Upload
atmoko-manggelewa
View
1.090
Download
73
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TUGAS SEKOLAH
Citation preview
MAKALAH
LEGENDA SANGKURIANG
Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat Tugas
Mata Pelajaran Sejarah
Disusun oleh:
Nama : Muh.Abdul Solihin
Kelas : XI IPS 1
Kata Pengantar
Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayahnya dan
memberi kenikmatan yang tiada henti, baik nikmat jasmani dan nikmat rohani, sehingga penulis
dapat menyusun makalah ini yang insyaalah sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam penuliasan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, guru-guru dan teman-teman yang sudah memberi dukungan dan
motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam
pemahaman atau penulisan, sangat besar harapan penulis ada saran atau kritik dari guru-guru di
sekolah Mts. Negeri Pandeglang II, teman-teman dan pembaca yang bersifat membangun demi
perbaikan penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca,
terutama bagi penulis, Amin.
Menes, Februari 2012
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ………………………………………………………..…...
Daftar Isi…………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………......
B. Rumusan Masalah………………………………………………….
C. Tujuan Penulisan Makalah ………………………………………..
D. Manfaat Penulisan Makalah……………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Tentang Materi……………………………............
B. Isi Materi…………………………………………………………...
1. Pengertian Hermeneutik………………………………………...
2. Asal Usul Cerita Legenda Sangkuriang…………………………
3. Makna Legenda Gunung Tangkuban Parahu Dengan Segala
Aspek Yang Dikandungnya……………………………………...
C. Manfaat Materi…………………………………………………….
D. Makna Bagi Siswa Tentang Materi………………………………..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………...
B. Saran……………………………………………………………….
Daftar Pustaka……………………………………………………………...
i
ii
1
2
2
2
3
3
3
4
8
13
14
15
15
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mitos sebagai acuan pandangan hidup. Berbincang tentang mitos akan berkaitan erat
dengan legenda, cerita, dongeng semuanya termasuk kelompok folklore. Mengenai mitos
C.A.van Peursen mengatakan sebagai sebuah cerita (lisan) yang memberikan pedoman dan arah
tertentu kepada sekelompok orang. Inti dari mitos adalah lambang-lambang yang
menginformasikan pengalaman manusia purba tentang kebaikan-kejahatan, perkawinan dan
kesuburan, dosa dan proses katarsisnya. Sedangkan Rene Wellek & Austin Warren
menyebutnya sebagai cerita anonim mengenai penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib
manusia, tingkah laku dan tujuan hidup manusia serta menjadi alat pendidikan moral bagi
masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Mengacu kepada pendapat di atas, ternyata mitos yang dikandung dalam legenda adalah
sumber pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala aspeknya.
Disusun dalam bentuk cerita sastra (sastra lisan) sebagai alat transformasinya; sebab bentuk
cerita lisan mempunyai pola struktur dan alur yang cukup ajeg. dalam menuntun ingatan orang
sehingga mudah untuk seseorang menuturkannya kembali.
Kegiatan manusia tidak terlepas dari kemampuan untuk menafsirkan terhadap apa pun
yang dialaminya. Hasilnya adalah didapatkannya arti dan makna dari yang ditafsirkannya. Arti
adalah hubungan antara sesuatu dengan yang melingkunginya, hubungan teks dengan konteks).
Adapun makna adalah hubungan arti dengan nilai esensial yang dikandungnya.
Kemampuan mengartikan dan memaknai sesuatu, dalam budaya Sunda disebut dengan
kemampuan memanfaatkan Panca Curiga (lima senjata/ilmu), yaitu kemampuan untuk
menafsirkan secara: silib, yaitu memaknai sesuatu yang dikatakan tidak langsung tetapi
dikiaskan pada hal lain (allude); sindir yaitu penggunaan susunan kalimat yang berbeda
(allusion); simbul yaitu penggunaan dalam bentuk lambang (symbol, icon, heraldica); siloka
adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma) dan
sasmita adalah berkaitan dengan suasana dan perasaan hati (depth aporisma).
Dalam tulisan ini pun penulis menggunakan konsep hermeneutika (panca curiga) untuk
mencoba menarik arti dan makna yang dikandung dalam legenda Gunung Tangkubanparahu
dengan segala aspek yang dikandungnya. Kaidah lain untuk melakukan analisis, penulis
memanfaatkan leksikografi (cara menuliskan kata); etimologi (tentang asal-usul kata), semantik
(tentang arti kata) dan semiotika ( tentang arti dan makna lambang).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hermeneutika ?
