beberapa

perintah Matlab. Ini dapat dilakukan dengan menekan double-click pada

icon "New M-File" icon in the Matlab toolbar.

Gambar 1.5. Langkah awal menyusun program sederhana

Page 14: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

6 | M o d u l 1

Selanjutnya anda akan mendapatkan sebuah tampilan Matlab

Editor yang masih kosong seperti ini.

Gambar 1.6. Tampilan Matlab Editor tempat membuat program.

Selanjutnya anda buat program seperti pada contoh sebelumnya

Gambar 1.7. Contoh penulisan program pada Matlab Editor

Gambar 1.8. Cara menyimpan dan mengeksekusi program anda

Page 15: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

7 | M o d u l 1

Lanjutkan dengan menekan toolbar Debug, dan jangan lupa anda

pilih Save anda Run. Disitu anda harus menuliskan nama program.

Anda tuliskan coba_1, secara otomatis akan menjadi file coba_1.m dan

akan anda lihat tampilan hasilnya. Seperti apa ya?

Program kedua anda

Satu contoh lain program untuk for adalah pembangkitan gambar seperti

berikut.

%File Name:coba_3.m n=201;

delx=10/(n-1);

for k=1:n

x(k)=(k-1)*delx;

y(k)=sin(x(k))*exp(-0.4*x(k)); end

%plot(x,y) plot(x,y,'linewidth',4) title ('Grafik yang pertama')

xlabel('x');ylabel('y');

Bagiamana hasilnya…?

Gambar 1.9. Tampilan program grafik ketiga

a. Fungsi dalam Matlab

Matlab juga mampu untuk menuliskan fungsi yang didefinisikan oleh

pemakainya. Buat sebuah fungsi dengan menuliskan program berikut ini:

Page 16: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

8 | M o d u l 1

function y = x2(t)

y = t^2;

Anda simpan dengan nama "x2.m" selanjutnya anda dapat

memanfaatkan fungsi tersebut melalui Matlab line command dengan cara

berikut:

>>t=0:1:10;

>> y_2=x2(t)

Hasilnya adalah seperti berikut:

y_2 = 0 1 4 9 16 25 36 49 64 81 100

Anda bisa juga memanggil fungsi tersebut melalui program pada

panggil_1.m file yang anda buat seperti berikut:

t=0:1:10;

y_2=x2(t)

Hasilnya adalah sama seperti menggunakan command line window.

Page 17: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

9 | M o d u l 2

MODUL 2

PEMBANGKIT SINYAL

I. Tujuan

Mahasiswa dapat membangkitkan beberapa jenis sinyal dasar yang banyak

digunakan dalam analisa sinyal dan sistem

II. Dasar Teori

Sinyal merupakan sesuatu yang secara kuantitatif bisa terdeteksi dan

digunakan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan fenomena

fisik. Contoh sinyal yang kita temui dalam kehidupan sehari hari, suara

manusia, cahaya, temperatur, kelembaban, gelombang radio, sinyal listrik,

dsb. Sinyal listrik secara khusus akan menjadi pembicaraan di dalam

praktikum ini, secara normal diskpresikan di dalam bentuk gelombang

tegangan atau arus. Dalam aplikasi bidang rekayasa, banyak sekali dijumpai

bentuk sinyal-sinyal lingkungan yang dikonversi ke sinyal listrik untuk tujuan

memudahkan dalam pengolahannya.

Secara matematik sinyal biasanya dimodelkan sebagai suatu fungsi yang

tersusun lebih dari satu variabel bebas. Contoh variabel bebas yang bisa

digunakan untuk merepresentasikan sinyal adalah waktu, frekuensi atau

koordinat spasial. Sebelum memperkenalkan notasi yang digunakan untuk

merepresentasikan sinyal, berikut ini kita mencoba untuk memberikan

gambaran sederhana berkaitan dengan pembangkitan sinyal dengan

menggunakan sebuah sistem.

Perhatikan Gambar 2.1, yang mengilustrasikan bagaimana sebuah sistem

di bidang rekayasa (engineering) dan bentuk sinyal yang dibangkitkannya.

Gambar 2.1a merupakan contoh sederhana sistem rangkaian elektronika yang

tersusun dari sebuah capasitor C, induktor L dan resistor R. Sebuah tegangan

v(t) diberikan sebagai input dan mengalis melalui rangkaian RLC, dan

memberikan bentuk output berupa sinyal sinusoida sebagai fungsi waktu

seperti pada Gambar 2.1b. Notasi v(t) dan y(t) merupakan variabel tak bebas,

Page 18: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

10 | M o d u l 2

sedangkan notasi t merupakan contoh variabel bebas. Pada Gambar 2.1c

merupakan sebuah ilustrasi proses perekaman menggunakan digital audio

recorder. Sedangkan Gambar 2.1d adalah contoh sinyal ouput hasil perekaman

yang disajikan di dalam bentuk grafik tegangan sebagai fungsi waktu.

Salah satu cara mengklasifikasi sinyal adalah dengan mendefinisikan nilai-

nilainya pada variabel bebas t (waktu). Jika sinyal memiliki nilai pada

keselutuhan waktu t maka didefinisikan sebagai sinyal waktu kontinyu atau

consinous-time (CT) signal. Disisi lain jika sinyal hanya memiliki nilai pada

waktu-waktu tertentu (diskrete), maka bisa didefinisikan sebagai sinyal waktu

diskrit atau discrete-time (DT) signal.

(a) Rangkaian RLC (b) Sinyal output

rangkaian RLC

(c) Perekaman suara (d) Sinyal output perekaman

Gambar 2.1. Contoh gambaran sistem dan sinyal ouput yang dihasilkan

2.2. Sinyal Waktu Kontinyu

Suatu sinyal x (t) dikatakan sebagai sinyal waktu-kontinyu atau sinyal

analog ketika dia memiliki nilai real pada keseluruhan rentang waktu t yang

ditempatinya. x(t) disebut sinyal waktu kontinyu, jika t merupakan variabel

kontinyu. Sinyal waktu kontinyu dapat didefinisikan dengan persamaan

matematis sebagai berikut:

Page 19: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

11 | M o d u l 2

f (t) € (−∞, ∞) (2-1)

Dimana f(t) adalah variabel tidak bebas yang menyatakan fungsi sinyal

waktu kontinyu sebagai fungsi waktu. Sedangkan t merupakan variabel bebas,

yang bernilai antara – tak hingga (-∞) sampai + tak hingga (+∞).

Hampir semua sinyal di lingkungan kita ini mseupakan sinyal waktu

kontinyu. Berikut ini adalah yang sudah umum:

• Gelombang tegangan dan arus yang terdapat pada suatu rangkaian listrik

• Sinyal audio seperti sinyal wicara atau musik

• Sinyal bioelectric seperti electrocardiogram (ECG) atau electro

encephalogram (EEG)

• Gaya-gaya pada torsi dalam suatu sistem mekanik

• Laju aliran pada fluida atau gas dalam suatu proses kimia

Sinyal waktu kontinyu memiliki bentuk-bentuk dasar yang tersusun dari

fungsi dasar sinyal seperti fungsi step, fungsi ramp, sinyal periodik, sinyal

eksponensial dan sinyal impulse.

Fungsi Step

Dua contoh sederhana pada sinyal kontinyu yang memiliki fungsi step dapat

diberikan seperti pada Gambar 2.3a. Sebuah fungsi step dapat diwakili dengan

suatu bentuk matematis sebagai:

Dimana t merupakan variabel bebas bernilai dari -∞ sampai +∞, dan u(t)

merupakan variabel tak bebas yang memiliki nilai 1 untuk t > 0, dan bernilai 0

untuk t < 0. Pada contoh tersebut fungsi step memiliki nilai khusus, yaitu 1

sehingga bisa disebut sebagai unit step. Pada kondisi real, nilai output u(t) untuk t

> 0 tidak selalu sama dengan 1, sehingga bukan merupakan unit step.

Untuk suatu sinyal waktu-kontinyu x(t), hasil kali x(t)u(t) sebanding dengan

x(t) untuk t > 0 dan sebanding dengan nol untuk t < 0. Perkalian pada sinyal x(t)

dengan sinyal u(t) mengeliminasi suatu nilai non-zero(bukan nol) pada x(t) untuk

nilai t < 0.

Page 20: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

12 | M o d u l 2

(a) . Fungsi step dengan u(t) = 1, untuk t > 0

(b) . Fungsi ramp, dengan r(t) = t, untuk t > 0

Gambar 2.2. Fungsi step dan fungsi ramp

Fungsi Ramp

Fungsi Ramp (tanjak) untuk sinyal waktu kontinyu didenifisika sebagai berikut :

Dimana nilai t bisa dan menentukan kemiringan atau slope pada r(t). untuk

contoh diatas nilai r adalah 1, sehingga pada kasus ini r(t) merupakan “unit

slope”, yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk dapat disebut sebagai unit-

ramp function. Jika ada variable K sedemikian diberikan pada gambar 2.2b

Sinyal Periodik

Ditetapkan T sebagai suatu nilai real positif. Suatu sinyal waktu kontinyu

x(t) dikatakan periodik terhadap waktu dengan periode T jika :

x(t + T) = x(t) untuk semua nilai t, − ∞ < t < ∞ (2-4)

Page 21: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

13 | M o d u l 2

Dalam hal ini jika x(t) merupakan periodik pada periode T, ini juga periodik

dengan qT, dimana q merupakan nilai integer positif. Periode fundamental merupakan

nilai positif terkecil T untuk persamaan (2-3).

Suatu contoh sinyal periodik memiliki persamaan seperti berikut

x(t)=Acos(ωt+θ) (2-5)

Dimana A adalah amplitudo, ω adalah frekuensi dalam radian per detik

(rad/detik), dan θ adalah fase dalam radian. Frekuensi f dalam hertz (Hz) atau siklus per

detik adalah sebesar f = ω/2π. Untuk melihat bahwa fungsi sinusoida yang diberikan

dalam persamaan (5) adalah fungsi periodik, untuk nilai pada variable waktu t, maka:

Sedemikian hingga fungsi sinusoida merupakan fungsi periodic dengan periode

2π/ω , nilai ini selanjutnya dikenal sebagai periode fundamentalnya. Sebuah sinyal

dengan fungsi sinusoida x(t) = A cos(wt+θ) diberikan pada Gambar 2.4 untuk nilai θ = 0,

dan f = 2 Hz.

Gambar 2.3 Sinyal periodik sinusoida

Sinyal periodik bisa berbentuk sinyal rectangular, sinyal gigi gergaji, sinyal

segituga, dsb. Bahkan pada suatu kondisi sinyal acak juga bisa dinyatakan sebagai

sinyal periodik, jika kita mengetahui bentuk perulangan dan periode terjadinya

perulangan pola acak tersebut. Sinyal acak semacam ini selanjutnya disebut

sebagai sinyal semi acak atau sinyal pseudo random.

Page 22: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

14 | M o d u l 2

Sinyal Eksponensial

Sebuah sinyal waktu kontinyu yang tersusun dari sebuah fungsi

eksponensial dan tersusun dari frekuensi komplek s = σ + jωθ, bisa dinyatakan

sebagai berikut:

x(t ) = e st

= e

(σ + jω0 )t

= e σt

(cosω0 t + j sin ω0 t ) (2-7)

Sehingga sinyal waktu kontinyu dengan fungsi eksponensial bisa dibedakan

dengan memlilah komponen real dan komponen iamjinernya seperti berikut:

• komponen real Ree st = eσt cosω0 t

• komponen imajiner Ime st = eσt sin ω0 t

Tergantung dari kemunculan komponen real atau imajiner, dalam hal ini ada

dua kondisi khusus yang banyak dijumpai pada sinyal eksponensial, yaitu

Kasus 1: Komponen imajiner adalah nol (ω0 = 0) Tanpa adanya komponen

imajiner, menyebabkan bentuk sinyal eksponensial menjadi seperti berikut

x(t) = eσt (2-8)

Dimana x(t) merepresentasikan sebuah nilai real pada fungsi eksponensial.

Gambar 2.5 memberi ilustrasi nilai real pada fungsi eksponensial pada suatu nilai

σ. Ketika nilai σ negatif (σ < 0), maka fungsi eksponensial menujukkan adanya

peluruhan nilai (decays) sesuai dengan kenaikan waktu t.

x(t) = eσt

Gambar 2.4 Fungsi eksponensial dengan komponen frekuensi imajiner nol

Page 23: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

15 | M o d u l 2

Kasus 2: Komponen real adalah nol (σ = 0)

Ketika komponen real σ pada frekuensi komplek s adalah nol, fungsi

eksponensial bisa dinyatakan sebagai

x(t ) = e jω0t = cos ω t + j sin ω t (2-9)

Dengan kata lain bisa dinyatakan bahwa bagian real dan imajiner dari

eksponensial komplek adalah sinyal sinusoida murni. Contoh sinyal eksponensial

komplek dengan komponen frekuensi real nol bisa dilihat seperti pada Gambar 2.5

berikut in

(a) Nilai real sinyal eksponensial komplek

(b) Nilai imajiner sinyal eksponensial komplek

Page 24: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

16 | M o d u l 2

Gambar 2.4. Komponen real dan imajiner sinyal komplek dengan frekuensi

real nol

Sinyal impuls

Sinyal impuls, dalam hal ini adalah fungsi unit impuls δ(t), yang juga

dikenal sebagai fungsi dirac atau secara lebih sederhana dinyatakan sebagai fungsi delta

function di dalam terminologi 2 sifat berikut.

Gambar 2.5 contoh sinyal impuls

III. Perangkat Yang Diperlukan

a. 1 (satu) buah PC lengkap sound card dan OS Windows dan perangkat lunak

Matlab

b. 1 (satu) flash disk dengan kapasitas yang cukup

Page 25: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

17 | M o d u l 2

IV. Langkah Percobaan

4.1 Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Sinusoida

Disini kita mencoba membangkitkan sinyal sinusoida untuk itu coba anda buat

program seperti berikut:

Fs=100;

t=(1:100)/Fs;

s1=sin(2*pi*t*5);

plot(t,s1)

Sinyal yang terbangkit adalah sebuah sinus dengan amplitudo Amp = 1, frekuensi f

= 5Hz dan fase awal θ = 0. Diharapkan anda sudah memahami tiga parameter dasar pada

sinyal sinus ini. Untuk lebih memahami coba lanjutkan dengan langkah berikut :

1. Lakukan perubahan pada nilai s1:

s1=sin(2*pi*t*10);

Dan perhatikan apa yang terjadi, kemudian ulangi untuk mengganti angka 10 dengan

15, dan 20.

Perhatikan apa yang terjadi, plot hasil percobaan anda.

Page 26: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

18 | M o d u l 2

2. Coba anda edit kembali program anda sehingga bentuknya persis seperti pada

langkah1, kemudian lanjutkan dengan melakukan perubahan pada nilai amplitudo,

sehingga bentuk perintah pada s1 menjadi:

s1=5*sin(2*pi*t*5);

Coba perhatikan apa yang terjadi? Lanjutkan dengan merubah nilai amplitudo

menjadi 10, 15 dan 20. Apa pengaruh perubahan amplitudo pada bentuk sinyal sinus?

3. Kembalikan program anda sehingga menjadi seperti pada langkah pertama. Sekarang

coba anda lakukan sedikit perubahan sehingga perintah pada s1 menjadi:

s1=2*sin(2*pi*t*5 + pi/2);

Coba anda perhatikan, apa yang terjadi? Apa yang baru saja anda lakukan adalah

merubah nilai fase awal sebuah sinyal dalam hal ini nilai θ = π/ 2 = 90o. Sekarang

lanjutkan langkah anda dengan merubah nilai fase awal menjadi 45o, 120o, 180o, dan

270o. Amati bentuk sinyal sinus terbangkit, dan catat hasilnya. Plot semua gambar dalam

satu figure dengan perintah subplot.

4.2 Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Persegi

Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal persegi dengan karakteristik frekuensi

dan amplitudo yang sama dengan sinyal sinus. Untuk melakukannya ikuti langkah berikut

ini :

1. Buat sebuah m file baru kemudian buat program

seperti berikut ini.

Fs=100;

t=(1:100)/Fs;

s1=SQUARE(2*pi*5*t);

plot(t,s1,'linewidth',2) axis([0 1 -1.2 1.2])

Page 27: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

19 | M o d u l 2

Coba anda lakukan satu perubahan dalam hal ini nilai frekuensinya anda rubah

menjadi 10 Hz, 15 Hz, dan 20 Hz. Apa yang anda dapatkan? Plot semua gambar

dalam satu figure dengan perintah subplot.

3. Kembalikan bentuk program menjadi seperti pada langkah pertama, Sekarang coba

anda rubah nilai fase awal menjadi menjadi 45o, 120o, 180o, dan 225o. Amati dan

catat apa yang terjadi dengan sinyal persegi hasil pembangkitan. Plot semua gambar

dalam satu figure dengan perintah subplot.

4.3. Pembangkitan Sinyal Dengan memanfaatkan file *.wav

Kita mulai bermain dengan file *.wav. Dalam hal ini kita lakukan pemanggilan

sinyal audio yang ada dalam hardisk kita. Langkah yang kita lakukan adalah seperti

berikut :

1. Anda buat m file baru, kemudian buat program

seperti berikut : y1=wavread('namafile.wav');

Fs=10000;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

2. Cobalah untuk menampilkan file audio yang telah anda panggil dalam bentuk grafik

sebagai fungsi waktu. Perhatikan bentuk tampilan yang anda lihat. Apa yang anda

catat dari hasil yang telah anda dapatkan tsb?

Page 28: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

20 | M o d u l 2

4.4. Pembangkitan Sinyal Kontinyu Fungsi Ramp

Sebagai langkah awal kita mulai dengan membangkitkan sebuah fungsi ramp.

Sesuai dengan namanya, fungsi ramp berarti adalah tanjakan seperti yang telah ditulis

pada persamaan (3). Untuk itu anda ikuti langkah berikut ini. Buat program baru dan anda

ketikkan perintah seperti berikut :

%Pembangkitan Fungsi Ramp

y(1:40)=1;

x(1:50)=[1:0.1:5.9];

x(51:100)=5.9;

t1=[-39:1:0];

t=[0:1:99];

plot(t1,y,'b',t,x,'linewidt',4)

title('Fungsi Ramp')

xlabel('Waktu (s)')

ylabel('Amplitudo')

V. Tugas Selama Praktikum

1. Jawablah setiap pertanyaan yang ada pada setiap langkah percobaan tersebut diatas.

2. Buatlah program untuk menggambarkan “fungsi unit step” dalam m-file (beri nama

tugas_1.m).

