27
CERITA RAKYAT NUSANTARA Keong Mas Cerita Rakyat Jawa Timur Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana. Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga candra kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya. Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa yang memgirim masakan ini. Begitu pula hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek menegurnya ” siapa gerangan kamu putri yang cantik ? ” Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri

CERITA RAKYAT NUSANTARA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cerita rakyat

Citation preview

CERITA RAKYAT NUSANTARA

Keong Mas

Cerita Rakyat Jawa TimurRaja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana.

Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga candra kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.

Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa yang memgirim masakan ini.

Begitu pula hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek menegurnya siapa gerangan kamu putri yang cantik ? Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku kata keong emas, kemudian candra kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek itu tertegun melihatnya.

Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.

Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihatnya tunangannya sedang memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada saat itu muncul nenek pemilik gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya keistana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.

Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman yang setimpal. Karena takut Galuh Ajeng melarikan diri kehutan, kemudian ia terperosok dan jatuh kedalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek dadapan yang baik hati itu keistana dan mereka hidup bahagia.

(SELESAI)

Legenda Gunung Kelud

Jawa Timur - Indonesia

Diceritakan Kembali oleh: SamsuniGunung Kelud merupakan sebuah gunung api yang terletak di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Indonesia. Meskipun telah puluhan kali meletus dan memakan relatif banyak korban jiwa sejak abad ke-15 sampai abad ke-20, gunung api ini menjadi salah satu obyek wisata menarik di daerah itu karena keindahan panorama alamnya. Gunung yang memiliki ketinggian 1.730 meter di atas permukaan laut ini semakin menarik minat para pengunjung karena setiap tanggal 23 Suro (penanggalan Jawa) masyarakat setempat menggelar acara arung sesaji. Pagelaran acara tersebut merupakan simbol Condro Sengkolo atau sebagai penolak bala dari bencana akibat pengkhianatan cinta yang dilakukan oleh putri Kerajaan Majapahit terhadap seorang pemuda bernama Lembu Sura. Bagaimana penghianatan cinta itu terjadi? Ikuti kisahnya dalam cerita Legenda Gunung Kelud berikut ini!* * *Alkisah, di daerah Jawa Timur, ada seorang raja bernama Raja Brawijaya yang bertahta di Kerajaan Majapahit. Ia mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Dyah Ayu Pusparani. Sang Putri memiliki keindahan tubuh yang sangat memesona, kulitnya lembut bagai sutra, dan wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama. Sudah banyak pengeran datang melamar, namun Prabu Brawijaya belum menerima satu pun lamaran agar tidak terjadi kecemburuan di antara pelamar yang lain. Di sisi lain, penguasa Majapahit itu juga tidak ingin menolak secara langsung karena takut mereka akan menyerang kerajaannya.Setelah berpikir keras, Prabu Brawijaya menemukan sebuah cara, yaitu ia akan mengadakan sayembara bahwa barang siapa yang berhasil merentang busur sakti Kyai Garudayeksa dan mengangkat gong Kyai Sekardelima maka dialah yang berhak mempersunting putrinya. Ia memerintahkan para pengawalnya untuk menyampaikan pengumuman tersebut kepada seluruh rakyatnya, termasuk kepada para raja dan pangeran dari kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Pada saat yang telah ditentukan, para peserta dari berbagai negeri telah berkumpul di alun-alun (lapangan, halaman) istana Kerajaan. Prabu Brawijaya pun tampak duduk di atas singgasananya dan didampingi oleh permaisuri dan putrinya. Setelah busur Kyai Garudyeksa dan gong Kyai Sekadelima disiapkan, Prabu Brawijaya segera memukul gong pertanda acara dimulai. Satu persatu peserta sayembara mengeluarkan seluruh kesaktiannya untuk merentang busur dan mengangkat gong tersebut, namun tak seorang pun yang berhasil. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mendapat musibah. Ada yang patah tangannya karena memaksakan diri merentang busur sakti itu, dan ada pula yang patah pinggangnya ketika mengangkat gong besar dan berat itu. Ketika Prabu Brawijaya akang memukul gong untuk menutup sayembara itu, tiba-tiba datanglah seorang pemuda berkepala lembu hendak mengandu keberuntungan. Ampun, Gusti Prabu! Apakah hamba diperkenankan mengikuti sayembara ini? pinta pemuda itu. Hai, pemuda aneh! Siapa namamu? tanya Prabu Brawijaya.Nama saya Lembu Sura, jawab pemuda itu.Prabu Brawijaya beranggapan bahwa pemuda itu tidak akan mampu merentang busur sakti dan mengangkat gong besar itu. Ia pun mengizinkannya mengikuti sayembara itu sebagai peserta terakhir. Baiklah! Kamu boleh mengikuti sayembara ini, ujar Prabu Brawijaya.Lembu Sura pun menyanggupi persyaratan itu. Dengan kesaktiannya, ia segera merentang busur Kyai Garudayaksa dengan mudah. Keberhasilan Lembu Sura itu diiringi oleh tepuk tangan para penonton yang sangat meriah. Sementara itu, Putri Dyah Ayu Pusparani terlihat cemas, karena ia tidak ingin bersuamikan manusia berkepala lembu. Ketika Lembu Sura menghampiri gong Sekardelima, semua yang hadir tampak tegang, terutama sang Putri. Ia sangat berharap agar Lembu Sura gagal melewat ujian kedua itu. Tanpa diduganya, pemuda berkepala lembu itu ternyata mampu mengangkat gong Sekardelima dengan