2. Bagaimanakah asal usul serita legenda sangkuriang ?
3. Bagaimanakah makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang
dikandungnya ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Ingin mengetahui pengertian hermeneutika ?
2. Ingin mengetahui asal usul cerita legenda sangkuriang ?
3. Ingin mengetahui makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang
dikandungnya ?
D. Manfaat Penulisan Makalah
Dalam penulisan makalah ini diharapkan manfaat yang diperoleh adalah:
1. Bagi penulis, bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususunya pengetahuan
tentang legenda sangkuriang.
2. Bagi pembaca, memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang cerita legenda
sangkuriang.
3. Bagi guru, menembah wawasan pengetahuan dalam pengajaran bahasa Indonesia
terutama tentang cerita legenda sangkuriang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Tentang Materi
Dalam penulisan makalah ini akan dibahas tentang bagaimana asal usulnya cerita legenda
sangkuriang dan bagaimana makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang
dikandungnya. Pada dasarnya sebuah cerita-cerita seperti legenda adalah cerita yang berkaitan
dengan hal-hal bersifat mitos, akan tetapi pada jaman sekarang kebanyakan orang tidak peduli
terhadap cerita yang bersifat mitos, mungkin hanya sebagian dari sekian bnyak orang yang masih
percaya akan hal tersebut.
Kalau dikaji lebih dalam, pada dasarnya sebuah cerita akan mengajarkan kita arti
kehidupan dan kita bisa mengambil pesan moral yang ada dalam sebuah cerita tersebut. Jadi,
sebenarnya tidak usah mempedulikan cerita tersebut bersifat mitos atau tidak, yang penting kita
bisa tahu apa makna dan pesan yang terkandung dalam sebuah cerita tersebut atau dalam legenda
sangkuriang. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan denga
legenda sangkuriang.
B. Isi Materi
1. Pengertian Hermeneutik
Seperti ditulis pada awal wacana, hermeunetika adalah ilmu menafsirkan tentang
sesuatu agar mempunyai arti dan makna, sehingga dapat dipetik manfaatnya. Karena itu
sangat bersifat subyektif dan inklusif, tetap terbuka bagi siapa pun untuk memasukkan
tafsirannya secara pribadi. Boleh-boleh saja dan itu akan besar manfaatnya dalam membentuk
masyarakat bermartabat yang madani mardotillah. Mungkin perlu ada kesepakatan bersama
yaitu mengenai visi akhir yang ingin dicapai dari pemaknaan heumanetika tersebut, yaitu
kesadaran untuk menampakkan kandungan moral atau ahklak kemanusiaannya. Humisnis
yang religius. Itulah dasar kesepakatan para penafisr nilai moral budaya bangsa yang
terkandung dalam folkolor atau folkway.
2. Asal Usul Cerita Legenda Sangkuriang
Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari tataran Sunda. Legenda tersebut
berkisah tentang terciptanya danau Bandung, gunung Tangkuban Perahu, gunung Burangrang,
dan gunung Bukit Tunggul.
Dari legenda tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup di
dataran tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan fakta geologi,
diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak beribu tahun sebelum
Masehi.
Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai
legenda ini ada pada naskah Bujangga Manik yang ditulis pada daun palem yang berasal dari
akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut ditulis bahwa
Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga Manik atau Ameng Layaran mengunjungi
tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali pada akhir abad ke-15.
Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang
menjadi kota Bandung. Dia menjadi saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempa
legendanya. Laporannya adalah sebagai berikut:
Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah barat)
Datang ka Bukit Patenggeng (kemudian datang ke gunung Patenggeng)
Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang)
Masa dek nyitu Ci tarum (Waktu akan membendung Citarum)
Burung tembey kasiangan (tapi gagal karena kesiangan).
a. Ringkasan Cerita
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan
Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor
babi hutan betina bernama Wayung yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum
air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu
dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak
para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas
permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan
yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan
bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan
tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila
berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan
diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi
nama Sangkuriang.
Ketika Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar
babi betina Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si
Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya.
Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang,
kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk
yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan
ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di
tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri
cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Terminological kisah kasih di
antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang
adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Walau demikian Sangkuriang tetap
memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan
perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum.
Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau
pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di
sebelah barat dan menjadi gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan
pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang
Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh
rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur.
Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di
Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur
dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut
kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan
berubah wujud menjadi gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di gunung
Putri dan berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di
sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).
b. Kesesuaian Dengan Fakta Geologi
Legenda Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya danau Bandung dan
gunung Tangkuban Perahu. Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa
danau purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering 16.000 tahun yang
lalu.
Telah terjadi dua letusan gunung Sunda purba dengan tipe letusan Plinian masing-
masing 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah
meruntuhkan kaldera gunung Sunda purba sehingga menciptakan gunung Tangkuban
Perahu, gunung Burangrang (disebut juga gunung Sunda), dan gunung bukit Tunggul.
Sangat mungkin bahwa orang Sunda purba telah menempati dataran tinggi
Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat
citarum (utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun
yang lalu saat gunung Tangkuban Perahu tercipta dari sisa-sisa gunung Sunda Purba. Masa
ini adalah masanya homo sapiens, mereka telah teridentifikasi hidup di Australia selatan
pada 62.000 tahun yang lalu, semasa dengan Manusia Jawa (Wajak) sekitar 50.000 tahun
yang lalu.
c. Sangkuriang dan Falsafah Sunda
Menurut Hidayat Suryalaga, legenda atau sasakala Sangkuriang dimaksudkan
sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapa pun manusianya (tumbuhan
cariang) yang masih bimbang akan keberadaan dirinya dan berkeinginan menemukan
jatidiri kemanusiannya (Wayungyang). Hasil yang diperoleh dari pencariannya ini akan
melahirkan kata hati (nurani) sebagai kebenaran sejati (Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi
bila tidak disertai dengan kehati-hatian dan kesadaran penuh atau eling (teropong), maka
dirinya akan dikuasai dan digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus (digagahi si
Tumang) yang akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan
(Sangkuriang). Ketika sang nurani termakan lagi oleh kewaswasan (Dayang Sumbi
memakan hati si Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal yang
dialami sang nurani dilampiaskan dengan dipukulnya kesombongan rasio sang ego (kepala
Sangkuriang dipukul). Kesombongannya pula yang memengaruhi “sang ego rasio” untuk
menjauhi dan meninggalkan sang nurani. Ternyata keangkuhan sang ego rasio yang
berlelah-lelah mencari ilmu (kecerdasan intelektual) selama pengembaraannya di dunia
(menuju ke arah Timur). Pada akhirnya kembali ke barat yang secara sadar maupun tidak
sadar selalu dicari dan dirindukannya yaitu sang nurani (pertemuan Sangkuriang dengan
Dayang Sumbi).
Walau demikian ternyata penyatuan antara sang ego rasio (Sangkuriang) dengan
sang nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi), tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal
ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu
membuat suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang, interdependency – silih asih-
asah dan silih asuh yang humanis harmonis, yaitu satu telaga kehidupan sosial (membuat
Talaga Bandung) yang dihuni berbagai kumpulan manusia dengan bermacam ragam
perangainya (Citarum). Sementara itu keutuhan jatidirinya pun harus dibentuk pula oleh
sang ego rasio sendiri (pembuatan perahu). Keberadaan sang ego rasio itu pun tidak
terlepas dari sejarah dirinya, ada pokok yang menjadi asal muasalnya (bukit Tunggul,
pohon sajaratun) sejak dari awal keberada-annya (timur, tempat awal terbit kehidupan).
sang ego rasio pun harus pula menunjukkan keberadaan dirinya (tutunggul, penada diri)
dan pada akhirnya dia pun akan mempunyai keturunan yang terwujud dalam masyarakat
yang akan datangd dan suatu waktu semuanya berakhir ditelan masa menjadi setumpuk
tulang-belulang (gunung Burangrang)
Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya sang ego rasio dengan
sang nurani yang tercerahkan hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang
Sumbi, gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (boeh
rarang atau kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa sang ego rasio hanyalah
rasa menyesal yang teramat sangat dan marah kepada dirinya. Maka ditendangnya
keegoisan rasio dirinya, jadilah seonggok manusia transendental tertelungkup meratapi
kemalangan yang menimpa dirinya (gunung Tangkuban Perahu).
Walau demikian lantaran sang ego rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus
sang nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat
luluh bersatu antara sang ego rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata sang nurani yang
tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi atas perilaku yang pernah terjadi dan
dialami sang ego rasio (bunga Jaksi).
Akhir kisah yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya
(Ujung berung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi
keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses
berkomunikasi yang santun dengan siapa pun (Sanghyang Tikoro atau tenggorokan;
bahasa Sunda: Hade ku omong goreng ku omong) dan dengan cermat dijaga benar
makanan yang masuk ke dalam mulutnya agar selalu yang halal bersih dan bermanfaat.