3. Anda buat pembangkitan sinyal eksponensial dengan suatu kondisi frekuensi realnya

adalah nol, dan satu progam lain dimana frekuensi imajinernya nol.

4. Buat pembangkitan sinyal impuls dengan suatu kondisi sinyal terbangkit bukan pada

waktu t = 0. Dalam hal ini anda bisa membangkitkan pada waktu t =1 atau 2, atau

yang lainnya.

Page 29: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

22 | M o d u l 3

MODUL 3

PEMBANGKITAN SINYAL DISKRIT

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa dapat

membangkitkan beberapa jenis sinyal diskrit yang banyak digunakan dalam

analisa Sinyal dan Sistem.

II. Teori Dasar Sinyal Diskrit

2.1. Konsep Sinyal

Waktu Diskrit

Sinyal waktu diskrit atau lebih kita kenal sebagai sinyal diskrit memiliki

nilai-nilai amplitudo kontinyu (pada suatu kondisi bisa juga amplitudonya

diskrit), dan muncul pada setiap durasi waktu tertentu sesuai periode sampling

yang ditetapkan. Pada teori system diskrit, lebih ditekankan pada pemrosesan

sinyal yang berderetan. Pada sejumlah nilai x, dimana nilai yang ke-n pada deret

x(n) akan dituliskan secara formal sebagai:

x = x(n); −∞ < n < ∞ (3-1)

Dalam hal ini x(n) menyatakan nilai yang ke-n dari suatu deret, persamaan

(3-1) biasanya tidak disarankan untuk dipakai dan selanjutnya sinyal diskrit

diberikan seperti Gambar 3.1. Meskipun absis digambar sebagai garis yang

kontinyu, sangat penting untuk menyatakan bahwa x(n) hanya merupakan nilai

dari n. Fungsi x(n) tidak bernilai nol untuk n yang bukan integer; x(n) secara

sederhana bukan merupakan bilangan selain integer dari n.

Page 30: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

23 | M o d u l 3

Gambar 3.1. Penggambaran secara grafis dari sebuah sinyal waktu diskrit

Sebuah ilustrasi tentang sistem pengambilan data temperatur lingkungan

dengan sebuah termometer elektronik bisa dilihat seperti pada Gambar 3.2a.

Dalam hal ini rangkaian tersusun dari thermal thermistor yang memiliki

perubahan nilai resistansi seusai dengan perubahan temperatur lingkungan

sekitarnya. Fluktuasi resistansi digunakan untuk mengukur temperatur yang ada,

dan pengambilan data dilakukan setiap hari. Gambaran data temperatur harian ini

bisa diilustrasikan sebagai sebuah sekuen nilai-nilai sinyal waktu diskrit seperti

pada Gambar 3.2b

(a) Sensor monitoring temperatur lingkungan (b) Sinyal ouput

diskrit

Gambar 3.2. Sistem sensor temperatur harian dan sinyal outputnya

Page 31: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

24 | M o d u l 3

2.2. Bentuk Dasar Sinyal Waktu Diskrit

Seperti halnya sinyal waktu kontinyu yang memiliki bentuk-bentuk sinyal

dasar, sinyal waktu diskrit juga tersusun dari fungsi dasar sinyal seperti sinyal

impulse diskrit, sekuen step, sekuen ramp, sekuen rectangular, sinusoida diskrit

dan exponensial diskrit.

Sekuen Impuls

Sinyal impuls waktu diskrit atau sinyal diskrit impulse juga dikenal sebagai

suatu Kronecker delta function atau disebut juga sebagai DT unit sample function,

didefinisikan dengan persamaan matematik seperti berikut.

1 k = 0

δ [k ] = u[k ] − u[k − 1] = (2-2)

0 k ≠ 0

Sedikit berbeda dengan fungsi impulse pada sinyal waktu kontinyu, fungsi

simpulse pada sinyal waktu diskrit tidak memiliki ambiguity pada

pendefinisiannya, karena dengan mengacu pada persamaan (2-2) cukup jelas

bahwa sinyal ini merupakan sinyal yang hanya sesaat muncul sesuai dengan time

sampling yang digunakan. Dan antar satu sampel ke sampel berikutnya ditentukan

oleh periode samplingnya. Bentuk fungsi impulse untuk sinyal waktu diskrit bisa

dilihat seperti pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Fungsi impulse sinyal waktu dikrit

Sekuen Step Waktu Diskrit

Sekuen step sinyal waktu diskrit bias direpresentasikan dalam persamaan

matematik sebagai berikut:

Page 32: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

25 | M o d u l 3

1 k 0

u[k ] = (3-3)

0 k 0

Dimana nilai u[k] akan konstan (bias bernilai 1 atau yang lainnya) setelah

waktu k > 0. Perbedaan dengan fungsi step waktu kontinyu adalah bahwa dalam

sekuen step waktu diskrit, sinyal akan memiliki nilai pada setiap periode waktu

tertentu, sesuai dengan periode samping yang digunakan. Bentuk sekuen step

waktu diskrit bias dilihat seperti pada Gambar 3.4

Fungsi Ramp Diskrit

Seperti pada pembahasan sinyal waktu kontinyu, fungsi ramp untuk sinyal

waktu diskrit bias dinyatakan dalam persamaan matematik sebagai berikut:

Contoh sebuah sekuen fungsi ramp waktu diskrit dengan kemiringan

(slope) bernilai k > 0 bisa dilihat seperti pada Gambar 3.5.

Page 33: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

26 | M o d u l 3

Gambar 3.5 sekuen ramp waktu diskrit

Sinusoida Diskrit

Sinusoida diskrit bisa direpresentasikan dalam persamaan matematik

sebagai berikut:

x[k] = sin(Ω0k+θ) = sin(2πf0k+θ) (3-5)

dimana Ω0 adalah frekuensi angular pada waktu diskrit. Sinusoida diskrit bias

dilihat seperti pada Gambar 2.xx. Di dalam pembahasan pada sinyal sinusoida

waktu kontinyu, dinyatakan bahwa sinyal sinusoida sinyal x(t) = sin(ω0t+θ) selalu

periodiks. Sementara di dalam sinyal waktu diskrit, sinyal sinusoida akan

memenuhi kondisi periodic jika dan hanya jika nilai Ω0/2π merupakan bilangan

bulat.

Gambar 3.6. Sinyal sinusoida waktu diskrit.

Fungsi Eksponensial Diskrit

Fungsi eksponensial waktu diskrit dengan sebuah frekueni sudut sebesar Ω0

didefinisikan sebagai berikut:

x[k ] = e(σ + jΩo )k = eσk (cosΩok + j sin Ωok ) (3-6)

Sebagai contoh fungsi sinyal eksponensial waktu diskrit, kita pertimbangkan

sebuah fungsi eksponensial x[k] =exp(j0.2π − 0.05k), yang secara grafis bisa

Page 34: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

27 | M o d u l 3

disajikan seperti pada Gambar 3.xx, dimana bagian (a) menunjukkan komponen

real dan bagian (b) menunjukkan bagian imajiner pada sinyal komplek tersebut.

Gambar 3.7. ilustrasi sinyal eksponensial komplek waktu diskrit

III. Perangkat Yang Diperlukan

a. 1 (satu) buah PC lengkap sound card dan OS Windows dan Perangkat

Lunak Matlab

b. 1 (satu) flash disk dengan kapasitas minimal 1 Gb

IV. Langkah Percobaan

4.1 Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen Step

1. Disini akan kita lakukan pembangkitan sinyal waktu diskrit. Sebagai langkah

awal kita mulai dengan membangkitkan sebuah sekuen unit step. Sesuai

dengan namanya, unit Buat program baru dan anda ketikkan perintah seperti

berikut:

%File Name: sd_1.m %Pembangkitan Sekuen Step L=input('Panjang

Gelombang (=40) =' ) P=input('Panjang Sekuen (=5) =' )

for n=1:L if (n>=P)

Page 35: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

28 | M o d u l 3

step(n)=1;

else

step(n)=0;

end

end

x=1:L;

stem(x,step)

Berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan.

2. Anda ulangi langkah pertama dengan cara me-run program anda dan masukan

nilai untuk panjang gelombang dan panjang sekuen yang berbeda-beda yaitu

L=40, P= 15 ; L=40, P=25 ; L=40, P=35. Plot hasil percobaan anda pada salah

satu figure, dan catat apa yang terjadi?

4.2 Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen Pulsa

Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal waktu diskrit berbentuk sekuen

pulsa, untuk itu ikuti langkah berikut ini

1. Buat program baru dengan perintah berikut ini. %File Name: Sd_2.m

%Pembangkitan Sekuen Pulsa L=input('Panjang Gelombang (=40) =' )

P=input('Posisi Pulsa (=5) =' )

for n=1:L

if (n=p) step(n)=1

else

step(n)=0

end

end

x=1:L;

stem(x,step)

axis([0L – 11.2])

berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan

Page 36: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

29 | M o d u l 3

2. Jalankan program diatas berulang-ulang dengan catatan nilai L dan P dirubah-

ubah sebagai berikut L=40, P= 15 ; L=40, P=25 ; L=40, P=35, perhatikan apa

yang terjadi? Catat apa yang anda lihat.

4.3 Pembentukan Sinyal Sinus waktu Diskrit

Pada bagian ini kita akan dicoba untuk membuat sebuah sinyal sinus diskrit.

Secara umum sifat dasarnya memiliki kemiripan dengan sinus waktu kontinyu.

Untuk itu ikuti langkah berikut

1. Buat program baru dengan perintah

seperti berikut. %File Name:

Sd_4.m

Fs=20;%frekuensi sampling t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi

s1=sin(2*pi*t*2);

stem(t,s1)

axis([0 1 -1.2 1.2])

2. Lakukan perubahan pada nilai Fs, sehingga bernilai 40, 60 dan 80. Plot hasil

percobaan anda pada satu figure, dan catat apa yang terjadi.

4.4 Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen konstan

Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal waktu diskrit berbentuk sekuen

pulsa, untuk itu ikuti langkah berikut ini

1. Buat program baru dengan perintah berikut ini. %File Name: Sd_4.m

%Pembangkitan Sekuen Konstan L=input('Panjang Gelombang (=20) =' )

sekuen(1:L)=1; % Besar Amlitudo stem(sekuen)

xlabel(‘Jumlah Sekuen (n)’) ylabel(‘Amplitudo sekuen’) title(‘Sinyal

Sekuen Konstan’)

Berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan.

Page 37: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

30 | M o d u l 3

V. DATA DAN ANALISA

Anda telah melakukan berbagai langkah untuk percobaan pembangkitan

sinyal diskrit. Langkah selanjutnya yang harus anda lakukan adalah:

1. Jawab setiap pertanyaan yang ada pada setiap langkah percobaan diatas.

2. Coba anda buat program pada m-file untuk membangkitkan sebuah sinyal

sekuen rectanguler (persegi) yang berada pada posisi 1-4 , 2-6, 4-8 dan 6-10

dengan amplitudo sebesar 5. Plot hasil perconaan dalam 1 figure. Beri komentar

bagaimana pengaruh perubahan posisi sinyal rectanguler yang telah anda coba?

Page 38: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

31 | M o d u l 4

MODUL 4

OPERASI DASAR SINYAL 1

(OPERASI DENGAN VARIABEL TAK BEBAS)

I. Tujuan Instruksional Khusus:

Mahasiswa dapat memperlihatkan proses-proses aritmatika sinyal seperti

penguatan,pelemahan perkalian, penjumlahan dan pengurangan serta dapat

menerapkan sebagai proses dasar dari pengolah sinyal.

II. Operasi Dasar Pada Sinyal dengan Variabel Tak Bebas

Masalah mendasar pada proses pembelajaran pengolahan sinyal adalah

bagaimana menggunakan sistem untuk melakukan pengolahan atau

melakukan manipulasi terhadap sinyal. Pembicaraan ini biasanya melibatkan

kombinasi pada beberapa operasi dasar. Ada dua kelas di dalam operasi dasar

sinyal. Yang pertama adalah operasi yang dibentuk oleh variabel tidak bebas

yang meliputi amplitude scaling (penguatan / pelemahan), addition,

mutiplication. Yang kedua adalah operasi yang dibentuk dengan variabel

bebas, meliputi time scaling, reflection, dan time shifting .

1. Amplitude Scaling

Apmlitude Scaling bisa berupa penguatan jika faktor pengali lebih besar

dari 1, atau menjadi pelemahan jika faktor pengali kurang dari 1.

Penguatan Sinyal

Peristiwa penguatan sinyal seringkali diumpai pada perangkat audio

seperti radio, tape, bahkan pada transmisi gelombang radio yang berkaitan

dengan multipath, dimana masing-masing sinyal datang dari Tx ke Rx akan

saling menguatkan apabila fase sinyal sama. Fenomena ini dapat juga

direpresentasikan secara sederhana sebagai sebuah operasi matematika

sebagai berikut:

y(t) = amp x(t) (4-1)

Page 39: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

32 | M o d u l 4

dimana:

y(t) = sinyal output

amp = konstanta penguatan sinyal

x(t) = sinyal input

Bentuk diagram blok dari sebuah operasi pernguatan sinyal dapat diberikan

pada gambar berikut ini Besarnya nilai konstanta sinyal amp >1, dan

penguatan sinyal seringkali dinyatalan dalam besaran deci Bell, yang

didefinisikan sebagai:

amp_dB = 10 log(output/input) (4-2)

Sinyal Operation Sinyal

Masuk Amplifier Keluar

Gambar 4.1. Diagram blok penguatan suatu sinyal

Dalam domain waktu, bentuk sinyal asli dan setelah mengalami penguatan

adalah seperti gambar berikut.

Gambar 4.2. Penguatan Sinyal

Page 40: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

33 | M o d u l 4

Pelemahan Sinyal

Apabila sebuah sinyal dilewatkan suatu medium seringkali mengalami

berbagai perlakuan dari medium (kanal) yang dilaluinya. Ada satu mekanisme

dimana sinyal yang melewati suatu medium mengalami pelemahan energi yang

selanjutnya dikenal sebagai atenuasi (pelemahan atau redaman) sinyal.

Bentuk diagram blok dari sebuah operasi pernguatan sinyal dapat

diberikan pada gambar berikut ini.

Sinyal Media Transmisi Sinyal

Masuk (Kanal) Keluar

Gambar 4.3 Operasi Pelemahan suatu sinyal

Dalam bentuk operasi matematik sebagai pendekatannya, peristiwa ini dapat

diberikan sebagai berikut:

y(t) = att x(t) (4-3)

Dalam hal ini nilai att < 1, yang merupakan konstanta pelemahan yang terjadi.

Kejadian ini sering muncul pada sistem transmisi, dan munculnya konstanta

pelemahan ini dihasilkan oleh berbagai proses yang cukup komplek dalam suatu

media transmisi.

Gambar 4.4. Pelemahan Sinyal

Page 41: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

34 | M o d u l 4

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses penguatan dan pelemahan

sinyal merupakan dua hal yang hampir sama. Dalam pengatan sinyal amplitudo

sinyal output lebih tinggi dibanding sinyal input, sementara pada pelemahan

sinyal amplitudo sinyal output lebih rendah disbanding sinyal input. Tetapi pada

kedua proses operasi ini bentuk dasar sinyal tidak mengalami perubahan.

2. Addition

Proses penjumlahan sinyal seringkali terjadi pada peristiwa transmisi sinyal

melalui suatu medium. Sinyal yang dikirimkan oleh pemancar setelah melewati

medium tertentu misalnya udara akan mendapat pengaruh kanal, pengaruh

tersebut tentunya akan ditambahkan pada sinyal aslinya. Misal Sinyal informasi

yang terpengaruh oleh noise atau sinyal lain dari kanal, maka secara matematis

pada sinyal tersebut pasti terjadi proses penjumlahan. Sehingga pada bagian

penerima akan mendapatkan sinyal sebagai hasil jumlahan sinyal asli dari

pemancar dengan sinyal yang terdapat pada kanal tersebut.

Sinyal Hasil

Sinyal 1

Jumlahan

Sinyal 2

Gambar 4.5. Diagram blok operasi penjumlahan dua sinyal.

Contoh penjumlahan dari 2 buah sinyal dengan amplitudo sama tetapi

frekuensi berbeda bisa dilihat pada Gambar 4.6.

Page 42: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

35 | M o d u l 4

Gambar 4.6. Contoh operasi penjumlahan dua sinyal

3. Multiplication

Perkalian merupakan bentuk operasi yang sering anda jumpai dalam

kondisi real. Pada rangkaian mixer, rangkaian product modulator frequency

multiplier, proses windowing pada speech processing, sehingga operasi

perkalian sinyal merupakan bentuk standar yang seringkali dijumpai.

Bentuk diagram blok operasi perkalian dua buah sinyal dapat diberikan

seperti pada Gambar 4.7

Gambar 4.7. Diagram blok operasi perkalian dua sinyal.

Contoh perkalian dua sinyal beda frekuensi, bisa dilihat pada Gambar 4.8.

Page 43: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

36 | M o d u l 4

III. Perangkat Yang Diperlukan

a. 1 (satu) buah PC lengkap sound card dan OS Windows dan perangkat

lunak Matlab

b. 1 (satu) flash disk dengan kapasitas 1 G atau lebih.

IV. Langkah Percobaan

1. Penguatan Sinyal

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut:

T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(2,1,1)

plot(t,y1)

b. Lanjutkan dengan langkah berikut ini

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (>1): ');

y1_kuat=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

plot(t,y1_kuat)

Page 44: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

37 | M o d u l 4

Masukan nilai ‘a’ berturut-turut : 1.5 ; 4; 5.5 dan 8. Apa yang anda

dapatkan? (beri penjelasan secara lengkap). Plot setiap hasil running

pada satu figure. Nilai penguatan sinyal juga seringkali dituliskan dalam

desi-Bell (dB), untuk penguatan 1.5 kali berapa nilainya dalam dB?

c. Ulangi langkah 1 dan 2, tetapi dengan nilai y1 dany1_kuat dalam

besaran dB. Dan plot gambar (dalam dB) dan buatlah analisa dari apa

yang anda amati dari gambar tersebut? Jangan lupa dalam setiap

penggambaran anda cantumkan nilai dB setiap percobaan.

2. Proses Penguatan pada Sinyal Audio

Sekarang dilanjutkan dengan file *.wav. Dalam hal ini akan dilakukan

penguatan sinyal audio yang telah dipanggil. Langkah yang akan

dilakukan adalah seperti berikut :

a. Anda buat file kuat_1.m seperti berikut %File Name: audio_1.m

%Description: how to read and play a wav file

y1=wavread('audio1.wav');

Fs=8192;wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

subplot(211)

plot(y1)

b. Lakukan penambahan perintah seperti dibawah ini amp =1.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah penguatan

subplot(212)

plot(y2)

c. Apakah anda mengamati sesuatu yang baru pada sinyal audio anda?

