23

Click here to load reader

Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

CLINICAL SCIENCE SESSION

PERITONITIS

Oleh :

Susan Fitriyana 121001012

Rafdi Ahmed 121001011

Sindy Supraba Dewi 121001054

Dwi Listya Agustina 121001010

Partisipan:

Ermawati 121001001

Cepi Firmansyah 121001035

Astrid Sophia Wulandari 121001034

Sry Wahyuni 121001050

Preceptor :

Deddy Kurniawan, dr., SpB

Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

RS Islam Al-Ihsan Bandung

2011

1

Page 2: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

PERITONITIS

Definisi

Peritonitis merupakan proses inflamasi pada peritoneum. Peritoneum

adalah suatu membran serosa yang melapisi dinding abdomen hingga pelvik dan

berfungsi melindungi organ-organ di dalamnya. Peritonitis termasuk ke dalam

kasus gawat abdomen dan biasanya memerlukan tindakan bedah.

Dalam istilah, peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, diantaranya

nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular (muscular guarding),

dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami

gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan

syok sepsis. Peritoneum bereaksi terhadap stimulus patologis dengan respon

inflamasi yang bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.

Di indonesia sendiri, penyebab tersering dari peritonitis adalah perforasi

appendisitis, perforasi typhus abdominalis, trauma organ hollow viscus. Pada

keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Kontaminasi yang

terus menerus, bakteri yang virulensinya tinggi, resisten yang menurun, dan

adanya benda asing atau enzim pencernaan aktif, merupakan faktor-faktor yang

memudahkan terjadinya peritonitis.

Etiologi

Peritonitis biasanya disebabkan oleh:

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering

menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu

atau appendiks.

2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan hubungan

seksual.

3. Infeksi dari rahim dan saluran telur.

4. Kelainan hati atau gagal jantung yang mengakibatkan asites

5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

2

Page 3: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

6. Dialisa peritoneal

7. Luka tusuk pada abdomen.

Tanda dan Gejala

Apapun penyebab dari penyakit peritonitis ini, onsetnya biasanya mendadak.

Nyeri perut yang sangat parah yang pada mulanya terlokalisasi namun

perlahan berkembang menjadi tergeneralisasi.

Terdapat muscle guarding dan nyeri tekan serta nyeri lepas.

Terkadang terjadi hilangnya bising usus.

Pasien akan terjadi shock dan takikardi.

Biasanya pasien hanya berbaring, terkadang berada dalam posisi melipat lutut

ke arah dada dan jarang bergerak. Karena pergerakan minim tetap akan

menyebabkan nyeri pada abdomennya.

Klasifikasi

Dilihat dari proses perjalanannya, peritonitis dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu

1. Peritonitis Primer

Peritonitis primer atau peritonitis spontan terjadi melalui penyebaran

limfatik dan hematogen. Kejadiannya jarang dan angka insidensinya kurang

dari 1 % dari seluruh angka kejadian peritonitis.

2. Peritonitis Sekunder

Peritonitis Sekunder terjadi akibat proses patologik yang terjadi dalam

abdomen. Peritonitis ini tipe yang paling sering terjadi. Berbagai macam jalur

patologis dapat berakibat terjadinya peritonitis sekunder. Biasanya

dihubungkan dengan perforasi viscus (organ yang berongga).

Yang paling sering mengakibatkan terjadinya tipe ini termasuk perforasi

apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus, perforasi usus besar akibat

divertikulitis, volvulus, kanker, dan lain-lain.

Penyebab peritonitis sekunder diantaranya dirangkum dalam Tabel 1.