3. Makna Legenda Gunung Tangkuban Parahu Dengan Segala Aspek Yang Di
kandungnya
Seperti pada awal tulisan, bahwa legenda bukanlah kisah historis (a-historis),
tetapi berupa mitos yang menjadi acuan hidup masyarakat pendukung kebudayaannya.
Demikian pula yang terjadi pada legenda Gunung Tangkuban parahu. Di bawah ini saya
susun kembali nama dan tempat serta aspek lainnya yang terdapat dalam legenda tersebut.
sebagai kata kunci heurmanetika, yaitu:
a. Sungging Perbangkara, b. cariang c. babi hutan Si Wayungyang, d. Dayang Sumbi
atau Rarasat e. anjing Si Tumang, f. Sangkuriang, g. taropong (torak), h. Wetan (Timur) i.
Kulon (Barat) j. Citarum, k. Sanghyang Tikoro, l. Guriang m. Gunung Putri, n. Gunung
Manglayang, o. Ujungberung, p. kembang Jaksi, q. boeh rarang, r. Gunung Bukit
Tungggul, s. Gunung Burangrang t. Gunung Tangkuban Parahu, dan u. Talaga Bandung.
Telah disinggung di atas, bahwa banyak penulis yang memberi arti dan makna
terhadap legenda ini. Pada kesempatan sekarang penulis mencoba untuk membuat
penafsiran arti dan makna menurut konsep nilai-nilai intrinsik pandangan hidup “urang
Sunda” yang terkandung dalam alur cerita dan arti-makna dari setiap kata-kata kunci. Di
bawah ini disertakan deskripsi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan legenda
gunung Tangkuban perahu.
a. Sungging Perbangkara.
Artinya : Sungging = ukiran, ornamen. Perbangkara (Prabhangkara) = Prabha =
cahaya. > ‘ng > sang = penanda hormat, honorifik. > kara = matahari. Maknanya “
Penanda dari kebaikan/ kebenaran sebagai cahaya pencerahan bagi yang menyimaknya”.
b. Cariang.
Artinya: pohon keladi hutan (taleus leuweung) yang tumbuh subur dan bergetah
sangat gatal. Maknanya: Manusia-manusia yang hidup di tengah hutan kehidupan dengan
bermacam dorongan nafsunya.
c. Babi Hutan Wayungyang.
Artinya: Wayungyang > w(b)ayeungyang = perasaan yang tidak tenteram, gundah
gula. Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat kehewanan tetapi telah mulai
bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia seutuhnya (berperi-kemanusiaan).
d. Dayang Sumbi (Danghyang) atau Rarasati
Artinya : > Dang = penanda hormat, honorific. Yang < Hyang = gaib. > Sumbi =
1) tendok = alat untuk menusuk hidung kerbau agar menurut. 2) Bagian ujung terdepan
dari perahu sebagai penunjuk arah dalam berlayar agar tidak rersesat. Maknanya: Fitrah
manusia yang bersifat gaibiah yang memberi petunjuk dan kendali dalam menentukan
arah kehidupan. Bisa dimaknai pula sebagai kata hati, nurani yang mendapat
pencerahan hidayah Allah Swt. Rarasati nama lain dari Dayang Sumbi. Artinya : 1) >
Raras = perasaan yang sangat halus. > ati = hati, qalbu. Maknanya: Raras Ati = Hati
atau qalbu yang penuh dengan kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi. 2)
Rara = gadis > sati (santa) = suci, pengorbanan, tenang. Maknanya: Rara Sati =
Kesucian yang tenang penuh pengorbanan.
e. Si Tumang.
Artinya: > tumang = 1) Peti yang tertutup (b. Kawi), 2) mangmang = sumpah
(b.Kawi) tu-mang-mang = orang yang terkena sumpah karena waswas. Maknanya:
karakter seseorang yang selalu asal bersumpah, waswas, akhirnya termakan sumpahnya
sendiri, hatinya seperti peti yang tertutup rapat tidak mendapat pencerahan.
f. Sangkuriang.
Artinya: > 1) Sang = penanda hormat, honorifik. > Kuriang < kuring = saya, ego.
2) Sang = penanda hormat, honorific. > Kuriang < guru + hyang = ego yang gaib.