Cobalah anda rubah nilai amp sebesar 2, 4, 8 dan 10.

d. Plot file audio yang telah anda panggil dalam bentuk grafik sebagai

fungsi waktu, baik untuk sinyal asli maupun setelah penguatan dalam

satu figure.

Page 45: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

38 | M o d u l 4

e. Tambahkan noise pada sinyal audio dengan perintah sebagai berikut :

var = 0.1;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

subplot(311)

plot(y_1n)

f. Lakukan penguatan 5 kali pada sinyal y_1n, tetapi pada sinyal aslinya

saja, dengan perintah: y_1n_kuat_sinyal=5*y1 +

noise_1;%menambahkan noise ke file

subplot(312) plot(y_1n_kuat_sinyal)

g. Kemudian kuatkan sinyal yang sudah diberi noise tersebut sebesar 5

kali, dengan perintah: y_1n_kuat_semua=5*(y1 +

noise_1);%menambahkan noise ke file

subplot(313)

plot(y_1n_kuat_semua)

Bandingkan gambar 1, 2 dan 3, kemudian berikanlah analisa sesuai

teori sinyal yang telah anda pelajari.

3. Pelemahan Sinyal

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut: T=100;

t=0:1/T:2;

f1=1;

y1=sin(2*pi*t);

subplot(2,1,1)

plot(t,y1)

b. Lanjutkan dengan langkah berikut ini

a=input('nilai pengali yang anda gunakan (<1): ');

y1_lemah=a*sin(2*pi*t);

subplot(2,1,2)

Page 46: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

39 | M o d u l 4

plot(t,y1_kuat)

Masukan nilai ‘a’ berturut-turut : 0.2 ; 0.5 ; 0.7 dan 0.9. Apa yang anda

dapatkan? (berikan penjelasan secara lengkap)

4. Proses Pelemahan pada Sinyal Audio

Sekarang dilanjutkan dengan file *.wav. Dalam hal ini akan dilakukan

pelemahan sinyal audio yang telah dipanggil. Langkah yang akan dilakukan

adalah seperti berikut:

a. Anda buat file lemah_1.m seperti berikut %Description: how to read and

play a wav file y1=wavread('audio1.wav');

Fs=8192;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli subplot(211)

plot(y1)

b. Lakukan penambahan perintah seperti dibawah ini

amp =0.5;

y2=amp*y1;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal setelah pelemahan

subplot(212)

plot(y2)

c. Apakah anda mengamati sesuatu yang baru pada sinyal audio anda?

Cobalah anda rubah nilai amp senilai 0.2, 0.4, 0.6 dan 0.8.

d. Plot file audio yang telah anda panggil dalam bentuk grafik sebagai

fungsi waktu, baik untuk sinyal asli maupun setelah pelemahan

dalam satu figure.

e. Tambahkan noise pada sinyal audio dengan perintah sebagai berikut:

var = 0.1;

Page 47: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

40 | M o d u l 4

N=length(y1) ;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian

y_1n=y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

subplot(311)

plot(y_1n)

f. Lakukan pelemahan 0.5 kali pada sinyal y_1n, tetapi pada sinyal aslinya

saja, dengan perintah:

y_1n_lemah_sinyal=0.5*y1 + noise_1;%menambahkan noise ke file

subplot(312)

plot(y_1n_kuat_sinyal)

g. Kemudian lemahkan sinyal yang sudah diberi noise tersebut sebesar

0.5 kali, dengan perintah: y_1n_lemah_semua=0.5*(y1 +

noise_1);%menambahkan noise ke file

subplot(313)

plot(y_1n_lemah_semua)

h. Bandingkan gambar 1, 2 dan 3, kemudian berikanlah analisa sesuai

teori sinyal yang telah anda pelajari.

5. Perkalian Dua Sinyal

Operasi perkalian duabuah sinyal dapat dilakukan dengan mengikuti

langkah-langkah berikut:

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut: T=100;%

banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f=1; %frekuensi

a1=4 ; %amplitudo sinyal pha=pi/2; y1=a1*sin(2*pi*f*t+pha);

subplot(3,1,1) plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:

a2=4 ;

y2=a2*sin(2*pi*f*t+pha);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

Page 48: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

41 | M o d u l 4

c. Lakukan proses perkalian pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas.

Selengkapnya bentuk programnya adalah seperti berikut:

y3=y1*y2 ; subplot(3,1,3) plot(t,y3)

Buat program perkalian sinyal (1s/d3) tersebut diatas dalam satu m-file,

program diatas adalahhasil perkalian dua buah sinyal dengan frekuensi dan

beda fase sama tetapi amplitudonya berbeda. Plot hasil Running program

tersebut, kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil percobaan tersebut,

jelaskan sebagai bahan analisa.

Selanjutnya buat program dalam m-file yang berbeda sebagai berikut:

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut:

T=100;%banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f1=1; %frekuensi

a=4 ; %amplitudo sinyal pha=pi/2; y1=a*sin(2*pi*f1*t+pha);

subplot(3,1,1) plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:

f2=2 ;

y2=a*sin(2*pi*f2*t+pha);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

c. Lakukan proses perkalian pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas.

Selengkapnya bentuk programnya adalah seperti berikut:

y3=y1*y2 ; subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Buat program perkalian sinyal (4s/d6) tersebut diatas dalam satu m-file,

program diatas adalah hasil perkalian dua buah sinyal dengan amplitudo

dan beda fase sama tetapi frekuensinya berbeda. Plot hasil Running

Page 49: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

42 | M o d u l 4

program tersebut, kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil percobaan

tersebut, jelaskan sebagai bahan analisa.

Selanjutnya buat program dalam m-file yang berbeda sebagai berikut :

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut:

T=100;%banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f=1; %frekuensi

a=4 ; %amplitudo sinyal pha1=pi/2; y1=a*sin(2*pi*f*t+pha1);

subplot(3,1,1) plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:

Pha2=2pi/3;

y2=a*sin(2*pi*f*t+pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

c. Lakukan proses perkalian pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas.

Selengkapnya bentuk programnya adalah seperti berikut:

y3=y1*y2 ;

subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Buat program perkalian sinyal (7s/d9) tersebut diatas dalam satu m-file,

program diatas adalah hasil perkalian dua buah sinyal dengan amplitudo dan

beda fase sama tetapi frekuensinya berbeda. Plot hasil Running program

tersebut, kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil percobaan tersebut,

jelaskan sebagai bahan analisa.

6. Penjumlahan Dua Sinyal

Operasi penjumlahan duabuah sinyal dapat dilakukan dengan mengikuti

langkah berikut:

Page 50: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

43 | M o d u l 4

a. Bangkitkan gelombang pertama

dengan langkah berikut:

T=100;%banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f=1; %frekuensi

a1=4 ; %amplitudo sinyal pha=pi/2; y1=a1*sin(2*pi*f*t+pha);

subplot(3,1,1) plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan

langkah tambahan berikut ini: a2=4 ;

y2=a2*sin(2*pi*f*t+pha);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

c. Lakukan proses penjumlahan pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas. Bentuk

program selengkapnya adalah seperti berikut:

y3=y1+y2 ; subplot(3,1,3)

plot(t,y3)

Buat program penjumlahan sinyal (1s/d3) tersebut diatas dalam satu m-

file, program diatas adalah hasil penjumlahan dua buah sinyal dengan

frekuensi dan beda fase sama tetapi amplitudonya berbeda. Plot hasil

Running program tersebut, kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil

percobaan tersebut, jelaskan sebagai bahan analisa.

Selanjutnya buat program dalam m-file yang berbeda sebagai berikut:

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut:

T=100;%banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f1=1;

%frekuensi

a=4 ; %amplitudo sinyal pha=pi/2; y1=a*sin(2*pi*f1*t+pha);

subplot(3,1,1) plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:

f2=2 ;

Page 51: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

44 | M o d u l 4

y2=a*sin(2*pi*f2*t+pha);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

c. Lakukan proses penjumlahan pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas.

Selengkapnya bentuk programnya adalah seperti berikut:

y3=y1+y2 ; subplot(3,1,3) plot(t,y3)

Buat program penjumlahan sinyal (4s/d6) tersebut diatas dalam satu m-

file, program diatas

adalah hasil penjumlahan dua buah sinyal dengan amplitudo dan beda fase

sama tetapi frekuensinya berbeda. Plot hasil Running program tersebut,

kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil percobaan tersebut, jelaskan

sebagai bahan analisa.

Selanjutnya buat program dalam m-file yang berbeda sebagai berikut:

a. Bangkitkan gelombang pertama dengan langkah berikut:

T=100;%banyak sampel

t=0:1/T:2;%time f=1; %frekuensi

a=4 ; %amplitudo sinyal pha1=pi/2; y1=a*sin(2*pi*f*t+pha1);

subplot(3,1,1)

plot(t,y1)

b. Bangkitkan gelombang kedua dengan langkah tambahan berikut ini:

Pha2=2pi/3;

y2=a*sin(2*pi*f*t+pha2);

subplot(3,1,2)

plot(t,y2)

c. Lakukan proses penjumlahan pada kedua sinyal y1 dan y2 diatas. Bentuk

program selengkapnya adalah seperti berikut:

y3=y1+y2 ;

subplot(3,1,3)

Page 52: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

45 | M o d u l 4

plot(t,y3)

Buat program penjumlahan sinyal (7s/d9) tersebut diatas dalam satu m-

file, program diatas adalah hasil penjumlahan dua buah sinyal dengan

amplitudo dan beda fase sama tetapi frekuensinya berbeda. Plot hasil

Running program tersebut, kesimpulan apa yang dapat diambil dari hasil

percobaan tersebut, jelaskan sebagai bahan analisa.

7. Penambahan Noise Gaussian pada Sinyal Audio

Untuk melakukan proses penambahan pada file.wave, file wave tersebut

harus berada dalam satu folder dengan m-file yang akan digunakan untuk

memprosesnya. Untuk itu coba anda cari file *.wav apa saja yang ada di PC

anda, copykan ke folder dimana Matlab anda bekerja.

a. Untuk contoh kasus ini ikuti langkah pertama dengan membuat file

coba_audio_1.m seperti berikut.

%File Name:coba_audio_1.m y1=wavread('audio3.wav'); Fs=8192;

Fs1 = Fs;

wavplay(y1,Fs1,'sync') % Sinyal asli dimainkan

b. Tambahkan perintah berikut ini setelah langkah satu diatas.

N=length(y1);%menghitung dimensi file wav

var = 0.1;

noise_1=var*randn(N,1);%membangkitkan noise Gaussian y_1n=y1 +

noise_1;%menambahkan noise ke file wavplay(y_1n,Fs1,'sync') %

Sinyal bernoise dimainkan

c. Apakah anda melihat ada sesuatu yang baru dengan langkah anda?

Coba anda lakukan sekali lagi langkah 2 dengan nilai var 0.2, 0.4,

06, dst. Coba amati apa yang terjadi?

Page 53: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

46 | M o d u l 4

d. Cobalah untuk menampilkan file audio yang telah anda panggil dalam

bentuk grafik sebagai fungsi waktu, baik untuk sinyal asli atau setelah

penambahan noise dalam satu figure.

V. Tugas Selama Praktikum

1. Penguatan dan Pelemahan Sinyal

Anda telah melakukan berbagai langkah untuk percobaan operasi dasar

sinyal. Yang harus anda lakukan adalah menjawab setiap pertanyaan yang ada

pada langkah percobaan. Tulis semua komentar dan analisa sebagai penjelasan

dari hasil percobaan anda.

a. Apa arti penguatan dan pelemahan sinyal dalam simulasi tersebut diatas

? jelaskan berdasarkan amplitudonya.

b. Jelaskan pengaruh penguatan dan pelemahan sinyal pada sinyal yang

ditambah dengan noise ?

2. Pernjumlahan dan Perkalian Sinyal

a. Buat program perkalian 2 buah sinyal dengan berbagai perubahan

(besar perubahan terserah anda masing-masing) dengan ketentuan :

Amplitudo berbeda, frekuensi dan beda fase tetap.

Frekuensi berbeda, amplitudo dan beda fase tetap

Beda fase berbeda, amplitudo dan frekuensi tetap.

Jalankan program dan plot masing-masing m-file, serta jelaskan

sebagai analisa tentang hasil proses perkalian dua sinyal.

b. Ulangi tugas 1 untuk proses penjumlahan dan pengurangan.

Page 54: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

47 | M o d u l 5

MODUL 5

PROSES SAMPLING

I. Tujuan Instruksional Khusus:

Siswa memahami pengaruh pemilihan jumlah sample dan pengaruhnya pada

proses recovery sinyal

II. Teori Sampling

2.1. Analog to Digital Conversion

Dalam proses pengolahan sinyal analog, sinyal input masuk ke Analog

Signal Processing (ASP), diberi berbagai perlakukan (misalnya pemfilteran,

penguatan, dsb.) dan outputnya berupa sinyal analog.

Gambar 5.1 sistem pengolahan sinyal analog

Proses pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda.

Komponen utama system ini berupa sebuah processor digital yang mampu

bekerja apabila inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa

sinyal analog perlu proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat

yang bernama analog-to-digital conversion (ADC), dimana sinyal analog

harus melalui proses sampling, quantizing dan coding. Demikian juga

output dari processor digital harus melalui perangkat digital-to-analog

conversion (DAC) agar outputnya kembali menjadi bentuk analog. Ini bisa

kita amati pada perangkat seperti PC, digital sound system, dsb. Secara

sederhana bentuk diagram bloknya adalah seperti Gambar 5.2.

Page 55: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

48 | M o d u l 5

Gambar 5.2 Sistem Pengolahan Sinyal Digital

2.2. Proses Sampling

Berdasarkan pada penjelasan diatas kita tahu betapa pentingnya satu

proses yang bernama sampling. Setelah sinyal waktu kontinyu atau yang

juga popoler kita kenal sebagai sinyal analog disampel, akan didapatkan

bentuk sinyal waktu diskrit. Untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit yang

mampu mewakili sifat sinyal aslinya, proses sampling harus memenuhi

syarat Nyquist.

fs > 2 fi (6-1)

dimana:

fs = frekuensi sinyal sampling

fi = frekuensi sinyal informasi yanga kan disampel

Fenomena aliasing proses sampling akan muncul pada sinyal hasil

sampling apabila proses frekuensi sinyal sampling tidak memenuhi criteria

diatas. Perhatikan sebuah sinyal sinusoida waktu diskrit yang memiliki

bentuk persamaan matematika seperti berikut:

x(n) = A sin(ωn +θ) (6-2)

dimana:

A = amplitudo sinyal

ω= frekuensi sudut

θ = fase awal sinyal

Frekuensi dalam sinyal waktu diskrit memiliki satuan radian per indek

sample, dan memiliki ekuivalensi dengan 2πf.

Page 56: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

49 | M o d u l 5

Gambar 5.3. Sinyal sinus diskrit

Sinyal sinus pada Gambar 3 tersusun dari 61 sampel, sinyal ini memiliki

frekuensi f = 50 dan disampel dengan Fs = 1000. Sehingga untuk satu siklus

sinyal sinus memiliki sample sebanyak Fs/f = 1000/50 = 20 sampel. Berbeda

dengan sinyal waktu kontinyu (C-T), sifat frekuensi pada sinyal waktu diskrit (D-

T) adalah:

1. Sinyal hanya periodik jika f rasional. Sinyal periodic dengan periode N

apabila berlaku untuk untuk semua n bahwa x(n+N) = x(n). Periode

fundamental NF adalah nilai N yang terkecil. Sebagai contoh:

agar suatu sinyal periodic maka cos(2π(N+n) + θ) = cos(2πn + θ) = cos(2πn +

θ +2πk)

2. Sinyal dengan fekuensi beda sejauh k2π (dengan k bernilai integer) adalah

identik. Jadi berbeda dengan kasus pada C-T, pada kasus D-T ini sinyal yang

memiliki suatu frekuensi unik tidak berarti sinyal nya bersifat unik.

Sebagai contoh :

cos[(ωο + 2π)n + θ] = cos (ωο + 2π)

karena cos(ωο + 2π) = cos(ωο). Jadi bila xk(n) = cos(ωοn+ 2π) , k = 0,1,….

Dimana ωk = ωοn+ 2kπ, maka xk(n) tidak bisa dibedakan satu sama lain.

Artinya x1(n) = x2(n) = x3(n)….= xk(n). Sehingga suatu sinyal dengan

frekuensi berbeda akan berbeda jika frekuensinya dibatasi pada daerah −π < ω

< π atau –1/2 < f <1/2.

Page 57: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

50 | M o d u l 5

2.3. Proses Aliasing

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa proses aliasing akan terjadi jika

frekuensi sampling tidak sesuai dengan aturan Nyquist. Gambar 6.4

memperlihatkan proses sampling jika dilihat dari kawasan frekuensi. Karena

transformasi Fourier dari deretan impuls adalah juga suatu deretan impuls,

maka konvolusi antara spektrum sinyal S(Ω) dengan impuls δ(Ω - kΩT)

menghasilkan pergeseran spektrum sejauh kΩT. Sebagai akibatnya akan

terjadi pengulangan (tiling) spektrum di seluruh rentang frekuensi pada

posisi kelipatan dari frekuensi pencuplikan. Gambar 6.4 bagian kiri bawah

menunjukkan spektrum dari sinyal yang lebar pitanya Ωm yang kemudian

mengalami proses pengulangan akibat proses sampling.

Gambar 5.4. Pencuplikan dilihat dari kawasan frekuensi

Jika jarak antar pengulangan atau grid pengulangan cukup lebar, seperti

diperlihatkan pada Gambar 6.5 bagian atas, yang juga berarti bahwa frekuensi

samplingnya cukup besar, maka tidak akan terjadi tumpang tindih antar spektrum

yang bertetangga. Kondisi ini disebut sebagai non-aliasing. Selanjutnya sifat

keunikan dari transformasi Fourier akan menjamin bahwa sinyal asal dapat

diperoleh secara sempurna. Sebaliknya, jika ΩT kurang besar, maka akan terjadi

tumpang tindih antar spektrum yang mengakibatkan hilangnya sebagian dari

Page 58: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

51 | M o d u l 5

informasi. Peristiwa ini disebut aliasing, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.5

bagian bawah.