3

Page 4: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Tabel 1 : Penyebab Peritonitis Sekunder

Daerah Sumber Penyebab

Esophagus

Boerhaave syndromeMalignancyTrauma (mostly penetrating) Iatrogenic*

Stomach

Peptic ulcer perforationMalignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor) Trauma (mostly penetrating)Iatrogenic*

DuodenumPeptic ulcer perforationTrauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*

Biliary tract

CholecystitisStone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common ductMalignancyCholedochal cyst (rare) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*

PancreasPancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*

Small bowel

Ischemic bowelIncarcerated hernia (internal and external) Closed loop obstructionCrohn diseaseMalignancy (rare) Meckel diverticulumTrauma (mostly penetrating)

Large bowel and appendix

Ischemic bowelDiverticulitisMalignancyUlcerative colitis and Crohn diseaseAppendicitisColonic volvulus

4

Page 5: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic

Uterus, salpinx, and ovaries

Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian cyst) Malignancy (rare) Trauma (uncommon)

*Trauma iatrogenik terjadi karena prosedur endoskopi, anastomosis dan luka pada

usus post operasi. Hal ini mungkin dikarenakan efek mekanik atau termal atau

adanya kebocoran hingga menimbulkan adhesi dan lainnya.

3. Peritonitis Tersier

Peritonitis tersier adalah peritonitis yang sudah ditangani lewat operasi

tetapi mengalami kekambuhan kembali. Biasanya diakibatkan oleh terapi

peritonitis primer dan sekunder yang tidak adekuat dan pada pasien yang

immunocompromised.

Patofisiologi

Peritoneum adalah suatu membran serosa yang terdiri dari sel mesothelial

yang melapisi dinding abdomen hingga pelvik dan berfungsi untuk melindungi

organ-organ intra abdominal. Peritoneum terbagi menjadi dua lapis yaitu

peritoneum parietal dan peritoneum viseral. Pada keadaan normal, volume cairan

intra peritoneum adalah kurang dari 50 mL.

Peritoneum mempunyai flora normal dan bila terjadi suatu proses

patologis seperti pertambahan jumlah kuman, masuknya kuman baru yang invasif

dengan jumlah melebihi 105, atau sistem imun tubuh yang kurang atau lemah,

maka keseimbangan akan terganggu dan muncul reaksi tubuh seperti proses

inflamasi dan bila tidak tertangani akan jatuh ke dalam infeksi. Etiologi dari

peritonitis bermacam-macam, diantaranya dirangkum dalam tabel 2.

Pada keadaan peritonitis, gerakan peristaltik usus akan menghilang dan

cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari

peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah

5

Page 6: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

kehilangan elektrolit. Selanjutnya dapat terjadi komplikasi utama seperti

kegagalan paru-paru, ginjal, hati dan bekuan darah yang menyebar.

Patofisiologi & Patogenesis PeritonitisPrimary peritonitis Secondary peritonitis- Cirrhosis - Trauma, inflamasi

- Hepatitis - Rupture appendix, diverticulum

- CHF - Perforate peptic ulcer

- SLE - Incacetated hernia

- Metastatic malignant disease - Gangrenous gallbladder- Bowel infarck

Protein(albumin& cytokine di dalam cairan peritoneal bakteri (E.coli,bacteroides fragilis) exposure to

Tekanan onkotik peritoneum

Eksudasi cairan dari ECF ke peritoneal cavity bakteri mempunyai capsular Polysacarida complex(CPC)

Ascites (medium baik untuk tumbuh bakteri)

Abscess berikatan dengan mesotelial cell

Distensi intestinal aktivasi

vomiteICAM-1 TNF-alfa

limfosit migration activated macrophage

IL-1

Fever

Damage peritoneum

aktivasi factor koagulasi

pembentukan bradikin

berikatan dengan C-nerve fiber

6

Page 7: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

pain(long. Diffuse)

Diagnosis

Keluhan utama peritonitis adalah rasa nyeri pada perut. Nyeri ini

awitannya dapat akut atau mendadak. Pada tahap pertama nyeri ini menyebar di

seluruh perut dan bersifat tumpul. Lalu pada tahap selanjutnya nyeri ini akan

bersifat tajam dan terlokalisir. Tetapi bila proses infeksi tidak tertangani maka

nyeri akan tetap bersifat generalisata atau dirasa menyebar di seluruh perut. Pada

penyakit-penyakit tertentu seperti perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia

usus, nyeri menyebar akan terasa sejak awal.