mudah. Tepuk tangan penonton pun kembali bergema, sedangkan Putri Dyah Ayu Purpasari hanya terdiam. Hatinya sangat sedih dan dan kecewa.Aku tidak mau bersuami orang yang berkepala lembu, seru sang Putri seraya berlari masuk ke dalam istana. Mendengar ucapan putrinya itu, Prabu Brawijaya langsung terkulai karena telah mengecewakan putrinya. Namun sebagai seorang raja, ia harus menepati janjinya untuk menjaga martabatnya. Dengan demikian, Putri Dyah Ayu Pusparani harus menerima Lembu Sura sebagai suaminya. `Hadirin sekalian! Sesuai dengan janjiku, maka Lembu Sura yang telah memenangkan sayembara ini akan kunikahkan dengan putriku! seru Prabu Brawijaya.Seluruh pesarta sayembara pun berlomba-lomba memberikan ucapan selamat kepada Lembu Sura. Sementara itu, di dalam istana, Putri Dyah Ayu Pusparani menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Berhari-hari ia mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak mau makan dan minum. Melihat tuannya sedang sedih, seorang Inang pengasuh berusaha membujuk dan menasehatinya.Ampun, Tuan Putri! Jika Tuan Putri tidak mau menikah dengan Lembu Sura, sebaiknya Tuan Putri segera mencari jalan keluar sebelum hari pernikahan itu tiba, ujar Inang pengasuh.Mendengar nasehat itu, sang Putri langsung terperanjat dari tempat tidurnya. Benar juga katamu, Mak Inang! Kita harus mencari akal agar pernikahanku dengan orang yang berkepala lembu itu dibatalkan. Tapi, apa yang harus kita lakukan? Apakah Mak Inang mempunyai usul? tanya sang Putri bingung.Inang pengasuh hanya terdiam. Sejenak, suasana menjadi hening. Setelah berpikir keras, akhirnya Inang pengasuh menemukan sebuah jalan keluar. Ampun, Tuan Putri! Bagaimana kalau Tuan Putri meminta satu syarat yang lebih berat lagi kepada Lembu Sura? usul Inang pengasuh.Apakah syarat itu, Mak Inang? tanya sang Putri penasaran.Mintalah kepada Lembu Sura agar Tuan Putri dibuatkan sebuah sumur di puncak Gunung Kelud untuk tempat mandi kalian berdua setelah acara pernikahan selesai. Tapi, sumur itu harus selesai dalam waktu semalam, usul Mak Inang.Putri Dyah Ayu Pusparani pun menerima usulan Inang pengasuh dan segera menyampaikannya kepada Lembu Sura. Tanpa berpikir panjang, Lembu Sura menyanggupi persyaratan itu. Pada sore harinya, berangkatlah ia ke Gunung Kelud bersama keluarga istana, termasuk sang Putri. Setibanya di Gunung Kelud, Lembu Sura mulai menggali tanah dengan menggunakan sepasang tanduknya. Dalam waktu tidak berapa lama, ia telah menggali tanah cukup dalam. Ketika malam semakin larut, galian sumur itu semakin dalam. Lembu Sura sudah tidak tampak lagi dari bibir sumur. Melihat hal itu, Putri Dyah Ayu Pusparani semakin panik. Ia pun mendesak ayahandanya agar menggagalkan usaha Lembu Sura membuat sumur. Ayah! Apa yang harus kita lakukan? Putri tidak mau menikah dengan Lembu Sura, keluh sang Putri dengan bingung. Prabu Brawijaya pun tidak ingin mengecewakan putri kesayangannya untuk yang kedua kalinya. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan sebuah cara untuk menghabisi nyawa Lembu Sura.Pengawal! Timbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan besar! seru Prabu Brawijaya. Tak seorang pun pengawal yang berani membantah. Mereka segera melaksanakan perintah rajanya. Lembu Sura yang berada di dalam sumur berteriak-teriak meminta tolong. Tolooong...! Tolooong...! Jangan timbun aku dalam sumur ini! demikian teriakan Lemu Sura.Para pengawal tidak menghiraukan teriakan Lembu Suara. Mereka terus menimbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan. Dalam waktu sekejap, Lembu Sura sudah terkubur di dalam sumur. Meski demikian, suaranya masih terdengar dari dalam sumur. Lembu Sura melontarkan sumpah kepada Prabu Brawijaya dan seluruh rakyat Kediri karena sakit hati.Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung".(Wahai orang-orang Kediri, suatu saat akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung menjadi daerah perairan dalam).Dalam sumpahnya, Lembu Sura berjanji bahwa setiap dua windu[1] sekali dia akan merusak seluruh wilayah kerajaan Prabu Brawijaya. Mendengar ancaman itu, Prabu Brawijaya dan seluruh rakyatnya menjadi ketakutan. Berbagai usaha pun dilakukan untuk menangkal sumpah Lembu Sura tersebut. Ia memerintahkan para pengawalnya agar membangun sebuah tanggul pengaman yang kokoh (kini telah berubah menjadi gunung bernama Gunung Pegat) dan menyelenggarakan selamatan yang disebut dengan larung sesaji. Meski demikian, sumpah Lembu Sura tetap juga terjadi. Setiap kali Gunung Kelud meletus, masyarakat setempat menganggap hal itu merupakan amukan Lembu Sura sebagai pembalasan dendam atas tindakan Prabu Brawijaya dan Putrinya. * * *Demikian kisah Legenda Gunung Kelud dari daerah Kediri, Jawa Timur. Hingga saat ini, masyarakat Kediri, khususnya masyarakat Desa Sugih Waras, secara rutin (yaitu setiap tanggal 23 Syura) menyelenggarakan acara selamatan larung sesaji di sekitar kawah Gunung Kelud. Setidaknya ada dua pelajaran yang dapat dipetik dari carita di atas yaitu pertama bahwa hendaknya kita jangan suka meremehkan kemampuan seseorang dengan hanya melihat bentuk fisiknya karena siapa mengira di balik semua itu tersimpan kekuatan yang luar biasa. Pelajaran kedua yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa orang yang suka mengingkari janji seperti Putri Dyah Ayu Pusparani dan Prabu Brawijaya dapat mendatangkan bencana kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Meletusnya Gunung Kelud yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa merupakan akibat dari ulah Prabu Brawijaya dan putrinya yang tidak menepati janjinya kepada Lembu Sura. Sifat suka mengingkari janji ini merupakan sifat tidak terpuji yang harus dijauhi, karena termasuk sifat orang-orang munafik. (Samsuni/sas/174/11-09)Sumber foto: http://wisata-kami.blogspot.com/