Gambar 5.5. Kondisi non-aliasing dan aliasing pada proses pencuplikan

Pada kondisi ini, sinyal tidak dapat lagi direkonstruksi secara eksak. Dengan

memahami peristiwa aliasing dalam kawasan frekuensi, maka batas minimum laju

pencuplikan atau batas Nyquist

dapat diperoleh, yaitu sebesar ΩNyquist = Ωm. Hasil ini dirumuskan sebagai

teorema Shannon untuk pencuplikan sebagai berikut:

Teorema Pencuplikan Shannon. Suatu sinyal pita-terbatas dengan lebar

Ωm dapat direkonstruksi secara eksak dari cuplikannya jika laju

pencuplikan minimum dua kali dari lebar pita tersebut, atau ΩT > 2Ωm

Sebagai contoh, manusia dapat mendengar suara dari frekuensi 20 Hz

sampai dengan sekitar 20kHz, artinya lebar pita dari suara yang mampu didengar

manusia adalah sekitar 20 kHz. Dengan demikian, pengubahan suara menjadi

data dijital memerlukan laju pencuplikan sedikitnya 2×20kHz = 40 kHz atau

40.000 cuplikan/detik supaya sinyal suara dapat direkonstruksi secara sempurna,

yang berarti juga kualitas dari suara hasil perekaman dijital dapat dimainkan

tanpa distorsi.

III. Perangkat Yang Diperlukan

Page 59: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

52 | M o d u l 5

a. PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card,

Microphone, Speaker active, atau headset)

b. Sistem Operasi Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi

dengan tool box DSP.

IV. Langkah Percobaan

4.1 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara

Visual

Prosedur yang akan anda lakukan mirip dengan yang ada di percobaan 2,

tetapi disini lebih ditekankan pad akonsep pemahaman fenomena sampling. Untuk

itu anda mulai dengan membuat program baru dengan perintah seperti berikut :

%sampling_1.m Fs=8;%frekuensi sampling t=(0:Fs-1)/Fs;%proses

normalisasi s1=sin(2*pi*t*2);

subplot(211) stem(t,s1)

axis([0 1 -1.2 1.2])

Fs=16;%frekuensi samplingt=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi

s2=sin(2*pi*t*2);

subplot(212)

stem(t,s2)

axis([0 1 -1.2 1.2])

Page 60: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

53 | M o d u l 5

Gambar 5.6 pengaruh jumlah sample berbeda terhadap satu periode

sinyal terbangkit

Lakukan perubahan pada nilai Fs, pada sinyal s1 sehingga bernilai 10, 12,

14, 16, 20, dan 30. Catat apa yang terjadi ? Apa pengaruh fs terhadap jumlah

sample ? Apa pengaruh jumlah sample berbeda untuk satu periode sinyal

terbangkit.

4.2 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek

Audio

Disini kita akan mendengarkan bagaimana pengaruh frekuensi sampling

melalui sinyal audio. Untuk itu anda harus mempersiapkan PC anda dengan

speaker aktif yang sudah terkonek dengan sound card. Selanjutnya anda ikuti

langkah berikut :

1. Buat program bari sampling_2.m dengan perintah seperti berikut ini.

%sampling_2.m

clear all;

Page 61: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

54 | M o d u l 5

Fs=1000;

t=0:1/Fs:0.25;

f=100;

x=sin(2*pi*f*t);

%sound(x,Fs)

plot(x)

2. Setelah anda menjalankan program tersebut, apa yang anda dapatkan?

Selanjutnya coba anda rubah nilai f = 200, 250,300, 350, 400 dan 850. Plot

hasil running program dari masing-masing nilai f (dengan subplot). Apa yang

anda dapatkan? Beri penjelasan tentang kejadian tersebut.

4.3 Pengamatan Efek Aliasing pada Audio

Tentunya anda bosan dengan sesuatu yang selalu serius, marilah kita sedikit

bernafas melepaskan ketegangan tanpa harus meninggalkan laboratorium tempak

praktikum. Caranya?

1. Anda susun sebuah lagu sederhana dengan cara membuat

program baru berikut ini. clc ; clf ;

Fs=16000;

t=0:1/Fs:0.25;

c=sin(2*pi*262*t);

d=sin(2*pi*294*t);

e=sin(2*pi*330*t);

f=sin(2*pi*249*t);

g=sin(2*pi*392*t);

a=sin(2*pi*440*t);

b=sin(2*pi*494*t);

c1=sin(2*pi*523*t); nol = [zeros(size(t))];

Page 62: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

55 | M o d u l 5

nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];

nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];

nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];

nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];

lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];

sound(lagu,Fs)

subplot (211) plot (lagu) subplot(212) stem (lagu)

2. Pada bagian akhir program anda tambahkan perintah berikut

wavwrite(lagu,‘gundul.wav’)

3. Coba anda minimize Matlab anda, cobalah gunakan Windows Explorer untuk

melihat dimana file gundul.wav berada. Kalau sudah terlihat coba click kanan

pada gundul.wav dan bunyikan.

4. Coba anda edit program anda diatas, dan anda lakukan perubahan pada nilai

frekuensi sampling Fs=14000, menjadi Fs =10000, 2000 dan 800. Plot

perubahan frekuensi tersebut. Apa yang anda dapatkan?

Gambar 5.7 penggambaran sinyal lagu

Page 63: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

56 | M o d u l 5

Gambar 5.8 pengaruh pemilihan Fs pada sinyal lagu

V. Analisa Data

Catat semua peristiwa yang terjadi dari hasil percobaan anda, buat laporan

dan analisa mengapa muncul fenomena seperti diatas? Fenomena itu lebih dikenal

dengan nama apa…?

Apa yang menyebabkannya ..?

Page 64: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

58 | M o d u l 6

MODUL 6

OPERASI KONVOLUSI SINYAL WAKTU KONTINYU

I. Tujuan Instruksional Khusus:

Mahasiswa dapat memahami proses operasi konvolusi pada dua sinyal

kontinyu dan pengaruhnya terhadap hasil konvolusi.

II. Teori Konvolusi Sinyal Waktu Kontinyu

2.1 Konvolusi Sinyal Kontinyu

Representasi sinyal dalam impuls artinya adalah menyatakan sinyal

sebagai fungsi dari impuls, atau menyatakan sinyal sebagai kumpulan dari

impuls-impuls. Sembarang sinyal diskret dapat dinyatakan sebagai

penjumlahan dari impuls-impuls diskret dan sembarang sinyal kontinyu

dapat dinyatakan sebagai integral impuls.

Secara umum, sebuah sinyal diskret sembarang x[n] dapat dinyatakan

sebagai penjumlahan impuls-impuls:

x[n] = ∑ x[k ]δ n − k (6-1) k = −∞

Seperti pada sistem diskret, sebuah sinyal kontinyu sembarang dapat

dinyatakan sebagai integral dari impuls-impuls:

x(t) = ∞∫ x(τ )δ (t − τ )dτ (6-2)

−∞

Keluaran sebuah sistem disebut juga respon. Jika sinyal berupa unit

impulse masuk ke dalam sistem, maka sistem akan memberi respon yang

disebut respon impuls (impulse response). Respon impuls biasa diberi

simbol h. Jika sistemnya diskret, respon impulsnya diberi simbol h[n] dan

jika sistemnya kontinyu, respon impulsnya diberi simbol h(t).

Page 65: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

59 | M o d u l 6

Jika h[n] adalah respon impuls sistem linier diskrit, dan x[n] adalah

sinyal masukan maka sinyal keluaran adalah

yn = xn* hn

∞ (6-3)

= ∑ x[k ]hn − k

k =−∞

Rumusan di atas disebut penjumlahan konvolusi. Jika h(t) adalah respon

impuls sistem linier kontinyu, dan x(t) adalah sinyal masukan maka sinyal

keluaran adalah

y(t ) = x(t )* h(t ) ∞ (6-4)

= ∫ x(τ )h(t − τ )dτ

Rumusan di atas disebut integral konvolusi.

Operasi konvolusi mempunyai beberapa sifat operasional:

1. Komutatif : x(t)*h(t) = h(t)* x(t)

2. Asosiatif : x(t)*(y(t)*z(t)) = (x(t)*y(t))*z(t)

3. Distributif : x(t)*(y(t) + z(t)) = (x(t)*y(t)) + (x(t)*z(t))

2.2. Mekanisme Konvolusi Sinyal Kontinyu

Misalnya kita memiliki sebuah sistem linear time invariant (LTI)

dengan tanggapan impuls h(t) yang bisa disederhanakan seperti pada

diagarm blok berikut ini.

Gambar 6.1. Sistem linear time invariant

Jika sinyal input dalam hal ini adalah x(t), maka sinyal outputnya bisa

dinyatakan dalam persamaan berikut ini.

Page 66: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

60 | M o d u l 6

y(t) = x(t) * h(t ) = h(t) * x(t )

y(t) = ∫ x(τ )h(t − τ )dτ (8-5) −∞ ∞ y(t) = ∫ h(τ )x(t − τ )dτ

−∞

Untuk lebih mudahnya di dalam pemahaman, bisa dilakukan dengan

pendekatan grafik. Misalnya kita memiliki x(t) dan h(t) dengan bentuk

seperti pada Gambar 6.2 dibawah.

(a) Input sistem LTI

(b) Respon Impulse

sistem LTI

Gambar 6.2. Sinyal input dan respon impulse

Kita mulai dengan melakukan refleksi sinyal input x(t) terhadap sumbu

y(x=0), sehingga diperoleh hasil secara grafik seperti pada Gambar 6.3a.

x(-t) 1

-2.5 -1.5 t

Gambar 6.3a. Proses refleksi sinyal input, atau proses flip x(t)

x(p-t) 1

p-

2.5 p-1.5

t

Gambar 6.3b. Proses pergeseran sinyal input, atau x(p - t)

Page 67: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

61 | M o d u l 6

Dilanjutkan dengan proses integrasi kedua fungsi untuk mendapatkan nilai

pada posisi tersebut, dalam hal ini bisa dinyatakan dalam persamaan

berikut

y( p) = ∫ h(t)x( p − t)dt (8-5)

Agar lebih mudah kita evaluasi pada beberapa nilai berikut ini.

1. Untuk p-1.5< 0 atau p<1.5

x(p-t) 1 h(t)

p-2.5 p-1.5

t

y( p) = 0

Gambar 6.4a. Proses konvolusi posisi 1

2. Untuk p-1.5 > 0 dan p-2.5 < 0, atau 1.5< p <2.5

x(p-t) 1 h(t)

t

p-2.5p-1.5

Gambar 6.4b. Proses konvolusi posisi 2

y( p) = ∫ h(t )x( p − t)dt, y( p) ≠ 0 untuk 0 < t < p −1.5 − ∞

p −1.5

y( p) = ∫ h(t )x( p − t)dt 0

p −1.5

y( p) = ∫1.1dt 0

p −1.5 y( p) = t 0 = p −1.5

Page 68: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

62 | M o d u l 6

3. Untuk p-1.5 > 1 dan p-2.5<1, atau 2.5 < p <3.5

h(t) x(p-t)

1

t

p-2.5 p-1.5

Gambar 6.4c. Proses konvolusi posisi 3

∞ y( p) = ∫ h(t)x( p − t)dt, y( p) ≠ 0 untuk p − 2.5 < t < 1

−∞ 1

y( p) = ∫ h(t )x( p − t )dt p − 2.5

1

y( p) = ∫1.1dt p − 2.5

y( p) = t 1p− 2.5 = 1− ( p − 2.5) = 3.5 − p

4. Untuk p - 2.5 > 1, p > 3.5

h(t) x(p-t) 1

p-2.5 p-1.5 t

Gambar 6.4d. Proses konvolusi posisi 4

y( p) = 0 Sehigga pada akhirnya dengan menganalogikan nilai y(t) = y(p) menjadi

sepeti pada gambar berikut

y(p) y(t)

1

1

p-1.5

3.5-p

t -1.5

3.5- t

Page 69: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

63 | M o d u l 6

1.5 2.5 3.5 p 3.5

t 1.5 2.5

Gambar 6.4e. Hasil proses konvolusi

III. Perangkat Yang Diperlukan

1. PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card,

Microphone, Speaker active, atau headset)

2. Sistem Operasi Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi

dengan tool box DSP

IV. Langkah Percobaan

4.1 Konvolusi Dua Sinyal Sinus

Disini kita mencoba untuk membangkitkan dua sinyal sinus dan melakukan

operasi konvolusi untuk keduanya. Langkah yang harus anda lakukan adalah

sebagai berikut:

1. Buat program untuk membangkitkan dua gelombang sinus seperti

berikut:

L = input('Banyaknya titik sampel(>=20): ');

f1 = input('Besarnya frekuensi gel 1 adalah Hz: ');

f2 = input('Besarnya frekuensi gel 2 adalah Hz: ');

teta1 = input('Besarnya fase gel 1(dalam radiant): ');

teta2 = input('Besarnya fase gel 2(dalam radiant): ');

A1 = input('Besarnya amplitudo gel 1: ');

A2 = input('Besarnya amplitudo gel 2: '); %Sinus pertama

T = 1:L;

t =2*t/L;

Page 70: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

64 | M o d u l 6

y1=A1*sin (2*pi*f1*t + teta1*pi);

subplot(3,1,1)

stem(y1) %Sinus kedua t=1:L; t=2*t/L;

y2=A2*sin(2*pi*f2*t + teta2*pi); subplot(3,1,2)

stem(y2)

2. Coba jalankan program anda dan isikan seperti berikut ini:

Banyaknya titik sampel(>=20): 20

Besarnya frekuensi gel 1 adalah Hz: 1

Besarnya frekuensi gel 2 adalah Hz: 0.5

Besarnya fase gel 1(dalam radiant): 0

Besarnya fase gel 2(dalam radiant): 0.5

Besarnya amplitudo gel 1: 1

Besarnya amplitudo gel 2: 1

Perhatikan tampilan yang dihasilkan. Apakah ada kesalahan pada

program anda?

3. Lanjutkan dengan menambahkan program berikut ini pada bagian

bawah program yang anda buat tadi.

subplot(3,1,3)

stem(conv(y1,y2))

4. Jalankan program anda, dan kembali lakukan pengisian seperti

pada langkah ke 3. Lihat hasilnya apakah anda melihat tampilan

seperti berikut?

5. Ulangi langkah ke 4, dengan menetapkan nilai sebagai berikut:

L=50. w1=w2=2, teta1=1.5, teta2=0.5, dan A1=A2=1. Apa yang

Page 71: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

65 | M o d u l 6

anda dapatkan? Apakah anda mendapatkan hasil yang berbeda dari

program sebelumnya? Mengapa ?

4.2 Konvolusi Sinyal Bernoise dengan Raise Cosine

Sekarang kita mulai mencoba utnuk lebih jauh melihat implementasi dari

sebuah operasi konvolusi. Untuk itu ikuti langkah-langkah berikut.

1. Bangkitkan sinyal raise cosine dan sinyal sinus dengan program berikut.

%File Name: Noisin.m

%convolusi sinyal sinus bernoise dengan raise cosine;

n=-7.9:.5:8.1; y=sin(4*pi*n/8)./(4*pi*n/8);

figure(1);

plot(y,'linewidth',2)

t=0.1:.1:8;

x=sin(2*pi*t/4);

figure(2);

plot(x,'linewidth',2)

Gambar 6.5. Sinyal raise cosine

Page 72: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

66 | M o d u l 6

Gambar 6.6. Sinyal Sinus Asli

2. Tambahkan noise pada sinyal sinus

. t=0.1:.1:8;

noise=0.5*randn*sin(2*pi*10*t/4)

; x_n=sin(2*pi*t/4)+noise

; figure(3); plot(x_n,'linewidth',2)

Gambar 6.7. Sinyal sinus bernoise

3. Lakukan konvolusi sinyal sinus bernoise dengan raise cosine, perhatikan apa

yang terjadi?

Page 73: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

67 | M o d u l 6

xy=conv(x_n,y);

figure(4);

plot(xy,'linewidth',2)

Gambar 6.8. Sinyal Hasil konvolusi

V. Data dan Analisa

Anda telah melakukan berbagai langkah untuk percobaan operasi konvolusi

sinyal kontinyu. Yang harus anda lakukan adalah menjawab setiap pertanyaan

yang ada pada langkah percobaan. Tulis semua komentar dan analisa sebagai

penjelasan dari hasil percobaan anda.

1. Apa arti konvolusi 2 buah sinyal kontinyu dalam simulasi tersebut diatas?

bagaimana jika amplitudo masing-masing sinyal diubah? Beri penjelasan.

2. Jelaskan pengaruh konvolusi terhadap sinyal asli……?

Page 74: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

68 | M o d u l 7

MODUL 7

TRANSFORMASI FOURIER DISKRIT

I. TUJUAN

mahasiswa mampu memahami konsep dasar transformasi sinyal

waktu diskrit dan mampu menyusun program simulasinya.

II. TEORI DASAR

Sebelum kita berbicara tentang transformasi Foureir Diskrit atau

dalam bahasa aslinya disebut sebagai discrete Fourier transform (DFT),

marilah kita kembali sejenak tentang sesuatu yangsudah popular di

telinga kita yaitu Fourier transform (FT). Transformasi Fourier untuk

sebuah sinyal waktu kontinyu x(t) secara matematis dituliskan sebagai

X (ω ) = ∫ x(t )e− jωt dt dimana ω ∈ (− ∞, ∞) (1)

−∞

Sementara DFT dibentuk dengan menggantikan integral berhingga

dengan sederetan jumlahan pada suatu nilai berhingga:

N −1

X (ωk )∆∑ x(tn )e

− jωk tn

k = 0,1, 2,....., N −1 (2)

n=0

Simbol ∆ memiliki arti equal by definition atau dalam bahasa yang m

udah bagi kita adalah bahwa sisi kiri secara definisi akan senilai dengan

sisi kanan. Dengan melihat persamaan (2) jelas bagi kita bahwa DFT

memiliki basis sinyal sinusoda dan merupakan bentuk komplek.

Sehingga representasi domain frekuensi yang dihasilkan juga akan

memiliki bentuk komplek. Dengan demikian anda akan melihat adanya

bagian real dan imajiner, dan bisa juga hasil transformasi

direpresentasikan dalam bentuk nilai absolute yang juga dikenal sebagai

magnitudo respon frekuensinya dan magnitudo respon fase. Selanjutnya

Page 75: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

69 | M o d u l 7

untuk proses pengolahan sinyal digital, kita DFT mutlak diperlukan

karena kita akan berhubungan dengan sinyal waktu diskrit, yang

merupakan bentuk tersampel dari sinyal waktu kontinyu. Dan dalam

praktikum ini kita akan memanfaatkan bentuk dasar library fft yang

merupakan pengembangan dari algorithma dasar DFT. Mengapa kita

menggunakan fft? Hal ini bisa dijawab dengan anda masuk ke Matlab

command like dan ketikkan help fft Akan muncul keterangan:

FFT Discrete Fourier transform.