Keluhan anoreksia dan nausea sering menyertai keluhan nyeri perut.

Muntah sering terdapat pada pasien dengan obstruksi dan perforasi usus.

Pada pemeriksaan fisik biasanya pasien datang dengan kondisi tampak

sakit ringan hingga berat, terlihat menahan sakit. Demam dapat mencapai lebih

dari 380 C tetapi harus diwaspadai pasien yang datang dengan sepsis karena

suhunya mungkin akan hipotermia. Takikardia dapat terjadi dikarenakan agen

vasoaktif yang dikeluarkan tubuh dan reaksi akibat terjadi hipovolemia yang

dikarenakan anoreksia, muntah dan demam tinggi. Perut yang kembung tidak

dapat buang air besar atau flatus juga dirasakan sebagai akibat adanya radang

paralitik usus.

Pemeriksaan rektal perlu dilakukan untuk dapat memperkirakan asal

infeksi intra abdomen, misal bila ditemukan massa di regio kanan pada

pemeriksaan rektal dapat dicurigai adanya apendisitis atau bila ditemukan tanda

fluktuatif di daerah anterior mungkin dapat dicurigai adanya abses di daerah

kuldesak atau kavum Douglasi. Pada peritonitis, tonus m.sphincter ani menurun,

ampula recti berisi udara dan nyeri semua arah.

Pada pasien wanita, diperlukan pemeriksaan vagina dan bimanual untuk

mengeliminir kemungkinan adanya inflamasi pelvik-endometrial seperti

endometritis, salfingo-ovaritis, tubo-ovarian, atau bila pasien dalam usia

reproduktif, dicurigai kemungkinan ruptur kehamilan ektopik.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, hemogram bergeser

ke kiri, asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik. Pada foto polos

7

Page 8: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

abdomen, peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang, tampak udara usus

merata, penebalan dinding usus karena terjadi oedema, tampak gambaran udara

bebas, misalnya pada perforasi usus yang berisi udara. Pada pemeriksaan USG

didapatkan koleksi cairan.

Berikut ini merupakan tanda dan gejala yang dapat ditemukan dalam

anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya:

1. Anamnesa :

- Abdominal pain

- Anorexia

- Mual

- Muntah

- Demam

- Takikardi (karena release mediator inflammatory)

2. Pemeriksaan Fisik

- Pasien terlihat sakit

- Suhu dapat >38ºC

- Hipotermia (pada sepsis yang parah)

- Abdominal tenderness (palpasi)

- Reffered rebound tenderness (sakit saat tekan lepas) pada diffuse

peritonitis.

- Rigiditas dinding abdomen meningkat

- Tonus otot abdomen meningkat

- Distensi abdomen

3. Pemeriksaan Laboratorium

- Hipovolemia (karena anoreksia, muntah dan demam)

- Leukositosis (> 20.000/µl)

- Paracentesis : terdapat bakteri, eksudat, darah, pus.

4. Pemeriksaan Rectal

- Pada kasus appendicitis : tender inflamasi massa ke arah kanan.

5. Pemeriksaan X-ray abdomen

- Pada perforasi : terdapat udara pada rongga abdomen.

8

Page 9: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

- Pada pneumoperitoneum : dilatasi, edematous intestine.

Diagnose Peritoneal Lavage (DPL)

Teknik ini diperkenalkan oleh Root pada pertengahan tahun 1960, dan

banyak digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cidera intraabdomen setelah

trauma tumpul, disertai dengan kondisi:

Hilangnya kesadaran setelah cedera kepala (koma)

Ingesti obat atau intoksikasi alkohol

Perubahan sensori, misalnya pada cedera medulla spinalis

Cedera pada costae atau prosessus transversus vertebra

Kontraindikasi teknik ini adalah obesitas, koagulopati, dan hematom yang

signifikan dengan dinding abdomen.