Bottom of Form

Keong Emas

Jawa Timur - Indonesia

Keong Emas adalah sebuah dongeng yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Jawa Timur, Indonesia. Kata keong berasal dari bahasa Jawa yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, berarti siput besar. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Keong Emas adalah penjelmaan putri Raja Kertamarta yang bernama Candra Kirana, karena terkena sihir seorang nenek yang bernama Mbok Mian. Mengapa Mbok Mian menyihir Putri Candra Kirana menjadi keong emas? Mampukah Putri Candra Kirana bebas dari sihir Mbok Mian? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Keong Emas berikut ini.* * *Alkisah, di daerah Jawa Timur, Indonesia, tersebutlah seorang raja bernama Kertamarta yang bertahta di Kerajaan Daha. Ia mempunyai dua orang putri yang cantik jelita. Yang sulung bernama Dewi Galuh, sedangkan yang bungsu bernama Candra Kirana. Berita tentang kecantikan kedua kakak-beradik tersebut tersebar hingga ke berbagai negeri. Suatu hari, datanglah seorang putra mahkota yang gagah dan tanpan bernama Raden Inu Kertapati dari Kerajaan Kahuripan untuk meminang salah seorang dari mereka. Kedatangan pangeran tampan itu disambut baik oleh Raja Kertamarta bermasa permaisuri dan kedua putrinya. Saat melihat ketampanan Raden Inu Kertapati, Putri Dewi Galuh langsung jatuh hati. Ia berharap lamaran putra mahkota Kerajaan Kahuripan itu ditujukan kepadanya. Namun, ternyata Raden Kertapati lebih memilih Putri Candra Kirana. Raja dan permaisuri pun menyetujuinya dan segera menunangkan mereka. Sejak itu, Putri Dewi Galuh menaruh dendam dan iri hati kepada adiknya. Ia sakit hati, karena merasa dialah yang pantas bertunangan dengan Raden Inu Kertapati. Karena itu, ia berniat untuk mencelakai adiknya. Suatu hari, secara diam-diam ia pergi ke rumah seorang nenek sihir bernama Mbok Mian untuk meminta bantuan. Mbok Mian! Maukah kamu membantuku? pinta Putri Galuh. Apa yang bisa Mbok bantu, Tuan Putri? tanya Mbok Mian.Kamu sihir Putri Candra Kirana menjadi seekor keong! Setelah itu buanglah dia ke laut! perintah Putri Galuh.Ampun, Tuan Putri! Ada apa gerangan dengan Tuan Putri Candra Kirana? Bukankah dia adik kandung Tuan Putri sendiri? tanya Mbok Mian bingung.Dia itu adik yang tidak tahu diri. Ia telah merebut Raden Inu Kertapati dariku. Sudahlah Mbok, tidak usah banyak tanya! Laksanakan saja perintahku! seru Putri Galuh.Tapi, bagaimana caranya, Tuan Putri? Bukankah Putri Candra Kirana jarang keluar istana? Jika aku menyihirnya di istana, pasti akan ketahuan Baginda Raja, nenek sihir itu kembali bertanya.Benar juga katamu, Mbok! Ayahanda pasti curiga jika mengetahui hal ini, jawab Putri Galuh sambil manggut-manggut.Akhirnya, Putri Dewi Galuh pun memfitnah adiknya sehingga diusir dari istana. Ketika Putri Candra Kirana berjalan menyusuri pantai, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara tawa nenek-nenek yang sangat menyeramkan. Iiii...hi... hi... hi...!!! demikian suara tawa itu.Setelah Putri Candra Kirana menoleh ke sekelilingnya mencari sumber suara tawa itu, namun tak seorang pun yang dilihatnya. Aneh! Kenapa ada suara tawa, tapi tidak ada orangnya? pikirnya dengan heran.Ketika Putri Candra Kirana hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba seorang nenek muncul dan berdiri di depannya. Ia tidak mengetahui jika nenek itu adalah Mbok Mian, suruhan kakaknya. Hai, Nek! Kamu siapa dan kenapa menghalangi jalanku? tanya Putri Candra Kirana.Aku Mbok Mian si Nenek penyihir! Aku diperintahkan oleh Putri Galuh untuk menyihirmu menjadi keong emas, karena kamu telah menyakiti hatinya. Kamu telah merebut Raden Inu Kertapati darinya, jelas Mbok Mian.Ampun, Nek! Jangan sihir aku! iba Putri Candra Kirana.Tanpa ampun lagi, Mbok Mian menyihir Putri Candra Kirana menjadi seekor keong emas. Sebelum membuangnya ke laut, nenek sihir itu berkata kepada Putri Candra Kirana, Hai, Putri! Sihir itu akan hilang jika kamu bertemu dengan tunanganmu. Sejak itu, Putri Candra Kirana hidup di laut sebagai seekor keong bersama keong lainnya. Suatu hari, ketika sedang mencari makan di antara batu karang di tepi laut, ia tersangkut pada jaring seorang nenek bernama Mbok Rini yang sedang menjaring ikan. Waaah, indah sekali warna keong ini! Baru kali ini aku melihat keong berwarna kuning keemasan, gumam Mbok Rini takjub.Mbok Rini pun tertarik untuk memelihara keong emas itu. Ia membawanya pulang dan menyimpan di dalam tempayan. Keesokan harinya, Mbok Rini kembali ke laut mencari ikan. Hingga hari menjelang siang, ia belum juga mendapatkan seekor ikan pun. Akhirnya, ia memutuskan pulang ke pondoknya karena perutnya terasa sangat lapar. Betapa terkejutnya ia ketika tiba di pondoknya. Ia mendapati berbagai jenis makanan lezat lengkap dengan buah-buahannya telah tersedia di atas meja dapurnya. Hai, siapa yang menghindangkan makanan lezat ini? gumam Mbok Rini heran.Karena lapar sekali, Mbok Rini pun segera menyantapnya dengan lahap tanpa tersisa sedikit pun. Keesokan harinya, kejadian aneh itu terjadi lagi. Begitu pula pada hari-hari berikutnya, ia mengalami peristiwa yang sama. Kejadian aneh itu membuat Mbok Rini penasaran ingin mengetahui siapa pelakunya.Suatu hari, Mbok Rini sengaja kembali dari laut lebih cepat dari pada biasanya. Dengan sangat hati-hati, ia mengintip ke dalam pondoknya melalui sebuah lubang kecil. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat kebulan asap keluar dari tempayannya. Dalam sekedip mata, tiba-tiba seorang putri yang cantik jelita keluar dari kebulan asap itu dan langsung memasak. Melihat peristiwa ajaib itu, Mbok Rini semakin penasaran. Ia segera masuk ke pondoknya dan menghampiri putri cantik itu. Hai, Putri Cantik! Siapa gerangan kamu dan dari mana asalmu? tanya Mbok Rini penasaran.Maaf Nek, jika kehadiranku mengusik ketenangan Nenek! Namaku Putri Candra Kirana, putri dari Kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh seorang nenek, suruhan saudaraku, jawab Putri Candra Kirana. Ampun, Tuan Putri! Jika nenek boleh tahu, kenapa saudaramu menyuruh nenek itu menyihirmu? tanya Mbok Rini ingin tahu.Putri Candra Kirana pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya hingga ia bisa berada di pondok Mbok Rini. Setelah itu, ia memberi tahu nenek itu bahwa sihir itu akan hilang jika ia bertemu dengan tunangannya. Untuk itu, ia meminta tolong kepada Mbok Rini agar mengantarnya pulang ke istana. Mbok Rini pun setuju. Usai makan siang, Mbok Rini memasukkan Putri Candra Kirana yang telah berubah menjadi seekor keong emas ke dalam sebuah wadah kecil, lalu berangkatlah ia menuju ke istana. Setibanya di istana, Mbok Rini menyerahkan keong emas itu kepada Raja Kertamarta. Ampun beribu ampun, Baginda! Hamba datang kemari untuk mengantarkan keong emas ini, kata Mbok Rini sambil memberi hormat.Untuk apa keong emas ini? Dari mana kamu mendapatkannya? tanya Raja Kertamarta bingung.Ampun, Baginda! Keong emas ini adalah penjelmaan putri Baginda, Candra Kirana, jawab Mbok Rini.Apa katamu, Nek? Keong emas ini putriku? tanya sang Raja tersentak kaget seolah-olah tidak percaya.Akhirnya, Raja Kertamarta pun mengerti setelah Mbok Rini menceritakan semua kejadian yang telah menimpa putrinya. Ia sangat menyesal, karena telah mengusir putri bungsunya yang tidak bersalah itu. Ia pun segera memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Raden Inu Kertapati yang berada di Kerajaan Kahuripan. Sementara itu, Putri Dewi Galuh yang mengetahui hal itu segera menemui nenek sihir, Mbok Mian, secara diam-diam.Hai, Mbok Mian! Sihirlah Inu Kertapati menjadi batu agar ia tidak bertemu dengan Putri Candra Kirana! seru Putri Dewi Galuh.Mendengar perintah itu, Mbok Mian segera mengubah wujudnya menjadi seekor burung gagak, lalu terbang menuju ke istana Kahuripan. Di tengah perjalanan, ia melihat Raden Inu Kertapati sedang berjalan menuju ke istana Daha untuk memenuhi panggilan Raja Kertamarta dan bertemu dengan tunangannya. Ketika ia hendak menyihir Raden Inu Kertapati menjadi batu, tanpa ia duga tiba-tiba seorang kakek memukul kepalanya dengan tongkat hingga berubah menjadi asap. Rupanya, kakek itu adalah orang sakti yang telah ditolong oleh Inu Kertapati di perjalanan saat sebelum bertemu dengan burung gagak itu. Raden Inu Kertapati mendapati kakek itu sedang kelaparan dan memberinya makan. Raden Inu Kertapati pun melanjutkan perjalanannya. Setibanya di istana Daha, ia segera menemui tunangannya. Begitu mereka bertemu, sihir yang mengenai Putri Candra Kirana pun pun hilang dan kembali berwujud manusia. Seluruh keluarga istana Daha dan Raden Inu Kertapati tertegun menyaksikan peristiwa ajaib itu. Putri Candra Kirana pun menceritakan semua perbuatan Putri Dewi Galuh kepada ayahandanya. Raja Kertamarta dan seluruh keluarga istana meminta maaf kepada Putri Candra Kirana, kecuali Putri Dewi Galuh. Karena malu dan takut mendapat hukuman dari ayahandanya, ia melarikan diri ke hutan. Di tengah hutan, ia terperosok masuk ke dalam jurang dan tewas seketika. Akhirnya, Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati dinikahkan. Pesta pernikahan mereka dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan kesenian. Undangan yang hadir pun datang dari berbagai penjuru negeri. Mereka sangat gembira melihat kedua mempelai duduk bersanding di atas pelaminan. Putri Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati hidup berbahagia. Kebahagiaan tersebut tidak membuat mereka lupa kepada orang-orang yang telah berjasa menolong mereka. Mereka pun memboyong Mbok Rini dan kakek sakti yang baik tersebut ke istana. Asal Mula Selat Bali