FFT(X) is the discrete Fourier transform (DFT) of vector X. For

matrices, the FFT operation is applied to each column. For N-D

arrays, the FFT operation operates on the first non-singleton

dimension.

FFT(X,N) is the N-point FFT, padded with zeros if X has less than N

points and truncated if it has more.

Cukup jelas bagi kita mengapa kita bisa memanfaatkan library fft

dalam praktikum kali ini.

III. PERALATAN

a. PC multimedia yang sudah dilengkapi dengan OS Windows

b. Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi dengan Tool Box DSP

IV. LANGKAH PERCOBAAN

Sebelum memasuki bentuk DFT yang benar-benar representatif

dalam pengolahan ke domain frekuensi yang sebenarnya, kita akan

memulai dengan langkah yang paling dasar dengan tujuan anda akan

merasa lebih mudah memahaminya bagaimana sebenarnya konsep DFT

bekeja.

Page 76: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

70 | M o d u l 7

1. Dasar Pembentukan DFT

Disni kita mulai dengan mencoba melihat bentuk transformasi

Fourier dari sinyal cosinus yang memiliki periode eksak didalam

window yang terdapat pada sampel. Langkahnya adalah sebagai

berikut:

a. Bangkitkan sinyal sinus x(t) = 3cos(2πt), pada t = nT. Untuk

suatu n = 0~ 99, dan T=0,01. %File Name: dft_1.m n=0:199;

T=0.01; x_t=3*cos(2*pi*n*T); plot(n,x_t) grid;

b. Untuk sementara anda jangan memperhatikan apakah sinyal

yang muncul sesuai dengan nilai sebenarnya. Biarkan axis dan

ordinatnya masih dalam angka seadanya. Anda ganti bagian

perintah plot(n,x_t) dengan stem(n,x_t). Coba perhatikan apa

yang anda dapatkan.

c. Untuk memulai langkah program DFT, kita mulai dengan

membuat program baru, yang mengacu pada bentuk persamaan

berikut ini :

N-1

X (k) = ∑ x(n)e

− jkω0n

0 ≤ k ≤ N −1

n=0

Atau dalam bentuk real dan imaginer:

N −1

X (k) = ∑(3 cos(0,02πn))(cos(kω0n) − j sin(kω0n))

n=0

Page 77: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

71 | M o d u l 7

%File Name: dft_2.m

clear all;

N=200;

nn=N-1;

for k=1:200;

x_n=0.0;

for n=1:nn

x_n = (3*cos(0.02*pi*n)).*(exp(-j*k*2*pi*n/200)) + x_n;

end

yR(k)=real(x_n);

yI(k)=imag(x_n);

magni_k(k)=sqrt(real(x_n).*real(x_n) +imag(x_n).*imag(x_n));

end

figure(1)

stem(yR)

axis([0 200 0 800])

xlabel('indek fekuensi')

title('Bagian Real')

grid;

figure(2)

stem(yI)

axis([0 200 0 800])

xlabel('indek frekuensi')

title('Bagian Imajiner')

grid;

Page 78: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

72 | M o d u l 7

Gambar 7.1. Bagian real pada domain frekuensi

Anda perhatikan ada dua nilai non-zero dalam domain frekuensi

indek, tepatnya pada n=2 dan n=N-2 atau 198, masing-masing bernilai

300. Nilai ini merepresentasikan AN/2, dimana A=3 yang merupakan

amplitudo sinyal cosinus dan N = 200 merupakan jumlah sample yang

digunakan. Sementara bagian imajiner bernilai nol semua, mengapa.?

Page 79: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

73 | M o d u l 7

Gambar 7.2. Bagian imajiner pada domain frekuensi

4. Coba ulangi langkah 1-3 dengan merubah dari sinyal cosinus menjadi

sinyal sinus. Untuk langkah k-1 anda rubah

x_t=3*cos(2*pi*n*T); Æ menjadi Æ x_t=3*sin(2*pi*n*T); Demikian

juga pada untuk langkah ke-3 bentuk x_n =

(3*cos(0.02*pi*n)).*(exp(-j*k*2*pi*n/200)) + x_n; menjadi

Æ x_n = (3*sin(0.02*pi*n)).*(exp(j*k*2*pi*n/200)) +

x_n; Apa yang anda dapatkan?

5. Ulangi langkah 1-3 dengan merubah nilai sample N=200,

menjadi N=1000.

Apa yang anda dapatkan?

2. Zero Padding

Kita mulai dengan sebuah sinyal waktu diskrit berupa sekuen unit

step.

Page 80: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

74 | M o d u l 7

Gambar 7.3. Sekuen unit step

Apabila kita menggunakan transformasi Fourier pada sinyal ini,

akan diperoleh bentuk seperti berikut:

Gambar 7.4. Transformasi fourier sekuen unit

Untuk memahami konsep zero padding pada DFT, anda ikuti

langkah-langkah percobaan berikut ini.

Page 81: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

75 | M o d u l 7

1. Buat program baru untuk pembangkitan sekuen unit step dan

gunakan juga fft untuk memperoleh nilai DFT.

2. Modifikasi program anda dengan menambahkan nilai

nol sebanyak 4 angka di belakang sekuen bernilai satu

tersebut.

3. Modifikasi program anda sehingga nilai nol dibelakang sekuen

unit step menjadi 12, catat apa yang terjadi.

4. Lanjutkan perubahan nilai nol mejadi 16, dan catat apa yang

terjadi.

Gambar 7.5 Sekuen unit step dan hasil DFT

Jelaskan konsep zero padding yang telah anda buat simulasinya…..!

3. Representasi Dalam Domain Frekuensi

Cara yang paling mudah dalam menguji program transformasi ke

domain frekuensi adalah dengan menggunakan sinyal bernada

tunggal, yaitu sinyal dengan fungsi dasar sinusoida. Untuk itu coba

anda perhatikan dengan yang telah anda lakukan pada percobaan ke-

1, yaitu pada pemahaman dasar DFT. Disitu sinyal cosinus yang

Page 82: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

76 | M o d u l 7

ditransformasikan menghasilkan bentuk dalam tampilan indek

frekuensi. Dengan mengkobinasikan percobaan ke-1 dan percobaan

ke-2 kita akan mampu menyusun sebuah program DFT yang mampu

digunakan untuk pengamatan sinyal waktu diskrit dan melihat

tampilannya dalam domain frekuensi. Untuk itu ikuti langkah berikut.

1. Susun sebuah program baru dengan algorithma yang merupakan

kombinasi dari percobaan ke-1 dan percobaan ke-2.

%prak_SS_7_2.m

% zero-padded data:

clear all

T = 128; % sampling rate

zpf = 2; % zero-padding factor

n = 0:1/T:(T-1)/T; % discrete time axis

fi = 5; % frequency

xw = [sin(2*pi*n*fi),zeros(1,(zpf-1)*T)];

nn=length(xw);

k=0:nn-1;

% Plot time data: subplot(2,1,1); plot(zpf*k/nn,xw);%normalisasi

absis domain waktu axis([0 zpf -1.1 1.1])

xlabel('domain waktu (detik)')

% Smoothed, interpolated spectrum:

X = fft(xw);

spec = abs(X);

f_X=length(X)

f=0:f_X-1;

% Plot spectral magnitude: subplot(2,1,2); plot(f/T,spec);

axis([0 T/T 0 100])

xlabel('domain frekuensi (x pi), ternormalisasi terhadap frekuensi sampling

Page 83: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

77 | M o d u l 7

Gambar 7.6. Sinyal sinus dalam domain waktu dan hasil DFT

2. Lakukan beberapa modifikasi, sehingga tampilannya nilai frekuensi

dalam Hz.

% Plot spectral magnitude:

subplot(2,1,2);

plot(f/2,spec);

axis([0 T/2 0 100])

xlabel('domain frekuensi')

Amati dan catat hasilnya.

3. Lakukan modifikasi kembali untuk mendapatkan nilai magnitudo

dalam besaran dB.

% Plot spectral magnitude:

subplot(2,1,2);

plot(f/2,spec);

axis([0 T/2 0 40])

xlabel('domain frekuensi dalam dB')

grid

Page 84: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

78 | M o d u l 7

Amati dan catat hasilnya

4. Sekarang coba bangkitkan sebuah sinyal sinus dan dapatkan nilai

frekuensinya dengan memanfaatkan DFT. Dimana sinyal sinus ini

memiliki bentuk dasar sebagai berikut.

x(n) = (1/64)*(sin(2*π*n/64)+ (1/3)*sin(2*π∗15*n/64))

V. ANALISA DATA DAN TUGAS

Dari apa yang telah anda lakukan anda catat hasilnya, dan jawab

beberapa pertanyaan berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan zero padding ..?

2. Apa pengaruh perbedaan nilai zero padding pada tampilan sinyal

dalam domain frekuensi ..?

3. Berapa sample yang dipersyratkan dalam operasi DFT..?

4. Apa perbedaan nilai tampilan nilai frekuensi dalam radiant dan

tampilan frekuensi dalam Hz..?

5. Apa yang dimaksud tampilan nilai perubahan magnitudo dalam

dB..?

Page 85: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

79 | M o d u l 8

MODUL 8

ANALISA SINYAL DALAM DOMAIN FREKUENSI

I. TUJUAN

Mahasiswa dapat Mengamati sinyal dalam domain waktu dan domain

frekuensi dengan menggunakan library FFT

II. DASAR TEORI

2.1 Transformasi Fourier

Satu bentuk transformasi yang umum digunakan untuk merubah sinyal

dari domain waktu ke domain frekuensi adalah dengan transformasi Fourier:

Persamaan ini merupakan bentuk transformasi Fourier yang siap

dikomputasi secara langsung dari bentuk sinyal x(t).

Sebagai contoh, anda memiliki sinyal sinus dengan frekuensi 5 Hz dan

amplitudo 1 Volt. Dalam domain waktu anda akan melihat seperti pada

Gambar 1 bagian atas. Sementara dalam domain frekuensi akan anda

dapatkan seperti pada bagian bawah. Untuk memperoleh hasil seperti gambar

tersebut anda dapat memanfaatkan library fft yang tersedia pada Matlab.

Gambar 8.1. Sinyal sinus dalam domain waktu dan domain frekuensi

2.2 Analisa Spektrum

Page 86: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

80 | M o d u l 8

Untuk menghitung frekuensi dari suatu sinyal, sebuah implementasi

diskrit dari analisa Fourier dapat digunakan, yang kemudian lebih

disempurnakan dengan suatu algoritma yang kita kenal sebagai Fast Fourier

transform (FFT). Secara umum teknik ini merupakan pendekatanyang terbaik

untuk transformasi. Dalam hal ini input sinyal ke window ditetapkan memiliki

m panjang 2. Anda dapat memilih analisis window yang akan digunakan.

Output dari syntax FFT(x,n) merupakan sebuah vector komplek, dengan n

amplitudo komplek dari 0 Hz sampai dengan sampling frekuensi yang

digunakan.

III. PERALATAN

PC multimedia yang sudah dilengkapi dengan OS Windows -Perangkat Lunak

Matlab yang dilengkapi dengan Tool Box DSP

IV. LANGKAH PERCOBAAN

1. Fenomena Gibb

Kita mulai dengan mencoba memahami suatu masalah yang popular

dalam pengolahan sinyal, yaitu fenomena Gibb. Untuk memahami bagaimana

penjelasan fenomena tersebut, anda ikuti langkah berikut.

A. Bangkitkan sebuah sinyal sinus dengan cara seperti berikut

clc; t= 3:6/1000:3;

N=2;%input('Jumlah sinyal: '); c0=0.5;

w0=pi;

xN=c0*on

es(1,length

(t)); for

n=1:2:N

theta=((-1)^((n-1)/2)-1)*pi/2;

xN = xN + 2/n/pi*cos(n*w0*t +theta);

end

plot(t,xN)

xlabel('waktu')ylabel('x(t)')

Page 87: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

81 | M o d u l 8

B. Jalankan lagi program anda, dengan cara memberi jumlah masukan

sinyal yang berbeda, misalnya 3, 5, 7 dan 100. Apa yang anda

dapatkan?

C. Dari langkah percobaan anda ini, fenomena apa yang didapatkan

tentang sinyal persegi? Apa kaitannya dengan sinyal sinus?

2. Pengamatan Frekuensi Pada Sinyal Tunggal

Disini anda akan mengamati bentuk sinyal dalam domain waktu dan

domain frekuensi dengan memanfaatkan library fft yang ada dalam DSP

Toolbox Matlab. Apabila ada yang kurang jelas dengan perintah yang

diberikan dalam petunjuk, jangan pernah sungkan menanyakan kepada dosen

pengajar. Selanjutnya ikuti langkah berikut.

A. Bangkitkan sinyal sinus yang memiliki frekuensi f = 5 Hz, dan

amplitudo 1 Volt.

Fs=100;

t=(1:100)/Fs;

f=5;

s=sin(2*pi*f*t);

subplot(2,1,1)

plot(t,s) xlabel('time')

B. Lanjutkan langkah ini dengan memanfaatkan fungsi fft untuk

mentranformasi sinyal ke dalam domain frekuensi

S=fft(s,512);

w=(0:255)/256*(Fs/2);

subplot(2,1,2)

plot(w,abs(S(1:256))) xlabel('frequency')

C. Cobalah anda merubah nilai f1=5, 10, 20, dst Apa yang anda lihat

pada gambar sinyal anda?

D. Cobalah merubah nilai amplitudo dari 1 volt menjadi 2, 4 atau 5.

Apa yang terjadi pada sinyal anda?

3. Pengamatan Frekuensi Pada Kombinasi 2 Sinyal

Page 88: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

82 | M o d u l 8

Anda telah mengetahui cara mengamati sinyal dalam doain waktu dan

frekuensi. Pada percobaan berikut ini anda coba bangkitkan 2 sinyal sinus

dengan frekuensi f1 dan f2. Sementara nilai amplitudo dapat anda lihat pada

listing program berikut ini.

A. Caranya adalah dengan mengetik program berikut ini

Fs=100;

t=(1:400)/Fs;

f1=1;

s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);

f2=3;

s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);

s=s1+s2;

subplot(2,1,1)

plot(t,s) xlabel('time') S=fft(s,512); w=(0:255)/256*(Fs/2);

subplot(2,1,2) plot(w,abs(S(1:256))) xlabel('frequency')

B. Rubah nilai f2 =10, 25, 20 dst. Apa yang anda dapatkan dari langkah

ini?

C. Coba rubah nilai amplitudo pada sinyal kedua menjadi 1 , 5 atau 10.

Apa yang anda dapatkan dari langkah ini?

4. Pengamatan Frekuensi Pada Kombinasi 4 Sinyal

Pada percobaan berikut ini anda coba bangkitkan 4 sinyal sinus dengan

frekuensi f1, f2, f3, dan f4. Sementara nilai amplitudo dapat anda lihat pada

listing program berikut ini.

A. Caranya adalah dengan mengetik program berikut ini:

Fs=100;

t=(1:400)/Fs;

f1=1;

Page 89: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

83 | M o d u l 8

s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);

f2=3;

s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);

f3=5;

s3=(2/5/pi)*sin(2*pi*f3*t);

f4=7;

s4=(2/7/pi)*sin(2*pi*f4*t);

s=s1+s2+s3+s4;

subplot(2,1,1)

plot(t,s)

xlabel('time') S=fft(s,512); w=(0:255)/256*(Fs/2); subplot(2,1,2)

plot(w,abs(S(1:256))) xlabel('frequency')

B. Perhaitkan bentuk sinyal yang dihasilkan dari langkah anda tersebut.

C. Rubah nilai f2 =10, f3 = 20 dan f4 =30. Apa yang anda dapatkan dari

langkah ini?

Gambar 8.2. Gabungan beberapa sinyal dalam domain waktu

dan domain frekuensi

Page 90: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

84 | M o d u l 8

5. Pengamatan Frekuensi Pada Kombinasi 6 Sinyal

Pada percobaan berikut ini anda coba bangkitkan 4 sinyal sinus dengan

frekuensi f1, f2, f3, f4, f5, dan f6. Sementara nilai amplitudo dapat anda lihat

pada listing program berikut ini.

Caranya adalah dengan mengetik program berikut ini:

Fs=100; t=(1:200)/Fs; f1=1;s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);

f2=3;s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);

f3=5; s3=(2/5/pi)*sin(2*pi*f3*t);

f4=7;s4=(2/7/pi)*sin(2*pi*f4*t);

f5=9; s5=(2/9/pi)*sin(2*pi*f5*t);

f6=11; s6=(2/11/pi)*sin(2*pi*f6*t); s=s1+s2+s3+s4+s5+s6;

subplot(2,1,1)

plot(t,s) xlabel('time') S=fft(s,512); w=(0:255)/256*(Fs/2); subplot(2,1,2)

plot(w,abs(S(1:256))) xlabel('frequency'

Page 91: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

86 | M o d u l 9

MODUL 9

FILTER DIGITAL

1 Struktur Filter Digital

Tujuan

• Peserta mengerti issue yang terkait dengan struktur implementasi dari

sistem LCCDE.

Karakteristik sistem LCCDE dinyatakan dalam persamaan perbedaan:

N M

y(n) = −åak y(n − k ) +åbk x(n − k ) k =1 k =0

Dengan transformasi-z, fungsi sistem LCCDE dinyatakan:

M

åbk z −k

H (z) = k = 0 N

1 + åak z −k

k =1

Dari persamaan di atas, diperoleh zero dan pole, yang tergantung dari

pemilihan parameter sistem bk dan akdan menentukan respon frekuensi dari

sistem. Struktur yang terbentuk dari persamaan sistem LCCDE mengandung

hubungan antara elemen delay , multiplier, dan adder.

Faktor yang mempengaruhi pemilihan struktur realisasi sistem filter:

• Kompleksitas komputasi

a. Aritmetic operations per sample

b. Memory access per sample

• Kebutuhan memori : jumlah lokasi memori yang dibutuhkan untuk menyimpan

parameter sistem

• Efek finite-word-length : berkaitan dengan efek kuantisasi dalam implementasi

sistem digital

1.1 Direct Form Tipe 1 dan 2

Tujuan Belajar 2

Peserta mengerti struktur IIR berbentuk Direct Forms 1 dan 2.

Page 92: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

87 | M o d u l 9

Fungsi karakteristik sistem IIR dapat dilihat sebagai dua sistem secara kaskade, yaitu:

H(z) = H1(z) H2(z)

dimana H1(z) terdiri atas zero dari H(z) dan H2(z) terdiri atas pole dari H(z),

M

1 H1 (z) = åbk z −k danH ( z) =

N

k =0

2

1 + å ak z −k

k =1

Persamaan di atas dapat diwujudkan dalam struktur IIR Direct Form I sebagai berikut:

Realisasi filter IIR ini memerlukan M + N + 1 perkalian, M + N penjumlahan dan

menggunakan delay (memori) terpisah pada cuplikan sinyal input dan outputnya. Lokasi

memori yang dibutuhkan sebanyak M + N + 1 lokasi.

