3
01/01/14 KALAM-UPI.ORG: Cerpen _ Ateng vs Dableng, Kapankah Berakhir? www.kalam-upi.org/2013/12/cerpen-ateng-vs-dableng-kapankah.html 1/4 CERPEN _ ATENG VS DABLENG, KAPANKAH BERAKHIR? Posted in sastra No comment yet “Arrggh..kena lagi!” Dableng menggerutu. Lagi lagi Ia menginjak komplek H, yakni Afrika. Padahal, komplek milik Ateng lawan mainnya tersebut sudah berhotel. Artinya, Ia harus kembali menyetor uang 200.000 pada Ateng. Namun naas, ternyata uang Dableng sudah habis tak bersisa. Akhirnya, Dableng memutuskan untuk berhutang .“Teng, Gua ngutang dulu deh”. Bagi Dableng, permainan monopoli yang sedang dijalaninya kini seperti neraka. Komplek komplek berhotel kini memenuhi kotak yang ada, dan semua komplek itu Ateng yang punya. Pada mulanya, Dableng juga sebenarnya memiliki komplek. Diantaranya B, D ,G. serta perusahaan air dan listrik. Namun karena kurang beruntung, Ia malah sering menginjak komplek milik Ateng. Akhirnya, uang miliknya-pun cepat habis. Hingga untuk membayar biaya injak sewa setelah uangnya habis, Dableng terpaksa menjual komplek komplek miliknya pada Ateng. Tentu, dalam kondisi tak memiliki komplek, bagi Dableng setiap kesempatan melempar dadu adalah horor. Hampir dipastikan, berapapun angka yang keluar dari dadu, Dableng mesti menginjak komplek milik Ateng. Akhirnya, Iapun harus terus berhutang dan berhutang untuk dapat menyambung hidup dalam dunia monopoli. Hanya sesekali saja Ia menginjak kotak kesempatan dan mendapat kartu hak berupa hadiah uang. Namun naas, setiap Ia dapat uang, uangnya mesti langsung disetorkan pada Ateng. Demikian halnya ketika Dableng mendapatkan uang hasil parkir bebas atau uang bonus 20.000 sebagai hadiah rutin dari bank karena telah melewati garis start, itu juga mesti langsung disetor pada Ateng untuk melunasi hutang. Maka jangan heran bila Dableng berfikir, masuk kotak penjara lebih baik daripada terus hidup dalam panggung monopoli yang keras. Penjara akan mengurungnya, dan membuatnya tertahan beberapa saat untuk melanjutkan kehidupan yang penuh hutang. Toh, Iapun sudah sangat yakin, bahwa tak ada lagi kemungkinan baginya untuk merubah keadaan. Modalnya untuk mendapat uang benar benar tertutup. Tak ada yang dapat membantunya. Karena hanya ada dirinya dan Ateng dalam panggung monopoli itu.

CERPEN _ ATENG VS DABLENG, KAPANKAH BERAKHIR?

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CERPEN _ ATENG VS DABLENG, KAPANKAH BERAKHIR?

01/01/14 KALAM-UPI.ORG: Cerpen _ Ateng vs Dableng, Kapankah Berakhir?

www.kalam-upi.org/2013/12/cerpen-ateng-vs-dableng-kapankah.html 1/4

CE R P E N _ A T E NG V S D A B LE NG, K A P A NK A HB E R A K H IR ?

Posted in sastra

No comment y et

“Arrggh..kena lagi! ” Dableng menggerutu. Lagi lagi Ia menginjak komplek H, yakni Afr ika.

Padahal, komplek milik Ateng lawan mainnya tersebut sudah berhotel. Artinya, Ia harus

kembali menyetor uang 200.000 pada Ateng.

Namun naas, ternyata uang Dableng sudah habis tak bersisa. Akhirnya, Dableng

memutuskan untuk berhutang .“Teng, Gua ngutang dulu deh”. Bagi Dableng, permainan

monopoli yang sedang dijalaninya kini seperti neraka. Komplek komplek berhotel kini

memenuhi kotak yang ada, dan semua komplek itu Ateng yang punya.