Maknanya: Sangkuriang = Jiwa (ego) non material yang menjadi dasar tumbuhnya
kesadaran mental manusia yang selalu mendapat cobaan dan ujian kualitas dirinya.
g. Taropong
Artinya : 1) Alat bertenun dari sepotong bambu kecil (tamiang) tempat benang
pakan (torak); 2) Alat untuk melihat sesuatu agar lebih jelas (teropong). Maknanya:
Kegiatan (semangat) manusia dalam menata perilaku kehidupan agar terusun tertib sesuai
dengan kualitas dirinya serta mampu melihat dengan jelas alur (visi) kehidupannya.
h. Wetan
Artinya : timur, tempat matahari terbit; wetan > wiwitan = asal mula, harapan.
Maknanya : Menuju ke wetan (timur) , mencari yang diharapkan yang dicarinya sejak
awal mula keberadaan manusia.
i. Kulon
Artinya : Barat, tempat matahari tenggelam. Maknanya : Sampai di arah barat =
sampai di batas waktu, waktu terakhir, akhir kehidupan
j. Citarum
Artinya: > Ci < cai = air. > Tarum = sejenis tumbuhan, daunnya untuk memberi
warna indigo tua (hampir hitam) pada kain atau benang tenun. Maknanya: Kehidupan
adalah seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam celupan
kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian
keteguhan hatinya.
k. Sanghyang Tikoro
Artinya: > Sang = penanda hormat, honorifik. > Hyang = gaib. >Tikoro = saluran
di leher untuk bernafas dan berbicara (tenggorokan) atau saluran di leher untuk makan
(kerongkongan). Maknanya: Kemampuan manusia dalam berbicara tentang apa pun yang
baik atau pun yang jelek serta sering dilalui makanan entah yang halal atau yang haram.
l. Guriang
Artinya > Guru = Yang memberi petunjuk, ilmu; > hyang = gaib. Maknanya :
Guriang = orang yang mengajari ilmu pengetahuan, fasilitator.
m. Gunung Putri
Artinya > Putri = gadis, wanita cantik jelita, bangsawan. Maknanya: Karakter
manusia yang dihiasi nilai keindahan dan cinta kasih. Dimaknai sebagai sifat kewanitaan
(feminim, jamalliyah, cinta kasih yang rohimmi) yang penuh rasa kasih sayang.
n. Gunung Manglayang
Artinya: > Manglayang = 1) ngalayang, melayang. 2) Mang-layang >
palayangan = Saluran untuk pembuangan air kolam/talaga. Maknanya : Kemampuan
manusia untuk menguras dan membersihkan dirinya dari karakter yang kotor.
o. Kembang Jaksi
Artinya: 1) Jaksi > bisa dimaknai jadi + saksi . Maknanya: 1) Segala sesuatu
yang dikerjakan seseorang akhirnya akan menjadi saksi pula bagi dirinya. 2) Jaksi =
bunga sejenis pohon pandan. Maknanya: Kesesuaian antara itikad/niat – ucapan dan
perbuatan (tekad – ucap – lampah)
p. Ujungberung
Artinya: > Ujung = akhir. >berung > ngaberung = menurutkan hawa nafsu.
Maknanya:Berakhirnya gejolak hawa nafsu yang negatif.
q. Boeh Rarang
Artinya : > Boeh = kain kafan. > rarang = suci, mahal. Maknanya: Semuanya
akan berakhir bila satu saat mau tidak mau harus memakai kain kafan yang suci, yaitu
datangnya waktu kematian mungkin secara fisik atau secara psikis.
r. Gunung Bukit Tunggul
Artinya : 1) > Bukit = Bentuk gunung yang lebih kecil. > Tunggul = pokok
pohon. Maknanya: Siapapun orangnya, kaya-miskin, pembesar atau pun rakyat kecil
semuanya mempunyai pokok sejarah dirinya (leluhur). 2) Tunggul > tutunggul = batu
nisan. Maknanya setiap orang mempunyai penanda jati dirinya, tentang apa dan siapa
dirinya.
s. Gunung Burangrang
Artinya > Burangrang > Bukit + rangrang. > rangrang = ranting. Maknanya :
Siapa pun orangnya tetap akhirnya akan ada sangkut pautnya dengan keturunan dan
masyarakat. yang pada gilirannya semuanya akan hilang ditelan masa (ngarangrangan).
t. Gunung Tangkuban Parahu
Artinya: >Tangkuban = tertelungkup, menelungkup. > Parahu = perahu. >
Gunung Tangkuban parahu = gunung yang bentuknya seperti perahu yang tertelungkup.