Struktur di atas dapat dinyatakan dalam persamaan perbedaan sebagai berikut :

N M

y(n)= −åak y(n − k ) + åbk x(n − k ) k =1 k =0

yang merupakan kascade dari sistem non-rekursif :

M

v(n) = åbk x(n − k) k =0

dan sistem rekursif :

N

Page 93: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

88 | M o d u l 9

y(n) = −åak y(n − k ) + v(n) k =1

Jika semua filter all-pole H2(z) diletakkan sebelum filter all-zero H1(z) diperoleh

struktur yang lebih compact yang dinamakan struktur Direct Form II seperti pada

gambar berikut :

Struktur di atas dapat dinyatakan dalam persamaan perbedaan sebagai berikut:

untuk filter all-pole:

N

w(n)= −åak w(n − k ) + x(n) k =1

untuk sistem all-zero dimana w(n) sebagai inputnya:

M

y(n) = åbk w(n − k) k =0

Persamaan di atas hanya mengandung delay pada deretan w(n) sehingga hanya

sebuah jalur delay tunggal atau satu set lokasi memori tunggal yang diperlukan untuk

menyimpan nilai w(n)sebelumnya.

Jadi, struktur IIR Direct Form 2 tersebut hanya membutuhkan M + N + 1 perkalian,

M+N penjumlahan dan nilai maksimum M,Nlokasi memori. Karena realisasi direct

form 2 meminimasi jumlah lokasi memori, maka struktur tersebut dikatakan bersifat

canonic

Kedua struktur di atas dikatakan direct form sebab diperoleh secara langsung dari

fungsi sistem H(z) tanpa penyusunan kembali H(z) tersebut. Namun, keduanya sangat

sensitif terhadap parameter kuantisasi dan oleh karenanya tidak direkomendasikan

dalam aplikasi prakteknya.

Page 94: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

89 | M o d u l 9

1.2 Flow Graph

Tujuan Belajar 3

Peserta memahami peran Flow Graph dan graph theory dalam mengubah

struktur filter.

Sinyal Flow Graph menyediakan alternatif representasi grafis dari struktur diagram

blok yang digunakan untuk mengilustrasikan realisasi dari sistem. Elemen utama dari

flow graph adalah branch dan node.

Branch gain Nodes

Sinyal flow graph merupakan set dari branch terarah yang terhubung di node.

Secara definisi, sinyal keluar dari sebuah branch sama dengan gain branch (fungsi

sistem) dikalikan sinyal yang masuk ke branch. Sedangkan sinyal pada suatu node sama

dengan jumlah sinyal dari semua branch yang terhubung ke node tersebut.

Berikut ilustrasi dari filter IIR dua-pole dan dua-zero (orde dua) dalam bentuk diagram

blok dan sinyal flow graphnya :

Sinyal flow graph di atas mempunyai lima node mulai dari 1 sampai 5. Dua dari node

tersebut (1,3) merupakan node penjumlahan (yaitu berisi adder), sedangkan lainnya

merepresentasikan titik percabangan (branching point). Branch transmittance ditujukan

untuk branch dalam flow graph.

Struktur filter direct form II di atas dapat dinyatakan dalam persamaan perbedaan

sebagai berikut :

Page 95: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

90 | M o d u l 9

y(n) = b0 w(n) + b1 w(n −1) + b2 w(n − 2)

w(n) = −a1 w(n −1) − a2 w(n − 2) + x(n)

Dengan flow graph sinyal linear, kita dapat mentransformasikan satu flow graph ke

dalam flow graph lainnya tanpa mengubah hubungan input-output dasarnya untuk

mendapatkan struktur sistem baru untuk sistem FIR dan IIR yaitu dengan transposition

atau flow-graph reversal theorem yang menyatakan :

" If we reverse the directions of all branch transmittance and interchange the

input and output in the flow graph, the system function remain unchanged"

Struktur yang dihasilkan disebut transposed structure atau transposed form.

Contoh transposisi dari sinyal flow graph di atas dan realisasinya dalam diagram blok

adalah sebagai berikut :

Struktur realisasi hasil transposisi filter direct form II tersebut dapat dinyatakan dalam

persamaan perbedaan sebagai berikut :

y(n) = w1 (n −1) + b0 x(n)

w1 (n) = w2 (n −1) − a1 y(n) + b1 x(n)

w2 (n) = −a2 y(n) + b2 x(n)

Secara umum, untuk hasil transposisi dari filter orde-N (asumsi N=M) IIR direct form II

dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

y(n) = w1 (n −1) + b0 x(n)

wk (n) = wk +1 (n −1) − ak y(n) + bk x(n) k = 1,2,..., N −1

wN (n) = −aN y(n) + bN x(n)

Persamaan di atas dapat diwujudkan dengan struktur filter sebagai berikut :

Page 96: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

91 | M o d u l 9

Untuk sistem FIR, struktur direct form hasil transposisi dapat diperoleh dengan

mensetting nilai ak=0 dengan k=1,2,…,N. Struktur FIR hasil transposisi dapat

digambarkan sebagai berikut :

Struktur di atas dapat dinyatakan dalam persamaan perbedaan sebagai berikut :

y(n) = w1 (n −1) + b0 x(n)

wk (n) = wk +1 (n −1) + bk x(n) k = 1,2,..., M −1

wM (n) = bM x(n)

Secara keseluruhan, fungsi sistem IIR orde-2 (dua pole dan dua zero) untuk struktur

direct form I, direct form II, maupun hasil transposisi direct form II mempunyai bentuk:

H (z) = b0 + b1 z −1 + b2 z −2

1 + a1 z −1 + a2 z −2

Page 97: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

92 | M o d u l 9

Dari ketiga struktur tersebut di atas, struktur direct form 2 lebih disukai dikarenakan

jumlah lokasi memori yang diperlukan untuk implementasi lebih kecil.

1.3 Struktur Kaskade orde 2

Tujuan Belajar 4

Peserta memahami dan dapat menciptakan struktur kaskade orde 2.

Persamaan fungsi sistem IIR orde-tinggi :

M

å bk z −k H (z) = k =0

N

1 + åak z −k

k =1

Sistem tersebut dapat difaktorkan ke dalam kaskade sub sistem orde-2, sehingga H(z)

dapat dinyatakan sebagai :

K

N +1

H (z) = H k (z) dengan K bagian integer dari

k =1 2

Fungsi sub-sistem orde-2 tersebut secara umum dinyatakan sebagai:

H k (z) = b

k 0 + b z −1 + b

k 2 z −2

k1

1 + ak1 z −1 + ak 2 z −2

Untuk sistem FIR, nilai parameter b0 untuk K sub-sistem filter bernilai b0 =

b10b20…bK0. Jika N = M, beberapa sub-sistem orde-2 mempunyai koefisien pembilang

yang bernilai nol, yaitu baik bk2 = 0 atau bk1 = 0 atau bk2 = bk1 = 0 untuk beberapa

nilai k. Jika N ganjil dan N = M , maka salah satu dari sub-sistem, Hk(z), harus

mempunyai ak2 = 0, sehingga sub-sistem tersebut merupakan orde-1.

Bentuk umum dari struktur kaskade adalah sebagai berikut

Page 98: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

93 | M o d u l 9

Jika kita menggunakan struktur direct form II untuk masing-masing subsistem,

algoritma komputasi untuk merealisasikan sistem IIR dengan fungsi sistem H(z) dapat

dijelaskan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

y0 (n) = x(n)

yk (n) = xk +1 (n) k = 1,2,..., K −1

y(n) = yK (n)

wk (n) = −ak1 wk (n −1) − ak 2 wk (n − 2) + yk −1 (n) k = 1,2,..., K

yk (n) = bk 0 wk (n) + bk1 wk (n −1) + bk 2 wk (n − 2) k = 1,2,..., K

Contoh :

Tentukan realisasi kaskade dari sistem fungsi :

10(1 − 1 z −1 )(1 − 2 z −1 )(1 + 2z −1 )

H (z) = ( )( 2 )( ( 3 ) )( ( ) )

1 − 34 z −1 1 − 18 z −1 1 − 12 + j 12 z −1 1 − 12 − j 12 z −1

Solusi :

Pasangan pole dan zero yang mungkin adalah :

(1 − 1 z −1 ) 1 + 2 z −1 − z −2

2 3

H1 (z) =

dan H 2 (z) =

3 1 1 − 7 z −1 + z −2 1 − z −1 + z −2

32

8 2

sehingga diagram blok realisasinya:

Page 99: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

94 | M o d u l 9

1.4 Struktur Paralel

Tujuan Belajar 5

Peserta memahami dan dapat menciptakan struktur paralel.

Struktur paralel dari sistem IIR dapat diperoleh dengan ekspansi partial-fraction dari

H(z). Dengan asumsi bahwa N = M dan pole-polenya berbeda, kita melakukan ekspansi

partial-fraction H(z) untuk memperoleh :

N Ak

H (z) = C + å

1 − pk z −1

k =1

dimana pk adalah pole-pole, Ak koefisien (residu) dalam ekspansi partial-fraction

dan konstanta C didefinisikan C = b

N . Sistem H(z) di atas diimplikasikan dalam a N

struktur yang terdiri atas bank paralel dari filter pole-tunggal.seperti pada diagram

sebagai berikut :

Untuk menghindari perkalian oleh bilangan komplek, kita dapat

mengkombinasikan pasangan pole komplek-konjugat untuk membentuk sub-sistem dua

pole. Kita pun dapat mengkombinasikan pasangan pole bernilai real untuk membentuk

sub-sistem dua-pole. Tiap sub-sistem ini mempunyai bentuk persamaan:

(z) =

b + b k1

z −1

H k

k 0

dengan bki dan aki bernilai real 1 + ak1 z −1 + ak 2 z −2

Keseluruhan sistemnya dapat diekspresikan sebagai berikut :

K

H (z) = C + åH k (z) dengan K : bagian integer dari (N+1)/2 k =1

Jika N ganjil, satu dari Hk(z) merupakan sistem pole tunggal ( bk1 = ak2 = 0 ).

Implementasi H(z) dapat diwujudkan dengan struktur direct form II sebagai berikut :

Page 100: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

95 | M o d u l 9

Persamaan realisasi bentuk paralel dari sistem FIR dengan struktur direct form II:

wk (n) = −ak1 wk (n −1) − ak 2 wk (n − 2) + x(n) k = 1,2,..., K

yk (n) = bk 0 wk (n) + bk1 wk (n −1) k = 1,2,..., K K

y(n) = Cx(n) + å yk (n) k =1

Contoh:

Tentukan realisasi paralel dari sistem fungsi :

10(1 − 1 z −1 )(1 − 2 z −1 )(1 + 2z −1 ) 2 3

H (z) = (1 − 3

z −1 )(1 − 1

z −1 )(1 − ( 1

+ j 1

)z −1 )(1 − ( 1

− j 1

)z −1 )

2 2 2 2 4 8

Solusi:

H(z) harus dipecah secara parsial :

A A A A* 1 2 3 3

H (z) = (1 −

3

z −1 ) +

(1 − 1

z −1 ) +

+

(1 − ( 1

+ j 1

)z −1 ) (1 − ( 1

− j 1

)z −1 )

2 2 2 2 4 8

Nilai A1, A2, A3 dan A3* yang akan ditentukan.

Dengan perhitungan diperoleh :

A1 = 2,93 ; A2 = -17,68 ; A3 = 12,25 – j14,57 ; A3* = 12,25 + j14,57

Dengan mengkombinasikan kembali pasangan pole, diperoleh:

H (z) = -14,75 -12,90z −1

+ 24,50 + 26,82z −1

1 - 7 z −1 + 3 z −2 1 - z −1 + 1 z −2

32

8 2

Sehingga diagram blok realisasi pararelnya:

Page 101: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

96 | M o d u l 9

1.5 Struktur Frequency Sampling

Tujuan Belajar 6

Peserta mengerti struktur Frequency Sampling untuk implementasi filter

H() didefinisikan pada :

k = 2 (k + ) k = 0, 1, …, M-1/2 M odd

M k = 0, 1, …, (M/2)-1 M even

a = 0 or ½

k merupakan titik sample.

M −1

H () = åh(n)e− j n

n =0

Spesifikasikan H() pada wk : æ 2 ö

H (k + ) = H ç (k + )÷

M è ø M −1

= åh(n)e− j 2 (k + )n / m k = 0, 1, …M-1 n =0

Jika a = 0, persamaan menjadi DFT (Discrete Fourier Transform).

Persamaan di atas dapat diuraikan menjadi:

1 M −1

h(n) = åH (k + )e j 2 (k + )n / M n = 0,...M -1 M k =0

Jika = 0, persamaan menjadi IDFT (Inverse Discrete Fourier Transform)

Page 102: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

97 | M o d u l 9

Kemudian dicari Z-transform dari h(n):

M −1é 1 M −1 ù H (z) = åê

åH (k + )e j 2 (k + )n / M úz −n

n =0 ë M

k =0 û M −1 é

1 M −1 n ù

= åH (k + )ê å(e j 2 (k + )n / M z −1 ) ú

k =0 ê M

n =0 ú ë û

1 - z −M e j 2 M −1 H (k +)

= å

M 1 - e j 2 (k + )n / M

z −1

k =0

Realisasi dengan memecah H(z) menjadi

H(z) = H1(z) H2(z)

Untuk All zeros ( Filter Comb).

H1(z) dan H2(z) ditentukan :

H1 (z) = 1 (1 − z −M e j 2 ) menghasilkan zk =e

j2(k+)/ M

, k = 0, 1, …,M-1

M M −1

H (k + )

H 2 (z) = å

− e j 2 (k + ) / m

z −1

k =0 1

Bank paralel dari filter single-pole menghasilkan frekuensi resonan.

pk = e j 2

(k +

) / M

k = 0, 1, …, M-1

Terlihat, bahwa zero dan pole terjadi pada lokasi yang sama.

1.6 Struktur Lattice

Tujuan Belajar 7

Peserta mengetahui ada struktur Lattice.

Fungsi sistem all-pole: H (z) = 1

= 1

N

AN (z)

1 + åaN (k )z −k

k =1

Realisasi dengan struktur direct form:

Page 103: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

98 | M o d u l 9

Persamaan perbedaan sistem:

N

y(n)= −åa N (k ) y(n − k ) + x(n) k =1

Dengan mengubah aturan input dan output (mengubah x(n) dengan y(n)) diperoleh:

N

x(n) = −åa N (k )x(n − k ) + y(n) k =1

Definisikan input: x(n) = f N (n)

output: y(n)= f0 (n)

Kuantitas fm(n) dihitung secara mundur : fN(n), fN-1(n),…

Persamaan filter lattice :

f m−1 (n) = f m (n) − K m g m−1 (n −1) m = N , N −1,...,1

g m (n)= K m f m−1 (n −1) + gm−1 (n −1) m = N , N −1,...,1

y(n) = f 0 (n) = g 0 (n)

Struktur dari persamaan di atas adalah:

Contoh: untuk N=2 → sistem 2-pole

Persamaan sistemnya :

f 2 (n) = x(n) , f1 (n) = f 2 (n) − K 2 g1 (n −1) , f0 (n)= f1 (n) − K1 g0 (n −1)

g 2 (n) = K 2 f1 (n −1) + g1 (n −1) , g1 (n)= K1 f0 (n −1) + g0 (n −1)

Page 104: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

99 | M o d u l 9

y(n) = f 0 (n) = g 0 (n)

y(n) = x(n) − K1 (1 + K 2 ) y(n −1) − K 2 y(n − 2) → IIR dua-pole

g 2 (n) = K 2 y(n) + K1 (1 + K 2 ) y(n −1) + y(n − 2) → FIR dua-zero

Strukturnya adalah sebagai berikut:

Fungsi sistem IIR all-pole adalah:

H a (z) = Y (z)

= F0 (z)

= 1

Am (z) X (z) Fm (z)

Fungsi sistem FIR all-zero adalah:

H b (z) = G

m (z)

= G

m (z)

= Bm (z) Y (z) G0 (z)

2 Masalah Desain Filter

2.1 Konsiderasi Umum

Tujuan Belajar 8

Peserta mengetahui konsiderasi umum dari desain filter, seperti

pertentangan antara kausalitas dan reliabilitas, dan teorema Paley-Wiene

Filter non-kausal → filter tidak dapat direalisasikan

Contoh:

Filter low pass ideal dengan karakteristik respons frekuensi:

H ( ) = ì 1 £ c í

0 c < £ î

Respons impuls dari filter ini adalah:

Page 105: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

100 | M o d u l 9

ì C n = 0

ï

h ( n ) = ï

n

í sin n ¹ 0

ï

C

C

ï

C

n

î

Plot dari h(n) untuk C = /4 :

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0

-0.05

-0.1 -15

-10

-5 0 5 10 15 20 -20

>> n=-20:20; w=pi/4; >> y=w/pi*sinc(w/pi*n);

>> stem(n,y)

LPF ideal tersebut non-kausal sehingga tidak dapat direalisasikan dalam praktek

Solusi yang mungkin :

delay no pada h(n)

mengeset h(n) = 0 untuk n < no. Deret Fourier H() menimbulkan fenomena Gibbs,

yaitu osilasi pada band edge dari respons filter.

Sistem yang dihasilkan tidak mempunyai karakteristik respons frekuensi ideal lagi.

Teorema Paley-Wiener memberikan solusi tentang kondisi perlu dan cukup dari respon

frekuensi H() agar filter yang dihasilkan kausal.

Teorema Paley-Wiener:

Jika h(n) mempunyai energi terbatas dan h(n) = 0 untuk n < 0

Maka, ò

ln

H ()

d

Jika

H ( )

square integrable dan jika integral di atas terbatas,

Page 106: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

101 | M o d u l 9

Maka, respon fasa Q(w) dapat diasosiasikan dengan H ( ) , sehingga filter yang

dihasilkan dengan respon frekuensi H()= H()e j() akan kausal.