Pada mulanya, Dableng juga sebenarnya memiliki komplek. Diantaranya B, D ,G. serta

perusahaan air dan listr ik. Namun karena kurang beruntung, Ia malah sering menginjak

komplek milik Ateng. Akhirnya, uang miliknya-pun cepat habis. Hingga untuk membayar biaya

injak sewa setelah uangnya habis, Dableng terpaksa menjual komplek komplek miliknya pada

Ateng.

Tentu, dalam kondisi tak memiliki komplek, bagi Dableng setiap kesempatan melempar dadu

adalah horor. Hampir dipastikan, berapapun angka yang keluar dari dadu, Dableng mesti

menginjak komplek milik Ateng. Akhirnya, Iapun harus terus berhutang dan berhutang untuk

dapat menyambung hidup dalam dunia monopoli. Hanya sesekali saja Ia menginjak kotak

kesempatan dan mendapat kartu hak berupa hadiah uang. Namun naas, setiap Ia dapat

uang, uangnya mesti langsung disetorkan pada Ateng. Demikian halnya ketika Dableng

mendapatkan uang hasil parkir bebas atau uang bonus 20.000 sebagai hadiah rutin dari

bank karena telah melewati gar is start, itu juga mesti langsung disetor pada Ateng untuk

melunasi hutang.

Maka jangan heran bila Dableng berfikir , masuk kotak penjara lebih baik daripada terus

hidup dalam panggung monopoli yang keras. Penjara akan mengurungnya, dan membuatnya

tertahan beberapa saat untuk melanjutkan kehidupan yang penuh hutang. Toh, Iapun sudah

sangat yakin, bahwa tak ada lagi kemungkinan baginya untuk merubah keadaan. Modalnya

untuk mendapat uang benar benar tertutup. Tak ada yang dapat membantunya. Karena

hanya ada dir inya dan Ateng dalam panggung monopoli itu.

Page 2: CERPEN _ ATENG VS DABLENG, KAPANKAH BERAKHIR?

01/01/14 KALAM-UPI.ORG: Cerpen _ Ateng vs Dableng, Kapankah Berakhir?

www.kalam-upi.org/2013/12/cerpen-ateng-vs-dableng-kapankah.html 2/4

Bagaimana dengan Ateng? Tak terbesit dalam dir inya untuk memberikan pengampunan pada

Dableng. Ia terus membiarkan Dableng berhutang dan berhutang. Bahkan hingga kini, uang

milik Ateng sudah jauh lebih banyak ketimbang uang milik Bank. Walau tentu, kebanyakan

uang tersebut berupa uang non-r iil, yang didapatnya dari hutang Dableng. Bahkan Ateng

berfikir , seandainya kotak start, kesempatan, penjara, dan parkir bebas itu bisa dibeli, maka

Ia akan membelinya. Ia sanggup dengan biaya sebesar apapun.

Ne gara Dable ng

Peradaban Kapitalisme lahir dengan kebebasan kepemilikan sebagai salah satu pilarnya.

Peradaban ini membiarkan setiap yang hidup dibawah naungannya untuk bertarung

memperebutkan segalanya dengan asas kebebasan. Semua boleh saling berebut

mendapatkan apa saja yang disediakan oleh Sang Pencipta, asalkan memang punya modal

untuk memiliki dan mengelolanya. Tak ada yang berhak untuk mencampuri masalah ini,

termasuk institusi Negara, bahkan Tuhan sekalipun.

Maka jadilah Peradaban ini seperti permainan monopoli. Sebagian kecil dar i mereka yang

beruntung, berkesempatan untuk memiliki komplek komplek strategis yang menjadi modal

hidup seluruh umat manusia. Mulai tambang minyak, tambang emas, tambang batubara,

hutan hutan hingga sumber mata air . Dengan kepemilikan atas hal hal tersebut, mereka

memiliki modal yang sangat besar untuk memonopoli pembangunan peradaban. Hanya

merekalah yang akhirnya berkuasa atas pembangunan rumah sakit, sarana pendidikan,

media massa, lembaga perekonomian, hingga tatanan pemerintahan. Akhirnya Kita bisa

dapati, bahwa merekalah yang sebenarnya mengendalikan kehidupan ini. Tentunya, dengan

rasa tamak dan serakah. Siapa mereka? Merekalah yang kini ser ing Kita sebut sebagai Para

Kapitalis.