Kabupaten Karangasem - Bali - Indonesia

Alkisah, di Kerajaan Daha, Kediri, Jawa Timur, hiduplah seorang brahamana (pendeta) yang bernama Empu Sidi Mantra. Ia seorang pendeta yang kaya raya dan terkenal sakti mandraguna. Selain itu, ia juga memiliki seorang istri yang cantik jelita dan seorang putra yang gagah dan tanpan bernama Manik Angkeran. Meski demikian, pendeta itu tidak bisa hidup tenang dan bahagia, karena anak semata wayangnya, Manik Angkeran, memiliki sifat tidak terpuji, yaitu gemar berjudi. Ia selalu mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya dan berhutang kepada orang lain ketika kalah berjudi. Hal inilah yang membuat Empu Sidi Mantra dan istrinya merasa resah, karena hampir setiap hari orang-orang mendatangi rumahnya untuk menagih hutang putranya. Keadaan tersebut berlangsung hingga bertahun-tahun, sehingga lambat-laun harta kekayaan sang Empu terkuras habis. Pada suatu sore, Manik Angkeran pulang ke rumahnya dengan nafas tersengal-sengal.Bapa, Ibu! Tolong aku! seru Manik Angkeran.Ada apa, Putraku? Apa yang terjadi denganmu? tanya ibunya dengan perasaan cemas.A...a... aku dikejar-kejar orang, Bu! jawab Manik Angkeran dengan nafas yang masih terengah-engah.Hmm... kamu pasti kalah berjudi lagi ya! timpa bapanya.Iya, Bapa! Aku kalah berjudi dan tidak sanggup membayar taruhan. Tolong aku, Bapa! Mereka ingin membunuhku, Manik Angkeran mengiba kepada bapanya.Tak berapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pemuda membawa golok. Mereka berteriak-teriak di depan rumah menyuruh Manik Angkeran keluar.Hai, Manik Angkeran! Keluar dan bayarlah hutangmu! teriak salah seorang pemuda sambil mengacung-acungkan goloknya.Manik Angkeran pun semakin ketakutan. Ia segera masuk ke kamarnya untuk bersembunyi. Sementara itu, dengan tenangnya, Empu Sidi Mantra segera menemui para pemuda yang berdiri di depan rumahnya.Tenang, wahai Anak Muda! Percayalah, saya akan membayar semua hutang putraku. Tapi, berilah saya waktu tiga hari untuk mencari uang dulu, pinta Empu Sidi Mantra.Baiklah, Empu! Kami menerima permintaan Empu. Tiga hari lagi, kami akan kembali kemari untuk menagih janji Empu, kata salah seorang pemuda, lalu membubarkan diri bersama teman-temannya. Pada malam harinya, Empu Sidi Mantra berdoa untuk memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Saat tengah malam, tiba-tiba ia mendengar suara bisikan yang sangat jelas di telinganya.Hai, Sidi Mantra! Pergilah ke kawah Gunung Agung! Di sana ada harta karun yang dijaga oleh seekor naga bernama Naga Besukih, demikian suara bisikan itu.Keesokan harinya, berangkatlah Empu Sidi Mantra itu ke kawah Gunung Agung. Setelah berjalan cukup jauh dengan berbagai rintangan, sampailah ia di tempat tersebut. Ia pun duduk bersila sambil membunyikan genta (lonceng) saktinya seraya mulutnya komat-kamit menyebut nama Naga Besukih. Tak berapa lama kemudian, naga itu pun keluar dari tempat persembunyiannya. Hai, kisanak! Kamu siapa dan ada apa kamu memanggilku? tanya Naga Besukih itu.Saya Empu Sidi Mantra dari Tanah Jambudwiba. Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta bantuanmu, kata Empu Sidi Mantra.Apa yang bisa kubantu, hai Mpu? Katakanlah! seru Naga Besukih.Empu Sidi Mantra pun mengutarakan maksud kedatangannya. Karena merasa iba, Naga Besukih segera menggeliatkan tubuhnya. Seketika itu pula, emas dan berlian pun berhamburan keluar dari balik sisiknya. Bawalah emas dan intan ini Mpu! Semoga cukup untuk membayar hutang-hutang putramu. Tapi, ingat! Jangan lupa untuk menasehati putramu agar dia mau merubah perilakunya! seru sang Naga. Baik, Naga! Terima kasih atas bantuannya, ucap Empu Sidi Mantra.Setelah mengambil semua perhiasan emas dan intan tersebut, Empu Sidi berpamitan kepada sang Naga. Setibanya di rumah, ia langsung memanggil putranya. Wahai, putraku Manik Angkeran! Bapa akan memberikan semua emas dan intan ini kepadamu, tapi dengan satu syarat, kamu harus berjanji untuk tidak berjudi lagi, ujar Empu Sidi Mantra.Baik, Bapa! Manik berjanji untuk tidak berjudi lagi, ucap Manik Angkeran.Empu Sidi Mantra pun percaya begitu saja pada ucapan putranya. Akhirnya, ia menyerahkan semua perhiasan emas dan intan tersebut kepada putranya. Dengan perasaan senang dan gembira, Manik Angkeran segera menjual semua perhiasan emas dan intan tersebut. Setelah itu, ia pergi membayar hutang-hutangnya. Ternyata, uang hasil penjualan emas dan intan tersebut tidak habis digunakan untuk melunasi seluruh hutangnya. Melihat jumlah uang yang masih tersisa begitu banyak, akhirnya ia pun tergiur untuk kembali bermain judi. Dengan uang itu, ia berharap akan menang dan memperoleh uang yang lebih banyak lagi. Tapi, nasib berkata lain, ia kalah berjudi dan uangnya pun habis. Bahkan, ia kembali dililit hutang. Akhirnya, ia kembali ke rumahnya dengan wajah lesu. Bapa! Aku sudah membayar semua hutangku kepada mereka, kata Manik Angkeran dengan nada lemas.Ya, baguslah kalau begitu! Tapi, kenapa wajahmu tampak kusut begitu? tanya bapanya heran.Maafkan aku, Bapa! Tadi aku bermain judi dan berhutang lagi, jawab Manik Angkeran sambil menundukkan kepalanya.Apa katamu! Dasar anak keras kepala, tidak mau mendengar nasehat orang tua! bentak bapanya.Maafkan aku, Bapa! Tolong bantu aku sekali ini saja, Bapa! Manik Angkeran mengiba di hadapan ayahnya.Tidak! Bapa tidak dapat membantumu lagi. Bayar sendiri hutang-hutangmu itu! seru bapanya dengan wajah memerah. Manik Angkeran pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia kebingungan mencari cara untuk membayar hutang-hutangnya. Di tengah kebingungannya, tiba-tiba ia teringat bahwa bapanya memperoleh perhiasan emas dan intan di kawah Gunung Agung. Ia pun nekad mencuri genta milik bapanya, lalu pergi ke kawah gunung itu. Setibanya di sana, ia bingung lagi karena tidak mengerti doa dan mantra yang harus diucapkan. Akhirnya, ia mencoba membunyikan genta itu tanpa mengucapkan mantra. Setelah beberapa kali membunyikannya, tiba-tiba seekor naga besar keluar dari sarangnya dan menghampirinya.Ampun, Naga! Jangan memangsaku! pinta Manik Angkeran.Hai, Anak Muda! Kamu siapa? Kenapa kamu membunyikan genta itu tanpa membaca mantra? tanya Naga Besukih.A... a... Aku Manik Angkeran, putra Empu Sidi Mantra, jawab Manik Angkeran dengan gugup.Hai, Manik Angkeran! Ada apa engkau memanggilku dengan genta yang kau curi dari bapamu itu? tanya Naga Besukih.Manik Angkeran pun menyampaikan maksud kedatangannya. Ia mengiba kepada Naga Besukih agar ia diberikan harta yang melimpah untuk membayar hutang-hutangnya. Naga! Kasihanilah Aku! Orang-orang akan membunuhku jika tidak segera membayar hutangku kepada mereka, Manik Angkeran kembali mengiba.Melihat kesedihan Manik Angkeran, sang Naga pun merasa kasihan kepadanya.Baiklah! Aku akan membantumu, tapi kamu harus berjanji untuk berhenti berjudi, ujar Naga Besukih.Setelah itu, sang Naga segera membalikkan badannya hendak mengeluarkan emas dan intan melalui sisik ekornya. Begitu ia hendak menyetakkan ekornya, tiba-tiba Manik Angkeran segera menghunus kerisnya dan memotong ekor naga itu. Tak ayal lagi, Naga Besukih pun