Setelah dilakukan DPL, dilakukan analisis cairan secara kuantitatif dan kualitatif

Kualitatif

Perhatikan adanya darah, bakteri, sisa makanan atau kekeruhan seperti sisa

sabun yang berarti DPL (+) dan merupakan indikasi laparotomi.

o Sisa makanan ruptur usus

o Warna keruh seperti busa sabun cedera pankreas, karena enzim

pankreas yang terlepas akan mencerna lemak di cavum peritonii

menghasilkan asam lemak yang mengalami reaksi penyabunan jika

bercampur dengan kalsium.

Kuantitatif

o Hasil positif bila terdapat eritrosit > 100.000 mm3, bila <50.000/mm3

maka perdarahan (-), bila 50.000-100.000/mm3 berarti meragukan dan

harus diobservasi lagi

o Leukosit >500/mm3, bila hasil meragukan harus diteruskan observasi

o Adanya sisa-sisa tumbuhan/telur cacing menunjukkan perfirasi (+)

o Parasit

o Adanya amilase/lipase menunjukkan adanya Ca pankreas

Diagnosis Banding

9

Page 10: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

1. Appendicitis

- Terletak di paralytic ileus di right lower quadrant.

- Dilatasi caecum

- Ada massa di right lower quadrant.

2. Pancreatitis

- Peningkatan left hemidiaphragm

- Dilatasi loop bowel (small bowel, terminal ileum, ascending dan

transverse colon)

- Penurunan pesoas outline.

3. Colescystitis

- Gallstones terlihat pada 20%

- Right hychondrial mass menyebabkan pembesaran gallbladder.

- Adanya gas dalam biiliary system.

4. Kehamilan ektopik

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan:

1. Mengontrol sumber infeksi

2. Menghilangkan bakteri dan toksinnya

3. Menstabilkan fungsi sistem tubuh

4. Mengontrol proses inflamasi

Pada prinsipnya terbagi menjadi dua, yaitu terapi umum dan khusus.

Terapi umum diantaranya adalah terapi suportif seperti : oksigenisasi jaringan,

dekompresi, resusitasi cairan dan elekrolit karena adanya eksudasi cairan ke

rongga peritoneum yang dapat berakibat syok hipovolemik. Terapi khusus terbagi

menjadi dua yaitu terapi non bedah dan terapi bedah. Terapi non bedah

Terapi non bedah

Pemberian antibiotika untuk mengatasi peradangan oleh infeksi bakteri.

Berikut ini tabel yang menunjukan mikroorganisme penyebab peritonitis serta

antibiotik yang dapat digunakan untuk mengatasi etiologi tersebut.

10

Page 11: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Tabel 2. Mikroorganisme Penyebab Peritonitis Primer, Sekunder, dan Tersier

Peritonitis

(Type)

Etiologic Organisms Antibiotic Therapy

(Suggested)Class Type of Organism

Primary Gram-negative

E coli (40%)

K pneumoniae (7%)

Pseudomonas species (5%)

Proteus species (5%)

Streptococcus species (15%)

Staphylococcus species (3%)

Anaerobic species (<5%)

Third-generation cephalosporin

Secondary

Gram-negative

E coli

Enterobacter species

Klebsiella species

Proteus species Second-generation cephalosporin

Third-generation cephalosporin

Penicillins with anaerobic activity

Quinolones with anaerobic activity

Quinolone and metronidazole

Aminoglycoside and metronidazole

Gram-positiveStreptococcus species

Enterococcus species

Anaerobic

Bacteroides fragilis

Other Bacteroides species

Eubacterium species

Clostridium species

Anaerobic Streptococcus sp.