Catatan :

H ( ) tidak boleh bernilai nol pada suatu band frekuensi tertentu supaya

òlnH() Semua filter ideal adalah non-kausal

Kausalitas menunjukkan hubungan antara komponen real HR(w) dan komponen imajiner

HI(w) dari respons H(w). Hubungan ini ditunjukkan dalam persamaan berikut:

h(n) = he(n) + ho(n)

dimana

he(n) = 1/2 [h(n) + h(-n)] dan ho(n) = 1/2 [h(n) - h(-n)]

bila h(n) causal, maka h(n) bisa diperoleh kembali dari he(n) untuk 0 £ n £ ¥ atau ho(n)

untuk 1 £ n £ ¥

dapat dilihat bahwa:

h(n) = 2he(n)u(n) - he(0)d(n) n ³ 0 dan

h(n) = 2ho(n)u(n) + h(0)d(n) n ³ 1

Catatan :

Jika ho(n) = 0 untuk n = 0 ® h(0)tidak dapat diperoleh dari ho(n) dan harus diperoleh

secara eksplisit. Untuk n ³ 1, ho(n) = he(n) ® erat hubungan antar keduanya.

Jika h(n) absolutely summable (yaitu BIBO stabil) → H(w) exist,

dan H(w) = HR(w) + jHI(w)

Dan jika h(n) bernilai real dan kausal, maka

F

( ) F

( ) he (n) « H R dan ho (n) « H I

atau : - HR(w) dan HI(w) saling bergantung

- |Hw)| dan q(w) saling bergantung

Prosedur menentukan H(w):

mencari he(n) dari HR(w) atau

menentukan HI(w) dan h(0)

Page 107: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

102 | M o d u l 9

Contoh mencari H(w) dari HR(w) berikut:

H R () = 1 − a cos

,

a

1

Solusi :

1 − 2a cos + a 2

Cari he(n):

HR (z) = HR (z)

jÞ H R (z) =

1 + (z + z −1 )2

= z - a(z 2 +1) / 2

z=e

- a(z + z −1 ) + a2 (z - a)(1 - az) 1

ROC ada di antara p1 = a dan p2= 1/a, dan termasuk unit circle, sehingga

a

<

z

< 1

a

dan he(n) merupakan two-sided sequence, dengan pole z = a untuk kausal dan p2= 1/a

untuk antikausal.

diperoleh : h (n) = 1 a

n

+ 1 (n)

e 2 2

h(n) diperoleh dari nilai he(n) : h(n) = anu(n)

Transformasi Fourier dari h(n): H () = 1

1 − ae− j

Hubungan antara HR(w) dan HI(w) dari FT h(n) yang absolutely summable, kausal dan

real dapat dijelaskan sebagai berikut:

H ( ) = H R ( )+ jH I ( ) = 1

−ò H R ()U ( - )d

dengan U() merupakan respons frekuensi dari unit step u(n)

U ( ) = () + 1

1 − e − j

= () + 1 − j 1 cot , -

2

2

2

diperoleh hubungan : H I ( )= - 1 H R ()cot - d Hubungan di atas disebut 2

ò 2 −

discrete Hilbert Transform.

Latihan : cari bentuk transformasi Hilbert dari hubungan HR() dengan HI()

Kesimpulan implikasi kausalitas :

1. H(w) tidak boleh 0 kecuali pada point frekuensi terbatas

Page 108: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

103 | M o d u l 9

2. |H)| tidak bisa konstan pada sebuah interval, dan tidak bisa bertransisi yang tajam

dari passband ke stopband (konsekuensi fenomena Gibbs agar h(n) kausal )

3. HI() dan HR() terhubung oleh discrete Hilbert Transform, |H)| dan () tidak

bisa dipilih secara acak

Persamaan sistem dibatasi menjadi :

N M

y(n) = −åak y(n − k )+ åbk x(n − k ) , yang causal dan realizable k =1 k =0

M

dengan H() : H (w) =

åbk e − jk

k =0

N

1 + åak e− jk

k =1

2.2 Problem Desain

Tujuan Belajar 9

Peserta dapat membuat problem desain: spesifikasi untuk filter LCCDE.

Problem desain filter digital : mencari ak dan bk agar H() mendekati ideal

Berikut adalah karakteristik magnitude dari realizable filter :

Dalam problem desain filter kita dapat menspesifikasikan :

ripple passband, 20log101, maksimum yang dapat ditoleransi

ripple stopband, 20log102, maksimum yang dapat ditoleransi

frekuensi sisi (edge) passband p

frekuensi sisi (edge) stopband S

Page 109: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

104 | M o d u l 9

Parameter ak dan bk ditentukan berdasarkan spesifikasi di atas.

Orde filter berdasarkan kriteria untuk memilih parameter ak dan bk dan koefisien

(M,N).

3 Desain FIR

Tujuan Belajar 10

Peserta mengerti prinsip desain FIR symetric dan asymetric.

Persamaan keluaran filter FIR dengan panjang M :

y(n) = box(n) + b1x(n-1) + … + bM-1x(n-M+1) M −1

y(n) = åbk x(n − k ) dengan bkmerupakan koefisien filter k =0

Dalam bentuk konvolusi M −1

y(n) = åh(k )x(n − k ) sehingga bk = h(k), k = 0, …, M-1 k =0

M −1

Fungsi sistem filter : H (z) = åh(k )z −k → polinomial dari z-1

orde M-1 k =0

Syarat filter FIR fasa-linear :

h(n) = ±h(M - 1- n) n = 0, …, M-1

Jika kondisi simetri dan antisimetri pada h(n):

H(z) = h(0) + h(1)z-1

+ h(2)z-2

+ …+h(M-2)z-(M-2)

+ h(M-1)z-1(M-1)

−( M −1) / 2 ì æ M -1 ö ( M −3) / 2 ( M −1−2k ) / 2 −( M −1−2k ) / 2 ü = z íhç ÷ + åh(n)z

± z

ý → M ganjil

2

î è ø n=0 þ ( M )−1 2

= z −( M −1) / 2 åh(n)z ( M −1−2k ) / 2 ± z −( M −1−2 k ) / 2 → M genap n=0

Ternyata, z−(M−1) H(z−1) = H(z)

Sehingga, akar H(z) = akar H(z-1

) → H(z) harus mempunyai pasangan akar resiprokal.

Jika z1 real → akar-akar H(z) : z1 dan 1/z1

Jika h(n) real dan z1 kompleks → akar-akar H(z) : z1 , 1/z1, z1* dan 1/ z1

*

Berikut kesimetrian lokasi zero / akar dari filter FIR fasa-linear :

Page 110: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

105 | M o d u l 9

Jika h(n) = h(M-1-n), maka H () = H r ()e- j ( M -1) / 2

æ M -1ö ( M -3) / 2 æ M -1 ö dimana , H r () = hç

÷ + 2 å h(n) cosç - n÷

2 2

è ø n=0 è ø ( M )-1 æ M -1 ö

2

H r () = 2 å h(n) cosç - n÷ 2

n=0 è ø Karakteristik fasa filter :

ì æ M -1ö ï - ç

÷ H r () > 0 2

ï è ø () = í æ M -1 ö

ï

÷ + H r () < ï- ç 2

î è ø

Jika h(n) = -h(M-1-n) → respons sistem antisimetrik.

Untuk M ganjil, centre point h(n) adalah n = (M-1)/2 → h((M-1)/2) = 0

é ( M -1) ù

j ê-

+

ú

Respons sistem antisimetrik:

2 2 H () = H r ()e ë û

( M -3) / 2 æ M -1 ö

dimana : H r () = 2 å h(n) sin ç

- n ÷

, M ganjil

2

n=0 è ø M -1 æ M -1 ö 2

H r () = 2åh(n) sin ç - n ÷ , M genap

2

n=0 è ø

Respons fasanya :

ì æ M -1 ö

ï

- ç

÷

H r () > 0

2 2

ï è ø

() = í 3

æ M -1ö

ï

ï

÷ H r () < 0

2 2

î è ø

,M ganjil

,M genap

Page 111: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

106 | M o d u l 9

Catatan :

Untuk h(n) simetrik, jumlah koefisien filter adalah (M+1)/2 untuk M ganjil dan M/2

untuk M genap

Untuk h(n) antisimetrik, h((M-1)/2) = 0, mempunyai jumlah koefisien filter (M -1) /

2 untuk M ganjil dan M/2 untuk M genap

Contoh pemilihan desain filter simetrik / antisimetrik tergantung aplikasinya :

Jika h(n) = -h(M-1-n) dan M ganjil → Hr(0) = 0 dan Hr() = 0. Sistem tersebut

tidak cocok untuk LPF atau HPF

Untuk sistem dengan respon antisimetrik dan M genap → Hr(0) = 0, sehingga tidak

cocok untuk desain LPF

Jika h(n) = h(M-1-n) → filter mempunyai respons tidak-nol pada w = 0 , LPF

Problem desain filter FIR : menentukan koefisien M untuk h(n) dari spesifikasi Hd()

filter, respons frekuensi yang diinginkan.

3.1 Teknik Windows

Tujuan Belajar 11

Peserta dapat mendesain FIR dengan teknik windows. Termasuk di

dalamnya, peserta mengenal window rectangular, Barlett, Hanning,

Hamming, dan Blackman. Peserta mengetahui bahwa window Hanning

ekivalen dengan pembobotan di domain frekuensi.

Menentukan hd(n) dari Hd() , respons filter yang diinginkan :

1

H d () = åhd (n)e − jn F

hd (n) = ò H d ()e jn

d

¬¾®

2 n=0 −

Potong hd(n) pada n = M-1 untuk menghasilkan filter FIR dengan panjang M, yang

ekivalen mengalikan hd(n) dengan window rectangular :

ì1 n = 0,..., M -1 (n) = í

otherwise

î0

Respons sistemnya : h(n) = hd(n) w(n)

=

ìh (n) n = 0,..., M -1 í d

otherwise î 0

Page 112: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

107 | M o d u l 9

Respons frekuensi dari filter FIR:

M −1 1

W () = å(n)e− jn dan H () =

ò H d (v)W ( - v)dv = H d () *W () 2 n=0 −

Untuk window rectangular :

æ M ö

M −1

1 - e− jn

sinç ÷

2

− jn − j ( M −1) / 2 è ø

W () = åe

=

= e

1 - e

− j æ ö

n=0

sinç

÷

è 2 ø

æM ö ì æ M -1ö æ M ö

sinç

÷

ï - ç

÷

, sinç

÷ ³ 0

W ()

= è 2 ø

ï è 2 ø è 2 ø

dan

() = í

æ M -1ö

æ M ö

æ ö

sinç ÷ ï

- ç ÷ + , sinç ÷ < 0

2

2

è 2 ø ï è ø è ø î

Untuk window Bartlett (triangular):

M -1

2 n -

(n) = 1 - 2 untuk 0 £ n £ M -1

M -1

Untuk window Hanning:

(n) = 1 æ

- cos 2n ö

£ n £ M -1 ç1 ÷ untuk 0

2 M -1 è ø

Untuk window Hamming:

2n

(n) = 0,54 - 0,46 cos untuk 0 £ n £ M -1

M -1

Grafik respons frekuensi window Hanning dan Hamming:

40

20

0

Hanning Hamming

Ma

gn

itu

de (

dB

)

-20

-40

-60

-80

-100

-120

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 x pi rad

Page 113: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

108 | M o d u l 9

>> b1=hanning(61); b2=hamming(61); >> [H1,f]=freqz(b1,1,251,'whole',2);

>> H2=freqz(b2,1,251,'whole',2);

>> H=[H1 H2];

>> s.yunits ='dB'; s.xunits =' x pi rad';

>> freqzplot(H,f,s)

Untuk window Blackman:

(n) = 0,42 - 0,5 cos 2n + 0,08 cos 4n untuk 0 £ n £ M -1

M -1

M -1

Contoh : desain filter FIR LP simetrik yang mempunyai respons frekuensi

ì1e- j ( M -1) / 2 0 £

£ c

H d () = í

0

î

Respons unitnya :

æ M -1ö

1 c

æ M -1 ö

sin c çn -

÷

2

ò

j ç n- ÷

è

ø

h (n) = e è 2 ø d = n ¹ (M-1)/2

d 2 æ M -1ö

-c

çn - ÷

è

2 ø

Jelas, bahwa hd(n) non-kausal dan infinite.

Jika menggunakan window rectangular diperoleh:

æ M -1 ö

sin c çn -

÷

2

h(n) = è ø 0£ n £ M-1 , n ¹ (M-1)/2

æ

M -1ö

çn - ÷

2

è ø

Jika M dipilih ganjil, maka nilai h(n) pada n= (M-1)/2 adalah hæ

ç M

-1ö

÷ = C è

2 ø

Respons frekuensi dari filter tersebut dengan wc = 0,4p untuk M=61 dan M=101

digambarkan:

Ma

gn

itu

de

1.4

M=61 M=101

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

0

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 Normalized FrequencyVII-23 ( rad/sample)

Page 114: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

109 | M o d u l 9

>> b1=0.4*sinc(0.4*(0:60)-0.4*30); % M =61 >> b2=0.4*sinc(0.4*(0:100)-0.4*50); % M=101

>> [H1,w]=freqz(b1,1,512,2); [H2,w]=freqz(b2,1,512,2);

>> H=[H1 H2];

>> s.xunits ='rad/sample'; s.yunits ='linear'; s.plot ='mag';

>> freqzplot(H,w,s)

Karakteristik domain-frekuensi untuk beberapa fungsi window :

Window Main Lobe Peak Sidelobe

Rectangular 4/M -13 dB

Bartlett 8p/M -27 dB

Hanning 8/M -32 dB

Hamming 8/M -43 dB

Blackman 12/M -58 dB

3.2 Teknik Frequency Sampling

Tujuan Belajar 12

Peserta dapat mendesain FIR dengan teknik Frequency Sampling.

Hd() didefinisikan pada

k = 2

(k + ) k = 0, 1, …(M-1)/2, M ganjil

M

k = 0, 1, …(M/2)-1, M genap

= 0 atau 1/2

kemudian cari h(n) dengan inversi. Untuk mengurangi sidelobe, diharapkan untuk

mengoptimasi spesifikasi pada transisi band dari filter.

Contoh:

Respons frekuensi dari filter FIR yang diinginkan : M −1

H D () = H () = åh(n)e− jn

n=0

Spesifikasikan H() pada k: æ 2 ö

H (k + ) º H ç (k + )÷

M è ø M −1

º åh(n)e −2 (k + ) n / M k = 0, 1, …, M-1 n=0

Page 115: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

110 | M o d u l 9

Jika a = 0, persamaan menjadi DFT (Discrete Fourier Transform) Dari persamaan di atas

menjadi:

M−1 j2k m M−1M−1− j2 n m − j2 m

Mh(n)e

åH(k +)e M

=ååh(n)e M

M

k=0 k=0 n=0

Menghasilkan nilai h(n):

1 M -1

h(n) = å H (k + )e j 2 (k + )n / M

M

k =0

Jika = 0, persamaan menjadi IDFT (Inverse Discrete Fourier Transform)

Persamaan di atas memungkinkan untuk menghitung nilai dari respon h(n) dari

spesifikasi sample frekuensi H(k+), k=0,1, …, M-1.

Catatan :

Jika h(n) real → H(k+) = H*(M - k -a) (kondisi simetri)

dapat digunakan untuk mengurangi spesifikasi frekuensi dari M titik menjadi

(M+1)/2 titik untuk M ganjil dan M/2 titik M genap. Jadi, persamaan linear untuk

menentukan h(n) dari h(k+a)dapat disederhanakan.

Contoh filter dengan respons asimetrik

H () = H r ()e j-

( M

-1)

Jika disample pada frekuensi k

/ 2 + / 2

= 2(k+)/M, k=0,1,…,M-1 didapat:

æ 2 ö H (k + ) = H r ç

(k + )÷e

M è ø

é ( M -1) ù j ê

-2 (k + )

ú

2 2M ë û

di mana = 0 bila h(n) symetric

b = 1 bila h(n) antisymetric

Dapat disederhanakan dengan mendefinisikan set sample frekuensi real G(k+m):

k æ 2 ö G(k + ) = (-1)

H r ç

(k + )÷

M è ø É M -1ù ê

-2 (k + )

ú

Eliminasi Hr(k): H (k + ) = G(k + )e jk

e ë

2 2M û

Page 116: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

111 | M o d u l 9

Sekarang, kondisi simetri untuk H(k+a) ditranslasikan ke dalam kondisi simetri

G(k+a) untuk menyederhanakan h(n) untuk empat kasus b = 0, 1 dan a = 0, ½ seperti

pada tabel berikut :

Contoh :

Cari koefisien FIR fasa linear dengan M = 15 dengan respon impuls simetrik dan

respons frekuensi memenuhi :

æ 2k ö ì 1 k = 0,1,2,3 ï

H r ç ÷ = í0.4 k = 4

15 è ø ï

0 k = 5,6,7 î

Solusi :

Untuk h(n) simetrik dan a = 0

dari tabel : G(k ) = (-1) k æ 2k ö

k = 0, 1, …7

H r ç

÷

15 è ø

Dari hasil perhitungan h(n) didapat:

h(0) = h(14) = -0.014112893

h(1) = h(13) = -0.001945309

h(2) = h(12) = 0.04000004

h(3) = h(11) = 0.01223454

h(4) = h(10) = -0.09138802

h(5) = h(9) = -0.01808986

h(6) = h(8) = 0.3133176

h(7) = 0.52 Dari h(n) maka didapat respons H(w) dengan grafik:

Page 117: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

112 | M o d u l 9

3.3 Teknik Optimal Equiripple

Tujuan Belajar 13

Peserta dapat mendesain FIR dengan teknik Optimal Equiripple.

Teknik window dan frequency sampling mudah dimengerti tetapi punya beberapa

kelemahan :

· wp dan ws tidak dapat ditentukan pradesign

d1 dan d2 kurang bisa ditentukan secara simultan

Error Aproksimasi tidak terdistribusi dengan baik pada interval-interval band (besar di dekat

daerah transisi) Metoda alternatif dengan minimisasi dari maximum aproksimasi error

(minimax) ® Chebyshev error

3.3.1 Overview

1. Define a minimax problem

2. Discuss the number of maxima & minima (= extrema)

3. Design algorithm, polynomial interpolation

4. Parks-McClellan algorithm

5. Remez exchange routine, as a part of P-

McCalg Development of the Minimax Problem

Diketahui :

j

j − j

M −1

H (e ) = e

2

e H r ()

¯"Amplitudo Response" bilangan real

Beberapa kasus dalam desain filter FIR :

Type

Kondisi

b

Hr(ej

)

I M ganjil, h(n) 0 (M −1)/ 2

simetrik åa(n)cosn n =0

II M genap, h(n) 0 M / 2

simetrik åb(n)cos(n -1/ 2) n =1

III M ganjil, h(n) p/2 (M −1)/ 2

antisimetrik åc(n)sin n n =0

IV M genap, h(n) p/2 M / 2

antisimetrik åd (n)sin(n −1/ 2) n =1

Page 118: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

113 | M o d u l 9

dengan nilai a(n), b(n), c(n) dan d(n) ditentukan sebagai berikut:

ì æ M -1 ö k = 0

ïhç

÷

2

ï è ø a(k ) = í

æ M -1 ö

M -1 ï 2hç - k ÷ k = 1,2,...,

ï

è 2

ø

2 î

æ M ö b(n)= d (n) = 2hç

- k ÷ , k = 1,2,..., M / 2

2 è ø

æ M -1 ö c(n) = 2hç

- k ÷ , k = 1,2,..., (M -1) / 2

2

è ø

Persamaan Hr(w) bisa dinyatakan dalam Hr(w) = Q(w) P(w)

L

di mana : P() = å(n) cosn n =0

Type Q(w) L P(w) I 1 M −1 L

åa(n)cosn 2

n =0

II Cos(w/2) M L ~

−1

åb (n)cosn 2

n =0

II Sin M − 3 L ~

åc (n)cosn 2

n =0

IV Sin(w/2) M L ~

−1

åd (n)cosn 2

n =0

Identitas trigonometri : sin(+) = sincos + cossin dst.