meronta-ronta dan menjerit kesakitan. Ketika ia membalikkan badannya, Manik Angkeran telah pergi membawa ekornya yang penuh dengan emas dan intan itu. Ia berusaha untuk mengejarnya, namun putra Empu Sidi Mantra itu sudah menghilang entah ke mana. Ia hanya menemukan bekas tapak kakinya. Maka dengan kesaktiannya, ia membakar tapak kaki itu. Manik Angkeran yang telah pergi jauh meninggalkan kawah Gunung Agung pun merasakan kedua telapak kaki terasa panas, dan lama-kelamaan seluruh tubuhnya terbakar hingga akhirnya menjadi abu. Sementara itu, di Kerajaan Daha, Empu Sidi Mantra dan istrinya sedang gelisah, karena anak semata wayang mereka menghilang. Mereka sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak juga menemukannya.Pa! Ke mana perginya putra kita? Kita sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tak seorang pun warga yang tahu keberadaannya? tanya istri Empu Sidi Mantra dengan perasaan cemas.Empu Sidi Mantra hanya terdiam sambil berpikir. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia tersentak kaget.Wah, jangan-jangan putra kita pergi ke Gunung Agung, kata Empu Sidi Mantra.Kenapa Bapa bisa berpikiran begitu? tanya istrinya.Aku berpikiran demikian, karena putra kita menghilang bersamaan dengan hilangnya genta saktiku. Dia pasti pergi ke kawah itu untuk menemui Naga Besukih, jawab Empu Sidi Mantra.Keesokan harinya, berangkatlah Empu Sidi Mantra ke kawah Gunung Agung untuk mencari putranya. Setibanya di sana, ia melihat Naga Besukih sedang gelisah di luar sarangnya. Wahai, Naga Besukih! Apakah engkau melihat putraku? tanya Empu Sidi Mantra.Iya, Mpu! Kemarin dia ke sini meminta harta untuk membayar hutang-hutangnya. Namun, ketika aku hendak memberinya harta itu, tiba-tiba ia memotong ekorku, lalu membawanya pergi bersama harta itu, jelas Naga Besukih.Apakah kamu tahu kemana perginya? Empu Sidi Mantra kembali bertanya dengan perasaan cemas.Maaf, Mpu! Kamu tidak usah lagi mencari putramu. Aku telah membakarnya hingga binasa, jawab Naga Besukih.Betapa terkejutnya Empu Sidi Mantra mendengar berita buruk itu. Ia pun memohon kepada sang Naga agar putranya dihidupkan kembali.Maafkan aku dan putraku, Naga! Dia putraku satu-satunya. Aku mohon hidupkanlah dia kembali, pinta Empu Sidi Mantra.Baiklah, Mpu! Demi persahabatan kita, aku akan memenuhi permitaanmu. Tapi dengan satu syarat, kamu harus mengembalikan ekorku, kata Naga Besukih.Empu Sidi Mantra pun berjanji untuk memenuhi syarat Naga Besukih. Dengan kesaktiannya, Naga Besukih berhasil menghidupkan kembali Manik Angkeran. Empu Sidi Mantra segera pergi mencari putranya. Setelah sekian lama mencari, akhirnya ia pun menemukan putranya di sebuah hutan lebat, dan kemudian mengajaknya kembali ke kawah Gunung Agung untuk menemui dan mengembalikan ekor Naga Besukih. Setibanya di kawah Gunung Agung, Empu Sidi Mantra segera mengembalikan ekor Naga Besukih seperti semula. Setelah itu, ia bersama naga itu menasehati putranya agar benar-benar mau merubah perilakunya. Manik Angkeran pun sadar dan berjanji untuk mengikuti nasehat mereka. Sebagai hukuman, ia harus tinggal di sekitar Gunung Agung. Akhirnya, Empu Sidi Mantra pun kembali ke Kerajaan Daha seorang diri. Ketika tiba di Tanah Benteng, ia menorehkan tongkat saktinya ke tanah untuk membuat garis batas antara dia dan putranya. Karena kesaktiannya, bekas torehan tongkatnya bertambah lebar sehingga tergenangi air laut, dan lambat laun tempat itu berubah menjadi sebuah selat. Oleh masyarakat setempat, selat itu dinamakan Selat Bali.* * *CERITA RAKYAT NUSANTARA