Tertiary

Gram-negative

Enterobacter species

Pseudomonas species

Enterococcus species

Second-generation cephalosporin

Third-generation cephalosporin

Penicillins with anaerobic activity

Quinolones with anaerobic activity

Quinolone and metronidazoleGram-positive Staphylococcus species

Fungal Candida species

11

Page 12: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Aminoglycoside and metronidazole

Carbapenems

Triazoles (considered in fungal etiology)

Tabel berikut ini menunjukan tentang dosis obat yang dapat digunakan

dalam pengobatan peritonitis.

Pilihan Antibiotik Dosis/hari

Single drug

Cefotixin 8-16gr

Cefotetan 4gr

Ceftizoxime 4-6gr

Ampicillin/Sulbactam 12-18gr

Ticarcillin/Clavulanate 12.4-18.6gr

Double drug

Gentamicin + 5mg/kg

Clindamycin or 2.4-3.6 gr

Metronidazole 2gr

Triple drug

Gentamicin + 2.4-3.6 gr

Clindamycin or 2gr

Metronidazole 4-6gr

Terapi bedah

Persiapan perioperatif

Resusitasi cairan

Oksigen dan bantuan ventilasi

Pemasangan NGT

Pemantauan vital sign

12

Page 13: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Evaluasi biokimia perioperatif

Pemberian antimikroba

Pengendalian suhu

Prinsip operasi

Eliminasi sumber infeksi

Reduksi jumlah bakteri

Cegah infeksi persisten dan rekuren

Laparotomi explorasi. Jika dari awal telah diketahui adanya peritonitis

primer, maka tindakan tidak perlu dilakukan.

Etapen Lavage (relaparatomi terencana) 1980

Prediksi moltalitas <50% (APACHE-II >21) dan/atau kondisi pasien

kurang baik sehingga menghalangi terpi definitif

Sumber infeksi susah dieliminasi

Necrosectomy tidak komplit

Bowel ischemia

Prosedur terdahulu yang multipel

Edema peritoneal yang berlebihan

Perdarahan yang tidak bisa dikontrol - packing

Laparotomi untuk Peritonitis Akut

Disertai pembilasan sebersih mungkin

Debridement radikal

Penutupan sumber kontaminasi : simple closure, diversi, reseksi +

reanastomosis.

Lavase peritoneal pasca bedah

Luka abdomen terbuka

Staged laparotomy

Prinsip laparotomi

Prinsip I: Repair

13

Page 14: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Kontrol sumber infeksi

Prinsip II : Purge

Evakuasi inokulasi bakteri, pus dan adjuvants (peritoneal ”toilet”)

Prinsip III: Dekompresi

Terapi pencegahan ”abdominal compartment syndrome”

Prinsip IV: Kontrol

Pencegahan dan terapi infeksi yang persisten/rekuren atau

pembuktian ”repair” dan ”purge”

Prognosis

Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses peritonitis

sudah terjadi. Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis akan mempunyai

prognosis yang makin buruk. Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga,

tergantung lamanya peritonitis, yaitu :

Kurang dari 24 jam : prognosisnya > 90 %

24 – 48 Jam : prognosisnya 60 %

> 48 jam : prognosisnya 20 %

14

Page 15: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

Adanya beberapa faktor juga dapat memperparah prognosis suatu

peritonitis, diantaranya adalah adanya penyakit penyerta, usia, dan adanya

komplikasi.

15

Page 16: Clinical Science Session Peritonitis Susan Ach

DAFTAR PUSTAKA

1. Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartz’s, Principles of Surgery. 8th

Edition. McGraw-Hill. 2005.

2. Sjamsuhidajat, R.,De Jong, Wim.1997. “Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi

Revisi”. Penerbit EGC : Jakarta.

3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran. 2 ed. Jakarta: Media Aesculapius Universitas Indonesia;

2000.

16