Þ gunanya adalah untuk mendapatkan common form ® agar lebih mudah

Sekarang Weighted Error :

E() W ()H dr () − H r (), s 0, p U s ,

¯ ¯

desired response actual response

Grafik respons yang diinginkan dan sebenarnya:

Page 119: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

114 | M o d u l 9

H dr ( )- H r ( ) menentukan kesalahan sistem:

ì d2 , in Passband

bila W ( ) = ïí d1

ïî1,in Stopband

Jadi apabila kita berhasil meminimasi dengan max weighted error ke d2, maka kita juga

dapat memenuhi spesifikasi di passband pada d1.

E() = W ()H dr () - Q()P()

= W ()Q()é

H

dr ()

- P()ù

ê Q()

ú

ëû

ˆ ˆ () º

H dr () bila W () @ W ()Q() dan H DR Q()

ˆ ˆ

() - P(), w Î s® untuk semua kasus ® E() = W ()H dr

Page 120: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

115 | M o d u l 9

Problem statement

Cari an (atau bn atau cn atau d n) untuk minimisasi dari maximum absolute

value dari E(w) over the passband dan stopband

é ù minêmax E() ú

ë sû

Batasan jumlah extrema:

Diketahui M-point filter, berapa extrema (lokal) ada di E(w)?

L

Di P() = å (n) cosn ® ada L-1 at most local extreme (0 < w < p)

n =0

→ +2 untuk di boundary 0 dan p di E(w) (wp & ws)

total at most L+3 extrema in E(w)

Contoh:

h(n) = 1 1,2,3,4,3,2,1 ® M = 7 or L = 3

15

Teori Aproksimasi : Alternation Theory

Let S be any closed subset of the closed interval [0,]. Kondisi perlu dan cukup agar

L

P() = å(k ) cosk k =0

menjadi unique, minimax app. to HDR(w)on S, adalah bahwa E(w) ³ L+2 "altenations"

atau extremes di S, yaitu setidaknya terdapat L + 2 frekuensi i di S sehingga

1< 2 < 3 <…<L+2, E(i) = - E(i+1) dan |E(i)| = max |E()|

Algoritma Parks-McClellan

Untuk mencari P(w) secara iterative

Asumsi: M atau L diketahui, 2/1 diketahui

® M - d¯ ® untuk sebuah M ada d

untuk = 2 → solusi diperoleh

Page 121: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

116 | M o d u l 9

→ Kaiser approximates M as

s − p − 20 log1 2 −13

M = 10

+1 f =

14.6f 2

The Parks-McClellan

→ Mulai dengan menebak L+2 extremes wi

→ Estimasi d di wi in

→ Fit P(w) di wi in

E(w) dihitung pada finite grid

Perbaiki i di ulang (2)

Sampai d = d2

→ hitung (n) → a(n) → h(n)

di matlab →

remez

[h] = remez(N, f, m, weights, ftype)

ˆ

− P(n ) = (−1)

n

W (n)Hdr (n )

(-1)n ˆ

P(n ) + ˆ = H dr (n )

W (n )

L (-1)n ˆ

Þ å (k ) cosn k + ˆ = H dr (n )

k =0 W (n )

ˆ ˆ ˆ (L +1 ) ® = o H dr (o ) + 1

H dr (1 ) + ... + L +1H dr

o + (-1) 1 + ... + (-1)L +1 L +1

ˆ ˆ ˆ

W (o ) W (1 ) W (L +1 )

L +1 1

® k = Õ

n =0 cosk - cosn n ¹k

L

å P(k )k /(x - xk ) P() =

k =0

L

å k /(x - xk ) k =0

Page 122: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

117 | M o d u l 9

® interpolasi Lagrange

ˆ

di mana P(n ) = H DR (n ) -

L 1

k =

Õ

- xn n=0 x

k

n¹k

(-1)n

n = 0,..., L +1

Wˆ (n )

ˆ ˆ

() − P() ® w fine grids E() = W ()H dr

bila |E(w)| ³ d untuk beberapa wj, pilih L+2 largest peaks sebagai wi baru, dan ulangi

lagi.

4 Desain IIR

Desain LP Transfer ke Convert ke

Analog Filter Digital

Desain LP Convert ke Transfer ke

Analog Digital Desired Filter

Desain dari filter analog dengan fungsi sistem:

M

H (s)= B(s) åk sk

= k =0 A(s) åk s

k

a

N

k =0

k dan k → filter coefficient

Impulse response h(t )→ H a (s)= òh(t )e−st

dt −

Filter analog dapat pula dinyatakan dalam persamaan differensial kengan koefisien

konstan:

N d k y(t) N d

k x(t)

åk

= åk

dt k

dt k

k =0 k =0

Page 123: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

118 | M o d u l 9

Filter analog LTI dengan fungsi sistem H(s) akan stabil jika semua polenya terletak di

sebelah kiri bidang-s. Oleh karena itu teknik konversi harus memenuhi sifat-sifat:

1. sumbu j pada bidang-s dipetakan ke unit lingkaran bidang-z

2. LHP (Left-half plane) bidang-s dimapping ke dalam lingkaran bidang-z. Filter

analog stabil dikonversikan ke filter digital stabil

Kondisi agar filter mempunyai fasa linear :

H (z)= z − N

H (z −1

)

Filter akan mempunyai pole mirror-image di luar unit lingkaran untuk setiap pole di

dalam lingkaran → filter tidak stabil.

Filter IIR kausal dan stabil tidak mempunyai fasa linear.

4.1 Teknik Transformasi Bilinier

Tujuan Belajar 14

Peserta dapat mendesain IIR dengan teknik Tranformasi Bilinier dari

filter analog. Termasuk di dalamnya, peserta mengetahui efek warping

frekuensi.

Melakukan transformasi dengan conformal mapping :

j axis → unit circle once

LHP → inside unit circle

RHP → outside unit circle

Penjelasan lewat Trapesoidal Formula for untuk integrasi numerik:

Page 124: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

119 | M o d u l 9

Fungsi transfer filter analog linear:

H (s) = b

*)

s + a

dalam persamaan differensial:

dy(t) + ay(t) = bx(t)

dt

Dekati dengan formula Trapesoid:

t

y(t) = ò y1 ( )d + y(to ) y

1 : turunan pertama dari y(t)

t

o

Pada t = nT; to = nT – T :

y(nT ) = T

y1 (nT ) + y

1 (nT − T )+ y(nT − T )

2

sedangkan dari *) → y1 (nT ) = −ay(nT ) + bx(nT )

Dengan y(n) y(nT) dan x(n) x(nT), diperoleh hasil:

Page 125: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

120 | M o d u l 9

Page 126: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

121 | M o d u l 9

Page 127: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

122 | M o d u l 9

Page 128: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

123 | M o d u l 9

Page 129: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

124 | M o d u l 9

Page 130: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

125 | M o d u l 9

Page 131: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

126 | M o d u l 9

Page 132: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

127 | M o d u l 9

Pemetaan ke z digambarkan sebagai berikut:

Contoh :

Konversikan H a (s) = s + 0.1

dengan transformasi bilinear:

(s + 0.1) 2 + 6

Filter digital mempunyai frekuensi resonansi di r=/2.

Jawab:

Analog filter punya resonansi r = 4

jika frekuensi ini dipetakan ke wr = p/2 → T = 1/2

æ1 - z −1

ö Mapping yang dikehendaki

s =

4ç ÷

ç −1 ÷

è1 + z ø

H (z) = 0.128

+

0.006z

−1

0.122z

−1

; komponen z-1 di

penyebut diabaikan 1 + 0.0006z −1

+ 0.975z −2

H (z) = 0.128 + 0.006z −1

- 0.122z −1

1 + 0.975z −2

Filter ini mempunyai pole : p = 0.987e j

/ 2

1,2

dan zero : z1,2 = -1.095

Jadi, kita dapat membuat filter dua-pole dengan resonansi dekat w = p/2

Kadang-kadang T dipilih satu apabila tidak ada permintaan khusus, atau H(s) dicari

setelah HDF(z) ditentukan.

Page 133: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

128 | M o d u l 9

Contoh :

Desain LPF digital satu-pole dengan 3-dB bandwidth di 0.2, dengan transformasi

bilinear untuk filter analog

H (s) = c

s + c

− 3 dB BW dari AF

Solusi :

Cari c ekivalen dari c:

c = 0.2 Þ Wc = 2

tan 0.1 T

= 0.65

T

H (s) = 0.65 / T

s + 0.65 / T

Gunakan transformasi bilinear:

H (z) = 0.245(1 + z

−1 )

(T diabaikan) 1 − 0.509z

−1

Frekuensi respon dari filter digital:

H () = 0.245(1 + e− j

)

1 - 0.509e− j

pada w = 0 Þ H(0) = 1 dan pada w = 0.2p ® |H(0.2p)| = 0.707, yang merupakan respons

yang diinginkan.

4.2 Teknik Matched z Transform

Tujuan Belajar 15

Peserta dapat mendesain IIR dengan metoda Matched z Transform.

Merupakan mapping poles/zeros H(s) ® poles/zero Z-plane.

Fungsi sistem filter analog yang sudah difaktorkan:

M M

(s - zk ) (1 - e z

k T

z −1

)

H (s) = k =1 Þ H (z) = k =1 N N

(1 - e p

k T

z −1

)

(s - pk ) k =1 k =1

zk merupakan zero dan pk pole , T : sampling interval.

Page 134: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

129 | M o d u l 9

Masing-masing faktor (s-a) pada H(s) dipetakan ke faktor (1 − eaT z −1 )

Untuk menjaga karakteristik respon filter analog, T harus dipilih untuk menghasilkan

lokasi pole dan zero yang sama dalam bidang-z.

Untuk menghindari aliasing → T harus cukup kecil.

4.3 Desain Filter Analog Low Pass

Tujuan Belajar 16

Peserta mengerti karakteristik dan dapat mendesain filter analog low-

pass jenis Butterworth, Chebyshev, Elliptic, dan Bessel.

Butterworth

All-pole filter LPF dikarekteristik dengan kuadrat magnitude respon:

H (W)

2 =

1 =

1

1 + (W / Wc )

2 N 2 2 N

1+ Î (W / W p )

dengan N ® orde filter

c → -3dB frequency (cut-off frequency)

wp ® frekuensi passband edge

1 → nilai band-edge dari |H(W)|2

1+ 2

Pada s = jW maka

H (s)H (-s)

s= j

= H (W)

2 =

1

ön æ - s

2 1 + ç

2 ÷

ç ÷

è Wc ø

pole-pole dari persamaan di atas terletak pada unit circle.

- s 2

= (-1)1/ N = e j (2k +1) / N k=0,1,…,N-1

Wc2

sehingga, sk = Wc e j / 2 e j (2k +1) / N k=0,1,…,N-1

Page 135: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

130 | M o d u l 9

Contoh untuk N = 4 dan N = 5

H () 2 monotonic di passband & stopband maka analisis relatif lebih mudah →

spesifikasi dipenuhi oleh mencari N yang tepat.

Response filter Butterworth:

Page 136: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

131 | M o d u l 9

pada W = Ws,

1 = 2

2

1+ Î2 (W / W p )

2n

Þ N = log(1/ 2 2

)-1= log( / )

log(Ws / W p ) 2 log(Ws / Wc )

dengan 2 = 1/ 1 + 2

Jadi, filter Butterworth dikarakteristik oleh parameter N, 2, dan rasio s / p.

Contoh :

Tentukan orde dan poles dari sebuah lowpass Butterworth filter, -3dB pada BW 500Hz,

att 40 dB at 1000Hz

Solusi : Wc = 500.2p

s = 1000.2

At 40 dB Þ d2 = 0.01

log (104

−1)

N = 10

= 6.64 ® pilih N = 7 2 log10 2

Pole position :

é + (2k +1) ù

j ê

ú

2

14 Sk = 1000e ë

û k = 0,1,...6

Chebyshev

Type I : all pole

- equiripple in passband

- monotonic in stopband

Type II : poles + zeros

- monotonic in passband

- equiripple in stopband

Page 137: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

132 | M o d u l 9

Type I (all-pole):

H (W)

2 =

1

1+ Î2 TN

2 (W / W p )

e ® related ripple in passband

TN(x) ® N the order Chebyshev polynomial

ì cos(N cos−1

x) | x |£ 1 TN

(x)

= í

cosh(N cosh −1 x) | x |> 1

î

TN +1 (x) = 2xTN (x) - TN −1 (x) N = 1, 2, …

To(x) = 1, T1(x) = x, T2(x) = 2x2-1

T3(x) = 4x3 - 3x, …

Karakteristik :

|TN(x)| £ 1 untuk semua |x| £ 1

TN(1) = 1 untuk semua N

Semua akar TN(x) ada di -1 £ x £ 1

Karakteristik filter Chebyshev tipe I

Pada band edge W = Wp ® TN(1) = 1

Þ 1

= 1 - 1 Î2 =

1 -1

(1 - 1 )2 1+ Î

2

Poles dari Type I Chebyshev filter terletak pada ellipse in the s-plane with :

Page 138: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

133 | M o d u l 9

major axis : r = W p

2 +1 dan minor axis : r = W

p

2 -1

1 2 2 2

1

é

+1ù

1+ Î2

N Ripple pada stopband Þ = ê ú

Î

ê ú

ë û

Penentuan lokasi pole dari filter Chebyshev:

Posisi angular dari pole filter:

k =

+ (2k +1)

k = 0, 1, …, N-1

2N 2

(xk , yk )® xk = r cosk k = 0, …, N-1

yk = r1 sin k k = 0, …, N-1

Type II (zeros + poles):

Magnitudo respon filter:

H (W)

2 =

1

éT 2 (W

s / W

p )

ù 1+ Î2 ê N ú

T 2 (W

ê

s

/ W) ú

ë N û

T(x) ® N-th order Chebyshev

Ws ® Stopband

Page 139: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

134 | M o d u l 9

Respon frekuensi filter tipe II:

zeros : sk = j Ws

(sumbu imajiner) sin k

poles : (vk,wk) vk = Ws xk

k = 0,1, …N-1

xk 2 + yk 2

wk =

Ws yk k = 0, 1, …N-1

xk 2 + yk 2

di mana xk dan yk koordinat pole.

1 é

1 +

1 - 2 ù N

Ripple stop-band → = ê 2 ú

2

ê ú

ë û

Jadi ,karakteristik Chebyshev filter ditentukan oleh N, e, d2, Ws/Wp untuk menentukan:

é

ù

1 - 2 2

+ 1 - 2 2 (1+ Î2 )

logê ú

Î2

ê ú cosh

−1 ( / Î) N = ë û =

logêé(Ws / W p )+

cos−1

(Ws / W p ) (Ws / W p )2 -1

úù

ë û

2 º 1

1 + 2

Page 140: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

135 | M o d u l 9

Contoh :

Cari N dan poles of a type I lowpass Chebyshevfilter that has a 1-dB ripple in the

passband cutoff frequency p = 1000, a stopband frequency of 2000, att. 40dB or

more for W ³ Ws

Solusi:

Cari N : 10 log (1+ Î2 ) = 1 ® e = 0.5088

10

20 log10 2 = -40 ® d2 = 0.01

log10 196.54 N = ( )= 4.0 ® 4 poles

log10 2 + 3

Poles : b = 1.429 r1= 1.06Wp r2 = 0.365Wp

k =

+ (2k +1)

k = 0, …, 3

8

2

x1 + jy1 = −0.1397 p j0.979 p

x2 + jy2 = −0.337 p j0.4056 p

Elliptic

Equiripple in both passband/stopband

H ()

2 =

1

1+ Î2 U N (W / W p )

UN(x) Jacobianelliptic function of order N

Page 141: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

136 | M o d u l 9

The most effecient designs occur when we spread the appr. Error equally over the

passband and the stopband

Þ Elliptic filters can do this

N = K (W p / Ws )K (

) 1 - (Î2 /

2 )

K (Î / )K çæ

1 - (W p / Ws )2 ÷ö

è Ø

/ 2

K (x) = ò

complete elliptic integral of the first kind

1 - x 2

sin 2

0

2 = 1

1 + 2

Passband ripple = 10log10(1+e) Þ use computer

Bessel : All-Pole

Fungsi sistem filter:

H (s) = 1

BN (s)

N

BN (s) = åak s k

Nth order Bessel polynomial k =0

(2N - k )!

ak =

2N −k k!(N - k )! k = 0, 1, …, N

Polinomial bessel dibangkitkan:

Þ BN (s) = (2N -1)BN −1 (s) + s2 BN −2 (s)

Bo (s) = 1 dan B1 (s) = s +1 sebagai kondisi initial

Þ Bessel Filter ® linear phase over the passband

Sayangnya sifat ini tidak berguna di saat terjadi BT

Page 142: =D ^8 8 U)UZ - repository.unp.ac.idrepository.unp.ac.id/15867/1/MODUL PRAKTIKUM ok.pdf · atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan 1.3 Sanksi ... MODUL 1 PENGENALAN

137 | M o d u l 9

4.4 Transformasi Filter Low Pass

Tujuan Belajar 17

Peserta dapat mendesain IIR dengan teknik Tranformasi Bilinier untuk

membuat filter LP, HP, BP, BS dengan bantuan transformasi jenis filter,

baik di domain analog maupun di domain digital.

Proses desain DF dapat diubah menjadi problem desain AF dengan spesifikasi khusus

yang diturunkan dari Bilinear Transform

LPF dapat ditransformasikan ke LPF, BPF, HPF dan BSF. Jadi diskusi dapat

difokuskan ke LPF

Ada AF yang bisa digunakan Butterworth Filter, Chebyshev Filter, Elliptic Filter,

Bessel Filter.