Putri Tandampalik

Cerita Rakyat Sulawesi SelatanDahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.

Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk menerima pinangan itu. Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita, pikir Datu Luwu.

Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.

Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.

Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo, kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.

Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh, kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.

Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat seperti ini? tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ? tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku? Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.

Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.

Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ? pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap, rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku, pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.

Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik, kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.

Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.

Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat.

Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.

CERITA LEGENDA NUSANTARA

Situ Bagendit

Legenda Rakyat Jawa BaratPada jaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.

Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.

Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.

Wah kapan ya nasib kita berubah? ujar seorang petani kepada temannya. Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger! sahut temannya. Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!

Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.Barja! kata nyai Endit. Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli? kata nyai Endit.Beres Nyi! jawab centeng bernama Barja. Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.Ha ha ha ha! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang! kata Nyai Endit.

Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.

Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri, pikir si nenek.Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.Nyi! Saya numpang tanya, kata si nenek.Ya nek ada apa ya? jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebutDimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini? tanya si nenekOh, maksud nenek rumah Nyi Endit? kata Nyi Asih. Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?Saya mau minta sedekah, kata si nenek.Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya, kata Nyi Asih.Tidak perlu, jawab si nenek. Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.Nenek bercanda ya? kata Nyi Asih kaget. Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.Aku tidak bercanda, kata si nenek.Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian, kata si nenek.Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.

Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu! bentak centeng.Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan, kata si nenek.Apa peduliku, bentak centeng. Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit! teriak si nenek.Centeng- centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.Siapa sih yang berteriak-teriak di luar, ujar Nyai Endit. Ganggu orang makan saja!Hei! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang? bentak Nyai Endit.Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan, kata nenek.Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu, kata Nyai Endit.Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan teriak si nenek berapi-api. Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.Ha ha ha Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati, kata Nyai Endit.Tidak perlu repot-repot mengusirku, kata nenek. Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa! kata Nyai Endit sombong.

Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.Sialan! kata Nyai Endit. Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.Ha ha ha kalian tidak berhasil? kata si nenek. Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.

Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya Situ Bagendit. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.

(SELESAI)