Sementara itu, sebagian besar manusia lainnya tak berkesempatan memiliki komplek

apapun. Mereka terpojok dan hanya mampu mengabdikan hidupnya untuk memberikan apa

yang dipunya pada Para Kapitalis. Mereka seolah tak punya modal untuk melawan

kedigdayaan para Kapitalis. Mereka orang yang dikendalikan dan dikuasai. Mereka harus

berhutang pada lembaga lembaga yang dimiliki oleh para Kapitalis. Hingga akhirnya, mereka

tersandera olehnya. Bagaimana psikologi mereka yang berhutang? Ia tak akan pernah

berani membantah titah sang pemberi hutang. Apapun yang diinginkan sang pemberi hutang

mestilah dituruti. Mulut mulut mereka disumpal agar tak sedikitpun berontak terhadap

kekuasaan dan kedigdayaan para Kapitalis. Kasihan.

Negeri Negeri Muslim, termasuk Indonesia, kini menjadi Dableng dalam peradaban

Kapitalisme. Tengoklah Indonesia, meskipun memiliki lokasi yang strategis dan kaya akan

Sumber Daya Alam, tapi semuanya tak dapat dikelola sendir i. Hampir seluruh komplek

Page 3: CERPEN _ ATENG VS DABLENG, KAPANKAH BERAKHIR?

01/01/14 KALAM-UPI.ORG: Cerpen _ Ateng vs Dableng, Kapankah Berakhir?

www.kalam-upi.org/2013/12/cerpen-ateng-vs-dableng-kapankah.html 3/4

sumber daya di Negeri ini ludes di jarah oleh Para Ateng di Peradaban Kapitalisme.

Semuanya dijual tanpa tedeng aling aling oleh para Pemimpin Negeri ini. Hingga akhirnya

Negeri ini tak punya komplek sama sekali. Tanpa komplek, tentu Negeri ini tak punya modal

untuk membangun dir inya sendir i.

Padahal semua tau, bahwa bagaimanapun rakyat di Negeri ini per lu diurus dan diberi modal

untuk hidup. Diberi makan, dibesarkan dan disekolahnya. Lantas apa jadinya bila Negeri ini

tak punya apa apa untuk membangun dir inya sendir i? Berhutang. Ya, berhutang pada para

Kapitalis, pada mereka yang kaya dan digdaya. Cara ini menurut para pemimpin Negeri ini

adalah yang paling realistis dan ekonomis. Bisa jadi karena kiblat pemimpin Negeri ini adalah

prilaku Dableng yang juga berhutang pada Ateng tatkala kehabisan modal hidup dalam dunia

monopoli.

Tapi sayang, para Pemimpin mungkin tak tau bahwa Dableng yang rajin berhutang itu

ternyata orang gendeng. Maka tengoklah, apa yang ter jadi setelah Negeri ini mengikuti

pr ilaku Dableng? Faktanya, Negeri ini semakin tak bisa berbuat banyak. Para pemimpin

semakin tunduk dan sungkan berontak pada para Kapitalis. Perintah apapun, termasuk yang

jelas jelas merugikanpun akhirnya dituruti. Karena kebodohannya, Negeri ini semakin tak

punya kedaulatan. Aset asetnya terus dijarah, dan hutang hutangnya terus bertambah.

Parah!

Tentu saja, bila mekanisme Peradaban yang mir ip pertarungan antara Ateng dan Dableng ini

terus berlanjut, maka kesejenjangan yang semakin menganga tak mungkin terhenti. Para

Kapitalis akan semakin berkuasa dan digdaya, sementara kondisi korbannya akan semakin

naas dan tertindas. Terus dan terus. Tak akan berhenti.

Ke simpulan dan Saran

Lalu, apa yang mesti dilakukan oleh Dableng untuk menghentikan penindasan Ateng?

Sebetulnya jawabannya sangat sederhana. Tinggal sudahi saja permainan monopoli

tersebut, dan jalankan permainan yang lain. Demikian halnya bila Negeri ini ingin

menghentikan penindasan Para Kapitalis. Maka jawabannya sangat sederhana. Negeri ini

hanya perlu Meninggalkan peradaban Kapitalisme, dan jalankan peradaban yang lain. Tentu,

peradaban itu tak boleh sembarang peradaban. Namun mestilah peradaban yang mampu

menciptakan mekanisme kehidupan yang baik, yakni peradaban Islam yang tegak dalam

institusi bernama Khilafah Islamiyyah. [FA]