Maknanya: Dalam kosmologi Sunda, gunung dimaknai sebagai tubuh manusia. Gunung
Tangkubanparahu dimaknai sebagai manusia yang sedang menelungkupkan dirinya dan
itu menandakan suasana hati yang sedang bingung penuh penyesalan.
u. Talaga Bandung
Artinya: > talaga = danau, dimaknai sebagai kehidupan di dunia ini, >bandung
= 1) dua buah perahu atau dua buah rakit yang disatukan dan di atasnya dibuat tempat
berteduh. 2) bandung > bandung + an = memperhatikan, menyimak > silih bandungan –
saling memperhatikan dengan penuh perhatian. Maknanya: > Talaga Bandung = Dalam
kehidupan di dunia ini, kita ibarat perahu yang dirakit berpasangan dengan sesama
makhluk lain, seyogyanya dapat membangun kehidupan bersama, yaitu kehidupan yang
saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, interdependency (saling
ketergantungan yang harmonis), equaliter (setara di depan hukum) dan egaliter (setara di
dalam kehidupan)
C. Manfaat Materi
Dalam penulisan makalah ini dengan materi yang bertemakan legenda Sangkuriang, pada
umumnya manfaat yang bisa dipetik dalam kehidupan harus saling memperhatikan, karena
manusia merupakan makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain. Karena
kehidupan adalah ibarat seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam
celupan kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian
keteguhan hati. Jadi, kita harus menciptakan suasana hidup yang harmonis, damai, aman dan
tentram baik di lingkungan masyarakat maupun di dalam keluarga.
D. Makna bagi Siswa Tentang Materi
Seperti yang sebelumnya sudah ditulis di awal, bahwa sebuah legenda hanya bersifat
mitos, akan tetapi bila dikaji lebih dalam lagi ceritanya, banyak hal-hal yang bisa dipetik. Namun
perlu adanya pemamahan yang benar, akurat, tepat, dan juga berpegang pada pengetahuan dasar.
Untuk mendukung pengetahuan tersebut bisa mencari dan menggunakannya sumber-sumber
tertentu yang berkaitan dengan cerita tersebut, agar tidak adanya pemahaman yang salah.
Sangat penting sekali bagi siswa atau kaum pelajar sebagai generasi penerus yang ada di
seluruh Indonesia terutama siswa di Mts. Negeri Pandeglang II, untuk mempelajari dan mengkaji
legenda Sangkuriang. Selain bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman,
banyak manfaat yang bisa diambil sebagai pedoman hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengakaji legenda sangkuriang penulis akhirnya menarik kesimpulan tentang apa
yang ada dalam materi tersebut. Adapun kesimpulannya sebagai berikut :
1. Hermeunetika adalah ilmu menafsirkan tentang sesuatu agar mempunyai arti dan makna,
sehingga dapat dipetik manfaatnya. Karena itu sangat bersifat subyektif dan inklusif, tetap
terbuka bagi siapa pun untuk memasukkan tafsirannya secara pribadi.
2. Bila kita runut seluruh informasi di atas, maka akan ditemukan alur kearifan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang terkandung dalam legenda Gunung Tangkuban parahu. Kearifan yang
dibungkus dengan cerita legenda ini dapat menjadi acuan hidup bagi siapa pun dalam
menjalani keberadaannya baik secara manusia lahiriah (fisik) maupun manusia transendental
(ruhi).
3. Setelah mengkaji legenda sangkuriang didapatkan nama dan tempat serta aspek lainnya yang
terdapat dalam legenda tersebut ialah; Sungging Perbangkara, cariang, babi hutan Si
Wayungyang, Dayang Sumbi atau Rarasati, anjing Si Tumang, Sangkuriang, taropong
(torak), Wetan (Timur), Kulon (Barat), Citarum, Sanghyang Tikoro, Guriang, Gunung Putri,
Gunung Manglayang, Ujungberung, kembang Jaksi, boeh rarang, Gunung Bukit Tungggul,
Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu, dan Talaga Bandung.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis hanya bisa menyarankan kepada pembaca,
khususunya bagi siswa Mts. Negeri Pandeglang II dapat membangun kehidupan bersama, yaitu
kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, kemudian ciptakan
suasana hidup yang harmonis, damai, aman dan tentram. Tidak lupa untuk terus menggali ilmu
pengetahuan di berbagai mata pelajaran, khususunya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dan
bisa mengkaji lebih dalam lagi sebuah cerita legenda Sangkuriang.